badan penelitian dan pengembangan pertanian · testimoni stakeholder krpl “kami sangat...
TRANSCRIPT
i
Testimoni Stakeholder KRPL
“Kami sangat terinspirasi dengan KRPL, konsep tersebut akan kami terapkan di Kota Ternate untuk pengelolaan pekarangan menuju Halaman Asri, Teratur, Indah, dan Nyaman (HATINYA) dalam program pokok PKK”
Ny. Hj. Nursia Abdurahman Ketua Tim Penggerak PKK Kota Ternate
“Cita-cita pak Bupati, disetiap rumah tangga Kabupaten Pulau Morotai cukup pangan, cukup daging, & cukup ikan. Dan saya lihat KRPL mampu menjawab hal tersebut”
Mohdar Arief Sekda Kab. Pulau Morotai
“Saya harapkan KRPL di Fobaharu bisa berhasil dan direplikasi di seluruh kelurahan di Kota Tidore”
Drs. Achmad Mahifa Walikota Tidore Kepulauan
“Semoga KRPL bisa menjadi solusi dalam pemanfaatan pekarangan daerah Halmahera Barat, terutama menjelang Festifal Teluk Jailolo 2012”
Namto H Roba Bupati Halmahera Barat
“Program KRPL biking tong su tau banyak cara batanam deng vertikultur, polibag, & tanam sosawi hasil melimpah, dan akhirnya saya diberi kesempatan magang ke bogor dari BP4K tentang budidaya sayuran
Sadek Robo Ketua Gapoktan Garaki Nyinga, Kelurahan Fobaharu-Tidore
“Program KRPL ini saya kira sangat cocok jika diterapkan di Kota Ternate, apalagi Walikota sudah mendukung dengan Instruksi Wallikota Nomor 1 tahun 2012”
Nuraini do Subu Ketua Pokja III PKK Kota Ternate
“Adanya KRPL di Fobaharu, biking ibu-ibu jadi ada kegiatan, daripada karlota tarada manfaat”
Abdullah Hi Nurdin Lurah Fobaharu-Tidore
ii
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN
PERKEMBANGANNYA DI PROVINSI MALUKU UTARA
(Pekarangan jadi hijau, penghasilan pun ikut hijau)
Chris Sugihono Ahmad Yunan Arifin
Hermawati Cahyaningrum Nofyarjasri Saleh
Agus Hadiarto
Editor: Kartika Mayasari
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
2012
iii
KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI
PROVINSI MALUKU UTARA Pekarangan jadi hijau, penghasilan pun ikut hijau
Ditulis Oleh: Chris Sugihono dkk
Artistik: Yunan Arifin
Desain cover: Yunan Arifin @2012 Chris Sugihono
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jln. Ragunan 29, Pasar Minggu, Jakarta 12540
Telp. (021) 7806202, Fax. (021) 7800644 Email : [email protected]
Website : www.litbang.deptan.go.id
iv
PENGANTAR
Ketika pertama kali ditugaskan ke Maluku Utara, saya melihat ada
sesuatu yang khas menyangkut soal kuliner yaitu Ikan. Orang Maluku Utara
merasa belum makan jika belum makan ikan, artinya ikan merupakan
konsumsi utama warga Moluku Kie Raha. Teman dalam makan ikan ada
satu yaitu sambel Dabu-Dabu. Mungkin istilah ini juga populer di Manado,
Sulawesi Utara atau di Ambon dengan kosakata lain yaitu Colo-Colo.
Apapun namanya, baik dabu-dabu / colo-colo akan selalu bersama ikan
dimanapun berada. Bahan utama dabu-dabu adalah tomat, rica (cabai
rawit), bawang merah, dan lemon cui (jeruk ikan).
Permasalahan terjadi ketika saya tahu bahwa ketiga bahan utama
dabu-dabu masih didatangakan dari luar daerah seperti Bitung (Manado)
maupun Surabaya. Sebagai praktisi sekaligus peneliti pertanian tentu
menjadi tantangan tersendiri dalam memenuhi bahan dabu-dabu dari
wilayah Maluku Utara. Munculnya program Model kawasan rumah pangan
lestari (M-KRPL) membuat mimpi saya semakin nyata, dalam menjawab
tantangan pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Lokasi program
ini terutama difokuskan pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat
ketergantungan pangan yang tinggi. Kegiatan yang dilakukan pada program
ini sebenarnya bukan merupakan hal baru seperti pemanfaatan pekarangan
untuk pangan, tanaman obat maupun ternak. Hanya perbedaannya pada
inisiasi kebun bibit desa (KBD) sehingga diharapkan ada keberlanjutan
(sustainability). MKRPL di Kota Tidore Kepulauan merupakan kegiatan awal
sekaligus diharapkan dapat menjadi lokasi percontohan bagi pengembangan
KRPL di lokasi lain di Maluku Utara.
Ucapan terima kasih di tujukan kepada semua anggota tim BPTP Malut
dan pihak eksternal yang telah membantu menyelesaikan pembuatan buku
KRPL di Maluku Utara. Meskipun demikian, masukan dan saran diperlukan
untuk perbaikan program ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi
pengembangan program KRPL kedepan.
Sofifi, April 2012
Kepala Balai,
Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, MSi
v
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ........................................................................... i #1 APA ITU KRPL .......................................................................... 1 State Of The Art ............................................................................ 1 Pola Pengembangan ..................................................................... 4 3 M (Mudah dikenali, Mudah dipahami, Mudah ditiru) ....................... 6 4 Prinsip & KRPL +++.................................................................... 8 #2 POTENSI DAN SEBARAN KRPL ................................................. 12 Potensi Pengembangan ................................................................. 12 Sebaran saat ini ........................................................................... 13 #3 KIPRAH KRPL ........................................................................... 17 Perkembangan follower KRPL ......................................................... 17 Komoditas Unggulan dan Pola Pengusahaan .................................. 19 Kebun Bibit Desa ........................................................................... 21 Vertikultur di Lahan Sempit ............................................................ 24 Penghematan Belanja Rumah Tangga ............................................. 25 One Day No Rice .......................................................................... 27 Menuju Kawasan Organik ............................................................... 29 #4 RAHASIA MENUJU KEBERHASILAN .......................................... 31 Partisipasi Mandiri .......................................................................... 31 Inovasi Tiada Henti ........................................................................ 32 Kepemimpinan dan Kaderisasi Wanita Tani ...................................... 34 Pejabat Turun Lokasi ..................................................................... 36 Dukungan Regulasi ........................................................................ 35 Revitalisasi Kebun Bibit Inti ........................................................... 36 Sedekah Biar Berkah ...................................................................... 37
1
Apa Itu KRPL ???
State Of The Art KRPL
Setiap manusia butuh pangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja,
orang dewasa, sampai orang yang sudah renta masih butuh makan untuk
kewajiban perbaikan metabolisme tubuh agar tetap bisa beraktivitas
maupun beribadah sesuai dengan tuntunan dan kepercayaan yang dianut.
Kalau secara teorinya, menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), pangan
merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Menurut lembaga ini juga, penyediaan pangan dan gizi merupakan
unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas, karena pangan selain mempunyai arti
biologis juga mempunyai arti ekonomis dan politis. Implikasinya bahwa
penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan dengan jumlah, keamanan dan
mutu gizi yang memadai harus terjamin, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat sesuai dengan
pola makan dan keinginan mereka agar hidup sehat dan aktif. Begitulah
pernyataan dari lembaga yang bertanggungjawab mengurusi pangan
rakyat.
Persoalan pangan sejatinya sudah menjadi perhatian para ilmuwan
sejak jaman dahulu. Dimulai tahun 1798 dimana Robert Malthus
mengemukakan teorinya bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti
deret hitung sedangkan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur
sehingga dampaknya adalah manusia pada masa depan akan mengalami
ancaman kekurangan pangan. Tetapi jika kita melihat kondisi saat ini, teori
Robert Malthus tersebut tampaknya masih belum banyak terbukti
mengingat laju pertumbuhan penduduk masih bisa didukung oleh
pertumbuhan pangan. Bahkan ilmuwan Jeffrey D. Sach (Scientific American,
2008) juga menyatakan, “apakah benar kita sudah membantah teori
Malthus”?? Al-Qur‟an sebagai salah satu kitab suci umat manusia telah
menyebutkan bahwa sejatinya persoalan pangan sudah dijamin Tuhan.
2
Dan tidak ada satu pun mahkluk bergerak (bernyawa) di bumi ini
melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya (QS 11:6)
Dan berapa banyak mahkluk yang bernyawa yang tidak (dapat)
membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi
rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (QS 29:60)
Oleh karena itu, hakekatnya tidak akan pernah ada kekurangan pangan di
dunia ini, baik itu yang menyangkut manusia maupun hewan, karena
semuanya telah di janjikan tersedia oleh Tuhan. Meskipun demikian dalam
ayat yang lain, Tuhan juga mengancam manusia dengan bencana
kelaparan, kekurangan pangan sebagai azab, cobaan dan peringatan agar
manusia kembali bersyukur dan mengingatNYA.
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada
mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat (QS 112:16)
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS 2:155)
Ancaman krisis pangan di wilayah negara
lain memang sedikit lebih menakutkan,
terutama karena laju pertambahan
penduduknya yang besar, ditambah adanya
dampak ketidakpastian iklim serta ancaman
ekologis karena keterlambatan adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim. Menurut World
Food Program (2008), sebanyak 57 negara
(29 di Afrika, 19 di Asia dan 9 di Amerika
Latin) juga terkena bencana banjir maupun
bencana ekologis. Di pihak lain, bencana kekeringan dan gelombang panas
juga melanda beberapa wilayah di sebagian Asia seperti Cina, Eropa, dan
Uruguay. Bahkan di Australia yang menjadi salah satu produsen gandum
dunia, bencana kekeringan tahun 2007 yang lalu juga telah menurunkan
Banjir di Weda-Halmahera Tengah
3
produksi gandum sekitar 40 persen atau 4 juta ton. Tidak heran jika
kemudian suplai gandum dunia agak terganggu dan sempat melonjakkan
harga gandum di pasar global. Laporan WFP tersebut juga menyebutkan
bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh dunia terancam kelaparan. Kelompok
rawan pangan ini akan bertambah sekitar 4 juta jiwa per tahun, sehingga
kenaikan harga pangan dunia saat ini benar-benar bisa di luar jangkauan
kelompok miskin tersebut.
Berbagai macam sorotan dunia
internasional tentang pangan,
membuat Presiden RI berulang
kali dalam setiap pertemuan
mengenai pangan menegaskan
urgensi membangun ketahanan
pangan daerah. Bahkan lebih
spesifik lagi, pada acara
Konferensi Dewan Ketahanan
Pangan pada bulan Oktober
2010 di Jakarta, Presiden
memberikan arahan tentang
ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus dimulai dari rumah
tangga. Terkait dengan hal ini, pemanfaatan lahan pekarangan untuk
pengembangan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif
untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga.
