bab3imankpdallah.doc

Upload: gaymayuhyah

Post on 06-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DASAR-DASAR ISLAM

DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH

B A B3

Iman Kepada Allah

A. PENDAHULUAN

Setelah mempelajari bab ini Anda akan dapat memahami salah satu rukun iman, yaitu iman kepada Allah. Dengan kata lain setelah mempelajari bab ini diharapkan Anda:

1. Dapat menjelaskan eksistensi Allah SWT.

2. Dapat menerangkan Tauhidullah SWT.

3. Dapat menjelaskan hakekat beriman kepada Allah dan hikmahnya.

4. Dapat menerangkan cara berinteraksi yang baik dengan Allah.

B. PEMBAHASAN

1. Eksistensi Allah SWT

Ada dua orang sedang melakukan perjalanan jauh mencoba menembus kedalaman hutan belantara. Tiba-tiba di tengah hutan mereka menemukan sebuah istana yang megah dan indah. Lengkap dengan tamannya yang luas dengan beraneka ragam bunga dan buah.

Melihat istana itu masing-masing kedua orang tersebut memberikan pendapat. Orang pertama mengatakan, Meskipun tidak melihat sendiri bagaimana dibuat, aku yakin istana ini dirancang oleh seorang insinyur yang jenius. Lihatlah, betapa ruang-ruang itu telah diatur dengan amat strategis. Juga warna-warni yang sungguh menawan, menunjukkan selera seni yang tinggi. Dan pastilah untuk mewujudkan bangunan seindah itu sang insinyur dibantu para tukang yang bekerja dengan keahlian dan disilin tinggi....

Orang kedua memberikan komentar, Ah, menurutku tidak demikian.... Aku yakin, dahulu sekitar sekian ratus tahun yang lalu terjadi gempa yang hebat sehingga dengan demikian rupa terciptalah ribuan batu bata dan adonan semen. Setelah itu secara kebetulan terjadi angin raksasa yang mengatur ribuan batu-bata dan adonan semen itu membentuk pondasi dan bangunan. Demikian seterusnya sehingga jadilah bangunan istana yang sekarang kita lihat ini....

Nah, pendapat siapakah di antara kedua orang itu yang lebih layak kita terima? Pendapat orang yang pertama atau orang yang kedua?

Tidak ada keraguan lagi, pasti kita akan lebih senang menerima pendapat yang diberikan orang yang pertama. Dan tidak ada keraguan pula bahwa orang yang kedua layak kita beri predikat sebagai orang gila. Sungguh, orang gila! Karena orang yang masih bisa berpikir normal tidak akan pernah berkata seperti itu. Bahkan anak kecil mana pun di seluruh dunia, dari jaman primitif sampai jaman puncak kemajuan teknologi sekarang dan sampai kapan pun, akan tertawa mendengar keterangan orang yang kedua itu. Meskipun misalnya kemudian orang yang kedua mendasarkan pendapatnya pada teori evolusi....

Jelas, sebuah batu bata pun, bagian paling sederhana dari bangunan istana itu, tidak akan terbentuk dengan sendirinya. Dengan kata lain harus ada yang membuat. Lalu bagaimana dengan sebuah sel yang merupakan bagian terkecil dari makhluk hidup? Apakah sebuah sel juga harus ada yang menciptakan?

Hingga saat ini manusia belum kunjung tuntas mempelajari rahasia-rahasia yang tersimpan dalam sebuah sel. Jangankan sel, salah satu unsur sel yang disebut DNA pun manusia, dengan melibatkan seluruh ilmuwan terbaik dari seluruh penjuru dunia, belum juga berhasil mengungkap seluruh informasi yang dibawa DNA itu. Dan yang belum sempurna itu pun ternyata sudah menyumbangkan banyak hal kepada kemajuan dunia ilmiah, di antaranya sebuah kesimpulan bahwa sel tidak mungkin ada dengan sendirinya. Alias sel pasti ada yang membuat....

