bab vi - irbang ii
DESCRIPTION
irbangTRANSCRIPT
Irigasi dan Bangunan Air II.
BAB VI . PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS
BAWAH.
V.1 DASAR PERENCANAAN PINTU PEMBILAS.......................................194
V.1.1 Fungsi pintu pembilas. 194
V.1.2 Prinsip Kerja Pembilas Bawah. 194
V.1.3 Angkutan sedimen. 195
V.1.4 Dasar perhitungan yang digunakan. 197
V.1.5 Grafik pembilas bawah. 201
V.2 PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH..................................................211
V.2.1 Penentuan lebar ( b') dan panjang (L) pembilas bawah. 211
V.2.2 Penentuan tinggi pembilas bawah. 213
V.2.3 Masalah terbentuknya rongga udara dibawah plat pembilas bawah. 214
V.2.4 Contoh perhitungan. 215
Poiliteknik Negeri Pontianak
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 2
BAB VI
PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH.
1 DASAR PERENCANAAN PINTU PEMBILAS.
1.1 Fungsi pintu pembilas.
Pintu pembilas pada suatu bendung berfungsi untuk membilas sedimen yang
tertimbun didepan bendung. Dengan membuka pintu pembilas, maka sedimen yang ada
dapat digelontor. Namun seringkali penggelontoran ini harus dibantu dengan mengeruk
sedimen yang tertimbun tersebut.
Pada bendung sederhana pintu pembilas ini merupakan pintu sorong biasa yang
diletakkan berdampingan dengan mercu bendung. Namun pada bendung yang diletakkan
pada sungai yang banyak membawa sedimen, pintu pembilas tersebut perlu dilengkapi
pembilas bawah.
1.2 Prinsip Kerja Pembilas Bawah.
Konstruksi suatu pembilas bawah pada dasarnya adalah pintu pembilas yang
dilengkapi dengan plat beton yang mendatar yang membagi dua kedalam air didepan
pintu.
Gambar 6.1 Prinsip bentuk Pembilas Bawah.
Dengan demikian terbentuk
terowongan antara plat beton dengan dasar saluran atau lantai bendung. Pintu dihilir
terowongan ini harus selalu terbuka agar selalu terjadi aliran melalui terowongan ini.
Kecepatan aliran ini harus cukup kuat untuk mengangkut sedimen yang tidak
dikehendaki masuk kesaluran. Namun demikian debit yang mengalir terowongan ini
tidak boleh mengurangi debit yang harus dialirkan ke intake. Dengan demikian
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 3
pembilas bawah ini difungsikan dengan membuka pitu pembilas bawah, selama debit
sungai masih lebih besar dibanding dengan debit yang diperlukan untuk intake dan
pembilas bawah. Pada debit kecil, dimana debit hanya cukup untuk intake, maka
pintu pembilas bawah ditutup.
1.3 Angkutan sedimen.
1. Jenis-jenis sedimen.
Banyaknya sedimen yang masuk ke saluran harus dibatasi baik jumlah maupun
diameternya. Berdasarkan diamaternya, butir-butir atau partikel tanah menurut USDA
( United States Departement of Agriculture ) dibagi atas :
a. Gravel ( kerikil ) diameter lebih dari 1,00 mm.
b. Sand ( pasir ) diameter 0,05 mm - 1,00 mm.
c. Silt ( debu ) diameter 0,002 mm - 0,05 mm.
d. Clay ( lempung ) lebih kecil dari 0,002 mm.
Dari keempat jenis partikel tersebut, partikel debu dan lempung masih boleh masuk
kesaluran karena diperlukan untuk kesuburan tanah. Tapi jenis pasir dan kerikil tidak boleh
masuk ke saluran karena akan menyumbat atau memperkecil penampang saluran.
Berdasar gerakan sedimennya, angkutan sedimen pada saluran terbagi atas dua
jenis :
a. Sedimen dasar ( Bed Load ).
b. Sedimen Layang ( Suspended Load ).
