bab l inti
DESCRIPTION
fisika intiTRANSCRIPT
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kita temukan pencemaran ataupun
kerusakan pada berbagai macam materi yang ada di sekitar kita. Salah satu yang
menyebabkan kerusakan dan pencemaran itu sendiri adalah adanya radiasi terhadap
berbagai jenis materi. Akibat dari radiasi nuklir ini sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia di bumi, walaupun ada juga yang mempunyai manfaat.
Radiasi merupakan salah satu bencana paling mematikan di dunia, tidak hanya
menyebabkan kematian namun juga menyebabkan orang yang hidup akan terpapar
sakit dalam jangka waktu yang lama. Salah satu contoh radiasi nuklir itu sendiri
adalah radiasi sinar gamma
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Pengertian Radiasi
Radiasi merupakan energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel maupun
gelombang elektromagnetik (foton). Cahaya tampak, sinar UV yang kita terima
dari matahari dan sinyal transmisi dari tv dan komunikasi radio adalah bentuk radiasi
yang umum dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan jenis radiasi non pengion.
Jenis radiasi bentuk gelombang elektromagnetik ini tidak mempunyai energi yang
cukup untuk mengionisasi materi yang dilintasinya. Sedangkan radiasi yang dikenal
sebagai sinar-x, gamma, alfa, beta, neutron dan partikel berat lainnya merupakan
radiasi pengion karena radiasi tersebut memiliki energi yang cukup besar untuk
menginduksi reaksi ionisasi saat berinteraksi dengan materi sehingga terjadi
pelepasan elektron dari atom-atom penyusun materi yang dilintasinya. Sumber:
(http://dt.tp.ac.id/doc/radiasi+nuklir#download)
Radiasi telah ada sejak terbentuknya alam semesta dan menjadi bagian dari kehidupan
makhluk hidup. Radiasi akan selalu ada di sekitar kita sepanjang waktu dan tidak
mungkin untuk dihindari. Sumber radiasi terdapat pada tanah yang kita injak, udara
yang kita hirup, makanan yang kita makan, dan sistem tata surya. Berdasarkan
sumbernya, radiasi dapat dibedakan atas radiasi alam atau latar yang sudah ada di
alam sejak pembentukannya dan radiasi buatan yang sumbernya dibuat oleh manusia
dengan sengaja. Selama hidupnya manusia paling besar menerima paparan radiasi
dari alam khususnya gas radon. Sumber utama radiasi alam adalah radiasi kosmik
yang berasal dari benda langit di dalam dan luar tata surya, radiasi terestrial yang
berasal dari kerak bumi atau tanah dan radiasi internal yang berasal dari sejumlah
radionuklida yang ada di dalam tubuh manusia.
B. Pengaruh iradiasi gamma pada zat warna basa maxilon blue dalam air
Pengaruh Iradiasi pada Serapan Larutan Zat Warna. Larutan zat warna maxilon
blue sebelum diiradiasi mempunyai puncak serapan pada 𝝀=303 nm pada daerah UV
dan 𝝀=608 nm pada daerah tampak (Gambar 2, kurva 1). Iradiasi pada larutan zat
warna menyebabkan, serapan pada 𝝀=608 nm menurun dengan tajam dengan
bertambahnya dosis iradiasi. Pada dosis 1 kGy (kurva 3), serapan pada daerah tampak
tidak terlihat lagi. Hal ini karena gugus azo (N = N) yang terikat pada cincin aromatis
putus sehingga warna dalam larutan hilang.
Pada daerah UV yaitu 𝝀=303 nm, serapan menurun sangat lambat dengan
bertambahnya dosis. Serapan pada daerah uv hampir tidak terlihat pada dosis 2 kGy
(kurva 4). Puncak serapan pada 𝝀=303 nm, merupakan serapan dari cincin aromatis.
Untuk merusak cincin aromatis yang terdapat dalam molekul zat warna diperlukan
dosis yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan memutus ikatan azo. Hal ini karena
C-N mempunyai energi ikatan yang lebih rendah (291,6 kJ/mol) daripada C=C 607
kJ/mol (5). Hal ini berarti untuk memutus cincin aromatis diperlukan energi yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan gugus azo dalam molekul zat warna. Jadi pada
dosis rendah gugus azo akan terputus sehingga di dalam larutan masih tersisa senyawa
aromatis. Selanjutnya pada dosis yang lebih tinggi cincin aromatis akan pecah dan
terurai.
