bab iv hasil penelitian dan pembahasan · 2013. 5. 22. · 29 3. pelaksanaan angket angket untuk...
TRANSCRIPT
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Subyek Penelitian
Penelitian yang baik tentunya didukung oleh berbagai persiapan yang
maksimal. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain pemilihan
lokasi dan subyek penelitian, tempat wawancara, peralatan yang
digunakan untuk merekam pada saat wawancara, serta angket yang telah
disiapkan.
1. Peralatan Wawancara
Peralatan pendukung yang digunakan saat wawancara antara lain
handphone yang ada perekamnya, alat tulis, buku tulis.
Handphone digunakan pada saat merekam suara supaya lebih
jelas. Alat tulis dan buku tulis digunakan untuk membantu peneliti
dalam menuliskan hasil wawancara yang telah dilakukan.
2. Pelaksanaan Wawancara
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Permintaan izin
disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA dan Guru Matematika
kelas XI SMA 1 Bae Kudus. Maksud dan tujuan dari wawancara ini
adalah untuk mencari permasalahan tentang gaya belajar siswa.
Subyek penelitian untuk wawancara ini adalah Waka Kurikulum
dan dua Guru Matematika. Wawancara di lakukan dua kali di
sekolah diluar jam pelajaran, kebetulan pada saat melakukan
wawancara waktu untuk melakukan wawancara tersebut sangat
panjang dikarenakan adanya kelas meeting.
Wawancara subyek penelitian oleh Waka Kurikulum dilakukan
satu kali yang bertujuan untuk mengetahui kurikulum yang ada di
kelas XI program IPA dan IPS serta penjurusan masuk program IPA
dan IPS yang dilakukan oleh sekolah. Wawancara subyek
penelitian oleh Guru Matematika kelas XI program IPA dan IPS
dilakukan dua kali di sekolah yang bertujuan untuk mengetahui
permasalahan penelitian dan mendeskripsikan gaya belajar yang
ada pada siswa kelas IPA dan IPS.
29
3. Pelaksanaan Angket
Angket untuk subyek dalam penelitian ini berasal dari siswa kelas
XI IPA 2 sebanyak 32 orang siswa, kelas XI IPA 4 sebanyak 32 orang
siswa, kelas XI IPS 2 sebanyak 26 orang siswa, kelas XI IPS 3 sebanyak
26 orang siswa yang sejumlah 64 orang siswa kelas IPA dan 52 orang
kelas IPS. Berdasarkan gambaran subyek penelitian diatas dapat
ditabelkan sebagai berikut untuk memperjelas subyek penelitian.
Tabel 4.1 Deskripsi Subyek
Program kelas Frekuensi Prosentase (%)
XI IPA 64 55,17%
XI IPS 52 44,83%
Jumlah 116 100%
B. Hasil Penelitian
1. Pembahasan Wawancara
SMA 1 Bae Kudus merupakan SMA RSBI (Rintisan Sekolah Berbasis
Internasional) yang satu-satunya ada di kecamatan Bae Kudus ini dan
mempunyai kelas XI program IPA dan IPS saja. Penjurusan program IPA dan
IPS ini dilakukan pada kelas XI. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat
teknis terkait (Pedoman Penjurusan Program IPA dan IPS SMA 1 Bae
Kudus).
Tahap 1 Waktu pelaksanaan dan penentuan penjurusan 1. Penentuan penjurusan dilakukan akhir semester genap kelas X dengan
memperhitungkan nilai mata pelajaran ciri khas program studi pada semester genap.
2. Pelaksanaan penjurusan program dimulai pada semester gasal kelas XI. Tahap 2 Kriteria Penjurusan 1. Penentuan penjurusan memperhatikan daya tamping dan peringkat nilai
rata-rata mata pelajaran cirri khas program, dengan memperhatikan nilai pengetahuan dan praktik semester genap yang akan ditentukan dalam pertemuan tersendiri antar unsur Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Wali Kelas X dan Biro Pengajaran dengan pola IPA 6 kelas dan IPS 4 kelas.
2. Peserta didik yang naik kelas XI dan akan mengambil program studi tertentu, boleh memiliki nilai yang tidak tuntas minimal 3 mata pelajaran yang bukan mata pelajaran cirri khas program yang akan dipilih.
3. Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilakukan melalui angket minat dan masukan dari guru BK.
