bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran …repository.ub.ac.id/5821/5/5. bab iv.pdf ·...
TRANSCRIPT
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi dan Situs Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Malang
a. Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Malang
Gambar 3. Peta Kabupaten Malang
Sumber : infokepanjen.com, 22 Juni 2017
Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Timur, Indonesia. Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua
53
setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di
Provinsi Jawa Timur dan merupakan kabupaten dengan populasi
terbesar di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Malang juga merupakan
kabupaten terluas ketiga di Pulau Jawa setelah Kabupaten
Banyuwangi dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Hal ini
didukung dengan luas wilayahnya 3.534,86 km2 atau sama dengan
353.486 ha dan jumlah penduduknya 2.544.315 jiwa (tahun 2015). Ibu
kota Kabupaten Malang adalah Kepanjen. Kabupaten Malang juga
dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi diantaranya dari
pertanian, perkebunan, tanaman obat keluarga dan lain sebagainya.
Disamping itu juga dikenal dengan obyek-obyek wisatanya
(malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
b. Sejarah Kabupaten Malang
Gambaran Umum Kabupaten Malang dijelaskan dalam
malangkab.go.id (22 Juni 2017). Ketika kerajaan Singhasari dibawah
kepemimpinan Akuwu Tunggul Ametung yang beristrikan Ken
Dedes, kerajaan itu dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Pusat
pemerintahan Singhasari saat itu berada di Tumapel. Baru setelah
muncul Ken Arok yang kemudian membunuh Akuwu Tunggul
Ametung dan menikahi Ken Dedes, pusat kerajaan berpindah ke
Malang, setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri. Kediri saat itu
jatuh ke tangan Singhasari dan turun statusnya menjadi kadipaten.
Sementara Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja yang bergelar
54
Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Dhandang Gendhis (1185-
1222).
Kerajaan ini mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan Mataram,
kerajaan-kerajaan di Malang jatuh ke tangan Mataram, seperti halnya
Kerajaan Majapahit. Sementara pemerintahan pun berpindah ke
Demak disertai masuknya agama Islam yang dibawa oleh Wali Songo.
Malang saat itu berada di bawah pemerintahan Adipati Ronggo
Tohjiwo dan hanya berstatus kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan
itu, menurut Folklore, muncul pahlawan legendaris Raden Panji
Pulongjiwo. Ia tertangkap prajurit Mataram di Desa Panggungrejo
yang kini disebut Kepanjen (Kepanji-an). Hancurnya kota Malang saat
itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah.
Pada zaman VOC, Malang merupakan tempat strategis sebagai
basis perlawanan seperti halnya perlawanan Trunojoyo (1674-1680)
terhadap Mataram yang dibantu VOC. Menurut kisah, Trunojoyo
tertangkap di Ngantang. Awal abad XIX ketika pemerintahan
dipimpin oleh Gubernur Jenderal, Malang seperti halnya daerah-
daerah di nusantara lainnya, dipimpin oleh Bupati.
Bupati Malang I adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang
diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan resolusi
Gubernur Jenderal 9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16.
Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa
pemerintahan kerajaan-kerajaan. Bukti-bukti yang lain, seperti
55
beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada
sejak abad VIII dalam bentuk Kerajaan Singhasari dan beberapa
kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Kanjuruhan seperti yang
tertulis dalam Prasasti Dinoyo. Prasasti itu menyebutkan peresmian
tempat suci pada hari Jum’at Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka,
yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada
tanggal 28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari
jadi Kabupaten Malang. Sejak tahun 1984 di Pendopo Kabupaten
Malang ditampilkan upacara Kerajaan Kanjuruhan, lengkap
berpakaian adat zaman itu, sedangkan para hadirin dianjurkan
berpakaian khas daerah Malang sebagaimana ditetapkan.
c. Visi dan Misi Kabupaten Malang
Visi Kabupaten Malang adalah :
"Terwujudnya Kabupaten Malang yang MADEP MANTEB
MANETEP".
Secara terperinci rumusan visi tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut :
“Terwujudnya Kabupaten Malang yang Istiqomah dan Memiliki
Mental Bekerja Keras Guna Mencapai Kemajuan Pembangunan yang
Bermanfaat Nyata untuk Rakyat Berbasis Pedesaan”. Penggunaan
istilah MADEP-MANTEB-MANETEP merupakan filosofi
pembangunan yang bukan hanya memiliki arti yang baik, melainkan
juga memiliki akar historis pada kebudayaan nusantara dan Kabupaten
56
Malang. Oleh karena itu, MADEP-MANTEB-MANETEP bukanlah
sebuah akronim, melainkan memiliki kesatuan maknawi yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Misi Pembangunan Kabupaten Malang untuk 5 tahun kedepan
adalah sebagai berikut :
1) Memantapkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan guna menunjang percepatan revolusi mental yang
berbasis nilai keagamaan yang toleran, budaya lokal, dan
supremasi hukum;
2) Memperluas inovasi dan reformasi birokrasi demi tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, akuntabel dan demokratis
berbasisteknologi informasi;
3) Melakukan percepatan pembangunan dibidang pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi guna meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM);
4) Mengembangkan ekonomi masyarakat berbasis pertanian,
pariwisata, dan industri kreatif;
5) Melakukan percepatan pembangunan desa melalui penguatan
kelembagaan, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),
dan pengembangan produk unggulan desa;
6) Meningkatkan ketersediaan infrastruktur jalan, transportasi,
telematika, sumber daya air, permukiman dan prasarana
57
lingkungan yang menunjang aktivitas sosial ekonomi
kemasyarakatan;
7) Memperkokoh kesadaran dan perilaku masyarakat dalam menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
Secara substantif, tujuh misi pembangunan Kabupaten Malang
Tahun 2016-2021 dapat dikelompokkan dalam dua dimensi pokok,
yaitu :
1) Konsep dan arah pembangunan yang bersifat ekonomis dan
materiil.
2) Konsep dan arah pembangunan yang bersifat non-ekonomis dan
non-materiil (malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
d. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kabupaten Malang terletak pada 112O17`10,90`` sampai
112O57`00`` Bujur Timur, 7O44`55,11`` sampai 8O26`35,45`` Lintang
Selatan (malangkab.go.id, 12 Juli 2017). Batas wilayah administratif
Pemerintah Kabupaten Malang adalah :
1) Sebelah utara : Kabupaten Pasuruan dan Mojokerto
2) Sebelah timur : Kabupaten Probolinggo dan Lumajang
3) Sebelah barat : Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri
4) Sebelah selatan : Samudra Indonesia (malangkab.go.id, 22
Juni 2017).
58
e. Geologi
Kabupaten Daerah Tingkat II Malang merupakan Daerah Dataran
Tinggi, wilayah ini dipagari oleh :
1) Utara : Gunung Anjasmoro (2.277m) dan Gunung Arjuno
(3.399m)
2) Timur : Gunung Bromo (2.392m) dan Gunung Semeru (3.676m)
3) Barat : Gunung Kelud (1.731m)
4) Selatan: Pegunungan Kapur (650m) dan Gunung Kawi (2.625m)
(malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
f. Topografi
1) Daerah dataran rendah terletak pada ketinggian 250-500m diatas
permukaan air laut
2) Daerah dataran tinggi
3) Daerah perbukitan kapur
4) Daerah lereng Gunung Kawi-Arjuno (500-3300m di atas
permukaan air laut)
5) Daerah Lereng Tengger-Semeru di Bagian Timur (500-3600m
diatas permukaan air laut) (malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
g. Fisiologi
Kondisi lahan di Kabupaten Malang bagian utara relatif subur,
sementara di sebelah selatan kurang subur. Masyarakat Kabupaten
Malang umumnya bertani, terutama yang tinggal di wilayah pedesaan.
59
Sebagian lainnya telah berkembang sebagai masyarakat industri
(malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
h. Hidrologi
Sungai-sungai yang mengalir mempunyai pengaruh yang besar
bagi perekonomian yang agraris yaitu :
1) Kali Brantas : bermata air Dk. Sumber Brantas, Desa Tulungrejo
(Batu), membelah Kabupaten Malang menjadi dua dan di wilayah
ini berakhir di Bendungan Karangkates
2) Kali Konto : mengalir melintasi wilayah Kabupaten Pujon dan
Ngantang dan berakhir di Bendungan Selorejo (Ngantang)
3) Kali Lesti : mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan
Turen, Dampit dan sekitarnya. Disamping puluhan anak sungai
yang mempunyai arti penting
4) Kali Amprong: mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan
Poncokusumo dan Tumpang (malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
2. Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
a. Sejarah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Malang pada awalnya
merupakan tugas dan fungsi Sub Bagian Produksi I dari Bagian
Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Malang. Sampai dengan
tahun 1995, mulai terbentuk Bagian Lingkungan Hidup pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Malang. Tahun 2001, sesuai dengan
60
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 24 Tahun 2001 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedalda), Bagian Lingkungan Hidup Sekretariat
Daerah berubah menjadi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah (Bapedalda) Kabupaten Malang sampai dengan 2004. Tahun
2004 sampai dengan 2008 Bapedalda digabung dengan Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral menjadi Dinas Lingkungan Hidup, Energi
dan Sumber Daya Mineral (LHESDM) Kabupaten Malang
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
Hal tersebut mengacu pada Keputusan Bupati Malang Nomor 99
Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Lingkungan Hidup, Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada Tahun
2008 sejalan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2005 tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah dan
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, maka Dinas Lingkungan Hidup, Energi
dan Sumber Daya Mineral (LHESDM) dipecah kembali menjadi
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, dan mulailah berdiri Badan
Lingkungan Hidup hingga saat ini. Penetapan tersebut berdasarkan
pada Peraturan Bupati Malang Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang.
61
b. Visi dan Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
Mengacu pada visi misi serta program Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah terpilih periode 2016-2021 sebagaimana tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Malang Tahun 2016-2021. Visi dan misi yang telah
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Tahun 2016-2021 adalah "Terwujudnya Kabupaten Malang
yang MADEP MANTEP MANETEP”, yang diartikan sebagai
masyarakat Kabupaten Malang yang istiqomah dan memiliki mental
bekerja keras guna mencapai kemajuan pembangunan daerah yang
nyata berbasis perdesaan. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi
tersebut selanjutnya dijabarkan dalam 7 (tujuh) misi. Pada salah satu
misi yakni misi ketujuh yaitu ”Memperkokoh kesadaran dan perilaku
masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup”,
mempunyai arah keterkaitan yang sangat jelas dengan urusan
lingkungan hidup yang merupakan urusan pemerintahan yang
dijalankan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
c. Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang
Kepala Dinas mempunyai tugas memimpin, mengawasi,
mengendalikan, membina, mengkoordinasikan dan kerjasama dalam
pelaksanaan Lingkungan Hidup yang ditetapkan Bupati; dan
62
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai bidang
tugasnya. Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
urusan kepegawaian, urusan umum yang meliputi kegiatan surat-
menyurat, penggandaan, perlengkapan, rumah tangga, hubungan
masyarakat, urusan keuangan, koordinasi perencanaan, evaluasi dan
pelaporan program Dinas Lingkungan Hidup; dan melaksanakan
tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya (lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017). Sekretariat
mempunyai fungsi :
1) Perencanaan kegiatan kesekretariatan;
2) Pengelola urusan administrasi kepegawaian, kesejahteraan dan
pendidikan pelatihan pegawai;
3) Pengelolaan urusan rumah tangga, keprotokolan dan hubungan
masyarakat;
4) Penyelenggaraan pengelolaan administrasi keuangan dan
kekayaan daerah;
5) Penyelenggaraan kegiatan surat-menyurat, pengetikan,
penggandaan, kearsipan;
6) Pengelolaan administrasi perlengkapan dan mengurus
pemeliharaan, kebersihan dan keamanan kantor;
7) Pengkoordinasian dan penyusunan rencana pembangunan,
evaluasi dan pelaporan; dan
8) Pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas
63
sesuai dengan bidang tugasnya.
Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; Sub
Bagian Keuangan dan Aset; dan Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi
dan Pelaporan (lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017). Masing-masing
Sub Bagian sebagaimana dimaksud dipimpin oleh Kepala Sub Bagian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris
Dinas. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas :
1) Menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian;
2) Menyelenggarakan, melaksanakan dan mengelola administrasi
kepegawaian, kesejahteraan pegawai dan pendidikan pelatihan
pegawai;
3) Melaksanakan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan, urusan
surat-menyurat, kearsipan, rumah tangga, perjalanan dinas,
keprotokolan, penyusunan rencana kebutuhan barang, peralatan
dan mendistribusikan;
4) Menyelenggarakan administrasi perkantoran;
5) Melaksanakan kebersihan dan keamanan kantor;
6) Menghimpun, mengolah data, menyusun program kerja Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian; dan
7) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris
Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
64
Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas :
1) Menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Keuangan;
2) Melaksanakan administrasi keuangan yang meliputi pembukuan,
pertanggungjawaban dan verifikasi serta penyusunan perhitungan
anggaran;
3) Menyelenggarakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan anggaran perangkat daerah;
4) Menyiapkan bahan penyusunan rencana strategis Dinas
Lingkungan Hidup;
5) Menghimpun, mengolah data dan menyusun program kerja Sub
Bagian Keuangan;
6) Melaksanakan pengurusan biaya perpindahan pegawai dan ganti
rugi pegawai serta pembayaran hak-hak keuangan lainnya;
7) Melaksanakan evaluasi keuangan terhadap hasil pelaksanaan
program dan rencana strategis Dinas Lingkungan Hidup;
8) Mengkompilasikan dan penyusunan laporan hasil laporan
perencanaan dan laporan akuntabilitas Dinas Lingkungan Hidup;
9) Melaksanakan tata usaha barang, perawatan/penyimpanan
peralatan kantor dan pendataan inventaris kantor; dan
10) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris
Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas :
65
1) Menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan
Pelaporan;
2) Melaksanakan penyiapan bahan dan melaksanakan koordinasi
dalam penyusunan rencana strategis pembangunan lingkungan
hidup tingkat daerah;
3) Menyiapkan rumusan kebijakan program kerja dan rencana kerja
kegiatan Dinas Lingkungan Hidup;
4) Menyiapkan dan menyusun bahan, pengembangan kerjasama lintas
sektor;
5) Menyelenggarakan Sistem Informasi Manajemen dan Pelaporan
Dinas Lingkungan Hidup;
6) Melaksanakan koordinasi, sinkronisasi penyusunan rencana
kegiatan tahunan pembangunan lingkungan hidup;
7) Melaksanakan monitoring dan koordinasi dalam rangka
penyusunan bahan evaluasi dan laporan kegiatan Dinas
Lingkungan Hidup;
8) Menyiapkan bahan dan sarana pertimbangan kepada pimpinan
dalam rangka pengendalian dan pengembangan pembangunan
bidang lingkungan hidup;
9) Melakukan evaluasi pelaksanaan rencana dan program
pembangungan di bidang lingkungan hidup;
10) Melakukan penyusunan laporan tahunan dan laporan lainnya; dan
66
11) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris
Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
Bidang Tata Lingkungan mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang tata lingkungan; serta melaksanakan
tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya (lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017). Bidang Tata
Lingkungan mempunyai fungsi :
1) Inventarisasi data dan informasi sumber daya alam;
2) Penyusunan dokumen RPPLH;
3) Koordinasi dan sinkronisasi pemuatan RPPLH dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM);
4) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPPLH;
5) Penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6) Koordinasi penyusunan tata ruang yang berbasis daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
7) Penyusunan instrumen ekonomi lingkungan hidup (PDB & PDRB
hijau, mekanisme insentif disinsentif, pendanaan lingkungan
hidup);
8) Sinkronisasi RLPLH Nasional, Pulau/Kepulauan dan Ekoregion;
9) Penyusunan NSDA dan Lingkungan Hidup (LH);
10) Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah;
11) Penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup;
67
12) Sosialisasi kepada pemangku kepentingan tentang RPPLH;
13) Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
14) Pengesahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
15) Fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);
16) Fasilitasi pembinaan penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS);
17) Pemantauan dan evaluasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS);
18) Koordinasi penyusunan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Amdal, UKL-UPL, izin
lingkungan, Audit LH, Analisis resiko LH);
19) Penilaian terhadap dokumen lingkungan (AMDAL dan
UKL/UPL);
20) Penyusunan tim kajian dokumen lingkungan hidup yang transparan
(komisi penilai, tim pakar dan konsultan);
21) Pelaksanaan proses izin lingkungan;
22) Pelaksanaan perlindungan Sumber Daya Alam (SDA);
23) Pelaksanaan pengawetan Sumber Daya Alam (SDA);
24) Pelaksanaan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam
(SDA);
25) Pelaksanaan pencadangan Sumber Daya Alam (SDA);
26) Pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
68
3. Gambaran Umum Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
Kabupaten Malang
a. Profil Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung Kabupaten
Malang
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung
adalah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah sebagai fasilitas
pelayanan kebersihan untuk masyarakat sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan
tempat pembelajaran bagi masyarakat terkait penerapan teknologi
pengelolaan dan pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi baru
terbarukan. Dengan luas 2,5 Hektar yang terdapat di Kabupaten
Malang Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung merupakan
tempat pengelolaan sampah terpadu yang telah memilah sampah
organik dan sampah non organik lalu ditimbun menggunakan tanah.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini setiap harinya mendapat kiriman
limbah organik dan anorganik sebanyak 125 meter kubik
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dilengkapi
pengolahan air lindi dan air hasil limbah ke lingkungan dengan
kondisi baik sehingga tidak mencemari lapisan tanah. Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung merupakan tempat
pembuangan sampah yang ramah lingkungan, hal ini dapat terlihat
bahwa timbulan sampah dapat menghasilkan air lindi yang
69
mempunyai banyak manfaat. Air lindi merupakan hasil degredasi dari
sampah dan dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak diolah
terlebih dahulu sebelum di buang ke lingkungan (lh.malangkab.go.id,
22 Juni 2017).
Air lindi yang dihasilkan dari proses pembusukan dapat
disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) untuk
dinetralkan dengan menggunakan teknologi sebelum dikembalikan
lingkungan. Teknologi pengolahan sampah yang akan diterapkan ini
adalah sanitary landfill. Air lindi mengandung gas methane yang
berbahaya bagi lingkungan, selain itu juga berkontribusi terhadap
pemanasan golobal. Oleh karena itu terdapat sistem pengendalian gas
methane dan sistem pemanfaatan gas methane.
Beberapa fungsi air lindi antara lain sebagai pengganti pembangki
tenaga listrik, penyubur tanaman dan lain-lain. Kota/Kabupaten
dengan wilayah yang luas juga membutuhkan lahan yang cukup untuk
masalah penumpukan sampah. Berbagai macam inovasi telah banyak
dipikirkan oleh pemerintah kota/kabupaten. Penumpukan sampah
pada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ataupun Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) harus diimbangi dengan pengolahan sampah
yang benar. Sanitary landfill dan control landfill merupakan salah satu
sistem pengolahan sampah yang ramah lingkungan.
Kesuksesan dari permasalahan tersebut sudah dibuktikan oleh
salah satu Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang berada di
70
Kepanjen yaitu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Talangagung yang menerapkan sistem persampahan semi sanitary
landfill dan semi control landfill. Selain hal positif tersebut, Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) edukasi ini juga mengelolah
sampah menjadi kompos serta salah satu yang menggejutkan adalah
dengan pemanfaatan gas methane dari timbulan sampah. Menurut
salah satu pengurus Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Talangagung rata-rata sampah yang dihasilkan tiap jiwa sebesar 2,09
liter. Dalam kota maupun kabupaten malang sampah yang dihasilkan
sebesar 997 m3/hari namun skala pelayanannya masih 440 m3/hari
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
Sebenarnya pengolahan sampah di Talangagung ini sudah
berbasis masyarakat dengan prinsip 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).
Sampah yang masuk pada Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST) Talangagung ini sekitar 190 m3/hari. Dengan luas lahan
sebesar 3,5 Ha Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) ini
dibagi menjadi 3 zona yaitu Zona 1 (aktif), Zona 2, Zona 3 (pasif)
Pada beberapa tempat ditemukan sumur dan pipa-pipa yang berfungsi,
di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Talangagung, pipa
berfungsi sebagai penyerapan gas methane dan air lindi. Sedangkan
sumur berfungsi sebagai penampung air lindi. Sampah-sampah yang
yang nantinya tidak produktif lagi akan ditimbun dan ditutupi dengan
tanaman sehingga lahan tak produktif bisa digunakan sebagai Ruang
71
Terbuka Hijau (RTH).
Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang tidak produktif
yang artinya tidak menghasilkan sesuatu keuntungan, misalnya buah.
Para pengurus telah memperhitungkan beberapa kemungkinan
pencemaran air tanah dan menyebarnya air sampah dengan
membangun sebuah sumur kontrol yang berada di dekat sungai.
Diharapkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Talangagung ini dapat berkembang dan menjadi contoh bagi Tempat
Pembuangan Sampah (TPS) maupun Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) di Indonesia yang lain. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung Kabupaten Malang ini sangat jauh dari gambaran
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) pada umumnya. Banyak hal berbeda
yang terdapat di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan salah satu Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang dapat dijadikan contoh untuk Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) lainnya. Karena sistem pengelolaan sampah
disini sudah ramah lingkungan. Tidak menimbulkan bau menyengat
yang menganggu permukiman sekitar, banyak manfaat yang didapat
dari sistem pengelolaan sampah seperti ini, sampah organik dapat
diolah menjadi biogas yang dimanfaat sebagai bahan bakar alternatif
pengganti elpiji untuk warga sekitar.
Pengolahan sampah organik menjadi pupuk melalui proses
komposting dan pembuatan pupuk organik plus yaitu pencampuran
72
pupuk komposting dengan pupuk kandang. Limbah sampah di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) ini juga mampu menghasilkan listrik dengan
kapasitas 500 hingga 750 watt. Genset di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) ini juga memanfaatkan bahan bakar sampah yang mencapai
saya 5000 watt. Selain itu juga terdapat bank sampah, untuk sampah
anorganik yang dapat didaur ulang (lh.malangkab.go.id, 22 Juni
2017).
Kondisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini tidak menimbulkan
bau sama sekali, terdapat banyak pepohonan yang berfungsi sebagai
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung ini sehingga sangat banyak manfaat yang didapat dari
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung ini, diharapkan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) lainnya dapat mengikuti inovasi
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini, sehingga sampah bukan menjadi
hal yang terbuang percuma. Tujuan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung berfokus pada pengelolaan sampah di
hilir yang aman bagi manusia dan lingkungan serta sampah dapat
dimanfaatkan sebagai potensi sumber daya yang memiliki nilai
ekonomi bagi masyarakat. Sasaran dari kegiatan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung adalah sebagai berikut :
1) Kelompok masyarakat yang bermukim di sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung utamanya masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) :
73
a) Dapat memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasilan
tambahan melalui mekanisme bank sampah.
b) Menjaga kondisi lingkungan di sekitar Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) dengan pengoperasian secara lahan urug
terkendali yang dilengkapi pengendalian air lindi dan gas
metana.
c) Mendapatkan manfaat gas metana sebagai bahan bakar gas
yang langsung dimanfaatkan oleh 205 rumah tangga, secara
gratis.
2) Seluruh masyarakat Kabupaten Malang yang ingin mendapatkan
pembelajaran terkait pemanfaatan gas metana dengan teknologi
tepat guna.
3) Masyarakat dan pemerintah daerah lain yang ingin
mengembangkan dan membangun Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) wisata edukasi.
Akademisi, mahasiswa, pelajar yang memanfaatkan ilmunya
untuk melakukan inovasi dan penelitian terkait pengelolaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA), air lindi dan gas metana
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
b. Strategi dan Rencana Aksi
Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung merupakan solusi yang dipilih untuk mengatasi
tantangan pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di
74
Kabupaten Malang (lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017). Dalam
pelaksanaannya, strategi yang digunakan adalah :
1) Perubahan pengoperasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari
terbuka menjadi lahan urug terkendali.
2) Pengurangan sampah di sumber sampah utama dengan menerapkan
3R.
3) Memberikan manfaat peningkatan ekonomi masyarakat sekitar dari
sumber energi baru terbarukan (gas metana), untuk mendapatkan
dukungan masyarakat.
4) Menjadikan area Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah
menjadi area hijau dan asri yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk
masyarakat berdiskusi atau sekadar bersantai di area Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA).
Rencana aksi untuk melaksanakan strategi praktik cerdas Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung adalah sebagai
berikut :
1) Melaksanakan perencanaan dengan membuat Detailed
Engineering Design (DED) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sampah dengan dukungan studi lingkungan berupa Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) atau Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) dan juga penyiapan Standard Operating
Prosedures (SOP) Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sampah.
75
2) Melaksanakan TPS 3R untuk mengurangi volume sampah ke
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
3) Mengelola air lindi dengan cara menyalurkannya melalui pipa
berlubang (perforated) yang dipasang secara horisontal ke
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk dinetralkan dan
diresirkulasi ke sel Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban sampah dalam proses
fermentasi anaerob.
4) Mendesain sistem jaringan penangkap gas metana dengan
menggunakan pipa ventilasi yang dipasang secara vertikal serta
menghubungkan pipa-pipa tersebut dalam satu jaringan.
5) Membuat sistem pemurnian serta pencatatan volume gas metana
yang akan dimanfaatkan.
6) Membuat berbagai prototipe model teknologi tepat guna untuk
pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi baru terbarukan.
7) Membuat sistem jaringan transmisi dan distribusi untuk
menyalurkan gas metana ke masyarakat sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) untuk dimanfaatkan sebagai sumber
energi baru terbarukan.
8) Memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar, tentang
bagaimana aspek keamanan dan keselamatan pemanfaatan gas
metana.
9) Memfasilitasi pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat
76
(KSM) yang berfungsi sebagai forum pengguna gas metana.
c. Struktur Organisasi
Gambar 4. Struktur Organisasi TPA Wisata Edukasi Talangagung
Sumber : Modul Praktek Cerdas TPA Wisata Edukasi Talangagung 2016
Kelembagaan pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung mempunyai struktur organisasi yang
sederhana dengan fungsi-fungsi dasar yang memang diperlukan untuk
pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Adapun struktur
organisasi sebagaimana dimaksud dapat dijelaskan melalui gambar
tersebut. Saat ini, jumlah personel di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi Talangagung adalah 14 (empat belas) orang
yang terdiri dari pemegang jabatan sebagaimana disebutkan dalam
struktur organisasi serta tenaga teknisi, kebersihan dan keamanan
(lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
77
Personel yang terlibat dalam operasional Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Talangagung bertanggung jawab terhadap
operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan terhadap
perlengkapan inventaris Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diantaranya
meliputi alat berat (1 unit excavator), truk tangki (1 unit), peralatan
untuk pembuatan kompos, mesin pemilah plastik, mesin penyemprot
air, mesin conveyor untuk memilah sampah, beberapa unit pompa,
genset, blower, dan peralatan kantor (furnitur, dan lain sebagainya).
Dalam pelaksanaan tugasnya, organisasi Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi Talangagung bekerja sama dengan kader
lingkungan dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) baik
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pemanfaat gas metana
maupun Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk Air Minum
dan Pengelolaan Lingkungan (AMPL), Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang (lh.malangkab.go.id, 22 Juni 2017).
B. Penyajian Data
1. Inovasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dalam
Pengelolaan Sampah Melalui Program Waste To Energy di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung, meliputi :
a. Inovasi dalam pengelolaan Sampah
Meningkatnya jumlah penduduk dan semakin beragamnya
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat seiring berkembangnya
78
Perkotaan Kepanjen sebagai Ibu kota Kabupaten Malang berdasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
sehingga lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berada di tengah
kota menyebabkan bertambahnya volume sampah sehingga perlu
inovasi untuk menjadikan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
ramah lingkungan alam maupun masyarakat sekitarnya.
Gambar 5. Alur Pengembangan TPA Wisata Edukasi Talangagung
Sumber : Modul Praktek Cerdas TPA Wisata Edukasi Talangagung 2016
79
Berbagai masalah persampahan muncul di tengah-tengah
masyarakat seperti terjadi pembuangan sampah liar mengakibatkan bau
busuk yang mengganggu pernafasan, berkembang biaknya lalat
pembawa bibit penyakit, lingkungan menjadi kumuh dan kotor. Fokus
utama inovasi pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung adalah penataan atau rehabilitasi Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi serta pembangunan teknologi pengendalian
penanganan, serta pemanfaatan sampah Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi berguna untuk membuka wawasan tentang
pentingnya mengelola sampah dan meningkatkan keterampilan
bagaimana mengelola sampah dengan teknik-teknik yang mudah dan
sederhana serta perlunya menciptakan Lingkungan yang bersih, indah,
rapi, sejuk. Hal ini seperti disampaikan oleh Bapak Ir. Koderi selaku
Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang yang menyatakan bahwa :
"Ya inovasi ini tapi kita bukan yang pertama, ada Belanda yang
pertama kali menemukan ini, lalu ada saya dengan Pak Rudi dan
kawan-kawan yang bersedia membangun gas metan. Penangkapan
gas metana dari sampah sekarang sudah ada 250 sambungan rumah,
secara sosial mereka yang protes senang, ekonomisnya dia 1 bulan 3
kg, kurang lebih 30.000 tidak mengeluarkan uang untuk elpiji.
