bab v faktor-faktor yang …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14840/5/t1...34 belum tau kapan...
TRANSCRIPT
32
BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM KEBIJAKAN
MEMPERTAHANKAN WAJIB MILITER
Wajib militer Korea Selatan sudah dilakukan dengan berbagai faktor sebagaimana
ditulis pada bab 4. Faktor-faktor tersebut mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
Misalnya, dahulu faktor pendorong adanya wajib militer Korea Selatan pada paska
kemerdekaan dan perang saudara didorong faktor kemiskinan Korea Selatan, Korea Selatan
tidak mampu membayar tentaranya sehingga wajib militer menjadi sistem yang baik pada
masa itu. Namun, pada masa kemajuan Korea Selatan saat ini, alasan tersebut tidak dapat
dipakai kembali. Akan tetapi, Korea Selatan tetap mempertahankan sistem wajib militer di
negaranya. Ternyata ada faktor-faktor baru yang relevan yang ternyata mendorong sistem
wajib militer Korea Selatan tetap dipertahankan hingga saat ini. Faktor-faktornya adalah
sebagai berikut:
5.1 Ancaman Korea Utara
Paska perang saudara antara Korea Selatan dengan Korea Utara pada tahun 1950,
hubungan antara kedua negara ini belum juga membaik. Pada tahun 1953 kedua negara
tersebut melakukan penandatanganan kesepakatan gencatan senjata. Selama masa-masa
gencatan senjata kedua negara mencoba untuk melakukan rekonsiliasi. Korea Selatan
mencoba melakukan diplomasi kepada Korea Utara untuk mencapai rekonsiliasi. Pada tahun
1970-an, Kore Selatan berusaha untuk melakukan diplomasi dengan Korea Utara (Fakta
Tentang Korea, 2015). Kedua negara mencoba untuk melakukan beberapa perundingan-
perundingan. Akhirnya pada tahun 1972 seorang Direktur Korea Central Intelligence Agency
(KCIA) yang bernama Lee Hu-rak, ia dikirim ke Korea Utara secara sembunyi-sembunyi
untuk melakukan musyawarah dengan pihak Korea Utara dan melahirkan 7 prinsip Unifikasi
(Ministry of Unification, 2016)
Unifikasi tidak boleh diintervensi oleh pihak luar, kedua negara tidak boleh bersandar
pada pihak luar serta kedua negara harus menyelesaikannya hanya dengan kedua
negara yang bersangkutan saja. Unifikasi ini harus diwujudkan dengan cara yang
damai dan tidak dengan cara kekerasan yang dimana kedua negara saling
menyangkal. dengan melampaui perbedaan ideologi dan kebijakan terutama sebagai
satu bangsa Korea harus mencapai kesatuan.
Untuk menciptakan suasana saling percaya dan untuk mengurangi ketegangan antara
kedua negara, Korea Selatan dan Korea Utara tidak serta merta saling mengkritik
33
tajam, tidak saling memprovokasi untuk melakukan kekerasan besar atau kecil serta
melakukan musyawarah untuk menghasilkan solusi guna mencegah konflik militer
yang tidak diinginkan.
Kedua pihak melakukan musyawarah untuk melaksanakan diplomasi yang
terorganisir di berbagai bidang agar unifikasi tersebut tercipta semakin erat,
meningkatkan saling pengertian dan memulihkan jaringan nasional yang sempat
terputus.
Kedua pihak melakukan musyawarah untuk saling bekerjasama untuk melaksanakan
secepatnya pertemuan palang merah Selatan dan Utara yang diproses dalam harapan
yang besar oleh seluruh bangsa.
Kedua pihak bermusyawarah membuat telepon langsung antara Seoul dan Pyongyang
agar dapat menyelesaikan masalah mereka secara cepat dan tepat utuk menyelesaikan
masalah antara kedua negara, mencegah insiden militer yang tidak dapat diprediksi.
Kedua pihak melakukan musyawarah untuk memanajemen dan membentuk badan
pengontrol Korea Selatan dan Utara yang dikepalai oleh Lee Hu-rak dari Korea
Selatan dan Kim Young-ju dari Korea Utara dengan tujuan menyelesaikan masalah
unifikasi negara berdasarkan prinsip unifikasi negara yang telah dimusyawarahkan,
menyelesaikan dan memperbaiki persoalan bursa di antara Korea Selatan dan Utara
bersama.
Kedua pihak menjanjikan dengan sungguh-sungguh di hadapan seluruh bangsa
bahwa akan menjalankan dan melaksanakan dengan giat poin-poin yang telah
dimusyawarahkan meyakini bahwa, poin-poin ini sesuai dengan harapan yang selalu
diharapkan oleh seluruh bangsa yang menginginkan unifikasi.
Dari berbagai upaya diplomasi ini akhirnya pada tahun 1991 kedua negara setuju
untuk bergabung secara serentak ke dalam PBB. Antara tahun 1991-1992, kedua negara
terlibat dalam delapan pertemuan bilateral, termasuk diskusi tingkat tinggi yang diadakan di
Seoul, pada tahun 1991, kedua negara menandatangani perjanjian rekonsiliasi, non-Agresi,
dan pertukaran serta kerjasama antara Korea Selatan dan Utara. Kesepakatan ini
memfokuskan kedua negara untuk saling menghormati, menolak agresi bersenjata, serta
melakukan pertukaran dan kerjasama di berbagai sektor. Namun, usaha-usaha itu belum
dapat meredakan ketegangan di kedua negara sampai saat ini.
