bab iv hasil dan pembahasan -...

21
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami perlakuan pembekuan. Ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan yang diproduksi di PT. AGB Palabuhanratu. Kondisi ikan layur dipertahankan untuk selalu dalam keadaan segar dan terhindar dari kerusakan baik fisik, kimia maupun biologi sehingga sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh konsumen serta memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Badan Satandarisasi Nasional (BSN) mengenai produk ikan layur beku. PT. AGB Palabuhanratu memiliki kapasitas rata-rata produksi perhari ± 1 ton dengan deskripsi produk disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Deskripsi Produk Ikan Layur Beku di PT. AGB Palabuhanratu 1. Nama Produk Ikan Layur Beku 2. Nama spesies Trichiurus savala Trichiurus haumela Trichiurus lepturus 3. Produk akhir Ikan Layur Beku 4. Tahapan pengemasan Kemasan dalam : dimasukan dalam kantong plastik Kemasan luar : karton 5. Persyaratan Disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 6. Umur simpan 18 bulan disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 7. Label/spesifikasi Nama perusahaan, negara asal, ukuran, nama produk, berat bersih dan kode produksi 8. Penggunaan produk Dimasak sebelum dikonsumsi 9. Pelanggan Masyarakat umum Asia: Korea, Cina, Thailand Sumber : PT. AGB Palabuhanratu (2013)

Upload: dinhdung

Post on 28-Jul-2018

244 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku

Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan

produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami

perlakuan pembekuan. Ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan yang

diproduksi di PT. AGB Palabuhanratu. Kondisi ikan layur dipertahankan untuk

selalu dalam keadaan segar dan terhindar dari kerusakan baik fisik, kimia maupun

biologi sehingga sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh konsumen serta

memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Badan Satandarisasi Nasional

(BSN) mengenai produk ikan layur beku. PT. AGB Palabuhanratu memiliki

kapasitas rata-rata produksi perhari ± 1 ton dengan deskripsi produk disajikan

pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Deskripsi Produk Ikan Layur Beku di PT. AGB Palabuhanratu

1. Nama Produk Ikan Layur Beku

2. Nama spesies Trichiurus savala

Trichiurus haumela

Trichiurus lepturus

3. Produk akhir Ikan Layur Beku

4. Tahapan pengemasan Kemasan dalam : dimasukan dalam kantong

plastik

Kemasan luar : karton

5. Persyaratan Disimpan dalam cold storage dengan suhu

maksimum -20oC

6. Umur simpan 18 bulan disimpan dalam cold storage dengan

suhu maksimum -20oC

7. Label/spesifikasi Nama perusahaan, negara asal, ukuran, nama

produk, berat bersih dan kode produksi

8. Penggunaan produk Dimasak sebelum dikonsumsi

9. Pelanggan Masyarakat umum

Asia: Korea, Cina, Thailand

Sumber : PT. AGB Palabuhanratu (2013)

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

27

4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku

Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus sp.) segar dan utuh, disuplai

oleh nelayan sekitar Palabuhanratu sampai ke daerah Ujung Genteng. Ikan layur

ditangkap di perairan Teluk Palabuhanratu sampai ke perairan Laut Selatan Jawa

dengan dua cara yaitu dengan menggunakan rawai dan jaring. Kualitas tangkapan

yang menggunakan alat tangkap pancing dinilai lebih baik dari pada yang

menggunakan jaring, karena ikan yang ditangkap menggunakan jaring lebih

riskan mengalami kerusakan secara fisik. Proses penerimaan bahan baku ikan

layur mencakup tahapan sebagai berikut:

1) Pembongkaran

Ikan layur yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dalam keadaan segar dan

utuh. Ikan layur hasil tangkapan nelayan menggunakan kapal berkasitas 5-15 PK

(Gambar 4). Alat tangkap yang digunakan adalah gill net dan pancing rawai. Ikan

hasil tangkapan ditangani dengan hati-hati, bersih, cepat dan diberikan perlakuan

dingin selama di kapal untuk menjaga kesegaran ikan sebelum diproses lebih

lanjut di perusahaan.

