bab vetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73051/potongan/s1...km + wc tegel bertekstur dinding...
TRANSCRIPT
77
BAB V KONSEP PERANCANGAN
5.1. Konsep Umum
Konsep perancangan bangunan dengan pendekatan deafspace guidelines yang
diterapkan dalam lima aspek bangunan meliputi penataan massa bangunan, material dan
warna, sirkulasi, akustik dan pencahayaan dan tampilan fisik bangunan.
Bagan 5.1 Skema Konsep
Sumber: Analisis, Januari 2014
Ruang dan bangunan sebagai aspek fisik yang memiliki ‘bahasa’ dengan tanda-
tanda visual yang diimplementasikan pada setiap detail bangunan. Dalam hal ini
pendekatan dengan deafspace guidelines bertujuan untuk memudahkan pengguna yang
memiliki keterbatasan pendengaran untuk dapat mengenali ruang dalam lingkungan
binaan.Desain mendukung pemberian informasimelalui dari indera penglihatan dan
kemampuan menangkap getaran.
5.2. Kebutuhan Ruang
Kebutuhan ruang pada SLB tunarungu dibedakan berdasarkan pengguna
dan kegiatannya.Acuan yang dipakai untuk menentukan besaran dan jumlah ruang
bersumber dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
33 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SLB. Di dalam
peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa maksimal satu rombongan belajar adalah
8 siswa.Selain itu luasan ruang juga mengacu pada kondisi tapak yang akan
dibangun SLB. Rincian luasan ruang dapat dilihat pada tabel berikut:
78
Tabel 5.1 Tabel Kebutuhan Ruang Area Belajar
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.2 Tabel Kebutuhan Ruang Area Administrasi
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.3 Tabel Kebutuhan Area Asrama
Sumber: Analisis, Januari 2014
79
Tabel 5.4 Tabel Kebutuhan Ruang Area Pendukung
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.5 Kebutuhan Total Luas Ruang Dalam
Sumber: Analisis, Januari 2014
Tabel 5.6 Tabel Kebutuhan Area Ruang Luar
Sumber: Analisis, Januari 2014
Dari tabel-tabel di atas dapat disimpulkan bahwa total keseluruhan luasan
yang dibutuhkan untuk menunjang tercapainya ruang-ruang yang dibutuhkan adalah
5.048.3 m2.
80
Tabel 4.11 Tabel Total Luasan Yang Dibutuhkan
Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3. Konsep Tata Ruang Luar
Site berada di sebelah utara jalan, sumber kebisingan utama berasal dari jalan
(sisi selatan) sehingga dalam penataan zonasi bangunan, area publik berada di sisi paling
selatan.Sementara area semi privat dan privat di bagian utara namun perletakannya
sejajar.Terdapat satu titik tengah yang menghubungkan ketiga zona tersebut sehingga
jangkauan visual pengguna dapat mencakup ketiga zona secara bersamaan.
Gambar 5.1 Gambar Pembagian Zonasi Sumber: Analisis, Januari 2014
Zona semi privat terletak di sisi timur karena bersebelahan dengan
pemukiman, sedangkan zona privat berada di sisi barat yang berbatasan dengan area
sungai Gadjah Wong sehingga tidak ada gangguan eksternal berupa kebisingan.
5.3.1. Pencapaian Bangunan
Sirkulasi untuk mencapai bangunan termasuk sirkulasi langsung (frontal)
agar tidak melelahkan dan untuk memperjelas identitas bangunan
tersebut.Entrance utama hanya ada satu buah agar tidak membingungkan
81
penggunanya.Tetapi, disediakan jalur sendiri pada site untuk pengelola agar
semakin mudah mengakses ruang penjaga atau bagian belakang bangunan.
Pengkondisian akses dibagi menjadi akses utama drop off dan langsung
menuju area parkir serta akses yang langsung menuju bagian belakang bangunan
untuk memudahkan pengelola.
Gambar 5.2 Pencapaian Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.2. Tata Massa Bangunan
Site berada di lahan seluas sekitar 4750 m2 dengan KDB 60% dan dipotong
dengan sempadan jalan dan sempadan sungai sehingga luas efektif yang dapat
dibangun adalah sekitar 2850 m2.Dari kebutuhan ruang keseluruhan yaitu 5048 m2
maka massa bangunan setidaknya minimal terdiri dari dua lantai.
