bab iv pengolahan data dan analisis · · 2016-06-08dan dilakukan analisa kadar menggunakan alat...
TRANSCRIPT
42
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4.1 Perbandingan hasil analisis x-ray tiap boulder dengan hasil analisis
eksplorasi.
Tiap fraksi boulder yang terdiri dari 30 sampel boulder kemudian di preparasi
dan dilakukan analisa kadar menggunakan alat x-ray flourescence (PT.
Minerina Bhakti Moronopo). Adapun hasil analisis x-ray untuk tiap fraksi
boulder dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 4.1 Hasil Analisis x-ray floursence boulder tiap fraksi
fraksi
(cm) % berat hasil analisis x-ray flourescence
Ni Fe Co SiO2 CaO MgO Basicity
1 - 2.5 1.26 6.44 0.01 61.13 0.04 24.08 0.39
2.5 - 5 1.12 6.41 0.01 60.63 0.04 24.06 0.40
5 - 10 1.22 6.48 0.01 61.66 0.04 23.15 0.38
10 - 15 0.74 5.33 0.01 63.01 0.03 26.68 0.42
15 - 20 1.39 5.72 0.01 61.92 0.04 24.88 0.40
20 - 25 1.47 5.85 0.01 61.48 0.04 25.51 0.42
25 - 30 0.82 5.37 0.01 61.16 0.03 27.72 0.45
Gambar 4.1 Grafik hasil analisis x-ray % berat Ni tiap fraksi boulder
(hasil analisis PT. Minerina Bhakti Moronopo)
43
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif % berat Ni tiap fraksi boulder
Analisis Deskriptif % berat Ni tiap fraksi boulder
Mean 1.145714 Skewness -0.567718357
Standard Error 0.104057 Range 0.73
Median 1.22 Minimum 0.74
Standar Deviasi 0.275309 Maximum 1.47
Sample Variance 0.075795 Confidence Level (95.0%) 0.254618681
Kurtosis -1.08085
Dari hasil diatas dapat dilihat untuk % berat Ni hasil analisis x-ray flourscence
untuk tiap fraksi boulder memiliki sebaran data yang fluktuatif, hal ini dapat
dilihat dari hasil analisis secara deskriptif (tabel 4.2) dan histogram % berat Ni
tiap fraksi boulder diatas (gambar 4.1). Adapun sesuai dengan hipotesa, untuk
suatu fraksi boulder yang ukurannya semakin besar maka % berat Ni yang
dikandungnya akan semakin kecil, dengan asumsi bahwa tebal lapuk yang
dimiliki tiap boulder memiliki ketebalan yang sama dan tebal segar yang dimiliki
boulder akan semakin besar dengan meningkatnya fraksi boulder. Maka dengan
nilai kadar yang dimiliki bedrock (bagian segar pada boulder) adalah 1 % Ni,
makin besar fraksi boulder maka semakin kecil kadar % berat Ni nya, karena
jumlah pengotor (bedrock) semakin banyak seiring makin besarnya ukuran
boulder.
Pada kenyataan hasil analisis boulder di lapangan (tabel 4.1), % berat Ni yang
dikandung oleh tiap fraksi boulder yang dianalisis tersebut berbeda-beda. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan komposisi penyusun dari tiap-tiap boulder, apabila
komposisi mineral pembawa nikel pada boulder seperti garnierit, olivin
terakumulasi dalam jumlah yang banyak, maka kandungan % berat Ni yang
terdapat boulder tersebut makin tinggi. Terdapatnya rekahan pada boulder dapat
menyebabkan perbedaan nilai % berat Ni, apabila pada rekahan tersebut berisi
hasil pelindian batuan pembawa Ni maka kadar yang terkandung pada boulder
tersebut akan semakin tinggi. Selain itu perbedaan besarnya lapukan yang terbawa
atau lapukan yang masih menempel pada boulder setelah dilakukan pengambilan
dari front juga berpengaruh terhadap kandungan % berat Ni pada suatu boulder,
dimana semakin banyak lapukan yang menempel pada boulder maka kandungan
44
% Ni semakin besar. Dalam kegiatan penelitian, boulder yang menunjukkan
adanya filling mineral sekunder tidak dimasukkan dalam kantong sampel, karena
dapat mempengaruhi besarnya % berat Ni yang terkandung dalam boulder.