Gambar 4. Kapal Penangkapan Ikan Layur

Penerimaan bahan baku mengalami fluktuatif yang signifikan. Faktor cuaca

dan musim tangkapan menjadi penyebab terjadinya kelangkaan bahan baku dilaut.

Tangkapan melimpah produksi mencapai 17 ton/hari, namun pada saat bahan

baku sedikit produksi hanya berkisar 1 ton/hari.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

28

2) Pemindahan Ikan Layur ke dalam Wadah Pengangkutan

Ikan layur dibongkar dari palka kapal kemudian dipindahkan ke dalam wadah

pengangkutan (boks plastik atau stirofoam) dengan hati-hati supaya tidak terjadi

kerusakan fisik pada ikan. Penanganan dengan rantai dingin dilakukan pada tahap

ini dengan menambahkan es curai pada boks/stirofoam yang telah berisi ikan.

Ikan disortir berdasarkan kualitas yang memenuhi standar ekspor untuk dikirim ke

perusahaan.

3) Transportasi Ikan ke Perusahaan

Ikan dari nelayan diangkut ke perusahaan menggunakan sepeda motor.

Jumlah ikan yang dikirimkan ke perusahaan oleh nelayan berkisar 50 – 200 kg.

Nelayan Ujung Genteng menggunakan mobil pick up sebagai alat transportasi

pengiriman bahan baku ikan layur ke PT. AGB Palabuhanratu (Lampiran 5).

4.1.2 Bahan Penolong Penanganan Ikan Layur Beku

Penanganan ikan layur beku menggunakan air dan es untuk menunjang

kelancaran proses produksi. Air merupakan bahan pembantu yang sangat penting

dalam proses pencucian, pembersihan alat dan tempat produksi yang dibutuhkan

dalam jumlah besar. Menurut Thaheer (2005), air dalam penanganan pangan

terdiri dari air pengolahan, air minum dan air bersih.

Air yang digunakan di PT. AGB Palabuhanratu adalah air PDAM yang

telah diuji dilaboratorium Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan

(BPPMHP) Cirebon. Mutu air dan es yang digunakan di PT. AGB Palabuhanratu

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Mutu Air dan Es di PT. AGB Palabuhanratu

No. Parameter Hasil uji

Persyaratan Air Es

1. ALT ( koloni/g) 100 100 100

2. E. Coli / Coliform (APM/g) < 3 <3 < 3

3. Vibrio cholerae (per 25 g) Negatif Negatif Negatif

4. Salmonella (per 25 g) Negatif Negatif Negatif

Sumber : BPPMHP (2011)

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

29

Es dibutuhkan dalam proses produksi ikan layur sebagai bahan untuk

mempertahankan suhu ikan selama proses penanganan. Es diproduksi oleh

perusahaan sesuai kebutuhan.

4.2 Alur Proses Penanganan Ikan Layur Beku

Alur proses penanganan ikan layur beku yang dilakukan di PT. AGB

Palabuhanratu telah menerapkan prinsip-prinsip GMP (Good Manufacturing

Practice) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Lampiran 2 dan

3). Diagram alur proses penanganan ikan layur beku di PT.AGB Palabuhanratu

disajikan pada lampiran 4. Monitoring dan pencatatan setiap tahapan alur proses

penanganan ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu menggunakan lembar

pencatatan (Lampiran 5 sampai 14).

4.2.1 Penerimaan Bahan Baku (Recieving)

Menurut Hadiwiyoto (1993), hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

bahan baku adalah mutu bahan baku atau kesegarannya, mutu bahan baku

mempengaruhi mutu produk akhir yang dihasilkan. Proses penanganan tidak dapat

meningkatkan mutu tetapi hanya dapat mempertahankan mutu dan menghambat

tumbuhnya bakteri patogen. Penerimaan bahan baku dilakukan dalam beberapa

tahapan proses diantaranya :

a) Pembongkaran

Proses pembongkaran dilakukan di ruangan penerimaan bahan baku.

