bab iv inventarisasi dan potensi gas metana ... tumpang tindih antarhorison yang saling memotong dan...
TRANSCRIPT
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
BBAABB IIVV
IINNVVEENNTTAARRIISSAASSII DDAANN PPOOTTEENNSSII GGAASS MMEETTAANNAA
LLAAPPIISSAANN BBAATTUUBBAARRAA ZZ55,, ZZ55--44,, DDAANN ZZ55--88
4.1. Deskripsi Umum Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Lapisan batubara di daerah penelitian dicirikan oleh nilai densitas yang rendah (<1,8
g/cm3) pada kurva log densitas. Ciri lainnya yang dapat dikenali adalah nilai sinar
gamma yang relatif rendah (<60 GAPI), resistivitas yang relatif tinggi (>5 Ohmm),
dan neutron yang relatif tinggi (>0,45 v/v) (gambar 4.1). Daerah penelitian berada di
Pulau Layangan-Bukuan kompartemen utara, meliputi sumur-sumur produksi gas dan
minyak bumi sebanyak 81 sumur.
DT(μs/f)
Resistivity(Ohmm)
0.2 200 140 40 RHOB (G/C3)
Neutron(v/v)
1.7 2.7
0.6 0
GR(GAPI)
0 150
Sandstonewith gas containand fluid contact
Coal
Limestone
Organic shale
Sandstonewith fluid contact (gas-oil/water)
HC
HC
DT(μs/f)
Resistivity(Ohmm)
0.2 200 140 40 RHOB (G/C3)
Neutron(v/v)
1.7 2.7
0.6 0
GR(GAPI)
0 150
Sandstonewith gas containand fluid contact
Coal
Limestone
Organic shale
Sandstonewith fluid contact (gas-oil/water)
HC
HC
Gambar 4.1. Kombinasi data rekaman lubang bor sebagai penciri khas beberapa
litologi di lokasi penelitian. (TOTAL, 2005)
Lapisan batubara di Pulau Layangan-Bukuan biasanya hadir sebagai marker yang
menandakan terjadinya suatu limpahan banjir pada daur regresi-transgresi Delta
Mahakam. Terdapat dua tipe batubara di Pulau Layangan-Bukuan yang memiliki
27
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
potensi sebagai batuan induk minyak dan gas bumi, yaitu batubara tua dan batubara
muda.
Batubara tua, terbentuk dari maseral huminit yang berasal dari vegetasi tumbuhan dan
juga vegetasi rawa pada lingkungan dataran delta atas. TOC (Total Organic Carbon)
antara 50-80%, rata-rata ketebalannya adalah 1-2 meter, sedangkan nilai HI
(Hydrogen Index) mencapai 300. Hal ini mengindikasikan adanya proses
pembentukan hidrokarbon.
Batubara muda, terbentuk dari maseral liptinit yang berasal dari spora, biji-bijian, dan
alga. Lokasi terbentuknya berada di bawah batubara tua pada dataran delta. Nilai HI
batubara muda hampir sama dengan nilai HI dari batubara tua.
Lapisan batubara yang dianalisis bertindak sebagai marker Z5, Z5-4, dan Z5-8 pada
Pulau Layangan-Bukuan. Lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 memiliki pelamparan
yang luas baik di kompartemen utara maupun kompartemen selatan. Pada penelitian
ini lapisan batubara yang dianalisis hanya pada kompartemen utara saja.
Lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 memiliki bentuk dan morfologi antiklin.
Batubara Z5 berada pada kedalaman 1572 - 1889 m. Batubara Z5-4 berada pada
kedalaman 1647 – 1960 m. Batubara Z5-8 berada pada kedalaman 1686 – 2006 m.
Formasi pembawa lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 adalah Formasi Balikpapan.
Formasi Balikpapan terdiri dari perselingan antara batulempung lanauan berwarna
abu-abu kecoklatan, batupasir kuarsa berbutir halus-kasar bersisipan tufa,
batulempung (dominan pada bagian atas Formasi Balikpapan), dan sisipan lapisan
batubara. Formasi Balikpapan diperkirakan mempunyai kisaran umur Miosen Awal
hingga Pliosen (Atmawijaya dan Ratman, 1990).