Dari hasil perhitungan kadar yang dilakukan terhadap fraksi boulder, dapat
dilihat untuk fraksi 20 –25 cm menunjukkan % berat Ni yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fraksi yang lainnya, dan untuk fraksi 10 – 15 cm
menunjukkan % berat Ni yang paling rendah. Namun hal ini tidak bisa menjadi
pedoman dimana untuk keseluruhan boulder yang memiliki fraksi 20 – 25 cm
memiliki kandungan kadar yang tinggi, dan keseluruhan boulder yang memiliki
10 – 15 cm memiliki kandungan kadar yang rendah, tinggi rendahnya % Ni yang
dimiliki oleh boulder tergantung dari komposisi penyusun dari tiap boulder.
Kegiatan Sampling boulder ini dilakukan pada blok BIII/C1 dengan sublok
27/28, berdasarkan hasil deskripsi bor explorasi oleh Unit Geomin PT. Aneka
Tambang pada daerah ini untuk log bore dari 0 – 1 meter berupa tanah penutup,
dan dari 1 - 21.5 meter termasuk dalam zona saprolit. Adapun di bawah ini dapat
dilihat persebaran kadar baik % berat Ni, Co, Fe, SiO2, CaO dan MgO hasil
analisis kadar kegiatan eksplorasi. Dari tabel 4.3 dapat dilihat untuk % berat Ni
yang dikandung tidak jauh berbeda dengan hasil analsis x-ray tiap fraksi boulder
(tabel 4.1), dimana nilai kadar yang dikandung tiap core hasi eksplorasi ini sama
halnya dengan penjelasan sebelumnya tergantung pada komposisi penyusun
sampel yang didapat. Adapun untuk front tambang tempat pengambilan data
boulder memiliki ketinggian ± 6 meter dari bench dengan kemiringan lereng
sedikit curam, ditunjukkan dengan sedikitnya limonit yang tekandung pada front
tempat pengambilan sampel.
45
Tabel 4.3 Hasil analisis kadar lokasi penelitian BIII/C1 blok 27/28
(sumber: Unit Geomin PT. ANTAM, Tbk).
kedalaman (m) analisa x-ray
dari ke Ni Co Fe SiO2 CaO MgO
0.00 1.00 0.38 0.03 9.20 38.58 0.04 34.09
1.00 2.00 1.15 0.03 10.11 42.28 0.04 32.46
2.00 3.00 1.23 0.03 9.91 42.06 0.03 33.16
3.00 4.00 0.49 0.01 4.74 42.51 0.03 38.19
4.00 5.00 0.53 0.01 4.62 44.50 0.02 37.86
5.00 6.00 1.01 0.01 5.98 44.34 0.09 35.90
6.00 7.00 1.00 0.02 5.97 44.97 0.06 35.27
7.00 8.00 0.85 0.02 5.98 45.21 0.05 35.26
8.00 9.00 0.47 0.01 2.94 45.58 0.02 38.16
9.00 10.00 0.73 0.01 3.68 46.30 0.02 36.03
10.00 11.00 0.53 0.01 3.26 45.62 0.02 38.34
11.00 12.00 0.28 0.01 3.38 44.54 0.02 39.11
Untuk kandungan SiO2 yang ditunjukkan hasil analisa x-ray tiap fraksi boulder
(tabel 4.1) memiliki % berat berkisar antara 60-63, dimana untuk batuan ultrabasa
misalnya batuan peridotit dan dunit memiliki nilai SiO2 lebih kecil atau sama
dengan 45. Dalam hal ini % berat SiO2 yang dimiliki boulder hasil pengamatan
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan SiO2 pada batuan
ultrabasa tersebut, hal ini disebabkan oleh silika sekunder yang berasal dari hasil
pelindian ataupun pelapukan yang terakumulasi ke dalam boulder. Adapun pada
rekahan boulder ditemukan “filling material” (material pengisi) berupa silika
(gambar 4.7), hal ini menunjukan tingginya % SiO2 yang terkandung pada
boulder-boulder tempat pengambilan sampel. Dari hasil analisis tersebut dapat
diintepretasikan tingginya kandungan SiO2 yang dimiliki boulder pada daerah
penelitian disebabkan oleh terendapkannya silika sekunder pada batuan ultrabasa.
Apabila % berat SiO2 hasil analisis tiap fraksi boulder (tabel 4.1) dibandingkan
dengan % SiO2 analisis kadar hasil explorasi unit geomin PT ANTAM, Tbk (tabel
4.3) didapatkan suatu hasil yang berbeda. Hal ini dimungkinkan pada lokasi
pengambilan sampel boulder terdiri dari boulder-boulder batuan ultrabasa yang
terendapkan silika hasil pelindian, sedangkan pada hasil analisis kadar x-ray
eksplorasi diinterpretasikan menembus daerah endapan primer atau lokasi dimana
46
tidak terjadi pengendapan silika dalam jumlah banyak. Hal ini akan sering terjadi
pada suatu batas zone yang erratic.
