bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1. 4.1.1. · kondisi geografis provinsi riau ... 4...
TRANSCRIPT
31 Universitas Muhammadiyah Riau
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
4.1.1. Kondisi Geografis Provinsi Riau
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
Indonesia dengan ibukota adalah Pekanbaru. Provinsi Riau berbatasan langsung
dengan selat malaka dan provinsi sumatera utara di sebelah utara, sebelah selatan
berbatasan dengan provinsi jambi dan provinsi sumatera barat, sebelah timur
berbatasan dengan provinsi kepulauan riau dan selat malaka, dan sebelah barat
berbatasan langsung dengan provinsi sumatera barat dan sumatera utara.
Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan
SelatMalaka terletak antara 01° 05’ 00” Lintang Selatan-02° 25’ 00” Lintang Utara
atau antara 100°00’00”-105° 05’ 00” Bujur Timur.Provinsi Riau memiliki luas area
sebesar 87.023,66 km2 dan memiliki 12 kabupaten/kota.
Tabel 4.1 Luas Wilayah Provinsi Riau Menurut Kabupaten/kota 2017 (Km2)
NO Kabupaten/Kota Ibukota
Kabupaten/Kota
Luas Wilayah
(Km2)
1 Kuantan Singingi Teluk Kuantan 5 259,36
2 Indragiri Hulu Rengat 7 723,80
3 Indragiri Hilir Tembilahan 12 614,78
4 Pelalawan Pangkalan Kerinci 12 758,45
5 Siak Siak Sri Indrapura 8 275,18
6 Kampar Bangkinang 10 983,47
7 Rokan Hulu Pasir Pangaraian 7 588,13
8 Bengkalis Bengkalis 6 975,41
9 Rokan Hilir Bagansiapiapi 8 881,59
10 Kepulauan Meranti Selat Panjang 3 707,84
11 Pekanbaru Pekanbaru 632,27
12 Dumai Dumai 1 623,38
RIAU 87 023,66
Sumber : Riau dalam angka 2018 (BPS Riau)
32
Universitas Muhammadiyah Riau
4.1.2. Kependudukan
Jumlah penduduk Riau dari hasil proyeksi yaitu sebesar 6.657.911 jiwa pada
yang terdiri atas 3.416.307 jiwapenduduk laki-laki dan 3.241.604 jiwa penduduk
perempuan.Penduduk laki-laki di Provinsi Riau lebih besar dibandingkan penduduk
perempuanseperti terlihat pada table 4.2. dibawah ini :
Table 4.2. Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin dan Kabupaten/Kota
Provinsi Riau, 2017
No. Kabupaten/Kota Jenis Kelamin (ribu)
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Kuantan Singingi 164,769 156,447 321,216
2 Indragiri Hulu 218,496 207,401 425,897
3 Indragiri Hilir 370,603 351,631 722,234
4 Pelalawan 225,234 213,554 438,788
5 Siak 238,837 226,577 465,414
6 Kampar 427,065 405,322 832,387
7 Rokan Hulu 329,047 312,161 641,208
8 Bengkalis 286,865 272,216 559,081
9 Rokan Hilir 348,782 330,881 679,663
10 Kepulauan Meranti 93,961 89,336 183,297
11 Pekanbaru 559,917 531,171 1,091,088
12 Dumai 152,731 144,907 297,638
Jumlah 3,416,307 3,241,604 6,657,911
Sumber : Riau dalam angka 2018 (BPS Riau)
Distribusi penduduk 2017 menurut Kabupaten/Kota menunjukan bahwa
penduduk Riau terkonsentrasi di kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi dengan
jumlah penduduk 1.091.088 jiwa atau sekitar 16,39 % dari seluruh penduduk Riau.
Sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten
Kepulauan Meranti sebesar 183.297 jiwa.
4.2. Deskripsi Variabel-Variabel Penelitian
4.2.1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Riau
Salah satu hal penting dalam pembangunan dan merupakan salah satu tujuan
pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam konteks
pertumbuhan ekonomi daerah hal tersebut tidak jauh berbeda. Setiap daerah tentunya
menginginkan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu sasaran dalam
pembangunan daerah. Produk domestic regional bruto menggambarkan kemampuan
suatu wilayah dalam menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. PDRB
33
Universitas Muhammadiyah Riau
dapat dilihat dari tiga sisi pendekatan yaitu produksi, penggunaan, dan pendapatan.