Pemanfataan gas metan juga ada banyak lainnya seperti AMEG,
fungsinya dari gas metan, kompor nona, semua yang dikeluarkan gas
metan. Yang beda itu genset, biasanya pake solar atau bensin,
sekarang pake metan, dimodifikasi” (Hasil wawancara tanggal 13
Mei 2017 di Rumah Bapak Ir. Koderi).
80
Beberapa pemanfaatan gas methane yang dilakukan di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dapat disimpulkan sebagai
flaring, oven kue BBG (Bahan bakar Gas) Methane, panggang sate
BBG (Bahan bakar Gas) Methane, kompor BBG (Bahan bakar Gas)
Methane, petromax BBG (Bahan bakar Gas) Methane, pompa air
BBG (Bahan Bakar Gas) Methane Genset BBG Methane, dan AMEG
Acculumator Methane Gas. Dari beberapa pemanfaatan Gas methane
yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar dimanfaatkan berupa Bahan Bakar Gas (BBG) yang
menghasilkan energi listrik dan panas. Dalam pemanfaatan ini,
masyarakat sekitar memperoleh keuntungan karena dapat menghemat
atau sampai tidak menggunakan kembali bahan bakar minyak.
Para penggagas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Talangagung mengembangkan produk-produk yang bisa dibuat dari
gas methane. Gas methane yang setara dengan 21 kali gas CO2 emisi
gas buang tidak disangka dapat berperan secara ekonomis bagi
masyarakat. Dinas Kebersihan berusaha mengembangkan inovasi
secara terus menerus agar tidak hanya warga sekitar saja yang bisa
merasakan kegunaan dari inovasi gas metan ini namun masyarakat
luas.
Sampah yang ada dan berasal dari masyarakat dan tidak pernah
diproses dan dilakukan kegiatan pemanfaatan secara ekonomis
terhadap sampah yang muncul. Akibatnya dapat disaksikan bahwa
81
sampah yang menggunung pada akhirnya tidak dapat ditangani.
Ketika tumpukan sampah sudah sangat banyak dan tidak dapat
tertangani maka langkah yang sering diambil oleh sebagian besar
daerah di Indonesia adalah dengan memindahkan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) ke tempat lain. Oleh karena itu, kemudian Dinas
Kebersihan mengubah sistem open dumping ini menjadi sistem
control landfil menuju ke arah Sanitary Control Landfill. Hal ini
seperti disampaikan oleh Bapak Ir. Koderi selaku Kepala Bidang
Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang yang menyebutkab bahwa :
“Dulunya itu gini Mas, dulunya itu open dumping, dulunya buang
setelah itu dikubur, sekarang sudah semi landfill jadi begitu ada
sampah ditutup, di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
kita programnya untuk pertama-tama pake sistem semi control
landfill nantinya akan mengarah sanitary control landfill, program
kedua untuk mengurangi sampah masuk dan memperpanjang umur
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).” (Hasil wawancara tanggal 13
Mei 2017 di Rumah Bapak Ir. Koderi).
Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang sesuai
ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah memberikan perubahan pola operasi dari terbuka
menjadi lahan urug terkendali dengan mempertimbangkan letak
topografi dan struktur geologi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) serta
ketersediaan tanah atau material penutup lainnya sehingga
memudahkan dan mempercepat penguraian sampah. Selanjutnya
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013
82
tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan, dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga, pemrosesan akhir sampah secara lahan urug
terkendali meliputi kegiatan penimbunan/pemadatan sampah,
penutupan timbunan sampah, pengelolaan lindi dan pengendalian gas.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung berada dalam area
dengan kontur tanah naik turun sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan kegiatan gali dan urug.
Gambar 6. Proses Penimbunan/Pemadatan Sampah
Sumber : Dokumentasi di TPA Talangagung Kabupaten Malang 17 Mei 2017
Cekungan untuk penimbunan sampah dilapisi lapisan kedap air
berupa geomembran baik pada dasar maupun dindingnya. Lapisan
kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi masuk ke
dalam lapisan tanah. Berikut adalah bentuk proses pengelolaan
83
sampah yang ada di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA Wisata Edukasi
Talangagung :
1) Penimbunan atau pemadatan sampah-sampah dari truk ditimbun ke
dalam cekungan, diratakan, dan dipadatkan dengan menggunakan
alat berat. Pemadatan sampah dimaksudkan agar timbunan sampah
cukup kuat untuk dapat menerima lapisan sampah selanjutnya.
2) Penutupan sampah dengan tanah atau materi penutup lainnya. Pada
awal pengoperasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung, hamparan sampah yang sudah dipadatkan
ditutup lapisan tanah secara berkala yaitu setiap 5-7 hari sekali
dengan ketebalan tanah penutup sekitar 15-20 cm. Dengan
berjalannya waktu, pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi mengalami kesulitan untuk pengadaan tanah
penutup, sehingga pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
berinovasi dengan cara menutup sampah yang sudah dipadatkan
menggunakan terpal dan membukanya kembali ketika akan
ditambah dengan sampah baru. Dengan cara ini, proses
dekomposisi dan fermentasi anaerob sampah berjalan dengan lebih
baik serta terhindarnya air hujan dalam jumlah berlebihan masuk
ke dalam timbunan sampah. Penutupan sampah secara berkala
memungkinkan terjadinya proses fermentasi anaerob. Untuk
membantu kelembaban sampah dan mempercepat proses
fermentasi anaerob, air lindi diresirkulasi dari kolam pengolahan ke
84
dalam timbunan sampah. Metoda penimbunan sampah ini disebut
sebagai metode landfill semi anaerobic. Sedangkan untuk sel yang
sudah penuh dilakukan penutupan akhir dengan tanah setebal 50-
100 cm. Kemudian ditanami berbagai tumbuhan yang tahan
terhadap kondisi asam.
Gambar 7. Pengolahan Air Lindi
Sumber : Dokumentasi di TPA Talangagung Kabupaten Malang 17 Mei 2017
3) Pengolahan air lindi dialirkan melalui pipa berlubang-lubang yang
telah diletakan secara horizontal di atas lapisan kedap air dalam
dasar cekungan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kemudian air
lindi mengalir secara gravitasi ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) untuk dinetralkan dan kemudian diresirkulasi ke sel Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA).
85
4) Pemanfaatan Gas Metan. Setelah beberapa hari, sampah tersebut
sudah bisa langsung dimanfaatkan dengan cara menghubungkan
tong yang sudah didesain dengan selang dan dihubungkan ke
kompor gas, layaknya menghubungkan selang gas ke kompor pada
umumnya. Untuk hasil yang lebih maksimal sebaiknya
menggunakan empat tong untuk satu kompor gas. Selain itu
penggunaan gas dengan metode ini dapat bertahan lama. Bisa
sampai berbulan-bulan. Dengan demikian, sampah tidak akan
menumpuk terlalu lama di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kalau
gas yang dihasilkan oleh sampah tersebut habis, sisa yang ada di
tong tersebut bisa langsung dimanfaatkan menjadi kompos.
Pemanfaatan gas metan seperti yang disebutkan di atas dapat
dilihat di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini dibagi menjadi
beberapa zona yang dapat dikunjungi oleh para pengunjung dan
petugas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) siap untuk memberikan
penjelasan tentang pengolahan sampah. Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung memiliki taman yang dipenuhi oleh bunga dan
tanaman penunjang lainnya. Ketika sampah datang, alat berat yang
ada akan segera menimbun sampah tersebut dengan tanah. Tidak
hanya ditimbun, petugas juga menanam pipa untuk sirkulasi gas
methan akibat pembusukan sampah oleh bakteri. Pipa yang
mengandung gas methan tersebut kemudian disalurkan ke suatu
86
tempat untuk diolah menjadi gas methan yang siap digunakan.
Pengelolaan gas metan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini
tidak menggunakan teknologi yang rumit dan serba mahal,
teknologi yang digunakan oleh Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
ini sedernaha saja, mengalirkan gas methan yang hasilkan dengan
menggunakan pipa, lalu mengalirkan gas metan tersebut ke
instalasi pemilahan gas metan untuk diolah dan dijernihkan. Hal
senada juga disampaikan oleh Bapak Rudi Santoso, Kepala UPT
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung yang menyebutkan
bahwa :
"Inovasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) mengedepankan
kesederhanaan, maksudnya kesederhanaan ini andaikata orang
lain pun siapapun bisa meniru, andaikata mau mereplikasi
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung itu sangatlah
mudah dengan biaya terjangkau, mulai dari instalasi penangkap
gas semua peraga-paraganya kita tampakkan.” (Hasil
wawancara tanggal 3 Mei 2017 di Wisata Edukasi
Talangagung).
Pengelolaan gas metan ini walaupun sederhana namun memiliki
tingkat keefektifan yang cukup tinggi. Gas metan yang dikelola
dengan baik di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dapat
mengurangi pencemaran di udara sehingga udara di sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) masih sejuk dan segar. Hasil pengelolaan
gas metan ini juga bermanfaat bagi masyarakat karena rumah-rumah
di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dapat menggunakan gas
87
hasil pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagai
pengganti LPG.
Penggunaan listrik di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) juga
menggunakan sumber energi gas methan yang telah ditampung
sehingga dapat mengurangi biaya operasional Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA). Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan gas metan ini
dapat menjadi sumber energi baru yang terbarukan dan tidak merusak
keseimbangan alam. Hal ini juga merupakan wujud perhatian
Pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat.
b. Bentuk-bentuk dan proses dalam program pengelolaan sampah
berbasis Waste To Energy
Secara normatif, lembaga atau instansi pengelola persampahan
merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari
sumber sampai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) pelayanan
persampahan di lapangan juga dilaksanakan langsung oleh dinas.
Dinas berfungsi sebagai regulator sekaligus menjadi fasilitator.
Pemerintah Kabupaten Malang yang didasari oleh Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 13
menyebutkan bahwa pada intinya dalam rangka mendukung kegiatan
pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan teknologi ramah lingkungan sesuai
dengan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi dalam pengelolaan
sampah.
88
Berdasarkan observasi dengan adanya Peraturan Daerah di atas,
Pemerintah Kabupaten Malang kemudian melakukan penelitian dan
pengembangan teknologi yang ramah lingkungan yang selanjutnya
melahirkan inovasi tentang pengelolaan sampah. Pada Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 48
ayat 1 juga disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan
insentif kepada lembaga dan badan usaha yang melakukan inovasi
terbaik dalam pengelolaan sampah. Hal ini merupakan wujud
kepedulian pemerintah daerah Kabupaten Malang dalam inovasi
pengelolaan sampah.
Dinas Lingkungan Hidup merupakan sebuah instansi pemerintah
yang mempunyai tugas melaksanakan kewengan daerah di Bidang
Kebersihan dan Pertamanan serta melaksanakan tugas pemantauan
yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah propinsi. Dalam
melaksanakan tugas antara lain meningkatkan kualitas dan kuantitas
taman kota, penghijauan dan pemakaman serta menyusun rencana
strategis bidang persampahan dan pengelolaannya. Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang adalah Dinas yang membawahi Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung dan
memberikan pendanaan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung.
Keberhasilan suatu program ataupun kegiatan pasti terdapat
faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya, baik itu faktor internal
89
organisasi maupun faktor eksternal atau di luar organisasi. Inovasi
yang dikembangkan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
juga memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi implementasinya.
Berikut faktor-faktor yang mendukung keberhasilan inovasi
pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung:
1) Adanya sharing mengenai pengelolaan sampah
Pihak pengelola utamanya Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang membutuhkan masukan dari berbagai pihak
baik masyarakat, akademisi, instansi lain, ataupun kader
lingkungan. Tujuannya adalah untuk bersatu padu mencari
alternatif yang efektif menangani masalah sampah. Seperti
penjelasan yang disampaikan Bapak Suntono, Kasi Pengurangan
Sampah yang menyatakan bahwa :
“Disini mengistilahkan sharing jadi belajar bareng-bareng.
Kalo berbicara masalah belajar bareng-bareng, teman-teman
itu kalau menyebut itu nggak ada yang pangkatnya paling
rendah sampai pangkat yang paling rempol. yang tingkat
profesor atau yang kaya dan yang miskin. Semua itu bersatu
padu untuk menghadapi sampah yang ada di Kabupaten
Malang khususnya yang ada di lingkugannya masing-masing
ya rumah tangga, sekolahan, perkantoran. Soalnya kita sadar
atau tidak bahwa setiap manusia sejak lahir sampai tutup usia
menghadirkan sampah.” (Hasil wawancara pada tanggal 3 Mei
2017 di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang).
Kerjasama melalui sharing dan bertukar pikiran menjadi upaya
dalam menghadapi permasalahan sampah di Kabupaten Malang.
90
Sharing dilakukan tanpa membedakan status sosial, karena pada
dasarnya semua orang perlu mengelola sampahnya di lingkungan
masing-masing. Disadari atau tidak setiap manusia sejak lahir
setiap hari selalu menghasilkan sampah. Kesediaan dan kesiapan
pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dalam
menyambut ajakan warga untuk sharing ataupun membagi ilmu
kepada warga terkait masalah lingkungan dan pengelolaan sampah.
Forum dan tindakat tersebut adalah salah satu bentuk inovasi
secara teknis. Hal ini disampaikan oleh Bapak Mustofan, Kasi
Penanganan Sampah yang menjelaskan bahwa :
“Itu dari desa ke desa diundang malam hari biasanya
mengadakan sharing, ya sama untuk mengetahui pengelolaan
sampah yang ada di wilayah masing-masing. Tidak lepas dari
kerjasama pak camat di daerah setempat. Jadi, di Kabupaten
Malang ini sebutnya sosialisasi itu jemput bola, menyediakan
waktu 24 jam termasuk hari Sabtu, Minggu, dan pada tanggal
merah atau hari libur. Biasanya warga masyarakat itu
sempatnya malam hari, hari libur. Ini ya harus siap untuk
menghadiri, mengajak sharing istilahnya bukan sosialisasi tapi
sharing, soalnya untuk belajar masalah lingkungan itu kalau
disini tidak ada orang pinter-pinteran. Jadi disini menyediakan
waktu 24 jam dan siap untuk menghadiri setiap saat diundang
oleh warga.” (Hasil wawancara pada tanggal 3 Mei 2017 di
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang).