Untuk % berat Fe hasil analisis x-ray tiap fraksi boulder (tabel 4.1) jika
dibandingkan dengan hasil analisis % berat Fe eksplorasi (tabel 4.3) menunjukkan
nilai yang tidak jauh berbeda. Mobilitas unsur Fe dalam batuan ultrabasa ini
tergolong low (Guilbert, 1986) atau sangat sukar larut, sehingga perbedaan
kandungan Fe yang dimiliki boulder dan sampel hasil eksplorasi ini lebih
dominan dipengaruhi oleh komposisi pembentuk batuan ultrabasa pada daerah
penelitian. Adapun dalam genesa nikel laterit unsur Fe biasanya membentuk
konsetrasi residu.
Untuk % berat MgO penelitian hasil analisa x-ray tiap fraksi boulder (tabel 4.1)
menunjukkan kisaran nilai 23 – 28 % MgO, sedangkan % berat MgO hasil
analisis kadar eksplorasi (tabel 4.3) menunjukkan kisaran 32 – 41 % MgO,
Adapun mobilitas unsur ini dalam batuan ultrabasa hampir sama dengan unsur Si
tergolong dalam kategori low ditunjukan dengan nilai 100 (Guilbert, 1986)
dimana perbedaan % MgO dapat diintepretasikan akibat pengaruh pelindian yang
terjadi pada blok penelitian.
Basicity menunjukkan suatu tingkat kebasaan yang dimiliki suatu batuan,
dimana nilai ini berguna untuk proses metalurgi. Biasanya proses kimia untuk
mengolah ore bisa berjalan dalam kondisi basa dengan tingkatan tertentu. Nilai
basicity merupakan ratio seperti dibawah ini:
Dari persamaan ratio diatas maka semakin tinggi nilai SiO2 maka akan
menyebabkan semakin kecilnya nilai basicity dan akan berpengaruh dalam
kegiatan pengolahan.
47
4.2 Prosedur Perhitungan
Metode perhitungan yang diterapkan dalam penelitian dilakukan dengan
statistik konvensional, adapun proses perhitungan dan parameter -parameter
yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perhitungan rata-rata tebal lapuk tiap fraksi boulder dan rata-rata jari-jari
boulder tiap fraksi, dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
dengan n menunjukkan jumlah data, xi tebal lapuk tiap boulder.
tebal lapuk merupakan lapukan yang masih menempel pada boulder
setelah dilakukan pengambilan dari front tambang. Pada lembar data
pengamatan (Lampiran B), tebal lapuk yang diukur dari 4 sisi.
Gambar 4.2 Pengukuran tebal pelapukan boulder
2. Perhitungan rata-rata jari-jari segar tiap fraksi boulder digunakan untuk
mencari volume batuan lapuk pada tiap boulder. adapun rata-rata jari-jari
segar untuk tiap fraksi ini didapat dengan menggunakan perhitungan
sederhana sebagai berikut:
rata-rata jari-jari segar = (rata-rata jari-jari – rata-rata tebal lapuk)
Tiap boulder dipisahkan menurut fraksinya, dan diukur
tebal pelapukannya dari 4 arah (bagian atas, bawah, kiri,
dan kanan)
a
b
c
d
Keterangan:
: bagian fresh
: bagian lapuk
a,b,c, d : ukuran lapuk (cm)
panja
ng
lebar
48
3. Perhitungan volume segar boulder tiap fraksi (bagian boulder yang
dianggap sebagai bedrock) dan perhitungan volume boulder tiap fraksi,
dalam hal ini boulder dianggap sebagai suatu bola dimana pada kenyataan
di lapangan, boulder tidak hanya berbentuk menyerupai bola saja
melainkan berbagai macam bentuk, maka dari itu keseluruhan dimensi
boulder dicari rata-ratanya sehingga didapatkan suatu nilai yang dapat
digunakan untuk mencari volume.
Adapun perhitungan volume bagian segar dan volume total tiap fraksi
boulder dicari dengan menggunakan persamaan volume bola sebagai
berikut:
dengan r merupakan rata-rata jari-jari total apabila mencari volume total
boulder, dan bernilai rata-rata jari-jari segar apabila digunakan untuk
mencari volume segar.