Konfigurasi massa bangunan menyebar di setiap sisi site dan dibedakan
berdasarkan fungsinya. Paling tidak terdapat empatmassa besar yang mewadahi
tiga fungsi utama yaitu kantor, sekolah, asrama dan ruang aula siswa. Penataan
massa perlu memperhatikan kesinambungan dan koneksi antar bangunan serta
pencapaian, khususnya secara visual.
82
Gambar 5.3 Konsep Tata Massa Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
Area tengah menjadi sentra dari keseluruhan massa bangunan. Pada setiap
massa memiliki satu detail penghubung untuk memunculkan satu kesinambungan
antara massa satu dengan lainnya. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai penanda
akses utama pada setiap massa bangunan.
Gambar 5.4Skema Situasi Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014
5.3.3. Elemen Luar Bangunan
1. Elemen Keras.
Elemen keras pada area parkir menggunakan grass block dan paving
block. Sedangkan pada jalur sirkulasi yang tertutup atap dapat memakai
keramik seperti lantai ruang dalam atau kayu, dan pada jalur sirkulasi yang
tidak beratap dapat menggunakan semen bertekstur.
83
Gambar 5.5 Contoh Elemen Penutup Tanah Pada Lansekap Luar
Sumber: Analisis, 2014
2. Elemen Lunak
Vegetasi merupakan elemen luar bangunan yang memiliki berbagai
fungsi. Adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain:
1. Sebagai barrier terhadap kebisingan maupun polusi
2. Sebagai peneduh
3. Elemen estetika landscape bangunan.
4. Pembentuk batas ruang
5. Pengendali kecepatan angin
Gambar 5.6 Contoh Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan dan Polusi
Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996
84
Gambar 5.7 Contoh Vegetasi sebagai Peneduh
Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996
Gambar 5.8 Contoh Vegetasi sebagai Pengendali Kecepatan Angin
Sumber: Russ, 2002
Lokasi site yang berbatasan dengan jalan membutuhkan perlindungan dari
polusi dan kebisingan dari luar.Oleh karena itu, penataan vegetasi sangat penting
dilakukan.Dalam hal ini, vegetasi berfungsi sebagai barrier dan juga pembatas
ruang.Selain itu juga dapat mencakupi fungsi sebagai peneduh di jalur yang
dilewati kendaraan untuk akses ke dalam.
Gambar 5.9 Penataan Vegetasi sebagai Barrier dan Pembatas Sumber: Analisis, Januari 2014
85
Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai elemen estetika dalam suatu
lansekap.Penataan lahan kosong dapat dimanfaatkan untuk kebun kecil dengan
macam-macam tanaman.Selain memanfaatkan lahan kosong, kebun tersebut juga
dapat menjadi tambahan view dari dalam bangunan.
Gambar 5.10 Contoh Penataan Vegetasi pada Lahan Kosong Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013
5.4. Konsep Tata Ruang Dalam
5.4.1. Sirkulasi dan Organisasi Ruang
Pola sirkulasi ruang dalam memakai pola radial agar tidak menyulitkan
pengguna mencapai ruang-ruang yang akan dituju. Pola radial ini memadukan
unsur sirkulasi terpusat dan linier. Area di pusat adalah yang menjadi pusat
sirkulasi berupa hall atau lobby sehingga memudahkan pengguna untuk mencapai
ruang-ruang linier yang berkembang pada jari-jarinya.
Gambar 5.11 Pola Sirkulasi Radial Sumber: Analisis, Januari 2014
Pola radial cocok diterapkan pada ruang-ruang di sekolah dan asrama yang
memiliki banyak ruangan dengan ukuran, bentuk dan fungsi yang sejenis.Dalam
86
konsep deafspace guidelines, koridor menjadi area yang penting dan
membutuhkan banyak fitur desain yang menambah tanda visual bagi pengguna
tunarungu.Aktivitas siswa tunarungu di koridor misalnya adalah berbincang
dengan teman sambil melewati koridor.Pada saat tersebut, indera penglihatan
terfokus untuk berkomunikasi dengan lawan bicara sehingga kurang sigap
terhadap kondisi sekita.Oleh karena itu leveling antara koridor dengan ruang luar
sebaiknya tidak memiliki selisih ketinggian yang kontras dan sudutnya perlu
diperhalus agar tidak membahayakan.