Berdasarkan kesamaan formasi pembawa lapisan batubara, hasil studi literatur
penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-
8 termasuk dalam tingkat sub-bituminus, memiliki kandungan sulfur 0,10 – 3,92%,
kandungan abu 1,50 – 16,65%, kalori 4300 - 7263 kcal/kg, kadar kelengasan 3,00 –
28
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
23,5%, zat terbang 35 - 50%, karbon padat 30 - 49%, reflektansi vitrinit 0,36 – 0,80%,
permeabilitas 1,7695 – 15,8000 x 10-9 cm/det, dan densitas 1,2 – 1,3 g/cm3.
Lapisan batubara Z5 memiliki ketebalan semu 0,55 - 2,44 m. Lapisan batubara Z5
teridentifikasi pada 65 sumur. Lapisan batubara Z5-4 memiliki ketebalan semu 0,70 -
2,89 m. Lapisan batubara Z5-4 teridentifikasi pada 75 sumur. Lapisan batubara Z5-8
memiliki ketebalan semu 0,64 - 5,56 m. Lapisan batubara Z5-8 teridentifikasi pada 71
sumur.
4.2. Inventarisasi Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
4.2.1. Korelasi
Korelasi merupakan langkah yang sangat penting dan mendasar dalam
pemetaan bawah permukaan. Ciri-ciri log lapisan batubara digunakan
sebagai acuan untuk membuat fasies. Pembuatan fasies berguna untuk
mempermudah korelasi dan meminimalisasi kesalahan interpretasi.
Fasies tersebut diset pada tempelates facies dalam PETREL (gambar
4.2). Kemudian dilakukan pembuatan log discrete pada tools calculator
menggunakan nilai sodetan data rekaman lubang bor dan kode fasies
yang telah diset (gambar 4.3). Log discrete akan menampilkan fasies
baru dalam dua nilai, batubara dan bukan batubara (gambar 4.4). Hal ini
akan mempermudah dalam penentuan dan pengidentifikasian litologi
batubara.
Gambar 4.2. Penataan fasies pada PETREL 2005.
29
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.3. Pembuatan log discrete pada tools calculator.
Korelasi bertujuan untuk menentukan unit struktur atau stratigrafi yang
memiliki kesamaan waktu atau posisi stratigrafi. Data yang digunakan
untuk korelasi berupa data rekaman lubang bor, dengan komposisi sinar
gamma (GR), resistivitas (RT), neutron (NPHI), dan densitas (RHOB).
Suatu unit log stratigrafi menggambarkan suatu siklus pengendapan yang
khas di suatu lingkungan pengendapan.
Gambar 4.4. Log discrete batubara dan bukan batubara hasil perhitungan sodetan
data rekaman lubang bor.
30
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Secara umum, korelasi dilakukan dengan tujuan:
• Merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan (struktur dan
stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal
suatu lapisan.
• Merekonstruksi paleogeografi daerah telitian pada waktu geologi
tertentu.
• Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan
suatu lapisan.
• Menyusun sejarah geologi daerah telitian.
Setiap titik pengambilan (picking) memiliki nilai kedalaman, baik True
Vertical Depth (TVD), True Vertical Depth Subsurface (TVD-SS),
maupun Measured Depth (MD). Nilai kedalaman ini kemudian
diinterpolasikan menjadi suatu struktur kedalaman.
Korelasi menggunakan software PETREL 2005 dilakukan pada bagian
well section window. Setiap membuat suatu korelasi, sumur-sumur yang
akan dikorelasi, dipilih pada tabel input data. Pada daerah penelitian
dilakukan korelasi sebanyak 9 buah, terdiri dari dua korelasi utama
berarah utara-selatan dan barat-timur, serta tujuh korelasi tambahan
(gambar 4.5).
Pembuatan korelasi diawali dengan menentukan marker. Marker
berfungsi sebagai pegangan dan petunjuk dalam korelasi. Marker
memiliki sifat hamparan yang luas dan dapat dikenali hampir di semua
daerah. Lapisan batubara merupakan salah satu lapisan yang biasa
dipakai sebagai marker. Oleh karena itu korelasi lapisan batubara pada
daerah penelitian dilakukan sekaligus sebagai korelasi marker. Gambar
4.6 menunjukkan korelasi lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 pada
penampang geologi C-C’.