4. Penjurusan pada kelas X dilaksanakan pada akhir semester genap oleh guru BK dengan mempertimbangkan:
a. Prestasi Hasil Belajar b. Minat Siswa dalam memilih program
30
Pada penjurusan program di SMA 1 Bae Kudus ini tidak dibedakan antara
program IPA dan IPS akan tetapi terdapat kriteria nilai minimal untuk
mengambil program studi. Sebagaimana dijelaskan oleh Waka Kurikulum
Bapak Supriyono dalam wawancara sebagai berikut:
“Dalam penjurusan ke program IPA dan IPS di SMA 1 Bae Kudus ini
sekolah melakukan Tes Potensi Akademik (TPA) yang bertujuan untuk mengetahui kecondongan siswa dominan ke program IPA ataupun IPS, Tes minat dari APKIN yang bertujuan untuk mengetahui minat dari siswa masuk program IPA atau IPS. Setelah tes potensi akademik dan minat siswa dapat terungkap hasilnya secara keseluruhan dan disetujui oleh orang tua siswa masing-masing, tes potensi tersebut dirangking secara keseluruhan menurut hasil dari siswa dan dibuat daftar untuk masuk ke kelas IPA sebanyak 6 kelas dan IPS 4 kelas. Untuk kelas program IPA membuat batasan nilai terendah yaitu 78 untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi. Jika siswa minat ke kelas IPA, nilai mencukupi dan rangking dari tes potensi akademik condong ke IPA maka siswa bisa masuk kelas IPA tetapi kalau ada siswa yang minat ke IPA tetapi nilai tidak mencukupi secara akademik maka tidak bisa masuk IPA. Kalau untuk program IPS siswa yang masuk itu disesuaikan minat dan tes dari siswa. Untuk sarana prasarana program IPA dan IPS disesuaikan dengan kebutuhan dan ekstrakurikuler siswa kelas IPA dan IPS tidak dibedakan, siswa program IPA maupun program IPS leluasa menggunakan fasilitas yang ada di sekolah. Untuk kurikulum IPA dan IPS struktur sama dengan penambahan 6 jam per minggu. ”(Sumber:wawancara dengan Bapak Supriyono S.Pd, M.Pd selaku Waka Kurikulum SMA 1 Bae Kudus pada 13 Juni 2012)
Pada pembelajaran antara kelas program IPA dan IPS berbeda, Ibu Alfiyah
BA selaku guru matematika kelas program IPA ini menyatakan bahwa
siswa IPA lebih disiplin, cenderung aktif dan kritis pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Menurut penuturan beliau anak IPA memiliki
respon yang bagus terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru dan
mempunyai semangat yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut berikut
kutipan wawancara yang dilakukan dengan ibu Alfiyah BA sebagai berikut:
“Mengenai kebiasaan siswa, sebenarnya memang beraneka ragam misalnya: ada siswa yang suka cekatan dalam mengerjakan tugas, ada siswa yang merenung saat di jelaskan guru, ada siswa yang suka berdiskusi dengan teman dan dalam kelompok dan bermacam-macam. Tetapi secara keseluruhan untuk kelas program IPA sendiri ini mereka lebih paham dalam menerima pelajaran dengan latihan soal-soal dan berdiskusi ketimbang mendengarkan saya ceramah didepan. Sehingga belajar menurut
31
mereka ya dengan cara menggunakan pengalaman mereka sendiri mengerjakan latihan soal-soal yang saya berikan dan kalau kesulitan untuk menjawab soal mereka bertanya kepada saya. Gaya belajar yang dimiliki siswa ini untuk merangkulnya semuanya susah karena belum tahu pasti setiap siswa itu memiliki gaya belajar apa saja mbak, berbagai metode pembelajaran sudah saya pakai sampai saya kombinasikan antara metode pembelajaran yang satu dengan yang lain sesuai dengan teori yang saya sampaikan. Ya untuk sementara ini saya menggunakan latihan soal-soal untuk memenuhi gaya belajar siswa yang ada. Dengan adanya soal-soal tadi siswa lebih paham dan menyukai tugas-tugas pekerjaan rumah yang saya berikan, lebih banyak latihan soal siswa akan semakin senang”. (Sumber wawancara: Ibu Alfiyah BA selaku guru matematika kelas XI program IPA SMA 1 Bae Kudus pada 12 Juni 2012)
Pernyataan ibu Alfiyah di atas diperkuat oleh salah satu guru yang tidak
mau di ketahui identitasnya di SMA 1 Bae Kudus ini menyatakan bahwa
beliau baru tahu adanya gaya belajar siswa yang harus diperhatikan oleh
seorang guru dan selama beliau bekerja di SMA 1 Bae Kudus ini belum ada
tes maupun angket yang mengarah ke gaya belajar siswa. Beliau ini juga
mengajar suatu mata pelajaran di kelas IPA, beliau mengutarakan bahwa
kelas IPA memang lebih senang mengerjakan sesuatu secara konkrit
seperti ujicoba di lab dan mempraktikkan apa yang mereka amati dari
pada guru menjelaskan ceramah di depan kelas.