Bahan baku yang diturunkan dari motor atau mobil berada dalam boks

plastik/stirofoam. Ikan dalam boks diberi es curai untuk mempertahankan

kesegaran ikan dengan perlakuan suhu rendah dan tidak melebihi 3oC

(Purwaningsih 1995). Kapasitas boks plastik maksimum 60 kg sementara

kapasitas boks stirofoam maksimum 30 kg. Proses pembongkaran dilakukan

dengan sangat hati-hati untuk menghindari kerusakan secara fisik pada bahan

baku. Kondisi ikan dalam boks plastik disajikan pada Gambar 5 berikut ini.

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

30

Gambar 5. Ikan dalam Boks Plastik

b) Pengujian mutu bahan baku

Pengujian mutu bahan baku dilakukan oleh Quality Control (QC) bagian

penerimaan dengan melakukan monitoring dan pengukuran suhu terhadap bahan

baku yang diterima menggunakan thermocouple. Selain suhu bahan baku yang

diukur adalah derajat kesegarannya melalui pengujian organoleptik meliputi

penampakan, aroma, warna dan tekstur bahan baku menggunakan score sheet

(Lampiran 24). Bahan baku yang sesuai dengan standar langsung diproses oleh

bagian pengolahan dan bahan baku yang tidak sesuai dikembalikan ke nelayan.

Hasil pendataan dicatat dalam lembar penerimaan bahan baku (Lampiran 5) dan

lembar catatan suhu proses (Lampiran 8).

Bahan baku yang diterima adalah bahan baku yang memiliki suhu dibawah

4oC dan tidak mengalami kerusakan secara fisik. Kerusakan secara fisik

merupakan hal utama yang diperhatikan dalam pemilihan bahan baku karena akan

mempengaruhi pada kualitas ikan yang diekspor. Proses penerimaan bahan baku

juga mencatat mengenai nama pemasok, tanggal penerimaan, jumlah, alat tangkap

yang digunakan dan daerah penangkapannya.

4.2.2 Pemilihan bahan baku (sorting)

Proses pemilihan bahan baku dilakukan oleh QC di ruang proses. Proses

pemilihan bahan baku merupakan tahapan setelah bahan baku diterima sesuai

standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan melalui mekanisme yang telah

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

31

dilakukan oleh karyawan PT. AGB berdasarkan GMP dan SSOP. Proses

pemilihan dilakukan di meja sortir untuk memisahkan jenis dan ukuran ikan

sesuai peruntukan negara tujuan ekspor. Ukuran dan jenis ikan dipisahkan

berdasarkan gradenya. Selain itu jenis alat tangkap yang digunakan juga

mempengaruhi terhadap pengelompokan dan pemilihan untuk negara tujuan,

misalnya ikan yang ditangkap dengan alat tangkap pancing diperuntukan untuk

negara tujuan ekspor Korea sementara sisanya untuk negara tujuan seperti Cina

dan Thailand.

Proses pemilihan bahan baku selain untuk menentukan ukuran, jenis ikan

dan kualitas ikan juga berfungsi sebagai perhitungan jumlah ikan per nelayan

yang dikirim ke perusahaan. Ukuran ikan dipisahkan berdasarkan jenis dan ukuran

yang sama pada keranjang kemudian dilakukan penimbangan. Ikan ditimbang

perkeranjang dengan bobot 10 kg seluruh proses sortir dan penimbangan di catat

dalam laporan inspeksi sortir (Lampiran 6) dan laporan ukuran bahan baku

(Lampiran 7). Proses sortir dilakukan dengan mendata waktu penerimaan bahan

baku, nama pemasok, kualitas, ukuran, pengukuran suhu dan pengujian

organoleptik. Selain itu juga memeriksa bahaya fisik yang mungkin

mengkontaminasi bahan baku seperti adanya pasir, atau bahkan mata pancing

yang terbawa pada ikan sehingga pada proses sortir dicek satu persatu.