31
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.5. Jalur korelasi yang dibuat di daerah penelitian.
32
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Top Coal R5tom Coal R5
p Coal R5-0m Coal R5-0
p Coal R5-4m Coal R5-4
p Coal R5-6m Coal R5-6
p Coal R5-7m Coal R5-7
p Coal R5-8m Coal R5-8
SSTVD
1625
1650
1675
1700
1725
1750
1775
1800
1825
1835
1616
0.00 150.00GR
Non-CoalNon-Coal
Non-CoalNon-Coal
Non-Coal
Non-Coal
BTBR 0.20 200.00RT0.60 0.00NPHI1.70 2.70RHOB
Top Coal R5-4 Bottom Coal R5-4
Top Coal R5 Bottom Coal R5
Top Coal R5-0 Bottom Coal R5-0
Top Coal R5-6 Bottom Coal R5-6
Top Coal R5-7 Bottom Coal R5-7
Top Coal R5-8 Bottom Coal R5-8
H-S-1-D_Target3000 [SSTVD]SSTVD
1625
1650
1675
1700
1725
1750
1775
1800
1825
1835
1616
0.00 150.00GR
Non-CoalNon-Coal
Non-CoalNon-Coal
Non-CoalNon-Coal
Non-Coa
BTBR 0.20 200.00RT0.60 0.00NPHI1.70 2.70RHOB
Top Coal R5-4 Bottom Coal R5-4
Top Coal R5 Bottom Coal R5
Top Coal R5-0 Bottom Coal R5-0
Top Coal R5-1 Bottom Coal R5-1
Top Coal R5-8
Bottom Coal R5-8
H-J-424_Target3000 [SSTVD]SSTVD
1625
1650
1675
1700
1725
1750
1775
1800
1825
1835
1616
0.00 150.00GR
Non-C
oalN
on-Coal
Non-Coal
Non-Coal
BTBR 0.20 200.00RT0.60 0.00NPHI1.70 2.70RHOB
Top Coal R5-4 Bottom Coal R5-4
Top Coal R5 Bottom Coal R5
Top Coal R5-0 Bottom Coal R5-0
Top Coal R5-8
Bottom Coal R5-8
H-J-525_Target3000 [SSTVD]
Top Coal R5Bottom Coa
Top Coal R5Bottom Coa
Top Coal R5Bottom Coa
Top Coal R5
Bottom Coa
lapisan batubara Z5
lapisan batubara Z5-4
lapisan batubara Z5-8
Gambar 4.6. Korelasi lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 pada penampang geologi C-C’.
4.2.2. Pemetaan Bawah Permukaan
Peta struktur bawah permukaan menggambarkan lapisan-lapisan dalam
3D. Peta ini dibangun berdasarkan korelasi data rekaman lubang bor,
sehingga korelasi yang akurat akan membentuk suatu peta bawah
permukaan yang realistis. Tujuan utama membangun peta struktur bawah
permukaan adalah untuk perhitungan volume, desain sumur, dan
menentukan letak sumur produksi. Horison – horison yang dibentuk akan
membangun sebuah model 3D yang telah dikonversikan dengan
kedalaman, interpretasi zona, dan perlapisan batuan bawah permukaan.
Untuk dapat membuat model horison bawah permukaan, data titik
pengambilan pada korelasi harus diubah terlebih dahulu menjadi data
titik kedalaman (gambar 4.7). Pembuatan horison sangat dipengaruhi
oleh korelasi yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian model peta
struktur bawah permukaan dibuat dengan menu make/edit surface, data
33
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
masukan adalah data titik kedalaman hasil konversi dari titik
pengambilan korelasi (gambar 4.8). Agar bentukan kontur memiliki pola
sesuai dengan bentuk antiklin di Pulau Layangan-Bukuan, maka
digunakan horizon marker Z4-3 sebagai pola.
Gambar 4.7. Konversi data korelasi menjadi data titik kedalaman.
Berbagai pilihan algoritma dapat disimulasikan dalam pemetaan horison
guna mendapatkan hasil terbaik, misalnya algoritma interpolasi
konvergen, kriging, kurva minimum, dan lain sebagainya. Penataan
algoritma dapat menunjukkan berbagai kualitas algoritma. Algoritma
yang digunakan dalam permodelan ini adalah interpolasi konvergen,
karena menunjukkan konsistensi di setiap horison. Hasil eksekusi dari
operasi horison akan membentuk lapisan-lapisan horison struktur
kedalaman 3D.
