bab vi partisipasi perempuan dalam program … › bitstream › 123456789...peneliti sudah mencoba...

37
BAB VI PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM PEREMPUAN DI DESA WINUMURU 6.1.Profil Kelompok SPP di Desa Winumuru Jejak Yang Tidak Ditemukan Cuaca mendung mengiringi perjalanan peneliti untuk menemui dua orang informan kunci setelah membuat janji hari kemaren. Sabtu 21 September 2013, di pagi itu ada sebuah harapan untuk mendapatkan data soal informasi yang berkembang simpang-siur tentang keberadaan kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di desa ini. Informasi awal yang berkembang menunjukan bahwa ada 3 (tiga) kelompok SPP di Winumuru, namun hasil observasi yang peneliti lakukan hanya ada 2 (dua) kelompok SPP yang “aktif” melakukan kegiatannya. Berbekal informasi ini, peneliti kemudian menemui bapak Leri selaku Fasilitator Kecamatan (FK) dan bapak Tamu Ama Yiwa Marumata selaku Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK), keduanya bertempat tinggal di Kananggar. Keputusan peneliti untuk bertemu dengan kedua tokoh “sentral” PNPM Mandiri perdesaan di yang membawahi kegiatan di desa Winumuru dilatar belakangi oleh hasil wawancara dengan kepala desa Winumuru, bapak Mata Yiwa, tanggal 18 September 2013. Pada intinya kepala desa mengatakan bahwa: “Di desa Wimunuru terdapat tiga kelompok SPP, yaitu: kelompok Paluanda Lama Hammu, kelompok Hahanung Pahamu, dan kelompok Tahamemu Hammu Duang.Yang menjadi ketua dari kelompok Paluanda Lama Hamu adalah Agustina Pekuwali, dengan bendahara Frederika Tamu Ina; dan kelompok Tahamemu Hamuduang dengan ketua Marta Konda Nguna, dan bendahara Hada Hudang. Untuk kelompok Hahanung Pahamu saya tidak tau nama ketua dan termasuk siapa anggota kelompoknya.” 1 Pernyataan kepala desa Winumuru tersebut tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana mungkin beliau tidak tahu-menahu soal kelompok SPP Hahanung Pahamahu? Beberapa pertanyaan lanjutan peneliti ajukan untuk “memancing” informasi lebih soal ini, namun beliau tetap mengatakan “tidak tahu”. Berbekal informasi ini muncul keinginan untuk mengkonfirmasikannya kepada Fasilitator Kecamatan dan ketua UPK di Kananggar. 1 Yang menarik adalah kepala desa mampu menyebutkan dengan tepat pengurus dan anggota dua kelompok lain, namun untuk kelompok Hahanung Pahamu beliau dengan tegas mengatakan tidak mengetahui pengurus dan anggota kelompok ini, aneh memang.

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB VI

    PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM PEREMPUAN

    DI DESA WINUMURU

    6.1.Profil Kelompok SPP di Desa Winumuru Jejak Yang Tidak Ditemukan

    Cuaca mendung mengiringi perjalanan peneliti untuk menemui dua orang informan kunci

    setelah membuat janji hari kemaren. Sabtu 21 September 2013, di pagi itu ada sebuah harapan

    untuk mendapatkan data soal informasi yang berkembang simpang-siur tentang keberadaan

    kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di desa ini. Informasi awal yang berkembang

    menunjukan bahwa ada 3 (tiga) kelompok SPP di Winumuru, namun hasil observasi yang

    peneliti lakukan hanya ada 2 (dua) kelompok SPP yang “aktif” melakukan kegiatannya. Berbekal

    informasi ini, peneliti kemudian menemui bapak Leri selaku Fasilitator Kecamatan (FK) dan

    bapak Tamu Ama Yiwa Marumata selaku Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK), keduanya

    bertempat tinggal di Kananggar.

    Keputusan peneliti untuk bertemu dengan kedua tokoh “sentral” PNPM Mandiri perdesaan di

    yang membawahi kegiatan di desa Winumuru dilatar belakangi oleh hasil wawancara dengan

    kepala desa Winumuru, bapak Mata Yiwa, tanggal 18 September 2013. Pada intinya kepala desa

    mengatakan bahwa: “Di desa Wimunuru terdapat tiga kelompok SPP, yaitu: kelompok Paluanda

    Lama Hammu, kelompok Hahanung Pahamu, dan kelompok Tahamemu Hammu Duang.Yang

    menjadi ketua dari kelompok Paluanda Lama Hamu adalah Agustina Pekuwali, dengan

    bendahara Frederika Tamu Ina; dan kelompok Tahamemu Hamuduang dengan ketua Marta

    Konda Nguna, dan bendahara Hada Hudang. Untuk kelompok Hahanung Pahamu saya tidak tau

    nama ketua dan termasuk siapa anggota kelompoknya.”1

    Pernyataan kepala desa Winumuru tersebut tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana

    mungkin beliau tidak tahu-menahu soal kelompok SPP Hahanung Pahamahu? Beberapa

    pertanyaan lanjutan peneliti ajukan untuk “memancing” informasi lebih soal ini, namun beliau

    tetap mengatakan “tidak tahu”. Berbekal informasi ini muncul keinginan untuk

    mengkonfirmasikannya kepada Fasilitator Kecamatan dan ketua UPK di Kananggar.

    1Yang menarik adalah kepala desa mampu menyebutkan dengan tepat pengurus dan anggota dua kelompok lain, namun untuk kelompok Hahanung Pahamu beliau dengan tegas mengatakan tidak mengetahui pengurus dan anggota kelompok ini, aneh memang.

  • Wawancara dengan bapak Leri sebagai FK ternyata juga tidak mendapatkan hasil yang

    memuaskan. Beliau hanya menjelaskan tentang tahun berdirinya ketiga kelompok SPP tersebut,

    tanpa bisa menjelaskan lebih lanjut soal anggota-anggota kelompok ini. Pada intinya pak Leri

    mengatakan: “Di Wimunuru ada tiga kelompok SPP, yaitu: kelompok Paluanda Lamahamu

    dibentuk 2011, sedangkan kelompok Tahamemu Hamuduang dan Hahanung Pahammu dibentuk

    tahun 2013.”2

    Hal yang sama juga disampai oleh ketua UPK bahwa “terdapat tiga kelompok SPP di desa

    Winumuru, yaitu: kelompok Paluanda Lamahamu dibentuk 2011,sedangkan kelompok

    Tahamemu Hamuduang dan Hahanung Pahammu dibentuk tahun 2013”. Namun kedua “tokoh

    sentral” PNPM ini juga tidak mampu menjelaskan pengurus dan anggota kelompok Hahanung

    Pahamu. Peneliti sudah mencoba untuk meminta dokumen atau proposal dari ketiga kelompok

    SPP tersebut, namun tidak diberikan oleh pak Leri juga bapak ketua UPK. Bapak ketua UPK

    yang “dikejar” dengan beberapa pertanyaan lepas oleh peneliti hanya mampu menjawab dan

    menjelaskan nama-nama anggota kedua kelompok lainnya, beliau mengatakan bahwa kedua

    kelompok yang beliau ketahui adalah: “Kelompok Paluanda Lamahamu, adalah: Agustina

    Pekuwali (Ketua), Frederika Tamu Ina (Bendahara),Erna Maramba Meha (Anggota)Kuanga

    Naha (Anggota), Elisabeth Rambu Ipu (Anggota), Mardiana Yaku Nanga (Anggota), Danga Ata

    Dewa (Anggota), Arina Ata Hau (Anggota)Ngaji Kamunggul (Anggota), Anahamu Konga Naha

    (Anggota); sedangkan Kelompok Tahamemu Hamuduang adalah: Marta Konda Nguna (Ketua),

    Hada Hudang (Bendahara), Vina Kahi Timba (anggota), Rina Ata Hawu (anggota), Kristiani

    Tamu Apu (anggota), Ima Hana Yowa(anggota), Sarce Ana Mbabang (anggota), Mina Rambu

    Tamar (anggota), Erlika Rambu Mburu (anggota), Kahi Ana Awa (anggota).”3

    Antara ada dan tiada! Mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan

    keberadaan kelompok SPP Hahanung Pahamu di desa Winumuru. Beberapa informan kunci dari

    kedua kelompok lainnya coba “didekati” untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan

    “kelompok siluman” ini namun hasilnya sama saja–tidak ada yang mau menjawab. Kebingungan

    itu membuat peneliti untuk berhenti mencari tahu tentang kelompok Hahanung Pahamu, karena

    penelitian harus dilanjutkan. Walaupun demikian, satu pertanyaan yang tersisa soal ini adalah,

    mengapa dalam Laporan Pengembalian Pinjaman SPP, Program Pengembangan Kecamatan

    2Wawancara tanggal 21 September 20133Wawancara tanggal 21 September 2013

  • (PPK) periode Agustus 20134, nama kelompok yang muncul dalam laporan itu adalah Hahanung

    Pahamu dan Paluanda Lamahamu sedangkan kelompok TahamemuHamuduang malah tidak ada

    dalam laporan tersebut? Baik kepala desa, fasilotator kecamatan, maupun ketua UPK tidak mau

    meberikan komentar soal ini. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa sistem

    administrasi PNPM Mandiri Perdesaan khususnya SPP di desa Winumuru sangat

    memprihatinkan.

    6.1.1. Kelompok Paluanda Lamahamu

    Seperti dijelaskan oleh Fasilitator Kecamatan, bahwa kelompok ini dibentuk pada tahun

    2011, diketuai oleh Agustina Pekuwali, yang juga adalah isteri kepala desa Winumuru. Jumlah

    keseluruhan anggota kelompok ini adalah 10 (sepuluh) orang. Sebelum menjadi anggota

    kelompok SPP, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagaian besar dari mereka

    adalah ibu rumah tangga yang belum memiliki usaha.Keikutsertaan mereka dalam SPP adalah

    untuk mendapatkan dana dan berusaha membantu ekonomi keluarga. Hasil wawancara dengan

    para anggota kelompok Paluanda Lamahumu menunjukan bahwa masing-masing dari mereka

    mendapatkan pinjaman dana SPP sebesar Rp 1.000.000, dengan demikian, maka asumsinya

    adalah alokasi dana pinjaman untuk kelompok ini adalah Rp. 10.000.000.

    Nama kelompok dan jenis usaha dapat dilihat pada tabel di bahwa ini:

    Tabel 6.1

    Nama Anggota Kelompok Paluanda Lamahamu dan Jenis Usaha

    No Nama Anggota Jenis Usaha

    Sebelum SPP Sesudah SPP

    1 Agustina Pekuwali IRT (punya kios) Jualan barang di kios

    2 Ngaji Kamunggul Ibu Rumah Tangga

    (IRT)

    Jualan di Pasar

    Taradisional

    3 Kuanga Naha IRT Beternak Babi (usaha

    suami)

    4 Mardiana Yaku IRT Buka Kios

    4Lihat lampiran

  • Danga

    5 Frederika Tamu Ina IRT Buka Kios

    6 Erna Maramba

    Meha

    IRT buka kios

    7 Ariana Ata Hawu IRT Beternak Babi

    8 Anahamu Konga

    Naha

    IRT Beternak Ayam

    9 Elisabeth Rambu

    Ipu

    IRT dan Jualan Sayur Buka kios

    10 Danga Ata Dewa Jualan di Pasar Jualan Di pasar

    tradisional.

    Sumber: Data Primer, diolah

    Berdasarkan tabel di atas, jenis usaha yang sangat diminati oleh kelompok SPP adalah

    berjualan, baik dengan membuka kios di rumahnya maupun dengan berjualan di pasar

    tradisional. Hanya tiga orang anggota yang jenis usahanya berbeda (beternak ayam dan babi)

    dengan mayoritas anggota lainnya.

    Selain itu, anggota yang memiliki jenis usaha beternak ayam dan babi adalah usaha yang

    sudah ada, dimiliki atau dikelola suami mereka. Hasil pinjaman dana SPP kemudian digunakan

    sebagai modal yang membantu usaha suami. Seperti dikatakan oleh Anahamu Konga Naha,

    bahwa: “Awalnya saya tidak punya usaha apa-apa, hanya di rumah kerja pekerjaan rumah

    tangga.Setelah adanya SPP, saya sendiri yang omong sama suami sebelum dapat uang pinjaman

    dari SPP PNPM, saya cerita sama suami mulai tentang program SPP itu sendiri sampai sistem

    pembayaran bunga setiap bulan.Setelah dapat uang pinjaman dari SPP PNPM saya dan suami

    beli ayam beberapa ekor di tetangga dan di Paranggang Tatunggu juga Paranggang Nggongi

    untuk di piara dan kalau sudah besar kami jual ayam, sisanya saya simpan buat beli makanan

    ayam (jagung dan padi), dan juga untuk makan sehari-hari.”