Seringkali dibedakan juga adanya sedimen loncat ( Saltation Load ), yaitu
sedimen yang gerakannya meloncat-loncat, kadang-kadang berupa sedimen dasar dan
kadang-kadang berupa sedimen layang.
Pergerakan sedimen didalam air bergantung antara lain dari faktor - faktor :
a. Kecepatan dan arah aliran.
b. Turbulensi aliran.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 4
c. Butir/gradasi bahan sedimen.
d. Berat Jenis sedimen.
e. Bentuk butir sedimen.
f. Suhu.
g. Dsb.
Oleh karenanya maka dalam mempelajari angkutan sedimen ini kita harus
mengenal sedimen yang akan masuk kesaluran maupun kondisi aliran pada saluran itu
sendiri.
2. Grafik Hjulstrom.
Grafik Hjulstrom berikut ini memberikan hubungan antara angkutan sedimen pada
diamater tertentu dengan kecepatan aliran. Sebagai sumbu mendatar dari grafik tersebut
adalah diamater butir dalam mm. Sedangkan sebagai sumbu tegak adalah kecepatan aliran
dalam cm/detik. Pada grafik tersebut terdapat dua garis lengkung. Untuk nilai-nilai
dibawah garis bawah menunjukkan kondisi tidak ada angkutan.
Sedang untuk nilai-nilai diatas garis atas menunjukkan kondisi terjadinya
penggerusan. Nilai diantara kedua garis tersebut menujukkan peralihan, dimanauntuk
sedimen yang terangkut aliran baru akan mengendap kalau nilainya sampai pada garis
bawah sedang untuk sedimen yang mengendap baru akan terlepas dari dasarnya pada saat
kecepatan mencapai garis atas.
Sebagai contoh untuk dasar sungai yang terdiri dari butir tanah dengan diamater 1
mm, baru akan tergerus pada kecepatan 30 cm/detik. (perpotongan garis diamater 1mm
dengan garis lengkung yang diatas ). Namun setelah butir ini terangkut, sedimen tersebut
baru akan mengendap pada kecepatan yang lebih rendah yaitu 10 cm/detik ( perpotongan
garis diamater 1 mm dengan garis lengkung yang dibawah ). Jadi untuk mengendapkan
kembali butir yang sudah terangkut diperlukan kecepatan yang lebih rendah dibanding
dengan kecepatan pada saat butir tersebut mulai terangkut.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 5
Dari grafik tersebut juga kita lihat bahwa untuk diameter butir dibawah 0,2 mm,
semakin kecil diamater butirnya semakin tinggi kecepatan aliran yang diperlukan untuk
melepas butir tanah dari dasar sungai menjadi sedimen yang terangkut aliran. Ini bisa
dipahami karena tanah yang berbutir halus akan mempunyai kohesifitas yang lebih tinggi
dari tanah berbutir kasar. Sehingga untuk kecepatan100 cm/detik misalnya, diamater yang
mulai terangku adalah 0,003 dan 6 mm. Dari grafik tersebut juga kita lihat bahwa untuk
sedimen berbutir halus, tidak mungkin mengendap walau kecepatan sudah mencapai 0,1
cm/detik.
Selain grafik Hjulstrom tersebut, masih ada beberapa grafik yang serupa yang
memberikan gambaran hubungan antara kecepatan aliran dengan diamater butir yang dapat
diangkut. Namun dalam perencanaan Pembilas Bawah ini grafik Hjulstrom ini yang akan
digunakan sebagai dasar.
Gambar 6.2 Grafik Hjulstorm.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 6
1.4 Dasar perhitungan yang digunakan.
1) Debit aliran diatas mercu bendung.
Untuk aliran melalui mercu bendung, besarnya debit tergantung dari bentuk mercu
yang bersangkutan.
Untuk mercu bulat DPMA misalnya, besarnya debit adalah :
Qb = B' X q
dimana :
Qb = Debit aliran diatas mercu bendung.
B' = Lebar netto mercu.
q = Debit persatuan lebar, berdasar grafik DPMA.