34
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.8. Pembuatan horison menggunakan menu make/edit surface.
Permasalahan yang mungkin dihadapi saat membuat horison adalah
adanya tumpang tindih antarhorison yang saling memotong dan tidak
sesuai dengan korelasi (kronostratigrafi) serta permukaan yang kurang
halus. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan perbaikan horison untuk
mengoreksi peta bawah permukaan tersebut (gambar 4.9). Perbaikan
horison struktur kedalaman dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
menambahkan nilai kedalaman, mengurangi nilai kedalaman,
memberikan besaran nilai kedalaman, serta teknik pick and drag nilai
kedalaman.
35
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.9. Perbaikan horison struktur kedalaman.
Aplikasi operations smooth akan memperhalus kontur struktur
kedalaman dengan cara mengatur iterasi dan filternya sampai
mendapatkan hasil yang optimal. Semua horison ditata konsisten dengan
pilihan truncate above sehingga tidak ada horison yang tumpang tindih.
Hasil eksekusi horison–horison ini memperlihatkan lapisan-lapisan
struktur kedalaman yang terlipat membentuk antiklin.
Setelah struktur kedalaman puncak lapisan batubara terbentuk, perlu
dibuat peta fasies lapisan batubara. Peta fasies lapisan batubara
menggambarkan penyebaran ketebalan semu batubara (isochore) dan
kondisi geologi saat batubara tersebut diendapkan. Kemudian peta fasies
ini digabung dengan peta struktur kedalaman puncak lapisan untuk
mendapatkan peta struktur kedalaman alas lapisan yang lebih akurat.
Gambar 4.10, 4.11, dan 4.12 menunjukkan peta struktur kedalaman
puncak (top) lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8. Gambar 4.13, 4.14,
dan 4.15 menunjukkan peta kesamatebalan semu (isochore) lapisan
batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8. Gambar 4.16, 4.17, dan 4.18 menunjukkan
peta struktur kedalaman 3D alas (bottom) lapisan batubara Z5, Z5-4, dan
Z5-8.
36
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.10. Peta struktur kedalaman puncak lapisan batubara Z5.
37
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.11. Peta struktur kedalaman puncak lapisan batubara Z5-4.
38
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.12. Peta struktur kedalaman puncak lapisan batubara Z5-8.
39
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.13. Peta kesamatebalan lapisan batubara Z5.
40
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.14. Peta kesamatebalan lapisan batubara Z5-4.
41
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.15. Peta kesamatebalan lapisan batubara Z5-8.
42
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.16. Peta struktur kedalaman 3D alas lapisan batubara Z5.
Gambar 4.17. Peta struktur kedalaman 3D alas lapisan batubara Z5-4.
43
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.18. Peta struktur kedalaman 3D alas lapisan batubara Z5-8.
Peta fasies lapisan batubara dibuat dengan data kesamatebalan hasil titik
pengambilan puncak dan alas lapisan batubara dalam korelasi. Untuk
memberi aspek geologi pada peta fasies, maka dibuat batasan nilai
kontur nol (0) agar mendapatkan bentuk fasies yang menggambarkan
kondisi geologi pengendapan batubara.
4.2.3. Perhitungan Volume
Peta struktur kedalaman puncak dan alas lapisan batubara yang telah jadi
perlu dilakukan teknik gridding agar dapat dihitung volumenya. Karena
daerah penelitian tidak memiliki data sesar, maka gridding yang
dilakukan cukup menggunakan metode simple gridding (gambar 4.19).
Setelah gridding selesai dilakukan, maka untuk menghitung volume
batubara di daerah penelitian dilakukan operasi dengan menu volume
calculation sebagai tahap akhir (gambar 4.20).
44
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.19. Metode simple gridding untuk lapisan batubara Z5.
Gambar 4.20. Perhitungan volume batubara lapisan Z5.
Perhitungan volume lapisan batubara menggunakan software PETREL
2005 menghasilkan nilai volume 7,3 x 106 m3 untuk lapisan batubara Z5,
13,0 x 106 m3 untuk lapisan batubara Z5-4, dan 13,8 x 106 m3 untuk
lapisan batubara Z5-8.