4. Perhitungan volume lapuk tiap fraksi boulder. Adapun volume lapuk
merupakan lapisan bagian terluar dari volume bola total, maka volume
lapuk ini dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Volume lapuk tiap fraksi boulder = (volume total boulder – volume segar)
5. Perhitungan % volume Ni lapuk.
Dengan menggunakan asumsi yaitu hasil analisis % berat Ni yang
terkandung pada boulder pada fraksi pertama digunakan untuk mencari %
berat Ni batuan lapuk. Hal ini dilakukan karena fraksi boulder 1 (1 - 2,5
cm) memiliki nilai ratio volume lapuk dibagi volume total yang lebih
besar daripada fraksi boulder yang lainnya, adapun perhitungan % Ni
lapuk dapat dijabarkan sebagai berikut:
49
Nilai volume tota, volume lapuk, dan kadar analisis x-ray boulder yang
digunakan adalah fraksi 1 (1 – 2,5 cm).
6. Perhitungan % berat Ni perhitungan.
Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan faktor bobot berupa
volume masing-masing (volume lapuk dan volume segar lapuk),
digunakan faktor bobot berupa volume karena dalam perhitungan ini yang
menjadi pembanding merupakan volume. Maka % berat Ni perhitungan
untuk tiap fraksi boulder dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Untuk % berat Ni bedrock sebesar 1 %, sedangkan % Ni lapuk yang
digunakan adalah hasil dari prosedur perhitungan point 5 diatas
Dalam perhitungan digunakan variabel berupa kadar batas pencampur sebesar
1.10 % berat Ni. Adapun nilai ini digunakan karena kegiatan pengambilan sampel
boulder dilakukan pada front yang memiliki kadar rendah. Nilai ini didapatkan
dari data sampel produksi EFO yang dilakukan oleh perusahaan.
Dari hasil pengolahan data akan didapatkan nilai % Ni perhitungan, dimana hasil
ini kemudian dihubungkan dengan kadar batas pencampur untuk mencari fraksi
boulder.
50
4.3 Pengolahan Data
Dengan menggunakan prosedur perhitungan seperti yang disampaikan
sebelumnnya, kemudian dicari ukuran boulder maksimum yang masih ekonomis
atau sesuai dengan kadar batas pencampur sebesar 1.10 % berat Ni. Dalam
pengolahan data kali ini akan dilakukan 2 macam perhitungan yaitu dengan
menggunakan tebal lapuk rata-rata tiap fraksi boulder dan yang kedua dengan
tebal lapuk rata-rata keseluruhan fraksi boulder. Maka akan didapatkan hasil
perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan 1 dengan menggunakan tebal lapuk rata-rata tiap fraksi boulder, dapat
dilihat hasilnya pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Pengolahan Data Tebal Lapuk Boulder
fraksi (cm)
rata-rata (cm) volume (cm3)
tebal lapuk jari-jari jari-jari segar total segar lapuk
1 - 2.5 0.46 1.04 0.57 4.67 0.79 3.88
2.5 - 5 0.56 1.90 1.34 28.79 10.12 18.68
5 - 10 0.47 3.63 3.16 201.06 132.23 68.83
10 - 15 0.45 6.37 5.91 1081.18 866.44 214.74
15 - 20 0.48 8.03 7.55 2166.62 1801.01 365.61
20 - 25 0.72 12.48 11.75 8139.77 6803.45 1336.32
25 - 30 0.56 13.11 12.55 9451.83 8285.74 1166.10
Tabel 4.5 % Berat Ni hasil perhitungan (tebal lapuk berdasarkan tabel 4.4)
fraksi (cm) ratio asumsi % Ni
% Ni perhitungan lapuk/total segar/total batuan lapuk
1 - 2.5 0.88 0.12 1.43 1.43
2.5 - 5 0.63 0.37 1.43 1.27
5 - 10 0.38 0.62 1.43 1.16
10 - 15 0.23 0.77 1.43 1.10
15 - 20 0.19 0.81 1.43 1.08
20 - 25 0.12 0.88 1.43 1.05
25 - 30 0.12 0.88 1.43 1.05
51
Dari hasil perhitungan (tabel 4.5) dibuat diagram pencar (scatter plot), adapun
sebagai nilai absis perhitungan diatas digunakan nilai maksimun dari tiap range
fraksi boulder (penilaian secara optimis), yaitu digunakan nilai (2.5 cm, 5 cm, 10
cm,15 cm, 20 cm, 25, cm dan 30 cm), dan sebagai ordinat yaitu % Ni perhitungan
(tabel 4.5).
Gambar 4.3 Grafik % Ni hasil perhitungan untuk tebal lapuk rata-rata tiap fraksi boulder
Dari diagram pencar atau scatter plot (gambar 4.3), kemudian dicari trendlinenya
menggunakan tipe regresi exponential, adapun alasan digunakannya tipe regresi
exponential ini karena perubahan datanya bersifat eksponensial (perhitungan
volume bola).
