bab iv hasil penelitian dan analisis...sma kristen satya wacana telah menerapkan kurikulum 2013...
TRANSCRIPT
50
Bab IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Profil SMA Kristen Satya Wacana
SMA Kristen Satya Wacana atau lebih dikenal
dengan SMA Laboratorium terletak di Jalan Diponegoro
No. 52-60 Salatiga. Bangunan sekolah ini masih menjadi
bagian dari Universitas Kristen Satya Wacana dan berada
di bawah badan penyelenggara YPTK Satya Wacana.
Secara fisik, sekolah ini memiliki bangunan berlantai tiga
yang didesain secara modern.
SMA Kristen Satya Wacana memiliki visi untuk
menjadi sekolah yang visioner. Melalui visi tersebut, SMA
Kristen Satya Wacana menjabarkannya dalam tiga misi,
yaitu:
1. Tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi
dalam bidang pendidikan,
2. Bersaksi dan berinovasi dalam bidang pendidikan,
3. Meningkatkan jejaring baik antar sekolah maupun
universitas.
SMA Kristen Satya Wacana mengangkat empat
profil yang harus dimiliki siswa maupun alumninya, yaitu
strong in Christian character, strong in learning and
thinking, strong in purpose dan strong in innovation and
entrepreneurship. Untuk mencapai profil tersebut, SMA
51
Kristen merumuskan nilai-nilai utama dalam akronim
LOVE: listen, obey, virtues, dan emotional control.
Dalam pelayanannya sebagai lembaga pendidikan,
SMA Kristen Satya Wacana telah menerapkan kurikulum
2013 untuk kelas X dan XI, sedangkan kelas XII masih
menggunakan KTSP. Proses belajar mengajar
menggunakan sistem moving class, serta menyediakan
program pengayaan dan persiapan olimpiade bagi peserta
didik berbakat. SMA Kristen Satya Wacana juga
menyediakan program beasiswa dan pengembangan diri
baik di bidang seni, olahraga, jurnalistik, penelitian, dan
bahasa Inggris. Di samping itu, SMA Kristen Satya
Wacana juga menyediakan program pertukaran pelajar
dengan beberapa sekolah di Melbourne Australia seperti
Aitken College, Eltham College, Eltham High School,
Eltham Catholic Ladies College, dsb.
Berfokus pada profil strong in Christian character,
SMA Kristen Satya Wacana senantiasa mengutamakan
nilai-nilai Kekristenan dalam melakukan segala
aktivitasnya. Sebelum memulai proses belajar-mengajar,
siswa bersama wali kelas mengadakan renungan pagi
yang dipimpin oleh siswa sendiri secara bergantian. Di
akhir pekan, diselenggarakan renungan akhir pekan baik
secara sentral maupun persekutuan gabungan di gedung
olahraga sekolah. Selain itu beberapa program berkaitan
dengan hari raya Kristiani, SMA Kristen Satya Wacana
52
mengadakan beberapa kegiatan yang tidak hanya bersifat
eksklusif, tetapi juga kegiatan sosial.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Relevansi program terhadap konteks
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa
guru dan kepala sekolah, siswa SMA Kristen Satya
Wacana berasal dari latar belakang yang beragam, baik
secara ekonomi, sosial dan budaya.
GBK: Siswa di sekolah ini berasal dari berbagai macam
latar belakang. Secara budaya memang di
dominasi siswa yang berasal dari pulau Jawa,
namun demikian beberapa siswa berasal dari
luar pulau Jawa bahkan ada yang berasal dari Papua karena program pemerintah. Demikian
pula secara ekonomi, sebagai besar berasal dari
kalangan menengah ke atas, sehingga soal
kemampuan finansial tidak terlalu ada banyak
hambatan jika ada kebutuhan pendanaan
berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pernyataan tersebut didukung oleh jawaban Kepala
Sekolah, yang juga menambahkan siswa berasal dari
budaya yang beragam.
KS: Memang siswa di tempat ini tidak hanya berasal
dari Jawa, ada juga yang dari Kalimantan
bahkan Papua, sehingga ada perbedaan budaya
yang bersatu di sekolah ini. Untungnya mereka tidak saling membedakan karena kami selalu
mengingatkan pentingnya mengutamakan cara
hidup Kristen yang ramah, saling menyapa, dan
menghindari konflik.
53
Berdasarkan studi dokumentasi, SMA Kristen
menyatakan diri sebagai cerminan Indonesia Mini.
Sebanyak 60% peserta didik berasal dari luar kota
Salatiga dan luar pulau Jawa. Berdasarkan data ini, Guru
Agama menyatakan adanya tantangan yang cukup berat
dalam menjalankan pembelajaran PAK berbasis
kontekstual di sekolah ini.
GA1: Siswa di tempat ini berasal dari bermacam latar
belakang. Ini yang membuat saya harus mempersiapkan pembelajaran dan mengkaitkan
topiknya dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Namun ada kesulitan bahwa perbedaan latar
belakang ekonomi, sosial dan budaya itu
ditambah dengan anggapan bidang studi PAK
sebagai mata pelajaran pelengkap rapor saja, sehingga siswa lebih banyak tidak antusias
untuk mengikuti pelajaran ini. Makanya saya
berusaha mengkaitkan topiknya dengan
kehidupan sehari-hari mereka secara umum
sebagai remaja.
Guru Agama lainnya yang baru mengajar beberapa
bulan di tempat ini juga menyatakan hal yang senada
mengenai pembelajaran PAK yang harus mengena secara
kontekstual.
GA2: Di awal-awal saya mengajar saya berusaha
mengenal mereka, sehingga saya tahu apa yang
harus saya tekankan dan lebih mengenal mereka
secara pribadi. Setelah itu saya bekerja sama
dengan guru BK jika ada masalah yang membutuhkan penangan khusus.
54
Dapat disimpulkan bahwa ada usaha dari guru
Agama untuk mengemas pembelajaran PAK dengan
konteks. Konteks dalam hal ini bukan hanya latar
belakang ekonomi, sosial dan budaya, melainkan konteks
siswa sebagai remaja yang juga memiliki permasalahan
sehari-hari. Program pembelajaran PAK ini dikemas agar
relevan untuk menjawab kebutuhan siswa dalam
menghadapi permasalahan sehari-hari.
S1: Guru sering memberikan contoh-contoh kisah
Alkitab dan analoginya dengan pengalaman
sehari-hari kami. Akhirnya kami menjadi paham dan mengerti tentang topiknya, bahkan kadang
membantu saya untuk menghadapi masalah
saya.
Pernyataan siswa di atas didukung dengan hasil
wawancara beberapa siswa lainnya, yang menyatakan
bahwa dalam pembelajaran PAK siswa diajak untuk
menganalogikan topik dengan pengalaman sehari-hari.
Dengan cara itu, siswa menjadi lebih paham materi yang
diajarkan dan merasakan adanya manfaat praktis.
4.2.2 Manfaat program
Program pembelajaran PAK berbasis kontekstual ini
diharapkan memiliki manfaat praktis bagi siswa.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan,
pembelajaran berbasis kontekstual dilakukan tidak hanya
dengan memaparkan materi pembelajaran yang bersifat
55
teoritis. Pemilihan teks Alkitab juga dikembangkan dan
ditafsir oleh guru untuk mempermudah siswa dalam
memaknai teks tersebut. Dengan hal ini diharapkan siswa
tidak hanya menghafal teks Alkitab dan materi
pembelajaran namun juga memahaminya secara praktis
bagi kehidupan sehari-hari.
Hasil observasi tersebut juga dibenarkan oleh guru
pengampu PAK, yakni tugasnya adalah untuk membuat
siswa memahami makna teks, bukan menghafal teks
Alkitab. Ditambahkan pula bahwa tema pembelajaran
sering dikembangkan agar tidak terpaku pada buku
pegangan saja.
GA2: Saya berusaha membuat siswa tidak hanya hafal
ayat-ayat Alkitab, sehingga saya membantu
mereka untuk memahaminya. Caranya dengan
memberikan tafsiran sederhana yang sifatnya
aplikatif bagi mereka. Temanya juga sering saya kembangkan dari buku paket yang dipakai,
karena kadang tema di buku paket beberapa kali
diulang.