Berdasarkan hasil wawancara juga disampaikan oleh guru
matematika kelas XI SMA 1 Bae Kudus pada program IPS sebagai berikut:
“Untuk kebiasaan yang dilakukan anak IPS sering rame di kelas pada saat proses belajar mengajar mata pelajaran saya. Mereka cenderung banyak bicara daripada mendengarkan penjelasan saya. Anak IPS lebih sering melamun dan maen hp smsan dengan sesama teman saat pelajaran berlangsung. Saya sering menasehati mereka dengan lelucon supaya mereka tidak takut dengan saya. Kalau masalah gaya belajar, menurut saya sejauh yang saya amati untuk anak kelas IPS ini mereka banyak melihat dan berpikir secara teoritis, mereka lebih senang dengan hafalan daripada hitung menghitung. Untuk memenuhi gaya belajar mereka saya menggunakan lebih banyak kata-kata ketimbang saya menampilkan rumus dalam slide power point saya supaya mereka mengerti apa yang saya sampaikan. Kalau tidak saya jelaskan saya membentuk kelompok dan mereka presentasi di depan kelas dengan bahasa mereka sendiri-sendiri jadi ini memungkinkan untuk mereka lebih mengerti dan memahami materi yang dipelajari. Menurut saya dengan sesama teman yang menjelaskan
32
presentasi di depan kelas akan menambah rasa keaktifan yang ada dalam diri siswa dengan cara bertanya”. (Sumber wawancara ibu Hj.Sutiah selaku guru matematika program IPS)
Keanekaragaman gaya belajar pada siswa perlu diketahui pada awal
permulaan memasuki lembaga pendidikan, dengan adanya mengetahui
gaya belajar yang ada maka dapat mempermudah belajar pada siswa dan
guru pun bisa menggunakan metode yang tepat untuk mengkombinasikan
dengan berbagai gaya belajar yang dimiliki oleh setiap masing-masing
siswa. Pebelajar akan dapat belajar yang baik dan hasil belajar baik,apabila
ia mengerti gaya belajarnya dan akan menerapkan pembelajaran dengan
mudah dan tepat.
2. Pembahasan Angket
Pada penelitian ini untuk menguji keabsahan angket gaya belajar
digunakan uji coba validitas item dan reliabilitas instrumen Learning Style
Inventory (LSI) dilakukan pada 30 mahasiswa UKSW Salatiga. Hasil uji coba
validitas item dan reliabilitas instrument LSI ditunjukkan pada tabel
sebagai berikut:
1). Validitas
Mengukur validitas item instrumen menggunakan rumus statistik
Corrected Item-Total Correlation dengan bantuan SPSS 16 for windows.
Hasil uji validitas item instrumen ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Validitas Aspek Concrete Experience (CE)
No item Corrected Item-Total Keterangan
CE1 .702 Valid
CE2 .709 Valid
CE3 .688 Valid
CE4 .799 Valid
CE5 .394 Valid
CE6 .415 Valid
CE7 .760 Valid
CE8 .648 Valid
CE9 .925 Valid
CE10 .803 Valid
CE11 .786 Valid
CE12 .728 Valid
Pada tabel 4.2 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya
belajar CE1 sampai CE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang
ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.394 – 0.925.
Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas
33
antara 0.394 – 0.925 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien
0.394 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.925
Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Validitas
Aspek Reflective Observation (RO)
No item Corrected Item-Total Keterangan
RO1 .701 Valid
RO2 .595 Valid
RO3 .467 Valid
RO4 .466 Valid
RO5 .252 Valid
RO6 .218 Valid
RO7 .643 Valid
RO8 .476 Valid
RO9 .815 Valid
RO10 .717 Valid
RO11 .730 Valid
RO12 .785 Valid
Pada Tabel 4.3 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya
belajar RO1 sampai RO12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang
ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.218 – 0.815.
Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas
antara 0.218 – 0.815 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien
0.218 dan validitas sempurna untuk koefisien 0.815.
Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Validitas
Aspek Abstract Conceptualization (AC)
No item Corrected Item-Total Keterangan
AC1 .457 Valid
AC2 .299 Valid
AC3 .287 Valid
AC4 .356 Valid
AC5 .447 Valid
AC6 .344 Valid
AC7 .776 Valid
AC8 .684 Valid
AC9 .710 Valid
AC10 .634 Valid
AC11 .606 Valid
AC12 .768 Valid
Pada Tabel 4.4 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya
belajar AC1 sampai AC12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang
ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.287 – 0.776.
34
Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas
antara 0.287 – 0.776 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien
0.287 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.776.
Tabel 4.5 Hasil Uji Coba Validitas
Aspek Active Experimentation (AE)
No item Corrected Item-Total Keterangan
AE1 .612 Valid
AE2 .496 Valid
AE3 .530 Valid
AE4 .300 Valid
AE5 .499 Valid
AE6 .547 Valid
AE7 .486 Valid
AE8 .644 Valid
AE9 .505 Valid
AE10 .765 Valid
AE11 .653 Valid
AE12 .593 Valid
Pada Tabel 4.5 diatas tampak bahwa dari 12 item Inventori model gaya
belajar AE1 sampai AE12 dinyatakan valid dengan koefisien validitas yang
ditunjukkan oleh Corrected Item-Total Correlation antara 0.300 – 0.765.
Berdasarkan dari kriteria validitas dari Ali (2003) bahwa koefisien validitas
antara 0.300 – 0.765 termasuk kriteria validitas rendah untuk koefisien
0.300 dan validitas tinggi untuk koefisien 0.765.
2). Reliabilitas
Mengukur Reliabilitas digunakan teknik Cronbach’s Alpha dengan bantuan
program SPSS 16 for windows. Hasil uji reliabilitas instrumen model gaya
belajar ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Coba Reliabilitas
Instrumen Gaya Belajar
Sub Konsep Alpha Cronbach Keterangan
CE 0.928 Diterima
RO 0.879 Diterima
AC 0.858 Diterima
AE 0.868 Diterima
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai Alpha Cronbach CE 0.928, RO 0.879, AC
0.858, AE 0.868. Seluruh instrumen berada pada tingkat diterima yang
berarti instrumen reliabel.
35
C. Hasil Pengukuran Variabel
1. Analisis Deskriptif
Gambaran statistik deskriptif variabel dalam penelitian ini disajikan
pada Tabel 4.7 sampai 4.8 dengan bantuan SPSS 16 for windows.
Rangkuman variabel gaya belajar (X1) disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel
4.8 yang berisi unsur pembentuk tipe gaya belajar dalam kuadran belajar
berpengalaman menurut Kolb.
Tabel 4.7 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPA
Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Deviasi
Rentang Skor
Min Max
CE (Concrete Experience) 30.28 9.317 8 12 44
RO (Reflective Observation) 34.75 6.891 8 15 48
AC (Abstract Conceptualitation)
36.07 5.829 8 15 48
AE (Active Experimentation) 35.35 5.780 9 13 47
Tampak pada Tabel 4.7 pada program IPA rerata tertinggi pada AE (Active
Experimentation) sebesar 35.35 dengan simpangan baku 5.780. Data
tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor tertinggi
47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar 30.28
dengan simpangan baku 9.317. Data tersebar pada rentang skor 8 dengan
skor terendah 12 dan skor tertinggi 44.
Tabel 4.8 Statistik deskriptif variabel gaya belajar program IPS
Unsur-unsur gaya belajar Mean Standar Deviasi
Rentang Skor
Min Max
CE (Concrete Experience) 31.59 7.394 9 12 46
RO (Reflective Observation) 33.15 6.616 8 16 48
AC (Abstract Conceptualitation)
33.42 6.654 8 15 48
AE (Active Experimentation) 33.90 7.766 9 13 47
Terlihat bahwa pada Tabel 4.8 pada program IPS rerata tertinggi pada AE
(Active Experimentation) sebesar 33.90 dengan simpangan baku 7.766.