Itu sebuah sel yang wujudnya tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang karena saking kecilnya. Lalu bagaimana dengan alam semesta yang sampai sekarang manusia belum juga mampu mengetahui seberapa luaskah alam semesta ini? Yang dari waktu ke waktu manusia semakin takjub akan keserasian dan keteraturan yang berlaku di sana.

(((( (((((( ((((((((((((( (((((((((( ( (((((( (((((( ((((( (((((( ((((((( ((((( Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, sungguh menjadi bukti bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran [3]: 189)

Bila kita mengamati alam semesta ini, dengan menggunakan akal yang sehat dan hati yang bersih, niscaya kita semua tanpa kecuali akan tiba pada sebuah kesimpulan bahwa bangunan alam semesta yang demikian megah dan indah pasti ada yang membuat! Bumi yang tiada henti berotasi, bulan yang tiada henti mengelilingi bumi, kemudian keduanya yang selalu rukun bersama-sama mengelilingi matahari. Dan itu terjadi sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu, sementara mereka tiada mengenal lelah terus-menerus melakukannya. Sehingga dari peristiwa itulah kita bisa menikmati perbedaan antara siang dan malam. Itu semua mengantarkan kita kepada sebuah keyakinan yang tanpa keraguan lagi akan adanya Sang Pencipta.

Pendapat Ahli Ilmu Alam dalam Menetapkan Eksistensi Allah

Issac Newton, penemu gaya gravitasi dan ilmuwan terbesar abad XVIII di bidang fisika dan ilmu matematika, mengatakan, Jangan kalian ragu tentang Pencipta, karena tidak masuk akal bahwa sesuatu yang bersifat kebetulan adalah satu-satunya yang mengatur segala wujud ini.

Herbert Spencer, seorang filosof asal Inggris, mengatakan, Ilmu berlawanan dengan takhayul, namun ia tidak berlawanan dengan agama. Dalam ilmu alam yang yang berkembang saat ini ditemukan terlalu banyak spirit ateisme. Akan tetapi ilmu yang benar, yang berhasil mengalahkan pengetahuan parsial dan gagal dalam mencapai hakekat kebenaran, terbebas dari spirit itu. Ilmu alam tidak menafikan agama, dan berkonsentrasi pada ilmu alam juga tidak menafikan agama, sehingga konsentrasi terhadapnya dapat disebut sebagai ibadah yang dilakukan diam-diam.

Ia kemudian mengambil contoh, Seorang ilmuwan yang memperhatikan setetes air kemudian ia tahu bahwa air terdiri dari oksigen dan hidrogen dengan kadar prosentasi yang sedemikian pas, sehingga kalau saja prosentasi tersebut berubah maka ia bukan lagi sebagai air; ia kan yakin betapa Agung-Nya Sang Maha Pencipta. Kekuasaan, hikmah dan ilmu-Nya yang Mahaluas, jauh lebih dahsyat dan lebih agung serta lebih kuat dibanding seorang fisikawan manapun yang hanya tahu bahwa yang ia perhatikan hanyalah setetes air. Begitu juga dengan seorang ilmuwan yang memperhatikan sepotong salju, melalui mikroskop ia akan melihat betapa indahnya artistiknya dan detailnya bagian-bagiannya. Sungguh tanpa ragu hal ini menunjukkan betapa keindahan Sang Pencipta dan ketelitian hikmah-Nya jauh lebih besar dibanding dengan semua yang tidak manusia ketahui, kecuali hanya sekedar hujan yang membeku karena suhu dingin yang teramat sangat.

Demikian terang keberadaan Allah SWT. Sama seperti kita bisa merasakan kehadiran pagi hari bersama terbitnya fajar, dan kehadiran malam dengan terbenamnya matahari. Atau bahkan lebih terang dari itu. Sebab keberadaan Allah bisa kita rasakan melalui semua yang kita lihat, kita dengar dan kita fikirkan. Bahkan diri kita pun tidak akan pernah ada bila tanpa kehendak-Nya.

2. Tauhidullah SWT

Tauhid artinya mengesakan. Mengesakan dengan tidak menduakan, ataupun menyetarakan dengan yang lain. Baik dalam sifat maupun perbuatan Allah SWT.

