bab iv skripsi pajak penghasilan mulyanto
DESCRIPTION
enjoy thisTRANSCRIPT
IV. PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan
4.1.1. Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Berikut ini adalah pembahasan mengenai uji asumsi Ordinary Least Square
(OLS):
4.1.1.1. Uji Asumsi Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan apakah data yang digunakan
mempunyai distribusi normal atau tidak. Data yang baik memiliki distribusi
normal atau mendekati normal. Dalam uji Jarque-Bera (JB), jika residual
terdistribusi secara normal maka diharapkan nilai statistik JB akan sama dengan
nol. Jika nilai probabilitas ρ dari statistik JB besar atau dengan kata lain jika nilai
statistik dari JB ini tidak signifikan maka menerima hipotesis bahwa residual
mempunyai ditribusi normal karena nilai statistik JB mendekati nol. Dengan
pengujian hipotesis:
H0: data tersebar normal
Ha: data tidak tersebar normal
Kriteria pengujiannya adalah:
(1) H0 ditolak dan Ha diterima, jika P Value < α 5%
(2) H0 diterima dan Ha ditolak, jika P Value > α 5%
73
Berdasarkan uji statistik JB pada Lampiran 2 , nilai statistiknya sebesar 0,429412
dengan probabilitasnya cukup besar 0,806 atau 80,6%. Maka dapat diambil
kesimpulan residual didistribusikan secara normal.
4.1.1.2. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan program
Eviews 4.0 dan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Untuk uji asumsi
Heteroskedastisitas (lampiran 3) diperoleh nilai signifikansi sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil uji asumsi heteroskedastisitas untuk data variabel PPh, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak internasional.
White Heteroskedasticity Test:F-statistic 1.277877 Probability 0.338811Obs*R-squared 10.76639 Probability 0.292063
Sumber : Output White Heteroskedasticity Test,Eviews 4.0
Uji white dapat menjelaskan apabila nilai probabilitas obs*R-square lebih kecil
dari α (5%) maka data bersifat heteroskedastis. Sebaliknya bila nilai probabilitas
obs*R-square lebih besar dari α (5%) maka data bersifat tidak heteroskedastis.
Hasil pengujian White Heteroskedasticity Test dapat dilihat bahwa nilai
probabilitas obs*R-square lebih besar dari α (5%) yaitu sebesar 0,292063.
artinya tidak ada gejala heteroskedastisitas, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas pada model regresi.
4.1.1.3. Uji Asumsi Autokorelasi
Uji Breusch-Godfrey
Metode untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu
dapat dilakukan dengan uji BG atau sering disebut LM test. Ada tidaknya
74
autokorelasi dapat dilihat bahwa probability dari Obs*R-square hasil pengujian
dengan uji Breusch-Godfrey:
Bila probability > α = 5%, berarti tidak ada autokorelasi.
Bila probability ≤ α = 5%, berarti terjadi autokorelasi.
Berikut disajikan tabel hasil pengujian dengan uji Breusch-Godfrey dengan
menggunakan software eviews 4.0:
Tabel 9. Hasil uji asumsi autokorelasi dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 1.296212 Probability 0.300796Obs*R-squared 3.067558 Probability 0.215719
Sumber: Output uji Autokorelasi dengan metode Breusch-Godfrey,Eviews.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey
diperoleh nilai probability dari Obs*R-square yaitu sebesar 0,215719.
Hal ini berarti probability > α = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi terbebas dari masalah autokorelasi.
4.1.1.4. Uji Asumsi Multikolinieritas
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan program
EVIEWS untuk uji asumsi Multikolinieritas (lampiran 2) diperoleh nilai
signifikansi sebagai berikut:
Tabel 10. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk variabel bebas (inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak internasional)
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF1 INFLASI 0,926 1,080
PERTUMEK 0,916 1,092HARGAMIN 0,988 1,012
Sumber: Output uji Autokorelasi
75
Berdasarkan data diatas, terlihat untuk semua variabel bebas inflasi, pertumbuhan
ekonomi, dan harga minyak internasional memiliki nilai VIF 1 atau dibawah 5,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak terdapat
masalah multikolinieritas sehingga asumsi OLS sudah terpenuhi.