Selama ini, Korea Selatan selalu waspada dengan ancaman perang konvensional dari
Korea Utara. Paska terjadinya perang, Korea Utara memiliki sekitar 1.200.000 tentara dan
34
belum tau kapan Korea Utara akan memprovokasi, upaya yang dilakukan oleh Korea Selatan
untuk berdamai belum mampu untuk menyelesaikan masalah antara kedua negara, terlebih
Korea Selatan memiliki tentara yang lebih sedikit dari tentara Korea Utara. Meskipun Korea
Selatan memiliki kemajuan di berbagai bidang namun hal tersebut belum tentu dapat
menutupi kekurangan jumlah tentara Korea Selatan.
Menurut Kukbang Baekseo perbandingan kekuatan militer antara kedua negara
adalah sebagai berikut:
Kategori Korea Selatan Korea Utara
Kekuatan militer
Angkatan darat 490.000 1.100.000
Angkatan laut 70.000
(termasuk mariner
sebanyak 29.000
orang)
60.000
Angkatan udara 65.000 110.000
Kapasitas perang
utama
Divisi angkatan darat 44
(termasuk mariner)
82
Tank atau mobil lapis
baja
2400
(termasuk mariner)
4300
Kapal tempur 110 430
Kapal selam tempur 10 70
Pesawat tempur 410 810
Helikopter 630 290
Kekuatan militer
cadangan
3.100.000 7.620.000
Tabel 5.1
Perbandingan Kekuatan Militer antara Korea Selatan dengan Korea Utara
(Sumber: Kementerian Pertahanan Korea Selatan, 2016)
Dapat dilihat dari tabel pada kategori kapasitas perang seperti jumlah pesawat
tempur angkatan udara, kapal tempur angkatan laut dan jumlah militer angkatan darat Korea
Utara lebih dari dua kali lipat jumlah kategori angkatan udara, laut dan darat Korea Selatan.
pada kondisi ini memang, untuk angkatan laut dan udara, kualitas akan lebih penting dari
pada kuantitas, karena kedua kategori tersebut lebih mengandalkan pada pemakaian
persenjataan canggih seperti kapal selam tempur, kapal tempur, pesawat tempur dan
helikopter. Sehingga, dalam hal ini Korea Selatan tidak dapat dikatakan kalah oleh Korea
Utara karena Korea Selatan juga memiliki senjata-senjata yang berkualitas. Namun untuk
angkatan darat, tidak hanya kualitas saja yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman,
kuantitas juga sangat diperlukan. Contohnya saja pada perang Korea saat itu, meskipun
pasukan PBB yang membantu Korea Selatan jauh lebih kuat dalam angkatan laut dan udara
35
namun, yang menentukan kemenangan peperangan di semenanjung Korea adalah pada saat
perang darat yang membutuhkan banyak pasukan perang. Sehingga kurangnya pasukan
perang angkatan darat Korea Selatan tidak dapat diabaikan begitu saja. Jika membandingkan
jumlah pasukan perang antara Korea Selatan dengan Korea udara, meskipun hanya dilihat
dari pasukan cadangannya saja Korea Selatan dapat dikatakan lebih lemah dari Korea Utara,
ditambah sistematisasi kondisi militer Korea Utara dapat dikatakan lebih baik dari Korea
Selatan.
Dalam ancaman konvensional terkandung juga, provokasi, serangan kecil-kecilan,
perang cyber, dan juga dalam bentuk iiregular warfare dari Korea Utara, provokasi semacam
ini dapat juga merupakan langkah sebelum mengadakan provokasi warfare. Berikut di bawah
ini merupakan peristiwa-peristiwa yang termasuk ke dalam ancaman konvensional Korea
Utara (The War Memorial of Korea, 2017) :
a. Peristiwa serangan mendadak ke Chung Wa Dae (blue house)
Pada tahun 1968 Korea Utara mencoba untuk menyerang Chung Wa Dae,
dengan memasukkan 31 personil spesialnya. Tujuannya adalah untuk membunuh
presiden dan pejabat pemerintah Korea Selatan. Akan tetapi, militer dan polisi Korea
Selatan mengadakan operasi gabungan dan langsung menumpas tentara Korea Utara.
Dari kejadian tersebut, pasukan cadangan lokal Korea Selatan dibentuk dan bisnis
penguatan pertahanan diplomosikan secara aktif.
b. Peristiwa Invasi ke distrik Uljin dan Samcheok
Pada tahun 1968, sebanyak 120 orang pasukan Korea Utara menginvasi ke
distrik Uljin dan Samcheok. Pada peristiwa tersebut, masyarakat Korea Selatan yang
memiliki jiwa anti komunis tinggi membantu militer dan polisi untuk melakukan
operasi sweeping terhadap pasukan Korea Utara. Pada saat itu, seorang anak sekolah
dasar yang bernama Lee Seung-bok melawan pasukan Korea Utara dan berseru “saya
tidak suka partai komunis!” setelahnya anak itu dibunuh oleh pasukan Korea Utara
c. Penggalian terowongan oleh Korea Utara untuk menyerang Korea Selatan.