Lebih detail, sesuai dengan tuntunan Al-Quran, akidah tauhid dalam Islam mencakup tiga aspek yang meliputi tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah dan tauhid uluhiyah. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas ketiga aspek tersebut satu persatu.

a. Tauhid Rububiyah

Yaitu mengesakan Allah SWT dalam penciptaan, pemeliharaan dan pemilikan. Alam semesta ini ada karena diciptakan Allah SWT. Binatang, tumbuh-tumbuhan, batu, air, manusia, bumi, bulan, matahari, bintang dan seluruh isi alam ini ada bukan karena sebuah peristiwa kebetulan yang tanpa tujuan, tapi karena diciptakan Allah SWT dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan-Nya sendiri.

((((((( ((((( (((((( ((((((((((((( (((((((((( (((((( (((((((( ((((((( (((((( ((((( ((((( ((((((( ((( (((((((((( (((((((( (((( (((((( ((((((((((( (((((((((( (((

Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS. al-Furqan[25]: 2)((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((((((( ((((((( (((((((((( ((((((((((( ((( (((((((((( (((((((((( ((((((((( (((( ((((((( (((((( (((((( (((((((( (((((((( ((((((((((((( (((((((( ((((((((( (((( ((((((((((( (((((( (((((((((( ((((( (((( (((((((((((( ((((((( (((((( ( (((( ((((((((((( (( ((((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah [2]: 21-22).

Dengan tegas ayat di atas menyebutkan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan alam semesta ini untuk manusia. Dan manusia diciptakan untuk menyembah Allah SWT. Dan Allah menciptakan manusia lengkap dengan janji dari Allah sendiri untuk memberikan rezeki padanya.

(((( ((((((( ((((((( (((( ((((((( (((((( ((((((( ((( ((((((((((( (((( (((( (((( (((( (((((((((( ((( (((((((((( ((((((((((( ((((

Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. adz-Dzariyat [51]: 57-58)

((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((((((( (((( (((((((((( ( (((( (((( ((((((( (((((( (((( ((((((((((( ((((( ((((((((((( (((((((((( ( (( ((((((( (((( (((( ( (((((((( ((((((((((( (((

Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (QS. Faathir [35]: 3)

Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini, memberi rezeki seluruh makhluk hidup di sana, maka kepunyaan Allah-lah seluruh yang ada di langit dan di bumi ini.

(( ((( ((( ((((((((((((( ((((( ((( (((((((( (( Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (QS.al-Baqarah [2]: 284)

((((((( (((((((( ((( (((((((((( ((((((((( (((((((((( ((( (((((((( (((((((( ((((((((( (((((((((((( (((( ((((((( (((((( ((((((( ( ((((((((( (((( (((((((( (((( (((((((((( ( ((((((((((( ((((((((( ((( (((((((( ((( ((((((((((( ((( ((((((((( ((((

Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan meumdukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (QS. Fathir [35]:13)b. Tauhid Mulkiyah

Yaitu mengesakan Allah SWT sebagi satu-satunya pemimpin dan pembuat hukum.

(((( ((((((((( (((( ((((((( (((((( ((((((((((( ( (((((( ((((((((( ((((((((((((( ((((( Sesungguhnya pemimpinku ialah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quraan) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (QS. Al-Araaf [7]: 196)

(((( (((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((( (((((((((((( ((((( (((((((( ( ((((((((((( (((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( (((((((((((((( ((((( (((((((( ((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( (((((((( ( (((( (((((( (((((((((( (((((

Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiaran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 257)

(((( (((((((( ((((( (((( ((((((((((( ((((((((( ( (((( (((( (((((((((( (((((( (((((((( (((((((((((((( ((((

Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat. (QS. Al-Anam [6]: 62)

c. Tauhid Uluhiyah

Yaitu mengesakan Allah SWT dalam penyembahan. Bahwa hanya Allah yang berhak menerima ibadah dan hanya Allah yang berhak disembah.