Data tersebar pada rentang skor 9 dengan skor terendah 13 dan skor
tertinggi 47. Rerata skor terendah pada CE (Concrete Experience) sebesar
31.59 dengan simpangan baku 7.394. Data tersebar pada rentang skor 9
dengan skor terendah 12 dan skor tertinggi 46.
a. Klasifikasi Gaya Belajar Siswa Program IPA dan IPS
Berdasarkan hasil pengolahan data, seperti yang dijelaskan bahwa gaya
belajar tidak didominasi oleh keempat model gaya belajar Kolb tetapi
36
perpaduan keempatnya kemudian membentuk empat kuadran yaitu: gaya
belajar Diverger perpaduan concrete experience dan reflective observation
pada kuadran I, gaya belajar Assimilator perpaduan reflective observation
dan abstract conceptualitation pada kuadran II, gaya belajar Converger
perpaduan active experimentation dan abstract conceptualitation pada
kuadran III, gaya belajar Accomodator perpaduan concrete experience dan
active experimentation pada kuadran IV. Klasifikasinya sebagai berikut:
Tabel 4.9 Klasifikasi Gaya Belajar program IPA dan IPS
Gaya Belajar Kuadran IPA IPS Total
Diverger I 25 21 46
Assimilator II 11 13 24
Converger III 9 6 15
Accomodator IV 19 12 31
Total 64 52 116
Pada Tabel 4.9 diatas tampak siswa program IPA pada kuadran I
ditempati oleh 25 orang siswa bertipe gaya belajar Diverger yang
menggunakan perpaduan belajar concrete experience dan reflective
observation. Pada kuadran II ditempati oleh 11 orang siswa bertipe gaya
belajar Assimilator yang menggunakan perpaduan belajar reflective
observation dan active experimentation. Pada kuadran III ditempati oleh 9
orang siswa bertipe gaya belajar Converger yang menggunakan perpaduan
belajar active experimentation dan abstract conceptualization. Pada
kuadran IV ditempati oleh 19 orang siswa bertipe gaya belajar
Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete experience
dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan terlihat
bahwa siswa kelas IPA berada pada gaya belajar Diverger pada kuadran I
dan Accomodator pada kuadran IV, sehingga kecenderungan gaya belajar
siswa kelas IPA adalah Diverger dan Accomodator. Pada Tabel 4.9 diatas
tampak siswa program IPS pada kuadran I ditempati oleh 21 orang siswa
bertipe gaya belajar Diverger yang menggunakan perpaduan belajar
concrete experience dan reflective observation. Pada kuadran II ditempati
oleh 13 orang siswa bertipe gaya belajar Assimilator yang menggunakan
perpaduan belajar reflective observation dan active experimentation. Pada
kuadran III ditempati oleh 6 orang siswa bertipe gaya belajar Converger
yang menggunakan perpaduan belajar active experimentation dan abstract
conceptualization. Pada kuadran IV ditempati oleh 12 orang siswa bertipe
gaya belajar Accomodator yang menggunakan perpaduan belajar concrete
experience dan active experimentation. Berdasarkan tabel yang disajikan
37
terlihat bahwa siswa kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger pada
kuadran I dan Assimilator pada kuadran II, sehingga kecenderungan gaya
belajar kelas IPS berada pada gaya belajar Diverger dan Assimilator.
b. Interval Variabel
Menentukan interval mengacu pada Sugiyono (2010) pada setiap
variabel gaya belajar (diverger, assimilator, converger, dan accomodator)
dilakukan untuk menentukan seberapa derajat kategori pada setiap
variabel dan menghasilkan perbedaan derajat kategori pada sampel
penelitian dalam hal ini adalah siswa program IPA dan IPS di SMA 1 Bae
Kudus dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Berdasarkan pengolahan data didapati bahwa skor tertinggi dan skor
terendah masing-masing variabel gaya belajar pada siswa program IPA dan
IPS menunjukkan nilai skor yang sama pada setiap variabel gaya belajar
yang menghasilkan nilai interval yang sama pula. Hasil analisis deskriptif
setiap variabel gaya belajar penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.10
sampai Tabel 4.13 sebagai berikut:
Tabel 4.10 Kategori Variabel Gaya Belajar Diverger IPA dan IPS
No Kategori Rentang Skor IPA IPS
F % F %
1 Sangat Tinggi 95 – 82 9 14 6 12
2 Tinggi 81 – 68 35 55 20 38
3 Sedang 67 – 54 16 25 19 37
4 Rendah 53 – 40 3 4 6 11
5 Sangat Rendah 39 – 26 1 2 1 2
Jumlah 64 100 52 100
Pada Tabel 4.10 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar
diverger program IPA berada pada kategori tinggi (55%) dan program IPS
pada kategori tinggi (38%).