    Sama seperti yang dikatakan Ariana Ata Hawu, bahwa: “saya tidak punya usaha apa-apa,

    saya hanya kerja pekerjaan rumah tangga saja, kalau pas kerja kebun baru saya ikut bantu

    suami.Setelah adanya SPP saya jadi ingin ikut, jadi saya jelaskan ke suami dan anak-anak saya

    tentang program Simpan Pinjam Perempuan, jumlah dana yang saya dapat, bunga pinjaman,

    sistem pembayaran bunga pinjaman (angsuran), dan terakhir baru saya bilang saya mau pinjam

  • uang buat tambah modal. Dan mereka semua setuju.Waktu dapat uang pinjaman dari SPP PNPM

    itu uang saya langsung pakai buat beli anak babi yang umur 6 bulan dan pa’u untuk dicampur

    dengan batang pisang yang ditumbuk supaya kasih makan babi. Untuk pencatatan pas beli babi

    dan beli pa’u saya tulis dalam buku catatan supaya saya bisa tau pengeluaran untuk beli

    makanan.”

    Dalam proses pengajuan pinjaman SPP yang dilakukan oleh para isteri selalu terlebih dulu

    berdiskusi atau meminta pendapat suami. Bagi peneliti proses meminta pendapat suami

    menunjukan dua hal penting: pertama, dalam masyarakat yang “kental” dengan budaya patriarki,

    posisi laki-laki (suami) sebagai pengambil keputusan dalam keluarga masih merupakan hal

    “yang tabu” untuk dilanggar oleh perempuan (para isteri). Meminta pendapat suami adalah hal

    yang wajar dan tidak masalah, yang menjadi masalah adalah apabila dalam “diskusi” tersebut

    suami menjadi sangat dominan dalam mempengaruhi sang istri, dan indikasi seperti itu selalu

    ada dalam masyarakat partiakal; kedua, bahwa belum ada kesadaran yang cukup dari para isteri

    untuk melakukan usaha menuju kemandirian tanpa meminta bantuan dan bimbingan para suami.

    Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kesadaran para istri untuk mengambil keputusan

    tentang apa yang akan dilakukannya belum terlalu muncul kepermukaan dalam berhadapan

    dengan suaminya sendiri.

    6.1.2. Kelompok Tahamemu Hamuduang

    Kelompok ini, sesuai dengan hasil wawancara dengan fasilitator kecamatan, dibentuk pada

    tahun 2013. Ada yang kontradiktif dalam pelaporan pengembealian pinjaman SPP periode

    Agustus 2013, sebab nama kelompok ini tidak ada dalam laporan tersebut, yang ada dan terdaftar

    dengan parihal dalam laporan itu hanyalah “kelompok siluman”5 dan kelompok Paluanda

    Lamahamu. Namun sekalipun tidak terdaftar dalam laporan pengembalian SPP tersebut,

    pengurus dan anggota kelompok Tahamemu Hamuduang ada di desa Winumuru, dan ketika para

    anggotanya diwawancarai mereka mengatakan bahwa mendapat pinjaman masing-masing Rp.

    1.000.000, untuk membantu kelancaran usaha yang mereka geluti. Dengan demikian, maka dana

    guliran SPP yang diterima oleh kelompok ini adalah Rp. 10.000.000, yang dipinjamkan secara

    merata bagi setiap anggota kelompok.

    5Yang peneliti maksudkan dengan “kelompok siluman” adalah kelompok Hahanung Pahamu. Kelompok ini tidak bisa dijelaskan baik oleh Kepala Desa, FK maupun ketua UPK, sekalipun dalam wawancara tentang nama kelompok dan tahun berdirinya mereka menyebutkan adanya tiga kelompok.

  • Kelompok Tahamemu Hamuduang dipimpin atau diketuai oleh Marta Konda Ngguna, dalam

    silsilah keluarga, Marta Konda Ngguna masih merupakan kerabat ibu Agustina Pekuwali.

    Mungkin hal ini wajar saja sebab yang namanya tinggal dalam satu desa, tatanan kekerabatan

    dan kekeluargaan merupakan kekuatan yang dipakai dalam menjadi solidaritas masyarakat.

    Bahwa dengan solidaritas seperti ini pula peneliti kesulitan dalam mencari dan mendapatkan

    informasi guna mengungkap keberadaan kelompok yang peneliti identifikasi sebagai “kelompok

    siluman” di atas.

    Anggota kelompok Tahamemu Hamuduang berjumlah 10 (sepuluh) orang, sudah termasuk

    ketua dan bendahara. Ini berarti terdapat 20 orang anggota SPP di desa Winumuru. Jenis usaha

    yang dilakukan oleh anggota kelompok Tahamemu Hamuduang tidak jauh berbeda dengan

    kelompok sebelumnya, atau dengan kata lain terdapat keseragaman jenis usaha kedua kelompok

    SPP ini. Untuk lebih jelas jenis nama anggota kelompok dan jenis usaha yang dilakukan dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini:

    Tabel 6.2

    Nama Anggota Tahamemu Hamuduang dan Jenis Usaha Yang Dilakukan

    No Nama AnggotaJenis Usaha

    Sebelum SPP Sesudah SPP

    1 Marta Konda Ngguna

    (ketua)

    IRT, punya kios Buka Kios

    2 Ima Hana Yowa IRT Jualan di Pasar Tradisional

    3 Erlika Rambu Mburu IRT, memelihara ayam

    tapi tidak dijual

    Beternak ayam

    4 Hada Hudang bajual barang kios,

    5 Kahi Ana Awa IRT, jual pisang Buka kios

    6 KristianiTamu Apu IRT Buka Kios

    7 Mina Rambu Tamar IRT Beternak Babi

    8 Rina Ata Hawu IRT Beternak Babi

    9 Sarce Ana Mbabang IRT, menanam sayur

    dijual ke tetangga

    Jualan dipasr Tradisional

    10 Vina Kahi Timba IRT Buka kios

    Sumber: Data Sekunder, diolah.

  • Seperti pinang dibelah dua! Mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk mendiskripsikan

    usaha yang dilakukan oleh anggota kelompok ini ketika memperbandingkan jenis usaha antara

    kedua kolompok SPP yang ada di desa Winumuru. Hasil observasi dan wawancara menunjukan

    adanya kesamaan atau kemiripan baik hal yang melatar belakangi mereka untuk ikut SPP

    maupun jenis usaha yang dilakukan antara anggota kedua kelompok tersebut. Beberapa

    kemiripan tersebut adalah: pertama, hampir setiap anggota kelompok sebelum menjadi anggota

    SPP, mereka adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), kedua, setelah menjadi anggota SPP jenis

    usahanya sama, yakni berjualan baik membuka kios maupun berjualan di pasar tradisional dan

    beternak, ketiga, hampir semua dari mereka selalu meminta pendapat suami sebelum meminjam

    dana SPP, dan keempat, sebagian dari mereka dengan dana SPP yang dipinjam hanya untuk

    melanjutkan usaha suami.

    Dengan demikian, berdasarkan data (tabel 6.2) di atas, dapat disimpulkan bahwa pada

    level anggota SPP belum muncul kreativitas lain dari para ibu (isteri) yang tergabung dalam

    kelompok SPP untuk berupaya mengembangkan jenis usaha mereka yang berbeda dengan usaha

    yang sudah dilakukan oleh anggota kelompok lain. Dalam konteks seperti ini, tuntutan bagi

    fasilitator kecamatan, ketua UPK dan juga pengurus PNPM Mandiri di Kecamatan Paberiwai

    adalah untuk setidaknya lebih berperan dalam memberdayakan anggota SPP dalam

    mengembangkan variasi jenis usaha dan tidak terpaku (atau mengcoppy paste) jenis usaha yang

    telah dilakukan anggota kelompok lain. Apalagi dana tersebut fungsinya adalah dana guliran,

    maka jenis usaha yang sama dalam satu desa mengakibatkan persaingan usaha menjadi tidak

    sehat, dan pengembalian dana menjadi terhambat.

    Kalau dicermati dengan baik, maka jenis usaha SPP yang dilakukan oleh para anggotanya

    adalah seragam, yakni: membuka kios, berjualan di pasar, dan beternak ayam dan babi. Bahkan

    dana yang dipinjam anggota (isteri) terkadang tidak digunakan sendiri oleh anggota untuk

    membuka usaha, tetapi berbagi dengan suami mereka. Seperti yang dikatkan oleh Kristiani Tamu

    Apu, bahwa: “Saya hanya kerja kebun dan setiap hari siap makan kasih suami.Saya diskusi

    dengan suami pada saat mau pinjam uang SPP PNPM dan suami setuju dengan syarat uang

    pinjaman itu nanti dia yang kelola.Waktu dapat dana pinjaman dari SPP PNPM, suami langsung

    minta untuk dia yang pegang itu uang dan dia yang kelola, dia pakai bisnis kutlak. Dan sebagian

    dia kasih saya untuk beli barang kios, barang kios pertama yang saya beli waktu itu hanya gula

    pasir, kopi, daun teh dengan rokok, karena uang pinjaman yang dikasih juga sedikit sekali.”

  • Bukan Cuma Kristiani Tamu Apu yang menjadi “korban” suami dalam dana yang

    dipinjamnya dari SPP PNPM, Erlika Rambu Mburu juga bernasib sama. Dana pinjaman dari SPP

    malah digunakan oleh suaminya untuk melanjutkan usaha peternakan ayam “kecil-kecilan”.

    Dalam wawancara, Erlike Rambu Mburu mengatakan: “Sebelum masuk jadi anggota SPP, saya

    sudah piara ayam juga, tapi tidak saya jual karena kalau pas ada keluarga yang datang bertamu

    saya potong untuk makan sudah, jumlahnya juga tidak sebanyak waktu saya sudah dapat dana

    pinjaman dari PNPM.Setelah bertanya ke suami terus dia kasih izin saya pinjam. Waktu dapat

    uang pinjaman suami yang pegang itu uang dan dia pakai beli ayam untuk di piara, ayam jantan

    10 ekor ayam betina 10ekor karena harganya masih 30ribu satu ekor waktu itu, sisa uang suami

    yang simpan dia bilang pakai beli padi dan jagung kasih makan ayam, saya ikut-ikut saja dan

    saya hanya tukang bantu kasih makan ayam saja. Yang tukang tulis untuk laporan ke pengurus

    PNPM juga suami sendiri.”

    Dalam konteks dan realitas seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa isteri dimanfaatkan

    suami, sekalipun para isteri (anggota) mengatakan bahwa “ada diskusi” dengan suami. Namun,

    diskusi yang terjadi berdasarkan penuturan mereka dapat dikatakan juga bahwa suami memang

    benar-benar berperan penting dalam menentukan apa yang harus dilakukan oleh isterinya yang

    adalah anggota kelompok. Jika konteksnya seperti ini, maka mungkin perlu diusulkan adanya

    Simpan Pinjam Laki-Laki (SPL), agar para isteri tidak dimanfaatkan oleh suami mereka.

    Mengenai jumlah dana SPP yang teralokasikan kepada kelompok SPP di desa Winumuru,

    jika menggunakan data hasil wawancara dengan anggota SPP maka kesimpulan yang bisa

    diambil adalah dana SPP yang ada di Wimunuru adalah sebesar Rp. 20.000.000, dengan asumsi

    setiap anggota meminjam Rp. 1.000.000. Namun demikian, hasil wawancara dengan Fasilitator

    Kecamatan dan ketua Unit Pengelolaan Kegiatan menunjukan adanya kontradiktif atau masalah

    tentang dana bergulir SPP di desa ini. Kedua tokoh “sentral” PNPM Mandiri di Kecamatan

    Paberiwai ini dengan jelas mengatakan bahwa “dana SPP yang dialokasikan bagi kelompok SPP

    di desa Winimuru adalah sebesar Rp. 30.000.000 untuk 3 (tiga) kelompok yang ada”.