(((( (((( ((((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((( (( ((((( (((((((((((((( ((((( Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-Anam [6]: 162)

(((((((( ((((( (((( (( ((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha [20]: 14)

3. Hakekat Beriman Kepada Allah dan Hikmahnya

Dengan demikian beriman kepada Allah tidak cukup dengan meyakini eksistensi Allah, bahwa Allah itu ada. Tidak pula cukup dengan meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta, dan memberi kita rezeki. Karena ternyata keyakinan dan pengakuan tersebut baru merupakan satu di antara tiga unsur tauhid, yaitu Tauhid Rububiyah.

Dahulu iblis diusir dari surga dan dimasukkan dalam golongan orang-orang kafir bukan karena iblis tidak percaya kepada eksistensi Allah. Sebab dengan jelas dalam surat Al-Hijr ayat 32 hingga beberapa ayat berikutnya diterangkan iblis pernah berdialog secara langsung dengan Allah. Dan orang yang pernah berdialog langsung dengan Allah sudah pasti percaya akan eksistensi Allah.

Demikian pula orang-orang kafir pada masa Rasulullah saw. Bila ditanyakan kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Mereka pasti akan menjawab, Allah! Namun demikian itu belum cukup. Karena sekali lagi pengakuan tersebut baru merupakan unsur yang pertama dalam konsep tauhid, yaitu Tauhid Rububiyah.

((((((( ((((((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((((((((( (((((((( ((((((((( (((((((((((( ((((((((((( (((( ( (((((((( ((((((((((( ((((

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? tentu mereka akan menjawab, Allah, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS. Al-Ankabut [29]: 61)

Selain percaya kepada Allah sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan alam semesta dan memeliharanya, makna beriman kepada Allah juga harus mengakui bahwa hanya aturan-aturan Allah-lah yang berhak untuk kita taati. Hanya aturan-aturan Allah-lah yang layak kita indahkan. Maka aturan-aturan manapun, bila bertentangan dengan aturan-aturan Allah, tidak boleh kita perhatikan apalagi kita patuhi.

Dalam Al-Quran, bila Allah menyebutkan kata beriman (amana, yuminu, amanu atau yuminuna) selalui disertai dengan kata-kata yang berarti perbuatan. Sebab beriman tanpa perbuatan adalah dusta. Sementara perbuatan yang tidak disertai iman adalah bentuk kemunafikan. Maka beriman kepada Allah

Hakekat Beriman kepada Allah SWT

Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal kepercayaan.

(( ((((((((( (((( ((((((( (((( ((((((((( (

Allah tidak membebani seseorang melainkan seimbang dengan kekuatannya. (QS. Al-Baqarah [2]: 286)

Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya. Maka janganlah engkau membicarakan hal itu.

Hadits dari Ibnu Abbas, bahwasanya orang banyak sama memikirkan keadaan Allah Yang Maha Mulia dan Agung, maka Nabi saw bersabda: Pikirkanlah makhluk Allah dan janganlah memikirkan Dzat-Nya, karena kamu tidak akan dapat menduga kekuasaan-Nya.

Memang Al-Quran telah menutup pintu pemikiran dalamn membicarakan hal yang tak mungkin tercapai oleh akal dengan firmannya yang berbunyi: Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya. (Surat Syura: 11) Dia pun telah menjelaskan bahwa kekuatan akal itu terbatas dan bahwa Dia meliputi semua manusia, dalam firman-Nya: Dia tahu segala yang ada dimuka dan dibelakang mereka sedang pengetahuan mereka tak mungkin mendalaminya. (Surat Thaha: 110) Bagi orang mukmin memadailah bila mereka memikirkan segala makhluk-Nya, guna membuktikan akan ada-Nya, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya.

Hikmah Beriman kepada Allah SWT

Apakah sama antara manusia yang beriman kepada Allah dan manusia yang tidak beriman kepada Allah? Pertanyaan tersebut tentu bukan untuk dijawab. Sebab sudah pasti berbeda antara keduanya. Sama seperti kita bertanya, apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Tentu berbeda.

Dengan beriman akan eksistensi Allah SWT, manusia akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Sebab ada Dzat yang selalu mengawasi gerak-geriknya setiap saat, dan pada akhirnya nanti dia akan diminta pertanggung jawaban atas semua perbuatannya selama di dunia.