45
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
4.3. Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
4.3.1. Kualitas Batubara
Nilai properti batubara dapat diketahui dengan analisis laboratorium.
Properti batubara dapat digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu analisis
proksimat, analisis ultimat, analisis petrografi, dan analisis kandungan
abu (Cahyono, 2006).
Tabel 4.1. Berbagai analisis laboratorium untuk mengetahui properti batubara. (Cahyono, 2006)
Informasi Kualitas Lapisan Batubara (Analisis Proksimat) Informasi Kualitas Lapisan Batubara (Analisis Ultimat)
Yaitu analisis berdasarkan: as received – proksimat Yaitu analisis berdasarkan kimiawi, meliputi :
FM : Free Moisture 1. Kandungan C (%) Carbon
TM : Total Moisture 2. Kandungan H (%) Hidrogen
M : Mositure 3. Kandungan O (%) Oksigen
IM : Inherent Moisture 4. Kandungan N (%) Nitrogen
VM : Volatile Matter 5. Kandungan St (%) Sulfur Total
ASH : Abu
FC : Fixed Carbon
ST : Sulfur Total
CV : Calorivic Value
SG : Specific Gravity
Informasi Lapisan Batubara (Analisis Abu) Informasi Kualitas Batubara (Analisis Petrografi)
Yaitu analisis berdasarkan kimiawi, meliputi : Yaitu analisis dibawah mikroskop, meliputi kandungan:
1. Kandungan SiO2 (%) 1. Vitrinit Refelektan (%)
2. Kandungan Al2O3 (%) 2. Vitrinit (%)
3. Kandungan Fe2O3 (%) 3. Liptinit (%)
4. Kandungan CaO (%) 4. Inertinit (%)
5. Kandungan MgO (%) 5. Mineral Matter (%)
6. Kandungan MnO (%) 6. Pirit (%)
7. Kandungan TiO2 (%) 7. HGI (Hardgrove Grindability Index)
8. Kandungan Na2O (%) 8. SG (Specific Gravity)
9. Kandungan K2O (%) 9. Swl (Swelling Index)
10. Kandungan FeO (%) 10. Titk Leleh Abu (%)
11. Kandungan P2O5 (%)
12. Kandungan SO3 (%)
13. Kandungan BaO (%)
14. Kandungan Cr2O3 (%)
Data kualitas batubara untuk lapisan Z5, Z5-4, dan Z5-8 didapat dari
berbagai literatur dikarenakan belum terdapat data analisis laboratorium
yang mengukur properti batubara Pulau Layangan-Bukuan.
46
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Tabel 4.2. Properti batubara Formasi Balikpapan.
(Ibra
him
, 200
5)
Dae
rah
Kuta
i Ti
mur
3,
28 –
5,2
1%
± 4,
19 %
(adb
) 0,
11 –
0,1
8 %
±
0,15
% (a
db)
5245
– 5
665
kal/g
r ±
5540
kal
/gr
Sour
ce
Ran
k A
sh C
onte
nt
Bel
eran
g (S
) K
alor
i (C
V)
Moi
stur
e VM
Pe
rmea
bilit
as (k
) Fi
xed
c Vr
o R
HO
B
(ESD
M, 2
006)
D
aera
h Ku
tai
Bar
at
Sub-
bitu
min
ous
5
– 12
%
0,1
– 1,
5 %
43
00 –
640
0 kc
al/K
g 5
– 15
%
35 –
50
%
30
– 4
9 %
(Ibra
him
, 200
6)
Dae
rah
Loa
Lepu
1,54
– 1
6,65
%
0,19
– 3
,92%
55
04 –
683
2 ka
l/gr
Up
to 7
005
kal/g
r
1,
58
x 1
0-8 c
m/d
et
1,76
95 x
10-9
cm
/det
2,
5185
x 1
0-9 c
m/d
et
2,60
72 x
10-9
cm
/det
(Sum
aatm
adja
, 20
06)
Cek
unga
n Ku
tai
Sub-
bitu
min
ous
B 2,
64 %
1,
06 %
59
95 k
al/g
r 10
,32
%
0,
36
Kal
tim P
rima
Coa
l (s
eam
Prim
a,
2006
) D
aera
h Sa
ngat
ta
4
% (a
db)
0,5
(adb
) 68
00 k
kal/
9 %
(arb
) 39
% (a
db)
49
%
Kal
tim P
rima
Coa
l (s
eam
Pin
ang,
20
06)
Dae
rah
Sang
atta
7
% (a
db)
0,4
(adb
) 62
00 k
kal/K
g 13
% (a
rb)
37 %
(adb
)
45,5
%
Kal
tim P
rima
Coa
l (s
eam
Mel
awan
, 20
06)
Dae
rah
Sang
atta
2,
5 %
0,
2 %
50
50 –
575
0 kk
al/K
g 18
- 23
,5 %
38
%
41
,5 %
(ESD
M, 2
005)
D
aera
h Lo
a Ja
nan
1,
5 –
13,3
0 %
0,
17 –
3,3
%
5763
– 6
122
Kcal
/Kg
5,0
– 19
,70
%
36,2
5 -
42,9
6 %
39,2
7 -
44,7
9 %
1,3
g/cm
3
(ESD
M, 2
006)
D
aera
h Ku
tai
Tim
ur
3-
7 %
0.