Dengan menggunakan microsoft excel 2003 didapatkan persamaan eksponensial
untuk % Ni perhitungan adalah:
y = 1.4107e-0.0113x
dengan nilai y menunjukkan % berat Ni (kadar batas pencampur yang akan dicari
yaitu 1.10 % Ni, dan x menunjukkan diameter dari boulder. Maka untuk kadar
52
batas pencampur 1.10 % Ni didapat ukuran boulder maksimum sebesar 22.016
cm.
Perhitungan 2 dilakukan dengan menggunakan tebal lapuk rata-rata seluruh fraksi
boulder.
Tebal lapuk rata-rata seluruh fraksi didapatkan dengan mencari rata-rata dari tebal
lapuk keseluruhan fraksi boulder yang ditampilkan pada tabel 4.4) dengan
menggunakan prosedur perhitungan yang sama dengan diatas maka:
Tabel 4.6: Pengolahan Data Tebal Lapuk Boulder
fraksi (cm) rata-rata (cm) volume (cm3)
tebal lapuk jari-jari jari-jari segar total segar lapuk
1 - 2.5 0.53 1.04 0.51 4.67 0.54 4.13
2.5 - 5 0.53 1.90 1.37 28.79 10.78 18.02
5 - 10 0.53 3.63 3.10 201.06 125.17 75.89
10 - 15 0.53 6.37 5.84 1081.18 832.57 248.62
15 - 20 0.53 8.03 7.50 2166.62 1764.40 402.22
20 - 25 0.53 12.48 11.95 8139.77 7144.08 995.69
25 - 30 0.53 13.11 12.58 9451.83 8349.53 1102.31
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat tebal lapuk yang dimiliki tiap fraksi boulder
adalah hasil dari perhitungan rata-rata keseluruhan tebal lapuk tiap fraksi pada
tabel 4.4. sebesar 0.531 cm.
Tabel 4.7: % Berat Ni hasil perhitungan (tebal lapuk sama)
fraksi (cm) ratio asumsi % Ni
% Ni perhitungan lapuk/total segar/total batuan lapuk
1 - 2.5 0.88 0.12 1.43 1.43
2.5 - 5 0.63 0.37 1.43 1.27
5 - 10 0.38 0.62 1.43 1.16
10 - 15 0.23 0.77 1.43 1.09
15 - 20 0.19 0.81 1.43 1.08
20 - 25 0.12 0.88 1.43 1.06
25 - 30 0.12 0.88 1.43 1.05
53
Sama halnya dengan pengolahan data sebelumnya dari hasil perhitungan % Berat
Ni perhitungan ini, dihubungkan dengan besarnya ukuran diameter boulder
maksimum sebagai nilai absis dalam pembuatan diagram pencar atau scatter plot.
Adapun dalam perhitungan kali ini ukuran boulder yang digunakan masih
berdasarkan asumsi optimis yaitu menggunakan range terbesar dari tiap -tiap
fraksi boulder.
Gambar 4.4 Grafik % Ni hasil perhitungan (tebal lapuk rata-rata seluruh fraksi boulder)
Sama halnya dengan diatas, untuk diagram pencar (gambar 4.4), kemudian dicari
trendlinenya menggunakan regresi eksponensial. Dengan menggunakan microsoft
excel 2003 didapatkan persamaan sebgai berikut:
y = 1.3457e-0.01x
dengan nilai y menunjukkan kadar batas pencampur sebesar 1.10 % Ni, dan x
merupakan diameter boulder, maka dari subtitusi nilai kadar batas pencampur
didapatkan ukuran boulder maksimum sebesar 20.16 cm.
54
4.4 Analisis Data
Dari hasil perhitungan tebal lapuk rata-rata tiap fraksi boulder pada tabel 4.4,
dapat dilihat rata-rata tebal lapuk tiap fraksi boulder dari fraksi terkecil (1 - 2.5
cm) sampai dengan fraksi terbesar (25 – 30 cm) memiliki tebal lapuk yang
berbeda-beda (gambar 4.5).
Gambar 4.5 Grafik rata-rata tebal lapuk tiap fraksi boulder
Asumsinya untuk suatu boulder pada suatu daerah yang sama akan memiliki
tebal pelapukan yang sama besar, namun dari hasil pengamatan didapatkan tebal
lapuk yang berbeda. Perbedaan tebal pelapukan yang dimiliki oleh tiap fraksi
boulder diintepretasikan salah satunya yaitu terdapat fracture pada front tambang
(gambar 4.4), fracture ini selain akan mengurangi ukuran fraksi boulder akibat
pengikisan yang terjadi (pelapukan fisika) sehingga mengikis tidak hanya bagian
lapuk dari boulder juga bagian fresh dari suatu boulder, juga akan mempercepat
proses pelapukan kimia dan leaching material yang dibawa dari permukaan.