Dengan beriman kepada mulkiyatullah (Allah sebagai satu-satunya pemimpin dan pembuat aturan), manusia mengetahui secara pasti apa yang semestinya dia kerjakan di muka bumi ini. Dengan kata lain dia tidak disibukkan dengan konsep-konsep hidup yang dibuat oleh sesama manusia yang mereka sendiri tidak yakin akan kebenarannya.

Dan dengan berimanan kepada uluhiyatullah (Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan menerima semua bentuk ibadah), manusia mempu memandang bahwa seluruh makhluk yang lain adalah sederajat dengan dirinya. Sehingga dia mampu memposisikan dirinya sebagai hamba Allah yang tidak perlu menghambakan diri kepada selain Allah.

4. Cara Berinteraksi Yang Baik dengan Allah

Ketika hendak makan kita memulai aktivitas itu dengan mengucapkan: bismillah (dengan menyebut nama Allah)Demikianlah tuntunan yang diberikan Rasulullah saw. Tuntunan ini membimbing kita pada dua hal. Pertama, pengakuan bahwa makanan yang ada di depan kita sesungguhnya adalah milik Allah SWT. Demikian pula tangan yang akan mengantarkan makanan itu ke mulut kita juga milik Allah. Kedua, dengan basmalah tersebut kita sedang memohon ijin kepada Allah untuk memanfaatkan semua fasilitas tersebut.

Dan begitulah! Seluruh aktivitas selalu kita mulai dengan basmalah. Yang itu berarti kita mengakui akan kepemilikan seluruh yang kita gunakan; makanan, minuman, sarana transportasi, komunikasi, dan seterusnya sesungguhnya hanya ada pada Allah SWT. Allah sebagai pemilik tunggal bagi seluruh isi alam semesta.

Adapun sifat kepemilikan manusia adalah nisbi, alias tidak mutlak. Maka apa yang disebut sebagai miliknya hari ini, boleh jadi esok akan berpindah tangan pada orang lain. Atau bahkan hilang tanpa dia ketahui kemana larinya hak miliknya itu.

Lebih rinci berikut kami sampaikan beberapa contoh adab berinteraksi yang baik dengan Allah SWT:

a. Bertakwa Secara Maksimal.

((((((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( (((( (((( (((((((((( (((( ((((((((( (((( (((((((( ((((((((((( (((((

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran [3]: 102)

((((((((((( (((((((( ((((( (((((((((((( (((( (((((( ((((((((( ((((((((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((((((( ( (((( (((((((((((( ((((( (((( ((((((((((( ( (((( (((( ((((((( ((((((( ((((

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. (QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Sesungguhnya seutama-utama manusia denganku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun dan bagaimana pun keadaan mereka. (HR Ahmad)

b. Cinta dan Ridha

(((((( (((((((( ((( (((((((( ((( ((((( (((( ((((((((( ((((((((((((( ((((((( (((( ( ((((((((((( ((((((((((( (((((( ((((( (( (

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah [2]: 165)

(((( ((( ((((( ((((((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((((((( ((((((((((((((( ((((((((((((((( ((((((((((( (((((((((((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((((( ((((( (((( (((((((((((( ((((((((( ((( (((((((((( ((((((((((((( (((((( (((((((( (((( ((((((((((( ( (((((( (( ((((((( (((((((((( (((((((((((((( ((((

Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah [9]: 24)

(((( ((( ((((((( ((((((((( (((( (((((((((((((( (((((((((((( (((( (((((((((( (((((( ((((((((((( ( (((((( ((((((( ((((((( (((( Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran [3]: 31)