Pengaruh pH pada Iradiasi lanitan Zat Warna Maxilon blue. Spektrum serapan
larutan zat warna pada berbagai pH sebelum diiradiasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Larutan zat warna mempunyai puncak serapan yang sama pada 𝝀 = 303 nm dan 𝝀 =
606 nm pada pH 3, 5 dan 7. Hal ini menunjukkan penambahan H3PO4 atau NaOH ke
dalam larutan tidak mempengaruhi Struktur molekul.. Pada pH basa (9) penambahan
NaOH ke dalam larutan menyebabkan efek hipokromik, karena intensitas serapan
pada 𝝀=608 nm menurun. Larutan dengan pH 12 di samping terjadi efek hipokromik
juga terjadi pergeseran hipsokromik, karena pergeseran panjang gelombang ke arah
yang lebih pendek yaitu dari 608 nm menjadi 425 nm (6).Hal ini menunjukkan telah
terjadi adanya perubahan Struktur molekul. Tingkat penguraian warna, A
didefinisikan sebagai
dimana a0 adalah intensitas serapan dari larutan sebelum diiradiasi pada 𝝀=303 nm,
sedangkan a adalah intensitas serapan larutan setelah diiradiasi. Gambar 4
menunjukkan hubungan antara A terhadap dosis iradiasi pada berbagai macam pH.
Kemiringan awal dari setiap kurva pada Gambar 4 merupakan nilai G (penguraian)
dari zat warna. Nilai G(penguraian) zat warna menunjukkan banyaknya molekul zat
warna yang terurai atau mengalami perubahan kimia setiap 100 eV energi yang
diserap. Nilai G (-penguraian awal larutan zat warna pada berbagai pH disajikan pada
Tabel 1.
Nilai G (penguraian) optimum (0,876) dicapai pada pH 5, meskipun pada pH 3
sampai dengan 7 zat warna tidak mengalami perubahan Struktur yang mengakibatkan
kemungkinan berkurangnya degradasi (Gambar 3). Hal ini mungkin dapat dijelaskan
dengan memakai data konstanta kecepatan reaksi spesies reaktif air dengan molekul
O2 pada pH yang berbeda. Pada pH netral reaksi spesi radikal (H, OH) dengan
molekul O2 adalah sebagai berikut (7):
Pada pH asam dan basa, akan terjadi reaksi 5 dan 6 sebagai berikut:
Dalam suasana asam radikal H dominan sehingga akan bereaksi dengan H
membentuk molekul hidrogen dan bereaksi dengan radikal OH membentuk H2O.
Pada reaksi 2 nilai konstanta kecepatan reaksinya lebih rendait bila dibandingkan
pada reaksi 8. Hal ini berarti dalam suasana asam H2O dalam larutan lebih sedikit
sehingga oksidasi lebih kecil.
Pada pH yang lebih tinggi terjadi reaksi sebagai berikut,
Terjadinya reaksi 9 dan 10, menyebabkan terjadinya deaktifasi e'> q dan OH.
Disamping itu pada pH basa telan terjadi efek hipokromik dan pergeseran
hipsokromik, karena pergeseran panjangngelombang ke arah yang lebih pendek yaitu
dari 608 nm menjadi 425 nm (Gambar 3). Hal ini berarti pada pH 12 molekul zat
warna mempunyai energi yang lebih tinggi, sehingga untuk merusak molekul zat
warna diperlukan energi yang lebih tinggi.
Pengurangan warna pada Iradiasi Zat Warna Maksilon blue. Larutan zat warna
mempunyai puncak serapan yang kuat pada 𝝀 = 608 nm (Gambar 2). Pengurangan
warna akibat iradiasi diamati dengan mengukur serapan larutan pada 𝝀 = 608 nm.
Persentasi pengurangan warna untuk larutan zat warna dengan konsentrasi awal antara
10 sampai dengan 106 ppm sebagai fungsi dari dosis iradiasi dapat dilihat pada
Gambar 6.
Secara umum kenaikan dosis iradiasi dari dosis O sampai dengan 4 kGy,
menyebabkan persentasi pengurangan warna dalam larutan meningkat. Larutan zat
warna dengan konsentrasi awal 10 dan 25 ppm, setelah diiradiasi dengan dosis 0,5
kGy wamanya telah hilang lebih besar dari 90%. Larutan zat warna dengan
konsentrasi awal antara 50 sampai dengan 100,6 ppm, warna larutan hilang lebih
besar dari 90% setelah diiradiasi dengan dosis 2 kGy.
Penentuan Orde Reaksi dan Konstanta Kecepatan Reaksi. Penentuan orde reaksi dan
konstanta kecepatan reaksi zat warna yang diiradiasi dengan metode kecepatan awal,
dilakukan dengan membuat plot antara (dC/dt) terhadap konsentrasi awal (Co)
(Gambar 6).