Jawaban yang sedikit berbeda diberikan oleh guru
PAK senior yang mengajar di kelas XII. Ada sedikit
kesulitan untuk memaparkan teks bagi siswa kelas XII,
mengingat banyak di antara siswa yang menganggap mata
pelajaran PAK bukanlah mata pelajaran inti di ujian
nasional nantinya.
GA1: Saya jarang memberikan teks Alkitab untuk
contoh pembelajaran, karena siswa lebih banyak
yang tidak tertarik untuk memaknai teks. Saya memilih untuk memberi contoh konkrit yang
56
terjadi dalam kehidupan mereka sehingga materinya juga tidak hanya sampai pada teori,
tapi bisa bermanfaat bagi mereka sehari-hari.
Berdasarkan jawaban guru pengampu PAK,
manfaat yang diharapkan bukanlah manfaat teoritis saja.
Manfaat praktis yaitu dengan cara mengambil contoh-
contoh konkrit atas pengalaman siswa sebagai remaja
diharapkan mampu membantu siswa untuk memahami
materi yang bersifat abstrak menjadi contoh konkret yang
dapat diterapkan siswa sehari-hari.
Di pihak siswa, manfaat praktis yang diharapkan
oleh guru PAK telah dirasakan secara maksimal.
Beberapa siswa menyatakan bahwa mereka mampu
memaknai materi yang diajarkan tidak sampai pada
konsep menghafal. Beberapa penafsiran teks Alkitab yang
diberikan membantu mereka untuk memaknai teks
Alkitab yang cukup abstrak bagi mereka.
S3: Guru kami sering menyampaikan teks Alkitab untuk memberi contoh teladan pada masa
Alkitab. Ketika kami kesulitan, guru akan
menjelaskan kembali dan memastikan kami
paham dengan maknanya. Kami juga diminta
untuk mempresentasikan ayat Alkitab yang kami
pilih, jika ada kesalahan guru akan segera membantu kami untuk membetulkan.
Jawaban siswa tersebut disetujui oleh sampel siswa
lainnya yang menyatakan bahwa guru sering
menggunakan tokoh Alkitab atau ayat-ayat di dalam
Alkitab untuk memberikan contoh atas materi. Tahap
57
selanjutnya mereka akan dibantu untuk mengkaitkan
tokoh atau makna ayat tersebut dengan mengambil
contoh dalam kehidupan mereka.
Setelah tahap pemaknaan materi atau teks Alkitab,
guru PAK di kelas X dan XI menggunakan metode tanya
jawab untuk mengetahui permasalahan apa yang sedang
terjadi di antara siswa. Metode ini digunakan untuk
mengenal siswa lebih dalam dan membantu siswa untuk
menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
GA2: Biasanya setelah pelajaran saya memberi ruang
untuk mereka bercerita atau saya bertanya
beberapa hal mengenai materi pembelajaran yang
ada kaitannya dengan mereka. Dari sini saya kenal mereka lebih jauh, dan saya jadi tahu
permasalahan mereka. Jika perlu ada tindak
lanjut dari cerita yang mereka sampaikan, saya
akan ajak mereka berbicara secara pribadi untuk
memberi bantuan pendampingan secara pastoral.
Seorang siswa membenarkan cara yang digunakan
oleh guru PAK tersebut. Ia pernah diminta untuk
menceritakan masalahnya di depan kelas, kemudian
setelahnya ia mendapatkan bantuan pendampingan
pastoral oleh guru PAK. Menurutnya, ia merasa terbantu
untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang ia
hadapi.
S5: Beberapa kali saya bercerita tentang permasalahan keluarga saya. Guru kemudian
mengajar saya berbicara setelah pelajaran selesai
dan memberi saya saran atau solusi, sehingga
membantu saya lebih sabar atau menyelesaikan
masalah saya.
58
Penulis menyimpulkan bahwa usaha
mengkontekskan materi pembelajaran PAK tidak hanya
sampai pada mencari contoh nyata dalam kehidupan
siswa sehari-hari, namun juga memberikan bantuan
pendampingan pribadi kepada siswa. Dengan cara ini,
materi yang disampaikan tidak sekedar memberi manfaat
praktis bagi siswa untuk berperilaku, tetapi juga
membantu siswa menemukan solusi atas permasalahan
yang dihadapi.
4.2.3 Input
Dalam aspek masukan (input) terdapat tiga
cakupan, yaitu guru, siswa dan sarana prasarana
pembelajaran yang ada di SMA Kristen Satya Wacana.
4.2.3.1 Guru
Guru sebagai fasilitator pembelajaran PAK di SMA
Kristen Satya Wacana berjumlah dua orang. Seorang guru
(GA1) merupakan alumni fakultas teologi, sedangkan guru
lainnya (GA2) alumni program Pendidikan Agama Kristen.
GA1 mengajar khusus untuk kelas XII, sedangkan GA2
mengajar kelas X dan XI.
Dalam wawancara, keduanya mengaku bahwa
pendidikan yang mereka dapatkan sangat menolong
dalam mempersiapkan pembelajaran berbasis
kontekstual. GA1 sebagai alumni fakultas teologi
mengaku mendapatkan kurikulum tentang
59
kontekstualisasi di masa pendidikannya. Demikian pula
GA2 yang secara khusus memiliki bekal tentang
Pendidikan Agama Kristen. Keduanya tidak mengalami
kesulitan dalam hal mempersiapkan materi pembelajaran
berbasis kontekstual.
Pernyataan GA1 dan GA2 didukung oleh
pernyataan Kepala Sekolah, yang mengatakan bahwa
guru agama di SMA Kristen Satya Wacana telah memiliki
kompetensi yang baik untuk mengajar. Beliau yakin
bahwa latar belakang pendidikan yang berbeda mampu
memperkuat pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya
Wacana dan sangat dimungkinkan untuk saling
melengkapi. Peluang kerja sama juga muncul bersama
guru BK, sehingga dalam hal penyelesaian masalah siswa
guru agama bisa mengkomunikasikan apa yang ditemui
di kelas kepada guru BK.
4.2.3.2 Siswa
SMA Kristen Satya Wacana memiliki tiga jenjang,
yaitu kelas X, XI dan XII. Rata- rata siswa berusia antara
16-18 tahun. Sistem penerimaan siswa berdasarkan
pengisian formulir pendaftaran dengan pemenuhan syarat
administrasi lainnya. SMA Kristen Satya Wacana juga
memberikan peluang bagi siswa berprestasi untuk
menempuh pendidikan di tempat ini, dengan
60
penghargaan berupa beasiswa maupun kemudahan biaya
administrasi lainnya.
Siswa yang belajar di tempat ini berasal dari latar
belakang yang berbeda. Seperti yang telah disampaikan
dalam wawancara baik bersama Kepala Sekolah, Guru
BK, dan Guru Agama, ketiganya setuju bahwa siswa di
SMA Kristen Satya Wacana berada pada tingkatan
ekonomi kelas menengah ke atas. Sedangkan pada latar
belakang budaya, siswa tidak hanya berasal dari pulau
Jawa, sebagian kecil merupakan pendatang dari berbagai
wilayah di Indonesia.
4.2.3.3 Sarana Prasarana
Berdasarkan hasil observasi, sarana prasarana di
SMA Kristen Satya Wacana tergolong baik. Sekolah ini
memiliki gedung tiga lantai dan ruang kelas yang
mendukung proses pembelajaran. SMA Kristen Satya
Wacana menerapkan pembelajaran moving class di mana
siswa harus menuju ke ruang kelas yang berbeda saat
pergantian jam pembelajaran. Setiap ruang dilengkapi
oleh LCD projector, whiteboard, kursi untuk guru dan
siswa, marker, dan di beberapa kelas memiliki pengeras
suara (sound speaker).
Sekolah ini juga dilengkapi dengan perpustakaan
yang dapat digunakan secara bebas oleh siswa maupun
guru, bahkan digunakan secara bersama oleh SMP
61
Kristen Satya Wacana. Terdapat pula Gedung Olah Raga
yang menunjang aktivitas pembelajaran pendidikan
jasmani maupun aktivitas lainnya yang membutuhkan. Di
sisi outdoor terdapat teater terbuka, yang biasa digunakan
sekolah untuk menyelenggarakan acara yang lingkupnya
kecil. Juga disediakan loker untuk setiap siswa
menyimpan tas dan benda lainnya agar tidak membebani
siswa saat moving class.