Barangsiapa yang terdapat padanya tiga perkara, maka dia akan merasakan kemanisan iman. Yang tiga perkara itu ialah: (1) mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain-lain; (2) mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata-mata; (3) membenci kembali kepada kufur seperti kebenciannya bila dilemparkan ke dalam api neraka. (HR Bukhari dan Muslim)

c. Ikhlas

Tiga unsur keikhlasan, yaitu pertama, niat yang ikhlas. Dua orang sedang melangkahkan kaki menuju ke masjid. Tiba di masjid nampak keduanya juga sama-sama melaksanakan rukun shalat. Namun boleh jadi satu orang diantaranya diterima ibadahnya dan seorang lagi ditolak. Orang pertama diterima ibadahnya karena niat yang ikhlas semata karena menunaikan perintah Allah. Sementara orang kedua ditolak ibadahnya karena ternyata dia menyertakan niat-niat yang lain, seperti supaya dikatakan ahli ibadah, supaya disebut rajin shalat jamaah, atau niat-niat yang lain.

Pada masa Rasulullah peristiwa seperti itu juga pernah terjadi bahkan kemudian diabadikan dan dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh generasi Islam berikutnya. Peristiwa itu bermula ketika Rasulullah saw memerintahkan para sahabat berhijrah ke Madinah, karena kondisi kota Mekah waktu itu sangat tidak kondusif untuk kelangsungan dakwah. Dan tentu saja perintah tersebut bersifat wajib bagi seluruh sahabat kecuali beberapa orang sahabat yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk sementara tetap tinggal di Mekah berkaitan dengan strategi yang beliau rancang.

Nah, ternyata ada seorang sahabat yang sebenarnya dia enggan hijrah ke Madinah. Tapi karena Ummu Qais calon istrinya- tidak mau dinikahi kecuali di Madinah, akhirnya sahabat itu terpaksa turut berhijrah. Mengetahui kasus itu Rasulullah memperingatkan kepada kaum muslimin untuk meluruskan niat mereka kembali:

Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung kepada niat. Dan sesungguhnya setiap orang memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrah pada jalan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu ialah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrah karena ingin memperoleh keduniaan, atau untuk mengawini seorang wanita, maka hijrahnya ialah ke arah yang ditujunya itu." (Muttafaq alaih)

Kedua, beramal dengan sebaik-baiknya. Niat ada dalam hati, sehingga orang lain tidak ada yang tahu apakah niat kita ikhlas atau tidak. Bahkan diri kita seringkali merasa telah beramal dengan ikhlas, tapi beberapa waktu kemudian kita mengerti bahwa ternyata amal tersebut tidak ikhlas.

Di antara cara mendeteksi apakah amal kita sudah ikhlas yaitu dengan melihat kualitas amal kita tersebut. Apakah kita telah beramal dengan kemampuan kita secara maksimal? Atau kita beramal dengan setengah-setengah? Apakah kita akan beramal secara maksimal karena ada imbalan dan sebaliknya, beramal dengan setengah-setengah karena tidak ada imbalan?

Rasulullah saw memberikan sebuah informasi: Sesungguhnya Allah SWT menyukai, bila seseorang beramal, dia melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. (HR Baihaqi)

Allah SWT menyukai seseorang yang beramal dengan kemampuannya yang terbaik, tidak peduli apakah akan memperoleh upah atau tidak. Sebab dia beramal bukan untuk memperoleh upah dari sesama manusia, tapi dia beramal demi memperoleh upah dari Allah SWT. Namun demikian bukan berarti dia tidak mau menerima upah dari sesama manusia. Karena betapa banyak orang yang menerima upah dengan harapan supaya dikatakan oleh orang lain bahwa dirinya telah beramal dengan ikhlas. Dan tentu dengan begitu orang tersebut telah merugi dua kali. Tidak memperoleh upah dari sesama manusia juga tidak memperoleh upah dari Allah SWT.

Ketiga, memanfaatkan hasil usaha dengan tepat. Seorang pelajar yang tekun mengikuti perkuliahan dengan tertib, tidak pernah terlambat, tidak mengantuk di kelas, serta dia melaksanakan semua itu karena semata dia sedang melaksanakan perintah Allah SWT, maka pelajar tersebut telah memenuhi unsur pertama dan kedua sifat ikhlas. Tapi apakah setelah lulus nanti dia hanya akan menggunakan ilmunya untuk kepentingan dan target-target pribadi? Atau dia akan menggunakan ilmunya itu untuk kemajuan dakwah Islam dan kepentingan masyarakat luas?