    Masalahnya adalah kalau ada 1 (satu) kelompok yang tidak jelas keberadaaanya, maka dana

    sebesar Rp. 10.000.000., lagi dikemanakan atau ada dimana? Jawaban terhadap pertanyaan ini

    tidak pernah terungkap seiring dengan tidak terungkapnya keberadaan kelompok Hahanung

    Pahamu–jejak yang tidak ditemukan.

  • 6.2.Partisipasi Perempuan Dalam Pengelolaan Dana SPP pada Aras Kelompok

    6.2.1. Pemetaan Partisipasi dalam Sosialisasi, Akses, dan Kontrol Program SPP

    PNPM

    Pertimbangan menggabungkan topik ini karena hasil penelitian menunjukan bahwa

    partisipasi perempuan dalam program SPP hanya terjadi pada saat sosialisasi, sedangkan dalam

    hal akses dan kontrol tingkat partisipasi perempuan (anggota SPP) tidak ada. Dalam hal

    sosialisasi juga keterlibatan dan memberi ide atau usulan hampir tidak ada, yang terjadi adalah

    calon anggota di undang dan diberi waktu untuk mendengarkan sosialisasi yang dibawakan oleh

    FK dan UPK, kemudian diseleksi dan masuk dalam anggota kelompok SPP yang sebenarnya

    sudah ada, atau sudah terbentuk sebelumnya.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam hal partisipasi atau keterlibatan para anggota

    dalam sosialisasi progam SPP PNPM cukup tinggi, setidaknya semua informan (anggota

    kelompok SPP) yang berjumlah 20 orang mengatakan bahwa bahwa mereka mengikuti proses

    sosialisasi yang dilakukan oleh petugas PNPM lewat pemerintah desa Winumuru, dikantor desa.

    Perbedaannya terletak pada sumber informasi yang mereka terima tentang adanya sosialisasi

    SPP-PNPM tersebut. Pola penyampaian informasi dilakukan lewat “mulut ke mulut” dan tidak

    ada undangan resmi dari yang berwenang melakukan sosialisasi tersebut.

    Pola penyampaian informasi tentang sosialisasi SPP seperti ini, memang efektif pada tingkat

    desa, namun akan menjadi tidak efektif jika tidak memperhatikan luas desa dan jumlah

    penduduknya. Untuk memperkuat argumentasi bahwa semua anggota mengikuti sosialisasi, hasil

    wawancara dengan anggota SPP dirigkas dan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

    Tabel 6.3

    Alasan Keikutsertaan Anggota SPP Dalam Sosialisasi

    No Nama

    Anggota

    Partisipasi dalam Sosialisasi Kesimpulan Peneliti

    1 Agustina

    Pekuwali

    Iya saya ikut terlibat umbu, karena pada waktu

    bapak sekretaris desa ada datang kasih tahu

    saya untuk datang ke balai desa jam 9 besok

    dia bilang ada sosialisasi dari pengurus PNPM

    kecamatan dan mereka mau kasih pinjam uang

    buat perempuan katanya. Jadi besoknya saya

    Ikut terlibat atas

    undangan sekdes.

    Seleksi dan

    bentuk 3

    kelompok karena

    dana

  • dengan ibu-ibu yang dapat undangan datang ke

    kantor desa jam 9pagi dan sampai di kantor

    fasilitator kecamatan(FK) ternyata belum

    datang setengah jam kemudian baru mereka

    datang dan sampe dengan sampe mereka

    langsung perkenalan dan langsung jelaskan

    kalau sekarang ada program Simpan Pinjam

    Perempuan, dan untuk perempuan saja, setelah

    omong panjang lebar tentang program SPP itu

    kami di suruh daftar program ini perempuan

    membentuk kelompok terus nanti mengajukan

    nama kelompok ke kecamatan untuk di seleksi

    lewat wawancara apa perempuan yang

    tergabung dalam kelompok betul-betul warga

    KK miskin atau tidak, setelah itu mereka kasih

    tahu saya bahwa jumlah pinjaman untuk

    perempuan 30 juta jadi kami membentuk 3

    kelompok dimana masing-masing kelompok

    ada 10 orang. Jadi masing-masing dapat

    pinjaman 1 juta rupiah per orang.

    perkelompok

    10juta.

    2 Frederika

    Tamu Ina

    Iya saya ikut karena waktu itu bapak sekdes

    kasih tahu saya dan beberapa teman ibu-ibu

    untuk ikut sosialisasi di kantor desa, 1 minggu

    depan hari senin jam 9, menurut pak sekdes ada

    simpan pinjam khusus untuk perempuan, dan

    hanya perempuan saja yang boleh dapat

    pinjaman dana itu, nama programnya Simpan

    Pinjam Perempuan PNPM katanya, minggu

    depannya saya langsung ke kantor desa, disana

    kami masih tunggu pengurus PNPM sekitar

    1jam baru mereka datang dari

    Ikut atas

    undangan

    sekretaris desa.

    Seleksi sebelum

    dapat pinjaman

    dana dari SPP

    PNPM.

  • kananggar,setelah mereka datang mereka

    perkenalan dan langsung ksih sosialisasi, dan

    setelah itu minggu depannya mereka datang

    lagi untuk seleksi, karena mereka bilang dana

    pinjaman SPP ini memang khusus untuk

    keluarga miskin dan khusus untuk perempuan.

    3 Elisabeth

    Rambu Ipu

    Iya saya ikut sosialisasi adi, karena 1 hari

    sebelum sosialisasi opas desa datang dirumah

    kasih tahu saya untuk ke balai desa besok jam

    09.00pagi katanya karena ada sosialisasi dari

    pengurus PNPM kecamatan dan mereka mau

    kasih pinjam uang buat perempuan katanya.

    saya langsung tanya sama suami,boleh tidak

    ikut, waktu itu suami saya kasih ijin jadi

    besoknya saya pergi ke kantor desa jam 9pagi

    dan sampai di kantor ternyata banyak teman

    ibu-ibu juga yang datang dan mereka cerita

    kalau bapak sekdes yang kasih tahu mereka

    juga, sampe jam 09.00pagi fasilitator

    kecamatan(FK) belum datang 30menit

    kemudian baru FK datang dan sampe dengan

    sampe mereka langsung perkenalan dan

    langsung jelaskan kalau sekarang ada program

    simpan pinjam perempuan, dan untuk

    perempuan saja, kami di seleksi dan setelah

    lolos kami di suruh daftar jadi anggota

    kelompok saya daftar untuk jadi anggota

    kelompok Paluanda Lamahamu.

    Terlibat sebagai

    peserta

    Diundang

    pemerintah

    melalui opas desa

    Atas ijin sama

    suami.

    Seleksi sebelum

    jadi anggota

    penerima dana

    SPP.

    4 Erna Maramba

    Meha

    Iya saya ikut sosialisasi, waktu itu bapak sekdes

    datang kasih tahu saya untuk ke balai desa nanti

    katanya karena ada sosialisasi dari pengurus

    Ikut sosialisasi

    sebagai peserta

    Diundang

  • PNPM kecamatan tentang Simpan Pinjam

    Perempuan. Selesai pak FK jelaskan mengenai

    program Simpan Pinjam Perempuan kami di

    seleksi karena yang boleh dapat dana Simpan

    Pinjam harus keluarga yang memang benar-

    benar miskin, setelah di seleksi baru mereka

    kasih tahu jumlah dana yang mereka kasih itu

    ada 30juta jadi bagi 10juta per kelompok.

    sekretaris desa.

    Seleksi sebelum

    jadi anggota

    penerima dana

    SPP PNPM.

    Dana SPP 30juta

    dibagi

    perkelompok

    10juta.

    5 Arina Ata

    Hawu

    Iya saya ikut sosialisasi, karena pas hari minggu

    dan pulang gereja bapak sekdes kasih tahu saya

    untuk ikut ke balai desa karena ada sosialisasi

    dari pengurus PNPM kecamatan tentang

    program Simpan Pinjam Perempuan PNPM dan

    mereka prioritaskan keluarga yang di lihat

    kurang mampu untuk di kasih pinjam uang.

    Pulang dari gereja saya cerita ke suami saya,

    dan saya minta ijin untuk ikut, suami saya kasih

    ijin, fasilitator kecamatan (FK) datang langsung

    perkenalan dan jelaskan kalau sekarang ada

    program simpan pinjam perempuan, kami

    diseleksi lewat wawancara dengan FK dan

    ketua UPK dan yang lolos seleksi disuruh

    masuk dalam anggota kelompok yang sudah

    ada dan mereka kasih informasi besar dana

    Simpan Pinjam ada 30juta setiap kelompok

    dapat 10juta.

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes saat

    pulang gereja.

    Atas ijin suami.

    Seleksi lewat

    wawancara

    Dana SPP 30juta,

    perkelompok

    dapat 10juta.

    6 Mardiana Yaku

    Danga

    Ya, saya ikut waktu itu bapak sekretaris desa

    datang dirumah undang saya untuk ikut

    sosialisasi, dan pas saya dan saya punya suami

    ada dirumah jadi suami bilang ikut saja, jadi

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes.

  • saya ikut sosialisasi waktu itu. Yang datang

    kasih materi sosialisasi waktu itu bapak

    Fasilitator Kecamatan sendiri dari kananggar

    sama-sama dengan pak UPK. kami di

    wawancara yang lolos baru bisa masuk dalam

    kelompok dan nanti tunggu pencairan, setelah

    pencairan bendahara UPK langsung kasih uang

    dikasih sama bendahara kelompok dan

    bendahara kelompok nanti yang bagi ke kami.

    Seleksi lewat

    wawancara.

    Izin suami

    7 Konga Naha Iya saya ikut sosialisasi karena kebetulan waktu

    pulang dari kerja bakti bersihkan jalan desa pak

    sekdes langsung omong dengan saya, dia

    undang saya untuk ikut acara sosialisasi nanti

    dibalai desa, karena mau ada sosialisasi

    program simpan pinjam perempuan.Saya waktu

    itu minta pak sekdes omong langsung sama

    saya punya suami juga supaya saya punyan

    suami kasih ijin saya untuku ikut sosialisasi,

    dan saya punya suami kasih ijin juga ternyata,

    akhirnya saya ikut sosialisasi pas sosialisasi pak

    FK sama pak UPK jelaskan tentang program

    SPP PNPM dan juga tentang sistem

    pembayaran bunga pinjaman. Kami di

    mintauntuk bentuk 3 kelompok waktu itu

    karena dana yang kami dapat 30juta dan per

    kelompok dapat 10juta.

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes saat

    kerja bakti di

    desa.

    Diminta untuk

    bentuk 3

    kelompok karena

    dana yang akan

    kami terima

    30juta, dan

    peranggota

    10juta.

    Izin suami

    8 Anahamu

    Konga Naha

    Iya saya ikut sosialisasi, karena bapak sekdes

    datang dirumah untuk undang ikut sosialisasi,

    pas bapak sekdes datang undang saya punya

    suami juga ada dirumah jadi saya punya tidak

    jelaskan ulang lagi sama saya punya suami,

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes.

    Atas ijin suami.

  • saya hanya tinggal minta ijin untuk ikut

    sosialisasi, saya punya suami waktu itu

    langsung kasih ijin sama saya, saya langsung

    ikut, sampai dib alai desa pak FK dan pak UPK

    omong soal simpan pinjam perempuan mulai

    dari sistem pinjam sampai pembayaran bunga

    pinjaman dan mereka bilang jumlah dana yang

    akan kami dapat 10juta perkelompok.

    Dikasih

    informasi jumlah

    dana yang akan

    diterima 10juta

    perkelompok.

    9 Danga Ata

    Dewa

    Iya saya ikut sosialisasi, karena sebelumnya

    sekdes kasih tau saya pas ketemu dipasar

    tatunggu hari kamis untuk ke balai desa katanya

    karena ada sosialisasi dari pengurus PNPM

    kecamatan dan mereka mau kasih pinjam uang

    buat perempuan katanya. saya minta ijin sama

    suami untuk ikut sosialisasi, pas sosialisasi pak

    FK dan bapak UPK yang jelaskan kalau

    sekarang ada program simpan pinjam

    perempuan, kami langsung di minta bentuk 3

    kelompok waktu itu, dan mereka bilang kalau

    dana yang kami terima perkelompok itu ada

    10juta/kelompok.

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes saat

    bertemu dipasar.