Dari persamaan dengan nilai r = 0,995, maka diperoleh persamaan kecepatan
penguraian zat warna:
Persamaan kecepatan penguraian yang diperoleh dengan metode kecepatan,
menunjukkan bahwa penguraian zat warna mempunyai orde reaksi pseudo orde satu
dengan konstanta kecepatan reaksi 1,4 x 102 menit 1 Analisis Senyawa Hasil
Penguraian. pH larutan zat warna maxi Ion blue setelah diiradiasi secara umum
menunjukkan adanya penurunan (Gambar7). Larutan dengan pH awal 3,3; 5,0; 7,0;
9,0; dan 12,0 setelah diiradiasi dengan dosis 4 kGy, menunjukkan penurunan pH
larutan masing- masing menjadi 3,0; 3,8; 3,7; 8,5 dan 10,4. Penurunan ini terjadi
karena senyawa maxilon blue telah terurai menjadi produk yang bersifat asam yaitu
asam-asam organik. Asam-asam organik yang terbentuk diduga sebagai asam oksalat,
suksinat, formiat, asetat, dan propionat. Identifikasi larutan dilakukan dengan alat
KCKT untuk mengetahui adanya senyawa-senyawa tersebut. Gambar 8a adalah
kromatogram larutan standar asam oksalat, suksinat, formiat, asetat dan propionat
masing-masing dengan waktu retensi 4,8; 8,583; 9,642; 10,475 dan 12,467 menit.
Gambar 8b adalah kromatogram larutan sampel hasil penguraian. Pada Gambar 8b
terlihat bahwa sampel hasil iradiasi hanya mempunyai satu puncak dengan waktu
retensi 4,82 menit.
Pendekatan waktu retensi dari senyawa hasil penguraian dengan waktu retensi
senyawa standar asam organik, dapat diasumsikan bahwa puncak dengan waktu
retensi 4,82 menit adalah asam oksalat. Hasil perhitungan secara kuantitatif dari asam
oksalat yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 2. Terlihat bahwa makin tinggi dosis
iradiasi, konsentrasi asam oksalat makin besar.
Tabel 2. Konsentrasi asam oksalat dalam larutan hasil iradiasi, laju dosis 5 kGy/jam,
Zwo = 25 ppm.
C. Pengaruh radiasi gamma pada DNA
DNA yang random. Clustered damage didefinisikan sebagai dua atau lebih kerusakan
(basa teroksidasi, basa hilang, atau strand breaks) yang terjadi pada suatu tempat
tertentu dalam struktur heliks DNA. Dosis sangat rendah sekitar 0,01 Gy dapat
menimbulkan kerusakan clustered DNA, yang keseluruhan terdiri dari 20% double
strand breaks dan 80% jenis kerusakan DNA lainnya. Total clustered damage akibat
radiasi pengion 3 – 4 kali lebih besar dari double strand breaks dan nampaknya tidak
terjadi pada sel yang tidak di radiasi. Tingkat clustered damage yang terjadi segera
setelah paparan radiasi dapat digunakan sebagai dosimeter yang relatif sensitif.
Karena kumpulan kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki dan terakumulasi dalam
sel, maka dapat dideteksi pada waktu yang lebih lama setelah paparan.
Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom dapat menyebabkan sel tetap hidup
atau mati yang sangat bergantung pada proses perbaikan yang terjadi secara
enzimatis. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik dan tepat/sempurna dan
juga tingkat kerusakan yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali
normal seperti keadaannya sebelum terpapar radiasi. Bila proses perbaikan
berlangsung tetapi tidak tepat maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi
telah mengalami perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi
sudah menjadi sel yang baru atau terubah/abnormal tetapi hidup. Selain itu, bila
tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila proses perbaikan tidak
berlangsung dengan baik maka sel akan mati.
D. Pengaruh radiasi gamma pada polimer
1. Tahapan Reaksi
Rekombinasi – tidak ada perubahan sifat
Pemotongan Rantai – kehilangan kekuatan dan pemanjangan
Pengikatan Silang- Peningkatan kekuatan dan penurunan elongasi
Kombinasi antara rekombinasi, pemotongan rantai, dan pengikatan silang.
2. Degradasi Polimer
Iradiasi Gamma terhadap spesies hidup adalah menginduksi dalam DNA
ganda dan mencegah sterilisasi replikasi heliks.
Kerusakan pada polimer akibat sinar gamma terjadi dengan mekanisme
yang sama
3. Dasar Fakta
Semua plastik dapat dipengaruhi oleh radiasi.