4.1.2. Pengujian Hipotesis
Hasil Perhitungan
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan program Eviews
for windows didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
PPh = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
PPh = -31625.68 + 4824.432 X1 + -7922.922 X2 + 3432.710 X3
(2090.205) (3386.138) (319.9343)
Keterangan :
PPh = penerimaan pajak penghasilan
X1 = inflasi
X2 = pertumbuhan ekonomi
X3 = harga minyak internasional
e = error term
R² : 0,878618
F hitung : 43,43082
t hitung inf : 2,308114
t hitung pe : -2,339811
t hitung hargamin : 10,72942
76
LM test
Obs*R-squared: 3,067558 Probability: 0,215719
Setiap nilai koefisien variabel-variabel bebas menggambarkan pengaruh antara
variabel tersebut dengan variabel terikat.
4.2.1 Pengujian Secara Partial (Uji t)
Pengujian Keberartian Secara Partial dilakukan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat secara partial. Pengujian ini dilakukan
pada tingkat kepercayaan 95 % dengan df = n-k-1= 13-3-1 = 9. Apabila diketahui
t hitung > t tabel berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima, dan sebaliknya.
Tabel 11. Uji Keberartian Parsial
Variabel Bebas t hitung t tabel KesimpulanInf 2,308114 1,734 Ho ditolakPe -2,339811 1,734 Ho ditolak
Hargamin 10,72942 1,734 Ho ditolak
Berdasarkan Tabel 11 di atas, secara statistik variabel inflasi, pertumbuhan
ekonomi dan harga minyak internasional berpengaruh secara nyata terhadap
penerimaan pajak penghasilan di Indonesia.
4.2.2 Pengujian Keberartian Keseluruhan (Uji F)
Pengujian secara serentak dengan uji Fisher dilakukan untuk mengetahui
pengaruh secara keseluruhan variabel bebas dan variabel terikat. Pengujian ini
dilakukan pada tingkat kepercayaan 95 % atau α 0,05 dengan df1 = k-1 = 3-1 =2
77
dan derajat kebebasan df2 = n-k = 13-3 = 10. Apabila F hitung > Ftabel, maka
hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.Hasil perhitungan
uji F dapat dilihat pada tabel 12 berikut:
Tabel 12. Uji Keberartian Keseluruhan (Uji F)
F hitung F tabel Kesimpulan43,43082 3,52 Ho ditolak, Ha diterima
Dari Tabel 12 di atas maka dapat diambil kesimpulan yang menyatakan bahwa Ho
ditolak Ha diterima. Hal tersebut secara statistik berarti bahwa secara keseluruhan
masing-masing variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi dan harga minyak
internasional berpengaruh nyata terhadap penerimaan pajak penghasilan di
Indonesia.
4.3 Pembahasan
Hasil pengujian menggunakan program komputer EVIEWS, diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,878618 yang berarti bahwa variabel bebas inflasi,
pertumbuhan ekonomi dan harga minyak internasional memiliki pengaruh nyata
sebesar 87,86 persen terhadap penerimaan pajak penghasilan di Indonesia.
Sementara sisanya 12,14 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model
penelitian ini.
Tingkat Elastisitas variabel bebas
Tingkat elastisitas digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan variabel
terikat Y akibat perubahan yang terjadi pada variabel bebas X, dengan asumsi
variabel lain tetap.
78
Rumus yang digunakan adalah
=
(J supranto, 2002:211)
Keterangan:
Ex= elastisitas variabel X
Yi= rata rata variabel Y
b = koefisien regresi variabel bebas
Xi = rata rata variabel X
Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan tingkat elastisitas variabel bebas
adalah sebagai berikut:
1. tingkat elastisitas inflasi (X1)
= 0,641852
2. tingkat elastisitas pertumbuhan ekonomi (X2)
= -0,727967
3. tingkat elastisitas harga minyak internasional (X3)
79
= 1,59815
a. Untuk variabel bebas inflasi, koefisien regresi (b1) yang bersifat positif
menunjukkan bahwa inflasi memiliki hubungan yang positif terhadap
pendapatan PPh, yaitu peningkatan inflasi akan diikuti oleh peningkatan
pendapatan PPh. Koefisien hasil perhitungan elastisitas inflasi sebesar 0,64
menunjukkan kelenturan inflasi terhadap nilai PPh. Artinya peningkatan
inflasi sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan pendapatan
PPh sebesar 0,64 persen, dengan asumsi variabel lain tetap (ceteris
paribus).