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan
keluarga sudah dilakukan masyarakat sejak lama dan terus berlangsung
hingga sekarang namun belum dirancang dengan baik dan sistematis
pengembangannya terutama dalam menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh
karena itu, komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam
mewujudkan kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis
sumberdaya lokal, dan konservasi tanaman pangan untuk masa depan perlu
diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali budaya menanam di lahan
pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan (Saliem, 2011).
Sebagai kementerian yang bertanggungjawab menyediakan pangan
untuk rakyat, maka Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang
disebut dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model
KRPL)” yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu
rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah
lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
Presiden SBY saat konferensi Dewan Ketahanan Pangan tahun 2010
4
keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian
tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk
menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model
KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan
serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah.
Kalau dalam bahasa Inggris, KRPL
sebenarnya adalah Sustainable Reserve
Food Garden. Jadi pengembangan KRPL
ditujukan untuk menjaga stabilitas
pangan rumah tangga. Khusus di
Maluku Utara, perkara pangan
sebenarnya cukup krusial, karena mulai
dari beras, dan sembako lainnya
ditambah sayuran wajib pendamping
ikan sebagai bumbu colo-colo atau
dabu-dabu seperti BARITO (Bawang
merah, Rica/cabe, dan Tomat) masih
harus didatangkan dari luar daerah. Oleh karena itu, model KRPL yang
dikembangkan di Maluku Utara dinamakan KRPL “COLO-COLO”.
Pola Pengembangan
Inti dari KRPL adalah pemanfaatan lahan pekarangan untuk pangan.
Berbagai jenis dan macam latar belakang kenapa mesti dan harus KRPL
sudah dijelaskan di bab awal, jadi untuk bahasan kali ini adalah, Bagaimana
pola pengembangannya. Selama ini pemanfaatan pekarangan masih belum
terpola, masih belum massif, masih belum tertata sehingga bisa di replikasi
dan diadopsi untuk daerah lain sebagai pedoman/contoh kegiatan. Dari
beberapa kajian yang dilakukan tim teknis KRPL Kementerian Pertanian,
ternyata diperoleh 3 strata pekarangan rumah tangga dalam kawasan
contoh di Indonesia, yaitu:
a. Strata 1, berpekarangan sempit < 100 m2, atau tanpa pekarangan,
hanya ada teras
b. Strata 2, berpekarangan sedang 100–300 m2
c. Strata 3 berpekarangan luas > 300 m2
Sambal colo-colo khas Malut, sebagai temannya ikan
5
Berdasarkan hasil tersebut, maka rancangan pemanfaatan lahan
pekarangan juga disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang terbagi
dalam 3 kelas tersebut yaitu sempit, sedang dan luas. Sedangkan pola
pengembangannya terdiri dari 4 kegiatan besar yaitu pola vertikultur dan
tanaman pot, bedengan sempit, bedengan luas, dan intensifikasi jalan /
rumah ibadah. Khusus untuk pekarangan luas (strata 3), pemanfataannya
ditambahkan kandang ternak ayam buras/kambing dan kolam ikan air tawar
(nila atau mujaer). Secara teori, karbohidrat non beras bisa dicukupi dari 20
batang talas per tahun/orang, konsumsi protein bisa dicukupi dengan telor
yang dihasilkan oleh 10 ekor ayam/keluarga/tahun, dan vitamin mineral bisa
dicukupi dengan 5 rak yang berisi 10 polibag sayuran/tahun/orang.
Sedangkan kegiatan pendukungnya yaitu pengolahan hasil dan
pembuatan kompos dari limbah keluarga. Khusus pengolahan produk
pangan diarahkan untuk mendukung gerakan one day no rice melalui
pelatihan produk olahan yang berbasis karbohidrat lokal seperti sukun,
kasava, pisang dan olahan air kelapa (sirup dan kecap). Toga fokus pada
tanaman obat malaria seperti sambiloto karena kita tahu bersama bahwa
Maluku Utara juga termasuk daerah endemis malaria.
Pemanfaatan lahan pekarangan strata 1, strata 2, dan strata 3 (plus kolam ikan dan ternak ayam buras) di Tidore
Strata 1 Strata 1
Strata 3 Strata 3
6
No Kelompok sasaran Basis komoditas Model usaha
1 Pekarangan sempit
(hanya mempunyai emperan < 100 m2)
Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim,
seledri, Terong, bawang daun
Pot polibag /
Vertikultur
TOGA: Jahe, Temulawak, kunyit, sambiloto
Pot polibag / Vertikultur
2 Pekarangan sedang
(100 – 300 m2)
Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim,
Terong, bawang daun, seledri
Pot polibag /
Vertikultur
Tanaman Toga : Jahe, Temulawak, kunyit, sambiloto
Pot polibag / Vertikultur
Tanaman pangan & horti : Ubi kayu,
kacang tanah, bawang merah
bedengan
Ternak ayam buras, kambing, sapi Kandang
3 Pekarangan luas (>300 m2)
Sayuran : Cabai, Tomat, Caisim, kangkung, Terong, bawang daun
Pot polibag
Tanaman Toga : Jahe, Temulawak,
kunyit, sambiloto
Pot polibag
Ternak ayam buras, kambing, ikan air tawar (nila, mujaer)
Kandang dan kolam
Tanaman pangan & horti : Ubi kayu,
ubi jalar, kc. tanah, cabai, bw merah
Bedengan,
Intensifikasi pagar : pare, labu siam Multistrata
4 Kebun Bibit Desa & Koleksi Plasma Nutfah
Tomat, Cabai, Terung, Seledri Screen house, Polibag kecil
Plasma nutfah Tanaman obat lokal,
ubi kayu, bawang merah, padi gogo, ubi jalar, bayam duri
Bedengan
5 Intensifikai ruas jalan Pepaya, Pisang Multistrata
6 Intensifikasi halaman
sekolah / tempat ibadah
Ubi kayu, pisang, pepaya, mangga Landscape
7 KK yang basis usahanya olahan
Olahan sukun, kassava, air kelapa Teknologi prosessing
9 KK yang basis usahanya
nya pedagang
Tanaman pangan / hortikultura /
perkebunan / ternak
Transaksional /
permodalan; SCM/VCA
10 KK yang basis usahanya
pengolahannya limbah
pertanian
Pupuk organik Integrasi
ternak tanaman
Ingat 3 M (Mudah dikenali, Mudah dipahami, Mudah ditiru)
Bekerja untuk membangun KRPL memang butuh syarat-syarat khusus.
Tidak cukup hanya dengan skill pertanian saja, tidak cukup dengan tahu
bagaimana bercocok tanam yang baik, tetapi lebih dari itu. Hanya berbekal
7
Sarjana Pertanian saja tidak cukup, apalagi master pertanian yang lebih
spesifik ilmunya, malah tidak cukup lagi. Keahlian membangun KRPL butuh
integrasi 3 bidang yaitu sains, seni, dan pengalaman. Sains dibutuhkan
dalam merancang landscape wilayah, merancang pekarangan untuk
tanaman yang bisa dimakan, merancang jenis tanaman yang seperti apa
yang akan ditanam, merancang bagaimana mengatasi keterbaatasan lahan
atau dalam bahasa lain bertani dilahan sangat kecil (tiny farm), mengatur
jadwal tanam, membuat strategi agar tanaman berproduksi optimal.
Disitulah ilmu pertanian dibutuhkan. Tapi itu tidak cukup, kalau hanya
sekedar tanam saja, semua orang juga bisa, tidak usah sekolah pun orang
tua kita jaman dulu juga bisa. Maka dibutuhkan juga seni agar pekarangan
jadi tampak asri, nyaman, bersih, dan teratur. Pekarangan jadi enak
dipandang, enak dilihat, dan enak juga dinikmati hasilnya. Dua hal tersebut
(ilmu dan seni) masih agak kurang, karena perlu ditambah ketrampilan
teknis melalui pengalaman-pengalaman.
Melalui pengalaman, maka akan dihasilkan suatu model yang cukup
unik dan spesifik lokal. Perpaduan ketiga hal tersebut akan melahirkan
contoh yang cukup unik yang mungkin akan berbeda dengan lokasi lain.
Ada 3 syarat agar KRPL cepat menyebar luas, yaitu harus mudah dikenali,
mudah dipahami, dan mudah ditiru. Mengapa mesti mudah dikenali ?? Agar
inovasi yang dihasilkan bisa lebih cepat terkenal. Kalau dalam ilmu
marketing, branding merupakan salah satu strategi pemasaran produk
inovasi. Dengan membangun brand, maka adopsi akan lebih cepat. Oleh
karena itu butuh kreativitas, butuh seni agar tidak termasuk TK-ITS (Tidak
kreatif, Itu-Itu Saja). Artinya membangun KRPL mesti berpikir out of the
box, business is unussual.
Beberapa identitas KRPL yang nyata
dilapangan adalah adanya Kebun
Bibit Desa (KBD), adanya
vertikultur, tanaman sayuran dalam
pot yang diintegrasikan dengan
kolam ikan dan kandang ternak
ayam / kambing. Ciri lainnya adalah
dalam KRPL wajib ada kebun koleksi
pemanfaatan plasma nutfah
tanaman asli yang hampir punah di
setiap lokasi dan adanya gerakan Vertikultur sebagai identitas KRPL
8
diversifikasi pangan baik melalui kampanye one day no rice maupun
pelatihan-pelatihan pengembangan produk berbasis umbi lokal.
Syarat kedua adalah mudah dipahami. Inovasi dalam membangun KRPL
harus padat karya, bukan padat modal. Rumah tangga yang miskin pun bisa
dengan cepat mengadopsi, oleh karena itu teknologi yang diintroduksikan
mesti berbasis sumberdaya lokal. Misalnya untuk tali ikat buat kebun bibit,
masyarakat Tidore memilih menggunakan Gemutu (ijuk kelapa)
dibandingkan dengan kawat atau tali lainnya. Mudah dipahami berikutnya
adalah teknologi yang diberikan tidak ruwet, tidak ketinggian, dan tidak
muluk-muluk atau dalam bahasa awam teknologinya cukup sederhana tapi
manfaatnya tidak sederhana. Kalau dalam bahasa marketing, limited cost
but unlimited impact. Itulah KRPL yang tahun 2011 kemarin dikembangkan
di Kelurahan Fobaharu-Pulau Tidore.
Syarat ketiga adalah Mudah ditiru. Untuk KRPL, dilarang keras pelit
ilmu, pelit pengetahuan, pelit informasi, maupun pelit sumberdaya.