Beberapa efek yang menguntungkan atau diabaikan sementara yang
lainnya tidak
4. Beberapa plastik yang tidak dapat disterilkan dengan radiasi
Polyacetal (berubah menjadi debu)
Polypropylene (tidak menetap)
Teflon (berubah menadi lilin)
PVDF
5. Kerusakan akibat Radiasi
Gambar berikut menunjukkan polietilen dari non-sterile acetabular cangkir; di
bawah adalah polietilen retak
6. Cangkir disterilkan pada gambar bagian kanan sudah rapuh dan telah kehilangan
banyak kekuatannya; cangkir yang tidak steril lainnya memiliki jauh lebih besar
elongasi dan mempertahankan kekuatan dan daktilitas.
E. Pengaruh radiasi gamma pada sel tubuh manusia
Efek genetik.
Efek biologi dari radiasi ionisasi pada generasi yang belum lahir disebut efek genetik.
Efek ini timbul karena kerusakan molekul DNA pada sperma atau ovarium
akibat radiasi. Atau, bila radiasi berinteraksi dengan makro molekul DNA, dapat
memodifikasi struktur molekul ini dengan cara memecah kromosom atau mengubah
jumlah DNA yang terdapat dalam sel melalui perubahan informasi genetik sel. Tipe
ini dapat menimbulkan penyakit genetik yang diteruskan ke generasi berikutnya.
Efek somatik
Bila organisme (seperti manusia) yang terkena radiasi mengalami kerusakan
biologi sebagai akibat penyinaran, efek penyinaran tersebut diklasifikasikan
sebagai efek somatik. Efek ini tergantung pada lamanya terkena radiasi sampai
pertama timbulnya gejala kerusakan radiasi. Selanjutnya diklasifikasikan sebagai efek
somatik jangka pendek atau jangka panjang.
Efek somatik jangka pendek
Efek ini timbul dalam waktu beberapa menit, jam, atau minggu sejak penyinaran
radiasi. Efek dari dosis yang tinggi terlihat dengan gejala: mual, lemas, eritema
(kemerahan abnormal di kulit), epilasi (rontoknya rambut), gangguan darah,
gangguan entistimal, demam dan terkelupasnya lapisan luar kulit, berkurangnya
jumlah sperma pada pria, kemandulan tetap atau sementara dari wanita dan
pria, serta kerusakan sistem syaraf pusat (pada dosis radiasi yang sangat tinggi).
Menurut International Commision Radiation Protection (ICRP-60) untuk orang
dewasa sehat, dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang
terpajan radiasi seluruh tubuh dalam waktu 60 hari (Lethal Dose 50/60) berkisar
antara 2,5-5 Gray (2500-5000 rad), dengan dosis rerata sekitar 3,5 Gray (3500 rad).
Dengan demikian, seseorang diharapkan tidak akan mengalami kematian setelah
terpajan radiasi seluruh tubuh dengan dosis di bawah 1 Gray (1000 rad) selama
individu tersebut tidak dalam kondisi sakit sebelum terkena pajanan radiasi. Bila
dosis yang diterima antara 6-10 Gray, kebanyakan individu akan mengalami
kematian, kecuali bila segera mendapat penanganan medis yang tepat untuk
mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan. Di atas 10 Gray, kematian akan terjadi
meskipsun telah dilakukan usaha seperti transplantasi sumsum tulang dari donor yang
sesuai. Agar efek biologis akibat radiasi tidak terjadi, atau bila harus terjadi di
bawah dosis ambang, dalam pelaksanaan diperlukan prosedur penggunaan untuk
menjamin terhindarnya dari pajanan radiasi.
F. Photonuklir
Dalam interaksi sebuah foton berenergi hυ>¿ beberapa MeV yang masuk dan keluar
dari inti yang kemudian teremitasi menjadi reaksi proton (γ , p) dan reksi neutron (γ , n
). Reaksi proton terkontribusi langsung.
G. Hamburan Reyleigh
adalah hamburan elastis dari cahaya atau radiasi elektromagnetik lain oleh partikel
lain dengan jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya, yang bisa berupa
suatu atom atau molekul. Hal ini dapat terjadi ketika cahaya melawati benda padat
yang transparan dan cairan, tetapi yang paling menonjol terlihat pada gas.
hamburan Rayleigh dari sinar matahari pada atmosfer yang bersih adalah alasan
utama mengapa langit berwarna biru: hamburan Rayleigh dan awan-dimediasi
berkontribusi untuk menyebarkan cahaya (sinar marahari langsung).