Keseriusan pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
dari desa ke desa demi melakukan sharing. Melibatkan aparat desa
atau camat menyediakan waktu 24 jam untuk sharing. Kegiatan ini
memberikan banyak informasi dan sebagai sarana bertukar pikiran,
karena anggapannya adalah semua orang perlu untuk belajar
91
masalah lingkungan. Hal ini ditanggapi oleh pihak Kecamatan
Kepanjen, Bapak Misdi selaku kasi Ekbang PP Kecamatan
Kepanjen yang menjelaskan bahwa :
“Ya pernah ada sharing atau ngobrol-ngobrol terkait
pengelolaan sampah dari Cipta Karya. Cuma sekedar bertukar
pikiran, atau untuk mengetahui masalah seputar sampah tadi.
Tapi kalau yang paling sering biasanya di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) itu banyak sekali kunjungan baik itu dari luar
negeri juga pernah mancanegara. Nah dari situ juga biasanya
ada seperti sharing. Yang diutamakan sharingnya itu tentang
pembuatan kompos dan pemanfaatan gas, bagaimana caranya
membuat biogas itu kok bisa sampai dimanfaatkan oleh
masyarakat. Biasanya itu yang dibicarakan masalah itu." (Hasil
wawancara pada tanggal 3 Mei 2017 di Kantor Kecamatan
Kepanjen).
Berdiskusi atau bertukar pikiran mengenai permasalahan
sampah juga dilakukan melalui pihak kecamatan salah satunya.
Akan tetapi, yang paling sering dilakukan adalah melalui adanya
kunjungan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung yang
berasal dari berbagai pihak. Misalnya sharing mengenai
pemanfaatan sampah untuk dijadikan kompos dan gas metan.
Dapat disimpulkan bahwa pihak Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang berupaya menampung masukan dari luar
organisasi. Seperti pihak kecamatan untuk diajak berdiskusi terkait
dengan pengelolaan sampah, selain itu yang paling sering adalah
sharing melalui kunjungan-kunjungan di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung.
92
2) Adanya kesungguhan dan kesadaran akan manfaat inovasi
Pada dasarnya suatu peraturan atau kebijakan yang dibuat telah
melalui telaah dan pertimbangan akan dampaknya baik positif
maupun negatif. Pelaksana kebijakan dan juga masyarakat diminta
untuk percaya terhadap peraturan yang telah dibuat oleh
pemerintah, mematuhi, dan turut berpartisipasi dalam
melaksanakannya. Kepatuhan pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung terhadap undang-undang mendasari
munculnya inovasi pengelolaan sampah tersebut Seperti pemyataan
yang diungkapkan oleh Bapak Rudi Santoso, Kepala UPT Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung menyatakan bahwa :
“Begitu kita mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini, kita mencoba
untuk mereplikasi daripada undang-undang itu tadi berusaha,
munculah seperti ini. Enak kok ternyata aturan itu kalau
dijalani kuncinya bukan seluruhnya itu dari anggaran,
kuncinya adalah sebuah kesungguhan dan konsisten itu saja."
(Hasil wawancara pada tanggal 5 Mei 2017 di TPA
Talangagung).
Inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
muncul berawal dari mencoba dan mereplikasi Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Manfaat yang
diperoleh dari dijalankannya undang-undang tersebut adalah
munculnya inovasi itu sendiri. Kunci dari adanya inovasi di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung adalah
kesungguhan dan konsistensi. Adanya kemauan yang kuat untuk
93
mencoba dengan berpedoman pada standar yang ditetapkan
undang-undang. Faktor lain yaitu keseriusan agar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dapat diterima oleh
masyarakat sekitar pendapat ini diungkapakan oleh Bapak Renung
Rubiyatadji, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3
menjelaskan bahwa :
“Faktor pendorong inovasi ini yaitu keseriuasan dari pengelola
dan juga ada faktor lingkungan. Artinya kita serius untuk
bagaimana supaya kita itu tidak dimarahi lingkungan, kita itu
takut kalau masyarakat disitu marah. Artinya kalau sampai ada
gejolak ada demo ini kan berarti kita harus lebih berhati-hati,
keseriusan itu jangan sampai membuat masyarakat kecewa.
Nah disitu juga ada peran sosial sebagai pengontrol.
Bagaimana menjadikan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) itu
menjadi tidak mendapat gesekan sosial dari masyarakat
setempat, kalau dulu kalau bau aja jadi masalah. Sekarang kita
bina supir-supir itu kalau bawa sampah ditutup dirapikan."
(Hasil wawancara pada tanggal 3 Mei 2017 di Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang).
Keseriusan dari pengelola juga mempertimbangkan lingkungan
sosial masyarakat sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Tujuannya adalah agar lingkungan sosial masyarakat di sekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dapat menerima
keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sehingga tidak
menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Keseriusan pengelola
untuk tidak membuat masyarakat kecewa yaitu dengan cara
mengelola sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung dengan sebaik-baiknya, serta mengkondisikan
94
agar pencemaran di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
dapat diminimalisir.
Seperti melakukan pembinaan pengendara armada pengangkut
sampah untuk menutup dan merapikan sampah yang dibawa,
karena akses jalan menuju Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung adalah melewati rumah-rumah warga. Bau yang
ditimbulkan saja dapat menjadi masalah bila tidak ditangani. Selain
itu, adanya manfaat dalam inovasi juga menjadi faktor pendorong.
seperti gas metan yang dihasilkan dari sampah dapat menjadi
Bahan Bakar Gas (BBG). Sistem pengelolaan sampah yang
diterapkan juga membawa manfaat terhadap usia dari Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) itu sendiri. Hal ini seperti yang
disebutkan oleh Bapak Rudi Santoso, Kepala UPT Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung yang menyatakan bahwa :
"Dengan adanya perlakuan yang seperti ini sederhana. Ini
memperpanjang usia atau zona-zona yang ada di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) ini sendiri." (Hasil wawancara pada
tanggal 5 Mei 2017 di TPA Talangagung).
Lama usia Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dipengaruhi oleh
volume sampah yang semakin meningkat dengan kurun waktu
yang relatif cepat, sehingga cara dalam mengelola sampah di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dapat menentukan panjang usia
zona di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Ini menjadi salah satu
keuntungan dari inovasi. Jadi, keuntungan dari adanya sebuah
inovasi dapat mendorong Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
95
Malang sebagai pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk
terus berinovasi, karena dari situ ternyata banyak manfaat yang
diperoleh.
Hasilnya, keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung justru membawa manfaat melalui potensi sampahnya
yang telah diolah. Seperti hakikat dari inovasi itu sendiri yaitu
memiliki keunggulan dan selalu lebih baik dari kondisi
sebelumnya, sehingga dengan kata lain inovasi akan membawa
manfaat atau keuntungan. Inilah yang disadari oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, khususnya yang menangani
bidang kebersihan, karena pengelolaan sampah di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung menjadi salah satu program
unggulan bidang persampahan.
3) Adanya reward (penghargaan) yang diterima dari berbagai
kompetisi
Penghargaan atau reward selalu menjadi motivasi terbesar
dalam upaya mendorong kinerja dalam hal apapun. Termasuk
dalam organisasi sektor publik yang membutuhkan motivasi lebih
agar bisa mempersembahkan pelayanan yang maksimal kepada
publik. Untuk menumbuhkan budaya bersih, Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang memulai dari kebersihan kantor
dinasnya yang diberlakukan pada setiap bidangnya. Seperti yang
diungkapkan Bapak M. Rasul Kadarisman selaku Staf Seksi
96
Penanganan Sampah yang menyebutkan bahwa :
“Setiap apel pagi selalu dimulai dengan kebersihan kantor. Jadi
kantor itu diharapkan nanti bisa tercipta seperti kantor-kantor
yang lain utamanya di swasta. Diusahakan disini ini pak kepala
dinas itu mengharapkan di setiap bidang nanti sifatnya
kompetitif, yang paling bersih dikasih penghargaan atau
hadiah." (Hasil wawancara pada tanggal 3 Mei 2017 di Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
mengusahakan budaya bersih dimulai dari kebersihan kantor
dengan bersifat kompetitif antar bidang-bidang. Sebagai timbal
baliknya, bidang yang berhasil menjaga kebersihan akan diberikan
reward. Selain penghargaan diberikan sebagai motivasi dalam
menjaga kebersihan kantor, penghargaan tersebut dapat
menumbuhkan budaya bersih dalam organisasi.
Manfaatnya adalah penumbuhan kesadaran akan kebersihan
dapat lebih ditingkatkan. Penghargaan lain yaitu adanya adipura,
yang ditujukkan untuk kota yang berhasil dalam kebersihan dan
pengelolaan lingkungan. Ini juga yang memotivasi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang untuk menciptakan inovasi
dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini seperti penjelasan dari
Bapak Suntono selaku Kasi Pengurangan Sampah yang
menjelaskan bahwa :
"Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dikatakan bahwa salah satu syarat untuk
ikut adipura itu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) harus
memakai sistem controlled landfill dan ada beberapa syarat
97
yang harus terpenuhi, nggak hanya di controlled landfill tapi
bagaimana nanti pengelolaan lindinya, bagaimana sabuk hijau,
bagaimana sumur pantau termasuk biopori. Kan masalah
lingkungan, pengelolaan sampah itu roh nya ada seperti
adipura. Itu sebenarnya sejauh mana kita menumbuh
kembangkan kesadaran warga masyarakat kalau bisa sejak usia
dini. Rohnya seperti itu, kalau masalah adipura itu konsekuensi
daripada kita berbuat." (Hasil wawancara pada tanggal 3 Mei
2017 di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah yang menyebutkan beberapa syarat adipura
terkait dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), mendorong
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung beranjak dari
sistem lama menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih baik.
Akan tetapi, bukan mutlak adipura saja yang mempengaruhi
inovasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung, yang lebih
penting adalah menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat.
Meskipun masih tergolong baru menjadi ibu kota kabupaten,
Kepanjen sudah berhasil mempertahankan penghargaan adipura
kategori kota kecil hingga beberapa kali.
Salah satu yang menyebabkan Kepanjen memperoleh adipura
adalah inovasi pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung yang memberi manfaat kepada warga melalui
gas metan. Di samping itu, berdasarkan data Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang telah banyak menerima prestasi dan
pengharagaan dibidang lingkungan dengan mengikuti berbagai
kompetisi sepanjang tahun 2011 hingga 2015. Seperti pernyataan
98
yang disampaikan oleh Bapak Renung Rubiyatadji selaku Kepala
Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 menjelaskan bahwa :
"Kalau waktu dulu 2011 kita ikutkan eco creative di Jakarta
juara 1, terus 2012 energi di tingkat provinsi ada juara l. Terus
setelah itu, ada gubernur masuk, jadi mengajak sekitar 2.700
masyarakat berkumpul di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
untuk menggelar kampung mandiri energi. Di atas Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung itu, ada gelar seni, ada
pameran. Nanti makanya ingin kita gelar, masak tempe dengan
gas metan. Jadi nanti dibuatkan kompor masak tempe." (Hasil
wawancara pada tanggal 16 Mei 2017 di Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang).
Pada tahun 2011, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Dinas yang
semula menaungi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
sebelum dialihkan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
pada 2017) khususnya Bidang Kebersihan dan Pertamanan
mengikutsertakan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
dalam kompetisi bertema eco creative di Jakarta. Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung berhasil meraih juara dalam kompetisi
tersebut. Tahun 2012, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung
kembali meraih juara 1 di bidang energi tingkat provinsi.
Bertempat di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung,
Gubernur Provinsi Jawa Timur mengajak sekitar 2.700 orang untuk
gelar seni dan pameran dalam rangka peresmian Desa Talangagung
sebagai Kampung Mandiri Energi. Kesimpulannya adalah
penghargaan atau reward melalui berbagai kompetisi semakin
memacu khususnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
99
sebagai pengelola untuk semakin meningkatkan kinerja dalam
menciptakan inovasi dalam memacu semangat untuk terus peduli
terhadap lingkungan khususnya dalam hal pengelolaan sampah.
Dengan keberhasilan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan
bernilai guna bagi masyarakat sekitar, Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung telah diganjar beberapa penghargaan seperti
Penghargaan Nasional dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi dengan Top 25 Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2015 maupun Piala Kalpataru untuk inovator Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi, yaitu Koderi. Di samping
mendapat penghargaan, prestasi yang dihasilkan dari inovasi ini
membuat Kota Kepanjen dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung khususnya semakin dikenal masyarakat.
Saat ini, lahan yang digunakan untuk timbulan sampah adalah
lahan ketiga yang pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini disebut
dengan zona aktif, sedangkan lahan bekas lokasi pembuangan diberi
nama zona pasif. Timbulan sampah akan menyebabkan terciptanya
gas CH4 (Methane), gas methane tersebut bisa berupa bau busuk yang
menyebar ke udara. Pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung ini penangkapan gas methane dimulai dari :
1) Pipa Instalasi Penangkapan Gas Metan
Sampah yang telah melalui proses penimbunan dilakukan
penangkapan gas methane mengugunakan pipa horisontal dan
100
vertikal. Pipa ini dimasukkan kedalam timbulan sampah untuk
menangkap gas methana pada sampah yang kemudian di pompa
ke instalasi penangkapan gas methana. Instalasi penangkapan gas
metana akan membagi-bagi hasil pemompaan ke beberapa pipa
instalasi penangkapan gas methane yang dilakukan agar gas
methane tidak menyebar di udara karena gas methane merupakan
salah satu gas beracun.
2) Pemurnian Gas Methan Pemisahan Air Lindi
Gas methane hanya bisa dimanfaatkan apabila telah terpisah
dari air lindi karenanya dilakukan instalasi pemurnian gas methane
pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, terdapat fasilitas yang
berupa tempat pemisahan air lindi yang berfungsi untuk
memisahkan air lindi dari gas methane agar tidak tercampur. Hal
ini dikarenakan gas methane ini dapat berbahaya bagi lingkungan.