Kelengkapan silabus atau kurikulum di SMA
Kristen Satya Wacana disediakan dalam bentuk soft file
atau hard file. SMA Kristen Satya Wacana masih
menerapkan dua jenis kurikulum yaitu kurikulum 2013
untuk siswa kelas X dan XI, serta kurikulum KTSP untuk
siswa kelas XII. Keduanya dapat diperoleh di ruang
administrasi jika sewaktu-waktu guru membutuhkan.
Ruang Agama di desain tanpa kursi dengan
harapan siswa memiliki kerendahan hati untuk memulai
pembelajaran PAK. Di dalamnya juga terdapat white
board, lemari, meja guru, rak buku, meja siswa dan
beberapa simbol Kekristenan untuk menambah suasana
sakral. Terdapat pula beberapa hasil portofolio siswa yang
dipasang di tempat yang telah disediakan. Di ruang ini
disediakan pula alat musik berupa gitar, sebab saat
pembelajaran PAK siswa memulainya dengan renungan
bersama.
62
4.2.4 Pelaksanaan program
Adapun praktik pembelajaran PAK di SMA Kristen
Satya Wacana Salatiga dibagi dalam tiga tahapan. Tahap
pra-pembelajaran adalah tahapan di mana guru
mempersiapkan materi pembelajaran beserta metode yang
digunakan dalam rumusan RPP. Tahap proses
pembelajaran merupakan tahapan guru
mempresentasikan materi yang telah dipersiapkan di
kelas beserta keadaan kelas selama kegiatan
pembelajaran. Tahap terakhir adalah evaluasi hasil
belajar, di mana guru mengevaluasi proses pembelajaran
yang telah dilakukan melalui metode-metode yang dipilih.
4.2.4.1 Pra-pembelajaran
Tahap pra-pembelajaran merupakan tahapan di
mana guru mempersiapkan proses pembelajaran berupa
RPP. RPP merupakan rancangan proses pembelajaran
yang disusun oleh guru pengampu bidang studi yang di
dalamnya terdapat materi pembelajaran, pemilihan
metode, media, alat dan kegiatan pembelajaran
berdasarkan KI dan KD yang diterapkan oleh silabus.
Berdasarkan studi dokumentasi, guru menggunakan
buku paket kurikulum 2013 untuk membantu
mempersiapkan materi. Baik kelas X, XI, XII buku yang
digunakan merupakan guru dengan kurikulum 2013.
GA1 sebagai pengampu PAK kelas XII menyatakan bahwa
63
buku dengan kurikulum 2013 digunakan mengingat
materi pembelajaran yang diangkat tidak jauh berbeda.
Penulis melihat adanya usaha guru untuk
mempersiapkan pembelajaran PAK berbasis kontekstual.
Penggunaan metode yang berkisar pada aspek
konstrukstivisme, pemodelan, refleksi dan penilaian
nyata. Guru juga sering mempersiapkan beberapa alat
pembelajaran berupa permainan maupun aktivitas
lainnya secara mandiri. Dengan harapan apa yang ada di
RPP merupakan pembelajaran yang didasarkan pada
kebutuhan atau latar belakang siswa.
GA2: Aktivitas atau alat-alat kadang saya buat sendiri,
karena dari buku kadang tidak sepenuhnya tepat
untuk siswa di tempat ini. Jadinya saya pilih
permainan atau aktivitas lainnya misal menulis renungan, menulis refleksi, biar saya tahu apa yang
mereka rasakan atau sedang alami
Pernyataan GA2 tersebut disetujui oleh GA1 dengan
menyatakan bahwa buku paket menyediakan banyak
aktivitas namun tak jarang aktivitas tersebut terlalu sulit
atau tidak mungkin dikerjakan siswa di SMA Kristen
Satya Wacana. Oleh karena itu, GA1 juga menggunakan
cara yang sama yaitu mempersiapkan atau memilih
aktivitas secara mandiri. Hal ini dirasakan lebih efektif
untuk memasuki dunia siswa sebab pemilihan dilakukan
berdasarkan latar belakang siswa.
64
4.2.4.2 Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran PAK di SMA Kristen pada
umumnya dimulai dengan renungan singkat yang
dipimpin oleh sekelompok siswa secara terjadwal. Seorang
siswa bertugas membacakan buku renungan, seorang lagi
memimpin siswa untuk bernyanyi bersama, dan seorang
lagi memimpin doa. Renungan ini dilakukan di awal
pembelajaran dengan harapan siswa memulai
pembelajaran dengan landasan Firman Tuhan.
Selanjutnya guru akan menyampaikan materi
pembelajaran yang telah dipersiapkan. Penyampaian
materi tidak selalu dimulai dengan ceramah, melainkan
pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya untuk
membangun pemahaman awal siswa.
Berdasarkan hasil observasi, guru menanyakan
pemahaman awal siswa tentang topik yang akan dipelajari
bersama. Misalnya guru menanyakan tentang apa itu Roh
Kudus menurut siswa. Setelah beberapa siswa
menyampaikan pendapatnya, guru bersama-sama
menarik kesimpulan dengan menggunakan beberapa teks
Alkitab sebagai dasarnya. Dari langkah ini, guru
kemudian menyampaikan sejarah turunnya Roh Kudus
dan peranannya bagi manusia. Setelah guru
menyampaikan materi secara lisan, guru memberikan
aktivitas kepada siswa berupa menuliskan pengalaman
reflektifnya bersama Roh Kudus.
65
Proses pembelajaran yang terjadi di ruang PAK
tidak sepenuhnya sama seperti yang dirancangkan guru
di RPP. Hal ini disampaikan oleh GA1 yang menyatakan
banyak hal di kelas yang kadang membuat dia mengubah
metode pembelajaran secara tiba-tiba.
GA1: Saya kadang harus merubah metode
pembelajaran di kelas karena ternyata kondisi kelas tidak memungkinkan untuk metode
tertentu. Yang penting esensinya sama dengan
materi yang sudah saya persiapkan.
Berdasarkan wawancara kepada beberapa siswa,
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana
membuat mereka lebih paham dengan materi yang
disampaikan. Penggunaan metode yang bervariasi terasa
tidak menjenuhkan dan siswa diminta terlibat langsung
dalam proses pembelajaran.
S4: Metode yang digunakan mayoritas ceramah
dengan berbagai ayat Alkitab dan menyampaikan
Firman Tuhan di depan murid. Tapi juga beberapa kali kita diajak nonton film, di mana
film itu mengandung makna yang bersangkutan
dengan materi pembelajaran kami waktu itu.
Kami juga menggunakan metode presentasi, jadi
tiap murid dibentuk kelompok dan materi
dibagikan untuk dipresentasikan.
Metode yang bervariasi ini juga disetujui oleh
beberapa siswa lainnya. Disampaikan bahwa guru
berusaha mengajak siswa untuk aktif dalam
pembelajaran di kelas. Dari situ siswa mencapai
pemahaman yang tepat dan mendalam.
66
S6: Terkadang guru menjelaskan lalu kami
mengerjakan tugas. Kami juga diberi kesempatan
untuk berpresentasi dan aktif bertanya di kelas.
Guru juga membantu kami memajami isi atau
arti suatu ayat Alkitab.
Pernyataan ini disetujui oleh beberapa siswa
lainnya. Bahwa penggunaan teks Alkitab di pembelajaran
PAK cukup banyak di kelas X dan XI. Tak jarang siswa
mengalami kebingungan dengan makna yang terkandung
dalam teks tersebut, namun guru menggunakan kata-
kata yang sederhana dan mudah dipahami untuk
menjelaskannya kembali.
S4: Guru membantu dengan memberi penjelasan kepada kami tentang ayat-ayat yang tidak kami
mengerti. Biasanya guru akan menjelaskan ulang
dan diberi contoh tambahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Metode lain yang cukup unik di pembelajaran PAK
ini adalah guru memberi kesempatan untuk menceritakan
permasalahan atau pengalaman siswa yang berkaitan
dengan materi. Setelahnya guru menarik kesimpulan
bersama siswa tentang materi, dan tak jarang guru
mendatangi siswa tersebut untuk berbicara empat mata.