Kalau menggunakan mercu USBR, maka besarnya debit aliran diatas mercu
bendung dihitung menurut rumus :
Qb = C. B' . H3/2
dimana :
Qb = Debit aliran diatas mercu bendung.
B' = Lebar Netto bendung.
C = Koeffisien pengaliran bendung.
H = Tinggi muka air diatas mercu.
2) Debit masuk ke intake.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 7
Debit aliran yang masuk ke intake, besarnya tetap sesuai dengan luas
pelayanannya. Besarnya debit dihitung berdasar rumus :
Qs = A. a
dimana :
Qs = Debit yang dialirkan ke saluran induk/intake.
A = Luas areal yang dilayani ( Ha ).
a = Kebutuhan air irigasi ( lt/dt/ha ).
3) Debit melalui atas pintu pembilas.
Besarnya debit melalui atas pintu pembilas, dapat dihitung menurut rumus :
Qp = C . B . H3/2
dimana :
Qp = Debit melalui atas pintu pembilas.
B = Lebar pintu bilas.
C = Koeffisien pengaliran yang dihitung menurut rumus :
C = ( 1,78 + 0,27 ( t/m ) )
m = tinggi pintu.
t = tinggi air diatas pintu ( = H )
4) Debit melalui bawah pintu bilas.
Perhitungan debit melalui bawah pintu bilas tergantung pada kondisi aliran yang
terjadi.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 8
Gambar 6.3 Berbagai kondisi aliran melalui pembilas bawah.
Pada kondisi (a), atau (b), besarnya debit dapat dihitung menurut rumus :
Namun untuk kondisi (c), pengaruh aliran yang melimpah dari atas pintu akan
mempengaruhi besarnya debit yang mengalir melalui bawah pintu. Karena itu penggunaan
rumus tersebut tidak dapat digunakan secra tepat. Untuk itu DPMA telah melakukan
serangkaian percobaan yang menghasilkan grafik aliran pada berbagai keadaan seperti
pada gambar berikut ini.
Dari grafik tersebut didapat besarnya debit yang melalui atas dan bawah pintu.
Debit tersebut setelah dikurangi dengan Qp ( besarnya debit yang melewati atas pintu ),
akan didapat Qu ( debit yang melewati bawah pintu ).
5) Debit menuju Pembilas bawah.
Besarnya debit menuju pembilas bawah merupakan jumlah dari debit melalui atas
dan bawah pintu bilas ditambah dengan debit menuju saluran induk atau intake, atau :
Q1 = Qp + Qu + Qs
6) Debit menuju bendung.
Debit aliran menuju bendung, merupakan jumlah dari debit menuju pembilas
bawah ditambah dengan debit melalui atas mercu, atau :
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 9
Qt = Q1 + Qb
7) Kecepatan aliran menuju bendung.
Kecepatan aliran menuju bendung dihitung berdasar rumus :
Va = Qt / ( b . h )
dimana :
Va = Kecepatan aliran menuju bendung.
Qt = Debit menuju bendung.
b = lebar sungai.
h = kedalaman aliran dihulu bendung.
Berdasar kecepatan ini dapat dihitung ukuran butir yang dapat diangkut oleh aliran
( garis atas grafik Hjulstrom ), yang dinyatakan sebagai d. Berdasar diamater d ini dapat
dihitung kecepatan yang dapat mengendapkan butir tersebut ( garis bawah grafik
Hjulstrom ), kecepatan ini disebut kecepatan kritis ( Vcr ).
8) Kecepatan aliran mendekati pembilas bawah.
Kecepatan aliran mendekati pembilas bawah ini dihitung menurut rumus :
V1 = Q1 / ( b' . h' )
dimana :
V1 = Kecepatan mendekati pembilas bawah.