Adapun keberadaan fracture pada front tambang yang tidak merata
keterdapatannya dapat menyebabkan perbedaan tebal pelapukan antara blok yang
satu dengan blok ditempat lain.
55
Keterdapatan fissure (rekahan berukuran minor) pada boulder, merupakan
suatu bidang lemah yang akan mempercepat terjadinya pelapukan pada suatu
boulder karena material-material maupun liquid dapat menginfiltrasi kedalam
fissure sehingga terjadi leeching dan meyebabkan terlapukannya suatu boulder
dan terjadinya perubahan komposisi suatu boulder.
Selain dari hasil analisis diatas, perbedaan tebal lapuk yang terjadi pada tiap
boulder disebabkan oleh pengambilan beberapa boulder yang diintepretasikan
merupakan hasil pecahan boulder yang lebih besar, selain itu boulder yang
diambil terkadang tidak pada seluruh sisinya memiliki bagian lapuk, adapun
bagian lapuk dari boulder beberapa mengalami pengikisan (pelapukan fisika).
Gambar 4.6 fracture pada front tambang Gambar 4.7 terdapat filling material berupa silika (putih)
Tebal lapuk yang terjadi pada tiap boulder apabila dihubungkan dengan genesa
nikel laterit, maka dari segi keterdapatan boulder pada suatu front, boulder
terdapat pada zone saprolite. Adapun yang dimaksud boulder dalam kegiatan
penelitian ini merupakan material keras yang terdapat diantara material lapuk
pada suatu front tambang, dan bukan merupakan boulder dalam skala Wentworth.
Boulder dengan fraksi kecil (1 - 2.5 cm, 2.5 – 5 cm) akan banyak terdapat pada
zone saprolit bagian atas (upper saprolite) atau batas antara zone limonit dengan
saprolit. Adapun fraksi boulder ini (1 - 2.5 cm, 2.5 – 5 cm) memiliki % lapuk
lebih besar daripada % segarnya (tabel 4.5), ini menunjukkan pada zone ini
56
mengalami pelapukan serta leaching yang lebih intensif dibandingkan zone pada
bagian lebih dalam. Untuk Boulder dengan fraksi besar (15 – 20 cm, 20 – 25 cm,
25 – 30 cm) banyak terdapat pada zone saprolit dan zone pada batas antara
saprolit dengan bedrock, ditunjukkan dengan % lapuk lebih kecil dibandingkan %
segarnya (tabel 4.5) yang menunjukkan pelapukan dan leaching terjadi namun
intensitasnya lebih kecil dibandingkan zone dibagian permukaan.
Besarnya tingkat pelapukan yang terjadi pada suatu lokasi akan mempengaruhi
besarnya pelapukan yang terjadi pada suatu boulder, adapun sesuai dengan
penjabaran pada teori dasar kontrol pembentukan nikel laterit dipengaruhi oleh
iklim, curah hujan, topografi, batuan asal, keterdapatan struktur, dan vegetasi.
Dalam hal ini untuk kontrol pembentukan nikel laterit yang pengaruhnya hampir
sama untuk suatu daerah atau lokasi penambangan, maka iklim, curah hujan dan
vegetasi diasumsikan memberikan pengaruh pelapukan yang sama besar pada
boulder-boulder pada kondisi struktur geologi yang sama pada setiap daerah,
diintepretasikan kerapatan dan jenis vegetasi yang tumbuh pada suatu lokasi
adalah sama. Sedangkan untuk topografi pada tiap blok penambangan dapat
berbeda-beda pada suatu lokasi penambangan yang sama, dalam hal ini untuk
lokasi pengambilan sampel merupakan lokasi dengan lereng yang termasuk terjal
dimana diitunjukkan dengan sedikitnya limonit pada blok ini, dengan semakin
terjalnya topografi maka pelapukan secara mekanik akan sangat tinggi pada
daerah ini. Lain halnya pada topografi yang termasuk landai, pelapukan mekanis
yang terjadi pada daerah ini tidak sebesar yang terjadi pada topografi terjal,
namun adanya perbedaan struktur geologi yang terdapat pada blok juga akan
membantu tingkat pelapukan yang terjadi pada blok penambangan. Dari segi
batuan asalnya akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pelapukan yang terjadi,
dimana semakin resistan komposisi penyusun batuannya maka makin kecil
besarnya pelapukan yang terjadi. Maka dari itu besarnya tebal pelapukan yang
terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya dapat berbeda-beda tergantung
dari kontrol pembentukan nikel laterit yang paling berpengaruh pada daerah
tersebut.