Gambar 5.12Jalur Sirkulasi yang Diperlebar Sumber: AIA, 2012
Meskipun pada jalur sirkulasi radial, akan sedikit ditemukan persimpangan
jalan, namun hal tersebut tetap perlu disikapi dengan desain yang tepat.
Penghalusan sudut pada persimpangan dapat meminimalisir bahaya tabrakan
antara pengguna koridor yang berlawanan arah, juga dapat membantu pengguna
mengetahui pemakai koridor yang berada di belakangnya.
Gambar 5.13Zona Vibrasi Pada Koridor Sumber: AIA, 2012
87
Gambar 5.14Perhalusan Pada Persimpangan Jalur Sirkulasi
Sumber: AIA, 2012
5.4.2. Zonasi dan Hubungan Antar Ruang
Gambar 5.15 Zonasi Bangunan
Sumber: Analisis, 2014
Massa bangunan dipisahkan berdasarkan fungsi dan tingkat privasi ruang.
Ruang publik berupa hall terletak setelah entrance dan terletak di tengah massa
bangunan depan. Area semi publik terdiri dari ruang-ruang administrasi yaitu
kantor guru, ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha. Sedangkan area privat
terdiri dari ruang-ruang di sekolah dan asrama.
88
Bagan 5.2 Zonasi dan Hubungan Antar Ruang
Sumber: Analisis, 2014
5.5. Konsep Fisik Bangunan
5.5.1. Fasad bangunan
Fasad bangunan yang menghadap sisi timur diberikan elemen penanda
entrance dan bersifat kontras agar mudah dikenali sebagia entrance.Bentuk
entrance dapat lebih menonjol dibanding ruang lainnya. Pada setiap massa
bangunan yang berada di area dalam pun memakai material atau warna yang
berbeda sebagai penanda entrance.
89
Gambar 5.16 Contoh Entrance yang Menonjol dan Menggunakan Material Berbeda Sumber: www.indesignindonesia.com, diakses pada Januari 2014
5.5.2. Warna, Tekstur dan Material
Setiap ruang memiliki karakteristik yang disesuaikan dengan fungsi
ruang dan penggunanya.Adapun kesan karakteristik ruang yang diinginkan
didapat dengan pemilihan warna, tekstur dan material bangunan.
Tabel 5.7 Karakteristik Ruang
Nama Ruang Karakter
Area Ruang
Pembelajaran Warna interior yang digunakan berkisar pada warna krem cerah
Layout ruang menggunakan tempat duduk yang disusun letter U
Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup
Penghawaan alami dengan adanya ventilasi
Ruang Terapi
(Bina Wicara
dan BPBI)
Penggunaan material yang mendukung ruang kedap suara
seperti gypsum
Area ruang
administrasi
Layout dan sirkulasi ruang teratur dan sederhana
Penggunaan signage berupa gambar-gambar jelas dengan warna
kontras
Warna interior yang digunakan berkisar pada warna oranye
pastel
Pencahayaan dan penghawaan buatan
Ruang
perpustakaan
Warna interior berkisar pada warna biru lembut
Penggunaan signage yang jelas
Pencahayaan dan penghawaan buatan
Untuk meredam kebisingan, digunakan gypsum pada dinding
dan plafond
Area Asrama Warna interior berkisar pada warna hijau pastel
Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup dan
pencahayaan buatan pada malam hari
Penghawaan alami dengan adanya ventilasi
90
Nama Ruang Karakter
Ruang sirkulasi Penggunaan signage yang jelas
Koridor lebar
Detail repetisi yang mengarahkan jalur sirkulasi menuju ruang-
ruan yang terhubung
Ruang
penunjang
(dapur, ruang
ibadah, ruang
tunggu, dsb)
Penggunaan signage yang jelas misalnya pada ruang ibadah
diberikan lampu yang menyala saat tiba waktunya beribadah
Permukaan tidak licin
Pada ruang ibadah dinding berwarna biru pastel untuk suasana
tenang
Toilet dan
kamar mandi
Permukaan tidak licin
Lebar pintu minimal 90 cm dan terdapat pelat tending di bagian
bawah
Mudah ditemukan
Penggunaan signage yang jelas
Ruang
publik/outdoor Penggunaan signage yang jelas
Permukaan relatif rata
Menghindari tangga undakan yang tinggi dan melengkapi
dengan ramp dengan kemiringan yang nyaman Sumber: Analisis, Januari 2014
Secara menyeluruh warna yangdigunakan cenderung ke warna lembut,
tenang dan alami.Warna-warna krem lembut dan gradasinya tidak gelap, dan tidak
terlalu terang, dirasa tepat untuk menimbulkan suasana terang yang cukup.Dalam
deafspace guidelines dijelaskan pemilihan warna interior tidak memakai warna
yang mencolok agar tidak cepat membuat mata lelah.