Q1 = Debit menuju pembilas bawah.
b' = lebar pelat pembilas bawah..
h' = kedalaman aliran didepan plat pembilas bawah.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 10
Perlu diperhatikan bahwa ukuran b' itu biasanya diukur serong dan h' itu
kemungkinan lebih besar dari kedalaman sungai karena adanya penurunan lantai didepan
plat pembilas bawah. Berdasar kecepatan aliran ini perlu dicek apakah kecepatan yang
terjadi tidak lebih kecil dari Vcr.
Kalau lebih kecil berarti akan terjadi pengendapan sedimen dimulut pembilas
bawah. Kalau ini terjadi maka aliran melalui bawah pintu harus diperbesar dengan
membuka bukaan pintu bilas bagian bawah.
9) Grafik hubungan antara Vcr dengan V1.
Dengan membuat grafik hubungan antara Vcr dengan V1 akan didapat batas pada
bukaan yang diperlukan pada setiap ketinggian muka air udik.
1.5 Grafik pembilas bawah.
Pada halaman-halaman berikut ini akan disampaikan grafik hubungan antara tinggi
muka air udik pada suatu pembilas bawah dengan debit yang dialirkan oleh pembilas
bawah, baik yang melalui atas pintu bilas maupun yang melalui atas dan bawah pintu bilas.
Grafik tersebut digambar kembali berdasar hasil penyelidikan yang dilakukan oleh
Ir. Moch. Memed Dipl. HE dengan ir. Syarief Sadikin DJ. dari DPMA ( Direktorat
Penyelidikan Masalah Air ) Bandung, yang dikutip dari buku “ PENGELAK
ANGKUTAN SEDIMENT TYPE UNDERSLUICE DENGAN PERENCANAAN
HIDROLISNYA “
Dalam buku tersebut di sampaikan hasil percobaan di laboratorium untuk pembilas
bawqah dengan panjang plat ( L ) dengan ukuran 6,00 meter, 9 meter, 12,00 meter, 15
meter dan 18,00 meter. Namun yang dikutip disini, karena ditujukan untuk perencanaan
bendung sederhana, hanya untuk panjang plat ( P ) sebesar 6,00 meter. Sedangkan tinggi
lubang pembilas bawah ( D ) yang disampaikan dalam laporan tersebut, besarnya 1,00
meter, 1,50 meter dan 2,00 meter. Dan yang dikutip disini hanya untuk besarnya lubang
( P ) sebesar 1,00 meter dan 1,50 meter. Ketinggian pintu atas pembilas bawah ( P ) diukur
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 11
dari atas plat pembilas bawah yang dilaporkan dalam buku tersebut besarnya 1,00 meter,
1,50 meter, 2,00 meter, 2,50 meter dan tak terhingga. Dan pada halaman berikut ini untuk
ketinggian pintu tak terhingga tidak dikutip.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 12
Gambar 6.4 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,00 meter dan D = 1,00 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 13
Gambar 6.5 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,50 meter dan D = 1,00 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 14
Gambar 6.6 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,00 meter dan D = 1,00 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 15
Gambar 6.7 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,50 meter dan D = 1,00 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 16
Gambar 6.8 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,00 meter dan D = 1,50 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 17
Gambar 6.9 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,50 meter dan D = 1,50 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 18
Gambar 6.10 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas
dan bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,00 meter dan D = 1,50
meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 19
Gambar 6.11 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan
bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,50 meter dan D = 1,50 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 20
2 PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH.
2.1 Penentuan lebar ( b') dan panjang (L) pembilas bawah.
Yang dimaksud dengan lebar dan panjang pembilas bawah adalah sesuai dengan
gambar VI.11. berikut ini.
Gambar 6.12 Denah pembilas bawah.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 21
Pada dasarnya lebar pembilas bawah ( b' ) tergantung dari lebar pintu pembilas
( B ), namun lebih lebar karena posisinya yang miring. Sedangkan panjang pembilas
bawah ( L ), pada dasarnya tergantung dari panjang pilar serta kedudukan intake.
Pertimbangan lain dalam penentuan lebar dan panjang pembilas bawah adalah
sebagai berikut :
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 22
a. Kecepatan menuju pembilas bawah.