33 –
2.3
7 %
62
84 –
726
3 Kc
al/K
g 3
-13
%
40 -
47%
39 -
49 %
1,3
g/cm
3
(PT
UG
U, 2
004)
D
aera
h Ku
tai
Bar
at
2,
5 %
2,
52 %
61
00 K
cal/K
g 12
,5 –
14,
2 %
40
,6 %
44,4
%
0,5
– 0,
8 1,
2 g/
cm3
Min
imum
Su
b-bi
tum
inou
s 1,
50 %
0,
10 %
4300
,00
Kca
l/Kg
3 %
35,0
0 %
1,
7695
x 1
0-9 c
m/d
et
30,0
00 %
0,36
1,
20 g
/cm
3 M
aksi
mum
Su
b-bi
tum
inou
s 16
,65
%
3,92
%72
63,0
0 K
cal/K
g 23
,5 %
50,0
0 %
15
,800
0 x
10-9
cm
/det
49
,000
%0,
80
1,30
g/c
m3
47
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Data properti batubara yang diambil dari berbagai literatur merupakan
data properti batubara untuk Formasi Balikpapan, yang merupakan
formasi pembawa batubara untuk lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8.
Data yang dikumpulkan kemudian dirata-ratakan sebagai perkiraan nilai
properti untuk lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8 dengan asumsi
lapisan batubara tersebut berada pada formasi pembawa batubara yang
sama dan lokasi yang berdekatan.
4.3.2. Parameter Langmuir
Terdapat dua parameter dalam kurva Langmuir isotermal, yaitu volume
Langmuir dan tekanan Langmuir. Volume Langmuir merupakan volume
gas maksimal yang dapat diserap sampai perubahan tekanan tidak lagi
mempengaruhi kapasitas penyerapan (gambar 4.21). Tekanan Langmuir
merupakan tekanan pada saat setengah volume Langmuir (gambar 4.22).
Parameter Langmuir didapat dari hasil analisis laboratorium pada
batubara. Analisis laboratorium dilakukan dengan menginjeksikan gas
metana murni ke dalam batubara sampai tercapai volume Langmuir.
Selama proses tersebut berlangsung, perubahan tekanan yang meningkat
dicatat dan didapatkan tekanan Langmuir pada saat volume gas metana
yang terserap sama dengan setengah volume Langmuir.
Reservoir Pressure Psi
Gas
Con
ten
t
Langmuir Volume(Saturated MonolayerVolume)
Gambar 4.21. Kurva Langmuir dan parameter volume Langmuir.
48
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Nilai parameter Langmuir dapat diperkirakan dari nilai properti batubara.
Volume Langmuir mempunyai hubungan langsung dengan nilai
reflektansi vitrinit (Reeves dkk, 2005). Semakin tinggi nilai reflektansi
vitrinit semakin tinggi pula nilai volume Langmuir. Semakin tinggi nilai
refleksi vitrinit semakin tinggi pula peringkat batubara, yang
mengindikasikan semakin besar kemampuan batubara untuk menyerap
gas dan semakin besar nilai volume Langmuir. Gambar 4.23
menunjukkan grafik volume Langmuir terhadap refleksi vitrinit. Tekanan
Langmuir dapat diperkirakan dari nilai refleksi vitrinit, akan tetapi tidak
mempunyai hubungan langsung seperti halnya volume Langmuir.