4.2.3 Penimbangan (Weighing)

Proses penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital dan

menggunakan keranjang dengan patokan 10 kg/keranjang. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah dalam proses penyusunan. Ikan yang ditimbang di keranjang

adalah ikan untuk disusun dalam satu long pan yang memiliki ukuran 90x40x15.

Ikan telah dikelompokan berdasarkan ukuran yang sama sehingga mempermudah

pada saat penyusunan. Kalibrasi alat timbangan dilakukan setiap dua jam sekali

dan dicatat dalam catatan inspeksi timbangan (Lampiran 9). Berikut ini adalah

gambar pada saat penimbangan disajikan pada Gambar 6.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

32

Gambar 6. Penimbangan Ikan

4.2.4 Pencucian (Washing)

Menurut Hadiwiyoto (1994), perlakuan pencucian ditujukan untuk

menghilangkan kotoran, disamping itu pencucian menggunakan air bersih dapat

mengurangi jumlah bakteri yang ada. Teknik pencucian ikan yang dilakukan di

PT. AGB adalah dengan memasukkan keranjang yang berisi ikan ke bak air

mengalir. Air yang digunakan adalah air dari PDAM dan telah distandarisasi

sesuai dengan kualitas baku mutu air untuk produksi. Selama proses pencucian

diawasi oleh QC. Berikut ini adalah gambar bak pencucian dan proses pencucian

disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Bak Pencucian Ikan

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

33

4.2.5 Penyusunan (Layering)

Ikan disusun dalam sebuah pan alumunium. Penyusunan ikan layur

dilakukan setelah melalui proses sortir dan pencucian. Ikan yang akan disusun

telah dikelompokan berdasarkan ukuran dan grade nya, hal ini dilakukan untuk

mempermudah penyusunan. Susunan ikan bervariasi antara 5-8 ekor/layer

tergantung pada ukurannya. Ukuran ikan 2-3 ons bisa mencapai 8 ekor/layer dan

bisa mencapai 5 layer atau sekitar 40-45 ekor/longpan. Sementara untuk ikan

yang ukurannya 5-7 ons hanya sekitar 5 ekor/layer dan hanya 3-4 layer atau

sekitar 20-25 ekor/longpan. Proses penyusunan setiap layer dibedakan arah

ikannya untuk membuat susunan ikan rapi. Saat penyusunan ikan gelembung

renang yang masih berisi udara dikeluarkan udaranya untuk menghindari pecah

gelembung pada saat pembekuan yang akan menurunkan kualitas ikan karena

mengalami pecah perut. Setiap layer ikan dilapisi dengan plastik untuk melapisi

dan memisahkan setiap layernya. Proses penyusunan diawasi oleh QC dan pada

proses ini dilakukan pencatatan suhu yang dicatat dilembar pencatatan suhu

proses (Lampiran 8). Pemberian kode dilakukan pada saat penyusunan untuk

mempermudah pada saat packing, kertas warna hijau digunakan untuk label

negara tujuan ekspor Korea, kuning untuk negara tujuan ekspor Cina sementara

putih untuk negara tujuan Thailand dan warna merah untuk kualitas ikan yang

mengalami pecah perut (burstbelly).

Gambar 8. Ikan Setelah disusun dalam Long pan

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

34

4.2.6 Pembekuan (Freezing)

Proses pembekuan produk dimulai setelah penyusunan selesai dan

langsung dimasukan kedalam Air Blast Freezer (ABF). Proses pembekuan

biasanya berlangsung sekitar 12-14 jam untuk mendapatkan suhu pusat produk

-18oC. Air blast freezer beroperasi pada suhu -25

oC sampai -35

oC dan dipantau

setiap 2 jam sekali kemudian hasilnya dicatat dalam lembar catatan suhu air blast

freezer (Lampiran 13).