    Izin suami

    Di minta bentuk

    3 kelompok

    untuk terima

    dana 10juta per

    kelompok.

    10 Ngaji

    Kamunggul

    Sekdes datang pagi-pagi di rumah dan undang

    ke kantor desa, sebelum saya ikut sosilisasi

    saya coba omong baik-baik dengan suami dulu

    dan minta ijin sama dia. Sampai di kantor desa

    ada petugas dari kecamatan yang menjelaskan

    kalau sekarang ada program simpan pinjam

    perempuan. Kami langsung diminta membentuk

    kelompok terus nanti mengajukan nama

    kelompok ke kecamatan untuk di periksa apa

    perempuan yang tergabung dalam kelompok

    Ikut sebagai

    peserta.

    Diundang oleh

    pak sekdes.

    Izin suami

    Diminta bentuk 3

    kelompok dan

    setiap kelompok

    di kasih pinjaman

    10juta, jadi per

  • betul-betul keluarga miskin atau tidak, setelah

    itu kasih tahu bahwa jumlah pinjaman untuk

    perempuan 30 juta jadi kami membentuk 3

    kelompok dimana masing-masing kelompok

    ada 10 orang.jadi masing-masing dapat

    pinjaman 1 juta rupiah per orang.

    orang 1juta.

    11 Marta Konda

    Nguna

    Pada waktu itu kami ibu-ibu di undang ke

    kantor desa dan sampai di kantor desa ada

    petugas dari kecamatan yang menjelaskan kalau

    sekarang ada program simpan pinjam

    perempuan.di program ini perempuan

    membentuk kelompok terus nanti mengajukan

    nama kelompok ke kecamatan untuk di seleksi

    lewat wawancara apa perempuan yang

    tergabung dalam kelompok betul-betul warga

    KK miskin atau tidak,setelah itu mereka

    memberi tahu kami bahwa jumlah pinjaman

    untuk perempuan 30 juta jadi kami membentuk

    3 kelompok dimana masing-masing kelompok

    ada 10 orang.jadi masing-masing dapat

    pinjaman 1 juta rupiah per orang.

    Diundang

    kekantor desa.

    Di seleksi untuk

    pembentukan

    kelompok

    Tiga kelompok

    Alokasi dana 30

    juta.

    12 Hada Hudang Iya saya ikut terlibat Umbu, karena pada waktu

    bapak sekretaris desa ada datang kasih tahu

    beberapa ibu-ibu termasuk saya untuk datang

    ke balai desa karena ada sosialisasi dari

    pengurus PNPM kecamatan. Waktu itu FK

    terlambat dan sampe dengan sampe mereka

    langsung perkenalan dan langsung jelaskan

    tentang SPP. Kemuadian kami di seleksi, yang

    boleh masuk adalah keluarga yang masuk

    kategori keluarga miskin dan khusus untuk

    Ikut atas

    undangan

    sekretaris desa.

    Seleksi sebelum

    pembentukan

    kelompok

    penerima dana

    simpan pinjam.

    Khusus

    perempuan

  • perempuan

    13 Kristiani Tamu

    Apu

    Saya ikut sosialisasi pertama kami perempuan-

    perempuan di desa ini di undang ke kantor desa

    oleh ketua kelompok saya coba minta ijin sama

    suami dan suami kasih ijin. Saat sosialisasi pak

    FK dan bapak UPK terangkan tentang program

    SPP dan kami di seleksi syarat untuk menjadi

    anggota kelompok SPP harus perempuan yang

    tergolong keluarga miskin. Terus di suruh untuk

    bentuk kelompok,setelah itu kelompok yang

    sudah terbentuk di periksa dan di seleksi oleh

    kecamatan setelah di seleksi kelompok yang

    lolos di undang lagi ke kantor desa untuk terima

    uang pinjaman.

    Ikut atas ijin

    suami.

    di undang sama

    ketua kelompok

    ke kantor desa.

    Izin suami

    Seleksi.

    Di suruh untuk

    bentuk

    kelompok.

    14 Erlika Rambu

    Mburu

    Saya ikut, karena waktu ibu saya punya

    tetangga kasih tahu kalau bapak sekdes ada

    minta saya juga untuk ikut sosialisasi di kantor

    desa, waktu sosialisai itu FK kasih penjelasan

    tentang program simpan pinjam perempuan,

    memang saya sudah tahu sebelumnya tentang

    program simpan pinjam perempuan karena saya

    punya saudara ada yang dapat dana pinjaman

    simpan pinjam PNPM dan dia sering cerita

    tentang program simpan pinjam perempuan,

    habis sosialisasi kami masih di seleksi jadi yang

    boleh dapat dana simpan pinjam hanya

    perempuan yang dari keluarga miskin, saya

    lolos seleksi, minggu berikutnya kami di

    undang lagi untuk terima uang simpan pinjam

    PNPM.

    Ikut di undang

    sama sekdes

    melalui tetangga.

    Seleksi.

    Yang lolos

    seleksi di undang

    untuk datang

    terima uang

    minggu

    berikutnya.

    15 Irna Hana Sayaikut sosialisasi karena ketua kelompok Ikut atas ijin

  • Yowa kasih tahu saya untuk ikut waktu itu, dia bilang

    saya di undang lewat ketua kelompok untuk

    ikut sosialisasi, saya minta ijin sama suami dan

    suami kasih ijin, sampai dibalai desa pak FK

    dan ketua UPK kasih sosialisasi ke kami ibu-

    ibu.Selesai sosialisasi kami di seleksi lewat

    wawancara satu persatu, setelah itu

    pengenguman hasil wawancara saya lolos dapat

    dana pinjaman.Mereka bilang kalau uang

    pinjaman itu akan cair minggu depan jadi nanti

    uangnya bendahara kelompok yang bagi.

    suami.

    Diundang

    melalui ketua

    kelompok.

    Izin suami

    Seleksi lewat

    wawancara.

    Dana cair

    seminggu

    kemudian dan

    dibagikan

    Bendahara

    16 Kahi Ana Awa Ya saya ikut karena undang sama ibu ketua

    kelompok untuk ikut sosialisasi, dia bilang

    kalau pak sekdes undang saya lewat dia, dan

    waktu itu saya minta ijin sama suami untuk ikut

    sosialisasi supaya bisa dapat uang pinjaman

    dari program simpan pinjam PNPM. Saat

    sosialisasi yang kasih penjelasan tentang

    program SPP waktu itu bapak FK sendiri

    dengan didampingi sama bapak UPK. setelah

    sosialisasi kami ibu-ibu masih di wawancara

    satu-satu untuk di seleksi sebelum bagi

    kelompok peneriman dana simpan pinjam,

    sebagian ibu-ibu yang datang waktu itu lolos

    wawancara, dan yang lolos wawancara

    langsung di daftar trus di bagi-bagi masuk

    dalam kelompok yang sudah ada.

    Ikut atas ijin

    suami.

    Diundang oleh

    sekdes melalui

    ketua kelompok.

    Seleksi lewat

    wawancara.

    Kelompoknya

    sudah ada dan

    tinggal masuk

    17 Vina Kahi

    Timba

    Saya ikut, karena ketua kelompok yang datang

    kasih tau saya untuk ikut, dia bilang pak sekdes

    yang undang saya melalui dia, sebelum ikut

    Ikut atas ijin

    suami.

  • sosialisasi saya masih minta ijin sama suami

    dulu, karena suami bilang boleh ikut saya ikut

    sosialisasi sudah waktu itu, saat sosialisasi

    waktu itu pak Fasilitator kecamatan yang

    jelaskan tentang program simpan pinjam, mulai

    syarat jadi anggota kelompok sampe sistem

    bayar bunga pinjaman, sebelum di bagi-bagi

    dalam kelompok penerima dana simpan pinjam

    mereka masih seleksi semua ibu-ibu yang ikut

    sosialisasi waktu itu, seleksinya lewat

    wawancara, karena yang boleh masuk dalam

    kelompok penerima dana simpan pinjam harus

    benar-benar dari keluarga yang miskin.

    Diundang oleh

    pak sekdes

    melalui ibu Ketua

    Seleksi lewat

    wawancara.

    Kelompok sudah

    ada

    18 Mina Rambu

    Tamar

    Saya ikut sosialisasi karena saya di undang

    sama pak sekretaris desa waktu itu, dia datang

    dirumah dan minta saya untuk ikut sosialisasi

    program simpan pinjam PNPM, kebetulan saat

    itu ada saya punya suami jadi pak sekretaris

    desa omong lansung dengan saya punya suami,

    setelah pak sekdes pulang baru saya minta ijin

    sama saya punya suami, dia kasih ijin, saat

    sosialisasi yang kasih materi soal program

    sosialisasi waktu itu pak fasilitator kecamatan.

    Habis penjelasan tentang program simpan

    pinjam kami di seleksi satu persatu lewat

    wawancara sebelum kami dibagi dalam

    kelompok.

    Ikut atas ijin

    suami.

    Diundang oleh

    pak sekdes.

    Seleksi lewat

    wawancara.

    19 Rina Ata Huwa Saya ikut karena saya di undang sama pak

    sekdes untuk ikut, dan sebelum saya ikut

    sosialisasi saya minta ijin sama suami terlebih

    dahulu kalau dia kasih ijin baru saya bisa

    Ikut atas ijin

    suami.

    Diundang oleh

    pak sekdes.

  • ikut.kebetulan waktu itu suami kasih ijin saya

    ikut sosialisasi program simpan pinjam

    perempuan PNPM, setelah selesai penjelasan

    kami ibu-ibu di wawancara satu persatu untuk

    di seleksi apa benar kami yang ikut ini asalnya

    dari keluarga miskin setelah itu kami masuk

    dalam kelompok-kelompok yang sudah ada.

    Seleksi.

    Masuk kelompok

    yang sudah ada

    20 Sarce Ana

    Mbabang

    Saya ikut karena bapak sekdes undang saya

    lewat dia punya istri untuk ikut sosialisasi,

    setelah dapat undangan saya masih minta ijin

    sama suami untuk ikut sosialisasi, karena suami

    kasih ijin jadi saya ikut sosialisasi. Waktu

    sosialisasi pak FK kasih penjelasan tentang

    program SPP, syarat dan sistem pembayaran

    bunga dia jelaskan. Setelah pak FK

    menjelaskan, kami di seleksi terlebih dahulu

    supaya tau kami benar dari keluarga miskin

    atau tidak, setelah seleksi yang boleh masuk

    dalam kelompok itu hanya ibu-ibu yang berasal

    dari keluarga miskin.

    Ikut atas ijin

    suami.

    Diundang oleh

    pak sekdes

    melalui istrinya.

    Seleksi sebelum

    masuk dalam

    kelompok.

    Sumber: Data Primer 2013, diolah

    Berdasarkan data hasil wawancara dan hasil kesimpulan (tema) yang telah peneliti

    identifikasi, terdapat beberapa hal menarik untuk didiskusikan lebih lanjut: pertama, bahwa

    informasi tentang adanya sosialisasi SPP yang dilakukan oleh FK dan UPK diterima masyarakat

    (ibu-ibu) lewat kepala desa, sekretaris desa, tetangga, bahkan oleh ketua kelompok. Dengan

    demikian, dapat dikatakan bahwa penyebaran informasi tentang sosialisasi SPP-PNPM cukup

    terbatas hanya pada orang-orang tertentu yang dianggap oleh (mereka) pembawa informasi

    sebagai keluarga yang benar-benar miskin. Namun demikian, argumentasi ini secara

    metodeologis tentu tidak akurat (kuat) sebab ternyata dalam sosialisasi juga ada seleksi melalui

    wawancara yang dilakukan oleh FK dan ketua UPK. Hal ini (seleksi–wawancara) menunjukan

    bahwa harapan FK dan UPK adalah semua keluarga (khususnya perempuan) boleh hadir dalam

  • sosialisasi dan nantinya akan “disaring” lewat wawancara, namun harapan itu tidak terwujud

    karena informasi tantang sosialisasi yang dilakukan para aktor desa ternyata terbatas pada orang-

    orang tertentu.