b. Untuk variabel bebas pertumbuhan ekonomi, koefisien regresi (b2) yang
bernilai negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki
hubungan negatif yang terhadap pendapatan PPh, yaitu penurunan
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan PPh. Koefisien
elastisitas sebesar -0,723 menunjukkan kelenturan pertumbuhan ekonomi
terhadap pendapatan PPh, Artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi
sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan pendapatan PPh sebesar
-0,723 persen,dengan asumsi peubah lain tetap (ceteris paribus).
c. Untuk variabel bebas harga minyak internasional, koefisien regresi (b3)
yang bernilai positif menunjukkan bahwa harga minyak internasional
memiliki hubungan positif yang terhadap pendapatan PPh, yaitu
peningkatan harga minyak internasional akan meningkatkan pendapatan
80
PPh. Koefisien elastisitas sebesar 1,598 menunjukkan kelenturan harga
minyak internasional terhadap pendapatan PPh, Artinya peningkatan harga
minyak internasional sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan
pendapatan PPh sebesar 1,598 persen, dengan asumsi variabel lain tetap
(ceteris paribus).
4.5 Implikasi Hasil Perhitungan
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa inflasi berpengaruh nyata dan
positif terhadap pendapatan PPh Indonesia periode 1986-2007. Inflasi ditengarai
memiliki efek negatif bagi perekonomian. Secara umum rumah tangga dan
perusahaan akan memiliki kinerja yang buruk ketika terjadi inflasi tinggi dan
tidak dapat diprediksikan (hiperinflasi) dan di Indonesia kisaran inflasi masih
dalam kategori inflasi rendah hingga sedang, yaitu antara 5 hingga 17 persen.oleh
kareana itu tak ada permasalahan dalam daya beli masyarakat. Hal ini tercermin
dalam stabilnya angka konsumsi masyarakat seperti pada lampiran. Pertumbuhan
konsumsi masyarakat yang terus meningkat dapat menyokong produksi barang
dan jasa pada sektor produksi (perusahaan). Naiknya konsumsi akan
meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga perusahaan dapat membayar
pajak penghasilan lebih tinggi. Dalam teori, menurut Lipsey (1998), Ada
beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh inflasi yaitu:
a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
juga yang diuntungkan dengan adanya inflasi seseorang yang memperoleh
pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang
81
yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian
karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat keuntungan
dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan
dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi. Atau mereka yang
mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan presentase yang
lebih besar dari laju inflasi. Adanya serikat buruh yang kuat kadangkala
berhasil dalam menuntut kenaikkan upah dengan presentase yang lebih besar
dari laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. Hal
ini mendukung hasil penelitian ini dimana dengan kenaikan inflasi
menyebabkan pendapatan perusahaan ikut meningkat dikarenakan adanya
kenaikan harga barang (dengan asumsi volume pembelian masyarakat dianggap
stabil). Dan apabila kita melihat data tahunan konsumsi masyarakat, ternyata
konsumsi masyarakat selau meningkat. Konsumsi masyarakat yang terus
meningkat mendorong kenaikan pendapatan perusahaan. Adanya kenaikan akan
pendapatan perusahaan akan membuat penerimaan pendapatan pajak
penghasilan ikut meningkat.
b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini
dapat terjadi melalui kenaikkan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu dengan adanya inflasi, permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian
82
mendorong kenaikkan produksi barang tersebut. Sama seperti poin a kenaikan
produksi barang menyebabkan pendapatan perusahaan ikut meningkat
dikarenakan adanya kenaikan harga barang (dengan asumsi volume pembelian
dianggap tetap). Adanya kenaikan akan pendapatan perusahaan akan membuat
penerimaan pendapatan pajak penghasilan ikut meningkat.
c. Efek Terhadap Output (Output Effect)
Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikkan upah
sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikkan keuntungan ini akan
mendorong kenaikkan produksi. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi
(hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output.
Dan di indonesia, inflasi tahunan masih dapat digolongkan inflasi yang tidak
terlalu tinggi. Apabila produksi barang ikut naik, maka kenaikkan produksi ini
sedikit banyak dapat mengerem laju inflasi, di saat yang sama ketika produksi
barang pada perusahaan meningkat, dan dianggap bahwa daya beli masyarakat
tetap tentu meningkatkan pendapatan perusahaan, juga pendapatan karyawan.