Membangun KRPL dibutuhkan jiwa dermawan, jiwa sukarelawan, dan jiwa
sedekah. Biar cepat diadopsi secara massal, maka ilmu KRPL sekiranya
bermanfaat wajib disebarluaskan ke tetangga terdekat, sanak saudara,
maupun kawan handai taulan. Tidak ada rahasia dan dusta diantara kita,
begitulah kata syair lagunya Broery Marantika. Jika ada unsur 3M di lokasi
KRPL, Insya Allah percepatan perluasan akan segera datang.
4 PRINSIP DAN KRPL +++
Kita tahu bersama bahwa wilayah Maluku Utara dominan kepulauan,
banyak lautnya daripada daratannya, banyak hambatannya daripada
peluangnya, dan banyak kelemahannya daripada kekuatannya. Oleh karena
itu, membangun KRPL di Maluku Utara tidak cukup dengan sekedar
keinginan tapi juga harus dibarengi dengan keyakinan, tidak cukup dengan
sekedar keberanian tapi juga perlu kenekatan, tidak cukup dengan sekedar
kegigihan tapi juga kecerdikan, tidak cukup dengan sekedar inovasi tapi
juga motivasi, maupun tidak cukup dengan sekedar terobosan-terobosan
karya tapi juga butuh contoh nyata. Karena yang dihadapi selain kondisi
biofisik lahan tetapi juga sumberdaya manusia yang relatif masih
terbelakang dibandingkan dengan SDM yang ada di Indonesia bagian barat.
9
Kondisi umum pekarangan di Maluku
Utara memiliki lahan strata 1 dan
berada dikawasan pesisir. Kemudian
identik dengan kondisi yang agak
kotor, banyak binatang ternak yang
berkeliaran baik kambing, sapi, ayam,
anjing, maupun babi. Jadi
mengembangkan KRPL di Maluku
Utara bukan saja bagaimana
memanfaatkannya untuk tanaman
tetapi juga bagaimana bisa melakukan pendekatan kepada masyarakat
untuk mengelola ternaknya. Kalupun tidak sanggup maka solusi yang ada
adalah pembuatan pagar keliling rumah untuk mengantisipasi gangguan
binatang ternak. Meskipun hal tersebut merupakan solusi jangka pendek.
Untuk kawasan perkotaan seperti Kota Ternate, di kelurahan tertentu
sudah relatif bebas gangguan ternak sehingga pola pengembangan
pekarangan relatif lebih maju seperti memenuhi pekarangannya dengan
tanaman hias, dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur
modern. Sebenarnya sejak jaman dahulu pemanfaatan pekarangan sudah
melihat berbagai aspek, tidak hanya sosial budaya. Hasil penelitian
Danoesastro (1978), sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai
pekarangan, yaitu sumber bahan makanan (tanaman umbi, sayuran, buah,
dan sirih), tanaman perdagangan (kelapa, cengkeh, rambutan), penghasil
tanaman rempah atau obat (TOGA), dan sumber bebagai macam kayu-
kayuan (kayu bakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan).
Dalam optimalisasi lahan pekarangan,
sebaiknya dipilih jenis tanaman yang
bermanfaat bagi keperluan rumah
tangga sesuai dengan fungsi
pekarangan, yaitu sebagai sumber
obat atau kesehatan (kunyit, jahe,
temulawak) dan keperluan dapur
(cabe, tomat, sirih, sayuran,) serta
pelengkap gizi keluarga (pepaya,
pisang, jeruk, dan lain-lain).
Sedangkan untuk tujuan estetika,
sebaiknya dipilih tanaman yang Vertikultur di Tidore dengan tanaman kubis dan bawang daun
Contoh pekarangan di Nusliku-Halmahera Tengah
10
memiliki penampilan menarik misalnya tanaman mengkudu, kubis yang
memiliki bentuk daun yang lebar, tanaman kencur dengan bentuk daun
yang unik dan sebagainya (TRUBUS, 2009).
Dari beberapa uraian tersebut, maka beberapa prinsip yang mesti
dijalankan dalam menginisiasi KRPL diantaranya adalah:
1. Prinsip pemanfaatan lahan pekarangan sesuai dengan kondisi lahan Kondisi lahan dimaksud, terutama adalah luasannya, untuk menentukan jumlah dan komoditas yang akan dikembangkan berdasarkan strata yang sudah dijelaskan dimuka.
2. Prinsip introduksi teknologi baru untuk mengatasi keterbatasan Keterbatasan dimaksud, misalnya rumah tangga tanpa pekarangan dan lahan yang ternaungi tanaman produktif.
3. Prinsip efisiensi dan estetika Seluruh pemanfaatan pekarangan dan kawasan lainnya, harus dapat diukur tingkat keuntungan atau efisiensinya. Selanjutnya, hasil perhitungannya ditetapkan sebagai ukuran apakah satu komoditas dapat terus dikembangkan, atau harus digantikan dengan komoditas lain.
4. Prinsip paralelisme kegiatan fisik dengan pembangunan/penguatan
infrastruktur sosial
Pembinaan kawasan RPL secara fisik harus dibarengi dengan pendekatan
sosial, tumbuhnya semangat berkelompok, dan forum pertemuan.
Selain 4 prinsip tersebut, makna wilayah yang sudah menjadi KRPL yang
diterjemahkan kedalam istilah KRPL +++ juga memberikan 3 manfaat
utama yaitu:
(+1) Pendidikan atau biasa diartikan dengan farm to school,
(+2) Kesehatan, karena rumah yang bersih, cerminan keluarga sehat.
(+3) Agribisnis, karena pengembangan KRPL bisa mengurangi belanja
rumah tangga untuk pangan.
Ketiga plus tersebut yang saat ini
belum banyak dimiliki program-
program pemanfaatan pekarangan.
Kita tahu bersama program pokok
PKK dalam Pokja 3 juga memiliki
kegiatan yang identik yaitu
pemanfaatan pekarangan untuk
mewujudkan lingkungan yang sehat.
Tetapi fokus gerakan dan polanya
masih belum tertata melalui konsep Pemanfaatan depan rumah untuk
bunga di Ternate
11
yang nyata. Jaman dahulu juga terdapat program yang serupa yaitu
optimalisasi lahan pekarangan, tetapi masih sebatas untuk tanaman saja,
sedangkan sumber protein hewani belum banyak dikerjakan. Untuk model
KRPL, jangkauannya cukup luas yaitu dengan melalui penyediaan sumber
pangan karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, dan tanaman obat
disekitar rumah tangga, sehingga jika terjadi gejolak pangan akibat
perubahan iklim maka sudah tidak perlu khawatir lagi.
Kita tahu bersama ditahun 2010, harga cabai nasional melambung
tinggi, bahkan mencapai angka Rp. 100.000,- per Kg. Tentunya pemerintah
cukup kelabakan mengatasi hal tersebut. Bahkan Menko Perekonomian
Hatta Radjasa mengatakan, "Harga cabai semakin tinggi, untuk itu saya
mengimbau konsumsinya bisa kita tahan. Mari kita kurangi makan cabai
(sambal). Hari ini saja saya tidak makan cabai," ujarnya dalam temu
wartawan di Kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat
(16/7/2010).
Mungkin bagi orang padang,
cabai/lado adalah makanan pokok,
begitu juga di Maluku Utara, jika
makan ikan tanpa dabu-dabu / colo-
colo maka belum lengkap. Oleh
karena itu, mulai tahun 2011 melalui
KRPL yang diawali di Tidore, muncul
gerakan wajib menanam cabai dan
tomat di sekitar rumah. Gerakan
tersebut saat ini banyak diadopsi oleh
kelurahan-kelurahan lain baik melalui
informasi dari mulut-ke mulut maupun melalui Tim Penggerak PKK di tiap-
tiap daerah.
Tanaman tomat wajib di tanam di pekarangan strata 1-3 di Tidore
12
Potensi dan Sebaran KRPL
Potensi pengembangan KRPL
Sebelum memulai pembahasan mengenai potensi KRPL di Maluku
Utara, kami mau menyampaikan beberapa hasil survey baik yang dilakukan
oleh BPS maupun dari tim peneliti BPTP Maluku Utara. Menurut survey
tahun 2011, sebesar 19,6% pengeluaran rumah tangga di Maluku Utara
digunakan untuk membeli ikan, karena kita tahu bahwa masyarakat Malut
merasa belum makan jika belum mengkonsumsi ikan. Potensi ikan cukup
luar biasa melimpah karena wilayah Maluku Utara yang dominan laut
sehingga penyediaan ikan bukan masalah, tetapi saat musim ombak harga
ikan bisa naik 2-3x lipat karena belum adanya Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) maupun cold storage sehingga penyediaan ikan juga tergantung dari
cuaca. Ikan sebagai sumber protein saat ini sedikit-sedikit sudah bisa
disubstitusi dengan daging ayam, telur, dan tahu-tempe. Konsumsi telur
yang begitu tinggi menyebabkan tiap tahunnnya Maluku Utara harus
mengimpor 8.960 ton/tahun, daging ayam harus didatangkan dari luar
sebanyak 2800 ton/tahun, sedangkan daging sapi saat ini masih surplus
karena tingkat konsumsinya yang rendah.
Kebutuhan protein nabati juga cukup
tinggi, tiap tahunnya Maluku Utara
harus mengimpor kedelai sebanyak
5.185 ton, kacang tanah sebanyak
13.362 ton, dan sayuran sebesar 37.988
ton/tahun. Besarnya impor pangan
strategis tersebut menyebabkan Maluku
Utara sebenarnya rentan gangguan
keseimbangan penyediaan sumber
protein alternatif dan serat (sayuran).
Apalagi transportasi yang utama adalah berbasis laut yang rentan gangguan
cuaca. Jadi adanya program KRPL seakan-akan menjadi pelepas dahaga
dan melengkapi program-program yang sudah berjalan.
Dengan melihat data dan fakta tersebut, tentunya KRPL memiliki
potensi pengembangan yang cukup besar di Maluku Utara. Beberapa
Laut sebagai jalur transportasi utama di Maluku Utara
13
langkah nyata yang sudah dilakukan di Fobaharu, Kecamatan Tidore Utara,
Kota Tidore Kepulauan adalah mewajibkan setiap rumah tangga dengan
menanam cabai, tomat, dan fofoki (terung) baik di sekitar pekarangan
maupun dalam pot/polibag. Untuk pekarangan dengan strata 3 (luas)
dilakukan penanaman bawang merah dan kasbi (ubi kayu). Selama
masyarakat masih mengkonsumsi ikan dengan sambal colo-colo maka KRPL
akan selalu ada disekitar kita sehingga potensi pengembangan KRPL di
Maluku Utara cukup besar.