Dengan demikian keikhlasan bukan hanya menyangkut niat dan etos kerja, tapi juga berkaitan dengan pemanfaatan hasil usaha dengan tepat.

d. Takut dan Harap (Khauf dan Raja)

Takut dan harap adalah sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Ada dua sebab seseorang takut kepada Allah SWT, yaitu pertama, takut karena dia mengenal Allah SWT. Semakin sempurna pengenalannya kepada Allah SWT semakin bertambah takutnya.

(((((( (((((((( (((((((((((((( ((((((((((((( (((((((((( (((((((((((( ((((((((( ( ((((((( ((((((( (((( (((( ((((((((( (((((((((((((((( ( (((( (((( ((((((( ((((((( ((((

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama (orang-orang yang berilmu). (QS. Fathir [35]: 28)

Rasulullah saw bersabda:

Demi Allah, sesungguhnya aku orang yang paling mengenal Allah diantara mereka, dan aku pulalah yang paling takut diantara mereka kepada-Nya. (Muttafaq alaih )Kedua, takut karena dosa-dosa yang dilakukannya sehingga dia takut azab Allah SWT. Ada dua dampak positif dari sikap takut kepada Allah SWT:

1. Membuat seseorang berani menyatakan kebenaran dan memberantas kemungkaran secara tegas tanpa ada rasa takut kepada sesama makhluk yang menghambatnya.

2. Membuat seseorang sadar untuk tidak meneruskan kemaksiatan yang telah dilakukannya dan menjauhkannya dari segala macam kefasikan dan hal-hal yang diharamkan Allah SWT.

Namun apabila seseorang terlalu takut, dia akan dihinggapi penyakit pesimisme dan putus asa. Sehingga dia malas belajar atau bekerja.

Selain sikap takut, seorang mukmin juga harus memiki sikap harap. Bila beribadah dan beramal, dia amat berharap ibadah dan amalnya akan diterima dan memperoleh balasan dari Allah SWT. Dan bila berbuat maksiat, kemudian menyadarinya, dia segera minta ampun dan penuh harap bahwa Allah SWT akan mengampuninya. Bila seseorang terlalu menggantungkan pada harapan-harapan yang melambung, sikap tersebut akan membuatnya lupa diri.

Sikap terlalu takut hingga membuat seseorang merasa pesimis akan kemurahan Allah SWT merupakan diantara sifat orang kafir.

( ((((((( (( (((((((((( ((( (((((( (((( (((( (((((((((( (((((((((((((( (((( Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS. Yusuf [12]: 87)

Adapun sikap harap yang berlebihan termasuk diantara ciri-ciri orang yang merugi.

( (((( (((((((( (((((( (((( (((( (((((((((( (((((((((((((( ((((

Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-Araf [7]: 99)

e. Tawakal

Tawakal yaitu membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya.

(((( (((((( ((((((((((((( (((((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ((((((( (((((((((((( (((((((((( (((((((( ( ((((( (((((( ((((((((( ((((( ((((((((((( (((((

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-sekali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Hud [11]: 123)

( ((((((( (((( (((((((((((((( ((( (((((( ((((((((((( ((((

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Al-Maidah [5]: 23)

Tawakal, Ikhtiar dan Ikhlas

Rasulullah saw bersabda:

Jika saja kamu sekalian bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah akan memberi rezeki untukmu sekalian, sebagaimana Ia memerinya kepada burung; burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang. (HR Ahmad)

Ada orang yang salah paham makna hadits tersebut. Berdasarkan hadits itu dia memahami bahwa Allah akan memberinya rezeki, meskipun dia tidur-tiduran di rumah sepanjang hari. Namun bila kita teliti kembali hadits itu dan kita renungkan lebih dalam, bukankah di sana disebutkan sebuah syarat burung itu harus pergi dari sarangnya. Burung itu keluar dari sarang, berangkat pagi hari tepat ketika matahari terbit, terbang kesana kemari, dan baru pulang ketika matahari hendak terbenam. Dengan syarat itulah Allah membuat burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.