Kecepatan aliran menuju pembilas bawah ( V1 ), harus bernilai sekitar 1,00 sampai
1,50 meter per detik, agar diameter butir yang dapat terangkut dan masuk ke terowongan
pembilas bawah berkisar 20 sampai 50 mm. Dan dengan kecepatan itu pula diameter butir
yang menjadi sedimen layang berkisar antara 0,5 mm sampai 0,7 mm.
b. Posisi intake dan pembilas bawah.
Lebar dan panjang pembilas bawah harus memberikan posisi yang baik terhadap
intake dan pembilas bawah itu sendiri, sehingga aliran yang masuk ke intake merupakan
tikungan dan pembilas bawah tersebut terletak pada tikungan luar. Dengan demikian maka
sedimen dasar yang terangkut akan terlempar ke tikungan luar dan jatuh diluar pembilas
bawah.
c. Pengoperasian pintu pada berbagai debit.
Lebar dan panjang pembilas bawah bersama dengan ukuran bukaan pintu dan
ukuran bendung secara keseluruhan, harus dapat menjamin dapat dioperasikannya
pembilas bawah dengan baik pada berbagai debit sungai. Pada debit kecil, pembilas bawah
masih dapat dioperasikan karena dengan bukaan yang kecil kecepatan aliran menuju
pembilas bawah masih mampu mengangkut endapan yang mungkin bertumpuk didepan
pembilas bawah. Begitu juga pada debit besar, pembilas bawah juga masih dapat
dioperasikan karena diameter butir sedimen yang terbawa masuk ke terowongan pembilas
bawah masih belum cukup besar sehingga tidak merusak pembilas bawah.
2.2 Penentuan tinggi pembilas bawah.
Penentuan tinggi pemblias bawah, terutama didasarkan atas pertimbangan bentuk
diagram konsentrasi sedimen pasir ( Cp ), konsentrasi sedimen lempung/clay ( Cc ) dan
konsentrasi sedimen lumpur / silt ( Cs ), sebagai pada gambar VI.12. berikut ini.
Dari grafik tersebut konsentrasi pasir semakin dekat kepermukaan semakin kecil
dan melonjak besar pada kedalaman 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman. Sedangkan untk
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 23
sedimen lempung dan sedimen lumpur hampir sama konsentrasinya baik didekat
permukaan air maupun didasar saluran.
Dengan mengambil tinggi plat pembilas sekitar 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman,
diharapkan sebagian besar sedimen pasir dapat masuk ke terowongan pembilas bawah.
Perlu pula diperhatikan bahwa akibat turbulensi, kemungkinan terjadi loncatan-loncatan
sedimen dari sedimen dasar menjadi sedimen layang. Untuk itu karena bergeraknya lapisan
angkutan dasar itu berkisar 0,5 sampai 0,7 meter, maka sebaiknya juga tinggi plat pembilas
bawah ini lebih besar dari 0,7 meter.
Gambar 6.13 Diagram konsentrasi pada pembilas bawah.
Selain itu agar lobang terowongan pembilas bawah ini tidak tersumbat oleh butiran
batu yang terangkut, maka tinggi plat pembilas ini harus jauh lebih besar dari diameter
batu yang mungkin masuk. Dan sebaiknya pula didepan pembilas bawah ini dilengkapi
kisis-kisi penahan sampah untuk membatasi besarnya batu maupun sampah yang masuk.
Kalau kedudukan plat pembilas ini terlalu tinggi, maka kecepatan aliran dibawah plat
pembilas bawah ini akan sangat kecil sehingga tidak mampu mendorong batu yang masuk.