57
Dalam pengolahan data yang dilakukan, digunakan asumsi bahwa boulder yang
diamati terdiri dari satu jenis batuan, dimana apabila jenis batuan yang
membentuk boulder berupa batuan dunit maka akan lebih lapuk dibandingkan
dengan batuan peridotit, karena dilihat dari komposisi penyusun batuannya untuk
dunit 90 % mengandung olivin dan dari deret seri bowen terbentuk paling awal
(pada deret diskontinu) maka batuan dunit lebih mudah lapuk jika dibandingkan
dengan batuan peridotit. Untuk asumsi % berat Ni batuan lapuk digunakan kadar
% Ni analisis x-ray untuk fraksi 1 (1 – 2.5 cm) dikalikan dengan rasio antara
volume total dengan volume lapuk fraksi boulder 1, dengan alasan pada fraksi ini
memiliki % lapuk lebih tinggi dibandingkan % lapuk boulder fraksi lain. Pada
dasarnya untuk asumsi % Ni batuan lapuk lebih baik menggunakan data boulder
fraksi yang lapuk seluruhnya.
Dalam kegiatan penambangan nikel laterit di Moronopo, digunakan istilah Cut
Off Grade (COG) yang berarti kadar batas minimum rata-rata yang masih
ekonomis ditambang, dimana COG ini digunakan untuk membedakan suatu blok
apakah termasuk ore ataupun waste dalam suatu perhitungan cadangan. Adapun
ditentukan suatu kadar batas pencampur pada kegiatan penambangan ini bertujuan
untuk memenuhi permintaan spesifikasi ore baik berupa ore low grade maupun
high grade melalui kegiatan quality control, ore yang memiliki spesifikasi sebagai
bahan pencampur ini akan dicampur dengan ore yang memiliki kadar lebih tinggi
sehingga didapatkan kadar sesuai dengan permintaan. Kadar batas pencampur ini
ditentukan sebesar 1.10 % Ni, nilai ini ditentukan dari data sampel produksi
“Exportable Fine Ore” (EFO) dimana blok dengan kadar sebesar 1,10 % Ni
ditambang dan diproduksi. Adapun PT. Minerina Bhakti Moronopo
mengklasifikasikan batuan sebagai bedrock apabila memiliki kandungan ≤ 1%
berat Ni dan kandungan % berat Fe dibawah 25.
Kemudian dari data hasil pengamatan (tabel 4.4) diolah untuk mendapatkan
suatu hubungan antara tebal pelapukan pada boulder dengan kadar batas
pencampur, hal ini dilakukan karena front tempat melakukan pengambilan data
merupakan blok dengan % berat Ni yang rendah (tabel 4.1). Dari hubungan antara
data pelapukan dengan kadar batas pencampur akan didapatkan hasil berupa
58
ukuran boulder maksimum yang mengandung % berat Ni sama dengan kadar
batas pencampur, sehingga dapat digunakan untuk menentukan besarnya saringan
pada grizzly.
Dari hasil perbandingan % berat Ni perhitungan baik yang menggunakan
rata-rata tebal lapuk tiap fraksi (tebal lapuk beda) dan rata-rata tebal lapuk seluruh
fraksi (tebal lapuk sama) pada tabel 4.8, dapat dilihat terjadi penurunan % berat Ni
dengan semakin membesarnya ukuran fraksi boulder. Hal ini sesuai dengan
hipotesa yang digunakan yaitu semakin membesarnya ukuran fraksi boulder maka
% berat Ni yang terkandung pada boulder akan semakin kecil, dengan asumsi
tebal lapuk yang dimiliki sama.
Tabel 4.8 Perbandingan hasil perhitungan % Ni (tebal lapuk berbeda dan
tebal lapuk sama) dengan % Ni penelitian hasil analisa x-ray
fraksi (cm) % berat Ni perhitungan % berat Ni
tebal lapuk beda tebal lapuk sama hasil analisis x-ray
1 - 2.5 1.515 1.425 1.260
2.5 - 5 1.334 1.266 1.120
5 - 10 1.176 1.161 1.220
10 - 15 1.102 1.098 0.740
15 - 20 1.087 1.079 1.390
20 - 25 1.085 1.052 1.470
25 - 30 1.064 1.050 0.820
Jika hasil % berat Ni perhitungan dibandingkan dengan % berat Ni yang
didapatkan dari hasil analisa x-ray maka akan didapatkan suatu hasil yang berbeda
(gambar 4.8) hal ini disebabkan pengukuran hanya dilakukan melalui 4 sisi lapuk
(a, b, c, dan d), sedangkan untuk menggambarkan suatu volume maka diperlukan
perhitungan sebanyak 6 sisi boulder atau dilakukan dari berbagai arah sehingga
akan mencakup seluruh elemen tebal lapuk yang terdapat pada boulder.