S7: Guru PAK sering membantu dalam hal
konsultasi, memberi pendapat maupun solusi atau sekedar menjadi tempat untuk
menceritakan masalah yang dialami.
Pernyataan ini diperkuat oleh seorang siswa lainnya
yang mengadakan pendampingan bersama guru PAK.
67
S9: Guru cenderung melakukan pendekatan emosional terhadap muridnya. Tidak langsung
menekan murid dengan solusi secara spesifik.
Namun diberi pengertian mengapa masalah
tersebut terjadi dan guru menunjukkan sikap
empati sehingga membuat siswa merasa nyaman untuk berbagi masalah. Setelah itu baru diberi
arahan atau saran yang bisa diambil siswa untuk
menyelesaikan masalah.
Terlihat bahwa pembelajaran di kelas tidak
berlangsung hanya sampai pada penyampaian materi dan
tugas. Metode pendampingan atau pendekatan personal
membuat pembelajaran lebih efektif. Hasil wawancara
kepada beberapa siswa menyatakan hal yang senada,
yaitu guru memberi ruang kepada mereka untuk
menceritakan permasalahan pribadinya dan
mengarahkan siswa pada sikap perumusan solusi.
4.2.4.3 Evaluasi Hasil Belajar
Pada tahapan evaluasi hasil belajar, guru agama
menyatakan bahwa penilaian tidak hanya dilakukan
berdasarkan tes tertulis maupun lisan. Penilaian telah
dilakukan sejak proses pembelajaran lewat keaktifan
siswa maupun proses pengerjaan tugas di kelas. Bobot
penilaian pun lebih besar pada penilaian sehari-hari
daripada tes akhir.
GA2: Penilaian sudah dilakukan sejak proses belajar di
kelas. Karena sekarang kan sudah pakai penilaian nyata, jadi tidak bergantung lagi sama
hasil ulangan atau UTS/UAS.
68
Pernyataan ini juga disetujui oleh GA1 yang mengajar di
kelas XII, yaitu menggunakan sistem penilaian nyata
lewat porto folio maupun apa yang dikerjakan siswa
selama proses pembelajaran.
GA1: Karena sekarang diarahkan pakai penilaian
nyata, jadi pengambilan nilai tidak lagi cuma dari ulangan. Kadang dari portofolio, penugasan di
kelas, atau kalau mereka aktif juga bisa
digunakan jadi nilai.
Sistem penilaian ini juga dibenarkan oleh beberapa siswa.
Berdasarkan hasil wawancara, siswa menyatakan bahwa
penilaiannya tidak hanya berdasarkan hasil tes, tetapi
penugasan dan keaktifan di kelas juga digunakan sebagai
aspek penilaian.
S10: Kadang guru menggunakan hasil kerja kami,
misalnya renungan, refleksi, portofolio atau presentasi kami sebagai penilaian. Waktu proses belajar mengajar pun kadang kami dinilai dengan keaktifan kami.
Berdasarkan observasi, penulis menemukan pula
penilaian saat proses pembelajaran. Beberapa pertanyaan
atau tanggapan siswa menjadi bahan penilaian guru.
Demikian pula dengan hasil kerja siswa berupa portofolio
atau tugas lainnya. Hasil studi dokumentasi terhadap
lembar penilaian juga menunjukkan adanya bobot
penilaian sehari-hari yang lebih besar daripada bobot nilai
ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.
69
4.2.5 Pengaruh yang diharapkan dan tidak diharapkan
Pembelajaran PAK berbasis kontekstual diharapkan
memiliki pengaruh yang baik dalam kehidupan siswa.
Penggunaan metode dan analogi yang dekat dengan
kehidupan siswa, diharapkan memberi contoh dan
teladan bagi mereka. Namun demikian ada beberapa hal
dalam metode ini yang merupakan pengaruh yang tidak
diharapkan dari pembelajaran ini. Berdasarkan hasil
wawancara kepada guru agama, disampaikan bahwa
pengaruh yang tidak diharapkan dari penggunaan metode
ini telah terlihat di ruang kelas.
GA1: Pengaruh yang tidak diharapkan paling-paling
kalau di kelas, kelas kan santai tapi beberapa
siswa memanfaatkan itu. Malah kesannya
mereka santai-santai tidak memperhatikan. Beberapa sibuk ngobrol atau rame sendiri.
Jadinya ya kalau sudah begini saya serba salah.
Dibuat serius mereka tidak suka, dibuat santai
mereka seenaknya.
Berdasarkan pernyataan di atas, pengaruh yang tidak
diharapkan dari metode ini adalah perilaku siswa yang
mengganggu jalannya pembelajaran. Berdasarkan hasil
observasi, pengaruh ini dapat penulis temukan, yaitu
keadaan di mana beberapa siswa tidak memperhatikan
materi yang sedang diajarkan. Namun demikian sebagian
dari siswa masih memberikan perhatian penuh kepada
guru yang sedang menyampaikan materi.
Pengaruh yang tidak diharap lainnya adalah
hilangnya batasan antara guru dan murid. Guru agama
70
menyatakan bahwa kedekatan siswa dengan guru
membuat beberapa siswa menganggap guru mereka
layaknya teman sendiri. Hal ini dibenarkan oleh guru BK
dalam wawancara.
GBK: Tujuan guru agama atau BK di sini ingin punya kedekatan yang erat dengan siswa. Tapi malah
kadang beberapa siswa jadi kurang bisa
membedakan bagaimana bersikap dengan
temannya dan bagaimana bersikap dengan
gurunya. Kalau sudah begini, biasanya saya yang tegur agar mereka tetap menghormati gurunya.
Melalui observasi penulis mendapati beberapa siswa
menggunakan bahasa Jawa kasar untuk berbicara
dengan guru agama. Di antara mereka adalah beberapa
siswa yang memang telah berani bersikap terbuka dengan
guru tersebut.
Di balik perilaku yang tidak diharapkan, muncul
beberapa perilaku siswa yang memang diharapkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran berbasis kontekstual. Ini
disampaikan oleh guru agama, yaitu beberapa siswa
terbuka tentang masalah pribadinya dan tidak ragu
untuk menceritakannya kepada guru agama.
GA2: Di awal tahun ajaran itu kan saya kasih mereka
kesempatan untuk bersaksi atau bercerita tentang mereka. Tujuan saya selain mau
mengenal mereka, saya mau mengajarkan
mereka untuk berani bersaksi. Beberapa kali
saya lakukan cara ini dan berhasil. Mereka mau
bercerita tentang masalah mereka, jadi saya tahu bagaimana caranya memberi motivasi untuk
mereka.
71
Nampak di sini perilaku positif yang diharapkan muncul,
yaitu beberapa siswa ridak ragu untuk berbagi
pengalaman atau menceritakan permasalahan mereka
kepada guru agama. Ini juga dibenarkan oleh beberapa
siswa dalam sesi wawancara.
S7: Dulu guru pernah memberi kesempatan ke kita
untuk cerita tentang apa saja. Saya pernah bercerita tentang masalah keluarga saya, sampai
saya menangis. Tetapi akhirnya guru bisa memberi nasehat atau saran. Rasanya ayem
kalau cerita sama guru agama, soalnya nggak
perlu formal-formal, terus nasehatnya itu bikin
hati rasanya teduh.
Perilaku yang diharapkan lainnya adalah
bagaimana siswa mampu mengintegralkan materi
pembelajaran dengan pengalaman mereka sehari-hari.
Seorang siswa menyatakan penggunaan analogi teks
Alkitab dengan pengalaman mereka sehari-hari membuat
mereka bersikap lebih baik. Selain itu mereka mampu
menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang
mereka hadapi.
S5: Ayah saya kan seorang perokok, terus saya
teringat pelajaran di kelas kalau kita itu harus menjaga kekudusan tubuh karena tubuh kita
merupakan Bait Allah. Jadi suatu saat saya
menegur ayah saya dengan itu. Dan sejak itu
ayah saya tidak pernah merokok lagi di depan
saya.