    Kedua, keterlibatan atau keikutsertaan perempuan (khususnya para isteri) dalam

    sosialisasi SPP-PNPM adalah atas dasar izin dari suami. Hal ini mungkin dianggap wajar saja,

    bahwa seorang isteri keluar rumahnya perlu meminta izin dari suaminya, apalagi dalam

    masyarakat desa yang masih memegang teguh adat-istiadat mereka. Masalahnya adalah izin yang

    diberikan suami berkaitan dengan keinginan dan kemauan sang isteri untuk meminjam dana

    bergulir SPP-PNPM. Ini artinya kebanyakan para suami belum percaya atau terlalu yakin dengan

    kemampuan isteri mereka tentang pengembalian dana tersebut, dan kemungkinan usaha apa yang

    perlu dilakukan agar modal itu bisa berputar dan kembali.

    Selain itu berkaitan dengan hal kedua, dapat saja dikonstruksi sebuah pemikiran yang

    sumbernya bisa ditemukan dalam perspektif budaya patriarki yang memang masih kental dianut,

    bahwa laki-laki memang berkuasa di dalam rumah tangga. Keputusan apapun yang berkaitan

    dengan urusan rumah tangga harus mendapat persetujuan dari suami. Termasuk keputusan

    tentang apa yang akan dilakukan isteri di luar rumah, semuanya harus mendapat restu dari “raja”

    rumah tangga. Dalam hal ini suara “ratu” rumah tangga “dinomor sepatukan”.

    Ketiga, mengenai besaran alokasi anggaran SPP di Winumuru, beberapa informan

    mengatakan bahwa dalam sosialisasi tersebut, dana yang dialokasikan adalah sebesar Rp.

    30.000.000 untuk tiga kelompok, dan seleksi memang dilakukan untuk kepentingan ketiga

    kelompok itu. Namun demikian, dalam prakteknya, hanya ada dua kelompok yang benar-benar

    dapat diwawancarai dan diobservasi tentang keberadaan mereka. Satu kelompok lagi jejaknya

    tidak pernah diketahui, bahkan kepala desa dan sekretaris desa yang berperan penting dalam

    mengundang para ibu untuk datang dalam sosialisasi tersebut hanya bisa menyebutkan nama

    kelompok tanpa mampu menunjukan siapa anggota dan apa usahanya. Demikian pula ketika hal

    ini dikonfirmasi kepada FK dan ketua UPK tidak ada jawaban yang mereka kemukakan untuk

    menengahi ketidak-beresan kelompok SPP di desa ini. Dalam konteks seperti ini, maka bisa saja

    dikatakan bahwa anggaran/dana SPP sejumlah Rp. 10.000.000 menjadi hilang tak berbekas–

    entah ke mana dan di mana.

    Keempat, adalah soal kelompok dan keanggotaan kelompok. Apabila mencermati

    jawaban-jawaban informan dalam tabel di atas, dapat dikatakan bahwa ketiga kelompok SPP di

  • desa Winumuru memang sudah terbentuk sebelum sosialisasi tentang SPP dilakukan. Hal ini

    tampak dalam pernyataan bahwa “setelah diseleksi lewat wawancara kami kemudian masuk

    dalam kelompok.” Pertanyaannya siapa yang membentuk kelompok itu? Apalagi juga terdapat

    pernyataan dari beberapa informan bahwa “mereka diundang oleh ketua?” dengan demikian, soal

    kelompok ini ada kesesuain dengan pola pemberian informasi tentang sosialisasi SPP yang

    kelihatannya terbatas pada orang-orang tertentu saja.

    Dengan demikian, implikasinya adalah soal partisipasi anggota dalam perencanaan

    program SPP menjadi terbengkalai. Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam perencanaan

    program SPP tidak ada satupun dari anggota yang ikut merencanakan. Bahkan ketua kelompok

    SPP Paluanda Lamahamu ibu Agustina pekuwali ketika diwawancarai, mengatakan bahwa:

    “Dalam perencanaan program SPP, saya tidak ikut karena yang ikut hanya Kepala Desa dan

    Aparat Desa. Kami hanya di suruh bentuk kelompok nanti kalau sudah ada dana baru kita di

    panggil untuk terima uang pinjaman.”

    Hal senada juga dikatakan oleh bendahara kelompok Paluanda Lamahamu, ibu Frederika

    Tamu Ina, bahwa:“Iya saya sama-sama dengan ketua kelompok tidak ikut terlibat dalam

    perencanaan program Simpan Pinjam Perempuan PNPM ini.Karena hanya sekretaris desa yang

    ikut dalam perencanaan program SPP-PNPM sama-sama dengan FK.”

    Pertanyaannya adalah apakah Kepala Desa, Aparat Desa, dan Fasilitator Kecamatan

    memahami dan mengerti tentang kebutuhan para ibu yang menjadi anggota SPP tersebut?

    Ataukan yang muncul dalam benak mereka (para aktor perencana) yang penting dananya cair

    untuk dibagi-bagikan? Rasanya kedua pertanyaan ini jawabannya sama-sama benar, bahwa

    mereka yang paling tahu kebutuhan para ibu (mungkin karena mereka kepala rumah tangga),

    karena itu yang penting dananya cair nanti ibu-ibu tinggal menerima–mudah-mudahan menerima

    dana sisa.

    Dengan berpegang pada informasi ketua dan bendahara kelompok Paluanda Lamahmu

    yang tidak ikut ambil bagian dalam proses perencanaan program SPP tersebut, peneliti kemudian

    mencoba bertemu dengan ketua dan bendahara kelompok Tahumemu Hamuduang harapannya

    adalah menemukan informasi yang berbeda tentang partisipasi dalam perencanaan program SPP.

    Hasil wawancara dengan ketua dan bendahara Tahamemu Hamuduang, juga menunjukan

    “kesuraman” dalam hal partisipasi ini, pada intinya keduanya mengatakan bahwa: “Tidak ikut

  • terlibat dalam perencanaan program PNPM. Karena hanya sekretaris desa dan aparat desa yang

    lain yang ikut sama-sama dengan FK ikut dalam perencanaan program SPP-PNPM.”

    Masalahnya adalah jika ketua dan bendahara saja sudah tidak diundang atau

    diikutsertakan dalam perencanaan program SPP yang akan mereka lakukan nantinya, bagaimana

    mungkin anggota kelompok dilibatkan? Anggota kelompok yang diwawancarai soal keterlibatan

    mereka dalam perencanaan program masing-masing mengatakan bahwa “tidak pernah diundang”

    untuk ikut merencanakan program SPP yang akan mereka geluti. Yang menarik adalah

    pernyataan yang dikemukakan oleh ibu Kuanga Naha (salah satu anggota kelompok Paluanda

    Lamahamu, bahwa: “saya tidak ikut dalam perencanaan Simpan Pinjam Perempuan karena saya

    tidak di undang baik itu ketua kelompok maupun sekdes, jadi saya hanya bergabung dalam

    kelompok saja supaya saya bisa pinjam uang dan bisa buka usaha kecil.”

    Demikian pula pernyataan yang dikemukakan oleh salah satu anggota kelompok

    Tahamemu Hamuduang ibu Irna Hana Yowa, bahwa: “Saya tidak ikut dalam perencanaan karena

    habis sosialisasi dan bagi uang oleh bendahara saya tidak pernah di undang untuk ikut

    perencanaan program simpan pinjam perempuan PNPM.”

    Berdasarkan pernyataan-pernyataan dari anggota kelompok sebenarnya dapat

    disimpulkan bahwa ada semacam kerinduan dari mereka untuk ikut dalam perencanaan program,

    namun yang terjadi adalah mereka tidak pernah diundang untuk hal ini. Keinginan mereka untuk

    mendapatkan pinjaman dana SPP memang dimanfaatkan dengan baik oleh para aktor yang

    duduk dalam struktur, baik struktural pemerintahan desa maupun struktur PNPM untuk

    mengucurkan anggaran bagi mereka. Keinginan kuat dari para anggota ini sekaligus juga

    merupakan kelemahan mereka sebab setelah menerima dana sebesar Rp. 1.000.000., untuk

    masing-masing orang tidak ada lagi keberanian untuk bertanya tentang mengapa mereka tidak

    diikutsertakan dalam perencanaan program, apalagi bertanya tentang adanya kelompok

    “siluman” dan ketidak-jelasan Rp. 10.000.000 dana SPP yang diperuntukan bagi “kelompok

    siluman” itu. Faktanya dana sebesar Rp. 10.000.000 dan kelompok “siluman” sampai dengan

    penelitian ini berakhir tidak ada informan yang mampu memberikan jawaban pasti.

    Sebenarnya, secara teoritis, jika dipertimbangkan soal sisi kekeluargaan dan kedekatan

    anggota kelompok, mereka memiliki mosal sosial yang cukup untuk “saling menggerakan” dan

    mengingtak soal keterlibatan masing-masing dalam setiap tahapan, baik sosialisasi, perencanaan,

    akses, pemanfaatan, dan monitoring terhadap setiap usaha mereka. Namun, sayang yang terjadi

  • adalah tiadanya komunikasi yang intens dan baik antar sesama anggota, bahkan anggota dengan

    ketua. Beberapa informan (anggota) mengatakan bahwa setelah menerima dana SPP tidak pernah

    ada rapat yang dibuat atau mereka tidak pernah diundang untuk rapat anggota sekalipun. Salah

    satu informan (E.R.I / 39 tahun), mengatakan bahwa: “Kurang ada komunikasi antara anggota

    kelompok dan tidak pernah ada solusi buat anggota yang usahanya bangkrut, dan pengurus

    kelompok ‘tidak saling kenal’ atau tidak mau tahu dengan anggotanya, kita tidak pernah rapat

    masing-masing jalan sendiri”.

    Dengan demikian, maka jawaban terhadap apakah pernah memberikan ide atau usulan

    yang konstruktif demi pengembangan SPP di desa Winumuru, atau minimal untuk kelompoknya

    menjadi terjawab–yakni tidak pernah memberikan ide atau usulan. Bagaimana memberikan ide

    dan usulan, kalau rapat anggota saja tidak pernah ada. Hal yang bisa dikatakan dalam konteks ini

    adalah bahwa: yang penting dana SPP cair, masing-masing anggota meminjam Rp. 1000.000.,

    dan menjalankan usaha sendiri-sindiri. Kelompok hanya merupakan nama agar bisa digunakan

    sebagai bargening dalam mendapatkan dana pinjaman dari PNPM.

    Dalam konteks seperti ini, maka partisipasi dalam monitoring kegiatan menjadi

    tanggungjawab masing-masing anggota. Tidak adanya rapat anggota yang dibuat pengurus

    kelompok membuat monitoring tidak berjalan atau terjadi dengan sempurna. Rapat anggota, bagi

    peneliti merupakan forum yang baik dalam hal melakukan kontrol terhadap usaha yang

    dilakukan oleh anggota, namun dengan tidak adanya rapat, maka tidak ada pula mekanisme

    kontrol yang baik, yang dilakukan pengurus (ketua dan bendahara) kelompok, maka

    pertanyaannya adalah untuk apa ada kelompok SPP?.

    Seperti yang dikatakan oleh salah satu anggota kelompok Paluanda Lamahamu, Erna

    Maramba Meha, bahwa: “Saya tidak ikut karena yang di minta dampingi FK dan aparat desa

    untuk ikut monitoring dan evaluasi sama-sama dengan FK dan pengurus desa hanya ketua

    kelompok dan bendahara saja.”

    Hal senada dikatakan oleh anggota kelompok Tahamemu Hamuduang, Irna Hana Yowa,

    soal monitoring dan evaluasi, bahwa: “Saya tidak ikut dalam monitoring dan evalusi karena

    habis sosialisasi dan bagi uang oleh bendahara saya tidak pernah di undang untuk ikut tahap

    monitoring dan evaluasi program simpan pinjam perempuan PNPM.”

    Masing-masing ketua dan bendahara kelompok ketika dikonfirmasi soal monitoring dan

    evaluasi mengatakan bahwa mereka “diundang oleh FK dan UPK dan bergabung dengan aparat

  • desa dalam melakukan monitoring dan evaluasi program, yang dilakukan tiga bulan sekali”.

    Sayangnya ketika ditanya apakah hasil ini kemudian disosialisasikan kepada anggota kelompok,

    para pengurus (ketua dan bendahara) kelompok tidak memberikan jawaban yang memuaskan.

    Intinya hasil monitoring dan evaluasi tidak sampai ke anggota kelompok sebab tidak ada rapat

    anggota yang dilakukan.