Produk yang telah disusun pada long pan selanjutnya disusun untuk

dipindahkan kedalam ABF menggunakan roda dorong dan disusun di rak dalam

ruang ABF yang memiliki kapasitas penyimpanan 3 ton. Proses pembekuan yang

dilakukan di PT. AGB disajikan pada Gambar 9.

a

b

Gambar 9. Pembekuan di Air Blast Freezer. (a) Susunan Long Pan Sebelum

disusun dalam ABF (b) Susunan Long Pan dirak ABF

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

35

4.2.7 Pengemasan dan Pelabelan (Packing and Labeling)

Tahapan selanjutnya adalah pengemasan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi silang dengan lingkungan. Proses pengemasan dilakukan secara

cepat, cermat dan saniter untuk mencegah kenaikan suhu secara cepat dan

kerusakan pada produk. Pengemasan ikan layur beku menggunakan karton yang

telah diberi label yang memuat informasi mengenai nama perusahaan, spesifikasi

produk, negara asal, ukuran, berat bersih, dan kode produksi. Tahap pengemasan

dan pemberian label dipantau oleh QC untuk memantau kondisi suhu dan produk

ikan layur beku supaya tidak terjadi kesalahan dan ketidaksesuaian antara label

dengan produk.

Proses pengemasan dilakukan diruang packing dan berdekatan dengan

ruang ABF agar tidak terjadi kenaikan suhu yang drastis pada produk. Tahapan

pengemasan adalah mempersiapkan perlengkapan pengemasan mulai dari meja,

air es untuk pencucian, plastik dan karton kemasan yang telah diberi label sesuai

spesifikasi produk. Setelah dikeluarkan dari ruang ABF produk dikeluarkan dari

long pan dan langsung dilakukan pencucian dengan air es untuk menghindarkan

produk dari dehidrasi selama pembekuan. Selanjutnya produk dimasukan kedalam

plastik dan kemudian dimasukan ke dalam karton, setelah itu karton dilakban dan

dimasukan kembali kedalam plastik selanjutnya karton yang telah terbungkus

plastik disusun untuk dimasukan kedalam ruang cold storage. Proses pengemasan

biasanya berlangsung sekitar 1-2 jam untuk jumlah 200-300 karton (Lampiran

26).

4.2.8 Pendeteksian logam (Metal detecting)

Pemeriksaan logam dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari

serpihan logam. Ikan layur beku yang telah dikemas dan diberi label selanjutnya

dilakukan pemeriksaan logam dengan cara melewatkan karton yang berisi produk

layur beku pada mesin pendeteksi logam (metal detector). Sensitifitas metal

detector di kalibrasi setiap 1 jam sekali dan hasil monitoring pendeteksian logam

dicatat dalam catatan pendeteksian logam (Lampiran 12).

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

36

4.2.9 Penyimpanan (Storing)

Ikan layur yang telah dikemas dimasukan ke dalam cold storage setelah

lolos pemeriksaan logam. Penyusunan produk berdasarkan spesifikasi produk

kesamaan ukuran dan negara tujuan. Produk disusun dengan baik untuk

mendapatkan suhu yang merata selama penyimpanan dalam cold storage. Suhu

maksimum dalam cold storage adalah -20oC. Kapasitas penyimpanan yang

dimiliki oleh PT. AGB adalah cold storage berkapasitas 100 ton. Pengecekan

suhu cold storage dilakukan setiap 2 jam sekali dan dicatat dalam lembar catatan

suhu cold storage (Lampiran 14).

4.2.10 Pengangkutan (Transporting)

Produk layur beku yang telah siap diekspor selanjutnya diangkut dalam

truk Thermoking berkapasitas 4 ton menuju pelabuhan Tanjung Priuk untuk

selanjutnya diekspor ke negara tujuan seperti Korea dan Cina. Proses

pengangkutan produk dilakukan dengan sangat hati-hati dan dijaga agar tidak

terjadi kenaikan suhu secara drastis yang akan menurunkan mutu produk. Suhu

dalam kendaraan dipertahankan pada suhu -18oC. Penerapan GMP dalam proses

pengangkutan sangat penting untuk menjaga suhu pusat ikan agar tetap dalam

keadaan beku.