Dari jawaban siswa di atas, nampak bahwa siswa telah
mampu mengaplikasikan pembelajaran di kelas dengan
pengalaman mereka. Keberanian siswa dalam bersikap
72
juga menjadi perilaku yang diharapkan dalam
pembelajaran berbasis kontekstual ini. Pengalaman
senada juga disampaikan beberapa siswa lainnya, yang
menyatakan pembelajaran yang mengambil contoh dari
kehidupan mereka membuat mereka tahu bagaimana
untuk bersikap. Analogi-analogi yang digunakan dari teks
Alkitab juga membuat mereka tidak sekedar paham
secara teoritis tetapi membantu mereka untuk
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kepala Sekolah menambahkan bahwa seiring
dengan berjalannya waktu, profil Kekristenan bagi siswa
mulai dibangun. Berkurangnya tindakan perkelahian atau
kekerasan antar siswa telah terjadi. Siswa dirasa memiliki
budi pekerti yang baik pula.
KS: Dampak atau manfaat yang terasa itu sudah
tidak ada perkelahian antar siswa. Ya paling kalau saling menteleng (melotot) ada tapi tidak
sampai pada perkelahian. Selain itu ya karena
saya juga membiasakan untuk saling senyum,
menyapa dan memberi salam akhirnya siswa juga terbentuk demikian. Ini kan yang Kristus
mau atas kita, yaitu hidup damai dan penuh
kasih.
Perilaku lain yang memang diharapkan dari
program ini adalah profil Kekristenan yang nampak pada
siswa. Berdasarkan pernyataan guru BK, ada peningkatan
perilaku ke arah positif dari beberapa siswa yang dulunya
bermasalah. Namun demikian ada pula yang belum
mengalami peningkatan. Pembelajaran PAK di rasa baik
73
sebab siswa diajak terbuka dengan diri sendiri maupun
orang lain, sehingga apabila ada masalah yang
membutuhkan bantuan, guru agama atau guru BK bisa
saling bekerja sama untuk mengarahkan siswa.
4.2.6 Analisa hasil program
Program pembelajaran berbasis kontekstual pada
bidang studi PAK ini memiliki tujuan utama agar siswa
tidak hanya sampai pada pemahaman teoritis saja. Siswa
diharap mampu mengaplikasikan materi di kelas dengan
kehidupan mereka. Abstraknya materi tak jarang
menuntut guru untuk lebih kreatif dalam memberi contoh
atau analogi yang tepat. Bagi beberapa siswa,
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana telah
membantu mereka mewujudkan tujuan pembelajaran ini.
Sebagian mengaku sangat tertolong dengan analogi yang
dipilih, sebagian merasa tertolong untuk menyelesaikan
masalahnya.
S10: Pelajaran PAK di kelas memang tidak 100%
kondusif, karena beberapa siswa masih ramai sendiri. Tapi buat yang memperhatikan pasti
dapat pengetahuan penting. Kadang kan kita
sulit memahami materi, guru akan membantu
kami dengan contoh-contoh yang dekat dengan
kami, sampai kami benar-benar paham.
Pernyataan siswa ini didukung oleh beberapa siswa
lainnya tentang keberhasilan mereka memahami materi.
Di sisi lain seperti yang telah disampaikan pada poin
74
sebelumnya, siswa mampu mengaplikasikan materi
dengan kehidupan mereka.
Berdasarkan wawancara dengan guru dan hasil
observasi di kelas, masih ada beberapa kelemahan yang
terjadi selama pembelajaran berlangsung. Kurangnya
kemampuan guru untuk memimpin kelas agar 100%
kondusif membuat jalannya pembelajaran ini tidak
berhasil merata. Sebagian siswa tetap terjatuh pada
pemahaman teoritis atau menghafal materi. Disampaikan
oleh guru bahwa siswa yang memberikan perhatian
penuh pada pembelajaran akan mendapatkan hasil yang
maksimal, baik itu nilai maupun sikap.
Berdasarkan studi dokumentasi, penugasan
maupun soal tes dirancang tidak sekedar memberikan
jawaban teoritis namun juga jawaban aplikatif. Studi
terhadap blanko nilai pun menunjukkan bahwa siswa
yang memberikan perhatian penuh pada pembelajaran ini
mayoritas tuntas dari KKM yang ditetapkan. Di sisi lain
siswa yang sekedar menghafal atau tidak memberikan
perhatiannya akan mendapat nilai setingkat KKM atau
bahkan tidak tuntas.
Melihat hasil ini, guru agama mengaku tetap
memiliki tugas untuk menarik perhatian siswa agar hasil
dari pembelajaran ini merata. Disampaikan dalam
wawancara bahwa guru agama memang berhasil untuk
75
membuat siswa terbuka dan menceritakan kehidupan
pribadinya, namun ini hanya dilakukan sebagian siswa.
GA1: Tugas saya memang untuk memperbaiki proses di kelas. Percuma kalau hasilnya tidak bisa
merata. Beberapa siswa bersikap acuh tak acuh
dengan pelajaran PAK, karena ya itu, PAK cuma
dirasa nilai pelengkap dan tidak ada di UN.
Padahal sudah dirancang sedemikian rupa agar pembelajaran tidak hanya ceramah, tapi ngajak
mereka aktif.
Di sisi lain, Kepala Sekolah berharap bahwa
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana bisa
mengarahkan siswa untuk menghayati Kekristenan.
Sebagai lembaga pendidikan Kristen, Kepala Sekolah
selalu mengingatkan bahwa profil Kristiani yang ada
sebagai student profile tersebut harus tercapai dan
memberi pengaruhi signifikan bagi siswa.
KS: Saya selalu mengarahkan guru bahwa PAK di
sekolah ini tidak hanya menjadi mata pelajaran,
tetapi PAK harus membangun Kekristenan siswa.
Memang yang sekolah di sini tidak semuanya
Kristen, tetapi Kekristenan melalui teladan Kristus harus diajarkan. Saling menolong, saling
menyapa, memberi salam, tidak berkelahi, paling
tidak ini yang diharapkan. Sekolah juga
berusaha menfasilitasi dengan program-program
seperti retreat, ibadah awal pekan & akhir pekan,
perayaan natal & paskah.
Pernyataan Kepala Sekolah secara tidak langsung
menunjukkan peran sekolah untuk mendukung
pembelajaran PAK. Kepala Sekolah berharap bahwa PAK
akan membentuk karakter siswa yang Kristen, sehingga
76
pembelajaran kontekstual merupakan metode yang tepat
untuk SMA Kristen Satya Wacana. Kepala Sekolah
mengevaluasi perlunya peningkatan kompetensi guru dan
program ini sehingga hasil yang dicapai maksimal.
4.3 Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama
Kristen di SMA Kristen Satya Wacana
4.3.1 Relevansi program terhadap konteks
Seperti yang disebutkan oleh Bevans dalam upaya
kontekstualisasi yang tepat adalah dengan
memperhatikan latar belakang peserta didik berupa
status keluarga, kemampuan ekonomi dan mata
pencaharian keluarga, pergaulan peserta didik baik di
sekolah maupun di luar sekolah, kemampuan akademis
peserta didik, relasi dalam keluarga, dll (Bevans, 2002:
13-18). Penulis berusaha menjabarkan kerangka ini
dalam diagram di bawah ini,
Pembelajaran Kontekstual
Siswa
Masalah pribadi
ekonomi
sosial
Status keluarga
akademis
Topik
Teks Alkitab
Hasil
Evaluasi
77
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa seorang
guru PAK sebagai manajer kelas dituntut untuk
menyusun materi dengan mempertimbangkan tiga hal.
Topik pembelajaran, teks Alkitab dan latar belakang
siswa. Dengan pertimbangan ini, diharap materi
pembelajaran PAK tidak sampai hanya pada topik dan
teks Alkitab, tetapi latar belakang siswa turut
diperhatikan. Jika pembelajaran PAK hanya sampai pada
dua aspek pertama, maka siswa hanya jatuh pada
pemahaman teoritis atau menghafal teori. Sedangkan
tujuan dari pembelajaran konstekstual adalah
menggunaan materi pembelajaran di kelas untuk
menjawab kebutuhan dan secara aplikatif menjadi
tawaran solusi bagi masalah siswa.