Ketiga pendekatan tersebut menyajikan komposisi data nilai tambah menurut sector
ekonomi, penggunaan, dan sumber pendapatan. PDRB menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau dapat dilihat pada table 4.3 :
Table 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016 2017
Kuantan Singingi 19,336,933 20,331,154 19,896,348 20,669,804 21,584,597
Indragiri Hulu 25,180,129 26,571,896 25,791,527 26,742,942 27,817,785
Indragiri Hilir 34,769,508 37,160,800 37,920,056 39,754,987 41,627,466
Pelalawan 27,817,785 29,058,309 29,774,301 30,654,216 31,910,602
Siak 51,987,673 51,485,182 51,379,296 31,910,602 52,048,831
Kampar 44,297,000 45,816,000 46,314,000 47,609,000 47,609,000
Rokan Hulu 19,150,561 20,396,303 20,800,664 21,785,244 22,996,276
Bengkalis 88,411,085 85,003,796 82,676,674 80,656,528 79,230,434
Rokan Hilir 42,405,060 44,445,780 44,676,810 45,556,000 46,279,800
Kepulauan Meranti 10,329,760 10,788,977 11,096,024 11,453,445 11,831,782
Pekanbaru 51,053,167 54,575,479 57,616,752 60,891,070 64,620,230
Dumai 19,605,667 20,132,375 20,516,493 21,468,403 22,347,511
Sumber : Hasil olahan data dari Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Berdasaarkan table di atas dapat dilihat pertumbuhan ekonomi terbesar dari
tahun 2013 sampai dengan 2017 terdapat di Kabupaten Bengkalis Dan Kota
Pekanbaru sedangkan pertumbuhan ekonomi terkecil terdapat di Kabupaten
Kepulauan Meranti.
4.2.2. Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi
Riau
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu hal penting dalam
upaya penggalian potensi daerah. Pentingnya hal tersebut mencerminkan dari
semakin gencarnya daerah dalam hal mencari potensi daerah guna mengisi besarnya
nilai pendapatan asli daerah, terlebih setelah diberlakukanya kebijakan otonomi
daerah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Dalam penelitian ini, data Pendapatan Asli DaerahKabupaten/ Kota di
Provinsi Riau selama 5 tahun yaitu dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Pendapatan
Asli Daerahditunjukkan dalam tabel 4.4. sebagai berikut :
34
Universitas Muhammadiyah Riau
Table 4.4. Jumlah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2013-2017
Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016 2017
Kuantan Singingi 46,272,301 61,702,221 70,430,680 62,176,252 108,028,330
Indragiri Hulu 72,381,681 111,827,898 125,142,263 109,733,193 159,665,857
Indragiri Hilir 80,512,228 105,692,681 115,592,702 132,442,800 214,785,344
Pelalawan 72,235,808 86,278,847 109,085,091 107,042,930 182,015,874
Siak 348,618,602 309,862,791 311,112,375 164,325,691 199,247,637
Kampar 157,869,015 188,653,172 221,377,672 162,363,323 316,191,621
Rokan Hulu 56,857,588 90,890,315 82,773,884 95,812,025 199,642,462
Bengkalis 219,252,418 253,692,220 258,889,531 199,026,650 308,150,000
Rokan Hilir 145,074,390 86,143,200 111,332,070 94,904,410 195,508,782
Kepulauan Meranti 40,192,727 62,850,644 54,827,443 52,413,812 80,941,080
Pekanbaru 368,031,806 430,017,652 473,839,023 482,031,164 697,466,656
Dumai 157,466,165 153,223,679 162,535,866 192,760,175 265,472,760
Sumber : Hasil olahan data dari Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Berdasarkan table di atas, penerimaan pendapatan asli daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau selama 5 (lima) dari 2013 sampai dengan 2017
mengalami kenaikan yang berbeda di setiap daerah. Penerimaan tertinggi terjadi di
Kota Pekanbaru pada tahun 2017 sebesar Rp. 697.466.656. Penerimaan PAD Kota
Pekanbaru berasal dari pajak daerah. Sedangkan penerimaan PAD terendah di
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau di peroleh oleh Kabupaten Kepulauan Meranti
sebesar Rp. 80.941.080.
4.2.3. Variabel Belanja Modal di Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Riau
Belanja Modal merupakan unsur dari pengeluran daerah yang digunakan
untuk membiayaipengadaan aset tetap.Belanja Modal menggambarkan tingkat
konsumsi pemerintah daerah untuk menambah aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akutansi. Semakin tinggi tingkat Belanja
Modal maka semakin banyak aset tetap yang dimiliki oleh pemerintah daerah
tersebut. Diharapkan banyaknya aset tetap tersebut menjadi sarana prasarana naiknya
Pertumbuhan ekonomi daerah.
Dalam penelitian ini, data Belanja Modal Kabupaten/ Kota di Provinsi Riau
selama 5 tahun yaitu dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Belanja Modal ditunjukkan
dalam tabel 4.5 sebagai berikut :
35
Universitas Muhammadiyah Riau
Table 4.5. Jumlah Belanja Modal Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
tahun 2013-2017
Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016 2017
Kuantan Singingi 310,518,392 358,433,993 326,730,804 178,016,363 203,273,640
Indragiri Hulu 480,751,481 320,878,860 557,609,596 246,977,757 247,686,767
Indragiri Hilir 363,143,942 392,225,899 550,565,277 693,930,017 510,111,723
Pelalawan 296,763,913 327,477,590 453,584,910 454,684,128 254,665,598
Siak 803,328,619 1,005,348,199 906,133,668 252,760,588 216,462,854
Kampar 452,815,455 624,428,613 490,400,606 377,722,237 352,062,836
Rokan Hulu 441,831,841 330,667,029 279,249,015 252,866,981 330,432,257
Bengkalis 1,271,708,816 1,131,617,485 1,815,753,250 765,742,949 982,284,436
Rokan Hilir 1,126,673,689 561,189,705 465,846,935 399,644,133 339,836,023
Kepulauan Meranti 202,175,457 289,134,002 196,504,908 253,405,017 173,835,961
Pekanbaru 470,984,427 647,098,439 823,637,820 450,341,770 466,573,845
Dumai 343,406,951 383,170,589 143,872,370 200,116,034 272,620,881
Sumber : Hasil olahan data dari Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Berdasarkan data diatas, nilai belanja modal dari tahun 2013 sampai dengan
2017 cenderung fluktuatif. Alokasi belanja modal tertinggi terdapat pada Kabupaten
Bengkalis yang mengalami peningkatan yang cukup baik dari tahun 2013-2017,
namun pada tahun 2016 nilai belanja modal Kabupaten Bengkalis mengalami
penurunan sebesar Rp. 765.742.949 dari tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2017
Belanja Modal Kabupaten Bengkalis mengalami kenaikan yang cukup signififikan
sebesar Rp. 982.284.436. Sedangkan untuk alokasi belanja modal terendah terdapat
di Kabupaten Kepulauan Meranti.