    Ketua kelompok Paluanda Lamahamu ketika ditanyakan soal monitoring dan evaluasi

    kelompok usaha SPP mengatakan bahwa: “saya terlibat juga, dalam kontrol yang di lakukan

    UPK setiap tiga bulan sekali terhadap program PNPM khusus untuk SPP tidak ada kontrol yang

    mereka lakukan mereka hanya kontrol secara menyeluruh program PNPM di desa Winumuru.

    Kita kelompok SPP hanya di suruh setor uang pinjaman setiap bulan setelah itu tidak ada kontrol

    dan evaluasi dari UPK.”

    Berdasarkan pernyataan ketua kelompok Paluanda Lamahamu di atas, dapat disimpulkan

    bahwa pemahaman tentang monitoring dan evaluasi program PNPM oleh pengurus (FK dan

    UPK) masih terbatas pada hal umum dan tidak menyentuh akar permasalahan (usaha) yang

    dihadapi kelompok, khususnya kelompok SPP di Winumuru. Atau dengan kata lain, yang

    penting setoran atau pengembalian dana dari tiap anggota lancar, sudah cukup bagi FK dan UPK.

    Soal usaha yang dilakukan, sekalipun macet, tidak ada variasi usaha, dan terkesan tidak

    berkembang, bukan urusan FK dan UPK.

    6.2.2. Pemetaan Manfaat Program Simpan Pinjam Perempuan PNPM

    Setiap program pemerintah tentu diharapkan atau bertujuan dapat memberi manfaat sebesar-

    besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Demikian pula program SPP-PNPM yang dicanangkan

    pemerintah, diharapkan dapat membantu perempuan khususnya perempun dalam kategori rumah

    tangga miskin untuk ikut serta membantu suami, menunjang ekonomi keluarga. Selain

    bermanfaat bagi keluarga, harapannya dengan dibentuknya kelompok SPP khususnya di desa

    Winumuru, maka diharapkan kelompok juga dapat menerima manfaat dari program ini.

    Hasil wawancara dengan ketua kelompok Tahamemu Hamuduang, ibu Marta Konda Nguna

    menyangkut manfaat dari SPP bagi kelompok, pada intinya mengatakan bahwa: “kegiatan atau

    program SPP ini sangat bermanfaat bagi kami dan juga kelompok. Dari sisi ekonomi,

    manfaatnya adalah bisa merubah ekonomi keluarga anggota kelompok lebih baik dan perempuan

    belajar bisa cari uang bantu suami untuk biayai hidup keluarga; sedangkan manfaat sosialnya

  • adalah perempuan bisa mandiri dan bersosialisasi dengan orang lain lewat bisnis yang dia jalani

    dan biar suami tidak terlalu anggap remeh karena hanya tau minta uang dan bergantung sama

    suami; dan manfaat budaya yang bisa kami rasakan adalah bahwa perempuan dalam keluarga

    maupun dalam masyarakat lebih di hargai karena perempuan tidak hanya tau bergantung sama

    suami, tapi sudah bisa cari uang sendiri jadi di hargai sama keluarga dan masyarakat.”

    Mengenai manfaat sosial dan budaya yang dikemukakan oleh ketua kelompok di atas, tidak

    memiliki kesesuaian dengan jawaban-jawaban anggotanya ketika ditanyakan soal topik yang

    sama. Hampir semua anggota kelompok Tahamemu Hamuduang mengatakan bahwa mereka

    tidak merasakan manfaat sosial dan budaya dari kegiatan SPP pada aras kelompok. Kedua

    manfaat (sosial dan budaya) itu hanya dirasakan pada aras keluarga mereka. Di kelompok tidak

    ada manfaat sosial dan budaya, dengan alasan utama tidak pernah ada rapat atau pertemuan

    anggota untuk saling bersosialisasi. Untuk lebih jelasnya pernyataan para anggota kelompok

    dapat diformulasikan dalam tabel di bawah ini:

    Tabel 6.4

    Manfaat Sosial dan Budaya SPP pada Aras Kelompok

    Berdasarkan Pernyataan Anggota KelompokTahamemu Hamuduang

    No Nama

    Anggota

    Jawaban Kesimpulan Peneliti

    1 Kristiani

    Tamu Apu

    Manfaat ekonomi : kalau mau omong manfaat

    ekonomi buat kelompok mungkin saya boleh

    bilang sudah cukup bantu kami perempuan

    dalam usaha cari uang bantu suami.

    Manfaat sosial : tidak ada manfaat sosial

    selama ini yang saya dapatkan dari kelompok.

    Manfaat Budaya : tidak ada manfaat budaya

    yang saya dapat dari kelompok.

    Ekonomi : cukup

    bantu perempuan

    usaha bantu

    suami cari uang.

    Sosial dan budaya

    : tidaka ada.

    2 Erlika Rambu

    Mburu

    Manfaat ekonomi : dengan adanya dana

    pinjaman simpan pinjam perempuan kami

    perempuan merasa lebih diperhatikan dan dari

    uang pinjaman ini kami bisa pakai usaha

    Ekonomi :

    perempuan lebih

    diperhatikan,

    dana pinjaman

  • untuk bisa penuhi kebutuhan keluarga dalam

    rumah tangga.

    Manfaat sosial : manfaat sosial dalam

    kelompok tidak ada.

    Manfaat budaya : manfaat budaya dalam

    kelompok juga tidak ada.

    bisa pakai untuk

    penuhi kebuthan

    keluarga.

    Manfaat sosial

    dan budaya :

    tidak ada.

    3 Irna Hana

    Yowa

    Manfaat ekonomi : kami masing-masing bisa

    cari uang untuk bantu suami beli kebutuhan

    yang kurang dalam rumah tangga.

    Manfaat sosial : untuk dalam kelompok

    sendiri selama ini saya tidak pernah rasa ada

    manfaat sosial maupun manfaat budaya.

    Ekonomi :

    masing-masing

    bisa bantu suami

    cari uang beli

    kebutuhan dalam

    rumah tangga.

    Tidak ada

    manfaat sosial

    dan budaya di

    kelompok

    4 Kahi Ana Awa Manfaat ekonomi : dengan dana simpan

    pinjam yang dikasih kami kelompok bisa cari

    uang untuk keluarganya kami masing-masing.

    Manfaat sosial dan budaya: saya pikir tidak

    ada manfaat sosial maupun budaya yang saya

    dapatkan dari kelompok.

    Ekonomi :

    kelompok bisa

    cari uang kasih

    keluarga masing-

    masing.

    Sosial dan

    budaya: tidak ada.

    5 Vina Kahi

    Timba

    Manfaat ekonomi : keadaan ekonomi keluarga

    yang dapat bantuan dana SPP PNPM sedikit

    lebih baik dari sebelumnya, sudah terlalu

    susah untuk cari uang untuk makan sehari-

    hari.

    Manfaat sosial dan budaya : untuk manfaat

    sosial dan budaya dalam kelompok saya pikir

    Ekonomi :

    keadaan ekonomi

    keuarga penerima

    bantuan dana

    pinjama sedikit

    lebih baik.

    Sosial dan budaya

  • tidak ada, rapat atau diskusi sesama anggota

    dalam kelompok saja tidak pernah ada.

    : tidak ada karena

    tidak pernah ada

    rapat atau diskusi

    kelompok.

    6 Mina Rambu

    Tamar

    Manfaat ekonomi : kami bisa mandiri cari

    uang bantu suami untuk beli makan sehari-

    hari kasih keluarga dan setidaknya kami

    perempuan yang dapat dana SPP-PNPM

    hidupnya sedikit lebih sejahtera secara

    ekonomi.

    Manfaat sosial dan budaya: tidak ada manfaat

    sosial dan budaya yang saya dapat dari

    kelompok.

    Ekonomi : bisa

    mandiri bantu

    suami cari uang

    kasih keluarga.

    Lebih sejahtera.

    Sosial dan budaya

    : tidak ada.

    7 Rina Ata

    Hawu

    Manfaat ekonomi : kami ibu-ibu yang

    tergabung dalam kelompok sudah bisa cari

    uang untuk keluarga, jadi tidak terlalu harap

    suami terus yang kasih kami uang.

    Manfaat sosial dan budaya : tidak ada manfaat

    sosial maupun budaya dalam kelompok

    karena anggota jarang ada pertemuan.

    Ekonomi : ibu-

    ibu sudah bisa

    cari uang untuk

    keluarga.Tidak

    harap suami.

    Sosial dan budaya

    : tidak ada.

    8 Sarce Ana

    Mbabang

    Manfaat ekonomi : kami ibu-ibu bisa belajar

    cari uang untuk kasih makan keluarga.

    Manfaat sosial dan budaya : dalam kelompok

    selama ini saya rasa tidak ada manfaat sosial

    maupun manfaat budaya yang saya dapatkan

    dari kelompok.

    Ekonomi : ibu-

    ibu bisa belajar

    cari uang buat

    keluarga.

    Sosial dan budaya

    : tidak ada.

    Sumber: Data Primer 2013, diolah

    Berdasarkan jawaban-jawaban dari informan (anggota) kelompok Tahamemu

    Hamuduang di atas, aras kelompok juga tidak ditemukan manfaat ekomoni, sebab hasil usaha

    yang mereka terima hanya diperuntukan bagi keluarga, tidak ada iuran anggota yang bertujuan

    “menggerakkan” kelompok ke arah yang lebih maju (positif). Artinya dana yang dicairkan dari

  • UPK diterima dan “dibagi” habis bagi kelompok, jadi secara ekonomi kelompok tidak mengelola

    dana khusus yang bisa dipinjam atau dipinjamkan oleh mereka yang bukan anggota, sehingga

    memberi manfaat ekonomi bagi kelompok. Realitas yang terjadi adalah manfaat ekonomi di aras

    keluarga “diangkat” ke tingkat yang lebih tinggi dan diklaim sebagai manfaat ekonomi

    kelompok. Faktanya kelompok tidak mengelola anggaran, semisal dari iuran anggota bagi

    keberlanjutan kelompok.

    Hal senada (manfaat ekonomi, sosial, dan budaya) juga terjadi pada kelompok Paluanda

    Lamahamu, ketua kelompok dan bendahara “mengklaim” bahwa ada manfaat ekonomi, sosial,

    dan budaya yang dirasakan pada aras kelompok. Seperti yang dikatakan ketua kelompok ini,

    Agustina Pakuwali, bahwa: “Manfaat ekonomi yang bagi kelompok adalah adanya peningkatan

    ekonomi dalam keluarga anggota kelompok (perempuan) bisa cari uang bantu suami untuk

    biayai hidup keluarga; dan manfaat sosialnya adalah perempuan bisa mandiri dan kalau dalam

    mencari uang biar suami tidak terlalu anggap remeh karena hanya tau minta uang dan bergantung

    sama suami; sedangkan untuk manfaat budaya, dijelaskan perempuan dalam keluarga maupun

    dalam masyarakat tidak lagi dianggap sepele karena selama ini perempuan hanya tau bergantung

    sama suami, tapi sekarang istri sudah bisa cari uang sendiri jadi di hargai sama keluarga.”

    Mencermati jawaban yang diberikan oleh sang ketua kelompok, dan bila

    membandingkannya dengan jawaban-jawaban dari para anggota, maka hasilnya menunjukan

    pertentangan atau kontradiktif. Artinya anggota kelompok tidak merasakan adanya manfaat

    sosial dan budaya yang mereka rasakan pada aras kelompok. Mereka berpendapat bahwa tidak

    ada rapat dan komunikasi antar anggota tidak terjadi secara intens sehingga manfaat sosial dan

    budaya tidak ada pada aras kelompok. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa solidaritas

    kelompok cukup rapuh, sebab setiap anggota berusaha sendiri dengan usahanya dan tidak pernah

    mendapat atau menerima bimbingan usaha dari ketua yang selalu diundang untuk ikut

    monitoring dan evaluasi oleh FK dan UPK tiga bulan sekali.

    Semua anggota mengatakan bahwa terdapat manfaat ekonomi, namun polanya sama

    dengan yang diungkapkan oleh anggota kelompok Tahamemu Hamuduang. Artinya ada

    semacam klaim bahwa keberhasilan atau manfaat ekonomi yang diterima anggota dalam

    keluarga diketengahkan sebagai manfaat ekonomi kelompok. Realitanya kelompok ini juga tidak

    mengelola dana (seperti iuran anggota) sebagai bagian dari “menggerakkan” atau

    memberdayakan kelompok.