Gambar 5.17 Contoh Pembedaan Warna Pada Elemen Pembatas Ruang Sumber: AIA, 2012
91
Elemen pembentuk ruang antara dinding, lantai dan langit-langit
diberikan warna yang berbeda, namun tetap tidak kontras. Selain itu pembedaan
tekstur dan warna pada tiap fungsi ruangan dan zona yang berbeda akan
memudahkan pemahaman ruang bagi kalangan dengan keterbatasan. Dalam hal
ini, hal yang paling banyak dipertimbangkan dalam desain adalah untuk elemen
lantai dan dindingnya.Lantai ruang pada umumnya menggunakan perkerasan
keramik yang mudah dibersihkan, karena sehari-harinya tempat ini banyak
dijamah oleh publik.Setiap zona yang berbeda diberi pola lantai yang senada agar
memberi informasi visual yang jelas.Persyaratannya secara keseluruhan adalah
harus lembut namun bertekstur dan tidak licin untuk mendukung keamanan.
Gambar 5.18 Contoh Penggunaan Material Keramik dengan Warna yang Berbeda untuk Membentuk Pola Lantai
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013
Material bangunan menggunakan pasangan bata yang diplester dan
dicat. Batu bata mudah diolah dan disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan,
dan setelah diplester mudah dicat dengan warna apa saja. Pada beberapa tempat
dikombinasikan dengan batuan alam sebagai aksen dan penanda ruangan.
Tabel 5.8 Tabel Karakteristik Ruang Berdasarkan Material Lantai dan Dinding
Ruang Lantai Dinding Lobi Terbuat dari tegel/terakota Terbuat dari paduan batu
alam dan kayu. Untuk sisi berdinding menggunakan warna krem-jingga agar terkesan friendly
Ruang Pembelajaran
Terbuat dari keramik putih bertekstur
Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang
Ruang tamu Terbuat dari lantai parket yang tidak terlalu gelap
Paduan kayu dan dinding bercat krem
92
Ruang Lantai Dinding KM + WC Tegel bertekstur Dinding keramik yang
cerah. Pada bagian luarnya, kamar mandi laki-laki dan perempuan dibedakan dengan warna pink dan biru. Warna ini sangat lazim untuk dipahami dengan mudah, bahwa biru merupakan warna laki-laki sedangkan pink untuk perempuan
Ruang rapat Terbuat dari keramik putih bertekstur
Gypsum acoustic
Ruang Terapi (Bina Wicara dan BPBI)
Terbuat dari lantai kayu Gypsum acoustic
Ruang Administrasi Terbuat dari keramik putih bertekstur
Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang
Ruang Ibadah Terbuat dari lantai parket Dinding berwarna jingga cerah yang sesuai dengan warna lantai
Jalur sirkulasi & ruang antara
Pada bagian yang ternaungi atap, sirkulasi terbuat dari keramik. Pada bagian yang terkena panas matahari, jalur sirkulasi terbuat sari semen bertekstur
Dinding bertekstur dan cenderung dingin, misalnya menggunakan batu alam atau batu bata.
Perpustakaan Terbuat dari keramik agak gelap karena ruang sudah cukup terang
Menggunakan dinding dengan warna biru cerah. Karena untuk keperluan membaca, tingkat pencahayaan harus cukup terang. Selain itu diaplikasikan juga gypsum
Asrama Terbuat dari keramik putih bertekstur
Menggunakan dinding berwarna hijau pastel agar menimbulkan kesan rileks dan mendukung kegiatan istirahat penghuni asrama
Sumber: Analisis, Januari 2014
93
Pemilihan warna-warna cerah dan lembut selain mengurangi panas
yang terperangkap dalam bangunan, juga sesuai dengan konteks lansekap di
sekelilingnya.Pemilihan warna ini juga terkesan lembut dan nyaman, tapi tidak
membuat bosan.