4.2.4. Variabel Belanja Bantuan Keuangan di Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi
Riau
Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang
bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa,
dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada
pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan atau
peningkatan kemampuan keuangan daerah.
Dalam penelitian ini, data Belanja Bantuan Keuangan Kabupaten/ Kota di
Provinsi Riau selama 5 tahun yaitu dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Belanja
Bantuan Keuangan ditunjukkan dalam tabel 4.6 sebagai berikut :
36
Universitas Muhammadiyah Riau
Tabel 4.6. Jumlah Belanja Bantuan Keuangan MenurutKabupaten/Kota di
Provinsi Riau tahun 2013-2017
Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016 2017
Kuantan Singingi 21,192,994 421,071,510 485,291,264 688,257,312 0
Indragiri Hulu 54,392,164 155,480,440 68,426,010 0 0
Indragiri Hilir 66,160,357 106,237,011 187,706,896 237,457,842 277,751,953
Pelalawan 109,085,643 111,765,990 117,568,023 151,109,533 178,181,193
Siak 111,277,259 121,503,155 206,096,032 165,071,306 197,420,999
Kampar 87,541,132 97,263,868 162,342,509 230,892,045 288,051,719
Rokan Hulu 57,322,810 58,755,019 87,347,959 156,047,913 203,197,169
Bengkalis 390,698,247 389,726,417 502,359,857 365,316,020 325,409,752
Rokan Hilir 41,020,300 32,967,733 189,327,551 203,439,094 180,676,776
Kepulauan Meranti 75,339,298 102,716,257 143,494,689 85,723,057 151,000,000
Pekanbaru 879,961,199 849,425,904 899,998,800 999,885,800 999,885,000
Dumai 1,219,898,160 1,443,022,880 1,893,772,000 2,055,441,600 2,245,267,080
Sumber : Hasil olahan data dari Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Berdasarkan tabael diatas, menunjukan bahwa Kota Dumai merupakan
daerah dengan pengeluaran pemerintah atas belanja bantuan keuangan tetinggi
dengan pengeluaran pemerintah atas belanja bantuan keuangan terbesar terjadi pada
tahun 2017 sebesar Rp. 2.245.267.080 meningkat dibandingkan tahun 2016.
Sedangkan untuk pengeluaran pemerintah atas belanja bantuan keuangan terendah
terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Analisis Regresi Data Panel
Untuk mengetahui besarnya pengaruh PAD, Pengeluaran Pemerintah atas
Belanja Modal, Pengeluaran Pemerintah atas Belanja Bantuan Keuangan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di wilayah 12 Kabupaten/Kota Provinsi Riau maka dapat
digunakan analisis regresi data panel.
4.3.2. Estimasi Pemilihan Model Regresi Data Panel
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi data panel. Dalam
menganalisis, digunakan program Eviews untuk memudahkannya. Pemilihan model
regresi data panel dilakukan dengan cara 3 metode pengujian, yaitu Common Effect
Model, Fixed Effect Models, dan Random Effect Models untuk memilih model regresi
yang paling baik digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan hasil
pengujiannya:
37
Universitas Muhammadiyah Riau
4.3.2.1 Common Effect Model
Pengujian menggunakan common effect model adalah pengujian yang paling
sederhana. Dalam model common effect ini, intersep dan koefisien dianggap tetap
sepanjang waktu. Berikut hasil estimasi dari model common effect;
Table 4.7. Hasil Regresi Common Effect Model
Variabel Coefficient Probabilitas
C 8736866 0.0024
PAD 0.072056 0.0000
BELANJAMODAL 0.036867 0.0000
BANTUANKEUANGAN -0.005009 0.0954
R-squared 0.748976
F-statistic 55.69552
Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : hasil olahan data Eviews 9
Berdasarkan table 4.7 menunjukan koefisien PAD sebesar 0.072056 dan
probabilitas PAD sebesar 0.0000 yang dimana variable PAD memiliki pengaruh
Positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien Belanja Modal
sebesar 0.036867 dan probabilitas sebesar 0.0000 yang dimana variable Belanja
Modal memiliki pengaruh Positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Nilai koefisien Bantuan Keuangan sebesar -0.005009 dengan probabilitas sebesar
0.0954 dimana variable Bantuan Keuangan memiliki pengaruh negative dan tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan koefisien Pertumbuhan
ekonomi sebesar 8736866 dan nilai R-squared sebesar 0.748976 atau 74.89% dan
nilai F-statistic sebesar 55.69552 dengan Prob(F-statistic) sebesar 0.000000. Model
estimasi pooledleast square adalah sebagai berikut:
PEit = 8736866 + 0.072056 PADit + 0.036867 BMit + (-0.005009) BKit +ect
4.3.2.2 Fixed Effect Model
Pada model fixed effect, diasumsikan bahwa intersep bersifat tidak konstan
dan koefisien diasumsikan konstan. Artinya, adanya perbedaan intersep karena
perbedaan individu atau obyek sedangkan perubahan waktu dianggap konstan.