Sebaran Saat Ini
Pengembangan KRPL tahun 2011 masih terbatas di Kota Tidore
Kepulauan, tepatnya di Kelurahan Fobaharu yang diikuti 20 KK. Kalau kita
belum pernah tahu gambaran Tidore, silahkan buka dompet dan ambil
lembaran uang seribu rupiah, disitu terdapat gambar Pulau Tidore dan
didepannya Pulau Maitara. Kedua pulau tersebut masuk wilayah Kota Tidore
Kepulauan. Sebelum mengulas kegiatan pengembangan KRPL di Tidore,
sedikit kami akan menguak sejarah Tidore yang dulu terkenal dengan
kejayaan Kesultanan Tidore, agar budaya dan sejarah pertanian diwilayah
ini bisa diketahui. Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di
gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau
Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal
dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang
bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang
memiliki gunung api –bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku – yang
mereka namakan gunung “Kie Marijang ”. Saat ini, gunung Marijang sudah
tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata
bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, „aku telah sampai’.
Meskipun telah bersentuhan
dengan pemerintahan
modern, masyarakat Tidore
dikenal sebagai warga yang
berbudaya dan memegang
teguh tata nilai. Prinsip
inilah yang kemudian
disebut dengan “adat se
atorang”. Tidore terkenal Pulau Tidore di uang seribu rupiah
14
sebagai spice island bersama-sama dengan pulau Ternate. Hal tersebut
membuat bangsa Eropa berebut rempah terutama cengkeh dan pala dari
kedua pulau tersebut. Sekitar tahun 1512 bangsa Portugis mulai memasuki
Ternate. Budaya pertanian perkebunan menjadi karakter paling dominan
bagi petani Tidore seperti bakobong (berkebun), bergantung pada alam,
pemeliharaan kurang intensif karena cukup datang saat panen, terbiasa
dengan tanaman yang berumur panjang dengan sekali tanam tapi panen
bisa berkali-kali. Pola-pola seperti itulah yang agak menyusahkan ketika
memperkenalkan KRPL yang lebih didominasi dengan tanaman berumur
pendek, usahatani intensif, dan pemeliharaan yang rutin.
Meskipun demikian, modal sosial (social
capital) masyarakat Tidore cukup
tinggi. Dalam bahasa Tidore ada istilah
So Goroho Soa Se Gam, yang artinya
budaya bersih lingkungan, kemudian
yang tidak kalah penting adalah budaya
kebersamaan dan gotong royong (Bari)
dalam segala bidang kehidupan, tidak
ketinggalan dalam kegiatan pertanian
juga ada. Istilah bari ofu (gotong
royong dalam pembersihan lahan), bari
uto (dalam bertanam), bari panen
(dalam panen) senantiasa menghiasi
kegiatan di masyarakat tidak terkecuali
di Fobaharu. Dalam kegiatan KRPL
disana, penggalian local wisdom untuk
percepatan kegiatan lebih terasa
hasilnya.
Sekarang kita kembali ke topik bahasan, yaitu sebaran KRPL pada
tahun 2011 di Fobaharu-Tidore. Lokasi Kelurahan Fobaharu yang terbagi
kedalam 5 RT membuat program ini dilaksanakan dengan pendekatan
dispersal, artinya masing-masing kawasan RT terdapat unit percontohan
sehingga pemassalan/replikasi rumah pangan lestari akan lebih cepat.
Lokasi yang paling jauh dengan pusat desa adalah di RT 5 dengan jumlah
KK adalah 24 KK.
Budaya bari ofu/bersih lahan (atas) dan bari uto/tanam (bawah) di Fobaharu -
Tidore
15
Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kemandirian pangan di
Kelurahan Fobaharu adalah membuat kebun percontohan sebanyak 6 unit,
produksi tanaman pot, pendampingan dan benih masuk rumah pekarangan
dengan komoditas utama cabe,
tomat ,dan bawang merah. Fokus
pada tanaman sayuran dikarenakan
cepat panen, nilai jual tinggi, dan
kandungan gizinya relatif lebih tinggi
dibandingkan tanaman pangan. Salah
satu adagium bahwa rice is life
sedangkan fruit & vegetable is
healthy life. Ada 12 jenis komoditas
yang diintroduksikan di Kelurahan
Fobaharu, yaitu dari kelas Brassiceae,
Solanaceae, dan Curcubitaceae.
Komoditas yang banyak terdapat di Maluku Utara tetapi tidak disukai oleh
masyarakat Fobaharu adalah kangkung (Ipomoea reptans). Menurut
masyarakat, mengkonsumsi kangkung bisa berdampak pada nyeri sendi.
Menurut Astawan (2009), kangkung sebaiknya diwaspadai penderita asam
urat karena mengandung komponen purin cukup tinggi. Dalam 100 gram
kangkung terdapat 298 mg purin, lebih tinggi dibandingkan bayam dan
kacang tanah.
Bawang merah di pekarangan strata 2 Kelurahan Fobaharu - Tidore
Lokasi KRPL di Fobaharu yang tersebar di 5 RT
16
Pengembangan pekarangan di RT 1 difokuskan pada kacang panjang
dan sawi. Sedangkan di RT 2 komoditas cabe, terung dan sawi, RT 3 fokus
pada komoditas bawang merah dan sawi, RT 4 fokus pada tanaman tomat
dan sawi, dan RT 5 fokus pada sawi. Tanaman sawi banyak disukai karena
harga jualnya tinggi dan cepat laku. Sawi yang dibudidayakan adalah jenis
caisim (Brassica rapa cv caisin) atau biasa dinamakan sawi bakso.
Pembibitan sawi dilakukan di kebun bibit desa. Selain pengembangan
pekarangan yang belum termanfaatkan, juga dilakukan pendampingan bagi
rumah tangga yang sudah memanfaatkan pekarangan dengan tanaman
pangan/hortikultura. Pendampingan yang dilakukan berupa pemberian
benih dan pengendalian hama penyakit terpadu. Contoh yang dilakukan
adalah pendampingan budidaya pare (Momordica charantia L). Beberapa
permasalahan yang menjangkiti pare adalah buahnya berwarna kuning
kemerahan akibat serangan penggerek buah. Permasalahan tersebut
sementara diatasi dengan aplikasi insektisida sistemik seperti regent dengan
dosis minimum. Sedangkan benih bermutu dari varietas unggul
diintroduksikan untuk mengganti varietas lokal yang telah turun temurun
dibudidayakan.
Selain pemanfaatan pekarangan, juga
dilakukan pembersihan halaman
sekolah sebagai kebun pangan
keluarga, karena terdapat komoditas
pisang, ubi kayu, dan sayur lilin
(Saccharum edule Hasskarl).
Kemandirian pangan dibidang ternak
masih belum ditemukan solusi
konkretnya. Tetapi berdasarkan data
PPH maka kecukupan protein hewani
tidak menjadi masalah. Disamping itu pola pemeliharaan ternak kambing,
sapi, dan ayam di Kota Tidore Kepulauan dibiarkan berkeliaran di kebun-
kebun pertanian. Masalah ini sudah sejak dulu belum teratasi, bahkan
Walikota sejak 2008 telah berinisiasi mengeluarkan Perda larangan ternak
berkeliaran. Tetapi sampai sekarang masalah tersebut belum bisa teratasi.
School garden untuk tumpangsari pisang dan kacang tanah
17
Kiprah KRPL
Perkembangan Follower KRPL
Bagi yang terbiasa bermain dengan Twitter, tentu tidak asing dengan
istilah follower yang biasa diartikan sebagai pengikut. Dalam KRPL, salah
satu indikasi keberhasilan kegiatannya adalah semakin meningkat jumlah
follower dari waktu ke waktu. Tipe-tipe follower KRPL dapat diketahui
dengan penerapan ciri spesifik KRPL Maluku Utara yaitu adanya tanaman
rica/cabe dan tomat dipekarangan, adanya vertikultur, adanya tanaman pot,
adanya kolam ikan untuk konsumsi (bukan ikan hias di akuarium), dan
adanya ternak ayam / kambing yang telah dikandangkan. Ciri khas lainnya
adalah rumah tangga yang menerapkan diversifikasi pangan juga dianggap
sebagai follower KRPL.
Selama 6 bulan berjalan (per
maret 2012), perkembangan KRPL
menunjukkan hal yang cukup
signifikan. Berbagai macam
metode diseminasi diterapkan,
baik melalui pertemuan yang
melibatkan stakeholder maupun
penerapan percontohan di
beberapa titik lokasi. Wilayah
Maluku Utara yang berbasis
kepulauan perlu pendekatan
khusus yaitu dengan pembuatan
model di setiap pulau yang
lokasinya mudah diakses. Pada
tahun 2011 kegiatan MKRPL
diinisiasi di Kelurahan Fobaharu,
Pulau Tidore. Karena berada di
Pulau sendiri, maka penyebaran
KRPL secara pasif akan susah
terjadi. Tetapi dengan teknik Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC),
saat ini informasi KRPL sudah mulai menyebar ke beberapa titik lokasi
kepulauan di Provinsi Maluku Utara. Bahkan untuk Kota Ternate sendiri
Penyebaran KRPL Malut tahun 2012
18
merupakan follower terbanyak sebesar 230 KK yang berada di Kecamatan
Ternate Utara dan Ternate Selatan. Sedangkan Tidore memiliki tingkat
penyebaran yang nomor dua yaitu sebesar 125 KK. Perbedaan ini
dikarenakan tingkat dukungan PKK di Kota Ternate lebih masif dibandingkan
dengan Tidore. Penyebaran di Kota Tidore masih terbatas di sekitar Tidore
Utara. Sedangkan untuk wilayah lainnya seperti Halbar, Halteng, Halsel,
Morotai masih dibawah 100 KK.
20
125
20
230
20 38
20
42
20
60
20 29 0
50
100
150
200
250
2011 2012
Ju
mla
h K
K
Tahun Perkembangan
Tidore
Ternate
Halsel
Halbar
P. Morotai
Halteng
0
50
100
150
200
250
300
350
Strata 1 Strata 2 Strata 3
8 6 6
330
170
24
Ju
mla
h K
K
Strata pekarangan
2011
2012
19
Komoditas Unggulan dan Pola Pengusahaan
Mau bikin apa, tanam apa?? Bagaimana caranya?? Dan gimana nanti
hasilnya?? Itulah beberapa pertanyaan saat mengawali kegiatan KRPL di
Maluku Utara, karena kebiasaan masyarakat disini adalah petani
perkebunan seperti pala, cengkeh, dan kelapa yang kegiatan hariannya
cukup datang ke kebun dan ambil hasilnya. Kalau belajar agribisnis
tentunya pemilihan komoditas harus berdasarkan beberapa poin kunci
seperti iklim, ketinggian tempat, kesesuaian lahan, dan pasar. Itu kalau
teori untuk berusahatani, lain lagi dengan teori KRPL. Selain keempat hal
tersebut juga perlu ditambah kesukaan masyarakat setempat, karena target
KRPL pertama adalah untuk konsumsi rumah tangga bukan di jual. Jika ada
pertanyaan lanjutan, “jadi gimana pasarnya??”, maka langsung kita jawab
saja,”tidak usah dipikirkan, karena yang memikirkan pasar itu tugasnya
pendamping dari BPTP maupun PPL. Pokoknya tugas masyarakat adalah
bertanam, buat kolam ikan, dan kandangkan ternak. Titik”. Sekali-sekali
memang masyarakat / petani di Maluku Utara perlu pendoktrian, bukannya
ingin kembali ke jaman Orde Baru, tetapi kemandirian dan kreasi usaha
belum tumbuh sehingga perlu penekanan khusus. Bagaimana hasilnya??