  • Selain itu, mengenai manfaat ekonomi, sosial, dan budaya dari kegiatan SPP pada aras

    keluarga, semua informan (20 orang sebagai anggota SPP) mengemukakan bahwa mereka

    merasakan manfaat ini dalam keluarga masing-masing.6 Bagi para informan, manfaat yang

    dirasakan adalah kebutuhan ekonomi keluarga semakin tercukupi, ruang gerak bagi isteri untuk

    bertemu dan besosialisasi dengan orang lain semakin terbuka, ada penghargaan tersendiri bagi

    ibu-ibu dalam masyarakat.

    Hal senada mengenai manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang dirasakan anggota

    kelompok SPP khususnya pada aras keluarga, juga disampaikan oleh Sekretaris Desa Winumuru

    bahwa “ berdasarkan pengamatan saya, ibu-ibu yang menjadi anggota SPP bisa lebih mandiri

    mencari uang untuk keluarga dan ekonomi keluarga semakin membaik, bisa untuk biaya sekolah

    anak; dan dalam masyarakat, ibu-ibu yang mengikuti kegiatan SPP ini lebih mudah bergaul,

    keluarga lebih di hargai dalam masyarakat; sedangkan dalam hal budaya khususnya bagi

    keluarga lebih diperhitungkan dalam adat di masyarakat dan istri semakin dihargai dalam

    keluarga.”7.

    Hal menarik yang perlu dikemukakan adalah bahwa dengan “eksisnya” para isteri mengikuti

    kegiatan SPP, dalam waktu yang akan datang (jika kegiatan SPP terus berlanjut), maka secara

    budaya menurut Ketua dan Bendahara Kelompok (kedua kelompok), “dapat merubah pemikiran

    laki-laki bahwa bukan hanya mereka yang dapat bekerja untuk keluarga, ada sikap saling

    menghargai dan menopang serta pengakuan bahwa kaum perempuan juga dapat membantu kaum

    pria dalam bekerja dan keluarga lebih di perhitungkan dalam adat istiadat di dalam keluarga

    maupun dalam masyarakat.”8 Tentu hal ini merupakan harapan yang perlu diapresiasi, dengan

    catatan bahwa kelompok perlu juga diberdayakan, didampingi, dan diberi pelatihan agar usaha

    yang mereka kembangkan tidak selalu seragam, yakni: berjualan (membuka kios dan jualan di

    pasar), dan beternak. Anggota kelompok perlu diberdayakan untuk mampu mengembangkan

    usaha yang lebih bervariasi, misalnya tenunan atau kain sumba yang belum tersentuh dalam

    usaha kelompok perlu dipertimbangkan prospek usahanya bagi kelompok.

    6.2.3. Pemetaan Dampak dari Program Simpan-Pinjam PNPM

    6Lihat lampiran, manfaat ekonomi, sisial, dan budaya yang dirasakan anggota pada aras keluarga.7Wawancara dengan Daniel Mila Meha (Sekdes), tanggal 15 Oktober 20138Wawancara dengan masing-masing ketua kelompok pada tanggal 16 dan 17 Oktober 2013

  • Dampak ekonomi, sosial dan budaya dari program simpan-pinjam PNPM bagi kelompok

    menurut Ketua dan Bendahara Kelompok dampak ekonomi ada peningkatan ekonomi dalam

    keluarga anggota kelompok lebih baik dan perempuan belajar bisa cari uang bantu suami,

    dampak sosial perempuan bisa mandiri dan bersosialisasi dengan orang lain lewat bisnis yang dia

    jalani dan suami tidak terlalu anggap remeh, dampak budaya perempuan dalam keluarga maupun

    dalam masyarakat lebih di hargai.

    Menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dampak ekonomi dapat membantu

    perekonomian keluarga masing-masing, sedangkan dampak sosial dan budaya tidak ada karena

    jarang ketemu dan rapat kelompok sesama anggota kelompok tidak saling mengenal. Satu dari

    mereka mengaku tidak mendapat pinjaman karena ketua kelompok tidak menyetor bunga

    pinjaman ke UPK. dan menurut Kelompok Tahamemu Hammu Duang dampak ekonomi keadaan

    ekonomi keluarga penerima bantuan dana pinjaman sedikit lebih baik. Dampak sosial dan

    budaya tidak ada karena tidak pernah ada rapat atau diskusi kelompok.

    Menurut satu Aparat Desa yaitu sekdes Dampak Ekonomi : ibu-ibu bisa lebih mandiri cari

    uang untuk keluarga. Ekonomi keluarga semakin membaik, bisa untuk biaya sekolah anak.

    Dampak Sosial : ibu-ibu lebih mudah bergaul, keluarga lebih di hargai dalam keluarga dan

    masyarakat. Dampak Budaya Keluarga lebih di perhitungkan dalam adat di masyarakat dan istri

    semakin dihargai dalam keluarga. Kepala Desa dan Pamong sendiri hanya berkomentar bilang

    kurang tahu karena tidak pernah ikut kegiatan SPP-PNPM.

    Dampak ekonomi dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri, dan anak-anak, menurut

    Ketua dan Bendahara Kelompok ada peningkatan ekonomi dalam keluarga anggota kelompok,

    dampak sosial perempuan bisa mandiri suami tidak terlalu anggap remeh, dampak budaya

    perempuan dalam keluarga maupun dalam masyarakat tidak lagi dianggap sepele. Menurut

    Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Kelompok Tahamemu Hammu Duang

    Dampak ekonomi membantu perekonomian keluarga menjadi semakin membaik. Sedangkan

    menurut Aparat Desa sekdes kehidupan keluarga lebih sejahtera, dan kepala desa dan pamong

    desa mengatakan kurang tahu karena tidak pernah ikut kegiatan SPP-PNPM dan tidak tau persis

    kegiatan usaha ibu-ibu yang dapat dana pinjaman dari SPP-PNPM.

    Dampak sosial dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri dan anak-anak Ketua dan

    Bendahara Kelompok Paluanda Lamahamu dan Kelompok Tahamemu Hamuduang Dampak

    Sosial: keluarga lebih di hargai baik itu di dalam keluarga, dan masyarakat.

  • Sedangkan menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Kelompok

    Tahamemu Hammu Duang mengatakan Dampak Sosial mereka lebih di hargai dalam pergaulan

    dan masyarakat kerena ekonomi keluarga yang sudah lebih baik dari sebelumnya. Menurut

    Aparat Desa salah satunya sekdes mengatakan lebih di hargai dalam pergaulan di

    masyarakat.Sedangkan kepala desa dan pamong desa mengatakan kurang tahu karena tidak

    pernah ikut kegiatan SPP-PNPM dan tidak tau persis kegiatan usaha ibu-ibu yang dapat dana

    pinjaman dari SPP-PNPM.

    Dampak budaya dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri dan anak-anak, menurut Ketua

    dan Bendahara Kelompok dampak budaya dapat merubah pemikiran laki-laki bahwa hanya

    mereka yang dapat bekerja untuk keluarga, ada sikap saling menghargai dan menopang serta

    pengakuan bahwa kaum perempuan juga dapat membantu kaum pria dalam bekerja, keluarga

    lebih di perhitungkan dalam adat istiadat di dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

    Menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Kelompok Tahamemu Hammu

    Duang dampak budaya lebih diperhitungkan dalam masyarakat karena sering sumbang uang saat

    tetangga dan keluarga acara dan keluarga karena ekonomi keluarga lebih baik.

    Menurut Aparat Desa Sekdes dampak budaya dalam adat budaya keluarga lebih

    diperhitungkan, kepala desa dan pamong desa kurang tahu karena tidak pernah ikut kegiatan

    SPP-PNPM dan kurang tahu karena tidak tau persis kegiatan usaha ibu-ibu yang dapat dana

    pinjaman dari SPP-PNPM.

    6.3.Partisipasi Perempuan Dalam Implementasi Program SPP PNPM Pada Aras

    Kelompok

    6.3.1. Pemetaan Partisipasi Perempuan, Penggunaan Dana SPP Dalam Keluarga

    Usaha perempuan sebelum menerima dana pinjaman PNPM mandiri dari hasil wawancara

    dengan Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu satu dari tujuh anggota semuanya tidak

    memiliki usaha. Hanya satu orang yang usaha jualan di pasar tradisional. Sedangkan anggota

    Kelompok Tahamemu Hammu Duang tujuh dari mereka tidak memilik usaha apa-apa, satu dari

    mereka memilik usaha buat kebun sayur saat musim panas.

    Keterlibatan perempuan dalam pengajuan dana pinjaman sebelum pengajuan dana simpan-

    pinjam PNPM Mandiri Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu istri sendiri yang minta

  • persetujuan suami untuk bisa pinjam dana di SPP-PNPM lewat diskusi Kelompok Tahamemu

    Hammu Duang.

    Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan dana pinjaman dari program simpan-pinjam

    PNPM Mandiri mulai dari alokasi, penggunaan, pencatatan, dan pelaporannya ke pengurus

    program Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu ada yang menggunakan semua dana

    untuk beli barang kios nota belanja di simpan untuk bukti laporan ke bendahara UPK. ada juga

    yang dana pinjaman dipakai untuk beli babi dan makanan babi. Catatan beli babi dan makanan

    babi di tulis dalam buku catatan sebagai bukti. Uang sebagian dipakai untuk beli ayam, sebagian

    di simpan untuk beli makanan ayam dan juga untuk beli kebutuhan sehari-hari. Uang dipakai

    untuk beli pinang kering, sirih, tembakau untuk dijual di pasar, sisanya di simpan untuk beli

    kebutuhan sehari-hari. Cerita tetang pengelolaan dana sebagai laporan. Uang dipakai untuk beli

    pinang muda diiris lalu di jemur dan buah kelapa yang sudah tua untuk dimasak jadi minyak

    kelapa untuk di jual ke pasar terdekat. Anak yang membantu membuat laporan.

    Sedangkan Kelompok Tahamemu Hammu Duang dua orang anggota suami mereka yang

    kelola sebagian untuk istri untuk beli barang kios dan istri buat laporan dalam buku catatan

    pengeluaran dan pemasukan, Suami yang kelola untuk beli ayam. Laporan suami yang urus, Istri

    sendiri terlibat dalam pengelolaan SPP. Uang dipakai untuk beli daun lontar, garam, kapur,

    pinang, sirih. Pengeluaran dicatat untuk laporan. Istri yang kelola beli barang kios. Nota belanja

    di simpan dan di salin dalam buku catatan. Istri yang terlibat dalam pengelolaan uang pinjaman

    atas kepercayaan suami. Beli barang kios, nota belanja barang sebagai bukti laporan. Suami-istri

    kelola sama-sama. Cari babi 2 bulan, beli pa’u. Laporan istri yang urus. Suami istri sama-sama

    kelola, Istri terlibat dalam pengelolaan dana SPP-PNPM melalui persetujuan setelah diskusi. beli

    sayur saat sayur yang ditanam sendiri belum bisa untuk dipanen, beli kelapa untuk buat minyak

    kelapa, beli sirih dan pinang. Catat pengeluaran dalam buku catatan untuk laporan.

    Gambaran pengelolaan usaha perempuan setelah dana pinjaman dari dari program simpan-

    pinjam PNPM Mandiri menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu ada yang buka

    kios, ada yang tiap hari tumbuk batang pisang untuk makanan babi, ayam dan ada pula yang

    usaha buat minyak kelapa murni dan setiap hari selasa, kamis dan sabtu kepasar tradisional untuk

    di jual. Kelompok Tahamemu Hammu Duang ada dua orang yang suaminya yang kelola, empat

    orang lainnya mereka sendiri yang kelola, dan dua orang lainnya mereka kerja sama dengan

    suami kelola usaha.

  • Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan usaha setelah dana pinjaman dari program

    simpan-pinjam PNPM Mandiri beberapa Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu

    mengatakan istri ikut terlibat langsung mulai dari pengadaan, pengelolaan sampai pemberian

    harga barang. Beberapa anggota Kelompok Tahamemu Hammu Duang dua orang mengatakan

    mereka tidak ikut terlibat dalam pengelolaan usaha, mereka hanya terlibat dalam pencatatan

    laporan pengeluaran dan pemasukan, tiga orang lainnya ikut terlibat langsung, dan tiga orang

    lainnya ikut terlibat bersama suami.