Tabel 4.11 Kategori Variabel Gaya Belajar Assimilator IPA dan IPS
No Kategori Rentang Skor IPA IPS
F % F %
1 Sangat Tinggi 96 – 83 8 12 6 11
2 Tinggi 82 – 69 34 53 16 32
3 Sedang 68 – 55 17 27 22 42
4 Rendah 54 – 41 4 6 7 13
5 Sangat Rendah 40 – 27 1 2 1 2
Jumlah 64 100 52 100
38
Pada Tabel 4.11 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar
assimilator program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program
IPS pada kategori sedang (42%).
Tabel 4.12 Kategori Variabel Gaya Belajar Converger IPA dan IPS
No Kategori Rentang Skor IPA IPS
F % F %
1 Sangat Tinggi 95 – 82 8 12 6 12
2 Tinggi 81 – 68 34 53 22 42
3 Sedang 67 – 54 21 33 15 29
4 Rendah 53 – 40 0 0 8 15
5 Sangat Rendah 39 – 26 1 2 1 2
Jumlah 64 100 52 100
Pada Tabel 4.12 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar
converger program IPA berada pada kategori tinggi (53%) dan program IPS
pada kategori tinggi (42%).
Tabel 4.13 Kategori Variabel Gaya Belajar Accomodator IPA dan IPS
No Kategori Rentang Skor IPA IPS
F % F %
1 Sangat Tinggi 91 – 79 8 12 9 17
2 Tinggi 78 – 66 31 48 17 33
3 Sedang 65 – 53 11 18 18 35
4 Rendah 52 – 40 13 20 7 13
5 Sangat Rendah 39 – 27 1 2 1 2
Jumlah 64 100 52
Pada Tabel 4.13 tampak bahwa frekuensi terbesar skor gaya belajar
accommodator program IPA berada pada kategori tinggi (48%) dan
program IPS berada pada kategori sedang (35%).
c. Prosentase Gaya Belajar Program IPA dan IPS
Berdasarkan hasil pengolahan data, siswa kelas XI program IPA dan IPS
yang berada pada SMA 1 Bae Kudus memiliki gaya belajar yang bermacam-
macam. Berikut ini prosentase gaya belajar kelas XI program IPA dan IPS.
Tabel 4.14 Prosentase Persebaran Gaya Belajar
program IPA dan IPS
Gaya Belajar IPA (f) % IPA IPS (f) % IPS
Diverger 25 39,06 21 40,39
Assimilator 11 17,19 13 25,00
Converger 9 14.06 6 11,54
Accomodator 19 29,69 12 23.07
Total 64 100 52 100
39
Pada Tabel 4.14 tampak sebagian siswa program IPA dan IPS
kecenderungan bergaya belajar Diverger (39,06% dan 40,39%) yaitu
kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang
mengutamakan perasaan dan observasi reflektif yang mengutamakan
pengamatan untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming) dan
kecenderungan bergaya belajar Accomodator (29,69% dan 23,07%) yaitu
kecenderungan siswa belajar melalui pengalaman konkrit yang
mengutamakan perasaan dan eksperimentasi aktif yang diutamakan
berbuat dan bertindak sehingga mendapat kemampuan belajar yang baik
dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Terdapat pula
sebagian kecil siswa memiliki kecenderungan bergaya belajar Assimilator
(17,19% dan 25%) yaitu kecenderungan siswa belajar melalui
konseptualisasi abstrak yang diutamakan adalah pikiran dan observasi
reflektif sehingga dapat memahami berbagai sajian informasi serta
merangkumnya dalam suatu format yang logis serta jelas dan
kecenderungan bergaya belajar Converger (14,06% dan 11,54%) yaitu
kecenderungan siswa belajar melalui konseptualisasi abstrak yang
diutamakan adalah pikiran dan eksperimentasi aktif yang diutamakan
berbuat dan bertindak dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide
dan teori. Berdasarkan pengolahan data, maka prosentase dapat diperjelas
dengan diagram lingkaran sebagai berikut untuk program IPA dan IPS.
Gambar 4.1 Diagram Prosentase Gaya Belajar
Program IPA
Pada Gambar 4.1 diketahui bahwa pada kelas program IPA, siswa kelas XI
lebih banyak bergaya belajar Diverger (39%) dan Accomodator (30%). Gaya
40
belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar
Converger (14%).