Pada tahun 1972, Korea Utara mulai menggali terowongan-terowongan untuk
menginvansi Korea Selatan di Demilirized zone (DMZ). Penggalian tersebut terjadi di
tahun yang sama dengan adanya deklarasi bersama 4 Juli antara Korea Selatan dan
Utara yang berisi 3 prinsip unifikasi yang damai yaitu, perdamaian, independensi dan
persatuan nasional.
d. Peristiwa kejahatan AXE Panmunjeom
36
Pada 18 Agustus 1976, pasukan Korea Utara membunuh dua orang perwira AS dan
memberikan luka parah terhadap 9 orang pengawal, di dekat pos penjagaan ketiga
pihak militer PBB, dalam Joint Security Area (JSA). Dikarenakan kasus tersebut, JSA
di Panmunjeom terbagi menjadi dua yaitu, Utara dan Selatan.
e. Peristiwa invasi kapal selam di Gangneung
Pada tahun1996, ditemukan kapal selam Korea Utara. Kapal tersebut sebenarnya
ingin menginvasi Korea Selatan namun terdampar di pantai Gangneung. Saat itu, 14
orang agen Korea Utara berencana untuk menginvasi ke daratan Korea Selatan,
namun mereka yang terdampar menghadapi perlawanan keras dari pihak militer,
polisi dan pasukan militer cadangan dari Korea Selatan.
f. Perang laut YeonPyung (PLY) 1 dan 2
Perang laut YeonPyung 1 pada 15 Juni 1999 dan 2 pada 29 Juni 2002, merupakan
bentrokan yang terjadi karena pasukan Korut datang di seberang Northern limit line
(NLL) di sekitar pulau YeonPyung laut kuning. Di PLY yang pertama, angkatan laut
Korsel memukul mundur kapal Korut yang menyerangi kapal Korsel dalam 14 menit
lamanya. kemudian pada PLY yang kedua, karena serangan dadakan dari kapal
patroli Korut, Chamsuri 357 pertama tenggelam, 6 orang prajurit laut menjadi korban
jiwa dan 19 orang menderita (terluka).
g. Peledakan kapal CheonAn
Kapal CheonAn (kapal patroli) yang di buat pada tahun 1987, tenggelam karena
serangan torpedo Korea Utara pada 26 Maret 2010. Kapal ini sebelumnya pernah
digunakan pada perang laut YeonPyung pertama, 15 Juni 1999.
h. Pengeboman pulau YeonPyung
Pada 23 November 2010, Korea Utara meluncurkan peluru meriam sebanyak 170 di
pulau YeonPyung. Korea Utara yang selama ini mengancam Korea Selatan, dengan
„akan membuat Ibu Kota Seoul menjadi laut api‟, dengan alasan yang dibuat-buat
karena latihan bersama di antara Korsel dan AS (angkatan darat, laut, dan udara),
meluncurkan peluru meriam. Setelah pengeboman tersebut, Korea Utara tetap
mengancam Korea Selatan.
Dari data dan peristiwa-peristiwa di atas maka dapat diketahui kondisi Korea Selatan
yang selalu terancam dan tidak aman karena keberadaan serta tindakan yang dilakukan Korea
Utara. Dalam upaya yang dilakukan Korea Selatan, terlihat pihaknya menginginkan
perdamaian namun perbedaan ideologi dan sistem secara empirik sepertinya sangat sulit
untuk dicapai sesuai dengan yang diidamkan karena masing-masing negara mengejar sesuatu
37
yang berbeda. Menurut Waltz, tingkat ketidakpastian terhadap musuh membawa perhitungan
yang keliru, hal ini berkaitan langsung dengan keamanan suatu negara. Maka, seperti yang
dibicarakan oleh Waltz, negara selalu harus mengambil langkah yang paling strategis untuk
memaksimalkan keamanan karena akibat dari kekeliruan tersebut sangat menyakitkan.
Mengingat perang Korea, Korea Selatan tidak bisa mengabaikan pengaruh dari jumlah
pasukan, spesifiknya jumlah pasukan daratan. Sehingga, dalam konsep internal balancing1,
sistem wajib militer mungkin bukan pilihan tetapi keharusan bagi Korea Selatan, dan sebagai
extra balancing2 serta detterence, Korea Selatan harus memperkuat kerjasama militer dengan
AS, sebab untuk menahan Korea Utara yang memiliki keinginan perang dan unifikasi dengan
kekuatan militer, AS cukup untuk menjadi hambatan yang besar, selama ini Korea Utara
menunjukkan ciri ganasnya dalam serangan dan politik luar negeri mereka yang selalu
mengatakan “akan menjadikan Korea Selatan laut api” dan juga menyatakan bahwa masalah
kita sebaiknya tidak dicampurtangani oleh pihak lain yaitu AS, karena ada beberapa
pangkalan militer AS yang besar yang beroperasi di Korea Selatan, dan tidak bisa menyerang
Korea Selatan karena takut dengan AS yang memiliki Great Power. Menurut analisis penulis,
kedua hal tersebut harus dijalankan secara bersamaan agar memperoleh Balance of Power
dengan Korea Utara yang terus-menerus mengembangkan rudal, senjata kimia, dan nuklir
(Waltz, 1979) (Paul, 2004)
5.2 Menjaga Stabilitas Ekonomi
Korea Selatan saat ini menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang maju.