Penulis menganalisis bahwa pelaksanaan
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana telah
berjalan sesuai dengan diagram di atas. Guru telah
berusaha untuk menggunakan latar belakang siswa
sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan
pembelajaran. Sesuai dengan hasil wawancara, guru
berusaha mengenal siswa melalui sesi kesaksian atau
menceritakan pengalaman pribadi baik itu dalam
penugasan atau di tengah-tengah pembelajaran. Terbukti
bahwa melalui cara ini siswa merasa diberi kesempatan
untuk menceritakan identitas maupun pengalaman siswa.
78
Dari proses observasi, penulis juga menemukan
adanya usaha mengejawantahkan teks Alkitab dengan
bahasa sehari-hari siswa sebagai remaja. Cara ini dipilih
guru untuk menarik perhatian siswa dan
menyederhanakan topik atau teks tersebut sehingga lebih
mudah untuk dipahami. Selain itu penggunaan analogi
atau contoh dalam kehidupan siswa menjadi tawaran
solusi melalui materi pembelajaran. Materi pembelajaran
yang bersifat abstrak dijabarkan dalam contoh konkret
bagi siswa.
Dari analisis di atas penulis melihat bahwa program
pembelajaran PAK berbasis kontekstual ini telah relevan
dengan kebutuhan siswa. Baik siswa sebagai naradidik
maupun siswa sebagai remaja seutuhnya. Wawancara
kepada siswa menunjukkan adanya usaha untuk
memahami kebutuhan siswa dan guru masuk ke ranah
pengalaman siswa. Dengan demikian analisis ini
menjawab pertanyaan penelitian ini, yaitu program ini
dirasa telah relevan dengan latar belakang SMA Kristen
Satya Wacana sebagai lembaga pendidikan Kristen dan
siswa sebagai remaja.
4.3.2 Manfaat program
Manfaat besar yang diharapkan dari pembelajaran
berbasis kontekstual ini ketersediaan materi
pembelajaran yang mampu menjawab kebutuhan dan
79
mengantarkan siswa pada perumusan solusi atas
masalah yang dialami (Rusman, 2011: 187). Manfaat
selanjutnya yang diharapkan melalui program ini adalah
mampunya siswa tidak hanya memahami tetapi juga
menghayati materi sehingga bisa dilakukan dan
mendatangkan perubahan secara holistik (Sulistyowati:
2010). Berdasarkan ini maka manfaat dari program ini
terdiri dari manfaat teoritis dan praktis.
4.3.3 Input
4.3.3.1 Guru
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai guru
pengampu mata pelajaran PAK, dapat disimpulkan bahwa
guru tersebut telah memiliki kualifikasi sebagai guru
bidang studi tingkat SMA. Ini didukung oleh Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007
mengenai kualifikasi dan kompetensi guru:
Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu,
dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
Salah seorang guru merupakan alumni program
studi strata satu Pendidikan Agama Kristen dan seorang
yang lain alumni program studi Teologi. Meskipun alumni
program studi Teologi, guru tersebut memiliki kualifikasi
sebagai pengajar bidang studi PAK. Hal ini disebabkan
80
bahwa program studi Teologi tempat guru tersebut
menyelesaikan pendidikannya juga menyediakan
kurikulum sebagai guru PAK.
Dalam hal pembelajaran PAK, kedua guru telah
memiliki kompetensi yang baik. Keduanya tidak
mengajarkan materi dengan metode konvensional saja
yaitu ceramah. Penggunaan berbagai metode
menunjukkan bahwa guru tanggap dengan perubahan
yang terjadi di dunia pendidikan masa kini. Guru juga
telah memahami dengan baik konsep pembelajaran
berbasis konteksual untuk bidang studi PAK. Dalam
proses pembelajaran di kelas, guru menggunakan empat
aspek yang penulis pilih sebagai aspek yang tepat
digunakan untuk bidang studi PAK: Konstruktivisme,
Pemodelan, Refleksi dan Penilaian Nyata.
Guru pengampu bidang studi PAK di SMA Kristen
Satya Wacana yang telah menggunakan kurikulum 2013
sejak tahun 2013 menunjukkan pemahaman yang baik
tentang kurikulum PAK. Guru cukup berhasil
mensubstitusi kompetensi inti dan kompetensi dasar
bidang studi PAK dalam kurikulum 2013 pada
topik/materi yang tepat bagi siswa. Kemampuan
komunikasi verbal guru dalam menyampaikan materi
dalam bahasa yang mudah dipahami oleh siswa juga baik.
Hal ini ditunjukkan mampunya guru menafsir teks
81
Alkitab dan menyusunnya dalam kata-kata sederhana
sehingga siswa mampu memaknai teks tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan
bahwa aspek masukan (input) pertama yaitu guru PAK di
SMA Kristen Satya Wacana tergolong baik. Kemampuan
verbal, penguasaan materi, penguasaan kurikulum,
penguasaan metode pembelajaran dan kualifikasi guru
menurut permendiknas no. 17 tahun 2007 menjadi
indikatornya. Di samping itu pembinaan Kepala Sekolah
yang rutin diberikan tiap bulannya menunjukkan
keinginan SMA Kristen Satya Wacana yang berusaha
meningkatkan kemampuan pengajarnya.
4.3.3.2 Siswa
Berdasarkan data masukan (input) tentang siswa di
SMA Kristen Satya Wacana tergolong baik. Sistem
penerimaan siswa baru di sekolah ini menunjukkan
adanya usaha untuk menyeleksi calon siswanya. Siswa
berprestasi diberi kesempatan yang besar untuk
menempuh jenjang pendidikan SMA di tempat ini dan
juga mendapatkan beasiswa. Kemampuan akademis siswa
secara keseluruhan dalam mengikuti pembelajaran juga
cukup baik. Ini ditunjukkan dengan hasil belajar yang
bervariatif namun tetap mengindikasikan perkembangan
yang baik.
82
Latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya siswa
yang beragama menunjukkan keunikan siswa di sekolah
ini. Siswa yang 30% berasal dari luar kota Salatiga
bahkan berasal dari luar pulau Jawa menunjukkan
keberagaman siswa. SMA Kristen Satya Wacana pun
membuka diri terhadap program pemerataan pendidikan
bagi anak Indonesia dengan menerima siswa dari Papua
tiap tahunnya.
Melihat beberapa pernyataan tersebut, aspek siswa
menjadi dukungan yang baik bagi pelaksaan
pembelajaran di SMA Kristen Satya Wacana. Dalam hal
pembelajaran PAK, siswa cukup kooperatif dan mampu
memahami materi yang diberikan secara baik. Beberapa
siswa yang memiliki kelemahan akademis menjadi
perhatian khusus bagi guru PAK untuk mengetahui
penyebab atau metode pembelajaran yang tepat guna
untuk semua siswa.
4.3.3.3 Sarana Prasarana
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
2013 tentang perubahan standar nasional pendidikan,
standar sarana prasarana menjadi kriteria yang harus
diperhatikan. Setiap satuan pendidikan harus
menyediakan ruang belajar, tempat olah raga, tempat
ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi untuk
83
menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan
teknologi komunikasi dan komunikasi. Keadaan sarana
prasarana di SMA Kristen Satya Wacana tergolong sangat
baik.
Ruang kelas yang dilengkapi LCD projector,
pengkondisi udara, kursi-meja siswa, white board dan
kebutuhan fisik lainnya menunjukkan kondisi kelas yang
baik. Di sisi lain, siswa mendapatkan fasilitas gedung
olahraga, ruang laboratorium, taman dan teater terbuka,
perpustakaan, ruang IT, wifi, loker, kantin, dan ruang
pendampingan sebagai penunjang proses pembelajaran.
Fasilitas fisik yang disediakan SMA Kristen Satya Wacana
menunjukkan sarana prasarana yang lengkap sebagai
penunjang kegiatan pembelajaran.
Penerapan kurikulum 2013 dan penyediaan
perangkat yang dibutuhkan guru menjadi kemudahan
yang diberikan kepada setiap pengajar. Kurikulum ini
masih cukup baru diterapkan di sekolah ini, namun
demikian pihak sekolah telah memberikan kemudahan
dengan menyediakan perangkat yang dibutuhkan. Dalam
hal ini, guru cukup berfokus pada proses belajar
mengajar dengan baik, sedangkan silabus dan blanko
penilaian disediakan oleh pihak sekolah.