Hal ini seperti disampaikan oleh Bapak Rudi Santoso selaku
Kepala UPT Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung yang
menyatakan bahwa :
"Jadi dengan lingkungan yang ada di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) bagaimana efek dampak gas metan yang terlepas
begitu saja, efek dampak 1 ton CH4 = 21 Ton CO2+H2O emisi
gas buang, ada sistem pengendalian dengan flaring dengan
posisi terbakar. Analisisnya gas metan alias CH4 kalau terbakar
membutuhkan O2 sehingga menjadi CO2.” (Hasil wawancara
pada tanggal 3 mei 2017 di TPA Talangagung).
101
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung Kepanjen,
Kabupaten Malang mempunyai fasilitas yang berupa pipa instalasi
pemilahan. Pipa ini berfungsi untuk memisahkan antara gas amonia
dan CO2. Hal tersebut dilakukan karena gas methane tidak dapat
digunakan apabila tercampur dengan kandungan zat lainnya.
Pemurnian gas metana digunakan untuk mengurangi dampak
lingkungan akibat dari pembakaran gas metana. Pemurnian gas
metana diolah didalam tiga tabung setinggi kurang lebih 2 meter.
Di dalam tabung tersebut telah dimasukkan beberapa zat pemurni.
Proses ini dibantu dengan AMEG untuk convertasigas metana ke
tabung pemurian.
3) Meteran Gas Metana Inovasi
Alat ini merupakan inovasi dari penggunaan meteran air
dengan beberapa modifikasi untuk disesuaikan dengan
penggunaannya. Ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung. Munculnya
berbagai inovasi lanjutan pemanfaatan gas metana berupa
penciptaan alat-alat teknologi tepat guna untuk keperluan rumah
tangga. Dalam proses pengembangan pemanfaatan gas metana,
inisiator melakukan trial and error untuk menyempurnakan proses
dan prosedur pemanfaatannya sehingga didapatkan kondisi yang
diharapkan.
102
Kondisi tersebut kemudian dituliskan dalam Standard and
Operating Procedures (SOP) yang telah menjadi panduan
pengelolaan gas metana sebagai energi alternatif dari sampah.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang juga turut terlibat
dalam pelaksanaan praktik cerdas melalui kegiatan pengawasan
secara reguler. Dalam pengukuran tekanan gas diperlukan meteran
gas, namun harganya yang mahal membuat Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung menggunkan meteran air yang
memiliki fungsi dan kegunaan yang sama tetapi dengan harga
yang lebih murah. Hal ini seperti disampaikan oleh Bapak Rudi
Santoso selaku Kepala UPT Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung yang menyatakan bahwa :
"Meter gas metan dimodifikasi meteran air dimodifikasi untuk
meter gas sehingga sebagai alat ukur minimal kita ketahui laju
gasnya walaupun tidak high tech." (Hasil wawancara pada
tanggal 3 Mei 2017 di TPA Talangagung).
4) Sistem Kendali Kapasitas Gas Metana
Dengan dilakukannya tahap pemurnian maka gas methane
murni dapat dimanfaatkan untuk memenuhi beberapa kebutuhan
manusia, namun dibalik pemenuhan tersebut tetap ada sistem
kendali agar gas methane tersebut tidak mencemari lingkungan
dan dapat dimanfaatkan lebih lanjut dengan berbagai inovasi.
103
Gambar 8. Proses Pemanfaatan Gas metan
Sumber : Modul Praktek Cerdas TPA Wisata Edukasi Talangagung (2016)
Sistem ini menggunakan kran-kran untuk disalurkan kepada
masyarakat yang menggunakan gas metana sebagai sumber bahan
bakar untuk keperluan memasak. Pada beberapa titik terdapat
lokasi sumur pantau yang digunakan untuk memantau kadar
104
pencemaran air lindi dari sampah tersebut ke badan air. Untuk
mengelola pemanfaatan gas metana sebagai sumber energi,
masyarakat membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
yang terbentuk di Kelurahan Ardirejo dan di Desa Talangagung
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Masyarakat belajar
berorganisasi untuk mengelola iuran pemanfaatan gas metana
secara mandiri. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) melakukan
pengumpulan dan pengelolaan iuran untuk penggunaan gas metana.
2. Dampak dari Penerapan Inovasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang dalam Pengelolaan Sampah Melalui Program Waste To
Energy di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung
Dalam proses pengelolaan sampah banyak sekali dampak yang
ditimbulkan, mulai dari dampak lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam
konteks inovasi, dampak didambakan adalah dampak yang bersifat positif.
Berikut data yang dikumpulkan selama proses penelitian terkait dampak
yang ditimbulkan dengan adanya inovasi yang dilakukan oleh Ir. Koderi
dalam pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung.
a. Dampak Lingkungan
Dampak yang nyata dan dirasakan setelah adanya inovasi di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung adalah
105
dampak terhadap lingkungan pemukiman warga di sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) wisata Edukasi Talangagung. Sampah yang
diolah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menghasilkan banyak
sekali jenis gas, gas inilah yang membuat udara disekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi bau dan banyak lalat yang
berkembang biak secara cepat karena adanya sampah yang kotor.
Untuk menanggulangi hal tersebut, berikut pernyataan Bapak Ir.
Koderi selaku Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang :
"Sampah yang diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini
sangat banyak dan ditumpuk-tumpuk kemudian dilakukan peng-
coveran atau ditutup dengan tanah. Setelah sampah tersebut ditutup
dengan tanah, terjadi proses pembusukan sampah yang dilakukan
oleh bakteri anaerobic yang menhasilkan berbagai macam biogas
seperti CH4, CO2 dan gas beracun yang menimbulkan bau
menyengat yaitu H2S. Komposisi gas paling tinggi yaitu CH4 dan
CO2. Gas CH4 atau gas metan ini sangat berbahaya bagi lingkungan
dan berperan terhadap pengrusakan ozon. Satu ton CH4 sama dengan
24 ton CO2 daya rusaknya terhadap ozon. Fungsi dari penutupan
sampah dengan tanah adalah selain untuk menutupi gas yang keluar,
juga untuk mengurangi proses perkembangbiakan lalat. Dan untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh gas, kami melakukan
penangkapan terhadap gas tersebut kemudian kami purifikasi untuk
selanjutnya dimanfaatkan dan disalurkan ke rumah-rumah warga".
(Hasil wawancara pada tanggal 13 Mei 2017 di Rumah Bapak Ir.
Koderi).
Dari penuturan pak Koderi diatas beberapa hal yang dapat digaris
bawahi adalah bau dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ditimbulkan
dari adanya gas yang dihasilkan oleh bakteri anaerobic. Gas-gas yang
dihasilkan diantaranya CH4, CO2 dan H2S yang beracun dan
106
menimbulkan bau menyengat. Untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh gas tersebut, dilakukan penangkapan gas dan proses
purifikasi. Sedangkan fungsi adanya penutupan sampah dengan tanah
adalah untuk mengurangi perkembangbiakan lalat. Dampak yang
dirasakan oleh masyarakat terhadap lingkungan disekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung disampaikan
oleh Ibu Ani yatul (30 tahun) warga RT 1/RW 1 Desa Talangagung
sebagai berikut :
"Pada saat Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) belum dibangun seperti
sekarang, baunya itu sering kemana-mana. Bahkan lalatpun sangat
banyak, namanya juga tempat sampah pasti bau dan disukai lalat.
Alhasil kami warga-warga sini merasa dirugikan, tapi namanya juga
masyarakat menguluhnya didalam hati saja. Tapi sekarang, baunya
sudah sangat jarang tercium, kalau angin lagi kencang baru tercium
itupun kadang tidak ada bau sama sekali.” (Hasil wawancara pada
tanggal 14 mei 2017 di Rumah Ibu Aniyatul).
Senada dengan apa yang disampaikan Ibu Aniyatul, Bapak Jumali
(59 tahun) warga RT 1/RW 1 yang sehari-harinya menjadi pemulung
di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) memberikan komentar sebagai
berikut :
" Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dulu itu bau, lalat banyak sekali.
Bahkan saya sudah berada di luar kawasan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) pun bau menyengatnya masih tercium. Karena saya
kerjaanya mulung disana, jadi tiap hari saya kesana walaupun bau.
Tapi sejak gasnya ditangkap, jadi tidak ada bau sama sekali.” (Hasil
wawancara pada tanggal 12 Mei 2017 di Rumah Bapak Jumali).
Dari pernyataan Ibu Aniyatul dan Bapak Jumali, dapat dilihat
bahwa sebelum adanya inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
107
Wisata Edukasi Talangagung, lingkungan sekitar kotor sehingga
mengakibatkan banyaknya lalat yang berkembang biak. Selain kotor,
sebelum dilakukan inovasi penangkapan dan pemanfaatan gas metan
lingkungan sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yaitu
pemukiman penduduk berbau tidak sedap akibat gas yang terbawa
oleh angin sehingga mengakibatkan bau tersebut. Akan tetapi setelah
dilakukan inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung, lalat dan bau tidak sedap dapat direduksi. Selain itu,
dampak yang dirasakan dengan adanya inovasi dalam sistem
pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung adalah tidak tercemarnya tanah dan air di sekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Berikut pemaparan Bapak Ir.
Koderi :
“Untuk mengontrol tingkat pencemaran air dan tanah disekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), kami membuat tiga sumur pantau
disekitar area Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan setiap enam
bulan sekali sampel air dari sumur pantau tersebut dibawa ke
laboratorium untuk dicek. Dari sinilah kita bisa mengetahui apakah
proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung mencemari lingkungan atau tidak.
Untuk tempatnya, sumur pantau pertama berada didekat kali Metro,
sumur kedua berada di dekat zona 3 dan yang terakhir ada di bagian
utara Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau tempat penampungan
sampah sementara sebelum dimasukan ke zona pengelolaan akhir
sampah untuk dilakukan pengcoveran.” (Hasil wawancara pada
tanggal 13 Mei 2017 di Rumah Bapak Ir. Koderi).
Menambahkan apa yang telah disampaikan pak Koderi d iatas,
Bapak Rudi memberikan keterangan terkait sumur pantau tersebut :
108
“Sumur pantau itu baru dibangun sejak tahun 2009 tepatnya sejak
kami memulai inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung dan sejak saat itu sampai sekarang, hasil
pemeriksaan air dari sumur pantau di laboratorium tidak pernah
tercemar. Artinya proses yang kami lakukan tidak mencemari
lingkungan. Akan tetapi, kami merasa menyesal karena pada saat
proses pengelolaan sampah secara open dumping sebelumnya, sumur
pantau ini belum dibangun. Sehingga kami tidak mengetahui apakah
pada proses pengelolaan open dumping mencemari air dan tanah atau
tidak" (Hasil wawancara pada tanggal 17 Mei 2017 di TPA Wisata
Edukasi Talangagung).
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa sejak adanya inovasi dalam
proses pengeloaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung sama sekali tidak merusak lingkungan
baik air maupun tanah. Hal ini dibuktikan dengan adanya tiga sumur
pantau yang difungsikan sebagai alat untuk mengukur pencemaran
yang ada dilingkungan pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Kepanjen merupakan salah satu titik
yang menjadi bahan penilaian piala adipura, Kota Kepanjen pada
tahun 2014 menerima penghargaan Adipura kategori kota kecil.
Berikut penuturan Bapak Rudi Rudi :
“Kota Kepanjen pada tahun 2014 kemarin menerima penghargaan
piala Adipura kategori kota kecil, salah satu bahan penilaiannya
adalah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung. Kami berusaha semaksimal mungkin agar
penghargaan lingkungan ini terus kami peroleh dari tahun ke tahun.”
(Hasil wawancara pada tanggal 17 Mei 2017 di TPA Wisata Edukasi
Talangagung).
Pernyataan pak Rudi diatas menerangkan bahwa Kabupaten
Malang yang diwakili oleh Kota Kepanjen menerima penghargaan
109
Adipura kategori kota kecil dimana Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung menjadi bahan dalam penilaian untuk
penghargaan lingkungan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan data dari
Kementerian Lingkungan Hidup yang memberikan nilai 75,35 untuk
Kota Kepanjen Kabupaten Malang (http:/iwww.menlh.go.idnilai-kota-
adipura-dipublikasikan-klh, 17 Mei 2017). Secara keseluruhan, dapat
disimpulkan bahwa setelah adanya inovasi dari proses pengelolaan
sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat
adalah udara yang ada disekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
menjadi lebih bersih.
Hal ini dikarenakan proses penangkapan dan purifikasi biogas
yang berasal dari sampah yang ada di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) dimana gas-gas yang terkandung didalamnya dapat
dikendalikan. Gas berbahaya seperti CH4 atau gas metan yang
berpotensi merusak ozon dapat ditangkap dan dimanfaatkan oleh
warga sekitar, sedangkan gas CO2 atau karbon dioksida direduksi
dengan 109 sistem purifikasi demikian juga dengan H2S yang
direduksi dengan 109 sistem purifikasi sehingga gas yang sangat
berbahaya dan menimbulkan bau menyengat ini dapat kadarnya dapat
dikurangi sehingga menjadi aman bagi lingkungan. Hal yang sama
juga terjadi pada air dan tanah disekitar Tempat Pemrosesan Akhir
110
(TPA), dimana air dan tanah disekitar Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sama sekali tidak tercemar.
Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan sumur pantau yang
dibangun di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan dilakukan
pengujian secara berkala setiap enam bulan sekali dan tidak didapati
adanya pencemaran disampel tersebut. Artinya air dan tanah disekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tidak tercemar karena 110 sistem
pengelolaan sampah yang baik dan berbasis lingkungan. Karena
proses pengelolaan sampah yang baik tersebut, Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung juga ikut membantu Kota
Kepanjen meraih Penghargaan.
b. Dampak Sosial
Dampak lain yang menjadi bahan kajian adalah dampak sosial yang
ditimbulkan dengan adanya inovasi dalam pengelolaan sampah di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
Dalam proses pengelolaan sampah, dampak sosial terhadap masyarakat
harus dijaga oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dalam
menjalankan proses pengelolaan sampahnya, pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung senantiasa
menjaga sistem sosial yang ada dimasyarakat. Berikut pemaparan
Bapak Koderi terkait sosialisasi pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) wisata Edukasi Talangagung dengan masyarakat sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) :
111
“Kami sadar bahwa proses pengelolaan sampah di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) dilakukan di sekitar pemukiman warga,
kami senantiasa menjaga sosialisasi kami dengan masyarakat.