Pada awal tahun 1960-an Korea Selatan menerapkan perekonomian Korea Selatan
berorientasi pada ekspor. Pada awalnya, produk ekspor utama Korea Selatan hanya produk-
produk industri ringan yang berorientasi pada industri ringan yang dibuat di pabrik-pabrik
kecil atau bahan-bahan mentah. Pada tahun 1970-an Korea Selatan berinvestasi dalam
fasilitas bahan kimia berat dan menaruh dasar untuk ekspor produk-industri berat. Korea
Selatan secara bertahap membangun struktur ekonomi negaranya yang berorientasi di bidang
ekspor dan berpusat pada bisnis besar dalam prosesnya untuk mencapai pertumbuhan sebagai
negara dengan modal dan sumber daya yang cukup. Pada tahun 1960 ekspor Korea Selatan
1 Internal Balancing ialah penyeimbangan kekuatan dengan cara menambah kemampuan internal yang dimiliki
negara, seperti memperkuat pembangunan ekonomi, menambah cadangan senjata, dan lain sebagainya.
2 External Balancing ialah penyeimbangan kekuatan dengan cara mencari kekuatan di luar negara. Disini aliansi
merupakan alat kunci bagi negara untuk menjamin keamanannya.
38
mencapai 32.8 juta Dollar AS kemudian terus naik hingga pada tahun 2013 ekspor Korea
Selatan mencapai 559.6 milyar Dollar AS.
Perekonomian Korea Selatan bergantung pada ekspor dan impor sehingga rentan
terhadap ancaman perekonomian dari luar. Pada tahun 1997 Korea Selatan sempat
mengalami keterpurukan ekonomi karena krisis nilai tukar mata uang. Saat itu, Korea Selatan
terpaksa harus meminjam uang dari IMF sehingga Korea Selatan memiliki banyak hutang.
Namun, keterpurukan ini tidak berlangsung lama hanya dalam waktu dua tahun Korea
Selatan mampu untuk bangkit lagi dengan merestrukturisasi peridustriannya dan rakyat Korea
Selatan juga membantu pemerintah dalam kampanye pengumpulan emas untuk membantu
pemerintah melunasi hutangnya dengan IMF. Setelah mengalami krisis ekonomi, Korea
Selatan terus mengalami pertumbuhan yang kuat.
Data.2 Peningkatan Gross Domestik Product (GDP) per kapita dari tahun 1997 sampai 2015 (sumber: diakses
melalui
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?end=2015&locations=KR&start=1997&view=chart
pada tanggal 09 mei 2017, pukul 12.12 WIB)
Paska terjadinya krisis tahun 1997, GDP Korea Selatan terus mengalami kenaikan,
pada tahun 1998 GDP Korea Selatan per kapita hanya sebesar 8.133 USD kemudian terus
naik menjadi 23.101 USD pada tahun 2007 dan data terakhir menjadi 27.221 USD pada tahun
2015.
Pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk meragamkan produk ekspor dan terus
meningkatkan kualitas mereka dengan melakukan seleksi barang-barang berkualitas tingkat
satu di setiap tahunnya. Teknologi merupakan produk terkuat pada perekonomian Korea
Selatan saat ini. Kekuatan utama Korea Selatan pada pasar dunia adalah pada teknologi
komunikasi selulernya dengan infrastruktur komunikasi hebat. Saat ini, terdapat dua jaringan
nasional 4G, menggunakan WiBro dan teknologi Long-Term Evolution (LTE). Perdagangan
asing Korea Selatan yang berhubungan dengan IT mencapai surplus lebih dari 70 milyar
39
dollar AS pada 2011 dan 2012. Korea Selatan menunjukkan persaingan internasional yang
kuat untuk produk-produk telepon seluler, semikonduktor, komputer dan alat-alat perifer.
Korea Selatan juga menunjukkan persaingan yang kuat dalam pembangunan kapal laut dan
struktur dengan nilai tambah yang tinggi, seperti pembangkit di lepas pantai, kapal kontainer
berukuran besar, dan kapal Liquefied Natural Gas (LNG). Pada tahun 2011, Korea Selatan
memenangkan pesanan senilai 13.55 juta Capital Gains Tax (CGT) yaitu, sejumlah 48.2%
dari pesanan pembuatan kapal laut dunia. Korea Selatan juga maju dalam bidang otomotif
pada tahun 2012 Korea Selatan meraih peringkat ke-5 di dunia dalam hal produksi mobil
sebesar 4.56 juta. (Fakta Tentang Korea, 2015)
Seoul adalah Ibu Kota Korea Selatan dan merupakan salah satu pusat bisnis di
wilayah Asia Timur yang terletak di antara Cina dan Jepang sebagai wilayah terdekat dalam
industri Korea Selatan. Seoul menjadi pusat ekonomi Korea Selatan melalui rancangan
pembangunan ekonomi yang dicanangkan pada tahun 1960-an serta mengembangkan
perekonomian Korea Selatan dengan terang secara terus menerus dalam pertumbuhan
berbagai bidang. Saat ini Seoul melaksanakn peran hub of business Asia Timur dengan
memiliki daya saing yang kuat pada industri pengetahuan, dan industri High-Technology
Digital serta efektifitas yang tinggi pada bidang jasa dan finansial.
Kategori GDP
(10milya
r won)
Jumlah
perusa-
haan
Tabung
an bank
(10mily
ar won)
Pajak
dalam
negeri
(10milya
r won)
Jumlah
badan
keseha-
tan
Jumlah
Mobil
(1000
buah)
Jumlah
univer-
sitas
Seluruh
Korea
Selatan
581.516 3.131.963 512.419 82.226 44.029 13.949 180
Seoul 127.175 735.258 259.355 35.436 12.396 2.691 42
Persentase
(%)
21.87 23.48 50.61 43.1 28.15 19.29 23.33
Tabel 5.2
Pentingnya seoul dalam perekonomian di Korea Selatan
(Sumber: diakses melalui http://www.seoul.go.kr/v2012/seoul/review/general/mean_brandseoul.html pada
tanggal 8 mei 2017, pukul 22.19 WIB)
40
Meskipun luas Seoul hanya 0.6% dari seluruh wilayah Korea Selatan namun 21%
GDP Korea Selatan berasal dari Seoul, 50% lebih keuangan Korea Selatan, berpusat di
Seoul, 23% jumlah perusahaan di Korea Selatan berada di Seoul, 43% pajak Korea Selatan
berasal dari Seoul, 19% jumlah mobil di Korea Selatan berasal dari Seoul serta 23% jumlah
Universitas di Korea Selatan berasal dari Seoul.
Data di atas menjelaskan bahwa Seoul merupakan daerah yang penting bagi
pertumbuhan perekonomian Korea Selatan sehingga perlu untuk selalu diperhatikan
keamanan dari kota tersebut. Namun Seoul juga merupakan salah satu daerah yang berjarak
sangat dekat dengan Korea Utara. Jarak antara Seoul dan perbatasan sekitar 60 km, jarak ini
sekitar 40 menit dari Seoul ke perbatasan. Kedekatan jarak tersebut dapat terlihat dari gambar
dibawah ini:
Gambar 3, Peta Provinsi Gyeonggi
Melihat dekatnya jarak dan pentingnya Seoul untuk perekonomian Korea Selatan
maka penjagaan keamanan di sekitar Seoul haruslah maksimal. Penjagaan keamanan ini
umumnya dilakukan dengan menaruh tentara-tentara di sekitar perbatasan. Oleh karena itu,
wajib militer menjadi hal yang diperlukan, salah satu alasan yang harus ditanggapi adalah
untuk menjaga keamanan daerah perbatasan.
41
Kemajuan perekonomian Korea Selatan kemudian memberikan dampak yang positif
untuk peningkatkan kesejahteraan para tentara wajib militer Korea Selatan. Berikut di bawah
ini merupakan tabel peningkatan upah para tentara wajib militer di Korea Selatan:
(satuan mata uang dalam WON)
Tahun Pangkat
Sersan kopral Prajurit kelas
satu
Prajurit kelas
dua
1970 900 800 700 600
1971 1.030 920 800 690
1972 1.200 1.050 900 800
1973 Pembekuan
1974 1.560 1.370 1.170 1.040
1975 Pembekuan
1976 2.260 1.990 .1.700 .1.510
1977 2.890 2.540 2.170 1.930
1978 3.460 3.050 2.600 2.320
1979 3.800 3.300 2.900 2.600
1980 3.900 3.400 3.000 2.700
1981 Pembekuan
1982 4.200 3.700 3.300 3.000
1983 4.500 3.900 3.500 3.200
1984 Pembekuan
1985 4.600 4.000 3.600 3.300
1986 4.900 4.300 3.900 3.500
1987 5.100 4.500 4.000 3.600
1988 7.500 6.500 6.000 5.500
1989 8.300 7.000 6.500 6.000
1990 9.400 8.200 7.300 6.600
1991 10.000 9.000 8.000 7.200
1992 10.900 9.800 8.700 7.800
1993 11.300 10.100 9.000 8.100
1994 11.700 10.400 9.300 8.400
1995 12.100 10.700 9.600 8.700
42
1996 12.700 11.200 10.100 9.100
1997 13.300 11.800 10.600 9.600
1998 Pembekuan
1999 Pembekuan
2000 13.700 12.200 10.900 9.900
2001 19.600 17.700 16.000 14.800
2002 21.900 19.800 17.900 16.500
2003 23.100 20.900 18.900 17.400
2004 34.000 30.700 27.800 25.600
2005 44.200 39.900 36.100 33.300
2006 72.000 65.000 58.800 54.300
2007 88.600 80.000 72.300 66.800
2008 97.500 88.000 79.500 73.500
2009 Pembekuan
2010 Pembekuan
2011 103.800 93.700 84.700 78.300
2012 108.000 97.500 88.200 81.500
2013 129.600 117.000 105.800 97.800
2014 149.000 134.600 121.700 112.500
2015 171.400 154.800 140.000 129.400
2016 197.100 178.000 161.000 148.000
2017 (perkiraan) 216.800 195.800 177.100 162.800
Tabel 5.3
Upah bulanan prajurit biasa per pangkat (dinas wajib militer)
(Sumber: Kementerian Pertahanan Korea Selatan, 2016)
Dari data di atas terjadi kenaikan upah untuk tentara Korea Selatan mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Meskipun ada tahun-tahun dimana anggaran militer mengalami
pembekuan yaitu pada tahun 1973, 1975, 1981, 1984, 1998, 1999, 2009 dan 2010. Kenaikan
upah militer ini terjadi untuk seluruh pangkat militer yang berada di Korea Selatan yaitu
pangkat Sersan, Kopral, Prajurit Kelas 1 dan Prajurit Kelas 2.
Ekonomi dan teknologi pun merupakan salah satu elemen penting dari kekuasaan,
yaitu alat untuk memperoleh pertahanan negara. (Baylis, 2012) Semakin memiliki banyak
harta, dengan alaminya semakin banyak yang harus dilindungi, dan perlindungan tersebut
43
harus kuat agar dapat memegang ketenangan dan kedamaian yang stabil. Demikian juga
situasi Korea Selatan saat ini, Korea Selatan telah memiliki perekonomian yang sangat besar,
secara otomatis, dalam dunia yang anarki ini, keamanan menjadi agenda utama bagi Korea
Selatan. Ketika keamanan suatu negara bergoyang, dampaknya di perekonomian akan sangat
besar. Melihat perekonomian Ibu Kota Seoul dan sekitarnya, dapat diprediksi betapa
besarnya dampak tersebut, ketika diserang oleh Korea Utara. Perekonomian Korea Selatan
akan menjadi lumpuh. Sebenarnya, tanpa diserang, menerima ancaman ataupun provokasi
yang keras saja, akan ada banyak dampak di ekonomi, contohnya, modal asing yang tertanam
di Korea Selatan bisa juga ditarik oleh para investor asing ketika ada tanda-tanda yang
berbahaya. Tanpa kekuatan ekonomi yang memadai, pertahanan pun sangat sulit untuk
dicapai dan juga sebaliknya tanpa pertahanan nasional yang kuat, tidak dapat menjaga harta
yang dimiliki, saling memiliki hubungan yang tak terlepas. Sehingga Korea Selatan memilih
extra balancing yaitu AS sebagai aliansi dalam tujuan melindungi baik Ibu Kota Seoul
maupun wilayah-wilayah lain di Korea Selatan dan juga ketika faktor ekonomi dikaitkan
dengan keamanan negara dan ancaman-ancaman dari luar sesuai dengan defensive realism
dan internal balancing, dapat dimengerti alasan Korea Selatan untuk mempertahankan sistem
wajib militer.
5.3 Ancaman Negara Sekitar
Korea Selatan saat ini, memiliki kemampuan diplomatik yang baik, Korea Selatan
biasanya melakukan pengumpulan informasi dan balasan diplomatik pada hubungan
internasionalnya. Tetapi tetap saja, potensi ancaman negara sekitar merupakan hal yang tidak
dapat diabaikan begitu saja. Cina dan Jepang merupakan kedua negara yang patut
diperhatikan oleh Korea Selatan. Karena, kedua negara tersebut terletak sangat dekat dengan
Korea Selatan. Cina dan Jepang terus menerus mengakselerasi peningkatan kekuatan
militernya.
44
Gambar 4. Peta Asia Timur
5.3.1 Ancaman Cina
Cina dapat dianggap sebagai negara yang memiliki potensi ancaman yang terbesar
bagi Korea Selatan. Saat ini, Korea Selatan dan Cina menjalin hubungan „Strategic
Partnership’, namun Cina juga merupakan aliansi bagi Korea Utara. Seperti yang kita ketahui
Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam kondisi berperang. Selain itu, Korea Selatan dan
Cina memiliki ideologi yang berbeda, Cina bukan negara dengan ideologi liberal democracy
seperti Korea Selatan, belakangan ini, Cina memperkuat High pressure propensity dan
Ekspansionisme. Meskipun hal ini, benar atau tidaknya dan tingkat ancaman dari negara
musuh dapat dinilai secara menyeluruh maksud dan kemampuan yang dimiliki oleh negara
tersebut, terlepas dari maksud mereka, kekuatan militer (jumlah pasukan) Cina yang sangat
kuat yang mencapai sekitar 2.300.000 menjadi ancaman potensial yang serius bagi Korea
Selatan.
Menurut Kementerian Pertahanan, Cina mendorong (dengan cepat) modernisasi
kemampuan dalam perang khsusnya di angkatan laut dan udara serta rudal dan nuklir untuk
mencapai kemenangan dalam Warfare di bawah kondisi Informationization. Cina
mengeluarkan anggaran untuk pertahanan peringkat kedua di dunia setelah Amerika Serikat
sejak tahun 2009. Sedangkan untuk angkatan darat, dalam proses memperkuat Rapid
Response Capability, informasi menyeluruh, manuver jarak jauh dengan mengembangkan
Departemen Penerbangan Militer, mekanisasi serta pasukan operasi khusus untuk angkatan
darat menurut tuntutan strategis dalam offense dan defense yang berdimensi serta operasi
militer manuver. Kalau untuk angkatan laut, sedang meningkatkan kemampuan untuk operasi
militer jarak jauh. Pada tahun 2013, termasuk 2 kapal pemburu, total 18 buah kapal tempur
model baru ditugaskan. Kalau untuk angkatan udara, sedang memperkembangkan senjata
tekonologi canggih seperti pesawat tempur model baru, peluru kendali dari darat ke udara
serta radar dengan strategi ‘Attack and Defensive fold’. Kalau untuk artileri kedua, sedang
mencurahkan tenaga dalam peningkatan kemampuan pukulan presisi untuk misil
konvensional dan ancaman strategis dengan mengontrol rudal balistik konvensional serta
nuklir.
Cina, sejak tanggal 1 januari 2016, melakukan reorganisasi secara besar-besaran pada
militer, mendirikan korps pendukung strategis, melakukan reorganisasi 4 markas militer,
yaitu staf, politik, logistik, dan persenjataan dengan 15 lembaga baru di bawah Komisi
Militer Pusat (CMC). (Cho, 2016) Dibanding masa lalu, mereka sangat menekankan
pengelolaan integrasi pada kekuatan militer secara keseluruhan dan menjadi agresif.
45
Bertentangan dengan harapan masyarakat Korea Selatan yang berdasarkan Strategic
Partnership dengan Cina pada tahun 2010, dalam peristiwa pengeboman kapal CheonAn dan
serangan pulau YeonPyung, Cina tidak pernah memihak di sisi Korea Selatan. Hal ini
menunjukkan bahwa Cina memiliki potensi memberi ancaman secara tidak langsung bagi
Korea Selatan sehingga dirasa perlu mempertimbangkan posisi Cina. Sebagai contoh, ingin
membandingkan kekuatan militer yang dimiliki Cina dengan pihak Korea Selatan, dapat
dilihat dari tabel berikut,
Kategori Korea Selatan Cina
Jumlah pasukan
Angkatan darat 495.000 1.600.000
Angkatan udara 65.000 470.000
Angkatan laut 70.000 250.000
Kapasitas perang
utama
Tank atau mobil lapis
baja
2.400 (termasuk
mariner)
9.150
Panser 2.700 4.788
Pesawat tempur 430 1.230
Helikopter 690 1.002 (termasuk
helikopter offense
200 buah)
Pesawat latihan 160 352
Kapal tempur 110 714 (kapal armada
angkatan laut)
Kapal selam 10 68
Kapal induk - 2
Hulu ledak nuklir - 260
Tabel 5.4
Perbandingan kekuatan militer di antara Korea Selatan dan Cina
(sumber : Newspim, 2017 diambil dari data Kementerian Pertahanan Korea Selatan, 2016)
5.3.2 Ancaman Jepang
Saat ini, negara Korea Selatan dan Jepang beraliansi secara tidak langsung, karena
kedua negara tersebut sama-sama merupakan aliansi Amerika Serikat, selain itu mereka juga
memiliki ideologi yang sama yaitu ideologi liberal democracy seperti Korea Selatan. Maka,
sulit untuk dikatakan Jepang merupakan ancaman yang potensial untuk Korea Selatan. Akan
tetapi Jepang tetap berpotensi mengancam Korea Selatan, ada beberapa faktor yang dapat
menjadikan Jepang berpotensi mengancam Korea Selatan. Pertama adalah pengaruh dari
46
sejarah masa lalu dimana Jepang pernah menjajah Korea Selatan dan Jepang juga pernah
berperang dengan Cina, jika Jepang dan Cina kembali berperang maka, Korea Selatan dinilai
dapat menjadi tempat strategis untuk berperang sehingga Jepang berpotensi untuk menduduki
Korea Selatan. Kedua, Korea Selatan dan Jepang memiliki sengketa terhadap pulau Dok-do.
Jepang memiliki ambisi besar untuk menjadikan pulau Dok-do bagian wilayah Jepang karena
pulau Dok-do memiliki kekayaan alam berupa Hydrate yang nantinya dapat menggantikan
minyak bumi. Oleh karena itu, Jepang juga berpotensi menjadi ancaman bagi Korea Selatan.
Jepang selama ini rutin meningkatkan kekuatan militer dan belakangan ini Jepang
mengekspansi pula lingkup kegiatan untuk kekuatan militer dengan mengatasnamakan
Collective Security, Jepang juga memiliki pengalaman di perang dunia sebelumnya, maka
ketika pihaknya ingin, kapanpun dapat menggunakan kekuatan militer secara agresif.
Sehingga pada saat Jepang meloloskan undang-undang Collective Security, di Korea Selatan
timbul banyak “kekhawatiran terhadap kemungkinan pergerakan maju pasukan bela diri
Jepang di wilayah udara dan perairan Korea Selatan”. (koran harian Choson, 21 Sep 2015,
A2) Ketika membandingkan kekuatan militer rata-rata yang dimiliki oleh Jepang dengan
pihak Korea Selatan, dapat dilihat dari tabel berikut,
Kategori Jepang Korea Selatan
Jumlah
pasukan
Seluruh jumlah pasukan 247.150 630.000
Angkatan darat 151.050 495.000
Angkata laut 45.500 70.000 (termasuk
mariner sebanyak
29.000 orang)
Angkatan udara 47.100 65.000
Angkatan
darat
Divisi 9 44 (termasuk
mariner)
Tank atau mobil lapis baja 777 2.400 (termasuk
mariner)
Panser 1.023 2.700
Artileri medan 589 5.600
Angkatan
laut
Kapal tempur 53 110
Kapal pendaratan 4 10
Kapal perang ranjau 30 10
47
Kapal sokongan 80 20
Kapal selam 18 10
Angkatan
Udara
Pesawat tempur 340 400
Pesawat patroli 37 60
Pesawat manuver udara 65 50
Pesawat latihan 248 160
Pesawat suplai minyak udara 5 -
Tabel 5.5
Perbandingan kekuatan militer di antara Korea Selatan dan Jepang
(sumber : Kementerian Pertahanan, 2016)
Menurut tabel di atas, jika dilihat dari jumlah pasukan darat ataupun seluruh jumlah
pasukan, Jepang lebih kurang dari Korea Selatan tetapi dalam kekuatan angkatan laut, Jepang
memiliki lebih banyak kapal selam dan kapal sokongan, kalau untuk dalam kekuatan
angkatan udara, jumlah pesawat tempur Jepang tidak jauh dengan Korea Selatan dan juga
mereka memiliki pesawat suplai minyak udara sehingga lingkup praktek mereka lebih luas.
Dilihat dari besar populasi mereka, teknologi, dan kekuatan militer, mereka sesungguhnya
dapat meningkatkan kekuatan militer secara eksplosif dalam waktu yang pendek.
Cina dan Jepang, kedua negara tersebut, berpotensi menjadi ancaman bagi Korea
Selatan. Korea Selatan sebaiknya tidak menutup kemungkinan apapun yang dapat diprediksi.
Sebab hubungan diplomatik Korea Selatan dengan mereka lebih cenderung ke Strategic
Partnership. Penelitian di atas menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak boleh
diabaikan oleh Korea Selatan.
Perbandingan kekuatan militer antara Korea Selatan dan Cina sepertinya tidak terlalu
berarti, dikarenakan kekuatan militer Cina sangat jauh diatas kekuatan militer Korea Selatan.
Menurut Waltz „Provokasi dalam rangka untuk mengejar hegemoni merupakan „bunuh diri‟
bagi suatu negara”. Meskipun pengembangan nuklir merupakan contoh yang baik menurut
Waltz bagi suatu negara untuk mengejar hegemoninya namun bagi Korea Selatan
kemungkinan untuk mengikuti „jejak‟ Korea Utara untuk mengejar kekuatan militer Cina
sangat kecil. Contohnya Korea Selatan mengembangkan senjata nuklirnya untuk kepentingan
pertahanan negaranya, hal ini sangat kecil kemungkinannya untuk dilakukan oleh Korea
Selatan. Oleh karena itu pertahanan nasional, aliansi, dan diplomasi yang pandai, yang
semacam inilah yang menjadi agenda penting bagi Korea Selatan. Namun pada praktiknya,
dalam hal peningkatan pertahanannya suatu negara akan mudah jatuh ke dalam Security
48
Dillema, hal inilah yang kemudian harus dihindari oleh Korea Selatan. Sehingga dalam hal
ini Korea Selatan terus menjaga batasnya sebaik mungkin.
Sedangkan, Jepang sebenarnya bukan ancaman yang secara langsung bagi Korea
Selatan saat ini. Namun dilihat dari sengketa-sengketa yang masih belum beres, riwayat
Jepang yang pernah mengkolonisasi Korea Selatan, dan juga kemampuan mereka yang dapat
mengekspansi kekuatan militer secara eksplosif, Jepang dapat digolongkan sebagai yang
berpotensial menjadi ancaman bagi Korea Selatan. Kesamaan ideologi tidak dapat menjadi
jawaban yang tepat bagi perdamaian, ketika suatu negara memiliki ambisi untuk menjadi
hegemon. Menurut Glaser, „mengejar hegemoni akan membuat negara-negara menjadi
semakin kuat namun di sisi lain hal itu akan menempatkan mereka di zona yang berbahaya‟,
Korea Selatan telah berada di dalam zona tersebut, sehingga ketika pertahanan nasional yang
maksimal menjadi keharusan, sistem wajib militer bukan lagi pilihan namun menjadi dasar
dalam pertahanan keamanan negara Korea Selatan dilihat dari segi internal balancing dan
Korea Selatan beraliansi dengan Amerika Serikat untuk menjaga stabilitas keamanan yaitu
dalam pandangan Balance of Power di Asia Timur, karena Cina dan Jepang saat ini menjadi
negara yang memiliki suara dan kekuatan yang besar di dunia, sangat penting membawa
stabilitas di kawasan Asia Timur. Aliansi dengan AS sebagai extra balancing dan detterence
berfungsi dengan baik yang dimaksud dengan tujuan kerjasama yang Korea Selatan dan AS
inginkan terhadap kawasan tersebut dan juga menjalankan diplomasi yang baik dengan Cina
dan Jepang agar hubungannya tetap baik.