Berikut adalah hasil estimasi model fixed effect;
38
Universitas Muhammadiyah Riau
Table 4.8. Hasil Regresi Fixed Effect Model
Variabel Coefficient Probabilitas
C 30069426 0.0000
PAD 0.033421 0.0000
BELANJAMODAL 0.001808 0.3661
BANTUANKEUANGAN 0.001236 0.6315
R-squared 0.985023
F-statistic 211.3993
Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : hasil olahan data Eviews 9
Berdasarkan table 4.8 menunjukan koefisien PAD sebesar 0.033421 dan
probabilitas PAD sebesar 0.0000 yang dimana variable PAD memiliki pengaruh
Positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien Belanja Modal
sebesar 0.001808 dan probabilitas sebesar 0.3661 yang dimana variable Belanja
Modal memiliki pengaruh Positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Nilai koefisien Bantuan Keuangan sebesar 0,001236 dengan probabilitas
sebesar 0.6315 dimana variable Bantuan Keuangan memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan koefisien Pertumbuhan
ekonomi sebesar 30069426 dan nilai R-squared sebesar 0.985023 atau 98,50% dan
nilai F-statistic sebesar 211.3993 dengan Prob(F-statistic) sebesar 0.000000. Model
estimasi fixed effect adalah sebagai berikut:
PEit = 30069426 + 0.033421 PADit + 0.01808 BMit + 0.001236BKit +ect
4.3.2.3 Random Effect Model
Random Effect Models merupakan pengujian yang didasarkan adanya
perbedaan intersep dan konstanta yang disebabkan oleh residual error sebagai akibat
dari perbedaan antar waktu maupun provinsi.
Table 4.9 Hasil regresi Random Effect Model
Variabel Coefficient Probabilitas
C 24571989 0.0000
PAD 0.053120 0.0000
BELANJAMODAL 0.008642 0.0000
BANTUANKEUANGAN -0.002150 0.2649
R-squared 0.391147
F-statistic 11.99207
Prob(F-statistic) 0.000004
Sumber : hasil olahan data Eviews 9
39
Universitas Muhammadiyah Riau
Berdasarkan table 4.9 menunjukan koefisien PAD sebesar 0.053120 dan
probabilitas PAD sebesar 0.0000 yang dimana variable PAD memiliki pengaruh
Positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien Belanja Modal
sebesar 0.008642 dan probabilitas sebesar 0.0000 yang dimana variable Belanja
Modal memiliki pengaruh Positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Nilai koefisien Bantuan Keuangan sebesar -0.002150 dengan probabilitas sebesar
0.2649 dimana variable Bantuan Keuangan memiliki pengaruh negative dan tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan koefisien Pertumbuhan
ekonomi sebesar 24571989 dan nilai R-squared sebesar 0.391147 atau 39.11% dan
nilai F-statistic sebesar 211.99207 dengan Prob(F-statistic) sebesar 0.000004. Model
estimasi random effect adalah sebagai berikut:
PEit = 24571989 + 0.053120 PADit + 0.008642 BMit + (-0.002150) BKit +ect
4.3.3. Pemilihan Model Estimasi Regresi Data Panel
4.3.3.1. Uji Chow Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan
metode Fixed Effect lebih baik dari regresi model data panel tanpa vaiabel dummy
atau metode Common Ejfect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Model Common Effect
Ha : Model Fixed Effect
Kriteria pengujian ini adalah dilihat dari p value dari F statistik. Apabila nilai
probabilitas <0.05 maka H0 ditolak artinya efek dalam model estimasi regresi panel
yang tepat digunakan adalah Fixed effect model, dan sebaliknya apabila nilai
probabilitas > 0.05 maka H0 diterima artinya dalam model estimasi regresi panel
yang sesuai adalah Common Effect model (CEM). Hasil pengujian model
menggunakan uji Chow dapat dilihat melalui tabel berikut :
Table 4.10 Uji Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 64.474838 (11,45) 0.0000
Cross-section Chi-square 169.141553 11 0.0000
Sumber : hasil olahan data Eviews 9
40
Universitas Muhammadiyah Riau
Berdasarkan tabel 4.10 diatas diperoleh F-statistik adalah
64.474838dengand.f (11,45)dan nilai probabilitas F-Statistik sebesar 0.0000, yang
berarti bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5%
(0.0000 <0.05). Maka Ho ditolak, sehingga model panel yang digunakan adalah
Fixed EffectModel.