Alhamdulillah sedikit-sedikit sudah ada perubahan meski yang tetap tidak
berubah juga masih ada. Introduksi KRPL di Maluku Utara bukan hanya
berorientasi peningkatan produksi, pendapatan, dan kemandirian pangan
tetapi perubahan perilaku itulah yang jadi sasaran utama.
Beberapa Testimoni dari ketua Gapoktan maupun anggota lainnya
sudah menunjukkan bahwa manfaat
KRPL adalah untuk warga sendiri,
sehingga juga perlu digerakkan oleh
warga dan dari warga. Petugas BPTP
hanya sebagai fasilitator dan
dinamisator. Program KRPL adalah
program partisipatif, jika yang banyak
bekerja adalah petugas maka KRPL
dikatakan gagal, bukan berarti petugas
hanya duduk-duduk saja tetapi ikut
mendampingi, mengarahkan, dan memberi contoh serta keteladanan baik di
lapangan maupun di rumah.
Menjadi tim KRPL berbeda dengan tim pengkajian atau penelitian
lainnya. Dimana perbedaannya?? Karena kita lebih banyak mengajak
kepada masyarakat untuk cinta pekarangan, cinta kebersihan, cinta
Intruksi bertanam dari petugas BPTP
20
bertanam, cinta keasrian dan keindahan lingkungan. Hakikatnya ajakan
kebaikan itu bukan untuk orang lain tetapi akan kembali kepada diri kita
sendiri. Ketika kita mengajak orang lain, sama saja mengajak kepada diri
kita sendiri. Misal saya mengajak kepada teman saya untuk bersihkan
pekarangan dan tanami dengan sayuran, artinya sebenarnya saya pun
mengajak diri saya sendiri untuk melakukan itu juga. Jika individu tersebut
menyeru pada kebaikan, maka pasti dia harus melakukan kebaikan
tersebut, agar tidak “Kaburo maqtan”. Karena Allah itu membenci orang
yang menyampaikan sesuatu tapi dia sendiri tidak melakukannya.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan
(QS 61:2-3)
Sebenarnya Rasulullah SAW juga telah memberi keteladanan, ketika beliau
menyampaikan suatu kebaikan pasti beliau telah melakukannya terlebih
dahulu. Itulah bekerja dalam KRPL, sebelum kita merubah orang lain, rubah
dulu dirimu sendiri.
Kembali ke pokok bahasan komoditas
unggulan, jadi konkret saja,
komoditas Unggulan yang diusahakan
yaitu komoditas colo-colo /dabu-dabu
(bawang merah, rica/cabe, dan
tomat), sedangkan komoditas
pendukungnya sawi, terung, kacang
panjang, dan mentimun. Sedangkan
tanaman pangan yang wajib untuk
strata 3 adalah kacang tanah, ubi
kayu, dan ubi jalar. Kalau mau
mengusahakan lainnya, silahkan
karena itu pilihan masing-masing
rumah tangga, yang penting
Wajibnya didahulukan baru kerjakan
yang sunnah. Pola pengusahaan
untuk strata 1 melalui vertikultur
maupun tanam di pot. Sedangkan Pemanfaatan lahan strata 1
21
strata 2 bisa melalui vertikultur dan tanam bedengan, untuk strata 3 perlu
ditambahkan dengan ternak dan kolam ikan.
Kebun Bibit Desa
Sayuran merupakan komoditas penting yang dibudidayakan oleh petani
dan merupakan cash crop yang dapat secara nyata mendatangkan
keuntungan. Konsumsi sayuran di Tidore Kepulauan diprediksikan akan
mengalami peningkatan sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian
dan meningkatnya taraf pendidikan masyarakat. Peluang meningkatnya
permintaan tersebut perlu diantisipasi dengan peningkatan kuantitas dan
kualitas produk sayuran yang dihasilkan petani di Tidore.
Keberhasilan budidaya sayuran di Tidore sangat ditentukan oleh
ketersediaan benih sayuran yang bermutu secara berkesinambungan. Saat
ini benih sayuran yang beredar dipasaran hampir semuanya sudah berupa
benih hibrida kecuali beberapa komoditas seperti kangkung. Penggunaan
benih hibrida dalam usahatani sayuran membutuhkan budaya tani yang
lebih maju karena penggunaan hibrida harus didukung dengan teknik
agronomi yang lebih modern.
Akhir-akhir ini di beberapa sentra
produksi cabai, tomat, dan lain-lain
telah dikembangkan dan diminati oleh
petani yaitu benih cabai/tomat dalam
bentuk bibit umur 2-3 minggu yang
sudah siap tanam di lapangan. Hal ini
merupakan peluang bisnis baru bagi
penangkar benih. Dalam bentuk bibit
ini keuntungannya petani
mendapatkan kepastian bahwa
tanaman sudah benar-benar tumbuh, bukan lagi potensi tumbuh/daya
tumbuh. Jika kita membeli benih cabai dalam bentuk biji seringkali tertera
dalam label benihnya daya berkecambah 85% tetapi kenyataannya saat
ditanam di persemaian daya tumbuhnya hanya sekitar 70%. Jadi kalau
membeli benih cabai dalam bentuk bibit (tanaman mini), maka daya
tumbuhnya dipastikan 100%, kemudian petani juga bisa memilih bibit yang
vigor dan sehat yang akan dibeli.
Tomat di polibag plastik kecil
22
Kebun bibit desa merupakan salah satu inovasi pada program KRPL untuk
mendukung sustainability kegiatan. Kebun bibit diharapkan dapat
membantu kelancaran produksi tanaman pekarangan terutama yang harus
di semai terlebih dahulu seperti tanaman solanaceae (tomat, cabai, terung),
tanaman curcubitaceae varietas hibrida seperti mentimun, semangka dan
tanaman family brassica seperti
sawi. Kebun bibit di bangun
dengan ukuran 7x3 meter dengan
tinggi bangunan 2 meter. Rumah
pembibitan terbuat dari kayu
dengan atap dan dinding berasal
dari paranet berwarna hitam.
Didalam rumah bibit dibuat
bedengan semai dan rak untuk
menaruh panel bibit.
Peralatan persemaian terdiri dari tray semai, kertas tissu, hand sprayer,
pincet, panel bibit ukuran 50/98/128, dan media semai yang terdiri dari
campuran tanah, pupuk kandang dan air (1:1:1). Di luar kebun bibit dibuat
3 bedengan dengan skenario akan di tanam terung dan sawi semai sampai
panen.
Ketersediaan benih/bibit mutlak menjadi kunci keberhasilan KRPL.
Untuk itu, penguatan kelembagaan Kebun Benih/Bibit menjadi salah satu
aktivitas dalam pengembangan KRPL di Maluku Utara. Selanjutnya, untuk
mewujudkan kemandirian kawasan, perlu dilakukan pengaturan pola dan
rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak. Kebun bibit desa
ini didesain untuk memenuhi kebutuhan bibit sayuran dan buah di lokasi
KRPL. Untuk produksi pertama, KBD didukung oleh BPTP dan Pemda,
sedangkan pada tahap produksi berikutnya, KBD sudah diharapkan mandiri
dalam hal pengadaan benih dan bibitnya melalui komersialisasi bibit yang
diproduksi. Manajemen KBD dikelola oleh Ketua Gapoktan, sedangkan
kalender persemaian ditentukan berdasarkan kalender tanam yang sudah
disepakati bersama. Kalender tanam digunakan untuk mengatur ritme pasar
sehingga sayuran yang dibutuhkan masyarakat senantiasa tersedia
sepanjang musim. Pada bulan Januari sampai maret tersedia 6 komoditas
yaitu sawi, kangkung, terung, kacang panjang, tomat, dan cabai,
sedangkan sepanjang April-Juni tersedia bawang merah, kangkung, bawang
daun, tomat, cabai, dan terung. Pada MK 2, ditanam sawi, bayam, bawang
merah, tomat, cabai, dan timun.
23
Tabel 1. Kalender tanam KBD
Bulan Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5
Jan-
Maret
Sawi (jan-feb)
Kangkung
(feb-maret)
terung
Kc. panjang
tomat
Cabe
April-
Juni
Cabe
Kangkung
(april)
Bawang daun (mei-juni)
terung
tomat
Juli-
Sept
Sawi (juli-
agust)
Bayam merah (ag-sept)
tomat
Okt-
Des
Kc. panjang
24
Vertikultur untuk pekarangan lahan sempit
Istilah vertikultur mungkin merupakan istilah asing bagi masyarakat
Tidore, meski teknik ini sebenarnya bukan hal baru. Mengembangkan
vertikultur tidak cukup dengan ilmu pertanian, tetapi juga mesti didukung
dengan ilmu pertukangan dan seni agar hasilnya selain bisa digunakan
untuk produksi tanaman tetapi juga bisa menghiasi halam pekarangan
dengan bahan-bahan berasal dari sumberdaya lokal. Vertikultur adalah
sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat,
baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau
bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah
perkotaan dan lahan terbatas. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan
mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam di Kelurahan Fobaharu
adalah yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar
pendek. Tanaman sayuran tersebut adalah kangkung, caisim, seledri, dan
bawang daun.
Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang
perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa
unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang digunakan adalah campuran
antara tanah, pupuk kompos, dan serbuk gergaji dengan perbandingan
1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran hingga
merata. Tanah dengan sifat koloidnya memiliki kemampuan untuk mengikat
unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman
dengan prinsip pertukaran kation. Serbuk gergaji berfungsi untuk
menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya
bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan
tanaman.