Warna biru langit disebabkan oleh hamburan cahaya matahari dari molekul atmosfer.
hamburan ini, disebut hamburan Rayleigh, lebih efektif pada panjang gelombang
pendek (ujung biru spektrum terlihat).
Nah gan
yang I itu adalah koefisien hamburan Rayleigh yang berbanding terbalik dengan
panjang gelombang pangkat 4. jadi kalo makin kecil panjang gelombang makin besr
juga koefisien hamburannya. dan gelombang terpendek yang bisa masuk melewati
atmosfer bumi adalah gelombang tampak warna biru sama ungu (tapi karena sebagian
dari gelombang ini UV jadi susah tembus atmosfer)
Perhatikan bahwa biru langit lebih jenuh ketika Anda melihat lebih jauh dari
matahari. Hamburan hampir putih di dekat matahari dapat dikaitkan dengan hamburan
Mie, yang tidak terlalu tergantung pada panjang gelombang.
http://weneveralone4ever.wordpress.com/2011/11/01/rayleigh-scattering-hamburan-
rayleigh/
Penyebab Langit Berwarna Biru, Awan Berwarna Putih dan Senja Berwarna Jingga
H.
Mungkin pernah terlintas di pikiran kita mengapa langit berwarna biru dan awan
berwarna putih ??? oleh karena hal itulah melalui artikel ini saya akan coba
menjelaskan fenomena alam tersebut berdasarkan kajian ilmiah.
Perlu diketahui bahwa beberapa partikel kecil dan molekul dalam atmosfer
mempunyai kemampuan untuk menghamburkan (Scattering) radiasi matahari ke
segala arah. Semua partikel dan molekul yang mampu menghamburkan cahaya
disebut Penghambur / Scatterers, termasuk di dalamnya partikel yang dihasilkan oleh
industri manusia. Hamburan sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu hamburan
Rayleigh dan hamburan Mie.
Langit berwarna biru disebabkan oleh hamburan Rayleigh yang merupakan hamburan
selektif dan hanya efektif menghamburkan spektrum tertentu dari cahaya. Sebagai
contoh, molekul udara seperti Oksigen dan Nitrogen adalah molekul kecil yang lebih
efektif menghamburkan spektrum violet dan biru yang merupakan gelombang visual
terpendek dengan panjang gelombang (λ) 3800-4200 Å dan 4500-4800 Å (1Å= 10-8
cm) sehingga koefisien hamburan menjadi lebih tinggi
Hal tersebutlah yang menyebabkan langit berwarna biru karena sebagian besar gas
penyusun atmosfer bumi terdiri atas gas Oksigen dan Nitrogen dengan presentasi
Oksigen sebesar 21% dan Nitrogen 78%. Hamburan Rayleigh juga bersifat merata di
segala arah, itulah sebabnya warna biru pada langit terlihat sama jika di lihat dari
segala arah.
Jenis hamburan yang selanjutnya adalah Mie. Hamburan Mie tidak merata. Ada 2
macam Mie:
Mie Scattering Small Particle
Penghamburan ini terjadi ketika besar jari-jari partikel di atmosfer sama dengan
besarnya panjang gelombang tenaga radiasi yang berinteraksi. Penyebab utama
hamburan mie adalah uap air dan debu di atmosfer.
Mie scaterring small particle menyebabkan langit berwarna Jingga saat senja. Udara
banyak mengandung partikel kecil seperti debu dan air sehingga partikel akan
memantulkan cahaya ke segala arah. Karena yang lebih banyak dipantulkan adalah
gelombang dengan panjang gelombang yang lebih panjang, maka terlihat gelombang
tampak warna Merah atau Orange.
Mie Scaterring Large Particle
Penghamburan ini terjadi ketika besar jari-jari partikel di atmosfer jauh lebih besar
daripada besar panjang gelombang yang berinteraksi. Pemendaran ini disebut juga
‘Hamburan Non Selektif.
Jari-jari partikel atmosfer berkisar antara 5-10 mikrometer. Biasanya partikel ini di
atmosfer berupa air hujan. Ukuran jari-jari partikel tersebut dirasa cukup besar
mengingat besar panjang gelombang tampak yang berinteraksi berada pada rentang
0.4 – 0.7 mikrometer.
Karena dalam penghamburan mie large particle penghamburan panjang gelombang
tampak dan infra merah berjumlah kurang lebih sama maka berakibat hamburan ini
tidak selektif terhadap panjang gelombang sehingga cahaya biru, hijau dan merah
dihamburkan dengan jumlah yang sama dan menyebabkan kabut dan awan tampak
Putih.