4.3.3.2.Uji Hausman Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel yang
tepat menggunakan random effect ataukah Fixed effect. Hipotesis yang digunakan
dalam uji Hausman adalah sebagai berikut :
Ho : Model Random Effect
Ha : Model Fixed Effect
Krireria pengujian ini adalah apabila nilai probabilitas <0.05 maka H0 ditolak
artinya efek dalam model estimasi regresi panel yang tepaat digunakan adalah Fixed
effect model, dan sebaliknya apabila nilai probabilitas > 0.05 maka H0 diterima
artinya dalam model estimasi regresi panel yang sesuai adalah Model Random Effect.
Hasil pengujian model menggunakan uji Hausman dapat dilihat melalui tabel
berikut:
Table 4.11 Uji Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 134.708730 3 0.0000
Sumber : hasil olahan data Eviews 9
Berdasarkan hasil uji Hausman pada tabel 4.11 di atas, didapatkan Chi-
Square statistic sebesar 134.708730 dengan probabilitas 0.0000 dan d.f. 3.
Dikarenakan nilai probabilitas Chi-Square statistic lebih kecil dari nilai α 5% (0.0000
< 0.05) maka Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang dapat
digunakan untuk model penelitian adalah Fixed Effect Model. Jadi, berdasarkan uji
Chow dan uji Hausman model yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
4.3.3.3.Fixed Effect Model (Model Cross Section Weights)
41
Universitas Muhammadiyah Riau
Analisis data panel pada penelitian ini menggunakan estimasi model fixed
Effect sebagai metode analisis data panel pada penelitian ini sebelumnya diuji
melalui uji chow dan uji hausman terlebih dahulu, sehingga akhirnya model fixed
effect ini terjadi heterodastisistas dan autokorelasi, karena setiap data panel
diasumsikan mengalami heterodastistas sebab terdiri dari banyak cross section.
Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakan method white cross
section pada data panel. Dengan mengguanakan method cross section pada model
fixed effect maka otomatis uji asumsi klasik pada data panel panel
dihilangkan.Heterokedastisitas timbul apabila nilai residual dari model tidak
memiliki varians yang konstan. Artinya, setiap observasi mempunyai reliabilitas
yang berbeda beda akibat perubahankondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum
dalam model (Kuncoro, 2011). Gejala ini sering terjadi pada data cross section
(Gujarati, 2012), sehingga sangat dimungkinkan terjadi heterokedastisitas pada data
panel. Implikasi terjadi autokorelasi dan heterokedastisitas pada data panel dapat
diperbaiki dengan model Cross-section weight. Apabila model data panel mengalami
heterokedastisitas tanpa autokorelasi dapat diatasi dengan model Cross-section
weight. Hasil regresi data panel dengan menggunakan Model Fixed Effectsebagai
berikut:
Tabel 4.12 Output Fixed Effect Model (Model Cross Section Weights)
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 08/17/19 Time: 11:06
Sample: 2013 2017
Periods included: 5
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 60
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 31473196 1455908. 21.61757 0.0000
PAD 0.030971 0.004527 6.841463 0.0000
BELANJAMODAL 0.000267 0.001303 0.205096 0.8384
BANTUANKEUANGAN 0.000614 0.000677 0.907220 0.3691
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.995829 Mean dependent var 77233902
42
Universitas Muhammadiyah Riau
Adjusted R-squared 0.994532 S.D. dependent var 36542765
S.E. of regression 2668173. Sum squared resid 3.20E+14
F-statistic 767.4861 Durbin-Watson stat 2.082317
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics
R-squared 0.984717 Mean dependent var 37293765
Sum squared resid 3.49E+14 Durbin-Watson stat 2.569766
Sumber : hasil olahan data Eviews 9
Menurut penelitian ini persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut ntuk
Pertumbuhan Ekonomi:
Keterangan :
a. Konstanta sebesar 31473196 menunjukan bahwa apabila PAD, Belanja
Modal, dan Bantuan Keuangan nilainya tetap maka besarnya Pertumbuhan
Ekonomi nilainya sama yaitu 31473196 satuan.
b. Koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah (X1) sebesar 0.030971
menunjukan bahwa setiap penambahan Pendapatan Asli Daerah sebesar 1%
dengan asumsi variable lainya dianggap konstan, maka akan meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi sebesar 0.03 satuan.
c. Koefisien regresi Belanja Modal (X2) sebesar menunjukan bahwa
setiap penambahan Belanja Modal sebesar 1% dengan asumsi variable lainya
dianggap konstan, maka akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi sebesar
0.0002 satuan.
d. Koefisien regresi Bantuan Keuangan (X3) sebesar menunjukan
bahwa setiap penambahan Belanja Modal sebesar 1% dengan asumsi variable
lainya dianggap konstan, maka akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
sebesar 0.0006 satuan.
4.3.4. Uji Asumsi Klasik
Dalam analisis regresi perlu melakukan pemenuhan beberapa asumsi agar
model yang digunakan dapat dikatakan baik. Model penelitian yang baik biasanya
terbebas dari masalah seperti autokorelasi dan heterokedastisitas, oleh karena itu uji
43
Universitas Muhammadiyah Riau
asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui masalah yang mungkin terjadi dalam
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aplikasi Eviews 9 sebagai alat
analisis uji asumsi klasik.