Gambar 5.19 Ilustrasi Warna yang Digunakan Sumber: Analisis, 2013
Gambar 5.20Skema Warna Pada Ruangan Sumber: Analisis, 2014
Pada ruang dalam, terdapat zona vibrasi untuk memberi tanda apabila
ada orang lain yang masu ke dalam ruangan. Zona vibrasi tersebut dibuat
dengan material lantai dari kayu.
Gambar 5.21 Zona Vibrasi Pada Ruang Dalam Sumber: AIA, 2012
94
5.6. Konsep Sistem Bangunan
5.6.1. Sistem Pencahayaan
Pencahayaan pada ruang-ruang di SLB Tunarungu diusahakan
menggunakan pencahayaan alami, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008.Namun untuk beberapa ruang
dengan pengkondisian khusus dapat digunakan pencahayaan buatan dengan lampu
listrik.
1. Pencahayaan Alami
Ruang kelas dan ruang pembelajaran lainnya menggunakan pencahayaan
alami dan bertujuan agar lebih hemat energi dan lebih sehat.Pencahayaan
alami didukung dengan adanya bukaan yang lebar. Namun untuk mengurangi
panas matahari yang ikut masuk dengan cahaya, digunakan shading dan filter
berupa kisi-kisi pada jendela
2. Pencahayaan Buatan
Ruang-ruang yang memakai pencahayaan buatan adalah ruang kelas,
perpustakaan, ruang administrasi dan area asrama.Pencahayaan buatan
menggunakan lampu yang disusun dengan teknik pencahayaan baur (indirect
lighting) sehingga cahaya yang dihasilkan di ruangan bersifat merata dan tidak
membuat silau.
Untuk menghindari silau yang berlebihan, dapat digunakan shading pada
bangunan.Shading dapat dibagi menjadi:
- Shading buatan, yaitu didapat dari adanya bukaan pada ruang, tritisan
yang cukup, orientasi ruang dan bukaan yang tepat, aplikasi kaca blur,
korden, tirai, kerai, dan sebagainya.
- Shading alami yang didapat dari pemilihan vegetasi yang tepat.
Pada fungsi sirkulasi, metode dan jenis pencahayaan adalah linier, yaitu
bersifat mengarahkan.Lampu dipasang pada bagian atas dinding dan plafon.
5.6.2. Sistem Penghawaan
Sama halnya dengan sistem pencahayaan, penghawaan ruang pun
diusahakan menggunakan penghawaan alami pada ruang-ruang di SLB.Kecuali
pada ruang-ruang tertentu yang membutuhkan kondisi udara yang nyaman untuk
menungjang kinerja dalam ruangan.
95
1. Penghawaan Alami
Penghawaan alami didukung dengan adanya sistem ventilasi silang (cross
ventilation) yang memungkinkan udara melewati ruangan dengan lancar
sehingga penghawaan ruangan dapat terjaga kesejukannya.
2. Penghawaan Buatan
Untuk lebih memaksimalkan penciptaan kondisi udara dalam ruangan
yang baik, diperlukan sistem penghawaan buatan dengan dibantu dengan kipas
angin dan AC split. Pada perpustakaan misalnya, untuk mendukung
ketenangan dan kenyamanan perpustakaan, maka dibutuhkan AC split untuk
mengkondisikan udara dalam ruangan. Selain itu pada ruang guru, ruang
administrasi dan ruang kepala sekolah juga membutuhkan AC split. Untuk
ruang asrama yang meliputi tempat tinggal dan area belajar bersama bagi
siswa dapat dibantu dengan kipas angin.
5.6.3. Sistem Akustik
Sistem akustik pada ruang yang dipakai siswa tunarungu sangat penting
untuk diperhatikan.Hal ini karena keterbatasan siswa tunarungu mengalami
pendengaran.Ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang memiliki sistem akustik
yang baik, tidak terganggu dengan kebisingan dari luar dan dapat menghantarkan
getaran dengan baik.Kondisi ruang yang demikian membutuhkan dukungan
material akustik yang mampu meredam suara dari luar. Khususnya di ruang Bina
Wicara dan Bina Persepsi Bunyi dan Irama, kondisi ruangan harus benar-benar
kedap suara untuk mendukung proses terapi tunarungu.
Pada ruang bina wicara dan ruang bina persepsi bunyi dan irama, kondisi
ruang harus dalam keadaan kedap suara agar siswa mampu menjalani terapi
komunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan kebisingan dari luar
ruangan.Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan material peredam suara pada
elemen lantai, dinding dan atap bangunan.