Gambar 4.2 Diagram Prosentase Gaya Belajar
Program IPS
Pada Gambar 4.2 diketahui bahwa pada kelas program IPS, siswa kelas XI
lebih banyak bergaya belajar Diverger (46%) dan Assimilator (23%). Gaya
belajar yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah gaya belajar
Converger (10%).
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa sejumlah 116 siswa kelas
XI SMA 1 Bae Kudus yang terdiri dari siswa kelas program IPA sebanyak 64
orang siswa dan siswa kelas program IPS sebanyak 52 orang siswa yang
telah dilibatkan dalam penelitian ini. Data untuk gaya belajar
menggunakan instrumen berupa angket belajar KLSI (Kolb Learning Style
Instrument) yang di adaptasi dari Supeno (2003) dan untuk memperkuat
data yang didapati, maka dilakukan wawancara dengan guru dan waka
kurikulum di SMA 1 Bae Kudus ini.
Pada siswa kelas XI program IPA maupun IPS di SMA 1 Bae Kudus,
secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran di kelas program IPA dan
IPS adalah hampir sama baik secara kurikulum yang digunakan, metode
pembelajaran maupun cara penjurusan program yang dilakukan. Siswa
yang berada pada kelas program IPA ini adalah siswa yang menyukai ilmu-
ilmu eksak dan hitung menghitung seperti mata pelajaran matematika,
fisika, biologi dan kimia sedangkan siswa yang berada pada kelas program
IPS adalah siswa yang menyukai hafalan secara teoritis seperti mata
41
pelajaran ekonomi, sejarah, tata negara, anthropologi. Salah satu hal
menarik yang terdapat di kelas XI program IPA maupun IPS ini adalah
adanya gaya belajar setiap anak yang berbeda dan bermacam-macam,
secara tidak langsung dan tidak tersadari oleh setiap anak bahwa setiap
individu mempunyai gaya belajar tersendiri yang mengantarkan informasi
yang sampai kepada otak mereka yang selanjutnya akan diolah sesuai
pemahaman mereka masing-masing.
Siswa kelas XI pada program IPA menekankan pada cara melihat situasi
konkrit yang dilakukan pada saat dikelas maupun di laboratorium dengan
pendekatan mengamati dengan perasaan (feeling and watching) dan
melibatkan dirinya sendiri untuk melakukan pengalaman yang baru
(feeling and doing). Pada saat guru mengajar siswa IPA cenderung lebih
aktif dalam proses belajar mengajar, mempunyai kebiasaan gaya belajar
untuk membuktikan hal baru yang belum pernah dipelajari dengan cara
mengamati terlebih dahulu apa yang dipelajarinya setelah itu melibatkan
dirinya sendiri dalam pengalaman pembuktian itu. Kebiasaan seperti ini
misalnya dalam mata pelajaran yang membutuhkan praktek konkrit di
laboratorium yang harus mempraktekkan dan membuktikan secara konkrit
untuk menemukan hasil dari praktek tersebut dan mata pelajaran yang
menekankan terhadap suatu pembuktian-pembuktian yang harus
dibuktikan seperti mata pelajaran matematika yang membuktikan suatu
teori dan harus dipecahkan oleh siswa untuk menemukan hasilnya, siswa
IPA terbiasa dengan hal-hal yang setiap harinya di sekolah menunjukkan
kebiasaan yang menekankan pelibatan diri siswa terhadap sesuatu yang
konkrit yang harus dilakukan sendiri oleh siswa tersebut, sedangkan siswa
kelas XI program IPS menekankan pada cara berpikir teoritis (thinking and
watching) atau merangkum sesuatu pada yang mereka amati menjadi
serta mengembangkan teori atau ide untuk menyelesaikan masalahnya
dengan kata-kata dan bahasa mereka sendiri dengan mengumpulkan
berbagai informasi (feeling and watching).