4.3.4.1. Uji Autokolerasi
Uji Autokorelasi yang dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson
(DW test) untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian
observasi runtut waktu dan ruang dalam model regresi linier. Jika DW statistik
berada diantara du < d < 4 – du, maka model regresi dalam penelitian ini terbebas
dari autokorelasi.
Autokorelasi
Positif Ragu-ragu
Tidak ada
Autokorelasi
Ragu-
ragu
Autokorelasi
Negatif
dL dU
4-dU 4-dL
0 1.4797 1.6889
2.0823
2.3111 2.5203 4
Gambar 4.1 Skema Uji Autokolerasi
Dari hasil estimasi didapat nilai DW statistik sebesar 2,0823 pada seluruh
populasi, dan jumlah variabel bebas didapat nilai dU sebesar 1,6889, dL sebesar
1,4797,4-du sebesar 2,3111, dan 4-dL sebesar 2,5203. Dengan melihat DW
statistiknya maka H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif maupun H0*
yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif diterima dalam model. Menurut
Sarwoko (2005) masalah autokorelasi dapat diatasi dengan menggunakan metode
General Least Square (GLS). GLS merupakan metode untuk membuang autokorelasi
urutan pertama (First order autocorelation) pada sebuah estimasi yang diregresi.
Sehingga dengan menggunakan metode ini masalah autokorelasi dapat teratasi.
4.3.4.2. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas biasanya terjadi pada jenis data cross section. Karena
regresi data panel memiliki karakteristik tersebut, maka ada kemungkinan terjadi
heteroskedastisitas. Dari ketiga model regresi data panel hanya CE dan FE saja yang
memungkinkan terjadinya heteroskedastisitas, sedangkan RE tidak terjadi.Hal ini
dikarenakan estimasi CE dan FE masih menggunakan pendekatan Ordinary Least
Square (OLS) sedangkan RE sudah menggunakan Generalize Least Square (GLS)
yang merupakan salah satu teknik penyembuhan regresi.
44
Universitas Muhammadiyah Riau
Untuk membandingkan apakah model FE terjadi heteroskedastisitas atau
tidak, dapat dilakukan dengan cara membandingan hasil antara model FE tanpa
pembobotan (unweighted) dan model FE dengan pembobotan (weighted).
Tabel 4.13 Pembanding Model FE Unweighted dan model FE Weighted
Parameter FE Unweighted FE Weighted
Prob. t-Statistic Hanya 1 Var yang Sig (<0,05) Hanya 1 Var yang Sig (<0,05)
R-squared 0.985023 0.995829
Prob(F-statistic) 0.000000 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Berdasarkan 3 (tiga) parameter di atas pada dasarnya tidak terdapat
perbedaan yang terlalu signifikan, hanya pada R-squared saja yang mana model
FE weighted lebih besar (lebih baik) yaitu 0,995829 dibandingkan dengan nilai R-
squared pada model FE unweighted sebesar 0.985023sehingga dapat disimpulkan
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model FE.
4.3.5. Uji Hipotesis
4.3.5.1. Uji t (t-statistik)
Uji t menunjukkan tingkat signifikansi pengaruh masing-masing variabel
pendapatan asli daerah, Pengeluaran pemerintah atas belanja modal, pengeluaran
pemerintah atas belanja bantuan keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
Hipotesis yang digunakan sebagai berikut :
a. H0 : tidak terdapat pengaruh PAD (X1), Belanja Modal (X2) dan Bantuan
Keuangan(X3) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)
b. H1 : terdapat pengaruh PAD (X1), Belanja Modal (X2) dan Bantuan
Keuangan(X3) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Kriteria pengambilan keputusan,
a. H0 diterima bila t hitung t tabel (tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel independen dengan variabel dependen)
b. H0 ditolak bila t hitung > t tabel (terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen)
45
Universitas Muhammadiyah Riau
Dari hasil Output Fixed Effect Model (Model Cross Section Weights) pada
table 4.12 menunjukan bahwa nilai t-statistk PAD sebesar 6.841463 >2.003 pada t-
tabel dan nilai Probabilitas sebesar 0.0000 yang artinya nilai probabilitas PAD lebih
kecil dari nilai alpa 0.05 (5%) ini berarti pada level signifikan sebesar 95%
menyatakan H0 ditolak dan H1 ditterima. Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota
Provinsi Riau.
Nilai t-statistk Belanja Modal sebesar 0.205096 < 2.003 pada t-tabel dan nilai
Probabilitas sebesar 0.8384 yang artinya nilai probabilitas Belanja Modal lebih besar
dari nilai alpa 0.05 (5%) ini berarti pada level signifikan sebesar 95% menyatakan H0
diterima dan menolak H1. Dengan demikian Belanja Modal tidak berpengaruh
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
Nilai t-statistk Belanja Bantuan Keuangan sebesar 0.907220< 2.003 pada t-
tabel dan nilai Probabilitas sebesar 0.3691yang artinya nilai probabilitas Bantuan
Keuangan lebih besar dari nilai alpa 0.05 (5%) ini berarti pada level signifikan
sebesar 95% menyatakan H0 diterima dan menolak H1. Dengan demikian Bantuan
Keuangan tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
4.3.5.2. Uji f (f-statistik)
Uji f yang dilakukan untuk melihat apakah variabel independent pendapatan
asli daerah (X1), belanja modal (X2), dan bantuan keuangan (X3) secara simultan
atau bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependent Pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
Hipotesis yang digunakan sebagai berikut :
a. H0 : tidak terdapat pengaruh PAD (X1), Belanja Modal (X2) dan Bantuan
Keuangan(X3) secara bersama-sama terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y).
b. H1 : terdapat pengaruh PAD (X1), Belanja Modal (X2) dan Bantuan
Keuangan(X3) secara bersama-sama terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y).
Kriteria keputusan,
a. H0 diterima bila F hitung < F tabel (tidak terdapat pengaruh)
b. H0 ditolak bila F hitung > F tabel (Terdapat pengaruh)
46
Universitas Muhammadiyah Riau
Dari hasil Output Fixed Effect Model (Model Cross Section Weights) pada table
4.12 menunjukan bahwa nilai -statistik sebesar767.4861 dengan f-tabel 2.77 dan
nilai probabilitas 0.000000 < 0.05. maka dapat disimpulkan bahwa PAD, Belanja
Modal, dan Bantuan Keuangan secara simultan berpengaruh signifikanterhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
4.3.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang
mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam
persamaan regresi, dalam menerangkan variabel-variabel tak bebas. Nilai
determinasi berkisar antara 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi R2 yang kecil
(mendekati nol) berarti kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan
dalam menerangkan variasi variabel tak bebas amat terbatas. Nilai koefisien
determinasi R2 yang mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hamper
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel bebas.
Dari hasil Output Fixed Effect Model (Model Cross Section Weights) pada
table 4.12 menunjukan bahwa nilai R2 sebesar 0.995829 atau 99.58%, maka variable
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan Bantuan Keuangan memiliki
pengaruh terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
Sementara sisanya 0,42% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.
4.4. Pembahasan
4.4.1. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Analisis regresi yang telah digunakan bertujuan untuk mengetahui hubungan
antar variabel Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Bantuan Keuangan
dengan Pertumbuhan Ekonomi. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan
menunjukkan bahwa hasil akhir dari regresi data panel menggunakan fixed effect
model. Pada output dapat dilihat nilai R square sebesar 0.995829 (99.58%) yang
berarti penelitian ini menjelaskan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal,
dan Bantuan Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. F-statistik pada output
regresi menunjukan validasi atas model yang diestimasi, karena nilai probabilitas dari
47
Universitas Muhammadiyah Riau
f-statistik bernilai 0.000000 yang mengidenfikasikan signifikan dengan tingkat
keyakinan 5% (0,05).
Tabel 4.14 Hubungan Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
Variabel Hubungan yang Ditemukan Signifikan (5%)
PAD Positif (+) Signifikan
Belanja Modal Positif (+) Tidak signifikan
Bantuan Keuangan Positif (+) Tidak signifikan
Sumber: Hasil Output Eviews 9
4.4.2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan Asli Daerah menggambarkan kemampuan daerah
dalammengelola sumber-sumber daya yang ada di daerahnya. Semakin
tinggiPendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi juga kemampuan suatu
daerahdalam memaksimalkan pengelolaan sumber daya yang ada di daerahnya.
Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) harus berdampak pada perekonomian
daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak
mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan
penerimaan pendapatan asli daerah.
Berdasarkan hasil uji t antara PAD dengan Pertumbuhan Ekonomi
menunjukan nilai 6,841463 yang mana lebih besar dari nilai t tabel dengan nilai
probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05. Nilai t hitung positif berarti PAD
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% kapasitas Pendapatan Asli Daerah akan
meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 6,841463. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat
kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu
mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah
pusat berkurang.
Penelitian ini sejalan dengan teori Keynes yang menyatakan bahwa
Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, karena berkaitan dengan peranan APBD dan APBN yang dilakukan untuk
meningkatkan PAD setiap daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(Parsito Sanneng, 2016). Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wardhiah
48
Universitas Muhammadiyah Riau
(2018), Paidi Hidayat dan Sirojuzilan (2006), Amin Pujiati (2006), Romey Linda
Hutapea (2006) dimana semua peneltian tersebut menjelaskan bahwa PAD memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Febrian Dwi Prakarsa (2014) yang menyatakan bahwaPendapatan Asli Daerah
berpengaruh secara tidak signifikan dan berdampak secara negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi yang ada di Jawa Timur. Hal Ini memperlihatkan bahwa
penarikan pajak dan retribusi daerah yang dilakukan pemerintah daerah justru
menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.
Berdasarkan hasil diatas dapat dikatakan bahwa penerimaan pemerintah
terutama dari pendapatan asli daerah di kabupaten.kota provinsi riau mengalami
pergerakan yang positif. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan asli daerah sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di provinsi Riau.
Maka dalam hal ini pemerintah kabupaten.kota di provinsi Riau harus lebih bias
meningkatkan PADnya dengan mengoptimalkan usaha-usaha yang produktif secara
langsung dan mengoptimalkan potensi-potensi PAD yang ada di kabupaten/kota di
Riau. jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah daerah akan
meningkat, sehingga pemerintah daerah mampu meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.