Sebaliknya kalau kecepatan terlalu tinggi, kemungkinan terjadi kerusakan akibat gerusan
batu cukup besar. Dilihat dari segi pelaksanaan, maka tinggi plat pembilas bawah ini tidak
kurang dari 1,00 meter, sehingga kalau terjadi kerusakan atau penyumbatan masih bisa
dilakukan pembersihan atau perbaikan.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 24
Penentuan panjang serta bentuk plat pembilas bawah ini juga akan mempengaruhi
terbentuknya turbulensi dimulut pembilas bawah. Turbulensi yang tinggi perlu dicegah
agar konsentrasi sedimen layang tidak membesar dan sedimen dasar tidak terkocok
meloncat keatas. Untuk mencegah turbulensi ini selain membatasi kecepatan aliran menuju
pembilas bawah, juga dapat diatasi dengan membuat mulut pembilas bawah mengikuti
garis arus ( streamline ), misalnya dengan membuat lantai pembilas bawah diperpanjang
atau dengan membuat peralihan antara pembilas bawah dengan lantai udik bendung
maupun dasar sungai sebaik mungkin.
2.3 Masalah terbentuknya rongga udara dibawah plat pembilas bawah.
Rongga udara dibawah plat pembilas bawah akan terjadi kalau :
- Pintu dibuka penuh a = D.
- Muka air hilir terlalu rendah.
- Muka air udik terlalu rendah sehingga tidak melimpah di mercu.
- Keadaan muka air udik lainnya.
Terjadinya rongga udara dibawah plat pembilas bawah ini juga akan membentuk
pusaran air ( vortex ) dipermukaan air dihulu pembilas bawah. Akibat terjadinya rongga
udara ini menyebabkan tekanan keatas pada plat pembilas oleh air menjadi hilang sehingga
plat menerima tambahan beban berat sendiri air yang berada diatas plat. Selain itu
terjadinya rongga udara ini dapat menimbulkan terjadinya gejala kavitasi yaitu terjadinya
tekanan negatif pada plat pembilas. Tekanan negatif ini dapat merusak plat pembilas
bawah itu sendiri.
Untuk menghindari terjadinya rongga ini, maka dalam perencanaan pembilas
bawah perlu diusahakan :
a. Membuat ambang dihilir plat sehingga terjadi effek back water.
b. Membulatkan ujung plat pembilas bawah.
Sedangkan dalam pengoperasian pintu perlu di perhatikan :
a. Apabila terjadi pusaran air, pintu bilas bagian bawah diturunkan.
b. Selalu dijaga agar selalu terjadi limpahan air di atas pintu bilas bagian atas.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 25
-
Gambar 6.14 Ambang hilir pembilas bawah.
2.4 Contoh perhitungan.
Sebagai contoh perhitungan diambil bendung Cikaso seperti gambar V.11 berikut
ini. Data dari bendung tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lebar bendung : 52,00 meter.
2. Jumlah dan Lebar pilar : 3 buah pilar jembatan @ 1,00 meter .
1 buah pilar bendung @ 2,00 meter.
1 buah pilar pembilas @ 1,50 meter.
3. Lebar pintu bilas : 2 buah @ 2,50 meter.
4. Lebar plat pembilas: 8,50 meter.
5. Kedalaman air banjir : 6,85 meter.
6. Tinggi pembendungan : 3,35 meter.
Lebar netto bendung tersebut adalah sebagai berikut :
B' = B - b - p - 2 ( n Kp + Ka ) H
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 26
dimana :
B' = lebar netto bendung.
B = lebar brutto bendung = 52,0 meter.
b = lebar pintu bilas = 5 meter.
p = lebar pilar = 3 x 1,00 + 2,00 + 1,50 = 6,5 meter.
n = jumlah pilar = 5 buah.
Kp = Koeffisien kontraksi pilar = 0,01
Ka = Koeffisien kontraksi abutment = 0,1
H = Tinggi muka air hulu = 6,85 - 3,35 = 3,50 meter.
B' = 52 - 5 - 6,5 - 2 ( 5 . 0,01 +0,1 ) 3,50 = 39,45 meter.
Gambar 6.15 Denah bendung Cikaso.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 27
1. Menentukan tinggi pembilas bawah.
Karena kedalaman air normal atau tinggi pembendungan = 3,35 meter, maka 1/3 X
3,35 = 1,12 meter. Sesuai dengan grafik yang tersedia digunakan pembilas bawah dengan
D = 1,50 meter dan P = 2,00 meter. Sehingga tinggi pintu dari dasar pembilas bawah
adalah :
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 28
H = D + P + tebal plat = 1,50 + 2,00 +0,25 = 3,75 meter.