    Keterlibatan perempuan dalam pemasaran hasil usaha setelah dana pinjaman dari dari

    program simpan-pinjam PNPM Mandiri menurut tiga orang Anggota Kelompok Paluanda

    Lamma Hammu dan Kelompok Tahamemu Hammu Duang mereka tidak ada pemasaran hasil

    usaha, dan lima orang lainnya ikut terlibat dalam pemasaran hasil usaha ke pasar-pasar

    tradisional gantian sama suami saat suami sakit.

    Keterlibatan perempuan dalam pemanfaatan hasil usaha setelah dana pinjaman dari program

    simpan-pinjam PNPM Mandiri menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu istri

    sendiri yang manfaatkan hasil usaha setelah pinjaman dari SPP-PNPM. Berbeda dengan

    Kelompok Tahamemu Hammu Duang ada tiga orang anggota kelompok ini yang manfaatkan

    hasil usaha sama-sama dengan suami. Adapula dua orang anggota kelompok ini yang tidak ikut

    terlibat dalam pemanfaatan hasil usaha. Dua orang lainnya mereka mengaku mereka sendiri yang

    manfaatkan uang hasil usaha.

    Dampak dana pinjaman dari program simpan-pinjam PNPM Mandiri terhadap usaha

    perempuan menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu lima orang anggota

    kelompok ini mengatakan dana pinjaman SPP-PNPM sangat membantu perekonomian keluarga,

    empat orang lainnya mengatakan sedikit membantu, dan satu orang lainnya mengatakan cukup

    membantu. Sedangkan Kelompok Tahamemu Hammu Duang empat orang anggota mengatakan

    cukup membantu, tiga orang lainnya mengatakan sangat membantu memberi modal usaha,

    empat orang lainnya mengatakan cukup membantu membari modal usaha, satu orang lainnya

    mengatakan sedikit membantu dalam pemberian modal usaha.

    Dampak dana pinjaman dari program simpan-pinjam PNPM Mandiri terhadap keluarga

    menurut Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Tahamemu Hammu Duang sangat

    membantu perekonomian keluarga lebih sejahtera dan ada beberapa yang mengatakan cukup

    membantu perekonomian keluarga menjadi lebih baik.

  • Dampak dana pinjaman dari program simpan-pinjam PNPM Mandiri terhadap keluarga

    menurut beberapa Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Tahamemu Hammu Duang

    sangat membantu perekonomian keluarga, ada juga beberapa yang mengatakan cukup membantu

    perekonomian keluarga.

    Pemanfaatan hasil usaha perempuan setelah dana pinjaman dari program simpan-pinjam

    PNPM Mandiri anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu ada yang pemanfaatan hasil usaha

    di tabung sebagian untuk beli barang jualan, ada yang pakai untuk beli kebutuhan sehari-hari

    keluarga, beli pakaian anak, dan suami dan untuk bayar uang sekolah anak. Kelompok

    Tahamemu Hammu Duang ada dua orang anggota yang tidak ikut terlibat dalam pemanfaatan

    hasil usaha setelah dana pinjaman dari program SPP-PNPM, ada dua orang anggota yang ikut

    terlibat manfaatkan hasil usaha, ada tiga orang yang kelola untuk beli kebutuhan rumah tangga.

    6.3.2. Pemetaan Partisipasi Perempuan dalam Penggunaan Dana SPP

    Bila dalam keluarga, perempuan terlibat dalam pengajuan dana Simpan-Pinjam PNPM

    Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Tahamemu Hammu Duang mereka semua

    ikut terlibat dalam pengajuan dana pinjaman SPP-PNPM melalui diskusi dengan suami.

    Bila dalam keluarga, perempuan terlibat dalam pengelolaan dana pinjaman dari program

    Simpan-Pinjam PNPM Anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu ada enam orang anggota

    mereka sendiri yang kelola usaha barang, sisanya dua orang dia bekerja sama dengan suami

    kelola dana pinjaman dari SPP-PNPM. Sedangkan kelompok Tahamemu Hammu Duang ada dua

    orang anggota dimana suami mereka yang kelola dana pinjaman dari program SPP-PNPM,

    empat orang anggota dana pinjaman dari SPP-PNPM mereka sendiri yang kelola dana pinjaman

    SPP-PNPM dan dua orang lainnya mereka bekerja sama denga suami untuk mengelola dana

    pinjaman SPP-PNPM.

    Bila dalam keluarga, perempuan terlibat dalam pengelolaan usaha menurut beberapa anggota

    kelompok Paluanda Lamma Hammu ada enam orang istri sendiri yang kelola usaha mereka,

    sedangkan dua orang lainnya istri bekerja sama dengan suami kelola usaha. Sedangkan

    Kelompok Tahamemu Hammu Duang dua orang anggota justru suami mereka yang kelola

    usaha, tiga orang lainnya istri sendiri yang kelola, dan tiga orangnya lagi mereka kerja sama

    dengan suami kelola usaha.

  • Bila dalam keluarga, perempuan terlibat dalam pemasaran hasil usaha Anggota Kelompok

    Paluanda Lamma Hammu ada tiga orang tidak ada pemasaran hasil usaha, lima orang ikut dalam

    pemasaran hasil usaha. Sedangkan kelompok Tahamemu Hammu Duang yang ikut terlibat ada

    dua orang yang tidak ikut terlibat, yang satu orang ikut terlibat saat suami sakit dan suami minta

    untuk kepasar karena desakan ekonomi, ada dua orang anggota kelompok yang ke pasar untuk

    berjualan, sedangkan dua orang lainnya mereka gantian sama suami untuk berjualan di pasar.

    Bila dalam keluarga, perempuan terlibat dalam pemanfaatan hasil usaha, semua Anggota

    Kelompok Paluanda Lamma Hammu mereka sendiri yang manfaatkan uang hasil usaha.

    Sedangkan Kelompok Tahamemu Hammu Duang ada dua orang anggota yang uang hasil usaha

    dimanfaatkan oleh suami, ada juga dua orang anggota yang secara gantian dengan suami

    memanfaatkan hasil usaha, sedangkan sisanya anggota kelompok ini mereka sendiri yang

    manfaatkan uang hasil usaha untuk beli kebutuhan kebutuhan keluarga.

    6.3.3. Pemetaan Kontrol Dalam Program Simpan-Pinjam PNPM

    Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pengambilan dana pinjaman dana

    SPP-PNPM anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu dan anggota kelompok Tahamemu

    Hammu Duang mengatakan suami mereka yang ambil keputusan pengambilan dana pinjaman

    dana SPP-PNPM.

    Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan dana pinjaman dari SPP-

    PNPM anggota kelompok Paluanda Lama Hammu dan Tahamemu Hammu Duang masih ada

    diskusi anatar suami-istri memutuskan pengelolaan dana SPP-PNPM.

    Keterlibatan perempuan dalam dalam pengelolaan usaha anggota kelompok Paluanda Lama

    Hammu semua ikut terlibat dan ada beberapa anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang

    suami mereka yang kelola usaha tanpa campur tangan istri.

    Keterlibatan perempuan dalam pemasaran hasil usaha beberapa anggota kelompok Paluanda

    Lama Hammu Hanya jualan di rumah, ada juga yang ikut terlibat langsung berjualan di pasar

    tradisional di beberapa desa dan kecamatan terdekat. Beberapa anggota kelompok Tahamemu

    Hammu Duang tidak ikut terlibat berjualan di pasar tradisional atas ijin suami dan ada juga

    istrinya ikut terlibat karena suami gengsi untuk ikut berjualan di pasar tradisional.

    Keterlibatan perempuan dalam pemanfaatan hasil usaha anggota beberapa anggota kelompok

    paluanda lama hammu mereka yang manfaatkan uang hasil usaha. Anggota kelompok

  • Tahamemu Hammu Duang ada beberapa yang suami mereka yang manfaatkan uang hasil usaha,

    sebagiannya lagi mereka kelola bersama suami uang hasil usaha. Ada juga beberapa yang

    istrinya sendiri yang kelola uang hasil usaha.

    6.4.Pemetaan Manfaat Sosio-Ekonomi dan Budaya Program SPP- PNPM

    Manfaat ekonomi, sosial dan budaya dari program simpan-pinjam PNPM bagi semua

    anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang dan kelompok Paluanda Lamma Hammu dana

    pinjaman ini perempuan bisa cari uang sendiri tanpa harap suami, tidak di pandang sebelah mata

    oleh suami, dalam keluarga istri lebih di hargai dan lebih di perhitungkan dalam keluarga juga

    diakui dan dihargai dalam budaya sumba.

    Manfaat ekonomi dari Simpan-pinjam PNPM bagi keluarga secara umum, sebagian anggota

    kelompok Paluanda Lamma Hammu dan anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang

    mengatakan cukup membantu menunjang kebutuhan ekonomi keluarga, sebagian anggota

    kelompok juga mengatakan sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Ada juga

    beberapa yang mengatakan dengan dana pinjaman ini perekonomian keluarga semakin membaik.

    Manfaat ekonomi, sosial dan budaya dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, sebagian anggota

    kelompok Paluanda Lamma Hammu dan anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang

    mengatakan tanggungan suami agak ringan dan suami lebih di hargai dan di perhitungkan dalam

    masyarakat dan keluarga karena ekonomi keluarga sudah mapan.

    Manfaat ekonomi, sosial dan budaya dari Simpan-pinjam PNPM bagi anak-anak sebagian

    anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu dan anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang

    mengatakan bisa beli kebutuhan anak, lebih di hargai dalam masyarakat dan punya banyak teman

    di sekolah. dua orang anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang belum memiliki anak.

    Secara umum, yang paling banyak memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan budaya dari dari

    program simpan-pinjam anak-anak, sebagian anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu

    mengatakan sama rata, ada satu orang anggota kelompok Paluanda Lama Hammu yang

    mengatakan yang paling banyak memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan budaya adalah tiga

    orang anaknya yang sekolah di SMA. Dua anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang

    mengatakan suami mereka yang paling banyak dapat manfaat ekonomi, sosial dan budaya dari

    program simpan pinjam baik itu manfaat sosial, ekonomi dan budaya karena suami mereka yang

    mengelola dana pinjaman yang didapat. Ada juga beberapa dari mereka yang mengatakan satu

  • keluarga sama-sama rasa manfaat dan ada juga beberapa anggota yang mengatakan bahwa

    manfaat ekonomi dan budaya satu keluarga sama-sama rasa manfaatnya tetapi manfaat sosial

    istri yang paling dapat manfaatnya, karena istri lebih dihargai dalam keluarga.

    6.5.Pemetaan Dampak Program SPP - PNPM

    Dampak ekonomi, sosial dan budaya dari program simpan-pinjam PNPM bagi perempuan

    anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu beberapa anggota kelompok mengatakan dengan

    dana SPP-PNPM, istri bisa mandiri cari uang sendiri tanpa harap suami, suami lebih hargai baik

    itu dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Anggota Kelompok Tahamemu Hammu Duang

    mengatakan perempuan bisa mandiri cari uang untuk keluarga, lebih percaya diri karena suami

    hargai dan di perhitungkan dalam keluarga dan bisa belajar bisnis, baca peluang bisnis juga, bisa

    punya teman baru.

    Dampak ekonomi dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri, dan anak-anak, semua

    anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu mengatakan Perekonomian keluarga semakin

    membaik. Semua Anggota Kelompok Tahamemu Hammu Duang mengatakan mampu

    sekolahkan anak, dan beli kebutuhan makan sehari-hari.

    Dampak sosial dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri, dan anak-anak, hampir semua

    anggota Kelompok Paluanda Lamma Hammu mengatakan keluarga lebih di hargai dalam

    keluarga dan masyarakat sekitar dan dalam kehidupan masyarakat karena kondisi ekonomi

    keluarga lebih baik. Semua anggota kelompok Tahamemu Hammu Duang mengatakan lebih di

    hargai dalam pergaulan di masyarakat dan pergaulan sehari-hari.

    Dampak budaya dari Simpan-pinjam PNPM bagi suami, isteri, dan anak-anak, menurut

    semua anggota kelompok Paluanda Lamma Hammu dan Kelompok Tahamemu Hammu Duang

    keluarga mereka lebih dihargai dan perhitungkan dalam adat, keluarga masyarakat dan banyak

    yang mau bergaul. Hal inilah yang sampai saat ini merupakan kebiasaan (behaviour) bagi setiap

    masyarakat suku Sumba pada umumnya.