Bahkan jika ada keluhan dari masyarakat, kami harus cepat dalam
menanggapi keluhan tersebut". (Hasil wawancara pada tanggal 13
Mei 2017 di Rumah Bapak Ir. Koderi).
Dari pernyataan Bapak Koderi di atas, dapat dilihat bahwa
pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung dalam menjalankan kegiatan pengelolaan sampah
senantiasa menjaga lingkungan sosial dengan masyarakat sekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), karena kesadaran bahwa kegiatan
tersebut dijalankan disekitar pemukiman warga. Masyarakat
memberikan tanggapan terkait teriadi dampak sosial dengan adanya
inovasi yang dilakukan oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi Talangagung dijelaskan oleh Bapak Jamil
sebagai berikut :
“Dengan adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) disini, kami
merasa sangat senang karena orang-orang di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) sangat baik dan tanggap terhadap keluhan maupun
permintaan kami, saya pernah meminta bantuan kepada pengelola
disana untuk meninjam bego (escavator) untuk merobohkan masjid
yang akan kami renovasi. Tanpa banyak persyartan permintaan kami
dituruti oleh pengelola di sana. Hal seperti ini yang membuat kami
senang dengan adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) disini.”
(Hasil wawancara pada tanggal 14 Mei 2017 di Rumah Bapak
Jamil).
Pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi juga
responsif terhadap keluhan-keluhan masyarakat. Seperti yang
disampaikan oleh Ibu Marsini sebagai berikut :
112
“Keluhan-keluhan kami selalu langsung direspon oleh pengelola
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), misalnya ketika kompor di rumah
yang diberikan oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
tidak berfungsi, kami langsung mengabarkan kepada pengelola
disana, tidak butuh waktu lama petugas dari Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) langsung datang untuk memperbaiki. Kalau gasnya
tidak mengalirpun, kami langsung melaporkan kepada petugas
disana dan langsung saat itu juga diperbaiki". (Hasil wawancara pada
tanggal 14 Mei 2017 di Rumah Ibu Marsini).
Berkat adanya inovasi pembuatan taman bermain di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) masyarakat sangat tertarik untuk datang ke
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Masyarakat yang dulunya nyaris
tidak pernah untuk datang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sekarang sudah menjadi sering untuk datang kesana untuk menemani
anaknya bermain. Seperti yang dipaparkan oleh ibu Neneng (38 tahun
warga RT 1/RW 1 Desa Talangagung sebagai berikut :
“Saya dulu hampir tidak pernah ke sana Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi Talangagung, tapi karena sekarang sudah ada
wahana permainan untuk anak-anak, saya jadi sering ke sana.
Hampir tiap hari malahan, soalnya anak saya tiap maunya diajak
bermain kesana, jadi saya harus ikut." (Hasil wawancara pada
tanggal 14 Mei 2017 di Rumah Ibu Neneng).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Yadi (67 tahun)
warga RT 2/RW1 Desa Talangagung sebagai berikut :
"Hampir setiap sore ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) buat
menemani anak saya bermain di sana. Terus juga saya juga senang
mamancing dan pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
membuatkan jalan ke kali metro saya jadi gampang untuk ke kali,
soalnya kalau tidak ada jalan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
sangat sulit untuk ke kali itu." (Hasil wawancara pada tanggal 14
Mei 2017 di Rumah Bapak Yadi).
113
Dapat dikatakan bahwa semenjak adanya inovasi pembuatan taman
bermain untuk anak, warga sekitar menjadi tertarik dengan adanya
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di sekitar lingkungan masyarakat.
Wahana bermain anak menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat
datang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), walaupun hanya untuk
berkunjung menemani anak bermain di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Di samping itu, karena adanya Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) yang membuka jalan untuk ke kali metro, masyarakat menjadi
mudah untuk mengakses jalan ke sana.
Secara keseluruhan berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya inovasi yang dilakukan di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) wisata Edukasi Talangagung memberikan dampak sosial
terhadap masyarakat disekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Adapun dampak sosial yang dirasakan adalah masyarakat merasa
senang dengan keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di
sekitar lingkungan rumah. Hal ini karena pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi proses sosialisasi dengan
masyarakat.
Ketika masyarakat membutuhkan bantuan pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) bersedia membantu. Begitu pun jika ada
keluhan dari masyarakat, tanpa basa-basi pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) merespon keluhan masyarakat dengan
tanggap. Disamping itu, karena adanya inovasi di Tempat Pemrosesan
114
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung berupa wahana bermain
untuk anak-anak, masyarakat yang dulunya enggan untuk ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sekarang menjadi senang untuk ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) meskipun hanya sekedar bermain.
c. Dampak Ekonomi
Dalam proses pengelolaan sampah, hendaknya sampah tersebut
dapat memberikan manfaat, salah satunya adalah dampak ekonomi.
Demikian dalam proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung, dari hasil proses purifikasi
biogas di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dapat mendatangkan
dampak yang positif dari segi ekonomi. Berikut penuturan Bapak
Koderi terkait dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya
proses inovasi dalam pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung :
"Dampak lain yang ada dari inovasi yang kami lakukan yaitu
berkurangnya pengeluaran bulanan masyarakat khususnya untuk
pembelian gas LPG berkat adanya gas metan dari Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang disalurkan kerumah warga (Hasil
wawancara pada tanggal 13 Mei 2017 di Rumah Bapak Ir. Koderi).
Hal ini benarkan oleh Ibu Aniyatul gas metan dan terkait
penggunaan pengurangan glas LPG yang digunakan, Beliau
menyatakan :
“Sebelum adanya gas metan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
rata-rata perbulan saya menghabiskan sekitar 3-4 tabung gas LPG 3
kg, tapi sekarang satu tabung gas saja itupun tidak selalu habis dalam
satu bulan. Karena hanya sebagai cadangan saja jika gas metan dari
115
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) mengalami gangguan." (Hasil
wawancara pada tanggal 14 Mei 2017 di Rumah Ibu Aniyatul).
Tanggapan lain yang diberikan oleh masyarakat terkait manfaat
ekonomi yang didapatkan seperti yang dijelaskan oleh Ibu Jijah (24
tahun) warga Desa Talangagung RT 2/RW 1 :
“Untuk keperluan memasak sehari-hari saya butuh sekitar 3 tabung
LPG dalam satu bulan. Sekarang hanya satu tabung gas saja, karena
dibantu dengan gas metan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Satu tabung itu hanya untuk jaga-jaga kalau gas dari Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) mati". (Hasil wawancara pada tanggal 14
Mei 2017 di Rumah Ibu Jijah).
Pemaparan lain disampaikan oleh Pak Maksum (40 tahun) warga
Desa Talangagung RT1/RW1 :
“Dulu gas LPG yang saya habiskan itu sekitar 5 tabung gas selama
sebulan, cukup banyak karena saya harus masak buat persiapan
jualan bakso. Sejak adanya gas metan dari Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA), saya hanya kira-kira menghabiskan 2 tabung gas LPG
3 kg, itu untuk bantu kompor lain, soalnya yang digunakan untuk gas
yang dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) hanya 1 kompor saja.
Makanya butuh bantuan dari kompor lain yang menggunakan gas
LPG". (Hasil wawancara pada tanggal 14 Mei 2017 di Rumah Bapak
Maksum).
Dari semua pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi
pengurangan sekitar 2-3 tabung gas LPG 3kg dalam sebulan. Artinya
terjadi penghematan biaya sekitar Rp 30.000-Rp 50.000 setiap
bulannya jika dihitung saat ini yang harga 1 tabung gas LPG 3 kg
sekitar Rp 15.000 setiap tabungnya. Selain penghematan biaya
pengeluaran perbulan untuk pembelian gas LPG oleh masyarakat,
dampak ekonomi lainnya yaitu sampah menjadi sumber pendapatan
116
bagi masyarakat sekitar seperti yang disampaikan oleh pak Jumali
yang menjadi pemulung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung :
"Saya sehari-harinya menjadi pemulung di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA), hasil yang saya dapatkan dari memulung memang
tidak terlalu banyak tapi lumayan buat menambah pemasukan
saya". (Hasil wawancara pada tanggal 12 Juni 2015 di Rumah
Bapak Jumali).
Bapak Rudi memberikan pernyataan terkait adanya pemulung di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung
sebagai berikut :
"Kami mengijinkan pemulung untuk memulung di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung, karena itu
menjadi salah satu pemasukan ekonomi mereka, bahkan kami
memfasilitasi dengan membuat bank sampah untuk pemulung.
Bank sampah ini berfungsi sebagai tempat pemulung untuk
mengumpulkan hasil mulung mereka disana untuk dijual. Selain itu
karena pemulung mengambil barang barang seperti botol, itu
artinya juga ikut dalam proses pemilahan meskipun tidak maksimal
setidaknya sudah berkurang, karena sampah botol plastik dan kaca
tidak dapat hancur dengan sendirinya dan juga sangat berbahaya
bagi lingkungan. Oleh sebab itu kami mengijinkan adanya
pemulung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ini.” (Hasil
wawancara pada tanggal 17 Mei 2017 di TPA Wisata Edukasi
Talangagung).
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat adanya bank sampah
yang digunakan oleh pemulung untuk menanmpung sampah yang
berasal dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk kemudian dijual
oleh pemulung guna mendapatkan tambahan pendapatan. Adanya
bank sampah ini difasilitasi oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Wisata Edukasi Talangagung. Adanya kegiatan pemulung di
117
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) selain untuk menambah pendapatan
masyarakat, juga berfungsi sebagai proses pemilahan sampah
meskipun belum maksimal. Dari semua data yang dipaparkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa adanya inovasi di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung membawa dampak
ekonomi bagi masyarakat sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
adapun dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat yaitu
berkurangnya pengeluaran setiap bulan untuk membeli gas LPG
sekitar Rp. 30.000 sampai Rp. 50.000 karena masyarakat
mendapatkan saluran gas metan yang berasal dari Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
Dampak ekonomi lainnnya yaitu sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi mendatangkan pendapatan bagi sebagian
masyarakat yang menjadi pemulung di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) wisata Edukasi Talangagung. Pemulung di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) ini difasilitasi oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) dengan membuat bank sampah untuk pemulung yang
difungsikan sebagai tempat penampungan sementara hasil sampah
yang diambil oleh pemulung untuk kemudian dijual dan
mendatangkan pendapatan dari hasil penjualannya tersebut.
118
C. Analisis Data dan Pembahasan
1. Inovasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dalam
Pengelolaan Sampah Melalui Program Waste To Energy di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung, meliputi :
a. Inovasi dalam pengelolaan Sampah
Inovasi menurut Albury (2003) dalam Sarwono (2008) adalah
Successful innovation is the creation and implementation of new
processes, products, services and methods of delivery which result in
significant improvements in outcomes efficiency, effectiveness or
quality. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, Ir. Koderi adalah
penggagas dalam karya pembuatan sistem purifikasi biogas yang ada
di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung,
yang memberikan objek dan penemuan baru. Objek baru yang
dimaksud adalah proses purifikasi langsung di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) dan dimanfaatkan untuk disalurkan kepada masyarakat.
Pada penelitian terdahulu, pemurnian biogas hanya dilakukan pada
biogas yang sifatnya biologis seperti biogas yang berasal dari kotoran
ternak, biogas yang berasal dari sampah organik rumahan, belum
pernah ada sistem pemurnian secara langsung yang dilakukan di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sehingga apa yang terapat di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung adalah
sebuah inovasi dengan objek yang baru. Sedangkan penemuan baru,
belum ada satupun orang yang membuat sebuah sistem pemurnian
119
biogas yang memurnikan biogas dalam satu sistem purifikasi.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, Bapak Koderi
merancang sistem purifikasi yang bertujuan mereduksi CO2 yang
konsentrasinya terbanyak kedua setelah gas metan, H2S yang bersifat
korosif terhadap besi dan terakhir H2O atau uap air untuk menjaga
sistem purifikasi ancar tanpa khawatir akan teriadi pengembunan pada
pipa berjalan dengan instalasi biogas. Ir. Koderi berada pada tingkatan
inovator. Karena memiliki peran penting dan pengelolaan,
pengembangan maupun inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung.
Pada awal pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) wisata Edukasi Talangagung, beliau menggunakan uang
pribadinya untuk pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
tanpa mengharapkan pengembalian sepersen pun. Tidak hanya itu,
pada saat perancangan sistem purifikasi gas metan, dibuat sendiri
rancangan sistem purifikasi tersebut dengan menggunakan berbagai
analogi sederhana dalam penangkapan biogas yang tidak dikehendaki
untuk bercampur dengan gas metan. Bapak Koderi mampu untuk
membimbing para penerima dini untuk membuat mewujudkan
rancangan beliau terkait sistem purifikasi. Seperti Bapak Rudi yang
menjadi penerjemah beliau kehendak beliau dilapangan dalam
pembuatan sistem purifikasi tersebut.
Sistem purifikasi biogas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang
120
dirancang oleh Bapak Koderi sampai saat ini telah banyak
dikembangkan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) lain selain Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung. Sampai saat
ini, total replikasi dari sistem purifikasi dan perencanaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang dirancang oleh Bapak Koderi
berjumlah 42 TPA di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Dalam teori atribut inovasinya, Sarwono (2008:44) memberikan
atribut-atribut yang harus ada dalam inovasi sebagai berikut :
1) Relative Advantage atau Keuntungan Relatif
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Pada inovasi
sebelumnya, purifikasi hanya dilakukan pada satu gas saja dalam
biogas yang bergabung banyak gas. Sebagai contoh, sistem
purifikasi terdahulu hanya memurnikan biogas dari H2S.
Sedangkan sistem purifikasi yang dikembangkan oleh Bapak
Koderi dapat mereduksi tiga gas sekaligus yaitu CO2, H2H dan
H2O.
2) Compatibility atau Kesesuaian
Inovasi juga mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan
inovasi yang digantinya berdasarkan inovasi terdahulu terkait
pemurnian gas metan. Sistem purifikasi yang dikembangkan oleh
Bapak Koderi memiliki kesesuaian dengan pendahulunya.