Seseorang yang bertawakal bukan berarti kemudian dia tidak berikhtiar. Justru semakin besar tawakalnya, maka semakin giat ikhtiarnya. Dia berusaha dengan sungguh-sungguh, berikhtiar dengan kemampuan maksimal. Kemudian dia menyerahkan keputusan berhasil atau tidak dari usaha dan ikhtiarnya tersebut kepada Allah SWT. Dengan pemahaman makna tawakal seperti itu berarti dia juga telah memenuhi satu diantara syarat sifat ikhlas, yaitu beramal dengan sebaik-baiknya.

f. Syukur

Syukurnya seorang hamba mencakup atas tiga hal, yang apabila ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu:

Mengakui nikmat dalam batin.

Membicarakannya secara lahir.

Menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah.

((((((((((((((( (((((((((((( ((((((((((((( ((( (((( ((((((((((( ((((( Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) Ku. (QS. al-Baqarah [2]: 152)

(((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((((( ((((((((((((( ( ((((((( (((((((((( (((( (((((((( ((((((((( (((

Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim [14]: 7)

g. Muraqabah

Muraqabah yaitu kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah SWT.

( (((( (((( ((((( (((((((((( (((((((( ((( Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa [4]: 1)

Kesadaran itu lahir dari keimanan bahwa Allah SWT dengan sifat ilmu, bashar dan sama-Nya mengetahui apa saja yang dia lakukan kapan dan dimana saja.

h. Taubat

Apabila seorang muslim melakukan kesalahan atau kemaksiatan dia wajib segera bertaubat kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan kesalahan di sini adalah semua perbuatan yang melanggar ketentuan syariat Islam, baik dalam bentuk meninggalkan kewajiban atau melanggar larangan.

((((((((((( ((((( (((( (((((((( (((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur [24]: 31)

((((((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((( (((( (((((((( (((((((( (((((( (((((((( ((( ((((((((( ((((((( (((((((((((((( (((((((((((((( ((((((( ((((((( ((( ((((((((( (((((((((((

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan-mu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir ei bawahnya sungai-sungai. (QS. At-Tahrim [66]: 8)

Hai manusia, bertaubatlah dan minta ampunlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya saya bertaubat seratus kali dalam sehari. (HR Muslim)

C. RANGKUMAN

Tidak ada seorang manusia pun yang meragukan eksistensi Allah SWT kecuali manusia yang tidak mau menggunakan akalnya dengan baik. Dan manusia seperti itu tidak ubahnya seperti binatang, atau lebih hina dari binatang. Dimana sehari-hari dia hanya disibukkan dengan urusan makan, minum, tidur, kawin, membangun tempat tinggal, dst.

Tapi iman kepada Allah tidak cukup dengan mempercayai keberadaan Allah SWT. Iman kepada Allah berarti juga harus siap menerima hukum-hukum atau aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya, dan mempersembahkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT.

D. PERTANYAAN

1. Dengan cara Anda sendiri, jelaskanlah eksistensi Allah SWT!

2. Sebutkan tiga unsur tauhid dalam Akidah Islam dan jelaskan konsekwensinya dalam kehidupan sehari-hari!

3. Jelaskanlah hakekat beriman kepada Allah!4. Terangkan hikmah beriman kepada Allah!

5. Terangkanlah cara berinterakasi yang baik dengan Allah SWT!

E. REFERENSI

Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Kuliah Akhlaq, Yunahar Ilyas, LPPI UMY, cet. IV, 2001 M.

Pemikiran Hasan al-Banna dalam Akidah dan Hadits, Jumah Amin Abdul Aziz, Pustaka Al-Kautsar, cet. I, 2005 M.

Pemikiran Hasan al-Banna dalam Akidah dan Hadits hal 76, Jumah Amin Abdul Aziz, Pustaka Al-Kautsar, cet. I, 2005 M.

Sda

Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kitab Iman.

Kuliah Akhlaq hal 17-64, Yunahar Ilyas, LPPI UMY, cet. IV, 2001 M.

PAGE 64BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG