bab v analisis data -...
TRANSCRIPT
BAB V
ANALISIS DATA
Pada Bab ini penulis akan menguraikan hasil temuan penelitian dan
menganalisis serta menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terdapat pada
pokok permasalalah. Pada Bab ini analisis penulis bagi menjadi dua sub bab, yang
pertama mengenai analisis penerimaan pajak daerah yang menjawab pertanyaan
penelitian dalam pokok permasalahan no 1, 2 dan 3. Sedangkan sub bab yang kedua
menganalisis mengenai pertanyaan penelitian pada pokok permasalahan no 4.
A. Analisis Penerimaan Pajak Daerah
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor adalah bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bentuk negara kesatuan ini selanjutnya memberi implikasi
yang cukup mendasar dalam pengelolaan kegiatan Pemerintah Daerah, khususnya
yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi. Basri (1995:110) mengatakan
bahwa salah satu ciri negara kesatuan adalah kekuasaan yang sangat besar atau
dominan pada Pemerintah Pusat.
Lebih lanjut Basri mengungkapkan bahwa dominasi pusat dari satu ke lain
negara berbeda-beda. Perbedaan intensitas ini ternyata tidak berkorelasi dengan
ideologi yang dianut, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh latar belakang
sejarah, budaya politik, serta lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh
negara.
128
129
Pada tahap awal pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh rezim
orde baru, penerimaan sektor migas sangat mendominasi penerimaan negara.
Akibatnya alokasi dana pusat yang digunakan untuk pembangunan daerah juga
sebagian besar bersandarkan pada sektor tersebut. Dalam membiayai
pembangunan daerah proporsi alokasi bantuan pusat tersebut cukup besar,
sehingga mengakibatkan pola ketergantungan tersendiri yang sampai saat ini terus
menjangkiti sejumlah pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor.
Besarnya ketergantungan ini sangat dipengaruhi oleh desain politik orde
baru yang menekankan stabilitas politik sebagai doktrin utama pembangunan.
Penekanan doktrin stabilitas ini sendiri tidak lepas dari pengalaman sejarah yang
menunjukkan besarnya potensi disintegrasi dari berbagai wilayah di Indonesia.
Namun saat ini tantangan dan dinamika perubahan pembangunan politik
dan ekonomi tentunya mengalami perubahan. Perubahan tantangan pembangunan
yang berkaitan dengan pola pengelolaan Negara itu telah mengemuka jauh
sebelum gerakan reformasi total menggantikan pemerintahan orde baru. Dengan
berlalunya oil boom, tantangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini adalah
bagaimana mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Dalam
rangka menjaga kelangsungan pembangunan, upaya mengoptimalkan sumber-
sumber penerimaan dalam negeri adalah prioritas utama yang harus dilaksanakan
secara serius.
130
Dalam situasi ekonomi sekarang ini, sumber penerimaan yang dikelola
oleh pemerintah pusat sulit untuk dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena
objeknya tergantung dari intensitas ekonomi secara nasional. Namun sumber-
sumber penerimaan yang dikelola pemerintah daerah masih dapat ditingkatkan
karena sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari potensi
asli daerah sebagian besar cenderung belum digalang secara optimal.
Karena itu adalah penting untuk memahami perkembangan Pajak Daerah
sebagai salah satu sumber penerimaan asli daerah yang pengelolaan dan
pemanfaatannya sepenuhnya ditujukan bagi pembangunan daerah. Melalui
perkembangan Pajak Daerah dan Penerimaan Asli Daerah dapat dianalisis
seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan di daerahnya, khususnya pembangunan ekonomi. Lebih jauh
melalui analisis empiris terhadap perkembangan Pajak Daerah dan Penerimaan
Asli Daerah dapat dianalisis peran Pemerintah Daerah dalam kegiatan ekonomi di
daerahnya.
Dalam pada itu selain merupakan salah satu sumber penerimaan asli
daerah, penerimaan pajak daerah dapat juga digunakan untuk mengukur upaya
pajak (tax effort) pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam rangka menggalang
dana dari salah satu unsur Penerimaan Asli Daerah untuk membiayai proses
pembangunan di daerahnya.
131
Berkaitan dengan hal di atas maka penulis mengembangkan empat
persepektif analisis. Pertama, analisis empiris perkembangan total penerimaan
pajak daerah dan kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total penerimaan
pajak daerah. Kedua, analisis kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli
daerah, laju perkembangannya dan varians penerimaan pajak daerah. Ketiga
adalah analisis kinerja pajak daerah yang terdiri dari : tax effort (upaya pajak)
yang terdiri dari tax ratio (rasio pajak) dan tax elasticity; tax effectiveness (hasil
guna pajak); dan tax efficiency (daya guna pajak). Keempat, analisis unsur-unsur
administrasi pajak daerah.
1. Analisis Perkembangan Pajak Daerah
Selama periode 1998/1999-2004, pajak daerah mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan (lihat gambar di bawah ini)
Gambar 4 Grafik Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 1998/1999-2004
01E+102E+103E+104E+105E+106E+107E+108E+109E+101E+11
1998
/1999
1999
/2000
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun Anggaran
Paja
k D
aera
h
Sumber : Data diolah
132
Dalam periode tersebut Pajak Daerah mengalami rata-rata
pertumbuhan sebesar 20,53%, dengan pertumbuhan terendah pada periode
tahun 2000 sebesar 8,92% dan tertinggi pada periode tahun 2001 sebesar
37,07%. Rendahnya penerimaan pajak daerah pada tahun 2000 disebabkan
peralihan periode tahun anggaran dimana pada tahun anggaran 2000
hanya terdiri dari 9 bulan. Selain itu pada tahun 2000 Kota Depok sudah
memisahkan diri dari Kabupaten Bogor. Hal ini tentu saja membuat
penerimaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten Bogor menjadi menurun
secara signifikan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menganalisis Pajak Daerah
adalah juga dengan melakukan analisis terhadap setiap jenis pajak daerah
yang ada selama periode tahun penelitian. Jenis pajak daerah yang
dianalisis dan dibahas dalam penelitian ini sesuai dengan pembatasan
masalah dibatasi hanya pada 5 (lima) jenis pajak daerah yaitu Pajak Hotel
dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C. Hal dilakukan
agar konsistensi data tetap berlaku. Memang, sebelum diterbitkan UU No
18 Tahun 1997 yang kemudian direvisi dengan UU No 34 Tahun 2000
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menurut Devas (1989:59)
setiap Daerah memiliki lebih dari 50 jenis pajak daerah, tetapi sebagian
besar daerah hanya memungut 8 sampai dengan 12 jenis saja. Untuk
133
mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai penerimaan pajak daerah
di Kabupaten Bogor periode 1998 / 1999 - 2004, di bawah ini disajikan
tabel realisasi penerimaan setiap jenis pajak daerah, yang terdiri atas Pajak
Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian GolonganC:
134
Tabel 22. Realisasi Penerimaan Berbagai Jenis Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 1998/1999 Sampai Dengan 2004 (dalam rupiah)
Tahun Pajak Hotel Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Golongan C Total
1998/1999 5.797.715.308 874.557.309 750.525.564 10.308.791.448 7.321.325.231 25.052.914.860 1999/2000 7.035.595.361 946.051.950 861.677.335 12.067.214.138 10.705.148.110 31.615.686.894
2000 5.716.223.008 743.683.600 717.583.791 14.058.973.728 13.198.144.993 34.434.609.120 2001 6.378.089.542 1.281.236.188 1.104.999.658 23.715.244.547 14.719.953.595 47.199.523.529 2002 9.041.267.062 1.647.073.072 1.811.173.770 31.379.551.686 18.640.026.650 62.519.092.240 2003 11.266.734.275 2.296.931.491 2.644.285.117 41.452.127.970 21.574.217.351 79.234.296.204 2004 11.481.534.123 2.525.065.137 2.883.212.072 48.440.534.277 23.690.395.559 89.020.741.169 Total 56.717.158.679 10.314.598.747 10.773.457.307 181.422.437.794 109.849.211.490 369.076.864.016
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, 2005
135
Dengan berdasarkan tabel di atas maka dapat dihitung
besarnya kontribusi masing-masing jenis pajak daerah terhadap jumlah
total penerimaan pajak daerah selama kurun waktu 1998/1999-2004
yang akan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 23 Kontribusi Setiap Jenis Pajak Daerah Terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Bogor Periode 1998/1999-2004
No
Jenis Pajak
Penerimaan
Kontribusi (%) 1 Pajak Hotel & Rest. 56.717.158.679 15,37 2 Pajak Hiburan 10.314.598.747 2,79 3 Pajak Reklame 10.773.457.307 2,92 4 Pajak Penerangan Jln 181.422.437.794 49,16 5 Pjk Galian Gol C 109.849.211.490 29,76
Jumlah
369.076.864.016 100
Sumber : Dispenda Kab Bogor (diolah penulis)
Terlihat pada tabel di atas kontributor terbesar penerimaan
pajak daerah di Kabupaten Bogor sepanjang periode 1998/1999-2004
adalah Pajak Penerangan Jalan sebesar 49,16% dengan nilai nominal
Rp.181,42 milyar diikuti Pajak Penggalian dan Pengolahan Bahan
Galian Gol. C sebesar 29,76% dengan nilai nominal Rp.109,85 milyar,
kemudian secara berturut-turut Pajak Hotel dan Restoran 15,37%,.
Selanjutnya Pajak Reklame dan Pajak Hiburan masing-masing sebesar
2,92% dan 2,79%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Salomo dan Ikhsan (2002:95) yang menyebutkan tiga jenis pajak
daerah yang memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan pajak
daerah yaitu Pajak Penerangan Jalan, Pajak Penggalian Bahan Galian
136
Gol. C serta Pajak Hotel dan Restoran. Selanjutnya Salomo dan Ikhsan
(2002:96) menjelaskan bahwa jenis-jenis pajak daerah tersebut
mempunyai potensi untuk dikembangkan di masa mendatang. Hal ini
dapat terlihat dari struktur perekonomiannya yang merupakan
campuran antara sektor primer (pertanian) dengan sektor sekunder dan
tertier ( industri dan perdagangan serta jasa).
Agar lebih mudah memahami kontribusi penerimaan setiap
jenis pajak daerah terhadap seluruh penerimaan pajak daerah maka
penulis juga menyajikan dalam bentuk gambar berikut ini :
Gambar 5. Kontribusi Setiap Jenis Pajak Daerah Terhadap Total Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Bogor Periode 1998/1999-2004
15.37%
2.79%
2.92%
49.16%
29.76%
PHR PHI PREK PPJ Pjk Galian Gol C
Sumber : Diolah penulis a. Pajak Hotel dan Restoran
Pajak Hotel dan Restoran asalnya bernama Pajak
Pembangunan I. Kemunculan pajak ini berasal sejak jaman
revolusi fisik kemerdekaan, yang dipungut dengan sukarela oleh
penguasa. Pungutan secara sukarela ini dilakukan oleh badan-
badan perjuangan dengan menentukan prosentase tertentu dari
137
pembayaran kepada rumah-rumah penginapan dan rumah-rumah
makan dengan nama Fonds Kemerdekaan. Pemberian nama Pajak
Pembangunan I diharapkan akan melahirkan Pajak Pembangunan
II, II dan seterusnya. Akan tetapi kenyataannya sampai diganti
dengan nama Pajak Hotel dan Restoran, tidak pernah lahir pajak
pembangunan II (Soelarno, 1999:175).
Seiring dengan semakin meningkatnya pembangunan,
khususnya pengembangan kawasan-kawasan pariwisata baru
terutama di bagian barat dan timur wilayah Kabupaten Bogor serta
sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada dengan
memperhatikan keserasiannya dengan lingkungan, maka jumlah
hotel dan restoran juga semakin meningkat baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Pajak Hotel dan Restoran merupakan salah satu
sumber penerimaan pajak daerah. Di mana diharapkan apabila
penerimaan dari jasa Pajak Hotel dan Restoran meningkat, maka
penerimaan pajak darerah pun akan meningkat yang sekaligus juga
akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran ini didasarkan pada
Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor No. 15 dan 16
tanggal 1 Mei tahun 2002 tentang Pajak Hotel dan Restoran.
Berdasarkan jenisnya, hotel di wilayah Kabupaten Bogor ini dibagi
menjadi hotel bintang dan hotel melati. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 24 sebagai berikut :
138
Tabel 24 Jumlah Hotel dan Restoran Di Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 1998 Sampai Dengan 2004
Hotel Tahun Bintang Melati Jumlah Restoran
1998 13 95 108 138 1999 13 95 108 138 2000 13 95 108 138 2001 14 94 108 140 2002 15 93 108 142 2003 16 92 108 145 2004 16 92 108 145
Sumber : Diparda Kabupaten Bogor, 2005
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun
1998 sampai dengan 2004 jumlah hotel secara keseluruhan adalah
sebanyak 16 buah untuk jenis bintang dan 92 jenis melati.
Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, maka sampai dengan
tahun 2004 ini jumlah hotel adalah sebanyak 108 hotel. Terjadinya
penurunan jumlah hotel Melati mulai tahun 2001 sampai dengan
2004 disebabkan karena sejumlah hotel Melati tersebut telah
berubah status menjadi hotel Bintang, sebagai contoh Hotel Mirah
dan Hotel Pakuan.
Kemudian untuk jumlah restoran dari tahun 2000 sampai
dengan 2004, memiliki kecenderungan yang semakin meningkat.
Di mana pada tahun 2000 jumlahnya hanya sebanyak 138 restoran.
Tetapi sampai dengan tahun 2004, jumlah ini semakin bertambah
sampai dengan sebanyak 145 restoran. Semakin berkembangnya
jumlah restoran ini disebabkan karena kota Bogor merupakan salah
kota objek kunjungan wisata dan sekaligus sebagai kota perlintasan
139
bagi lalu lintas angkutan darat Jakarta Bandung, sehingga tidak
jarang dari mereka singgah untuk beristirahat.
Dengan semakin banyak dan berkembangnya jumlah hotel
dan restoran yang berada di wilayah Kabupaten Bogor ini,
diharapkan jumlah penerimaan pajak dari potensi ini juga akan
semakin meningkat sehingga peningkatan penerimaan pajak
tersebut nantinya akan mempengaruhi jumlah Pajak Daerah
Untuk melihat perkembangan penerimaan Pajak Hotel dan
Restoran yang di Kabupaten Bogor, di bawah ini ditampilkan pada
tabel :
Tabel 25 Penerimaan Pajak Hotel & Restoran Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Perubahan
Tahun Pajak Hotel &
Restoran (rupiah) Rupiah (%)
1998/1999 5.797.715.308 0 0 1999/2000 7.035.595.361 1.237.880.053 21,35
2000 5.716.223.008 -1.319.372.354 -18,75 2001 6.378.089.542 661.866.534 11,58 2002 9.041.267.062 2.663.177.520 41,76 2003 11.266.734.275 2.225.467.214 24,61 2004 11.481.534.123 214.799.848 1,91
Jumlah 56.717.158.679 5.683.818.815 82,45 Sumber : Data diolah
Dari tabel di atas terlihat penerimaan pajak hotel dan
restoran dari tahun ke tahun meningkat kecuali pada tahun 2000
yang mengalami penurunan yang disebabkan tidak lengkapnya
jumlah bulan dalam tahun anggaran 2000, yang hanya 9 bulan.
Selain itu pada tahun tersebut Depok sudah memisahkan diri
menjadi Kota tersendiri. Namun jika dilihat dari prosentase
140
perubahannya, kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar
41,76% dengan nominal penerimaan sebesar Rp. 9 milyar.
Selain itu, dibawah ini disajikan rasio perkembangan pajak
hotel dan restoran yang disandingkan dengan pajak daerah pada
tabel berikut ini :
Tabel 26. Rasio Perkembangan Pajak Hotel dan Restoran Serta Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 - 2004
Tahun Pajak Hotel dan
Restoran (Rp)
Perkembangan ( % )
Pajak Daerah (Rp)
Perkembangan ( % ) Kontribusi
1998/1999 5.797.715.308 0 25.052.914.860 0 23,14 1999/2000 7.035.595.361 21,35 31.615.686.894 26,20 22,25
2000 5.716.223.008 -18,75 34.434.609.120 8,92 16,60 2001 6.378.089.542 11,58 47.199.523.529 37,07 13,51 2002 9.041.267.062 41,76 62.519.092.240 32,46 14,46 2003 11.266.734.275 24,61 79.234.296.204 26,74 14,22 2004 11.481.534.123 1,91 89.020.741.169 12,35 12,90
Rata-rata 8.102.451.240 11,78 52.725.266.288 20,53 16,73 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan
pajak hotel dan restoran akan tidak selalu diikuti oleh perubahan
pajak daerah. Rata-rata perkembangan Pajak Hotel dan Restoran
selama tahun 1998/1999 sampai dengan 2004 adalah sebesar
11,78% pertahun, sedangkan perkembangan Pajak Daerah rata-rata
sebesar 20,53% setiap tahunnya. Kontribusi Pajak Hotel dan
Restoran selama periode 1998/1999-2004 berfluktuatif dengan
rata-rata sebesar 16,73%. Angka terbesar kontribusi terjadi pada
periode 1998/1999 sebesar 23,14% sedangkan yang terkecil pada
periode 2004 sebesar 12,90%.
141
Salomo dan Ikhsan (2002:96) mengungkapkan bahwa
dalam kondisi normal potensi Pajak Hotel dan Restoran
diperkirakan akan terus berkembang. Hal ini sejalan dengan
kondisi geografis Kabupaten Bogor yang beriklim sejuk dan
memiliki pemandangan indah, sehingga kegiatan bisnis hotel dan
restoran di wilayah Kabupaten Bogor berkembang pesar pula.
Namun demikian, banyaknya protes dari warga mengenai
keberadaan hotel, penginapan dan tempat hiburan yang
disalahgunakan sehingga mengakibatkan terjadinya pengrusakan
hotel, penginapan dan tempat hiburan maka potensi penerimaan
Pajak Hotel dan Restoran terancam menurun. Hal ini dapat
dibuktikan dengan laju pertumbuhan PDRB pada tahun 2004
sektor hotel hanya sebesar 0,4% dan restoran sebesar 3,61%.
b. Pajak Hiburan
Jenis pajak ini termasuk pajak yang tergolong sebagai pajak
asli daerah, dalam arti bukan pajak negara yang diserahkan kepada
daerah. Dengan demikian dasar hukum yang berbentuk ordonansi
atau undang-undang yang mengatur jenis pungutan ini sulit
ditemukan.
Pemungutan pajak hiburan pada Kabupaten Bogor dilandasi
oleh Peraturan Daerah Nomor 18 tanggal 1 Mei tahun 2002 tentang
Pajak Hiburan. Di mana objek yang dikenakan oleh pajak ini
142
adalah semua yang termasuk tempat-tempat hiburan, baik yang
dipertontonkan ataupun tidak.
Jika dilihat dunia hiburan sekarang ini semakin
berkembang dengan pesat, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui perkembangan dunia
hiburan di Kabupaten Bogor selama periode 1998/1999 hingga
2004, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 27 di bawah ini :
143
Tabel 27. Perkembangan Tempat Hiburan di wilayah Kabupaten Bogor Tahun 1998 Sampai Dengan 2004
Jenis Hiburan Tahun Objek
Wisata Bioskop Kolam Renang Pemancingan Perkemahan Golf Billiard
Jumlah
1998 23 9 3 4 5 9 5 58 1999 23 9 3 4 8 9 5 61 2000 23 9 3 4 8 7 5 59 2001 23 9 3 4 8 7 5 59 2002 23 9 3 4 8 7 5 59 2003 23 9 3 4 8 7 5 59 2004 23 9 3 4 8 7 6 60 Sumber : Potret Kabupaten Bogor, 2005
144
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tempat hiburan yang
berada di wilayah Kabupaten Bogor selama periode tahun
1998/1999 sampai dengan 2004 memiliki kecederungan yang
semakin meningkat. Di mana penurunan jumlah tempat hiburan
tersebut terjadi mulai tahun 2000 khususnya untuk jenis tempat
hiburan golf, yang dikarenakan sebagian dari tempat tersebut
diambil alih oleh Pemerintah Kota Depok.
Kemudian untuk melihat perkembangan penerimaan pajak
hiburan yang ada di kabupaten Bogor, berikut di bawah ini
disajikan tabel penerimaan pajak hiburan serta perubahannya
Tabel 28 Penerimaan Pajak Hiburan Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Perubahan Tahun Pajak Hiburan (rupiah) Rupiah (%)
1998/1999 874.557.309 0 0 1999/2000 946.051.950 71.494.641 8,17
2000 743.683.600 -202.368.350 -21,39 2001 1.281.236.188 537.552.588 72,28 2002 1.647.073.072 365.836.884 28,55 2003 2.296.931.491 649.858.419 39,46 2004 2.525.065.137 228.133.646 9,93
Total 10.314.598.747 1.650.507.828 137,01 Sumber : Data diolah
Dari tabel di atas terlihat bahwa penerimaan pajak hiburan
di Kabupaten Bogor selalu terjadi peningkatan dari tahun ke tahun,
terkecuali pada tahun 2000. Terjadi lonjakan yang tinggi pada
tahun 2001 dilihat dari prosentase perubahannya, yaitu sebesar
72,28% dengan nominal penerimaan sebesar Rp. 1,28 milyar dari
penerimaan sebesar Rp. 743,68 juta pada tahun 2000.
145
Selanjutnya, dibawah ini disajikan rasio perkembangan
pajak hiburan yang disandingkan dengan pajak daerah pada tabel
berikut ini :
Tabel 29 Rasio Perkembangan Pajak Hiburan Serta Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Tahun Pajak Hiburan
(Rp) Perkembangan
( % ) Pajak Daerah
(Rp) Perkembangan
( % ) Kontribusi
1998/1999 874.557.309 0 25.052.914.860 0 3,49 1999/2000 946.051.950 8.17 31.615.686.894 26,20 2,99
2000 743.683.600 -21.39 34.434.609.120 8,92 2,16 2001 1.281.236.188 72.28 47.199.523.529 37,07 2,71 2002 1.647.073.072 28.55 62.519.092.240 32,46 2,63 2003 2.296.931.491 39.46 79.234.296.204 26,74 2,90 2004 2.525.065.137 9.93 89.020.741.169 12,35 2,84
Rata-rata 1.473.514.107 20.26 52.725.266.288 20,53 4,93 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa besarnya
perubahan Pajak Hiburan pada setiap tahunnya tidak selalu diikuti
oleh perubahan Pajak Daerah. Kemudian jika dilihat rata-rata laju
perkembangan Pajak Hiburan selama tahun 1998/1999 sampai
dengan 2004 adalah sebesar 20,26 % pertahun sedangkan Pajak
Daerah rata-rata sebesar 20,53 % setiap tahunnya. Rata-rata
kontribusi Pajak Hiburan selam periode 1998/1999 adalah sebesar
4,93%
Pajak Hiburan yang pada urutan kontribusi terhadap
Pajak Daerah menempati posisi no 5 dari lima pajak daerah yang
diteliti dalam tesis ini, sebetulnya masih bisa ditingkatkan
penerimaannya. Salomo dan Ikhsan (2002:98) menyarankan
dengan cara mengintensifkan pemungutan dari berbagai objek dan
146
subjek pajak yang salama ini telah ada, terutama jenis hiburan-
hiburan yang umumnya terdapat di hotel.
c. Pajak Reklame
Seperti halnya Pajak Hiburan, jenis pajak ini termasuk
Pajak Asli Daerah. Oleh karena itu penulis tidak menemukan
landasan hukum dalam bentuk Undang-Undang atau Ordonansi
yang mengatur sebelumnya.
Pajak Reklame merupakan salah satu sumber penerimaan
pajak daerah yang diandalkan. Hal ini disebabkan karena semakin
berkembang dunia usaha tingkat persaingannya akan semakin
ketat. Sehingga dengan adanya persaingan tersebut setiap
perusahaan berusaha memperoleh keuntungan dengan cara menarik
konsumen sebanyak-banyaknya melalui reklame. Dengan demikian
penerimaan pajak reklame diharapkan akan semakin meningkat
seiring dengan adanya persaingan antara pebisnis tersebut. Pajak
reklame ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 19 tanggal 1
Mei 2002 tentang Pajak Reklame.
147
Tabel 30 Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Perubahan Tahun Pajak Reklame
(rupiah) Rupiah (%) 1998/1999 750.525.564 0 0 1999/2000 861.677.335 111.151.771 14,81
2000 717.583.791 -144.093.543 -16,72 2001 1.104.999.658 387.415.867 53,99 2002 1.811.173.770 706.174.112 63,91 2003 2.644.285.117 833.111.347 46,00 2004 2.883.212.072 238.926.955 9,04
Total 10.773.457.307 2.132.686.508 171.02 Sumber : Data diolah
Dari data di atas terlihat bahwa penerimaan Pajak Reklame
di Kabupaten Bogor selalu meningkat terkecuali pada tahun 2000
yang mengalami penurunan. Pada kolom prosentase perubahan,
terlihat pada tahun 2002 mengalami lonjakan tertinggi sebesar
63,91%. Secara keseluruhan penerimaan Pajak Reklame di
Kabupaten Bogor selama periode 1998/1999 sampai dengan 2004
sebesar Rp 10,77 milyar.
Tabel 31 Rasio Perkembangan Pajak Reklame Serta Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 - 2004
Tahun Pajak Reklame (Rp)
Perkembangan ( % )
Pajak Daerah (Rp)
Perkembangan ( % )
Kontribusi
1998/1999 750.525.564 0 25.052.914.860 0 3.00 1999/2000 861.677.335 14.81 31.615.686.894 26,20 2.73
2000 717.583.791 -16.72 34.434.609.120 8,92 2.08 2001 1.104.999.658 53.99 47.199.523.529 37,07 2.34 2002 1.811.173.770 63.91 62.519.092.240 32,46 2.90 2003 2.644.285.117 46.00 79.234.296.204 26,74 3.34 2004 2.883.212.072 9.04 89.020.741.169 12,35 3.24
Rata-rata 1,675,978,919.22 24.43 52.725.266.288 20,53 2.80 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa besarnya
perubahan Pajak Reklame tidak selalu diikuti oleh besarnya
perubahan Pajak Daerah. Hal ini dapat dilihat rata-rata besarnya
148
perubahan atau perkembangan Pajak Reklame selama tahun
1998/1999 sampai dengan 2004, yaitu sebesar 24,43 % setiap
tahunnya, sedangkan untuk Pajak Daerah rata-rata hanya sebesar
20,53 % pertahun. Rata-rata kontribusi selama periode 1998/1999
hingga 2004 adalah sebesar 2,8%. Pajak ini potensial untuk
ditingkatkan mengingat wilayah Kabupaten Bogor merupakan jalur
lintasan utama antara Jakarta ke Bandung dan sebaliknya lewat
Puncak yang sangat ramai lalu lintasnya sehingga sangat strategis
sebagai tempat pemasangan reklame berbagai jenis barang maupun
jasa, terutama dalam bentuk reklame di luar ruangan seperti
billboard dan sejeninya. Selain itu reklame ukuran kecil juga
potensial, terutama digunakan oleh berbagai jenis usaha kecil dan
menengah serta apotek (Salomo dan Ikhsan, 2002:98)
d. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Lahirnya PPJ disebabkan oleh suatu pertimbangan bahwa
pemerintah memerlukan biaya cukup besar dimana selama ini
ditanggung pemda. Perkembangan kata yang semakin ketata dan
melebihi kemampuan pemda dalam menyediakan prasarana dan
sarana perkotaan termasuk penerangan jalan. Hal ini menuntut
adanya penentuan prioritas pembiayaan sesuai dengan analisis
biaya dan manfaat.
149
Sarana penerangan jalan yang disediakan pemda
dimaksudkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
khususnya demi keamanan, ketertiban dan kesegaran kehidupan
kota.
Selanjutnya secara bertahap pemda memperluas jaringan
penerangan jalan pada tempat-tempat tertentu. Walaupun
demikian, masih ada lokasi-lokasi baru yang belum memperoleh
sarana itu dan perlu mendapat penerangan jalan. Untuk kelancaran
pembangunan tersebut pemerintah menganggap bahwa sudah
sewajarnya warga kota yang dianggap mampu yang merupakan
pemakai atau pelanggan listrik PLN ikut serta membiayai
pembangunannya tersebut dengan pengenaan pungutan sejumlah
yang telah ditentukan. Untuk efisiensi pungutan itu, maka
pungutan dilakukan sekaligus bersamaan dengan pembayaran
pemakaian tenaga listrik tiap bulannya. Hasil penerimaan pajak ini
diperuntukan paling sedikit 10 % bagi desa di wilayah daerah
kabupaten yang bersangkutan (Samudra, 2005:174).
Pajak Penerangan Jalan ini diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 23 tanggal 19 Juli tahun 2002 tentang Pajak Penerangan
Jalan. Untuk melihat perkembangan penggunaan listrik akan
disajikan dalam tabel 32 di bawah ini :
150
Tabel 32 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektor Listrik Kabupaten Bogor Menurut Harga Berlaku Tahun 1998 Sampai Dengan 2004
Tahun Sektor Listrik
(Rp) Perkembangan
( % ) 1998 248.489.150.000 0 1999 252.376.660.000 1.56 2000 328.619.650.000 30.21 2001 356.870.600.000 8.60 2002 421.034.760.000 17.98 2003 486980.550.000 15.66 2004 504.492.230.000 3.60
Rata-rata 306.670278.000 14.53 Sumber : BPS Kabupaten Bogor, 2005
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor listrik Kabupaten Bogor
tahun 1998 sampai dengan 2004, setiap tahunnya cenderung
mengalami peningkatan. Di mana rata-rata jumlah PDRB sektor
listrik selama tahun tersebut adalah sebesar Rp.306.670.278.000
setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan sebesar 14,53 %
pertahun. Hal ini dimungkinkan karena terjadi pengembangan
kota-kota yang dapat menjadi pusat pertumbuhan di bagian barat
dan timur. Di bagian barat adalah Leuwiliang, Jasinga, Parung
Panjang, Tenjo dan Rumpin. Sedangkan di bagian Timur adalah
Jonggol dan Cariu. Sejalan dengan pengembangan kota-kota
tersebut adalah pengembangan pusat-pusat pemukiman yang akan
menampung, baik kebutuhan perumahan secara internal yang
tumbuh maupun luberan dari luar wilayah. Dengan demikian
kebutuhan akan listrik terhadap perkembangan pemukiman akan
terus meningkat.
151
Selain itu, Salomo dan Ikhsan (2002:96) menambahkan
bahwa potensi Pajak Penerangan Jalan berasal dari objek pajak
yang berupa industri-industri besar yang berasal yang berlokasi di
Kabupaten Bogor yang merupakan pengguna aliran listrik dalam
skala besar selain itu tumbuh berkembangnya perumahan-
perumahan dengan pesat di Kabupaten ini juga turut mendorong
penggunaan aliran listrik secara signifikan.
Tabel 33 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Perubahan
Tahun Pajak Penerangan
Jalan (rupiah) Rupiah (%)
1998/1999 10.308.791.448 0 0 1999/2000 12.067.214.138 1.758.422.690 17,06
2000 14.058.973.728 1.991.759.590 16,51 2001 23.715.244.547 9.656.270.819 68,68 2002 31.379.551.686 7.664.307.140 32,32 2003 41.452.127.970 10.072.576.284 32,10 2004 48.440.534.277 6.988.406.307 16,86 Total 181.422.437.794 38.131.742.829 183,52
Sumber : Data diolah
Terlihat pada tabel 33 di atas bahwa penerimaan Pajak
Penerangan Jalan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2000
terjadi penurunan prosentase perubahan sebesar 1%. Total
prosentase perubahan yang terjadi selama periode 19998/1996
sampai dengan 2004 sebesar 183,52%.
152
Tabel 34 Rasio Perkembangan Pajak Penerangan Jalan Serta Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004
Tahun
Pajak Penerangan
Jalan (Rp)
Perkembangan ( % )
Pajak Daerah (Rp)
Perkembangan ( % )
Kontribusi (%)
1998 10.308.791.448 0 25.052.914.860 0 41,15 1999 12.067.214.138 17,06 31.615.686.894 26,20 38,17 2000 14.058.973.728 16,51 34.434.609.120 8,92 40,83 2001 23.715.244.547 68,68 47.199.523.529 37,07 50,24 2002 31.379.551.686 32,32 62.519.092.240 32,46 50,19 2003 41.452.127.970 32,10 79.234.296.204 26,74 52,32 2004 48.440.534.277 16,86 89.020.741.169 12,35 54,41 Rata-
rata 25.917.491.113 26,22 52725266.288 20,53 46,76
Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa besarnya
perubahan Pajak Penerangan Jalan selalu diikuti oleh perubahan
Pajak Daerah. Selama tahun 1998/1999 sampai dengan 2004,
besarnya rata-rata laju perkembangan Pajak Penerangan Jalan
adalah sebesar 26,22 % pertahun, sedangkan untuk Pajak Daerah
hanya sebesar 20,53 % setiap tahunnya. Rata-rata kontribusi Pajak
Penerangan Jalan sejak tahun anggaran 1998/1999-2004 sebesar
46,76%
e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Gol C
Reformasi Pajak Daerah dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah antara lain bertujuan untuk penataan kembali
beberapa jenis retribusi yang pada hakekatnya adalah pajak, untuk
kemudahan administrasi sehingga realisasi penerimaan pajak
153
daerah diharapkan sesuai dengan tax capacity yang ada. Salah satu
bentuk penataan kembali retribusi yang pada hakekatnya bersifat
pajak yaitu Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C yang sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 11
Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah
dikategorikan sebagai Retribusi Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C (Samudra, 2005:185).
Pajak pengambilan dan pengolahan galian golongan C ini
diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 20 tanggal 1 Mei tahun
2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C. Di mana perkembangan objek pajak yang termasuk
dalam pajak ini seperti yang akan disajikan dalam tabel sebagai
berikut :
154
Tabel 35. Perkembangan Produksi Bahan Galian Golongan C Kabupaten Bogor Tahun 1998 Sampai Dengan 2004
Jenis Bahan Galian (ton) Tahun
Kapur Tanah Liat Batu Gunung
Pasir dan Kerikil
Tanah Urug Bentonit Feldsfar Trass
Volume
1998 10.848.141,37 1.469.910,00 1.400.034,09 272.156,40 2.732.00 - - - 13.992.973,86 1999 12.053.280,00 1.395.877,00 1.241.609,00 112.099,00 21.019.00 - 4.112,00 4.498,00 14.832.494,00 2000 12.467.889,00 1.546.781,00 2.224.590,00 110.342,00 9.876.00 - - - 16.359.478,00 2001 13.004.321,00 1.432.448,72 2.451.783,00 643.576,00 11.999.00 - - - 17.544.127,72 2002 13.583.456,00 1.458.337,00 3.478.552,00 665.899,00 8.354.00 - - - 19.194.598,00 2003 13.890.724,65 1.497.662,00 3.336.180,00 721.443,00 9.221.00 - 3.521,00 5.123,00 19.463.874,65 2004 14.786.675,02 1.634.908,76 3.793.549,00 743.679,00 9.885.00 - - - 20.968.696,78
Sumber : Potret Kabupaten Bogor, 2005
155
Berdasarkan tabel 35 dapat dijelaskan bahwa pengambilan
dan pengolahan bahan galian golongan C terdiri dari enam jenis
bahan galian. Di mana setiap tahunnya volume bahan galian
tersebut selalu mengalami peningkatan. Volume terbesar terjadi
pada tahun 2004, di mana dari total volume sebesar 20.968.696,78
ton, dan yang terkecil pada tahun 1998 sebesar 13.992.973,86 ton.
Berikut di bawah ini tabel penerimaan Pajak Pengambilan
dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Kabupaten Bogor.
Tabel 36 Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Gol C Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Perubahan
Tahun
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan
Galian Gol C (rupiah)
Rupiah (%)
1998/1999 7.321.325.231 0 0.00 1999/2000 10.705.148.110 3.383.822.879 46,22
2000 13.198.144.993 2.492.996.883 23,29 2001 14.719.953.595 1.521.808.602 11,53 2002 18.640.026.650 3.920.073.055 26,63 2003 21.574.217.351 2.934.190.700 15,74 2004 23.690.395.559 2.116.178.209 9,81 Total 109.849.211.490 16.369.070.328 133,22
Sumber : Data diolah
Dari tabel di atas terlihat selama periode tahun 1998/1999
sampai 2004, penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Bogor terlihat
menunjukan peningkatan setiap tahun. Jumlah penerimaan pajak
ini selama periode 1998/1999-2004 adalah sebesar Rp.109,85
milyar. Prosentase peningkatan terbesar terjadi pada tahun
1999/2000 sebesar 46,22% dan yang terkecil sebesar 9,81%.
156
Untuk melihat laju perkembangan Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang disandingkan dengan
laju perkembangan Pajak Daerah serta kontribusinya maka di
bawah ini disajikan tabel :
Tabel 37 Rasio Perkembangan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Gol C Serta Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998 Sampai Dengan 2004
Tahun
Pajak Pengambilan
dan Pengolahan Bahan Galian
Gol C (Rp)
Perkembangan ( % )
Pajak Daerah (Rp)
Perkembangan ( % ) Kontribusi
1998 7.321.325.231 0 25.052.914.860 0 29,22 1999 10.705.148.110 46,22 31.615.686.894 26,20 33,86 2000 13.198.144.993 23,29 34.434.609.120 8,92 38,33 2001 14.719.953.595 11,53 47.199.523.529 37,07 31,19 2002 18.640.026.650 26,63 62.519.092.240 32,46 29,81 2003 21.574.217.351 15,74 79.234.296.204 26,74 27,23 2004 23.690.395.559 9,81 89.020.741.169 12,35 26,61
Rata-rata 15.692.744.499 19,03 52.725.266.288 20,53
30,89
Sumber : data diolah penulis
Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya perubahan Pajak
Daerah tidak selalu diikuti besarnya perubahan Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Galian Golongan C. Bahkan jika dilihat dari rata-ratanya
selama tahun 1998 sampai dengan 2004, besarnya perubahan Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C adalah sebesar
19,03% setiap tahun yang lebih kecil dari besarnya perubahan Pajak
Daerah yang sebesar 20,53 % pertahunnya. Selama periode
1998/1999-2004, rata-rata kontribusi Pajak Penggalian dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C adalah sebesar 30,8%.
157
2. Analisis Kontribusi dan Laju Perkembangan Pajak Daerah Terhadap
Penerimaan Asli Daerah SertaVarians Penerimaan Pajak Daerah
a. Analisis Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Asli
Daerah Kabupaten Bogor
Dalam upaya melakukan pembangunan di segala bidang, setiap
daerah berupaya untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerahnya.
Hal ini dilakukan sebab Pendapatan Asli Daerah merupakan modal
utama bagi pembiayaan pembangunan suatu daerah. Untuk itu setiap
sektor yang merupakan komponen pendapatan asli daerah harus lebih
diupayakan ditingkatkan lagi guna meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor terdiri dari
beberapa sektor. Di mana penerimaan masing-masing sektor tersebut
akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini :
158
Tabel 38. Sumber-sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 Sampai Dengan 2004 (dalam rupiah)
Tahun Pajak Daerah Retribusi Laba Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
1998/1999 25.052.914.860 23.142.064.662 1.820.646.604 10.376.349.728 6.039.1975.854 1999/2000 31.615.686.894 26.137.398.151 503.313.255 8.860.070.122 6.711.6468.421
2000 25.825.956.840 20.483.317.694 874.258.535 5.686.957.078 9.399.1982.488 2001 47.199.523.530 32.915.987.079 1.992.986.766 14.229.606.715 9.633.8104.088 2002 62.519.092.240 36.575.878.127 2.351.151.663 21.793.806.556 12.323.9928.586 2003 79.234.296.204 44.119.053.040 3.382.316.374 19.905.538.326 14.664.1203.944 2004 89.020.741.169 56.922.287.683 3.612.012.421 14.417.785.812 16.397.2827.085 Total 360.468.211.736 240.295.986.438 14.536.685.618 95.270.114.336 751.692.490.467
Rata-rata 51.495.458.820 34.327,998.062 2.076.669.374 13.610.016.333. 107.384.641.495 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, 2005
159
Berdasarkan tabel 38 tersebut dapat dijelaskan bahwa sumber-
sumber penerimaan pandapatan asli daerah Kabupaten Bogor terdiri
dari empat sektor, yaitu Pajak Daerah, Retribusi, Laba Daerah dan
Penerimaan Lain-lain. Di mana penerimaan setiap sektor tersebut
selama tahun 1998/1999 sampai dengan 2004 cenderung mengalami
peningkatan, terkecuali pada tahun 2000 yang mengalami penurunan
disebabkan pergeseran tahun anggaran yang asalnya dimulai dari 1
April sampai dengan 31 Maret menjadi dari 1 Januari sampai dengan
31 Desember sehingga pada pergantian tahun anggaran yaitu tahun
2000 menjadi terdapat 9 bulan. Selain itu juga disebabkan berpisahnya
Kota Depok dari Kabupaten Bogor.
Jika dilihat secara rata-rata selama tahun penelitian sumber
penerimaan dari sektor Pajak Daerah merupakan yang terbesar diantara
sektor-sektor lainnya, yaitu sebesar Rp. 51,49 milyar kemudian diikuti
oleh sektor Retribusi dengan rata-rata sebesar Rp.34,33 milyar.
Sedangkan untuk sektor Laba Daerah dan Penerimaan Lain-lain
masing-masing rata-rata sebesar Rp.2.milyar dan Rp.13.milyar.
Sehingga secara keseluruhan, selama tahun 1995 sampai dengan 2004
rata-rata penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor
pertahun adalah sebesar Rp.101milyar.
Kemudian untuk melihat kontribusi Pajak Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 39
di bawah ini :
160
Tabel 39. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Daerah (Rp) Pendapatan Asli
Daerah (Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 25.052.914.860 60.391.975.854 41,48 1999/2000 31.615.686.894 67.116.468.421 47,11
2000 34.434.609.120 93.991.982.488 48,85 2001 47199.523.529 96.338.104.088 48,99 2002 62.519.092.240 123.239.928.586 50,73 2003 79.234.296.204 146.641.203.944 54,03 2004 89.020.741.169 163.972.827.085 54,29
Rata-rata 52.725.266.288 107.384.641.495 49,35 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel 39 di atas dapat dijelaskan bahwa
kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bogor pada selama periode 1998/1999 sampai dengan
2004 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gerald (1998), meskipun pada
tahun-tahun sebelumnya kontribusi Pajak Daerah lebih rendah dari
Retribusi Daerah, tetapi cenderung terjadi pergeseran penerimaan
yang hal ini dapat dibuktikan dengan semakin meningkatnya
kontribusi Pajak Daerah dari tahun ke tahun yang diikuti oleh
penurunan kontribusi Retribusi Daerah.
Gerald (2005) mengatakan bahwa pergeseran kontributor
terbesar terhadap PAD antara pajak daerah dengan retribusi daerah
terjadi pada tahun anggaran 1998/1997. Hal tersebut terjadi setelah
dilakukan pembenahan sistem pajak daerah yaitu dengan
161
diterbitkannya UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Kontribusi terbesar terjadi pada tahun anggaran 2004, yaitu
sebesar 54,92 % sedangkan yang terkecil terjadi pada tahun
anggaran 1995/1996, yaitu sebesar 25,08 %. Secara rata-rata besar
kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah sejak
tahun anggaran 1995/1996 sampai dengan 2004 ini adalah sebesar
54,29 %. Penurunan secara nominal pada tahun anggaran 2000, hal
ini dimungkinkan terjadinya perubahan status wilayah Depok yang
semula wilayah Kabupaten Bogor menjadi daerah Kotamadya.
Sehingga beberapa objek penerimaan yang berasal dari sektor
pajak diambil alih oleh Kotamadya Depok. Namun demikian
secara kontribusi relatif mengalami peningkatan.
Kemudian untuk melihat rasio kontribusi Pajak Daerah dan
sektor lainnya terhadap Pendapatan Asli Daerah akan dijelaskan
dalam tabel sebagai berikut :
162
Tabel 40. Rasio Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi, Laba Daerah dan Penerimaan Lain-lain Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004 (persen)
Tahun Pajak
Daerah Retribusi Daerah
Laba Daerah Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah 1998 41,48 38,32 3,01 17,18 100 1999 47,11 38,94 0,75 13,20 100 2000 48,85 38,74 1,65 10,76 100 2001 48,99 34,17 2,07 14,77 100 2002 50,73 29,68 1,91 17,68 100 2003 54,03 30,09 2,31 13,57 100 2004 54,29 34,71 2,20 8,79 100
Rata-rata 49,35 34,95 1,99 13,71 100 Sumber : data diolah
Dari tabel 40 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-
rata kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Bogor selama tahun 1998/1999 sampai 2004 adalah
yang terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Di mana
untuk Pajak Daerah rata-rata setiap tahunnya adalah sebesar
49,35% sedangkan Retribusi daerah rata-rata sebesar 34,95%.
Kemudian untuk Laba Daerah dan Penerimaan Lain-lain masing-
masing rata-rata sebesar 1,99 % dan 13,71%.
Dengan demikian sejak diberlakukan UU No 18 Tahun
1997 yang disempurnakan dengan UU No 34 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sampai dengan 2004,
kontribusi terbesar adalah sektor Pajak Daerah. Sedangkan yang
terkecil disumbang oleh Laba Perusahaan Daerah sebesar 1,99%.
Kontribusi Laba Perusahaan Daerah terhadap PAD terlihat
selalu paling kecil. Bahkan angka tertinggi pun tidak mencapai 4%.
Hal ini disebabkan kinerja yang buruk dari perusahaan daerah.
163
Salomo dan Ikhsan (2002:165) mencatat beberapa penyebabnya.
Pertama, Perusahaan Daerah selalau menjadi “sapi perah”
Pemerintah Daerah. Kedua, penunjukan para pejabat perusahaan
daerah seringkali tidak berdasarkan kriteria profesionalisme.
Ketiga, tidak adanya iklim kompetisi dan yang keempat,
pengelolaan perusahaan yang tidak efisien.
Besarnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD antara lain
disebabkan perkembangan kota Bogor sebagai daerah penyangga
Ibukota demikian pesat, baik jumlah penduduk maupun sarana-
sarana pendukungnya. Selain itu pula hal dapat terjadi disebabkan
beberapa sumber penerimaan Retribusi Daerah banyak yang
dihilangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, sesuai dengan
Undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah.
Untuk lebih memahami kontribusi pajak daerah terhadap
penerimaan asli daerah secara lebih detil berikut akan diuraikan
kontribusi masing-masing jenis pajak daerah terhadap penerimaan
asli daerah.
1). Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap PAD
Jenis pajak daerah pertama yang akan dibahas yaitu
pajak hotel dan restoran dengan menampilkan tabel rasio
perkembangan pajak daerah tersebut dengan penerimaan asli
daerah sebagaimana berikut ini :
164
Tabel 41. Rasio Perkembangan Pajak Hotel & Restoran dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Hotel dan
Restoran (Rp)
Perkembangan ( % )
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Perkembangan ( % )
1998/1999 5.797.715.308 0 60.391.975.854 0 1999/2000 7.035.595.361 21,35 67.116.468.421 11,13
2001 6.378.089.542 -9,35 96.338.104.088 43,54 2002 9.041.267.062 4,76 123.239.928.586 27,92 2003 11.266.734.275 24,61 146.641.203.944 18,99 2004 11.481.534.123 1,91 163.972.827.085 11,82
Rata-rata 8.500.155.945 13,38 109.616.751.330 18,90 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perubahan
pajak hotel dan restoran tidak selalu diikuti oleh perubahan
pendapatan asli daerah. Rata-rata perkembangan Pajak Hotel
dan Restoran selama tahun 1998/199 sampai dengan 2004
adalah sebesar 13,38 % pertahun, sedangkan rata-rata laju
perkembangan Pendapatan Asli Daerah sebesar 18,90 % setiap
tahunnya. Untuk lebih memperjelas perbandingan perubahan
pajak hotel dan restoran ini akan dapat dilihat pada gambar 6:
165
Gambar 6. Perbandingan Perubahan Pajak Hotel Dan Restoran Dengan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/199-2004
0.0020000000000.0040000000000.0060000000000.0080000000000.00
100000000000.00120000000000.00140000000000.00160000000000.00180000000000.00
1998
/1999
1999
/2000
2001
2002
2003
2004
Pajak Hotel & Restoran PAD
Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan gambar 6, dapat dilihat bahwa kurva
perbandingan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan
Asli Daerah memiliki kecenderungan yang semakin meningkat,
sedangkan garis pajak hotel dan restoran cenderung landai dan
tidak mengikuti gerak garis PAD. Hal ini berarti bahwa
besarnya perubahan Pajak Hotel dan Restoran tidak sebanding
perubahan Pendapatan Asli Daerah. Ini berarti pula kenaikan
penerimaan Pajak Hotel dan Restoran kurang berpengaruh
secara significant terhadap kenaikan PAD.
Kemudian untuk melihat seberapa besar kontribusi yang
diberikan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli
Daerah akan dijelaskan dengan tabel sebagai berikut :
166
Tabel 42. Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Hotel dan
Restoran (Rp)
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 5.797.715.308 60.391.975.854 9,60 1999/2000 7.035.595.361 67.116.468.421 1,48
2001 6.378.089.542 96.338.104.088 6,62 2002 9.041.267.062 123.239.928.586 7,34 2003 11.266.734.275 146.641.203.944 7,68 2004 11.481.534.123 163.972.827.085 7,00
Rata-rata 8.500.155.945 109.616.751.330 8,12 Sumber : data diolah penulis
Dari tabel 42 di atas, dapat dilihat bahwa selama
periode tahun 1998/1999 sampai dengan 2004, kontribusi yang
diberikan Pajak Hotel dan Restoran terhadap PAD relatif kecil,
sebab hanya berkisar antara 6,62% sampai dengan 10,48%
persen. Di mana kontribusinya yang terbesar adalah pada tahun
1999/2000, yaitu sebesar 10,48 %. Sedangkan rata-rata
kontribusinya selama tahun yang diteliti ini adalah sebesar
8,12%.
2). Kontribusi Pajak Hiburan terhadap PAD
Untuk melihat kontribusi pajak hiburan terhadap
penerimaan asli daerah, ada baiknya melihat perkembangan
penerimaan pajak hiburan dan penerimaan asli daerah serta
rasio atas keduanya.
Di bawah ini penulis sajikan tabel rasio perkembangan
penerimaan pajak hiburan dengan penerimaan asli daerah
167
sehingga akan diketahui apakah perubahan penerimaan pajak
hiburan selalu diikuti perubahan pendapatan asli daerah atau
tidak.
Tabel 43. Rasio Perkembangan Pajak Hiburan dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Hiburan (Rp)
Perkembangan ( % )
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Perkembangan ( % )
1998/1999 874.557.309 0 60.391.975.854 0 1999/2000 946.051.950 8,17 67.116.468.421 11,13
2001 1.281.236.188 35,43 96.338.104.088 43,54 2002 1.647.073.072 28,55 123.239.928.586 27,92 2003 2.296.931.491 39,46 146.641.203.944 18,99 2004 2.525.065.137 9,93 163.972.827.085 11,82
Rata-rata 1.595.152.525 20,26 109.616.751.330 18,90 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa besarnya
perubahan Pajak Hiburan pada setiap tahunnya tidak selalu
diikuti oleh perubahan Pendapatan Asli Daerah. Kemudian jika
dilihat rata-rata perubahan Pajak Hiburan selama tahun
1998/1999 sampai dengan 2004 adalah sebesar 20,26%
pertahun sedangkan Pendapatan Asli Daerah rata-rata sebesar
18,90% setiap tahunnya. Kemudian untuk melihat
perbandingan ini secara gambar akan disajikan seperti di bawah
ini :
168
Gambar 7. Perbandingan Perubahan Pajak Hiburan Dengan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 - 2004
0.0020000000000.0040000000000.0060000000000.0080000000000.00
100000000000.00120000000000.00140000000000.00160000000000.00180000000000.00
1998/1999 1999/2000 2001 2002 2003 2004
Pajak Hiburan PAD
Sumber : data diolah penulis
Dari gambar 7, dapat diketahui bahwa kurva
perbandingan Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah
memiliki gerak garis yang berbeda. PAD semakin meningkat
sejak tahun 1998/1999 sedangkan Pajak Hiburan cenderung
landai. Sehingga hal ini dapat dikatakan bahwa besarnya
perubahan Pajak Hiburan tersebut tidak terlalu berpengaruh
terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah secara significant.
Kemudian untuk melihat kontribusi Pajak Hiburan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor, akan disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
169
Tabel 44. Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999- 2004
Tahun Pajak Hiburan (Rp)
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 874.557.309 60.391.975.854 1,45 1999/2000 946.051.950 67.116.468.421 1,41
2001 1.281.236.188 96.338.104.088 1,33 2002 1.647.073.072 123.239.928.586 1,34 2003 2.296.931.491 146.641.203.944 1,57 2004 2.525.065.137 163.972.827.085 1,54
Rata-rata 1.595.152.525 109.616.751.330 1,44 Sumber : data diolah penulis
Dengan melihat tabel 44, diketahui bahwa kontribusi
Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah memiliki
kecenderungan yang fluktuatif, kemudian jika dibandingkan
dengan sumber penerimaan lainnya, kontribusi ini masih kecil
sekali, sebab secara rata-rata selama tahun 1998/1999- 2004
kontribusi Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah
hanya sebesar 1,44 % setiap tahunnya.
3). Kontribusi Pajak Reklame terhadap PAD
Untuk mengkaji kontribusi Pajak Reklame terhadap
Penerimaan Asli Daerah, terlebih dahulu penulis akan
menyajikan rasio perkembangan penerimaan Pajak Reklame
serta penerimaan asli daerah sehingga akan dapat dipahami
perkembangan keduanya yang ditampilkan dalam prosentase
kedua hal tersebut seperti dalam tabel berikut ini :
170
Tabel 45. Rasio Perkembangan Pajak Reklame dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Reklame (Rp)
Perkembangan ( % )
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Perkembangan ( % )
1998/1999 750.525.564 0 60,391,975,854 0 1999/2000 861.677.335 14,81 67,116,468,421 11,13
2001 1.104.999.658 28,24 96,338,104,088 43,54 2002 1.811.173.770 63,91 123,239,928,586 27,92 2003 2.644.285.117 46,00 146,641,203,944 18,99 2004 2.883.212.072 9,04 163,972,827,085 11,82
Rata-rata 1.675.978.919 27,00 109,616,751,330 18,90 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel 45 di atas dapat dijelaskan bahwa
besarnya perubahan Pajak Reklame tidak selalu diikuti oleh
besarnya perubahan Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dapat
dilihat rata-rata besarnya perubahan atau perkembangan Pajak
Reklame selama tahun 1998/1999 sampai dengan 2004, yaitu
sebesar 27% setiap tahunnya, sedangkan untuk Pendapatan Asli
Daerah rata-rata hanya sebesar 18,90% pertahun. Perbandingan
perubahan ini juga dapat dilihat pada gambar 8:
171
Gambar 8. Perbandingan Perubahan Pajak Reklame Dengan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999 -2004
0.0020000000000.0040000000000.0060000000000.0080000000000.00
100000000000.00120000000000.00140000000000.00160000000000.00180000000000.00
1998
/1999
1999
/2000
2001
2002
2003
2004
Pajak Reklame PAD
Sumber : data diolah penulis
Dalam gambar 8 di atas dapat dilihat bahwa kurva
perbandingan antara Pajak Reklame dengan Pendapatan Asli
Daerah memiliki gerak grafik yang berbeda. Arah grafik PAD
semakin meningkat tajam sejak tahun 1999/2000, sedangkan
arah grafik Pajak Reklame cenderung landai. Hal ini dapat
dikatakan bahwa besarnya perubahan Pajak Reklame tidak
begitu berpengaruh terhadap perubahan Pendapatan Asli
Daerah secara significant.
Kemudian untuk melihat kontribusi Pajak Reklame
terhadap Pendapatan Asli Daerah akan disajikan dalam tabel di
bawah ini :
172
Tabel 46. Kontribusi Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Reklame (Rp)
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 750.525.564 60.391.975.854 1,24 1999/2000 861.677.335 67.116.468.421 1,28
2001 750.525.564 96.338.104.088 0,78 2002 861.677.334 123.239.928.586 0,70 2003 750.525.564 146.641.203.944 0,51 2004 861.677.335 163.972.827.085 0,53
Rata-rata 806.101.450 109.616.751.330 0,84 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel 46 di atas dapat dijelaskan bahwa
kontribusi Pajak Reklame selama tahun 1998/1999 sampai
dengan 2004 terhadap Pendapatan Asli Daerah memiliki
kecenderungan yang semakin menurun setiap tahunnya.
Kemudian jika dibandingkan dengan kontribusi dari sumber
penerimaan lainnya, kontribusi Pajak Reklame ini relatif kecil,
sebab rata-rata besarnya kontribusi selama tahun tersebut hanya
sebesar 0,84 % setiap tahunnya.
4). Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD
adalah hal menarik untuk dikaji, karena jenis pajak daerah ini
adalah satu-satunya pajak daerah yang menjadi pembahasan
dalam tesis ini yang sistem pemungutannya menggunakan
sistem pengkaitan, sehingga biaya pemungutannya sangat
efisien. Sebelum melihat seberapa besar kontribusi pajak ini
173
terhadap PAD, maka ada baiknya dilihat terlebih dahulu rasio
perkembangan penerimaan pajak penerangan jalan dan PAD
yang akan tersaji pada tabel berikut ini :
Tabel 47. Rasio Perkembangan Pajak Penerangan Jalan dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak Penerangan
Jalan (Rp)
Perkembangan ( % )
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Perkembangan ( % )
1998/1999 10.308.791.448 0 60.391.975.854 0 1999/2000 12.067.214.138 17,06 67.116.468.421 11,13
2001 23.715.244.547 96,53 96.338.104.088 43,54 2002 31.379.551.686 32,32 123.239.928.586 27,92 2003 41.452.127.970 32,10 146.641.203.944 18,99 2004 48.440.534.277 16,86 163.972.827.085 11,82
Rata-rata 27.893.910.678 32,48 109.616.751.330 18,90 Sumber : data diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa besarnya
perubahan Pajak Penerangan Jalan selalu diikuti oleh
perubahan Pendapatan Asli Daerah. Untuk setiap tahunnya
besarnya perubahan Pajak Penerangan Jalan selalu lebih besar
dari besarnya perubahan Pendapatan Asli Daerah. Sehingga
jika dilihat secara rata-rata selama tahun 1998/199 sampai
dengan 2004, besarnya rata-rata perubahan Pajak Penerangan
Jalan adalah sebesar 32,48% pertahun, sedangkan untuk
Pendapatan Asli Daerah hanya sebesar 18,90% setiap
tahunnya. Kemudian untuk melihat perbandingan perubahan ini
secara grafis dapat dilihat pada gambar 9 :
174
Gambar 9. Perbandingan Perubahan Pajak Penerangan Jalan Dengan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
0.0020000000000.0040000000000.0060000000000.0080000000000.00
100000000000.00120000000000.00140000000000.00160000000000.00180000000000.00
1998
/1999
1999
/2000
2001
2002
2003
2004
Pajak Penerangan Jalan PAD
Sumber : data diolah penulis
Gambar 9 di atas dapat dijelaskan bahwa kurva
perbandingan antara Pajak Pajak Penerangan Jalan dengan
Pendapatan Asli Daerah memiliki kecenderungan gerak grafik
yang hampir seimbang. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa
besarnya perubahan Pajak Penerangan Jalan akan diikuti oleh
besarnya perubahan Pendapatan Asli Daerah yang relatif cukup
significant.
Kemudian untuk melihat kontribusi Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah akan dijelaskan dengan
tabel sebagai berikut :
175
Tabel 48. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Pajak
Penerangan Jalan (Rp)
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 10.308.791.448 60.391.975.854 17,07 1999/2000 12.067.214.138 67.116.468.421 17,98
2001 23.715.244.547 96.338.104.088 24,62 2002 31.379.551.686 123.239.92.,586 25,46 2003 41.452.127.970 146.641.20.944 28,27 2004 48.440.534.277 163.972.827.085 29,54
Rata-rata 27.893.910.678 109.616.751.330 23,82 Sumber : data diolah penulis
Dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa kontribusi Pajak
Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah memiliki
kecenderungan yang semakin meningkat selama tahun
1998/1999 sampai dengan 2004. Kontribusi pajak penerangan
jalan termasuk relatif lebih besar dibandingkan dengan pajak-
pajak daerah lainnya, sebab rata-rata besarnya kontribusi ini
selama tahun yang diteliti hanya sebesar 23,83% setiap
tahunnya.
5). Kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian
Golongan C Terhadap PAD
Sebelum menganalisis kontribusi Pajak Pengambilan
dan Pengolahan Galian Golongan C terhadap PAD, penulis
akan menyajikan terlebih dahulu rasio perkembangan Pajak
176
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C dan PAD
sebagaimana tergambar pada tabel berikut ini :
Tabel 49. Rasio Perkembangan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun
Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Galian Gol. C
(Rp)
Perkembangan ( % )
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Perkembangan ( % )
1998/1999 9.947.037.354 0 60.391.975.854 0 1999/2000 10.705.148.110 7,62 67.116.468.421 11,13
2001 14.719.953.595 37,50 96.338.104.088 43,54 2002 18.640.026.650 26,63 123.239.928.586 27,92 2003 21.574.217.351 15,74 146.641.203.944 18,99 2004 23.690.395.560 9,81 163.972.827.085 11,82
Rata-rata 16.546.129.770 16,22 109.616.751.330 18,90 Sumber : data diolah penulis
Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya perubahan
Pendapatan Asli Daerah hanya mendekati besarnya perubahan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C.
Bahkan jika dilihat dari rata-ratanya selama tahun 1998/1999
sampai dengan 2004, besarnya perubahan rata-rataPajak
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C adalah
sebesar 16,22% setiap tahun yang hampir sama besarnya
dengan perubahan Pendapatan Asli Daerah yang sebesar
18,90% pertahunnya. Kemudian untuk melihat perbandingan
ini secara grafis akan dijelaskan pada gambar 10 berikut ini :
177
Gambar 10. Perbandingan Perubahan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C Dengan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/19990-2004
0.0020000000000.0040000000000.0060000000000.0080000000000.00
100000000000.00120000000000.00140000000000.00160000000000.00180000000000.00
1998
/1999
1999
/2000
2001
2002
2003
2004
Pajak Pengolahan & Penggalian Bahan Galian Gol C PAD
Sumber : data diolah penulis
Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa dengan arah grafik
Pendapatan Asli Daerah yang semakin meningkat sejak tahun
1999/2000 sedangkan Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Galian Golongan C cenderung datar walaupun jika dibanding
dengan pajak daerah lain (di luar Pajak Penerangan Jalan)
terdapat peningkatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
besarnya perubahan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian
Golongan C akan diikuti oleh perubahan besarnya perubahan
Pendapatan Asli Daerah. Tetapi pajak ini belum dapat
dikatakan memiliki pengaruh, sebab berdasarkan tabel 50 di
bawah ini akan dijelaskan besarnya kontribusi Pajak
178
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C terhadap
Pendapatan Asli Daerah.
Tabel 50. Kontribusi Pajak Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun
Pajak Pengambilan dan Pengolahan
Galian Golongan C (Rp)
Pendapatan Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi ( % )
1998/1999 9.947.037.354 66.049.435.976 15,06 1999/2000 10.705.148.110 71.964.955.302 14,88
2001 14.719.953.595 100.680.636.828 14,62 2002 18.640.026.650 123.310.170.911 15,12 2003 21.574.217.351 146.865.723.594 14,69 2004 23.690.395.560 166.260.112.978 14,25
Rata-rata 16.546.129.770 112.521.839.265 14,77 Sumber : data diolah penulis
Jika dilihat dalam tabel 50 di atas, kontribusi Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C relatif stabil
untuk setiap tahunnya. Di mana secara rata-rata selama tahun
1998/1999 sampai dengan 2004, besar kontribusinya terhadap
Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar 14,77 % setiap
tahunnya. Tetapi dengan kontribusi sebesar ini, Pajak
Pengambilan dan Pengolahan Galian Golongan C juga masih
belum mampu untuk mempengaruhi besarnya jumlah
Pendapatan Asli Daerah selama tahun yang diteliti tersebut.
179
b. Laju Perkembangan Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor
Dari hasil analisis pada analysis tool program excel diperoleh
nilai coefficients intercept sebesar 51,495,458,819.47 dan nilai
coefficients X variable 1 sebesar 7,134,115,641.07. Hal ini berarti
nilai rata-rata penerimaan pajak daerah sebesar Rp.
51,495,458,819.47. Sedangkan nilai rata-rata peningkatan setiap
tahunnya sebesar Rp.7,134,115,641.07. Nilai positif coefficients X
variable 1 berarti penerimaan pajak daerah memiliki kecenderungan
yang semakin meningkat. Untuk lebih memperjelas pernyataan ini
dapat dilihat dalam tabel 51 sebagai berikut :
Tabel 51. Perkembangan Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Kontribusi Pajak Daerah
( % ) Perubahan
( % ) 1998/1999 41,48 0 1999/2000 47,11 5,62
2000 48,85 1,74 2001 48,99 0,15 2002 50,73 1,74 2003 54,03 3,30 2004 54,29 0,26
Rata-rata 49,35 1,83 Sumber : data diolah penulis
Tabel 51 menunjukkan bahwa perkembangan kontribusi
Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor
selama tahun 1998/1999 sampai dengan 2004 cenderung fluktuatif.
Di mana pada tahun 1999/2000 terjadi peningkatan kontribusi yang
paling besar yaitu dari 41,48 % pada tahun 1998/1999 naik menjadi
180
sebesar 47,11% atau dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar
5,62 %. Kemudian untuk tahun 2001 dan 2004 peningkatan
kontribusinya relatif kecil yaitu di bawah 1%
c. Varians Penerimaan Pajak Daerah
Uraian di atas telah menunjukan besar kontribusi pajak daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah dan laju perkembangan
kontribusinya, maka di bawah ini akan dianalisis seberapa besar variasi
perubahan penerimaan pajak daerah. Analisis ini akan mengungkapkan
seberapa besar penyimpangan penerimaan pajak daerah dari rata-rata
penerimaannya.
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil hitung bahwa standar deviasi
nilai penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bogor selama periode
1998/1999 sampai dengan 2004 adalah sebesar Rp.18.540.229.851,34
Hal ini berarti sepanjang periode tahun 1998/1999 sampai dengan
tahun 2004 penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bogor memiliki
nilai prosentase penyimpangan dari rata-rata penerimaan sebesar
33,24%.
Dengan melihat angka prosentase tersebut di atas, maka terlihat
bahwa penyimpangan penerimaan pajak daerah dari rata-ratanya
terhitung cukup besar, hal ini bermakna bahwa penerimaan pajak
daerah sepanjang periode 1998/1999-2004 sangat berfluktuatif atau
dengan kata lain tidak menunjukan peningkatan yang stabil.
181
3. Analisis Kinerja Pajak Daerah
Analisis selanjutnya adalah analisis mengenai kinerja pajak daerah,
yang terdiri dari tiga hal yaitu analisis mengenai tax effort yang mencakup
elastisitas pajak daerah (tax elasticity) dan rasio pajak (tax ratio),
kemudian tax effectivenes (hasil guna) serta terakhir adalah tax efficiency.
a. Tax Effort (Upaya Pajak)
Analisis elastisitas pajak atau yang sering juga disebut tax bouyancy
dengan melihat seberapa besar perbandingan persentase perubahan
penerimaan pajak daerah dengan persentase perubahan PDRB. Hal
ini adalah untuk melihat kepekaan perubahan PDRB tahun depan
yang disebabkan perubahan penerimaan pajak daerah tahun
sekarang.
Agar lebih mudah memahami perhitungannya maka di bawah
ini disajikan perhitungannya dengan tabel sebagai berikut :
Tabel 52. Elastisitas Pajak Daerah di Kabupaten Bogor periode tahun 1998/1999-2004
Tahun
Perkembangan Pajak Daerah
(%)
Perkembangan PDRB
(%)
Perkembangan Pajak Daerah /
PDRB ( % )
1998/1999 0 0 0 1999/2000 26,20 1,61 0,06
2001 -18,31 2,93 -0,16 2002 82,76 3,94 0,05 2003 32,46 4,42 0,14 2004 26,74 4,87 0,18
Rata-rata 0,10 Sumber : data diolah
Dari tabel di atas terlihat bahwa rata-rata prosentase
perubahan pajak daerah terhadap prosentase perubahan PDRB adalah
sebesar 0,10%. Hal ini berarti selama periode 1998/1999-2004, jika
182
pajak daerah tahun sekarang sebesar 1% maka PDRB pada tahun
yang akan datang akan meningkat sebesar 0,10%. Angka ini terlihat
sangat kecil. Hal ini berarti setiap terdapat perubahan PDRB maka
penerimaan pajak daerah tidak berubah secara signifikan, dengan
demikian jika Pemerintah Kabupaten Bogor mengambil kebijakan
dengan tujuan meningkatkan penerimaan pajak daerah dalam rangka
meningkatkan PDRB adalah kebijakan yang kurang tepat. Namun
jika upaya peningkatan pajak daerah adalah dalam rangka
meningkatkan Penerimaan Asli Daerah adalah tepat, sebab rata-rata
kontribusi Pajak Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah cukup
signifikan yaitu sebesar 49,35%. Hal ini cukup penting karena
Penerimaan Asli Daerah dipandang sebagai ciri kemandirian suatu
Daerah.
Tabel 53 Tax Ratio Pajak Daerah Kabupaten Bogor tahun 1998/1999-2004
Tahun PDRB Realisasi Pajak Daerah
Tax Ratio (%)
1998/1999 17.426.148.619,875 25,052.914.860 0.14 1999/2000 17.707.537.194.622 31,615.686.894 0.18
2000 18.226.545.140.000 25,825.956.840 0.14 2001 18.944.701.200.000 47,199.523.529 0.25 2002 19.782.266.320.000 62,519.092.240 0.32 2003 20.745.374.900.000 79,234.296.204 0.38 2004 21.889.577.250.000 89.020.741.169 0.41
Sumber : Data diolah
Tax Ratio yang diperoleh Kabupaten Bogor dapat dilihat
pada table di atas. Terlihat pada tabel selama tujuh tahun sejak tahun
1998/1999 hingga tahun 2004 tax ratio yang diperoleh Kabupaten
Bogor sebagai salah satu ukuran kinerja pajak daerah menunjukan
183
peningkatan setiap tahunnya. Perkecualian didapat pada tahun 2000
yang menunjukan penurunan tax ratio. Tax ratio yang ada selama
periode tahun 1998/1999-2004 berkisar antara 0,14% sampai 0,41%.
Hal ini belum menunjukan upaya pajak daerah (tax effort) masih
kecil atau belum signifikan. Sebagai patokan, Devas (1983:67)
mengatakan bahwa apabila tax effort (upaya pajak) yang diperoleh
mencapai 2% maka upaya pajak yang dilakukan adalah baik.
Sebagai bahan perbandingan tax ratio nasional (Indonesia)
pada tahun 2002 berkisar sebesar 13%, Belanda 47,5% dan di
Malaysia 28,9% (Salomo dan Ikhsan, 2002:117). Sedangkan upaya
pajak yang dihasilkan propinsi menurut penelitian Devas (1989:147)
menunjukan di Dati II, upaya pajak keseluruhan 0,9%.
Dengan demikian angka rata-rata tax ratio sebagai cerminan
upaya pajak masih jauh dari patokan sebagaimana yang diungkapkan
Devas di atas. Namun jika melihat angka tax ratio yang dicapai
tahun demi tahun selalu mengalami peningkatan, maka hal ini berarti
terdapat harapan yang bagus atau potensi yang ada masih perlu terus
digali.
b. Tax Effectiveness (Hasil Guna Pajak)
Pengukuran efektifitas pajak dilakukan dengan
menggunakan Tax Performance Index (TPI). TPI diperoleh dengan
184
membandingkan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah dengan
Rencana Penerimaan Pajak Daerah
Pengukuran efektivitas ini dilakukan dengan data mengenai
target penerimaan pajak hiburan. Pengukuran efektivitas diperoleh
dengan membandingkan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah dengan
Rencana Penerimaan Pajak Daerah yang diperoleh dari Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor.
Berikut ini pengukuran Tax Performance Index (TPI),
berdasarkan periode anggaran 1998/1999 sampai dengan 2004 :
Tabel 54 Perhitungan Tax Performance Index
Tahun Realisasi
Penerimaan Pajak
Rencana Penerimaan
Pajak TPI
1998/1999 25.052.914.860 23.736.237.355 1,06 1999/2000 31.615.686.894 31.250.000.000 1,01
2000 25.825.956.840 22.190.000.000 1,16 2001 47.199.523.529 44.350.000.000 1,06 2002 62.519.092.240 59.640.000.000 1,05 2003 79.234.296.203 75.609.900.000 1,05 2004 89.020.741.169 85.220.000.000 1,04
Sumber : diolah penulis
Ratio TPI untuk menghitung tingkat efektifitas berdasarkan
tabel perhitungan Tax Performance Index di atas menunjukan tingkat
efektifitas yang cenderung relatif stabil.
Tahun Anggaran 1998/1999 terlihat tingkat efektifitas yang
dicapai pada tahun anggaran ini adalah sebesar 1,06. Penerimaan
Pajak pada tahun itu sebesar nominal Rp25 milyar sedangkan
rencana penerimaan sebesar Rp.23,7milyar. Penurunan terjadi pada
185
Tahun Anggaran 1999/2000. Angka TPI pada tahun ini sebesar 1,01
atau senilai dengan 101%.. Hal ini berarti terjadi penurunan sebesar
0,05 poin atau sebesar 5%. Pada tahun anggaran ini terjadi kenaikan
target penerimaan sebesar Rp.7,5milyar, sedangkan realisasi
penerimaan meningkat sebesar Rp. 6,5 milyar. Pada Tahun Anggaran
2000 terjadi kenaikan lagi tingkat efektifitas walaupun target dan
realisasi penerimaan mengalami penurunan. Tingkat efektivitas yang
dicapai pada tahun anggaran ini adalah sebesar 1,16 atau sebesar
116%. Namun demikian, target penerimaan yang direncanakan
mencapai Rp. 25,8 milyar dan realisasi yang didapat mencapai angka
Rp.22,19milyar artinya upaya untuk mencapai target penerimaan
melebihi Rp. 3,6 milyar
Setelah tahun anggaran 2000, terjadi penurunan angka TPI
secara berturut-turut selama empat tahun yaitu dari tahun 2001
hingga 2004. Angka TPI pada tahun anggaran 2001 sebesar 1,06,
untuk tahun anggaran 2002 sebesar 1,05 dan untuk tahun anggaran
2003 sebesar 1,05 dan terakhir untuk tahun 2004 sebesar 1,04. Hal
ini dikarenakan prosentase perubahan target selalu lebih besar
daripada prosentase perubahan realisasi penerimaan. Realisasi
penerimaan pajak daerah untuk tahun 2001 sampai 2004 adalah
masing-masing sebesar Rp.47 milyar Rp.62,5milyar Rp.79milyar
dan Rp.89 milyar. Sedangkan rencana penerimaan sejak tahun 2001
186
sampai dengan tahun 2004 adalah Rp.44 milyar Rp59 milyar,
Rp.75,6 milyar dan Rp.85 milyar
Jika diurutkan menurut besarnya angka tingkat efektifitas
maka tahun anggaran yang mencapai angka tingkat efektifitas
tertinggi sampai dengan yang terendah adalah 2000, 1999/2000 dan
2001,kemudian 2002 dan 2003 serta 2004. Akan tetapi jika
diurutkan pencapaian realisasi secara nominal dari tahun anggaran
yang terbesar sampai dengan yang terkecil maka akan didapat : 2004,
2003, 2002, 2001, 1999/2000, 2000 dan 1998/1999.
Jika melihat hasil perhitungan angka TPI di atas, terlihat
bahwa Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor selalu berhasil
mencapai target bahkan melebihi. Namun, perlu diingat bahwa angka
TPI ini dihitung berdasarkan angka rencana penerimaan yang
kemungkinan besar akan berbeda hasilnya jika menggunakan angka
potensial yang sebenarnya. Namun seperti yang ditegaskan pada Bab
terdahulu penulis memiliki keterbatasan dalam melakukan survey
potensi pajak yang sebenarnya, baik keterbatasan waktu maupun
dana. Penulis mempunyai dugaan bahwa potensi pajak sebenarnya
yang dimiliki Kabupaten Bogor jauh lebih besar dari rencana (target)
yang dipancangkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bogor.
187
c. Tax Efficiency (Daya Guna Pajak)
Untuk menghitung efisiensi pajak (daya guna pajak) maka
penulis akan sajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 55 Cost of Collection Efficiency Ratio Pajak Daerah Kabupaten Bogor Tahun 1998/1999-2004
Tahun Realisasi
Penerimaan Pajak
Biaya Pemungutan
Pajak
CCER (%)
1998/1999 25.052.914.860 5.153.897.888 20,57 1999/2000 31.615.686.894 6.436.137.630 20,36
2000 25.825.956.840 5.277.895.086 20,44 2001 47.199.523.529 9.713.406.249 20,58 2002 62.519.092.240 12.913.600.598 20,66 2003 79.234.296.204 16.948.086.640 21,39 2004 89.020.741.169 20.020.740.004 22,49
Rata-rata 51.495.458.819 10.923.394.871 20,93 Sumber : Data diolah
Terlihat pada tabel di atas nilai CCER yang ada sejak Tahun
Anggaran 1998/1999 hingga 2004 berkisar antara 20% hingga 22%.
Secara rata-rata angka CCER sebesar 20.93%. Angka ini termasuk
cukup tinggi, sebab Devas (Salomo dan Ikhsan, 2002:128)
mengatakan bahwa bila angka CCER tidak lebih dari 20% berarti
masih cukup baik. Dengan berpedoman pada pendapat Devas, maka
dapat dikatakan bahwa efisiensi pajak (daya guna pajak) yang
terdapat pada Kabupaten Bogor, khususnya pada Dinas Pendapatan
Daerah belum cukup baik. Biaya pungut yang dikeluarkan masih
cukup tinggi dan menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Devas
menyatakan pendapat (1989:149) terdapat dua faktor utama
penyebab daya guna rendah: pertama, pajak daerah banyak yang
188
tidak cocok sebagai pajak daerah dan kedua, produktivitas petugas
pajak rendah sekali. Melihat kenyataan ini, penulis menduga bahwa
yang terjadi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor adalah
penyebab yang kedua, yaitu produktivitas petugas pajak rendah.
Rendahnya produktivitas petugas pajak ini, menurut analisis penulis
disebabkan latar belakang pendidikan yang kurang sesuai dengan
jenis pekerjaan yang digelutinya. Analisis yang lebih jauh mengenai
hal ini akan diuraikan pada Sub Bab B berikut di bawah ini.
Melihat rendahnya angka elastisitas pajak dan rasio pajak di atas –
walaupun angkat TPI yang diperoleh cukup baik, penulis menganalisis hal
ini disebabkan penetapan rencana penerimaan yang kurang optimal.
Penetapan rencana penerimaan tidak berdasarkan potensi pajak yang
sebenarnya. Selain itu Pemerintah Kabupaten Bogor juga kurang
memanfaatkan peluang untuk mengambil kebijakan menciptakan jenis
pajak yang baru, juga belum mengoptimalkan pemungutan pajak dari
pajak-pajak daerah yang sudah ada di luar pajak-pajak yang menjadi bahan
analisis penelitian in, seperti pajak parkit, pajak sarang burung walet dan
pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. dengan melihat
kriteria yang terdapat pada UU No 34 Tahun 2000.
189
B. Analisis Pelaksanaan Administrasi Pajak Daerah
1. Analisis Tugas Pokok dan Fungsi (Institution)
Analisis terhadap fungsi dan tugas pokok dalam struktur
organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Tidak ada penjabaran tugas pada masing-masing seksi dan sub
seksi.
Rumusan kegiatan atau tugas yang detail akan memberikan arahan
dalam pelaksanaan kegiatan yang menunjukkan sekuens atau
urutan kegiatan, kewenangan atau lingkup tugas, koordinasi,
peralatan yang diperlukan dan sebagainya. Untuk pelaksanaan
wewenang pemajakan di atas, fungsi lain yang tak kalah
pentingnya adalah koordinasi dengan instansi lain. Sebagaimana
diketahui bahwa dari kelima jenis pajak daerah yang ada dalam
pengelolaannya memerlukan koordinasi dengan pihak-pihak
terkait, seperti Pajak Hotel dan Restoran serta Pajak Hiburan
dengan pihak Dinas Pariwisata, Pajak Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum,
dan sebagainya.
b. Tidak jelasnya tugas yang diberikan terhadap Unit Penyuluhan.
Padahal unit ini merupakan unit yang cukup strategis untuk
mengupayakan sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan Pajak
190
Daerah guna mendukung kelancaran fungsi-fungsi yang
dilaksanakan oleh unit lainnya.
c. Kurangnya koordinasi antar seksi-seksi
Pada hakekatnya koordinasi merupakan aplikasi dari prinsip
organisasi, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu,
meskipun secara organisatoris kewenangan telah didistribusikan,
akan tetapi diperlukan koordinasi masing-masing seksi dalam
pelaksanaan kewenangannya sebagai suatu team work yang
terpadu. Ternyata dalam pelaksanaannya koordinasi ini belum
berjalan dengan baik, misalnya kegiatan penagihan seharusnya
dilaksanakan setelah Unit Penyuluhan melaksanakan sosialisasi
masalah perpajakan terhadap para Wajib Pajak. Tidak terdapat
agenda kerja yang menunjukkan sinkronisasi kegiatan antara seksi,
data hasil kegiatan penagihan seringkali terlambat masuk sehingga
penyusunan laporan realisasi terlambat dan sebagainya.
d. Tidak ada pengaturan yang jelas terhadap Cabang Dinas
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor juga memiliki
perpanjangan tangan di setiap kecamatan untuk melaksanakan
penagihan pajak yang disebut dengan Cabang Dinas Kecamatan.
Masing-masing Cabang Dinas dipimpin oleh seorang Kepala dan
dibantu oleh beberapa orang staf. Cabang Dinas yang ada ini
belum secara tegas pengaturannya ditetapkan dalam suatu
191
Peraturan Daerah, akan tetapi masih bersifat lokal Dinas dan belum
memiliki eselonering. Mengingat pentingnya unit ini, disarankan
agar keberadaan Cabang Dinas ditetapkan berdasarkan Perda dan
memiliki eselonering.
Kewenangan pemungutan pajak daerah yang dilaksanakan oleh
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, meliputi lima jenis pajak
daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor, sebagai
realisasi dari undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, sebagaimana dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 56 Dasar Hukum Kewenangan Pemungutan Pajak Daerah Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
No. Nomor dan Tahun Perda Tentang
1. 15 Tahun 2002 Pajak Hotel 2. 16 Tahun 2002 Pajak Restoran 3. 18 Tahun 2002 Pajak Hiburan 4. 19 Tahun 2002 Pajak Reklame 5. 20 Tahun 2002 Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C 6. 23 Tahun 2002 Pajak Penerangan Jalan
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
2. Analisis Sumber Daya Manusia (Person)
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu factor penting
dalam administrasi perpajakan. Operasionalisasi kegiatan pemajakan
mulai dari tahap perencanaan, penagihan, penyetoran dan pembukuan
192
atau pelaporan akan sangat dipengaruhi oleh aparatur yang mengelola
bidang perpajakan. Bagaimanapun baiknya dalam system perpajakan
yang didesain, baik yang menyangkut institusi, tata laksana, peralatan
pendukung, teknologi dan sebagainya, tetapi kuantitas dan kualitas
aparat yang terlibat dalam kegiatan administrasi perpajakan tetap
merupakan faktor yang paling menentukan. Selain itu operasionalisasi
tugas-tugas pemajakan juga dihadapkan pada perkembangan dinamika
masyarakat, misalnya dari segi perilaku seperti upaya penghindaran
atau penggelapan pajak.
Kualitas aparat bidang perpajakan tidak hanya menyangkut
skill atau keterampilan saja tetapi juga dipengaruhi oleh loyalitas,
metalitas, semangat dan motivasi kerja, serta kesinambungan dan
kejelasan jenjang karir. Untuk mengetahui kondisi sumber daya
manusia pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor, dilakukan
analisis terhadap komposisi kondisi personil yang ada, dilihat dari
berbagai aspek, baik yang menyangkut kualitas, jenis kelamin, umur
dan sebagainya.
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan
tugasnya didukung oleh 89 orang pegawai yang terdiri dari 35 orang
perempuan dan 54 orang laki-laki. Komposisi pegawai Dinas menurut
tingkat dan jenis pendidikannya dapat dilihat pada tabel 3 pada bab
sebelumnya
193
Dilihat dari komposisi pegawai berdasarkan tingkat dan jenis
pendidikan, dari 89 orang pegawai hanya 4 orang yang berlatar
belakang akuntansi, yang terdiri dari dua orang sarjana (S1) dan dua
orang lulusan Diploma III. Jika dihubungkan dengan struktur yang
ada, yang terdiri dari empat kepala seksi dan dua belas kepala
subseksi, satu kepala sub bagian dan tiga kepala urusan serta fungsi-
fungsi yang dilaksanakan seperti kepala cabang dinas di tiga puluh
kecamatan, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), Bendaharawan,
Unit Penyuluhan, seyogyanya para pemegang jabatan tersebut di atas
memiliki latar belakang pendidikan minimal setaraf diploma III
akuntansi atau perpajakan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan,
bahwa tugas-tugas di bidang perpajakan umumnya berkaitan dengan
tugas-tugas pemeriksaan (audit), baik dalam rangka perencanaan
(pendataan dan pendaftaran, penetapan besarnya pajak terhutang),
pelaksanaan maupun pelaporan dan evaluasi.
Jika masing-masing sub seksi minimal memiliki satu orang staf
yang berpendidikan akuntansi/perpajakan maka diperlukan tambahan
karyawan sebanyak 57 orang. Suatu jumlah yang cukup besar dan
perlu mendapatkan perhatian upaya-upaya pengembangannya.
Dilihat dari kelompok umur yang terdapat pada tabel 4 pada
bab sebelumnya, pegawai yang ada pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Bogor sebagian besar tergolong dalam umur yang masih
produktif (usia antara 20 tahun sd 49 tahun) yakni berjumlah 74 orang
194
atau 83,15%. selebihnya 15 orang termasuk dalam kelompok umur di
atas 50 tahun, di antaranya terdapat tujuh orang atau yang sudah
berusia 53 tahun lebih yang memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP).
Untuk itu dipersiapkan calon pengganti personil yang akan pensiun,
baik melalui rencana penerimaan pegawai baru atau dengan
mengajukan permintaan tambahan pegawai kepada Kabupaten Bogor.
Selanjutnya dengan melihat pada tabel 5 pada Bab III, dari
kedelapan jenis diklat / pelatihan teknis yang ada, maka Kursus
Manual Pendapatan Daerah (Mapatda) dan Diklat Rencana
Peningkatan Pendapatan Daerah (Retikatpatda), seyogyanya diikuti
minimal oleh pejabat structural eselon IV dan eselon V yang ada (19
orang). Hal ini didasarkan atas pengetahuan dan keterampilan teknis
prosedur, pengadministrasian dan pengelolaan perpajakan, serta upaya-
upaya uang perlu dikembangkan dalam meningkatkan pendapatan
daerah dari sector pajak daerah melalui penggalian potensi-potensi
yang masih mungkin ditingkatkan, baik melalui upaya intensifikasi
atau bila mungkin dengan ekstensifikasi. Apabila seluruh pejabat
struktural telah mengikuti diklat dimaksud, diharapkan pelaksanaan
tugas-tugas bidang perpajakan dapat terkoordinasi dengan baik.
Keterpaduan dalam bidang perpajakan perlu dimulai dari tahap paling
awal, yakni pendataan dan pendaftaran wajib pajak, penetapan,
penagihan, sampai pada pembukuan dan pelaporan. Oleh karena itu
195
diperlukan suatu persamaan persepsi terhadap permasalahan yang
dihadapi melalui kedua jenis diklat teknis tersebut.
Selain kedua jenis diklat di atas, kursus Bendaharawan Daerah
(KBD) baru diikuti oleh satu orang bendahawan, sementara pada Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor terdapat tujuh orang
bendahawan yang terdiri dari Bendaharawan Rutin, Bendaharawan B3
UPTD, Bendaharawan Khusus Penerima, Bendaharawan
Pembangunan, Bendaharawan PBB, Bendaharawan Gaji dan
Bendaharawan Barang. Selain bendaharawan, para pembantu
bendaharawan juga sebaiknya diikutkan kursus bendaharawan daerah.
Hal ini disamping sebagai persyaratan untuk menjabat bendaharawan,
juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas para bendaharawan
dalam pengelolaan keuangan daerah.
Selain pendidikan dan pelatihan teknis, aparatur pemerintah
juga diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan penjenjangan
untuk mengikuti jabatan structural / eselonering yang ada, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Pendidikan
dan Pelatihan Penjenjangan dimaksudkan untuk membekali aparat
dalam memimpin unitnya dari aspek kepemimpinan dan manajerial.
Untuk jabaran structural eselon V diwajibkan mengikuti Diklat
Administrasi Umum (ADUM), untuk eselon IV diklat Administrasi
196
Umum Lanjutan (ADUMLA) dan eselon III Diklat Sekolah Pimpinan
Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA).
Berdasarkan data mengenai kondisi pegawai yang telah
mengikuti Diklat Penjenjangan yang dapat dilihat dalam tabel 6 pada
Bab III menunjukan bahwa pelaksanaan diklat penjenjangan jenis
Administrasi Umum (ADUM), Administrasi Umum Lanjutan
(ADUMLA), dan Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama
(SPAMA) hanya bermanfaat bagi pegawai negeri sipil untuk jenjang
kenaikan pangkat, tetapi bukan untuk meningkatkan keterampilan
seseorang dalam bidang operasional perpajakan. Keadaan ini sangat
disayangkan bahwa untuk pelatihan bidang perpajakan tidak pernah
dilakukan, tetapi hanya konsentrasi pada kursus perpajakan Pegawai
Negeri Sipil saja.
Analisis lain menunjukan bahwa pendistribusian staf pada
setiap unit belum didasarkan atas kebutuhan dan beban kerja masing-
masing unit. Terdapat beberapa seksi yang jumlah stafnya sangat
banyak bila dibandingkan dengan seksi lain. Misalnya Unit
penyuluhan hanya mempunyai dua orang staf, sementara Seksi
Pendaftaran dengan 13 orang staf, Seksi Pembukuan dan Pelaporan 9
orang staf dan Seksi Penagihan 8 orang staf.
Unit Penyuluhan merupakan unit yang cukup strategis dalam
upaya sosialisasi masalah-masalah yang berkaitan dengan pemajakan
terhadap wajib pajak. Melalui upaya-upaya penyuluhan diharapkan
197
kesadaran wajib pajak atas kewajibannya membayar pajak semakin
tinggi, ketepatan waktu pembayaran terhadap obyek pajak yang telah
ditetapkan, kejujuran dalam memberikan data obyek pajak, terutama
terhadap pajak-pajak yang menggunakan system perhitungan sendiri
yang dilakukan oleh wajib pajak dan sebagainya. Upaya-upaya yang
dilakukan oleh Unit Penyuluhan ini pada akhirnya diharapkan akan
dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian target yang akan
dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian target yang telah
ditetapkan.
Untuk lebih jelasnya distribusi personil pada Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 7 pada Bab
sebelumnya.
3. Analisis Kegiatan Pemungutan (Activities)
Kegiatan pemungutan Pajak Daerah yang menjadi wewenang Dinas
Pendapatan Daerah Kota Bogor diselenggarakan oleh unit-unit
pengelola melalui seksi-seksi yang ada. Secara berurutan system dan
prosedur yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor
dalam pengelolaan pemungutan Pajak Daerah terdiri dari kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :
a. Pendaftaran dan Pendataan
Kegiatan Pendaftaran dan Pendataan dimaksudkan untuk
menjaring dan mengetahui jumlah wajib pajak dalam wilayah Kota
198
Bogor, dari semua jenis pajak yang menjadi wewenang Dinas
Pendapatan Daerah. Penyelenggaraan Pendaftaran dan Pendataan
ini dilaksanakan oleh Seksi Pendaftaran dan Pendataan meliputi :
1) Pendaftaran, dengan kegiatan sebagai berikut :
- Mendistribusikan dan menerima formulir pendaftaran yang
telah diisi oleh wajib pajak / retribusi
- Membuat laporan tentang formulir pendaftaran wajib
pajak/retribusi yang belum diterima kembali
- Mencatat nama dan alamat calon wajib pajak/retribusi
berdasarkan formulir yang diberikan
- Menetapkan nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD)
2) Pendataan, dengan kegiatan sebagai berikut :
- Menghimpun, mengelola dan mencatat data objek pajak
dan subjek pajak/retribusi.
- Melakukan pemeriksaan lapangan dan lokasi serta
melaporkan hasilnya
- Membuat daftar mengenai formulir Surat Pemberitahuan
(SPT) yang belum diterima kembali
3) Dokumentasi dan Pengolahan Data, dengan kegiatan :
- Membuat dan memelihara daftar induk wajib pajak /
retribusi
- Memberikan kartu pengenal NPWPD
199
- Menyimpan arsip surat perpajakan/retribusi yang berkaitan
dengan pendaftaran dan pendataan.
- Membantu menyampaikan dan menerima kembali SPOP
PBB dan kemudian menyerahkan kepada Dirjen Pajak
Dilihat dari uraian kegiatan yang dilaksanakan oleh Seksi
Pendaftaran dan Pendataan di atas, kegiatan seksi ini merupakan
kegiatan awal dalam penyelenggaraan pemungutan pajak.
Inventarisasi Objek dan Subjek Pajak Daerah yang menjadi tugas
dan wewenangnya akan menjadi bahan dalam menetapkan jumlah
wajib pajak, jenis pajak, lokasi objek pajak, pemberian NPWPD
dan pembuatan Kartu Data. Output dari kegiatan pendaftran dan
pendataan ini pada akhirnya akan memprediksi besarnya potensi
Pajak Daerah dalam satu tahun anggaran, yang akan memberikan
kontribusi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten Bogor sebagai salah satu sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Hasil analisis terhadap kegiatan pendaftaran dan pendataan ini
mengindikasikan bahwa pelaksanaannya belum berjalan dengan
optimal hal ini dapat dilihat bahwa Koordinasi dengan instansi lain
belum maksimal.
Ada 3 (tiga) cara wajib pajak mendaftarkan diri. Pertama, wajib
pajak datang sendiri mendaftarkan diri ke Seksi Pendaftaran dan
Pendataan. Kedua, hasil pendataan petugas di lapangan dan di
200
lokasi. Ketiga, berdasarkan informasi dari pihak ketiga. Dari ketiga
cara pendaftaran tersebut di atas, selama ini lebih banyak data
wajib pajak yang didapat dari hasil pendataan petugas Sub Seksi
Pendataan – Seksi Pendaftaran dan Pendataan dan Cabang Dinas di
seluruh kecamatan. Petugas Sub seksi Pendataan bersama petugas
Cabang Dinas hampir setiap hari secara rutin melakukan pendataan
dan pemeriksaan. Waktu melakukan pendataan sekaligus juga
melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak lama.
Hasil analisis terhadap kegiatan pendataan menunjukkan bahwa
para petugas yang melaksanakan pendataan, sangat sedikit
menggunakan data dari instansi lain yang berkaitan. Seperti untuk
Pajak Hotel dan Restoran seharusnya petugas pendataan
berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata.. Selama ini koordinasi
yang telah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dengan
instansi tersebut hanya berkaitan dengan kelengkapan persyaratan
dalam rangka pemberian perpanjangan izin kegiatan. Dinas
Pariwisata hanya memperpanjang izin untuk kegiatan
hotel/restoran, apabila fihak yang meminta perpanjangan izin
tersebut telah mendapatkan surat keterangan dari Dinas Pendapatan
Daerah yang menerangkan fihak yang bersangkutan tidak
mempunyai tunggakan Pajak Daerah.
Hal yang signifikan yang perlu ditambahkan dalam analisis ini
adalah belum adanya koordinasi yang memadai antara Dinas
201
Pendapatan dengan Kantor Pelayanan Pajak Bogor. Kedua instansi
tersebut hakikatnya mempunyai tugas dan fungsi yang sama, yaitu
melakukan tugas dalam bidang pendapatan. Bedanya, Dinas
Pendapatan Daerah berkaitan dengan pendapatan daerah yang
salah satunya adalah Pajak Daerah, sedangkan Kantor Pelayanan
Pajak berkaitan dengan pendapatan pusat yang berasal dari Pajak
Pusat. Selama ini Dinas Pendapatan Daerah belum pernah meminta
secara lengkap daftar wajib pajak yang telah terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Bogor dan Cibinong, khususnya wajib pajak yang
bidang usahanya masuk kelompok yang dapat dikenakan Pajak
Daerah. Padahal daftar wajib pajak dari Kantor Pelayanan Pajak
tersebut dapat dipergunakan oleh petugas pendataan, untuk
diperbandingkan dengan wajib pajak yang telah terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak, tetapi belum terdaftar di Dinas
Pendapatan Daerah, maka petugas pendataan segera
menindaklanjuti dengan pendataan di lapangan. Dengan demikian
pelaksanaan pendataan akan berjalan lebih efektif dalam rangka
menjaring lebih banyak wajib pajak.
Kondisi di atas, yaitu kurangnya koordinasi dengan instansi
lain dapat terjadi dikarenakan antara lain :
a). Jumlah Personil yang masih kurang
Penyelenggaraan kegiatan pendaftaran dan pendataan belum
didukung oleh jumlah personil yang memadai, apabila dilihat
202
dari volume kegiatan atau beban kerja yang dihadapi.
Kegiatan pendaftaran dan pendataan ini meliputi lima jenis
Pajak Daerah yang Objek dan Subjek Pajaknya tersebar di
seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor
Sementara personil pada seksi ini hanya berjumlah 13 orang
staf yang terbagi dalam tiga sub seksi, masing-masing sub
seksi pendaftaran, sub seksi pendataan serta sub seksi
pengolahan data dan dokumentasi. Idealnya, untuk seksi
pendaftaran dan pendataan minimal dibantu oleh 2 orang, sub
seksi pendaftaran dibantu oleh 4 orang staf, sub seksi
pendataan 8 orang staf dan sub seksi pengolahan data dan
dokumentasi 3 orang staf. Dengan demikian masih
diperlukan penambahan staf untuk seksi pendaftaran dan
pendataan sebanyak 4 personil.
b). Kualitas Personil yang masih kurang memadai
Selain kuantitas, kegiatan pendaftaran dan pendataan
ini juga perlu ditunjang oleh kualitas personil di bidang
perpajakan. Untuk menentukan Obyek dan Subyek Pajak
misalnya, personil bidang pendaftaran dan pendataan harus
menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan masalah perpajakan, memiliki keterampilan
berkomunikasi, mengenai wilayah kerja dengan baik,
memahami kondisi sosial budaya masyarakat dan sebagainya.
203
Dari data yang ada, baru Kepala Seksi Pendaftaran
dan Pendataan yang telah mengikuti pelatihan teknis bidang
perpajakan serta baru dua orang Kepala Sub Seksi yang
mengikuti Diklat Manual Pendapatan Daerah (Mapatda),
sementara staf belum ada satu pun yang mendapatkan
pendidikan dan pelatihan teknis bidang perpajakan dan
pendapatan daerah. Oleh karena itu, perlu diupayakan
progran pendidikan dan pelatihan teknis bagi para staf
dibidang pendaftaran dan pendataan seperti Diklat Mapatda,
Diklat Pendapatan Daerah Tipe C, serta Diklat Komputer
untuk mendukung kegiatan dokumentasi dan pengolahan
data.
c). Sarana Penunjang yang Masih Kurang
Selain kedua permasalahan di atas, kendala lain yang
memerlukan pembenahan untuk meningkatkan kinerja dalam
penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan adalah
kelengkapan sarana penunjang. Pada seksi ini belum tersedia
kendaraan operasional, misalnya sepeda motor guna
melaksanakan pendaftaran dan pendataan. Padahal wilayah
pendaftaran dan pendataan cukup luas untuk dapat mendata
langsung ke lapangan. Demikian pula sarana komputer yang
masih sangat terbatas dimana hanya memiliki 20 unit
komputer dengan kapasitas yang masih relatif sederhana.
204
b. Penetapan
Kegiatan Penetapan merupakan tindak lanjut dari hasil kegiatan
pendaftaran dan pendataan. Sumber utama untuk menetapkan
besarnya Pajak/Retribusi Daerah yang akan dikenakan terhadap
Wajib Pajak/Retribusi adalah data-data yang telah dihimpun oleh
Seksi Pendaftaran dan Pendataan. Penyelenggaraan Penetapan ini
dilaksanakan oleh Seksi Penetapan yang meliputi :
1) Penghitungan, dengan kegiatan sebagai berikut :
o Melaksanakan penelitian dan penghitungan penetapan
Pajak dan Retribusi;
o Melaksanakan penghitungan penetapan secara jabatan
Pajak/Retribusi;
o Melaksanakan penetapan tambahan Pajak/Retribusi.
2) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dengan kegiatan sebagai
berikut :
o Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak/Retribusi, Surat
Perjanjian Angsuran dan surat-surat ketetapan lainnya.
o Mendistribusikan dan menyimpan arsip surat-surat yang
berkaitan dengan penetapan Pajak/Retribusi.
o Membantu penyampaian dan penyimpanan SPPT PBB dan
dokumen PBB lainnya.
205
3) Perjanjian Angsuran dengan kegiatan :
o Menerima surat permohonan angsuran pembayaran
Pajak/Retribusi;
o Melakukan penghitungan jumlah angsuran
pemungutan/pembayaran/penyetoran atas permohonan
yang disetujui;
o Menyiapkan surat perjanjian angsuran atau surat penolakan
angsuran pemungutan / pembayaran / penyetoran Pajak /
Retribusi.
Dilihat dari uraian kegiatan yang dilaksanakan oleh Seksi
Penetapan di atas, kegiatan seksi ini memerlukan pengetahuan dan
keterampilan khusus serta ketelitian. Pengetahuan dan
keterampilan khusus tersebut utamanya berkaitan dengan bidang
akuntansi dan peraturan bidang perpajakan. Sedang ketelitian
terutama dalam perhitungan angka-angka, baik yang berkaitan
dengan besarnya ketetapan pajak maupun dalam penetapan
besarnya angsuran. Kesalahan dalam penetapan akan menimbulkan
banyak permasalahan, seperti jika ketetapan melebihi ketentuan
karena tidak sesuai dengan objek yang dikenakan pajak, maka
Wajib Pajak akan mengajukan keberatan. Revisi terhadap
ketetapan yang telah dikeluarkan, karena adanya pengajuan
keberatan oleh Wajib Pajak sudah tentu memerlukan waktu, tenaga
dan pikiran. Kondisi ini dapat mempengaruhi kelancaran proses
206
pembayaran yang pada akhirnya akan berpangaruh terhadap
kinerja secara keseluruhan.
Analisis terhadap kegiatan penetapan ini menunjukkan, bahwa
pelaksanaannya belum berjalan dengan optimal. Hal ini antara lain
dapat dilihat dari masih terdapatnya pengajuan keberatan atas
ketetapan yang telah dikeluarkan, yang sebagian besar disebabkan
kekurangakuratan perhitungan dalam penetapan besarnya pajak
yang harus dibayar. Untuk jelasnya jumlah pengajuan keberatan
selama periode tahun anggaran 2002-2004 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 57 Jumlah Wajib Pajak yang Mengajukan Keberatan dan Banding Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
No. Tahun
Anggaran
Jenis Pajak WP Nilai
Keberatan (Rp)
WP Nilai
Banding (Rp)
1. 2002 Pajak Hotel & Rest
Pajak Hiburan
15
10
250.000.000,-
89.700.000,-
1
-
27.500.000,-
-
2. 2003 Pajak Hotel & Rest
Pajak Hiburan
15
12
275.000.000,-
160.400.000,-
3
-
67.555.000,-
-
3. 2004 Pajak Hotel & Rest
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
17
11
5
300.000.000,-
206.500.000,-
155.000.000,-
-
-
3
-
-
96.000.000,-
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
Pengajuan keberatan dan banding sebagaimana dapat dilihat pada tabel
di atas disebabkan tidak diterimanya ketetapan oleh Wajib Pajak.
Keberatan tersebut didasarkan atas beberapa faktor, misalnya
keberatan yang diajukan oleh Pajak Hiburan disebabkan oleh
207
menurunnya omset penjualan karcis karena sepinya penonton atau
pengunjung, sehingga pengusaha tidak mampu membayar ketetapan
pajak yang telah diterbitkan. Akibat adanya pengajuan keberatan dan
banding tersebut, pencapaian target yang telah ditetapkan tidak dapat
terealisasi seluruhnya seperti nampak pada tabel di atas. Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, bahwa kegiatan penetapan memerlukan
pengetahuan dan keterampilan khusus, ketelitian serta kejujuran.
Analisis personil dalam kegiatan penetapan menunjukkan, bahwa tidak
ada satu personil pun yang mengelola kegiatan penetapan ini memiliki
pendidikan formal akuntansi, sementara kegiatan penetapan ini
memerlukan keahlian dalam penghitungan besarnya pajak yang harus
dibayar. Sementara jumlah staf yang terlibat dalam kegiatan ini juga
masih belum memadai, bila harus menghitung penetapan besarnya
apajak untuk kelima jenis pajak yang menjadi kewenangan Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor.
Jumlah staf yang menangani kegiatan penetapan ini hanya 4 orang
yang terbagi dalam tiga sub seksi, yaitu sub seksi penetapan, sub seksi
penerbitan surat ketetapan serta sub seksi angsuran. Idealnya untuk
seksi penetapan dibantu oleh 2 orang staf, untuk sub seksi penetapan
paling tidak dubantu oleh 5 orang staf dengan latar belakang
pendidikan akuntansi, dimana masing-masing orang mengadakan
perhitungan penetapan untuk satu jenis pajak, sementara untuk sub
seksi penerbitan surat keputusan dibantu oleh 2 orang staf dan seksi
208
angsuran dibantu oleh 2 orang staf. Berdasarkan data tiga tahun
terakhir jumlah angsuran dan penundaan angsuran cukup besar yakni,
tahun 2002 sebesar Rp. 475.750.000, tahun 2003 sebesarr Rp.
670.000.000 dan tahun 2004 sebesar Rp. 835.478.000.
Dengan demikian masih diperlukan penambahan jumlah staf pada
Seksi Penetapan sebanyak 7 orang. Selain kuantitas, seperti halnya
pada kegiatan pendaftaran dan pendataan, dalam kegiatan penetapan
ini juga perlu ditunjang kemampuan dan keahlian personil
dibidangnya. Oleh karena itu juga perlu diupayakan program
pemdidikan dan pelatihan teknis bagi para staf dibidang penetapan
seperti Diklat Mapatda, Diklat Pendapatan Daerah Tipe C, serta Diklat
Komputer untuk komputerisasi hasil penetapan. Hal lain yang juga tak
kalah pentingnya bagi personil bidang penetapan ini adalah kejujuran.
Dominasi petugas pajak dalam penetapan besarnya pajak terhutang
dapat memberikan peluang KKN antara petugas dengan Wajib Pajak.
Oleh karena itu diperlukan staf yang betul-betul memiliki komitmen
terhadap pemasukan daerah dari sektor pajak.
c. Pembukuan dan Pelaporan
Kegiatan pembukuan dan pelaporan melakukan pencatatan dan
pelaporan mengenai penetapan dan penerimaan dari pemungutan
/pembayaran/penyetoran Pajak/Retribusi. Penyelenggaraan pembukuan
dan pelaporan dilaksanakan oleh Seksi Pembukuan dan Pelaporan
yang meliputi :
209
1) Pembukuan Penerimaan, meliputi kegiatan :
- Menerima dan mencatat semua Surat Ketetapan Pajak/Retribusi
dan surat-surat ketetapan lainnya.
- Menerima dan mencatat semua Surat Ketetapan Pajak/Retribusi
dan surat-surat ketetapan lainnya yang telah dibayar lunas.
- Mencatat penerimaan/pembayaran/penyetoran Pajak/Retribusi
serta PBB, serta mengadakan perhitungan tunggakannya.
2) Pembukuan Persediaan, meliputi kegiatan :
- Menerima dan mencatat tanda terima benda berharga, bukti
penerimaan benda berharga, bukti pengeluaran/pengambilan
benda berharga.
- Menerima dan mencatat penerimaan uang hasil pemungutan
benda berharga serta menghitung dan merinci persediaan benda
berharga.
3) Pelaporan, meliputi kegiatan :
- Menyiapkan laporan periodik mengenai realisasi penerimaan
dan tunggakan Pajak/Retribusi.
- Menyiapkan laporan berkala mengenai realisasi penerimaan
dan penyediaan benda berharga.
Berdasarkan uraian kegiatan di atas, jelaslah bahwa tugas bidang
pembukuan dan pelaporan ini output-nya akan menunjukkan kinerja
aparatur perpajakan, terutama dalam pencapaian target yang telah
ditetapkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, penyusunan laporan
210
yang dibuat baik laporan bulanan, triwulan maupun semester dan
tahunan seringkali terlambat. Keterlambatan tersebut, disebabkan
beberapa factor antara lain karena ketergantungan kepada bagian
lainnya yang terlambat menyampaikan informasi/bahan/data/laporan
yang diperlukan. Dalam kaitan ini pengelola bidang pembukuan dan
pelaporan hendaknya tidak pasif dengan hanya menunggu laporan,
akan tetapi harus aktif menjaring data yang diperlukan dengan
mendatangi unit yang terkait.
Kendala lain yang ditemukan dalam pengelolaan pembukuan dan
pelaporan adalah belum tersedianya software komputer yang dapat
mengolah, menyimpan dan menyajikan data dengan cepat dan akurat.
Untuk itu diperlukan program-program yang didesain khusus sesuai
kebutuhan seperti pembuatan data base. Guna penyediaan software
dimaksud dapat dilakukan melalui program peningkatan kualitas
aparat bidang pembukuan dan pelaporan, dengan mengikut sertakan
dalam pelatihan komputer untuk tingkat programmer atau analisis atau
dapat bekerja sama dengan pihak konsultan. Jumlah personil yang
menangani bidang pembukuan dan pelaporan ini cukup memadai,
yakni 9 orang diantaranya terdapat 2 orang yang memiliki pendidikan
formal akuntansi.
d. Penagihan
Pelaksanaan penagihan merupakan upaya dalam penegakan hukum
wajib pajak / retribusi memenuhi kewajibannya sesuai dengan
211
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraaan
pegagihan dilaksanakan oleh seksi penagihan yang meliputi
1) Penagihan, meliputi :
- Menyiapkan dan mendistribusikan surat menyurat dan
dokumentasi yang berhubungan dengan penagihan
pajak/retribusi
- Melaksanakan penagihan pajak/retribusi
Teknik penagihan dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kondisi yang dihadapi. Sistem penagihan yang dikembangkan
dan dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bogor adalah sebagai berikut :
a). Penagihan Ketetapan Bulan Berjalan
Penagihan Ketetapan Bulan Berjalan dilaksanakan kepada
Wajib Pajak /retribusi Penagihan didasarkan atas hasil
monitoring yang dilakukan setiap hari, dengan memberi
tanda pada Daftar SKP terhadap penyetoran, yang
dilakukan dengan meneliti buku Kas Pembantu
Penerimaan, baik melalui Bendaharawan Khusus Penerima
maupun pembayaran melalui Bank. Penagihan ini
dimaksudkan sebagai upaya intensifikasi melalui system
jemput bola dengan mendatangi wajib pajak yang belum
melunasi kewajibannya. Melalui upaya ini diharapkan
212
target pendapatan yang telah ditetapkan dapat tercapai
sebelum waktu jatuh tempo.
b). Penagihan Tunggakan
Penagihan tunggakan dilaksanakan apabila wajib pajak
belum memenuhi kewajibannya atas pajak terhutang.
Sampai dengan 14 hari setelah jatuh tempo atau setelah
batas waktu penyetoran, kepada wajib pajak yang
bersangkutan diberikan surat peringatan hingga tiga kali
dengan interval waktu minimal 7 hari. Bila kewajibannya
masih belum dipenuhi maka dikeluarkan surat teguran
hingga tiga kali. Tindakan penagihan dengan
menyampaikan surat peringatan dan surat teguran ini
merupakan tindakan penagihan pasif, dengan maksud agar
wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya. Apabila
tindakan penagihan secara pasif masih belum berhasil,
maka dilaksanakan penagihan secara aktif melalui surat
paksa dan sita sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Surat paksa diterbitkan setelah surat teguran ketiga
tidak diindahkan, minimal tujuh hari setelah surat tersebut
diterima wajib pajak. Jika batas waktu surat paksa
melampaui 14 hari hutang pajak, belum juga dilunasi maka
dikeluarkan surat perintah penyitaan. Setelah 14 hari surat
penyitaan dikeluarkan wajib pajak masih belum juga
213
melunasi kewajibannya, dikeluarkan surat peringatan
terakhir dan jika masih belum diindahkan maka
dilaksanakan lelang atau penyitaan.
2) Keberatan dan Banding, meliputi kegiatan :
- Menerima dan melayani surat keberatan dan surat permohonan
banding atas materi penetapan pajak.
- Menyiapkan keputusan menerima atau menolak keberatan dan
meneruskan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak.
Pengajuan keberatan dilakukan apabila wajib pajak / retribusi
merasa bahwa ketetapan yang dikenakan kepadanya, tidak sesuai
atau tidak seharusnya dikenakan. Terhadap hal ini wajib
pajak/retribusi dapat mengajukan surat keberatan. Akan tetapi,
pengajuan keberatan ini tidak menghapuskan atau mengurangi
kewajiban membayar pajak. Surat keberatan diajukan kepada
Bupati melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
disertai alasan dan penjelasan keberatan. Surat keberatan yang
diajukan ditindaklanjuti dengan meneliti kembali SKP yang
diterbitkan, serta mengadakan pemeriksaan lapangan untuk menilai
kewajaran ketetapan yang telah diterbitkan.
Hasil penelitian selanjutnya dilaporkan kepada Bupati dapat
berupa:
214
- Surat Keberatan ditolak, hal ini berarti ketetapan yang sudah ada
dipertahankan. Kepada Wajib Pajak/ Retribusi diberikan surat
penolakan dengan alasan serta dasar-dasar penolakan.
- Surat Keberatan diterima, hal ini berarti pengajuan keberatan
dapat diterima dan kepada wajib pajak / retribusi diberikan surat
keputuran pengurangan.
Mencermati kegiatan yang dilaksanakan oleh seksi penagihan, baik
yang menyangkut pelaksanaan penagihan itu sendiri maupun
penyelesaian keberatan, menuntut adanya profesionalisme aparat
untuk penanganannya. Profesionalisme dimaksud terutama dalam
penguasaan peraturan perundang-undangan bidang perpajakan dan
akuntansi. Dari 8 orang staf yang menangani bidang penagihan ini,
perlu peningkatan kualitas dan profesionalisme menyangkut
perpajakan dan akuntansi melalui pendidikan dan pelatihan teknis.