121
3) Complexity atau Kerumitan
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat
kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan
inovasi sebelumnya. Tingkat kerumitan yang ditawarkan memang
sedikit lebih tinggi dibanding dengan inovasi terdahulu. Akan
tetapi, sistem purifikasi dan pemanfaatan gas metan yang
dikembangkan oleh Bapak Koderi dapat diselesaikan dalam waktu
paling lama 4 hari. Mulai dari pemasangan pipa penangkap biogas,
pembuatan sistem purifikasi sampai dengan penyaluran gas metan
kepda penduduk sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
4) Triability atau Kemungkinan dicoba
Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti
mempunyai keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan
inovasi yang lama. Sistem purifikasi dan penangkapan biogas
untuk disalurkan ke masyarakat yang dikembangkan oleh Ir.
Koderi sangat mungkin dicoba. Hal ini dibuktikan dengan replikasi
sistem pemurniaan, penangkapan dan pemanfaatan gas metan yang
dikembangkan oleh Bapak Koderi di 42 Kabupaten kota diseluruh
Indonesia.
5) Observability atau Kemudahan diamati
Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana
bekeria dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sistem
purifikasi yang dikembangkan oleh Bapak Koderi sangat mudah
122
untuk diamati baik segi proses bekerja sampai dengan hasil yang
didapat. Pada saat gas metan belum dimasukan kedalam sistem, api
gas metan yang dikeluarkan masih berwarna merah. Akan tetapi
ketika dimasukan kedalam sistem purifikasi gas metan, api yang
dihasilkan menjadi berwarna biru. Artinya gas metan yang
dihasilkan sudah lebih murni dan biogas lain yang mengganggu
sudah direduksi didalam sistem.
Inovasi lain yang berasal dari pemumian gas metan adalah
pemanfaatan gas metan sebagai bahan bakar generator pembangkit
listrik. Pada awalnya generator tersebut menggunakan bahan bakar
bensin, namun dengan sentuhan inovasi dimodifikasi menjadi
generator berbahan bakar gas. Jika biogas digunakan untuk bahan
bakar pembangkit listrik, maka proses pencucian terhadap H2O dan
H2S menjadi sangat penting.
Pencucian terhadap H2O dan H2S dapat memperpanjang umur
dari komponen mesin pembangkit. Karena sifat dari H2S adalah
korosif terhadap besi. Jadi proses purifikasi biogas dari H2O dan H2S
yang dilakukan dalam sistem purifikasi biogas yang dikembangkan
oleh Bapak Koderi ini sangat tetap, karena bisa mereduksi gas yang
berbahaya bagi lingkungan dan juga korosif terhadap mesin. Dalam
proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
bagian yang tidak kalah penting adalah proses pembuatan komposting
di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
123
Kompos adalah hasil penguraian parsial tidak lengkap dari
campuran bahan bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembap, dan aerobic atau anaerobic (Modifikasi dari JH,
crawford 2003). Dalam proses pembuatan kompos, bahan-bahannya
berasal dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sendiri dimana
mengambil sampah organik dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan
juga daun-daun yang gugur dari pohon yang ada di sekitar area
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan jumlahnya sangat banyak.
Proses komposting, dilakukan di hanggar komposting yang disediakan
didalam Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung.
Pupuk kompos yang telah jadi, belum dikomersialkan oleh
pengelola (TPA) Wisata Edukasi Talangagung. Kompos yang
dihasilkan masih semata digunakan didalam Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) untuk memupuk tanaman yang ada di taman Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) dan juga diberikan kepada Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang untuk digunakan memupuk
pohon yang akan ditanam oleh Pemerintah Daerah disekitaran
Kabupaten Malang. Pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung banyak sekali melakukan inovasi
terutama dalam menarik perhatian masyarakat. Diantaranya
membuatkan taman bermain untuk anak-anak, membuat taman-taman
124
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan menanam pohon yang
diperuntukan sebagai lahan terbuka hijau dan yang paling penting
membuatkan hall meeting yang diperuntukan kepada tamu
pengunjung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung.
Dalam kaca mata teori inovasi publik, Halverson (2005:30)
memberikan dimensi inovasi yang dikembangkan disektor publik.
Dalam proses pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi, tidak hanya berinovasi dari segi produk yang ditawarkan,
tetapi juga berinovasi dalam hal pelayanan publik. Hal ini bisa dilihat
pada pembuatan inovasi sederhana yang dibuat. Untuk melakukan
program pendidikan pengenalan sampah sejak dini, pihak pengelola
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung
membuatkan wahana bermain untuk anak-anak agar anak-anak tertarik
untuk datang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan menanamkan
ke alam bawah sadar masyarakat akan pentingnya mengelola sampah
dengan baik dan benar.
Tujuan utama dari pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung adalah merubah paradigma masyarakat,
yang tidak menyukai masyarakat, menjadi disenangi oleh masyarakat.
Hal ini sesuai dengan dimensi inovasi yaitu inovasi konseptual. Selain
membuat taman bermain bagi anak-anak, pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) wisata Edukasi Talangagung membuat
125
sebuah hall meeting yang di peruntukan yang diperuntukan kepada
tamu pengunjung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung. Setiap ada pengunjung ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA), selalu dilayani di hall meeting ini bahkan selalu diberikan
penjelasan terkait proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
Hal inilah yang melatar belakangi nama Wisata Edukasi
Pembuktian dari pelayanan publik yang baik kepada setiap
pengunjung yang datang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
membawa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi gung
menjadi TOP 25 Inovasi Pelayanan Publik. Hal ini membuktikan
bahwa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) wisata Edukasi Talangagung
menyengbangkan dimensi inovasi publik yaitu inovasi delivery.
Pembuatan taman Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung bertujuan
untuk mempercantik Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Tidak hanya
taman, pengelola juga menanam pohon yang rindang disekitaran
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Pohon tersebut difungsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan agar suasana Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi sejuk.
Berbeda dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) pada umumnya
yang terlihat kumuh, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi berusaha untuk merubah pandangan tersebut. Pengelola
126
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berusaha semaksismal mungkin
untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung yang datang ke
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dimensi Inovasi semacam ini
adalah dimensi inovasi yang dikembangkan disektor publik yaitu
dimensi inovasi delivery.
b. Bentuk-bentuk dan proses dalam program pengelolaan sampah
berbasis Waste To Energy
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang merupakan Dinas
yang bertanggung jawab atas masalah kebersihan di Kabupaten
Malang. Seperti yang tertera pada tujuan dan sasaran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang yang sebagian isinya adalah
terciptanya tata ruang yang berkualitas, terciptanya lingkungan
pemukiman yang sehat, dan terciptanya sinergitas pengelolaan
lingkungan. Salah satu sasarannya adalah mewujudkan kemandirian
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
Selain itu masalah persampahan juga terdapat pada Misi Dinas
Lingkungan Hidup yang berbunyi "Menyediakan dan mengembangkan
sarana dan prasarana dasar pemukiman (air bersih, air limbah
domestik, drainase, jalan lingkungan persampahan, RTH, pemakaman
di pedesaan dan perkotaan". Untuk mewujudkan hal tersebut, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang membentuk program Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung. Program Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
127
Wisata Edukasi merupakan perwujudan yang tepat dalam upaya
terciptanya sinergitas pengelolaan lingkungan dan mewujudkan
kemandirian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi merupakan
"Program Unggulan Persampahan" yang berguna untuk
mengoptimalkan pengelolaan sampah di Kabupaten Malang. Seperti
yang tertera dalam website resmi Dinas Lingkungan Hidup, program
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi bertujuan untuk
merubah sistem pengelolaan sampah dari Open Dumping menjadi
Control Landfill, pemanfaatan gas metan sebagai BBG (60kk), peluang
keria bagi masyarakat sekitar, laboratorium pengelolaan sampah
(edukasi), dan keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diterima
oleh masyarakat. Melihat tujuan dari program wisata edukasi tersebut,
apabila dilihat perkembangannya sampai saat ini terdapat hal-hal yang
sudah tercapai maupun hal yang belum tercapai, dari 5 tujuan yang
tersebut, 4 di antaranya sudah tercapai.
Merubah pengelolaan sampah dari open dumping yang merupakan
pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan karena sampah
dibuang begitu saja ke dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa
ada perlakuan apapun dan tanpa ada penutupan tanah. Sistem ini pun
dinilai sangat mengganggu lingkungan. Berbeda dengan sistem
Controll Landfill yang merupakan peningkatan dari Open Dumping.
Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan,
128
sampah ditimbun dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam
operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan
kestabilan pemukiman Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), maka
dilakukan juga perataan dan pemadatan sampah. Tidak hanya itu,
melalui program Wisata Edukasi, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang juga berhasil memanfaatkan sampah menjadi sumber energi
dengan memanfaatkan gas metan.
Gas metan tersebut diolah dan disalurkan ke rumah-rumah warga
yang kini penggunanya sudah 250 KK, melebihi target Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang yang hanya 60 KK. Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung juga
memberikan peluang kerja bagi masyarakat karena juga menyediakan
bank sampah ini terbuka untuk umum. Menurut Randal dalam
indikator evaluasi kebijakan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang telah memenuhi apa yang disebut Policy Effectiveness karena
terlaksananya program dan telah memenuhi espektasi masyarakat
meskipun ada target yang belum terpenuhi yakni belum adanya
laboratorium pengelolaan sampah.
Sampai saat ini penelitian dilakukan dengan meminjam
laboratorium-laboratorium di sekolah sekolah maupun universitas-
universitas. Sebagai Wisata Edukasi, Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang kurang begitu berhasil dalam menarik minat warga
Kepanjen untuk berkunjung ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
129
Selama ini pengunjung yang datang kebanyakan berasal dari luar kota
dan kebanyakan berasal dari kalangan instansi pemerintahan maupun
sekolah yang datang untuk melakukan penelitian dan study banding.
Sepanjang 2017 kemarin sebanyak 1.039 orang berasal dari
kalangan instansi pemerintahan, 1.226 berasal dari kalangan pelajar
dan mahasiswa, sedangkan untuk masyarakat umum hanya sejumlah
427 orang Jumlah pengunjung dari masyarakat umum tidak sampai
setengah dari jumlah pengunjung dari instansi pemerintah maupun
pelajar atau mahasiswa. Hal ini menjadi indikasi bahwa program
Wisata Edukasi Talangagung kurang kuat dalam menarik minat
masyarakat umum untuk datang berkunjung, hal kurang menariknya
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagai ini dikarenakan alternatif
tempat wisata sehingga terkesan setengah-setengah. Untuk masyarakat
Kabupaten Malang, terutama yang daerahnya cukup jauh dari lokasi
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang harus jemput bola mendatangi masyarakat untuk
mengadakan sosialisasi mengenai pengelolaan lingkungan.
Pelaksanaan dari suatu program atau kegiatan pasti dipengaruhi
oleh faktor-faktor, baik yang dapat mendukung keberhasilan program
maupun yang menghambat keberhasilan. Pengelolaan sampah di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung juga mendapati faktor-
faktor tersebut. Ada dua faktor yang diasumsikan memberikan dampak
bagi perkembangan inovasi pemerintahan daerah, yaitu struktur dan
130
pemberian imbalan terhadap pegawai yang inovatif. Perhatian terhadap
struktur organisasi sebenarnya refleksi dari kepatutan daerah terhadap
pemerintah pusat. Iklim organisasi erat kaitannya dengan lingkungan
organisasi, inovasi sering diungkapkan melalui perilaku atau kegiatan
yang pada akhirnya terkait dengan tindakan nyata. Berikut adalah
faktor yang mendukung keberhasilan inovasi di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung :
1) Adanya sharing mengenai pengelolaan sampah
Pengertian Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dalam Peraturan
Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia
dan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Penguatan Sistem
Inovasi Daerah yaitu keseluruhan proses dalam satu sistem untuk
menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antarinstitusi
pemerintah, pemerintahan daerah lembaga kelitbangan, lembaga
pendidikan, lembaga penunjang dunia usaha, dan masyarakat di
daerah. Mengacu pada pengertian di atas, dapat diketahui bahwa
inovasi dapat melibatkan pihak lain selain instansi yang
menanganinya saja. Misalnya saja antar pemerintah daerah,
lembaga pendidikan, dunia usaha, atau masyarakat.
Pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung juga melibatkan pihak di luar instansi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang. Hal ini ditunjukkan melalui
131
sharing yang dilakukan dengan pihak lain, seperti kecamatan,
lembaga pendidikan, instansi lain, baik dari dalam maupun luar
daerah. Banyaknya pihak yang berkunjung ke Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung juga menjadi sarana untuk bertukar
pikiran atau sharing mengenai pengelolaan sampah.
Jadi, sebagai suatu sistem inovasi daerah, penerapan inovasi
pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung telah melibatkan berbagai pihak untuk sharing atau
bertukar pikiran. Hal ini telah mendorong inovasi pengelolaan
sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung, dan
dapat menumbuhkembangkan inovasi karena akan banyak
informasi yang diterima dari berbagai pihak. Selain itu, ini juga
mencerminkan sikap transparansi atau keterbukaan suatu
organisasi, dimana organisasi tersebut mau menerima masukan dari
luar dan tidak bersifat tertutup.
2) Adanya kesungguhan dan kesadaran akan manfaat inovasi
Perhatian terhadap struktur organisasi sebenarnya merupakan
refleksi dari kepatutan daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini
erat kaitannya dengan era desentralisasi, dimana pemerintah daerah
menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat. Inovasi
pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung berangkat dari dikeluarkannya Undang Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
132
Kepatutan daerah terhadap pusat ditunjukkan pihak pengelola
dengan mentaati undang-undang tersebut. Dalam menjalankan
amanat undang-undang tersebut, pihak pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung mengutamakan
kesungguhan. Kesungguhan yang dimaksud adalah berusaha
menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah dengan sebaik-baiknya, yaitu dalam
mengelola sampah berpedoman pada peraturan tersebut. Adanya
kepatuhan dan kesungguhan inilah yang pada akhirya
menumbuhkan inovasi pengelolaan sampah tersebut.
Pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung telah memiliki keseriusan untuk menjadikan kawasan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung yang berada di
tengah kota menjadi sebuah kawasan yang tidak kontradiktif
dengan kehidupan sosial masyarakat sekitar. Mayoritas masyarakat
telah mampu menerima keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung, karena pihak pengelola telah mengkondisikan
aktivitas yang berkaitan dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
agar meminimalisir pencemaran. Jika pihak pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung tidak serius dalam
menangani aktivitas tersebut, maka akan mencemari lingkungan
warga, dan mengakibatkan timbulnya gejolak sosial serta protes di
masyarakat. Jadi, pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
133
(TPA) Talangagung telah berupaya menjalankan amanat undang-
undang dengan konsisten sehingga mampu mengurangi dampak
buruk pada lingkungan masyarakat.