Sedangkan boulder hasil analisa x-ray akan menunjukkan keseluruhan nilai %
berat Ni yang terkandung pada boulder dalam hal ini keseluruhan volume lapuk
dan volume fresh, terukur dalam analisa x-ray. Kegiatan sampling boulder yang
dilakukan juga akan mempengaruhi besarnya % berat Ni yang dikandung tiap
boulder, dimana suatu boulder tidak dilakukan analisis kadar apabila boulder
59
tersebut berisikan filling material baik itu berupa silika maupun garnierit karena
dapat menyebabkan perbedaan % berat Ni yang dikandung dalam boulder. Namun
adanya kemungkinan terdapatnya filling material yang tercampur dalam suatu
komposisi boulder dapat menjadi penyebab perbedaan nilai kadar hasil analisis x-
ray, maka untuk memperkuat analisis sebaiknya dilakukan penyayatan tiap
boulder yang akan dianalisis kadarnya.
Gambar 4.8 Grafik perbandingan % berat Ni hasil perhitungan dan analisis x-ray
Dari gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan grafik % berat Ni hasil perhitungan
baik yang menggunakan tebal lapuk rata-rata tiap fraksi boulder dengan tebal
lapuk rata-rata seluruh fraksi boulder. Hubungan trendline yang dinyatakan dalam
regresi eksponensial yang dihasilkan dari tiap jenis perhitungan % berat Ni ini,
menghasilkan suatu garis hubungan eksponensial yang kurang identik dengan data
% berat Ni perhitungan (garis regresi tidak begitu menyerupai persebaran data %
berat Ni perhitungan baik yang dihitung dengan tebal lapuk rata-rata tiap fraksi
maupun tebal lapuk rata-rata seluruh fraksi). Hal ini disebabkan oleh pengukuran
tebal lapuk tiap fraksi boulder yang dilakukan menggunakan range jarak tertentu
yaitu 1 – 2.5 cm, 2.5 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, 15 – 20 cm, 20 – 25 cm, dan
25 – 30 cm, sehingga hanya didapatkan 7 hasil % berat Ni perhitungan yang
60
mewakili range tiap fraksi diameter boulder. Hubungan antara % berat Ni
perhitungan dengan trendline eksponesial akan lebih menunjukkan hasil yang
lebih baik jika dilakukan pengukuran untuk tiap ukuran boulder, namun untuk
mencari ukuran boulder yang spesifik akan sulit dilakukan. Adapun metode
lainnya yaitu dengan menggunakan range fraksi diameter boulder yang lebih
kecil.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan kadar batas pencampur sebesar
1.10 % berat Ni, untuk tebal lapuk yang berbeda-beda tiap fraksinya (tabel 4.5),
didapatkan diameter boulder maksimum sebesar 22.016 cm, sedangkan dengan
menggunakan asumsi bahwa ukuran tebal lapuk yang dimiliki tiap fraksi boulder
adalah sama (tabel 4.7) maka didapatkan diameter boulder maksimum adalah
sebesar 20.16 cm. Dimana dari hasil kedua perhitungan tersebut didapatkan selisih
sebesar 1.856 cm atau sekitar 4.4 %.
Gambar 4.9 Grizzly dengan jalan dump truck (kiri), ore < 20 cm tersaring dibawah
grizzly (kanan)
Hasil perhitungan diameter boulder diatas dapat digunakan untuk menentukan
ukuran dari grizzly yang digunakan oleh PT. Minerina Bhakti Moronopo, dimana
selama ini perusahaan menggunakan ukuran saringan sebesar 20 cm untuk
memisahkan boulder yang memiliki ukuran diatas 20 cm (waste) dengan boulder
yang memiliki ukuran lebih kecil atau sama dengan 20 cm (gambar 4.9). Dengan
61
menggunakan ukuran grizzly yang lebih besar sebagai penyaring maka tonase
bijih ekonomis yang akan didapatkan semakin banyak, atau dapat mengurangi
losses yang terjadi pada kegiatan penambangan.