Reservoir Pressure Psi
Gas
Con
ten
t
Langmuir Pressure(Pressure at ½ of
Langmuir Volume)
½ of Langmuir Vol.
½ of Langmuir Vol.
Gambar 4.22. Kurva Langmuir dan parameter tekanan Langmuir.
Gambar 4.23. Grafik volume Langmuir terhadap nilai refleksi vitrinit.
(Reeves dkk, 2005)
49
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Rasio kapasitas penyerapan N2/CH4 dan CO2/CH4 merupakan fungsi dari
refleksi vitrinit (gambar 4.24 dan 4.25). Semakin tinggi nilai rasio
kapasitas penyerapan N2, maka semakin tinggi tingkat batubara dan
semakin besar nilai refleksi vitrinit. Akan tetapi pada CO2, semakin besar
nilai refleksi vitrinit akan semakin rendah nilai rasio kapasitas
penyerapannya. Rasio kapasitas penyerapan juga merupakan fungsi dari
tekanan langmuir, sehingga tekanan Langmuir dapat diprediksi dari nilai
rasio kapasitas penyerapan N2/CH4 dan CO2/CH4 yang merupakan fungsi
dari refleksi vitrinit (gambar 4.26).
Gambar 4.24. Grafik rasio N2/CH4 terhadap nilai refleksi vitrinit.
(Reeves dkk, 2005)
Gambar 4.25. Grafik rasio CO2/CH4 terhadap nilai refleksi vitrinit.
(Reeves dkk, 2005)
50
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.26. Grafik rasio CO2/CH4 dan N2/CH4 terhadap tekanan Langmuir.
(Reeves dkk, 2005)
Parameter Langmuir untuk lapisan batubara pada Formasi Balikpapan
dapat diprediksi dari nilai refleksi vitrinit. Volume Langmuir diprediksi
langsung dari grafik volume Langmuir terhadap refleksi vitrinit (gambar
4.27). Tekanan Langmuir diprediksi melalui rasio N2/CH4 dan CO2/CH4
terhadap refleksi vitrinit (gambar 4.28 dan 4.29).
Langmuir Volume vs. Vitrinite reflectance
y = 662x + 62,022R2 = 0,9207
0
200
400
600
800
1000
1200
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Vitrinit Reflectance (Vro)
Lang
mui
r V
olum
e (s
cf/to
n)
Series1Linear (Series1)
Gambar 4.27. Grafik volume Langmuir terhadap refleksi vitrinit untuk CH4.
51
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Gambar 4.28. Plot rasio CO2/CH4 lapisan batubara Formasi Balikpapan.
Gambar 4.29. Plot rasio N2/CH4 lapisan batubara Formasi Balikpapan.
Rvo = Refleksi vitrinit
VL = Volume Langmuir (scf/ton)
PL = Tekanan Langmuir (psia)
P N2/CH4 = Tekanan Langmuir berdasarkan rasio N2/CH4 (psia)
P CO2/CH4 = Tekanan Langmuir berdasarkan rasio CO2/CH4 (psia)
Tabel 4.3. Parameter Langmuir lapisan batubara Formasi Balikpapan.
Rvo VL
(scf/ton) PL
(psia) P N2/CH4 (psia) P CO2/CH4 (psia) Minimum 0,36 300,342 200 200 Maksimum 0,80 591,622 1070 940 1200
52
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
4.3.3. Tekanan Lapisan Batubara
Tekanan merupakan hal yang penting dalam proses penyerapan gas
metana dalam batubara. Oleh karena itu tekanan lapisan batubara perlu
diketahui untuk menghitung potensi gas metana batubara yang
dikandung. Tekanan lapisan sangat dipengaruhi oleh kedalaman.
Semakin dalam suatu lapisan semakin besar pula tekanan lapisan
tersebut.
Tekanan lapisan sebagian besar dipengaruhi oleh tekanan akibat beban
sedimentasi yang merupakan fungsi dari kedalaman. Tekanan lapisan
batubara yang dihitung pada daerah penelitian merupakan tekanan yang
dipengaruhi oleh tekanan atmosfer, gradien tekanan, dan kedalaman
lapisan.