3) Adanya reward penghargaan yang diterima dari berbagai kompetisi
Penghargaan atau reward membawa dampak yang cukup
signifikan dalam menumbuhkan semangat organisasi untuk
melakukan inovasi. Dalam hal ini, Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang sebagai pelaksana tugas utamanya dalam hal
kebersihan lingkungan, mengusahakan budaya bersih dimulai dari
kebersihan kantor dengan bersifat kompetitif antar bidang-bidang.
Bidang yang berhasil menjaga kebersihan kantomya akan diberikan
reward.
Penghargaan yang diberikan bertujuan untuk memotivasi
pegawai agar menjaga kebersihan, serta dapat menumbuhkan
kesadaran pegawai akan budaya bersih dalam organisasi.
Pengharagaan lainnya yang lebih memacu kinerja Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dalam berinovasi adalah
adanya adipura. Terdapat beberapa syarat terkait dengan
pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk bisa meraih
adipura. Oleh karena itu, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang sangat antusias dalam melakukan inovasi di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung.
Meskipun Kepanjen masih baru menjadi ibu kota Kabupaten
134
Malang, akan tetapi telah berhasil memperoleh adipura selama
beberapa kali. Salah satunya yaitu dengan adanya inovasi
pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung yang mampu menghasilkan gas metan untuk
disalurkan kepada warga. Di samping itu, Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang sering mengikuti berbagai kompetisi di bidang
lingkungan. Misalnya seperti mengikutsertakan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung dalam kompetisi bertema
eco creative di Jakarta.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung berhasil meraih
juara 1 dalam kompetisi tersebut. Pada tahun 2012, Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung kembali meraih juara l
dibidang energi tingkat provinsi. Penghargaan yang diterima
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung semakin memicu
kreativitas. Beberapa penghargaan atau reward tersebut telah
memotivasi pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung untuk terus dan senang berinovasi terutama dalam hal
pengelolaan sampah.
Meningkatnya semangat dan kreatifitas pihak pengelola yaitu
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dapat dilihat dari
keinginan untuk mengembangkan inovasi bahkan tidak hanya di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talangagung, Dinas Lingkungan
Hidup juga mulai memperluas inovasinya dengan menerapkan di
135
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) lainnya. Oleh sebab itu, penting
kiranya bagi sebuah organisasi untuk memberikan apresiasi atau
penghargaan kepada pegawai. Sama halnya dengan penghargaan
kepada sebuah organisasi. Diberikannya penghargaan pada
organisasi yang inovatif disitulah bentuk rasa menghargai atas
usaha dan kinerja organisasi yang telah berinovasi demi
peningkatan kualitas pelayanan.
Selain faktor yang mendukung, terdapat pula faktor
penghambat inovasi pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Talangagung, yakni sebagai berikut :
1) Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal
69 salah satunya pada ayat 1 (a) menyebutkan bahwa setiap
orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dapat
diartikan bahwa masyarakat harus memiliki kesadaran dengan
tidak melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan.
Inovasi pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Talangagung sangat membutuhkan partisipasi dari
masyarakat dalam hal menjaga lingkungan, seperti tidak
membuang sampah sembarangan dan merusak tanaman.
Kurangnya kesadaran masyarakat, akan menyulitkan kinerja
136
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang terutama jika
akan melakukan inovasi selanjutnya.
Pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Talangagung sudah sangat berusaha agar (TPA) tidak
mengganggu aktivitas warga tetapi justru bermanfaat. Oleh
karena itu, sebagai timbal baliknya, partisipasi masyarakat
dalam menjaga kebersihan harus ditingkatkan. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup juga menyebutkan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup salah satunya dilaksanakan
berdasarkan asas partisipatif.
Warga sekitar tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (TPA) Talangagung sebagian besar
menerima keberadaan tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (TPA), akan tetapi ada beberapa masyarakat
yang juga masih kurang setuju. Oleh sebab itu, untuk
kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat masih menjadi
hambatan bagi pengembangan inovasi di tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (TPA) Talangagung.
Padahal dorongan dan partisipasi masyarakat dapat memicu
semangat organisasi untuk memberikan pelayanan yang
terbaik. Jadi, penting kiranya melakukan upaya-upaya
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.
137
2) Adanya pergantian personil atau pegawai
Hambatan intemal organisasi dapat mempengaruhi
keberhasilan suatu inovasi dalam sektor publik. Situasi intemal
dalam instansi dapat mempengaruhi kineria pelayanan publik
yang nantinya akan mempengaruhi kualitas pelayanan.
Pergantian posisi pegawai merupakan budaya yang sering
dilakukan dalam sektor publik.
Hal ini kerap kali mempengaruhi kinerja organisasi karena
fokus pekerjaannya bisa saja berubah-ubah. Terutama dalam
posisi inti atau pimpinan, misalnya seperti kepala bidang atau
kepala seksi, sebab gaya kepemimpinan satu orang dengan
orang lain tentu akan berbeda. Apabila gaya kepemimpinan
yang diterapkan bagus, maka kineria para bawahannya juga
akan bagus, begitupun sebaliknya.
Pergantian tugas yang teriadi di Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang, khususnya bidang kebersihan dan
pertamanan juga kerap kali dilakukan. Seperti digantinya
petugas pencatat sampah di tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (TPA) Talangagung ke bidang
tata bangunan, sehingga sempat terjadi kekosongan petugas
pencatat sampah. Dampak yang cukup dirasakan terhadap
kualitas pelayanan dari adanya pergantian tugas pegawai ketika
yang diganti adalah posisi pimpinan seperti kepala bidang.
138
Dalam hal persampahan utamanya, setiap orang terkadang
memiliki sudut pandang tentang sampah yang berbeda beda.
Perbedaan sudut pandang akan berpengaruh pada
perbedaan visi dan gaya kepemimpinannya. Hal seperti itu
memang bukanlah kewenangan bidang melainkan kewenangan
pihak atasan. Dalam bidang kebersihan dan pertamanan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, masalah pergantian
personil ini tidak menjadi masalah besar apabila sistem kerja
yang dimiliki sudah jelas sehingga hanya memerlukan
pengarahan saja. Hanya saja apabila yang diganti adalah posisi
inti seperti pimpinan, maka cukup menghambat kinerja karena
akan berpengaruh pada perubahan langkah-langkah yang
diambil untuk menangani masalah persampahan, karena
pemikiran dan semangat yang dimiliki setiap pemimpin belum
tentu akan sama.
2. Dampak dari Penerapan Inovasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang dalam Pengelolaan Sampah Melalui Program Waste To
Energy di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung, meliputi :
a. Dampak Lingkungan
Berbicara mengenai dampak lingkungan, Ir. Koderi melalui inovasi
sederhananya yaitu sistem purifikasi gas metan ingin sekali melindungi
139
lingkungan dari gas-gas berbahaya. Karena pada prinsipnya,
penangkapan dan pemanfaatan gas metan adalah untuk melindungi
ozon, 1 ton gas metan, sama dengan 24 ton gas CO2 daya rusaknya.
Sedangkan dalam biogas yang dikeluarkan oleh sampah yang ada di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), kandungan yang paling banyak
adalah gas metan kemudian disusul oleh CO2. Oleh sebab itu, dari segi
lingkungan tentunya ini sangat berdampak positif terhadap lingkungan.
Tidak hanya itu, gas yang tidak kalah berbahaya dan bahkan sangat
beracun adalah gas H2S yang membuat gas dari Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) berbau tidak sedap.
Menurut Wellinger (2001) dalam Sulistyo (2010:44) kadar H2S
yang diperbolehkan dihirup oleh manusia tidak boleh lebih dari 5 ppm,
sedangkan H2S dalam komposisi biogas Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) adalah sekitar 10-15 Ppm. Oleh sebab proses purifikasi yang
dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung dapat mengurangi resiko keracunan gas yang
membahayakan manusia dan juga menghilangkan bau menyenagat dari
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Hal ini terbukti dari pemyataan
beberapa warga yang mengatakan bahwa dengan pembangunan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seperti sekarang, bau yang
menyengat sudah sangat jarang bahkan tidak tercium sama sekali.
Hal ini karena kadar H2S dalam biogas Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sudah direduksi di lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
140
Wisata Edukasi Talangagung terdapat 3 buah sumur pantau yang
difungsikan untuk mengontrol kualitas air dan tanah di sekitar Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA). Karena pada dasarnya air tanah di sekitar
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sangat mudah tercemar karena
terkena rembesan air lindih. Setiap 6 bulan sekali akan diadakan
pemeriksaan terhadap kualitas air dan tanah dari sumur pantau. Dan
sampai saat ini, kualitas air dan tanah dari sumur pantau tidak pernah
tercemar.
Hal ini karena air lindih Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung dijaga pengelolaannya, dan air lindih di
treatment dan disirkulasi dengan baik sehingga tidak mencemari
lingkungan. Hal ini dapat dilaksanakan melalui pencegahan
pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan
sumber daya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari
ekosistem alam dan binaan manusia. Dalam upaya pencegahan
terhadap pencemaran lingkungan sistem pengelolaan sampah yang di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung
mengembangkan sistem berwawasan lingkungan. Hal ini dibuktikan
dengan dimenangkannya piala Adipura tahun 2014 kategori kota kecil
menengah dimana salah satu titik penilaian Kota Kepanjen adalah
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
Artinya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi
Talangagung ikut andil atas diraihnya penghargaan lingkangan piala
141
Adipura tersebut.
b. Dampak Sosial
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan
sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh
manusia. Dampak yang diharapkan dengan adanya inovasi di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung tentu adalah
dampak yang positif. Sasaran dari adanya keberlanjutan sosial dan
dampak yang ditimbulkan sebagai berikut :
1) Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen
politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat. Dengan
adanya inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung diharapkan sasaran pertama ini tercapai.
Dalam konteks ini, artinya masyarakat dilibatkan langsung dalam
proses inovasi. Secara umum pihak pengelola Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung tidak melupakan hal
tersebut. Hal terbukti dari pernyataan Bapak Koderi yang merasa
dan mawas diri bahwa aktivitas pengelolaan sampah berada pada
sekitar pemukiman warga sehingga masyarakat juga harus
memiliki andil dalam proses pengelolaan tersebut. Berangkat dari
hal ini, pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung tidak pernah menyepelekan keluhan
masyarakat. Terbukti setiap ada keluhan dari masyarakat selalu
ditanggapi secara serius dan cepat oleh pengelola Tempat
142
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
2) Distribusi kemakmuran, semuanya merasakan hal yang sama
dengan adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di sekitar
masyarakat. Bahkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan
aspek kesejahteraan sosial harus dikedepankan. Dalam konteks ini,
pihak yang bersangkutan tidak boleh membeda-bedakan
masyarakat. Inilah yang terjadi dalam proses inovasi yang
dilakukan oleh pihak Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung. Dalam pemasangan pipa gas metan ke
rumah warga misalnya, pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) akan senantiasa memasangkan, memperbaiki dan menjaga
tanpa membeda-bedakan. Hal inilah yang menjadikan masyarakat
menjadi senang dengan adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
3) Terjalinnya sistem sosial yang harmonis, inovasi dari Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) tidak hanya terkait pengelolaan sampah
saja. Pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) juga melakukan
inovasi dengan menjalin sistem sosial yang harmonis dengan
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan tidak sedikitknya
masyarakat yang merasa senang dengan pelayanan dari pihak
pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), jalan ini ditempuh
oleh pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masyarkat
menjadi senang dengan keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Bukti lain yang dapat menggambarkan terjalinnya sistem
143
sosial yang harmonis antara pengelola Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) dengan masyarakat adalah ketika masyarakat meminta
bantuan alat berat yang digunakan di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) untuk menghancurkan masjid yang akan direnovasi dan
pihak pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tanpa basa-basi
langsung memberikan bantuan.
4) Partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang strategis alangkah baiknya di ambil
dengan jalan musyawarah bersama. Dalam konteks ini, masih
minim terjadi diantara masyarakat dengan pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA), bisa dilihat ketika adanya kebijakan
untuk pembayaran dana perbaikan pipa gas metan sebesar Rp
6.000, kebijakan tersebut tidak berjalan dengan lancar, dikarenakan
ketidak jelasan pengelolaannya. Keluhan masyarakat tidak hanya
dari sering matinya gas dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), tapi
juga tidak jelas kepada siapa masyarakat harus membayar.
Akhirnya kebijakan tersebut tidak dapat berjalan. Secara
keseluruhan, target dari Ir. Koderi yang ingin merubah paradigma
masyarakat yang tidak menyukai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
menjadi menyukai berhasil. Karena sampai saat ini, Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi tidak pernah sepi dari
pengunjung entah itu berasal dari instansi luar maupun warga
sekitar yang hanya berkunjung untuk menemani anak bermain di
144
taman bermain anak-anak yang dibuat oleh pengelola Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung.
c. Dampak Ekonomi
Dalam perspektif efisiensi ekonomi, dampak dari adanya inovasi di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata Edukasi Talangagung sudah
tercapai. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya pengeluaran
masyarakat untuk belanja LPG setiap bulannya sekitar Rp. 30.000-Rp.
50.000. Bagi sebagian masyarakat, mencoba mencari tambahan
pendapatan dengan menjadi pemulung di Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA). Dua contoh dampak ekonomi di atas, masih belum cukup untuk
dikatakan keberlanjutan ekonomi yang menjamin yang menjamin
kemajuan ekonomi secara berkelanjutan.
Tempat penyimpanan sementara sampah yang dipulung untuk
kemudian usaha pengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung untuk memberikan keleluasaan kepada
pemulung untuk mencari nafkah dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
ditempuh dengan jalan membuatkan bank sampah bagi pemulung,
bank sampah ini difungsikan sebagai dijual oleh pemulung. Poin
penting yang perlu digaris bawahi dari pembahasan terkait dampak
ekonomi dengan adanya inovasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Wisata Edukasi Talangagung terwujudnya efisiensi ekonomi
masyarakat akan tetapi masih belum cukup untuk dijadikan patokan
terdapat keberlanjutan kemajuan ekonomi masyarakat karena hanya
145
bersifat tambahan dan hanya sebagian kecil dari masyarakat yang
menikmati hal tersebut, dalam hal ini pemulung yang bekerja sehari-
hari untuk memulung di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wisata
Edukasi Talangagung.