Model vertikultur yang dikembangkan di
Kel. Fobaharu ada 2 jenis yaitu
vertikultur dari bambu sebagai wadah
tanam, dan vertikultur dengan wadah
tanam polibag. Pada model 1,
pembuatan vertikultur membutuhkan 5
buah bambu ukuran panjang 2 meter,
diameter 20 cm sebagai wadah tanaman
dan 1 buah bambu diameter 10 cm
sebagai penyangga. Sedangkan untuk
bambu penegak dibutuhkan 4 buah Contoh vertikultur model 1 strata 1
25
dengan panjang 1,5 m dan diameter 10 cm. Bambu
penghubung/penyambung dibutuhkan 2 buah dengan ukuran 1 m dan
diameter 10 cm untuk bagian bawah dan 2 buah bambu ukuran 70 cm dan
diameter 10 cm untuk bagian atas. Dibagian atas bambu di buat lubang
melintang sesuai ukuran barisnya. Campuran media tanam kemudian
dimasukkan ke dalam bambu hingga penuh. Untuk memastikan tidak ada
ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong
tanah hingga ke dasar wadah (ruas terakhir). Media tanam di dalam bambu
diusahakan agar tidak terlalu padat agar masih mempunyai sifat porous,
dan juga tidak terlalu longgar agar air masih dapat diikat oleh partikel
tanah. Untuk memperpanjang masa pemakaian vertikultur maka dipilih
bambu yang berkualitas.
Model vertikultur kedua adalah model
tanaman pot yang disusun secara
bertingkat. Pada model ini dibutuhkan 3
buah papan dengan panjang 1,5 m dan
lebar 20 cm. Papan ini dapat pula
dibanti dengan bambu dan disesuaikan
dengan ketersediaan sumberdaya lokal.
Sebagai tiang penyangga dibutuhkan
kayu ukuran 1 m sebanyak 3 buah,
ukuran 30 cm sebanyak 2 buah, ukuran
20 cm sebanyak 2 buah, dan ukuran
panjang 1,5 m sebanyak 1 buah.
Sebelum tanam, benih-benih disemaikan terlebih dahulu terutama
benih, sawi, tomat, cabai, terung, dan seledri. Sedangkan benih kangkung
dan bawang daun bisa langsung di tanam. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk organik seperti kompos, dan granul (petroganik). Saat ini yang
mengadopsi model vertikultur di Fobaharu sudah mencapai 68 KK (48,03%)
dari total kepala keluarga yang ada di Kelurahan Fobaharu.
Penghematan Belanja Rumah Tangga
Munculnya ide KRPL dirasakan sebagai breakthrough program-program
ketahanan dan diversifikasi pangan. Tapi apalah arti sebuah penemuan jika
tidak dibarengi dengan penghasilan. Oleh karena itu, KRPL PLUS bukan
Contoh vertikultur model 2 strata 1
26
sekedar penemuan tapi juga penghasilan. Bagaimana kok bisa
meningkatkan penghasilan?? Padahal Cuma bertanam di pot / vertikultur
lahan sempit?? Itulah uniknya KRPL. Ternyata dengan KRPL pos
belanja/pengeluaran ibu rumah tangga untuk beli sayuran berkurang.
Tentunya berkurangnya pengeluaran, akan menambah surplus /
keuntungan. Tidak Percaya?? Mari kita buktikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
ibu-ibu follower KRPL di Fobaharu,
setiap harinya mereka belanja dipasar
dengan 1 ikat sawi Rp. 5.000,-
kemudian 1 cupa rica kecil Rp. 3000,-
ditambah 5 butir tomat seharga Rp.
2000,-. Jika ketiga kebutuhan sehari-
hari ini dipenuhi disekitar pekarangan
minimal 25 hari saja maka
penghematan akan diperoleh sebesar
Rp.250.000,- per bulan. Meskipun
penghematan yang diperoleh tidak
terlalu besar untuk ukuran Maluku
Utara tetapi bagi masyarakat petani
kecil, hal tersebut sangatlah berarti.
Apalagi jika terjadi lonjakan harga
rica/cabe dan tomat seperti pada saat
tahun 2010 kemarin, keuntungan yang diperoleh tentunya akan lebih besar
lagi. Belum lagi intagible advantage lainnya, seperti pekarangan jadi hijau,
mata yang melihat pun juga akan ikut hijau.
Mau bukti lagi?? Sekarang kita melihat
ke Ternate, tepatnya di Kelurahan
Sasa. Dilokasi ini dulunya berupa
lahan pekarangan masyarakat yang
terkotak-kotak/terpisahkan oleh
pagar. Berkat sentuhan Khaidir Ola
(Ketua Gapoktan), maka sekat-sekat
itu sekaran sudah dibongkar, dan
jadilah corporate KRPL. Fokus
tanaman yang diusahakan adalah
Pemanfaatan pekarangan strata 2
Corporate KRPL di Sasa Ternate
27
sayuran berdaun seperti bayam hijau, bayam merah, kangkung, dan
sawi/caisim. Cukup bertanam di pekarangan sekitar rumah akhirnya
berubah menjadi agrowisata sayuran Sasa.
Jadi jelas sudah, konsep KRPL bukan sekedar penemuan tetapi juga
penghasilan. Jika ada yang gatot alias gagal total dengan ikut KRPL maka
yang salah itu manusianya bukan KRPL_nya. Heeheeheee..Artinya follower
KRPL juga harus total mengikuti petunjuk yang telah disampaikan tanpa
menghambat kreatifitas masing-masing rumah tangga.
One Day No Rice (ODNR)
Sebelum menjelaskan kaitannya ODNR dalam KRPL di Maluku Utara,
kami mau mengutip pernyataan Menteri Pertanian Suswono dalam suatu
acara apresiasi terhadap pemerintah Kota Depok (3/4), ”Konsumsi pangan
pokok beras per kapita di Asia Tenggara dapat dikatakan masih tinggi. Saat
ini konsumsi beras di Indonesia 316 gram perkapita per hari, padahal cukup
dengan 275 gram per kapita per hari. Sementara itu konsumsi umbi-umbian
hanya 40 gram per kapita per hari padahal idealnya 100 gram per kapita
per hari. Dampaknya banyak kelebihan berat badan di masyarakat kita, dan
kita peringkat empat dunia dalam diabetes”.
One day no rice merupakan gerakan
nasional yang bertujuan mengurangi
tingkat konsumsi beras. Selain itu gerakan
ini merupakan sarana mengajak bangsa
agar hidup sehat karena tidak berlebihan
dalam mengkonsumsi karbohidrat, dapat
menjaga kestabilan harga bahan pokok,
menekan laju inflasi. Secara nasional,
program ini sejak diluncurkan bulan Maret
2010 sudah mulai menggema dibeberapa
daerah seperti Jawa Barat (setiap hari
Rabu tanpa makan nasi), Sumatera Utara
(mengenalkan kembali budaya makan
manggadong/makan pagi dengan umbi-umbian), Bangka Belitung
(memperkenalkan nasi aruk dari bahan baku singkong), dan Sulawesi
Tengah (diversifikasi berbasis pangan lokal). “Gerakan Satu Hari Tanpa
Nasi” tidak melulu fokus pada beras tetapi lebih dari itu wajib diikuti dengan
28
promosi “Gerakan Makan Telur serta Ikan, Minum Susu, dan Makan
Sayur serta Buah Asli Indonesia” untuk melengkapai pencapaian skor
PPH Nasional.
Khusus Maluku Utara, sebenarnya pola konsumsi karbohidrat yang
berbasis sagu sudah sejak dahulu dilakukan oleh orang-orang tua, tetapi
seiring gencarnya produksi beras yang mencapai swasembada tahun 1982
dan didukung stigma yang berkembang dimasyarakat yang cenderung
meng-inferior-kan warga yang mengkonsumsi umbi/sagu sebagai kelas
ekonomi lemah/miskin menyebabkan masyarakat beralih ke beras, sehingga
konsumsi beras di Maluku Utara mencapai 105 kg/kapita/tahun.
Oleh karena itu, sebenarnya kita perlu merenungi kebiasaan yang
sering mengolok-olok budaya sendiri, terlalu mengagungkan budaya orang
lain, sehingga tidak menghargai apa yang telah diciptakan tradisi dan
budaya kita sendiri. Akibat dari perilaku ini, maka tanpa disadari
mempengaruhi pola pikir, persepsi sampai perilaku keseharian yang penuh
ragu, tidak percaya diri, disorientasi serta menjadikan kita bermental lemah
untuk membangun kemandirian dan kreasi. Generasi tua di Malut sering
juga melontarkan,”cegah dan tolak membenarkan kebiasaan yang tidak
benar, karena ini perangkap yang dapat mencengkeram pada kenistaan dan
kesengsaraan”.
Masyarakat Pulau Tidore khususnya
Fobarau dan Jaya (eks lokasi
Primatani) sudah mulai
menerapkan gerakan ODNR di
setiap acara hajatan /selamatan
yang diadakan di kampung.
Beberapa suguhan sumber
karbohidrat didominasi oleh sagu
kasbi (singkong), kasbi rebus dan
pisang rebus pakai santan, pisang
kukus, maupun puding jagung.
Sedangkan sumber proteinnya adalah ikan fufu (asap) dan ikan goreng.
Sayuran yang dominan seperti sayur lilin/terubuk (Sacharum edule Haskarl),
kacang panjang, bunga pepaya, daun kasbi, dan sambal colo-colo.
Dengan adanya gerakan ini, diharapkan masyarakat Maluku Utara kembali
lagi ke pola pangan yang dulu pernah dilakukan seperti mengkonsumsi sagu
kasbi, umbi-umbian dengan berbagai olahannya, pisang dll dengan target
One day no rice ala KRPL Tidore
29
makanan yang beragam seimbang aman dan halal (B2SAH) untuk hidup
yang sehat, cerdas aktif, dan produktif. Selain itu, ajaran agama dalam
mengkonsumsi sesuatu yang secara berlebih-lebihan juga dilarang,
sehingga ini bisa menjadi dukungan untuk mengurangi konsumsi beras.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS 7:31)
Menuju Kawasan Organik
Kenapa mesti organik?? Apa untungnya buat kita?? Trus gimana caranya
agar bisa terapkan pola organik dalam KRPL?? Pertanyaan kritis tersebut
yang sampai sekarang belum bisa ditindaklanjuti dalam kegiatan KRPL
Maluku Utara. Karena untuk mau menanam saja sudah Alhamdulillah. Tapi
kita tidak boleh pesimis, maka dari itu bahasan kali ini adalah menuju
organic farming. Ada beberapa alasan mengapa mesti diterapkan budidaya
organik di KRPL, yaitu:
1. KRPL adalah menanam dipekarangan, kita tahu bersama bahwa
pekarangan merupakan kawasan disekitar rumah yang didalamnya
banyak aktifitas manusia, anak-anak, hewan ternak, maupun ikan.
Penggunaan obat berbahaya maupun pupuk kimia secara tidak
langsung dapat mencemari lingkungan sekitar.