Padahal tinggi pembendungan adalah 3,35 m. Dengan demikian dasar pembilas
bawah harus diturunkan setinggi :
3,75 - 3,35 = 0,40 meter.
Gambar 6.16 Penurunan Dasar Pembilas Bawah.
Tinggi ambang diukur dari muka air normal atau dari mercu adalah 1,30 meter,
sehingga ambang masih lebih tinggi dari plat pembilas bawah dengan jarak : 2,00 - 1,30 =
0,70 meter.
2. Perhitungan pembilas bawah.
Perhitungan pembilas bawah menggunakan daftar berikut ini, dengan penjelasan
sebagai berikut :
Kolom 1 : a.
menunjukkan bukaan pintu mulai dari nilai
a = D = 1,50 meter
a = 3/4 D = 1,125 meter
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 29
a = 1/2 D = 0,75 meter
a = 1/4 D = 0,375 meter.
Kolom 2 : hu.
Menunjukkan tinggi muka air diukur dari lantai pembilas bawah.
Kolom 3 : hb.
Menunjukkan tinggi muka air diatas mercu = hu - 3,65 meter.
Kolom 4 : t.
Menunjukkan tinggi muka air diatas pintu bilas. Karena kedudukan pintu bilas
lebih rendah 10 cm dari mercu, maka t = hb - 0,10 meter.
Kolom 5 : Qb.
Menunjukkan debit yang melalui atas mercu. (lihat halaman 5 ).
Kolom 6. : Qs.
Menunjukkan debit yang masuk kesaluran induk. Sesuai luas Daerah irigasi yang
akan diairi besarnya debit ke saluran induk = 6,40 m3/detik.
Kolom 7. : Qtu.
Menunjukkan debit yang melewati atas pintu mapun bawah pintu. dihitung
berdasar grafik DPMA.
Kolom 8. : Qp.
Menunjukkan besarnya debit yang melewati atas pintu bilas. ( lihat halaman 6 ).
Kolom 9. : Qu.
Menunjukkan besarnya aliran melalui bawah pintu bilas. Besarnya = Qtu - Qp
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 30
Kolom 10. : Q1.
Menunjukkan debit yang menuju pembilas bawah = Qtu + Qs.
Kolom 11. : Qt.
Menunjukkan debit total yang menuju bendung = Q1 + Qb.
Kolom 12. : Va.
Menujukkan kecepatan menuju bendung = Qt / ( B . H ). Disini besarnya B adalah
52 meter dan H disini adalah hu - 0,40 meter, yaitu perbedaan lantai pembilas bawah
terhadap dasar sungai.
Kolom 13 : d.
Menunjukkan diameter sedimen yang dapat diangkut oleh aliran dengan kecepatan
Va. ( Garis lengkung atas Grafik Hjulstrom ).
Kolom 14 : Vcr.
Menunjukkan kecepatan yang menyebabkan sedimen dengan diamater d tersebut
akan mengendap ( garis lengkung bawah dari Grafik Hjulstrom ).
Kolom 15 : V1.
Menunjukkan kecepatan menuju pembilas bawah. Besarnya = Q1 /( b' . hu )
dimana b' disini adalah lebar pembilas bawah = 8,50 meter. Besarnya V1 ini kita
bandingkan dengan Vcr. Yang harus dihindari adalah kalau nilai V1 lebih kecil dari
Vcryang berarti pada kondisi ini akan terjadi pengendapan dimulut pembilas bawah. Dan
ini terjadi pada :
a = 1,50 meter pada hu 5,8 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 31
a = 1,125 meter pada hu 5,8 meter.
a = 0,75 meter pada hu 5,3 meter.
a = 0,375 meter pada hu 5,3 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 32
Daftar 6.1 : Daftar perhitungan pembilas bawah.