Berdasarkan model gaya belajar Kolb, siswa IPA tergolong lebih
dominan dengan pendekatan feeling and watching yang berarti kombinasi
dari concrete experience and reflective observation yang membentuk suatu
gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan pendekatan feeling
and doing yang berarti kombinasi dari concrete experience and active
eksperimentation yang membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya
belajar Accomodator dengan gaya belajar ini siswa lebih paham untuk
42
menyerap pelajaran yang ada di kelas, sedangkan siswa IPS dalam hal
belajar dominan melakukan pendekatan secara feeling and watching yang
berarti kombinasi dari concrete experience dan reflective observation yang
membentuk suatu gaya belajar yang disebut gaya belajar Diverger dan
pendekatan thinking and watching yang berarti kombinasi dari abstract
conceptualization dan reflective observation yang membentuk suatu gaya
belajar yang disebut gaya belajar Assimilator. Kecenderungan gaya belajar
siswa IPA adalah gaya belajar Diverger dan Accomodator, sedangkan
kecenderungan gaya belajar siswa IPS adalah gaya belajar Diverger dan
Assimilator. Hasil wawancara dan pengamatan yang dipaparkan diperjelas
oleh angket yang dibagikan kepada siswa atau responden untuk
mengetahui jenis gaya belajar yang terdapat pada program IPA dan IPS.
Hasil analisis deskriptif dari 116 orang siswa, untuk program IPA dari 64
responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger
sebanyak 25 orang siswa dengan prosentase 39.06%, kecenderungan gaya
belajar Assimilator sebanyak 11 orang siswa dengan prosentase 17.19%,
kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 9 orang siswa dengan
prosentase 14.06%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak
19 orang siswa dengan prosentase 29.69%, sedangkan untuk program IPS
dari 52 responden yang mempunyai kecenderungan gaya belajar Diverger
sebanyak 21 orang dengan prosentase 40.39%, kecenderungan gaya
belajar Assimilator sebanyak 13 orang siswa dengan prosentase 25%,
kecenderungan gaya belajar Converger sebanyak 6 orang siswa dengan
prosentase 11.54%, kecenderungan gaya belajar Accomodator sebanyak
12 orang siswa dengan prosentase 23.07%. Kecenderungan gaya belajar
pada siswa program IPA adalah Diverger dan Accomodator, sedangkan
kecenderungan gaya belajar pada siswa program IPS adalah Diverger dan
Assimilator.
Gaya Diverger, Assimilator, Converger, Accomodator menunjukkan
kategori tingkat derajat kategori sesuai interval variabel masing-masing.
Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa gaya belajar diverger
siswa program IPA mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 55% dan
siswa program IPS mempunyai kategori tinggi dengan prosentase 38%.
Semakin besar cara siswa belajar menggunakan perasaan dan pengamatan
maka gaya belajar siswa cenderung Diverger, siswa IPA dan IPS sama-sama
melakukan cara belajar dengan penekanan perasaan dan pengamatan.
43
Pada gaya belajar assimilator siswa program IPA mempunyai kategori
tinggi sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang
sebesar 42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan
berpikir dan mengamati maka siswa tersebut cenderung Assimilator.
Kecenderungan berpikir dan mengamati kelas IPA lebih banyak daripada
IPS.
Siswa IPA gaya belajar converger siswa IPA mempunyai kategori tinggi
sebesar 53% dan siswa program IPS mempunyai kategori tinggi sebesar
42%. Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan berpikir dan
bertindak maka siswa tersebut cenderung Converger. Kecenderungan
berpikir dan bertindak kelas IPA lebih banyak daripada IPS
Semakin besar cara siswa belajar dengan menggunakan perasaan dan
tindakan maka siswa tersebut cenderung Accomodator. Pada gaya belajar
accommodator siswa program IPA mempunyai kategori tinggi sebesar 48%
dan siswa program IPS mempunyai kategori sedang sebesar 35%.
Kecenderungan perasaan dan tindakan kelas IPA lebih banyak daripada
IPS.
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sari (2005) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPS
bergaya belajar Diverger dan Assimilator dan temuan Sulistyaningrum
(2010) menemukan bahwa kecenderungan siswa IPA bergaya belajar
Diverger dan Accomodator, sedangkan kecenderungan siswa IPS bergaya
belajar Diverger dan Assimilator.
Hasil diatas senada dengan pernyataan Kolb (1984) yang
menyatakan bahwa dalam penelitiannya Undergarduate College Major
menunjukkan jurusan yang dianut oleh individu mempengaruhi kebiasaan
gaya belajar yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Terdapat adanya
kecocokan gaya belajar dengan spesialisasi pendekatan tertentu, gaya
belajar Diverger (perasaan dan pengamatan) lebih cocok dengan bidang
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau psikologi, gaya belajar Assimilator
(pengamatan dan berpikir) lebih cocok dengan bidang Sains atau Ilmu
Pengetahuan Alam seperti kimia, matematika, fisika.