Ketika pendapatan meningkat, maka pajak penghasilan yang dibayarkan juga
meningkat. Diikuti dengan penerimaan negara dari sektor PPh.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh nyata dan negatif terhadap pendapatan PPh Indonesia periode 1986-
2007. Hasil perhitungan ini bertolak belakang dengan hipotesis bahwa
pertumbuhan ekonomi berhubungan positif dengan penerimaan PPh. Hal ini
dikarenakan Pertumbuhan ekonomi masih dimotori oleh konsumsi. Sementara
83
investasi dan ekspor, namun perannya sebagai penggerak perekonomian relatif
masih terbatas. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, tidak dapat lepas dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dunia.
Perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang membaik dan lebih stabil
hingga 2007 sebagaimana yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang
meningkat. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum
memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja sehingga jumlah
pengangguran masih mengalami kenaikan. Namun, dengan perkembangan
perekonomian yang dicapai saat ini, Indonesia masih harus menghadapi
permasalahan yang mungkin juga dialami negara lain, khususnya negara sedang
berkembang, yang sedang melaksanakan pembangunan. Pembangunan tersebut
tentunya memerlukan dana dalam jumlah yang besar.
Mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, bila kita analisa dengan penelitian ini
kita lihat bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi tiap tahunnya meningkat,
namun daya serap akan lapangan kerja masih beluh mencukupi. Terbukti dengan
masih tingginya angka pengangguran. Seperti teori yang dikemukakan oleh A.W.
Phillips, pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi
inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan
pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan
tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang
erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi,
maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan
kurva Phillip. Bila kita kaitkan dengan yang terjadi di Indonesia, inflasi di
Indonesia masih dalam taraf rendah hingga sedang, berarti pengangguran masih
84
tinggi. Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan
lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang terus
membesar. Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia
adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal
tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan. Angka
pengangguran di Indonesia dapat kita lihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 4. Pengangguran di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi di indonesia meskipun tiap tahunnya bertambah, akan
tetapi masih terkendala dengan adanya angka pengangguran yang cukup tinggi,
serta masih terbatasnya lapangan kerja di indonesia belum cukup menyerap angka
pengangguran (hal ini berhubungan dengan jumlah perusahaan yang ada serta
investasi) Pada sisi lain, kegiatan investasi tidak mengalami perbaikan signifikan,
berarti sebagai indikasi tingkat investasi yang rendah. Dengan demikian, ekspansi
85
produksi dan penciptaan lapangan kerja baru di dalam negeri mengalami
perlambatan atau bahkan stagnan.
Bila kita kaitkan dengan penulisan ini, mengapa terjadi hubungan yang negatif
antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan PPh, hal ini dikarenakan masih
belum maksimalnya jumlah penduduk yang berpenghasilan dan jumlah
perusahaan (investasi) yang rendah. Dengan kata lain, jumlah pengangguran
masih tinggi, investasi yang belum mencukupi menjadi faktor yang belum
memaksimalkan pendapatan PPh padahal jumlah masyarakat yang
berpenghasilan dan jumlah perusahaan mencerminkan jumlah yang menjadi wajib
pajak.
Kenaikan harga minyak dunia akan berdampak terhadap perekonomian global.
Kenaikan harga minyak akan berdampak signifikan apabila kenaikannya bersifat
parsisten dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Aktivitas
perdagangan dunia yang masih lesu mengakibatkan pertumbuhan volume ekspor
Indonesia, khususnya komoditas nonmigas, relatif rendah. Dalam situasi
demikian, kinerja ekspor secara nominal sangat terbantu oleh meningkatnya harga
komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional sehingga secara
keseluruhan nilai ekspor masih mengalami kenaikan yang signifikan. Adanya
peningkatan harga minyak internasional mempengaruhi keuntungan berbagai hal
yang terkait dengan minyak bumi. Apakah inustri pengolahan minyak bumi,
penjualan hasil olahan minyak bumi (BBM) yang mana dalam hal ini ketika harga
BBM meningkat, seperti yang kita ketahui bahwa BBM merupakan kebutuhan
esesensial dan masih belum banyak energi alternatif penggantinya. Maka
kebutuhan akan BBM kita asumsikan tetap sehingga ketika harga hasil olahan
86
minyak bumi meningkat, maka keuntungan perusahaan pengolahan minyak bumi
dan perusahaan penjual minyak bumi dan hasil olahannya akan mendapatkan
keuntungan yang meningkat pula. Sehingga pajak penghasilan yang diberikan
akan meningkat pula.
87