4.4.3. Pengaruh pengeluaran Pemerintah atas Belanja Modal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang
mencerminkanpengeluaran dalam bentuk pembelian atau pengadaan atau
pembangunan aset tetapberwujud yang digunakan untuk menunjang kegiatan
pemerintahan seperti tanah,peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi
dan aset tetap lainnya.
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai t-hitung dari belanja modal adalah
0,205096 dan nilai ini lebih kecil dibandingkan t-tabel sebesar 2,003 (t-hitung<t-
tabel) pada tingkat α=5% dengan nilai probabilitas sebesar 0,8384. Hal Ini berarti
bahwa secara parisal belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
49
Universitas Muhammadiyah Riau
Hal ini menunjukkan masih rendahnya alokasi belanjamodal untuk kegiatan
pembangunan berbagai fasilitas publik sehingga belumberpengaruh secara signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Disamping itu,dalam proses penyusunan
anggaran belanja modal yang melibatkan pihak eksekutif danlegislatif memungkinan
terjadinya distorsi pengalokasian belanja modal sebagai dampakkecenderungan
untuk memaksimalkan utilitas dari pihak-pihak yang terlibat dalam
prosespenyusunan anggaran sesuai dengan preferensinya, sebagaimana diungkapkan
Magnerdan Johnson dalam Suryarini (2012)
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Budiono bahwa pertumbuhan itu
harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Ketentuan ini sangat
penting untuk diperhatikan dalam ekonomi wilayah, karena bisa saja suatu wilayah
mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu tercipta karena banyaknya
bantuan/suntikan daerah dari pemerintah pusat dan pertumbuhan itu terhenti apabila
suntikan dana itu dihentikan (Tarigan, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan
(2011), dimana belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
namun tidak signifikan.Penelitian Anasmen (2009) yang berjudul pengaruh belanja
modal terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat, mendapatkan hasil bahwa
belanja modal berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Hal ini menunjukkan masih rendahnya alokasi belanja modal untuk
kegiatan pembangunan berbagai fasilitas publik sehingga belum berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Ahmad Fajri (2016) yang
menyatakan bahwa Belanja modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Sumatera. Hal Ini
menunjukkan masih kurang tepatnya kebijakan pengalokasian belanja modal
sehingga tidak mampu mendorong peningkatan permintaan produksi daerah.
Dalam peneitian ini belanja modal di kabupaten/kota di Provinsi Riau
bervariasi antara daerah satu dengan daerah yang lainya dengan jumlah yang besar
antar kabupaten/kota di Riau. Namun hal ini tidak menjadikan alokasi belanja modal
menjadi pemicu dalam perkembangan tren pertumbuhan ekonomi (PDRB) di
kabupaten/kota Provinsi Riau itu sendiri. Dalam realitanya masih banyak alokasi
50
Universitas Muhammadiyah Riau
belanja modal yang digunakan untuk gedung dan bangunan yang dibangun oleh
pemerintah daerah tidak mempunyai fungsi bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena
itu pemerintah kabupaten/kota Provinsi Riau harus lebih bisa mengelola alokasi
anggaran belanja modal dengan baik sehingga mampu dinikmati oleh masyarakat
dalam waktu yang pendek.
4.4.4. Pengaruh pengeluaran Pemerintah atas Bantuan Keuangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Bantuan Keuangan merupakan Belanja Tidak Langsung yang dialokasikan
oleh Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota maupun Pemerintahan Desa di
wilayahnya. Bantuan keuangandigunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan
yang bersifat umum atau khusus dariprovinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah
desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya ataudari pemerintah kabupaten/kota
kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalamrangka pemerataan
dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
Nilai koefisien regresi data panel bantuan keuangan adalah 0.000614 artinya
apabila terjadi peningkatan bantuan keuangan sebesar 100 persen maka akan
menambah jumlah pertumbuhan ekonomi. Nilai t-statistik sebesar 0.907220 dan nilai
probabilitas sebesar 0.3691 > 0,05 tingkat signifikan, ini berarti dapat disimpulkan
bahwa bantuan keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Riau.
Hal ini tidak sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa pemerintah dapat
mempengaruhi tingkat GDP nyata dengan mengubah persediaan berbagai faktor
yang dapat dipakai dalam produksi, melalui program-program pengeluaran misalnya
pendidikan, kesehatan dan lain-lainSehingga dengan mempengaruhi besarnya GDP
dan pendapatan riil akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi (Rahayu, 2010).
Menurut keynes, melalui kebijakan fiskal pengeluaran agregat dapat ditambah dan
langkah ini akan menaikkan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan tenaga
kerja. Pengeluaran agregat dapat ditingkatkan lagi dengan cara menaikkan
51
Universitas Muhammadiyah Riau
pengeluaran pemerintah untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan maupun
untuk menambah investasi pemerintah (Sukirno, 2012).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jamzani
Sodik (2007) yang menjelaskan bahwa investasi swasta tidak mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi regional provinsi di Indonesia. Sedangkan
pengeluaran pemerintah baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin
mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi
regional.