Sarana prasarana ruang PAK juga cukup baik.
Kelas didesain tanpa kursi sehingga siswa duduk di lantai
beralaskan karpet, serta disediakan meja. Filosofi di balik
84
desain ruangan ini menunjukkan adanya pembedaan
kelas lain dengan kelas PAK. Siswa diharapkan tunduk
kepada Tuhan dan mengikuti pembelajaran dengan
kerendahan hati. Namun demikian kebersihan ruangan
ini, khususnya karpet agaknya harus mendapatkan
perhatian lebih. Mengingat beberapa siswa merasa
terganggu dengan bau karpet yang kotor. Penyediaan alat
musik di ruangan ini juga mendukung proses
pembelajaran, mengingat kelas akan dimulai dengan
renungan bersama.
4.3.4 Pelaksanaan Program
Menurut Rusman, konsep dasar CTL atau
pembelajaran kontekstual berdasarkan asas manusia
belajar dari pengalaman dan refleksi (2011: 187). Pola dari
model ini adalah siswa dirancang untuk membangun
makna dari materi yang telah dipelajari, serta diminta
untuk menghubungkan muatan pengetahuan akademis
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Ada empat dari
tujuh aspek pembelajaran berbasis kontekstual yang
penulis pilih dan telah berhasil diterapkan pada
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana (Saud:
2010).
a. Konstruktivisme
Pada tahap ini siswa diminta untuk membangun
pemahaman dasar mereka mengenai topik yang
85
akan dipelajari. Cara guru untuk menstimulus
siswa membangun pemahaman adalah dengan
memberikan beberapa pertanyaan mendasar
tentang makna topik. Bagian selanjutnya guru
akan menarik kesimpulan sementara berdasarkan
jawaban siswa. Tak jarang guru menanyakan
pemahaman materi berdasarkan pengalaman
siswa. Hal ini sesuai dengan asas konstruktivisme
dalam CTL, yaitu membangun pemahaman
berdasarkan pengalaman siswa (2006: 262).
b. Pemodelan
Pada tahap ini siswa diajak untuk mencari dan
melihat tokoh baik dalam Alkitab maupun
kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan model
untuk menguatkan materi. Pemodelan
dimaksudkan agar siswa lebih mudah memahami
materi dengan meneladani sikap maupun kejadian
dari tokoh yang dipilih. Dalam pembelajaran PAK di
SMA Kristen Satya Wacana, guru sering
menggunakan tokoh Alkitab sebagai dasarnya,
kemudian menggunakan contoh dalam kehidupan
masa kini untuk memperkuat pemodelan.
Contohnya adalah ketika guru memilih Yesus
sebagai contoh teladan kasih menurut Alkitab dan
kemudian menggunakan teladan Bunda Teresa di
masa kini sebagai penguatnya.
86
c. Refleksi
Tahap refleksi tidak hanya dilakukan dengan
memberi waktu kepada siswa untuk merenungkan
kaitan materi dengan pengalaman sehari-hari. Asas
refleksi beberapa kali diberikan dalam bentuk
penugasan, misalnya dengan membuat kesaksian
verbal maupun non-verbal, membuat renungan
singkat secara tertulis, mencari pengalaman sehari-
hari yang berhubungan dengan materi, maupun
portofolio yang merupakan kaitan antara materi
dengan kehidupan nyata sehari-hari.
d. Penilaian Nyata
Tahap penilaian dilakukan oleh guru tidak hanya
berdasarkan hasil tes, namun sejak proses
pembelajaran. Penilaian nyata menunjukkan
apakah siswa mempelajari sesuatu yang baru sejak
proses pembelajaran atau tidak. Kecermatan guru
sangat diperlukan dalam proses penilaian nyata ini,
sebab kemajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa
dalam belajar menjadi perhatian utama guru (2011:
198). Dalam hal ini guru PAK cukup berhasil
melakukan asas penilaian nyata.
Ada aspek lain yang digunakan oleh guru PAK
untuk memperkuat pelaksanaan pembelajaran berbasis
kontekstual di SMA Kristen Satya Wacana, yaitu
pendampingan pastoral. Messach Krisetya menyatakan
87
bahwa pendampingan pastoral merupakan layanan
pertolongan atau kesembuhan dan asuhan melalui
perhatian yang intensif kepada individu maupun
kelompok dalam permasalahan kehidupan mereka (2010:
13). Pelaksanaan pendampingan pastoral di SMA Kristen
Satya Wacana tidak menyalahi atau melebihi kinerja guru
bidang bimbingan konseling. Pendampingan pastoral di
sekolah ini juga dilakukan dengan bantuan guru BK.
Proses pendampingan pastoral bisa dimulai dari
hasil kesaksian atau cerita siswa dikelas baik secara
verbal maupun non-verbal. Dalam praktiknya, guru kerap
kali menanyakan hasil refleksi siswa dari materi yang
diajarkan dan tak jarang merupakan masalah yang
sedang dihadapinya. Berawal dari tahap ini, guru
kemudian melakukan pendekatan pribadi dan
pembicaraan empat mata atau berkelompok dengan siswa
untuk meminta kejelasan lebih tentang masalah yang
dihadapi. Jika siswa merasa perlu bantuan untuk
penyelesaian masalah ini, maka guru akan mengadakan
pembicaraan yang lebih intens. Berdasarkan pembicaraan
tersebut, guru dapat mengetahui akar permasalahan dan
mengarahkan siswa untuk menemukan jalan keluarnya.
Jika dirasa guru PAK tidak memiliki kompetensi untuk
menyelesaikan masalah tersebut, maka guru akan
merujuk siswa kepada guru BK untuk ditindaklanjuti.
88
Berdasarkan hasil wawancara yang telah
disampaikan siswa, metode ini berhasil secara maksimal
untuk membantu siswa memahami materi secara praktis.
Di samping itu layanan pendampingan pastoral menjadi
penguatan bagi siswa untuk menemukan jalan keluar
atas masalahnya. Melalui pendampingan pastoral dapat
ditemukan pula penyebab penurunan prestasi siswa,
penurunan semangat siswa dalam belajar, maupun
konflik antar siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis
kontesktual pada bidang studi PAK di SMA Kristen Satya
Wacana, guru telah mempersiapkan pembelajaran (pra-
pembelajaran) dengan baik. Buku paket yang digunakan
tidak digunakan secara mentah tanpa memperhatikan
konteks. Beberapa kegiatan pembelajaran dipilih
berdasarkan tepat gunanya bagi siswa. Proses
pembelajaran di kelas pun berjalan dengan
menyenangkan. Guru tidak menyampaikan materi secara
konvensional (ceramah) saja, tetapi menggunakan
permainan, film, dan media lainnya. Guru telah berusaha
bersikap komunikatif dengan tidak menutup diri dari
pendapat siswa dan berhasil membangun relasi yang baik
dengan siswa. Guru juga telah mampu membantu siswa
memahami teks-teks Alkitab yang bersifat abstrak dengan
mengambil contoh dalam kehidupan sehari-hari atau
bahasa yang lebih sederhana.
89
Beberapa evaluasi yang dicatat penulis saat proses
pembelajaran PAK di SMA Kristen Satya Wacana adalah
perlunya perhatian guru bagi siswa yang masih belum
memberikan perhatian sepenuhnya pada PAK.
Berdasarkan hasil wawancara, di tiap kelas masih ada
beberapa siswa yang cenderung tidak memperhatikan
atau mengikuti proses pembelajaran 100%. Jika hal ini
tidak ditindaklanjuti guru, maka dampak yang muncul
adalah pemahaman dangkal siswa dan manfaat yang
tidak tercapai. Catatan evaluasi lainnya adalah
4.3.5 Pengaruh yang diharapkan dan tidak diharapkan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, ada
dua perilaku yang muncul sebagai hasil pembelajaran
berbasis kontekstual pada bidang PAK. Sikap yang
diharapkan berdasarkan program ini adalah siswa
mampu tidak hanya mengkaitkan materi pembelajaran
dengan pengalaman, namun menerapkannya untuk
menyelesaikan masalahnya. Ini telah berhasil dilakukan
oleh beberapa siswa dengan baik. Perilaku yang di
harapkan lainnya adalah siswa memiliki sikap positif dan
kehidupan spiritual yang lebih baik. Beberapa siswa
menyatakan bahwa pembelajaran PAK membuat mereka
lebih mengenal Tuhan-nya dan bersikap lebih baik dalam
menghargai sesama. Penulis melihat berhasilnya program
90
pembelajaran ini mengarahkan siswa untuk mencapai
manfaat yang diharapkan melalui perilaku siswa.