2. Semua jenis pestisida merupakan bahan Karsinogenic (zat yang
ditimbulkan karena pembakaran yang bisa merangsang tumbuhnya
kanker). Kalau kita memakan sayuran yang demikian, apalagi dilalap
secara tidak sadar kita sudah meracuni diri kita sendiri.
3. Berdasarkan penelitian, Anak-anak mudah terserang bahan beracun
penyebab kanker sebesar 4x daripada orang dewasa yang dimana
sebagian berasal dari jenis-jenis makanan anak-anak yang mereka
makan.
4. Dengan mengkonsumsi pangan organik berarti kita ikut serta dalam
pemulihan ekosistem yang telah rusak serta berperan serta secara
aktif menjaga keseimbangan alam. Artinya, kita juga telah berperan
dalam melindungi kualitas air, udara dan tanah. Ada beberapa racun
POP (Persistent Org Pollutant) yang perlu diwaspadai akibat dari
pemakaian pestisida sintetis/kimia diantaranya aldrin, chlordane,
dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphenyl, hexachlorobenzene,
PCB (polychlorinated biphenyls), dioxin, dan furans.
30
5. Dan terakhir, hasil testimoni beberapa masyarakat, kualitas rasa
pangan organik lebih baik, terasa lebih manis dan renyah, dan
kesegarannya juga lebih beraroma wangi, empuk, dan lebih awet.
Bagaimana dengan KRPL Maluku Utara?? Alhamdulillah tahun 2012 ini
kita akan mencoba dikebun percobaan dulu, kemudian jika berhasil maka
kami akan terapkan di lokasi KRPL. Poin kuncinya adalah tumbuhkan
pengolah pupuk organik/kompos. Usaha tersebut akan berhasil jika dibantu
dengan masyarakat dapat mengelola ternak dengan dikandangkan.
Kemudian yang kedua, riset pestisida nabati
berbasis sumberdaya lokal Maluku Utara seperti
bunga biru (Clitoria ternatea) sedang dikerjakan
oleh tim peneliti BPTP Malut, Insya Allah tahun
ini juga akan ada produk yang dihasilkan.
Sedangkan untuk benih sumber sayuran yang
diproduksi oleh perusahaan Multinasional
biasanya dijual dalam kondisi seed coating yang
bahannya berasal dari pestisida. Oleh karena itu
perlu diidentifikasi produsen benih yang menjual
produknya tanpa seed coating tetapi tidak
mengurangi daya tahannya terhadap OPT
tertentu.
Bunga biru (Clitoria ternatea) sebagai bahan pestisida
nabati di Ternate
31
Rahasia Menuju Keberhasilan
Partisipasi Mandiri
Isitilah “partisipasi” saat ini seakan menjadi ikon dalam berbagai hal,
terutama menyangkut program-program pemerintah. Ada yang menamakan
pembangunan partisipatif kemudian dalam dunia pertanian dikenal
partipatory rural appraissal, ada juga participatory plant breeding,
perencanaan partisipatif dll. Begitulah yang namanya “partisipasi” sekarang
lagi trend, lagi menjadi idola para aktivis, penyuluh, maupun peneliti dalam
pemberdayaan masyarakat.
Secara entimologi, partisipasi berasal
dari bahasa Inggris yaitu
“participate” yang intinya
mengandung makna “to take part or
have share in an activity or event”.
Sedangkan menurut FAO, partisipasi
merupakan keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka. Meskipun
sudah jelas bahwa makna partisipasi
itu sejatinya adalah untuk
masyarakat sendiri, tetapi dalam beberapa kondisi sangat sulit sekali
membuat masyarakat mengerti tentang pentingnya partisipasi dalam
pembangunan pertanian. Begitu juga terjadi dalam program KRPL Maluku
Utara, dalam benak masyarakat bahwa yang namanya program pemerintah
adalah bersifat proyek yang direncanakan dan dilaksanakan oleh
aparat/petugas, tetapi hasilnya untuk masyarakat. Persepsi itulah yang
perlu dijelaskan melalui forum-forum informal seperti pertemuan rutin
arisan ibu-ibu PKK, forum pengajian, pertemuan adat dll. Secara pelan-
pelan, perubahan perilaku itu membuahkan hasil. Alhamdulillah saat ini
masyarakat sedikit demi sedikit telah menunjukkan perannya. Mulai dari
membangun kebun bibit, membuat kebun sekolah, membuat vertilkultur,
mengelola kebun percontohan, dan bersih-bersih pekarangan. Jadi rahasia
Partisipasi buat vertikultur
32
pertama yang tidak boleh dibantah adalah partisipasi. Dan itu hukumnya
WAJIB. Tidak ada partisipasi maka tidak ada KRPL.
Inovasi Tiada Henti
KRPL juga dapat dipanjangkan sebagai Kreasi Remaja Pecinta Lahan
pekarangan. Yang namanya kreasi berarti kreatifitas adalah nomor 1. Meski
menurut kita sendiri adalah bukan orang yang kreatif, tetapi yakin saja
bahwa ciptaan Tuhan itu adalah bayang-bayang penciptanya yang penuh
dengan kreasi tanpa batas. Dan kami juga setuju kalau manusia kreatif itu
adalah manusia tanpa batas (The infinitive). Banyak sekali referensi yang
mengarahkan bagaimana menjadi The infinitive?? Karena dengan kreatifitas
sudah pasti akan menghasilkan banyak inovasi-inovasi. Jujur saja,
mengembangkan KRPL butuh inovasi, tanpa inovasi KRPL tidak akan jadi.
Ada beberapa saran, sebelum mengerjakan KRPL maka bayangkan dulu
bagaimana nanti bentuknya. Kata pakar kreatifitas,”be imaginative”. Karena
thoughts become thing.
Banyak sekali inovasi-inovasi yang
sudah dihasilkan selama kegiatan
KRPL, seperti kebun bibit desa
(KBD), model-model vertikultur,
media tanam, wadah tanam, pot
tanam, membuat taman dengan
tanaman pangan, tidak cukup
hanya itu, gerakan one day no
rice juga menghasilkan banyak
inovasi makanan pengganti beras,
tapi berbasis sumberdaya lokal.
Jangan seperti tidak makan nasi
tapi diganti dengan Mie, itu sama
juga bohong, karena terigu kita masih impor. Buat inovasi yang mudah,
murah, dan bisa ditiru orang. Agar ilmu kita semakin bertambah. Seperti
bunyi hadist nabi yang menyatakan, ”sampaikanlah dariku walau hanya satu
ayat (HR. Bukhari). Ayat disini bermakna cukup luas yang penting
menyangkut kebaikan, begitu juga tentang KRPL, karena semua yang
mengandung KRPL juga mengandung unsur kebaikan, dan wajib hukumnya
untuk disampaikan. Jadi rahasia ke-2 yang tidak boleh dibantah adalah
Inovasi.
Bertanam seledri di gonofu (tempurung kelapa) di Tidore
33
Kepemimpinan lokal dan Kaderisasi Wanita Tani
Salah satu keywords KRPL yang terakhir Lestari. Kata lestari sama juga
dengan berlanjut, terus menerus, atau sustainable. Pertanyaannya
bagaimana agar KRPL bisa lestari. Banyak yang mengatakan kuncinya ada
di Kebun Bibit Desa. Itu sangat betul. Tetapi menurut kami, yang lebih
penting adalah kepemimpinan dan kaderisasi. Intinya ada SDM pemimpin
lokal dan SDM penggerak yang mau dan mampu menjalankan segala
aktifitas yang berhubungan dengan KRPL. Itu yang dinamakan
kepemimpinan lokal dan kaderisasi. Tidak ada kepemimpinan maka yang
terjadi hanya gerakan-gerakan parsial yang tidak masif. Kalau mau cepat,
maka cari orang yang punya pengaruh kuat di masyarakat, di dekati, di
persuasi, di yakinkan dan fasilitasi. Insya Allah gerakan KRPL akan lebih
cepat di masalisasi. Lalu siapa pemimpin lokal itu?? Bisa pak Lurah, pak
Kades, pak RT, pak Imam masjid, ketua adat, ketua PKK, ketua LPMK/BPD,
karang taruna, PPL, maupun ibu bidan.
Kemudian rahasia berikutnya
adalah kaderisasi. Siapa yang perlu
di kader?? Yang jelas adalah
perempuan / wanita tani. Tidak
perlu diperdebatkan, kita tahu
bersama kalau tugas laki-laki adalah
mencari nafkah diluar rumah untuk
anak dan istrinya (keluarga),
sedangkan tugas perempuan
mengelola rumah, pekarangan dan
segala isinya. Yup, jadi kawasan
rumah adalah menjadi tugas
perempuan, sedangkan laki-laki/suami hanya mendukung dan
melaksanakan pekerjaan yang tidak bisa dituntaskan perempuan. Jika ini
benar-benar dilakukan, istilah “Lestari” bukan hanya sekedar janji tapi
bukti. Jadi rahasia ke-3 yang tidak boleh dibantah adalah Kepemimpinan
lokal dan kaderisasi wanita tani.
Kaderisasi wanita tani di Bacan-Halmahera Selatan
34
Pejabat Turun Lokasi
Apresiasi adalah motivasi. Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan.
Dorongan atau tenaga merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat.
Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan
manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai
tujuan tertentu. Kalau dari teori hirarki kebutuhan Maslow, apresiasi
termasuk esteem needs (kebutuhan akan prestasi).
Karena setiap manusia pasti
membutuhkan pengakuan untuk
menumbuhkan motif-motif
tindakan tertentu. Begitu juga
dalam kegiatan KRPL, agar
semangat masyarakat dalam
membangun kawasan rumah
pangan secara bersama-sama
selalu tinggi maka perlu
ditumbuhkan motivasi untuk
berbuat melalui apresiasi. Tetapi
apresiasi bukanlah tujuan utama,
hanya sebagai bumbu pelengkap
untuk mempercepat keberhasilan
KRPL di tiap-tiap lokasi.
Bagaimana memberikan apresiasi
kepada masyarakat?? Banyak
caranya. Khusus Maluku Utara, kunjungan tamu terhormat ke
rumah/kampungnya merupakan salah satu bentuk penghargaan. Turunnya
para pejabat daerah ke lokasi KRPL akan memberikan dampak yang cukup
besar. Dan itu merupakan bentuk apresiasi konkret yang relatif cukup
murah. Hanya dengan meluangkan waktu sebentar untuk menjenguk
masyarakat, maka yakinlah perubahan akan cepat terjadi. Minimal pada
saat kunjungan itu, yaa harapannya bisa berkelanjutan terjadi perubahan.