a hu hb t Qb Qs Qtu Qp Qu Q1 Qt Va d Vcr V1
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1.500 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 40.25 0.00 40.25 46.65 58.65 0.34 3.5 0.60 1.46
1.500 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 45.50 3.25 42.25 51.90 75.57 0.38 4.0 0.70 1.44
1.500 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 53.50 9.00 44.50 59.90 119.08 0.53 6.0 0.90 1.48
1.500 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 63.35 16.25 47.10 69.75 182.05 0.72 10.0 1.30 1.56
1.500 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 78.00 25.50 52.50 84.40 302.16 1.09 20.0 1.90 1.73
1.125 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 28.50 0.00 28.50 34.90 46.90 0.27 2.5 0.40 1.09
1.125 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 32.00 3.25 28.75 38.40 62.07 0.31 3.0 0.55 1.06
1.125 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 38.75 9.00 29.75 45.15 104.33 0.46 5.0 0.80 1.12
1.125 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 49.50 16.25 33.25 55.90 168.20 0.67 9.0 1.17 1.25
1.125 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 64.50 25.50 39.00 70.90 288.66 1.04 19.0 1.70 1.45
0.750 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 18.75 0.00 18.75 25.15 37.15 0.21 2.0 0.40 0.79
0.750 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 21.25 3.25 18.00 27.65 51.32 0.26 2.5 0.47 0.77
0.750 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 28.75 9.00 19.75 35.15 94.33 0.42 4.5 0.70 0.87
0.750 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 38.25 16.25 22.00 44.65 156.95 0.62 8.0 1.05 1.00
0.750 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 48.75 25.50 23.25 55.15 272.91 0.98 17.0 1.55 1.13
0.375 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 100.25 0.00 100.25 106.65 118.65 0.68 1.5 0.30 3.35
0.375 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 13.25 3.25 10.00 19.65 43.32 0.22 2.0 0.40 0.54
0.375 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 19.50 9.00 10.50 25.90 85.08 0.38 4.0 0.60 0.64
0.375 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 27.75 16.25 11.50 34.15 146.45 0.58 6.5 0.95 0.77
5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 37.50 25.50 12.00 43.90 261.66 0.94 15.0 1.40 0.90
Namun untuk mendapat nilai tepatnya kita gunakan grafik berikut ini.
3. Grafik hubungan antara kecepatan dengan tinggi muka air.
Pada grafik berikut ini diga,mbarkan hubungan tinggi muka air diatas pintu bilas
dengan besarnya kecepatan menuju pembilas bawah ( V1 ) dan kecepatan kritis ( Vcr ).
Karena tinggi pintu adalah 3,80 meter, maka kedalaman aliran meunju bendung untuk
setiap kondisi dapat dihitung berdasar rumus ; hu = t + 3,80 meter.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II
BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 33
Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa pada bukaan a = D = 1,50 meter,
besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,80 meter. Sedangkan pada bukaan a =3/4
D = 1,125 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,60 meter. Dan untuk
bukaan a = 1/2 D = 0,75 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,40 meter.
Dan pada bukaan a = 1/4 D = 0,375 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t =
1,06 meter.
Ini berarti bahwa bukaan 1/4 D = 0,375 hanya dapat digunakan sampai t = 1,06
atau hu = 3,80 + 1,06 = 4,96. Untuk bukaan 1/2 D atau 0,75 meter hanya dapat digunakan
sampai t = 1,40 meter atau hu = 3,80 + 1,40 = 5,20 meter. Untuk bukaan 3/4 D = 1,125
meter hanya dapat digunakan sampai t = 1,60 meter atau hu = 3,80 + 1,60 = 5,40 meter.
Dan untuk t diatas 1,80 meter atau hu diatas 1,80 + 3,80 = 5,60 meter pembilas bawah
sudah tidak mampu menyedot sedimen walaupun pintu dibuka penuh. Untuk itu untuk hu
yang lebih besar dari 5,60 pintu bilas bagian bawah harus ditutup.
Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II