Pr = 14,695 + (1,42 x h)
Pr = Tekanan lapisan (psia)
14,695 = Tekanan atmosfer (1 atm = 14,695 psia)
1,42 = Konstanta gradien tekanan (psia/m)
h = Kedalaman lapisan (m)
Tabel 4.4. Tekanan dan kedalaman lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8.
Kedalaman Tekanan
Z5 Minimum 1572,76 2248,014Maksimum 1889,83 2698,254
Z5-4 Minimum 1647,54 2354,202Maksimum 1960,7 2798,889
Z5-8 Minimum 1686,91 2410,107Maksimum 2006,23 2863,542
4.3.4. Kandungan Gas
Kandungan gas adalah volume gas maksimum yang dapat diserap oleh
batubara. Semakin tinggi tingkat batubara semakin besar pula nilai
kandungan gas. Kandungn gas dipengaruhi oleh properti batubara
53
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
(kandungan abu dan kadar kelengasan), parameter langmuir, dan tekanan
lapisan.
Gc = ((Vl x Pr) / (Pl + Pr)) (1 – Aci – Mce)
Gc = Kandungan gas (scf/ton)
Vl = Volume Langmuir (scf/ton)
Pl = Tekanan Langmuir (psia)
Pr = Tekanan lapisan (psia)
Aci = Kandungan abu
Mce = Kadar kelengasan
Tabel 4.5. Kandungan gas metana lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8.
Vl Pl Pr Aci Mce Gc
Z5 Minimum 300,342 200 2698,254 0,1665 0,235 167,3503 Maksimum 591,622 1070 2248,014 0,0154 0,05 374,6200
Z5-4 Minimum 300,342 200 2798,889 0,1665 0,235 167,7666 Maksimum 591,622 1070 2354,202 0,0154 0,05 380,1495
Z5-8 Minimum 300,342 200 2863,542 0,1665 0,235 168,0196 Maksimum 591,622 1070 2410,107 0,0154 0,05 382,9251
4.3.5. Potensi Gas Metana
Potensi gas metana dipengaruhi oleh volume batuan, densitas batuan,
dan kandungan gas lapisan batubara. Potensi gas metana perlu dicek
melalui analisis laboratorium. Analisis laboratorium akan memberikan
nilai kandungan gas sebenarnya dalam lapisan batubara melalui proses
desorpsi.
Nilai kandungan gas hasil analisis laboratorium akan menentukan posisi
titik kritis pada kurva Langmuir sorption isotherm (gambar 4.30). Titik
kritis adalah titik pada saat gas metana mulai terdesorpsi dari batubara.
Titik kritis memberikan nilai tekanan yang harus dicapai untuk mulai
memproduksi gas metana dan nilai kandungan gas ketika awal produksi.
54
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Titik kritis akan mempengaruhi cara dan teknik eksploitasi gas metana
dalam batubara.
Analisis laboratorium juga memberikan nilai kandungan gas yang tersisa
setelah proses desorpsi. Kandungan gas yang tersisa kemudian diplot
pada kurva Langmuir sorption isotherm. Hasil plot kandungan gas tersisa
dapat digunakan untuk memperkirakan nilai recovery factor lapisan
batubara.
Gambar 4.30. Contoh kurva Langmuir sorption isotherm.
(Zuber, 2000)
GIP = V x RHOB x Gc
GIP = Potensi gas (scf)
V = Volume lapisan (m3)
RHOB = Densitas batuan (g/cm3)
Gc = Kandungan gas (scf/ton)
Tabel 4.6. Potensi gas metana lapisan batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8.
V RHOB Gc GIP (Bcf)
Z5 Minimum 7284515 1,2 167,3503 1,46 Maksimum 7284515 1,3 374,62 3,54
55
Bab IV Inventarisasi dan Potensi Gas Metana Lapisan Batubara Z5, Z5-4, dan Z5-8
Z5-4 Minimum 13071748 1,2 167,7666 2,63 Maksimum 13071748 1,3 380,1495 6,45
Z5-8 Minimum 13824713 1,2 168,0196 2,78 Maksimum 13824713 1,3 382,9251 6,88
56