Agenda kunjungan ini juga bisa beraneka ragam, mulai memberikan
penilaian, menerima masukan, mendengarkan curhat masyarakat,
memberikan arahan/petuah, sampai memberikan reward kepada KRPL yang
berhasil. Yup, jadi rahasia ke-4 yang tidak boleh dibantah adalah pejabat
turun lokasi.
Kunjungan bupati Morotai di desa Daeo (atas) dan supervisi Ka. BPTP di Tidore (bawah)
35
Dukungan Regulasi dan Institusi
KRPL merupakan bentuk output dari adanya program. Jadi meskipun
program ini diinisiasi oleh Kementerian Pertanian, tetapi tidak menutup
kemungkinan kalau KRPL ini akan diadopsi oleh Pemda sebagai program
daerah. Karena kunci percepatan penyebaran model KRPL di Maluku Utara
juga ditunjang oleh dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah untuk
mewujudkan ketahanan pangan melalui pengembangan diversifikasi pangan
dengan mengotimalkan pemanfaatan lahan pekarangan melalui penerapan
model KRPL. Komitmen seperti itu sudah dimulai oleh Walikota Ternate
melalui Instrusi Walikota Nomor 1 tahun 2012 tentang pemanfaatan lahan
pekarangan untuk pangan. Walikota Tidore juga sudah berinisiatif sejak
tahun 2008 melalui Peraturan daerah tentang penertiban hewan ternak,
karena tahu bersama di Maluku Utara, banyak binatang ternak yang
berkeliaran di kampung-kampung sehingga selain merusak pemandangan
juga mengganggu tanaman yang ada di pekarangan.
Dukungan lain yang tidak kalah penting adalah dari Tim Penggerak
PKK. Sebagai lembaga yang mengakar di masyarakat, PKK saat ini telah
diakui kemampuan dan kapasitasnya dalam melakukan pemberdayaan
kaum perempuan. Begitu juga untuk mewujudkan KRPL, dukungan TP PKK
diberbagai wilayah sangat dibutuhkan. Stakeholder lainnya seperti
akademisi, praktisi LSM, maupun militer juga diperlukan sesuai dengan
perannya masing-masing. Militer seperti Kodim, Koramil bisa memberikan
intruksi khusus kepada anggota persatuan istri tentara (PERSIT) dalam
memanfaatkan pekarangan dikomplek militernya. Peran pesantren juga bisa
memberikan dampak cukup luas. Pemberdayaan para santri untuk
menghijaukan pondok pesantren masing-masing secara tidak langsung akan
mencukupi kebutuhan pangan para santri. Belum lagi kalau ilmu tersebut
disebarkan ketika mereka pulang kedaerahnya masing-masing, maka secara
tidak langsung KRPL akan cepat tersebar massal. So, rahasia ke-5 yang
tidak usah diperdebatkan adalah dukungan regulasi dan institusi.
Analisis stakeholder bisa digunakan sebagai pedoman bagi instansi
terkait untuk berbuat sesuatu mendukung KRPL.
No Instansi Tugas/Peran dalam kegiatan
1 Masyarakat (Gapoktan, PKK, Perangkat kelurahan)
& tokoh masyarakat
- Pelaku utama - Pendamping
- Monitoring secara mandiri
36
Lanjutan..
No Instansi Tugas/Peran dalam kegiatan
2 PEMDA (Dinas pertanian,
BP4K, Kantor Kecamatan,
Lurah, Dinas PU)
- Pembinaan dan pendampingan oleh
petugas lapang
- Penanggungjawab keberlanjutan kegiatan - Replikasi model ke lokasi lain
3 POKJA 3 PKK, Dan Dewan
Ketahanan Pangan Daerah
Koordinator lapang, integrasi dengan program
Desa Mapan maupun IFAD
4 BPTP Maluku Utara - Membangun model KRPL
- Melakukan pelatihan
- Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan
5 PNPM Pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur fisik, modal
bergulir (revolving fund), dan bantuan sosial
6 PT (Unkhair, UMMU) dan LSM
Dukungan dan pengawalan oleh sivitas akademika, Integrasi dengan program
KUBERMAS/KKN/PKL dilokasi model
7 Pondok Pesantren (Haritsul Khairat)
Membuat model pekarangan di lokasi pondok dan menjadi media dakwah dalam
pemanfaatan pekarangan untuk pangan (QS 2:168; QS 6:141; QS 7:31; QS 80:24; QS
23:51;
Revitalisasi Kebun Bibit Inti
Sebagaimana sudah dibahas di bab sebelumnya, bahwa kunci
pengembangan KRPL adalah tersedianya benih dan bibit yang memenuhi 7
tepat yaitu tepat waktu, tepat varietas, tepat jenis, tepat tempat, tepat
jumlah, tepat mutu, dan tepat harga. Beberapa hal yang mesti dijawab
terlebih dahulu, dimana lokasinya?? Siapa yang mengelola?? Apa benih
yang diproduksi?? Berapa jumlahnya dan berapa biayanya?? Bagaimana
jadwal kerjanya?? Bagaimana pemeliharaan, pendistribusian, dan pola
administrasinya??
Oleh karena itu manajemen pembibitan di KBD/KBI terutama untuk
tanaman hortikultura dan kacang-kacangan wajib ada dan harus berjalan.
Mekanisme penyaluran bibit dapat dilakukan sesuai dengan Rencana
Kebutuhan Anggota, jenis komoditas dan jumlah bibit yang dibutuhkan.
Kemudian dari KBD didistribusikan ke rumah pangan, setelah diproduksi
maka hasilnya bisa di konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar.
Pengembangan KBD dan rumah pangan dalam pembinaan dan pengawasan
37
BPTP dan Pemda Malut melalui jejaring institusi pertanian (PPL) atau
petugas lapangan. Revitalisasi Kebun Bibit Inti (KBI) menjadi rahasia ke-6.
Banyak Sedekah Biar Menjadi Berkah
Kita tahu bersama bahwa dunia pertanian adalah dunia ketidakpastian
(uncertainty). Mulai dari kondisi iklim maupun serangan hama merupakan
faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Bagaimana kita lihat
bersama saat ini akibat perubahan iklim seperti ditahun 2010 lalu serangan
wereng batang coklat (WBC) begitu merajalela di wilayah jawa begitu juga
ancaman banjir dimana-mana. Kemampuan manusia hanya memprediksi
dan mengusahakan kerugian yang minimal, tetapi Tuhanlah yang
berkehendak mutlak.
Dan Kami timpakan kepada mereka azab (kekurangan makanan, hama penyakit tanaman dll), supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 43:48)
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah (QS 16:114)
Ayat tersebut seharusnya juga perlu menggugah kita bersama bahwa ada
kekuatan lain yang menggerakkan iklim dan hama penyakit. Pertanyaannya
apakah kewajiban kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan dalam usaha
pertanian sudah ditunaikan?? misalnya tentang sedekah maupun zakat
tanaman dan ternak. Allah memerintahkan kita untuk mengeluarkan
zakat/sedekah dengan tujuan membersihkan harta dan jiwa serta
38
tercapainya keseimbangan dalam masyarakat. Dengan zakat/sedekah pula,
Tuhan menjanjikan akan menurunkan rahmatNYA yang mungkin bisa
berupa iklim yang mendukung pertanian maupun hama penyakit yang
masih bisa dikendalikan.
Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami (QS 7:156)
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS 6:141)
Tiada suatu kaum menolak mengeluarkan zakat melainkan Allah menimpa mereka dengan paceklik (kemarau panjang dan kegagalan panen). (HR. Ath-Thabrani)
Berdasarkan hal tersebut, tidak
ada salahnya bagi kita untuk
menganjurkan kepada semua
stakeholder dan insan pertanian
untuk mengeluarkan zakat
maupun sedekah. Seperti kata
pepatah, “What You Give is
What You Get”..mirip seperti
hukum timbal balik (Law of
Atraction). Jika ingin mendapatkan produktivitas panen yang tinggi, maka
sedekahkanlah sebagian besar hasil panen itu. Begitulah ketentuan Tuhan
yang hakekatnya memberikan pemerataan dan keseimbangan bagi
manusia, alam dan lingkungan. So, yang satu ini adalah rahasia
pamungkas, rahasia ke-7: Jika ingin berkah maka keluarkan zakat dan
sedekah...
39
Tentang Penulis
Chris Sugihono, Lahir di Kediri, alumni jurusan Teknik Pertanian Unibraw Malang, dan Magister Profesional
Perbenihan Institut Pertanian Bogor (IPB), saat ini bekerja
sebagai peneliti di Litbang Pertanian & tinggal di Ternate. Sepulang Studi S2 tahun 2011 langsung diberi amanah dan
tanggung jawab sebagai Ketua Tim pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Provinsi Maluku
Utara. Iman, ilmu, amal, itulah mottonya. Go aHead KRPL
Kasubag Tata Usaha BPTP Malut ini memang lain dari yang
lain. Cukup energik dan tidak birokratik. Nofyarjasri Saleh, lulusan Sarjana Pertanian Univ. Khairun Ternate ini punya
segudang pengalaman lapangan, mengingat 20 tahun lebih mengabdi sebagai Penyuluh Pertanian, dengan disertai jiwa
seni yang tinggi, akhirnya membuat dia diberikan tugas juga
mengawal Model KRPL di Halmahera Tengah.
„berani mencoba.. berani berjuang.. berani gagal.. berani
sukses.. semangat menjadi yang lebih baik..‟
Hermawati Cahyaningrum. biasa dipanggil “Emot” lahir di Kota Magelang. Setelah tamat S1 dari hama penyakit
tumbuhan Unsoed Purwokerto, berkarier sebagai peneliti di Litbang Pertanian sejak 2010, saat ini berdomisili di Kota
Ternate, Provinsi Maluku Utara. sejak tahun 2011 dipercaya untuk mengembangkan kawasan rumah pangan lestari (KRPL)
di Kota Tidore Kepulauan.
Dilahirkan 30 tahun yang lalu di kota Tangerang, Agus Hadiarto mendapat gelar Sarjana Pertanian bidang agribisnis
dari Univ. Mercubuana Jakarta. Sejak tahun 2006 ditugaskan
Kementerian Pertanian menjadi peneliti di BPTP Maluku Utara. Pada tahun ini diberi mandat mewujudkan Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) di Kota Ternate.
Ahmad Yunan Arifin, terlahir di Kota Gudeg Yogyakarta 34
tahun silam. Lulusan S1 dan S2 Ilmu Ternak IPB ini ditugaskan ke Maluku Utara sejak 2008 dan Saat ini
menjabat sebagai Kasie. Pelayanan dan Pengkajian BPTP Maluku Utara. Meski ilmunya fokus dibidang peternakan
tetapi karena banyak pengalaman di bidang desain grafis
visual, maka di beri tugas juga dalam program KRPL sebagai desainer landscape pekarangan khas Maluku Utara.