96
Gambar 5.22 Skema Penggunaan Material pada Ruang Kedap Suara Sumber: Analisis, 2014
5.6.4. Sistem Utilitas
1. Jaringan Air Bersih
Air bersih berasal dari air PDAM dan sumur (deep well).Perencanaan
sistem distribusinya adalah air ditampung terlebih dahulu pada reservoir
bawah, kemudian dipompakan ke tangki penampungan pada atap (upper tank)
dan didistribusikan ke tiap outlet yang membutuhkan baik di dalam maupun
luar bangunan.
Perletakan sumber air bersih berupa kran ditempatkan di setiap area
yang berfungsi sebagai taman untuk memudahkan proses penyiraman
vegetasi. Selain itu pengadaan air bersih juga dimanfaatkan dari pembaharuan
air hujan yang dapat digunakan pada penggunaan-penggunaan tertentu yang
tidak menuntut kehigienisan air misalnya untuk perawatan vegetasi dan
bangunan.
2. Jaringan Air Kotor
Air kotor terdiri dari tiga macam, yaitu grey water berupa air buangan
dari wastafel dan floor drain; black water berupa buangan dari kloset dan
urinoir; dan storm water yaitu buangan dari roof drain. Limbah air kotor yang
berasal dari dapur dan wastafel akan dibuang menuju sumur resapan, melalui
bak lemak yang berjarak setiap 10 m. Black water akan dialirkan langsung
menuju septictank.
97
Air hujan tidak langsung dibuang ke got, tetapi diresapkan terlebih
dahulu dan ditampung untuk keperluan yang tidak membutuhkan kehigienisan
yang tinggi, seperti flushing toilet dan menyiram tanaman.
3. Jaringan Listrik
Keperluan listrik dalam operasional bangunan bersumber dari PLN.
Jaringan listrik untuk keperluan sehari-hari bersumber dari PLN. Penggunaan
listrik relatif besar dan pencahayaan buatan merupakan bagian yang sangat
penting dalam menunjang aktivitas siswa tunarungu, oleh karena itu
diperlukan genset sebagai sumber listrik alternatif apabila terjadi pemadaman
Keperluan penunjang jaringan listrik seperti stop kontak, sakelar
lampu, dan alat elektronik lainnya berada di posisi yang mudah di jangkau di
setiap ruangnya. Selain itu diperlukan pengamanan agar tidak disalah gunakan
oleh anak-anak, misalnya di letakkan di ketinggian yang sulit dijangkau anak-
anak dan diberikan pengaman untuk stop kontak.
4. Sistem Evakuasi
Sistem evakuasi untuk tanda bahaya bencana dan kebakaran memakai
alarm bunyi dan lampu indikator bahaya pada setiap ruangan. Lampu tersebut
menyala berkedip-kedip dan dapat terletak pada dinding depan atau di plafon
seperti lampu yang berfungsi untuk pencahayaan ruang. Jalur evakuasi
bencana baik kebakaran maupun bencana lain harus diletakkan di setiap
ruangan, tentu saja dengan keterangan posisi ruang. Peta tersebut berwarna
terang dan kontras, serta memberikan informasi yang jelas.Jalur evakuasi
harus berakhir di tempat yang aman, dapat berupa lapangan terbuka atau
halaman.
98
Gambar 5.23 Skema Jalur Evakuasi
Sumber: Analisis, 2014
Untuk penanggulangan bencana kebakaran, dilakukan usaha preventif
dan represif seperti berikut:
1. Preventif
Usaha pencegahan terjadinya kebakaran dilakukan dengan pemilihan
material yang memiliki sifat resistensi cukup tinggi terhadap api, terutama
pada bagian ruang-ruang yang memiliki fungsi khusus sebagai jalur
evakuasi seperti tangga darurat dan jalur evakuasi. Selain itu penggunaan
alarm kebakaran pada setiap ruang juga diperlukan. Alarm kebakaran perlu
dilengkapi dengan adanya suara dan pertanda lampu agar dapat diketahui
oleh siswa tunarungu.
2. Represif
Pencegahan penjalaran api dari sumbernya ke ruang-ruang lain dengan
memilih material yang tidak menghantarkan api dengan cepat serta dengan
sistem pemadam kebakaran melalui sprinkler, hydrant dan fire
extinguisher.