Di sisi lain, muncul perilaku yang tidak diharapkan
dari program ini. Perilaku ini adalah mereduksinya sikap
hormat atau penghargaan siswa kepada guru. Keakraban
guru dan siswa melalui komunikasi personal yang
dibangun oleh guru membuat siswa menjadi terlalu
nyaman. Dampak yang muncul adalah berkurangnya rasa
penghargaan siswa kepada guru. Hal ini ditunjukkan
dengan penggunaan bahasa Jawa kasar beberapa siswa
kepada guru dan ketidakmampuan siswa membedakan
cara bersikap kepada teman dan guru. Penulis mengkaji
perlunya sikap tegas guru untuk mengingatkan siswa
untuk membedakan cara bersikap. Jika tidak, maka
kewibawaan guru sebagai pengajar tidak lagi ada. Hal ini
akan berdampak pada sikap meremehkan proses
pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajaran
sama sekali tidak tercapai.
4.3.6 Analisa hasil program
Pada analisa hasil program, guru telah menyadari
bahwa program ini tidak berhasil secara merata.
Ketidakberhasilan ini disebabkan karena tidak seluruh
peserta yang memperhatikan pembelajaran di kelas.
Dengan kata lain, hanya sebagian siswa yang
memperhatikan apa yang sedang diajarkan oleh guru,
91
sehingga siswa yang tidak memperhatikan hanya akan
sampai pada pemahaman teoritis. Program pembelajaran
PAK berbasis kontekstual tidak boleh terhenti pada
pemahaman teoritis (Sa’ud, 2010: 163).
Hasil pembelajaran berdasarkan blanko penilaian
menunjukkan adanya kesenjangan antara siswa yang
memperhatikan dan tidak. Siswa yang memberi perhatian
akan lulus atau lebih dari KKM yang ditentukan,
sedangkan siswa yang tidak memberi perhatian akan
cenderung lulus pada batas nilai KKM atau harus
mengikuti remidiasi.
Analisa ini menunjukkan perlunya guru
menemukan cara yang lebih baik untuk menarik
perhatian siswa. Perhatian ini dimaksudkan agar siswa
secara menyeluruh terlibat dalam pembelajaran. Jika
siswa terlibat penuh dalam pembelajaran, maka materi
dan tujuan pembelajaran yang diharapkan akan tercapai.
Siswa tidak hanya menghafal materi, namun dapat
mengaplikasikan materi dengan pengalaman sehari-hari.
Dalam kehidupan spiritual, untuk mencapai profil
siswa “strong in Christian character”, guru harus lebih
menekankan pada disiplin spiritual. Disiplin spiritual
memang telah dicontohkan dengan memulai
pembelajaran dengan renungan bersama. Namun penulis
melihat bahwa ini belum cukup. Disiplin spiritual dapat
ditambahkan dengan cara mewajibkan siswa membawa
92
Alkitab tanpa meminjam atau menekankan pada
penerapan nilai-nilai Kekristenan. Dalam praktiknya,
guru mengijinkan siswa menggunakan telepon genggam
sebagai pengganti Alkitab fisik.
Hasil wawancara menyatakan kurangnya kerjasama
guru dengan orang tua. Kerjasama ini dapat dibangun
dengan meminta perhatian orang tua dalam membimbing
siswa selain untuk rajin belajar, tetapi juga membimbing
kehidupan spiritual siswa. Guru dapat membangun relasi
dengan orang tua untuk mengetahui latar belajang siswa
lebih mendalam, meminta bantuan orang tua jika siswa
mengalami kemunduran prestasi atau bersama-sama
mencari jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi
siswa.
Program pembelajaran berbasis kontekstual ini
didukung secara penuh oleh sekolah. Ini dapat dilihat
dengan penyediaan fasilitas alat musik, Alkitab dan
Kidung Jemaat, dan buku pujian di ruang agama.
Dukungan lain berupa pendanaan untuk program re-treat
dan perayaan hari raya Kristiani serta pendanaan untuk
kebutuhan media pembelajaran siswa.
Secara umum evaluasi analisa hasil pembelajaran
berbasis kontekstual pada bidang studi PAK di SMA
Kristen Satya Wacana telah berjalan baik. Guru
menyadari kekurangan dan hambatan yang dialami
selama proses pembelajaran. Pihak sekolah telah
93
mendukung program pembelajaran ini sehingga tujuan
profil siswa yang diharapkan tercapai. Pemberian teladan
bagi tiap guru (tidak hanya guru PAK) juga diperlukan
untuk mewujudkan profil ini. Dengan cara demikian
maka siswa tidak hanya mendapatkan materi tentang
Kekristenan tetapi mendapatkan teladan yang baik dan
dekat dengan siswa, yaitu guru.
Hasil analisa program yang penulis temukan
adanya pengembangan pembelajaran berbasis
kontekstual yang relevan untuk diterapkan pada bidang
studi Pendidikan Agama Kristen. Guru menggunakan
asas pendampingan pastoral untuk mengetahui
permasalah siswa secara mendalam. Pendampingan
pastoral ini bukan bertujuan untuk menyelesaikan
masalah siswa, tetapi membantu siswa menemukan jalan
keluar atas masalahnya secara mandiri. Guru
menggunakan asas-asas Kekristenan dalam
pendampingan ini sehingga tidak menyalahi tugas atau
mengambilalih tugas guru BK. Dengan demikian
pengembangan pembelajaran berbasis kontekstual ini
terletak pada penggunakan asas pendampingan pastoral
pada pembelajaran PAK.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh,
ada beberapa perkembangan dari beberapa hasil
penelitian yang penulis kutip. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Putu Agus Putra Adnyana, Ni Ketut Suarni
94
dan Ni Wayan Koyan (2014) maupun Sulistyowati (2010),
metode pembelajaran kontekstual tidak hanya memberi
pengaruh pada kemampuan analitik siswa tetapi juga
pada kemampuan sosial. Pada dua penelitian ini, CTL
diterapkan pada mata pelajaran Kewarganegaraan dan
sikap nasionalisme.
Dalam penelitian ini penulis memperoleh hasil yang
senada yaitu adanya peningkatan kemampuan analitik
siswa untuk memahami topik mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen yang abstrak dan doktrinal. Di samping itu
siswa berhasil menerapkan pemahaman atas topik
pembelajaran untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.
Hal ini merupakan perkembangan dari temuan Armiati
dan Febriani (2013), yaitu penerapan CTL untuk terhenti
pada pemecahan permasalahan matematika. Di samping
itu, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
kehidupan spiritualitas siswa meskipun belum terjadi
secara merata. Peningkatan spiritualitas ini ditunjukkan
dengan berkurangnya tindak kekerasan antar siswa,
sikap menghargai satu sama lain, dan peningkatan
kehikmatan siswa saat beribadah.
Dari tiga hasil penelitian yang penulis kutip,
ketiganya tidak mengevaluasi guru dalam mempersiapkan
pembelajaran berbasis CTL. Dalam penelitian ini, penulis
mengevaluasi program pembelajaran PAK berbasis CTL
dari segi kemampuan manajerial pembelajaran. Penulis
95
menemukan bahwa guru telah berusaha mempersiapkan
dan mengkaitkan topik pembelajaran dengan konteks
sekolah (visi dan misi) dan konteks siswa (ekonomi, sosial,
dan budaya).
Empat asas CTL yang penulis pilih sebagai
indikator pembelajaran PAK berbasis CTL dalam
penelitian ini yaitu konstrukstivisme, pemodelan, refleksi
dan penilaian nyata telah diterapkan oleh guru baik
dalam tahap perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran maupun evaluasi pembelajaran. Dalam
penelitian ini pun ditemukan pengembangan asas CTL, di
mana guru menggunakan metode pendampingan pastoral
untuk mengetahui dan membantu siswa memecahkan
masalah yang sedang dialaminya.