4.3 Analisis Bahaya

Setelah dilakukan pengamatan pada setiap tahapan alur proses penanganan

ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu maka dapat dianalisis bahaya yang

mungkin terjadi pada tahapan proses penanganan layur beku. Tabel analisis

disajikan pada Lampiran 15.

4.3.1 Penerimaan Bahan Baku (Recieving)

Kemungkinan bahaya yang timbul pada proses penerimaan bahan baku

adalah adanya penguraian oleh mikroorganisme pembusuk dalam tubuh ikan.

Bahaya ini disebabkan karena adanya peningkatan suhu ikan pada saat ikan

dipindahkan dari kapal ke perusahaan. Bahaya ini di kategorikan sebagai bahaya

keamanan pangan (food safety) dengan tingkat keparahan yang ditimbulkan

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

37

sedang. Bahaya ini dapat dikendalikan dengan penerapan GMP yang baik dan

benar. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan adalah dengan melakukan

pengecekan suhu ikan yang akan dipilih sebagai bahan baku menggunakan

thermocouple. Kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya berhenti

aktifitasnya apabila suhu diturunkan sampai 0oC atau dinaikkan diatas 100

oC

(Murniyati dan Sunarman 2000).

Standar suhu ikan bahan baku yang ditetapkan oleh PT. AGB

Palabuhanratu yang dijadikan sebagai bahan baku ikan layur beku adalah

maksimal 4oC. Batas suhu pusat bahan baku layur beku yang dapat diolah

maksimal 4,4oC, apabila melebihi batas maksimal kemungkinan bahan baku yang

digunakan telah mengalami penguraian (BSN 2006).

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

pemantauan suhu bahan baku setiap penerimaan. Bahaya ini merupakan kategori

bahaya yang sering terjadi pada saat penerimaan bahan baku dan merupakan

bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dan benar dengan

penerapan SSOP dan GMP.

Bahaya lain yang mungkin muncul pada tahap penerimaan bahan baku

adalah adanya kontaminasi logam berat seperti Cd, Pb, dan Hg yang diakibatkan

dari adanya pencemaran lingkungan perairan tempat penangkapan ikan. Bahaya

ini masuk kedalam kategori bahaya yang sering terjadi dan dapat menyebabkan

bahaya yang serius apabila terakumulasi dalam tubuh konsumen. Tindakan

pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan uji laboratorium secara

berkala setiap tiga bulan sekali dengan penerapan GMP dan SSOP untuk tindakan

pencegahan serta pengendalian bahaya yang dimaksud.

4.3.2 Pemilihan (Sorting)

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan ini adalah pertumbuhan

mikroba (Coliform, Escherichia coli, dan Salmonella). Bahaya ini disebabkan

oleh kontaminasi meja sortir yang kurang higienis, saniter dan peningkatan suhu

pada saat proses sortir dilakukan. Kontaminasi pekerja bisa jadi salah satu

penyebab bahaya pada tahap sortir ini, maka sanitasi pekerja sangat diperhatikan

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

38

dalam proses ini. Bahaya ini berkaitan dengan bahaya keamanan pangan (food

safety), namun peluang terjadinya bahaya ini masih rendah karena bisa

dikendalikan dan dikontrol dengan GMP dan SSOP selama proses sortir.

Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan

suhu rendah dibawah 4oC menggunakan es curai serta memperhatikan kebersihan

dan sanitasi meja sortir dan peralatan yang digunakan. Tahapan pemilihan juga

dilakukan pemeriksaan terhadap bahaya fisik yang mungkin terjadi seperti adanya

jaring atau mata pancing yang masih menyangkut dan terbawa pada ikan. Hal ini

dianggap efektif karena pada tahapan sortir ikan diperiksa satu persatu sebelum

dikelompokan berdasarkan kualitas dan ukurannya.

4.3.3 Penimbangan (Weighing)

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan proses penimbangan adalah

pertumbuhan mikroba (Coliform, Vibrio cholerae dan Salmonella). Kontaminasi

bisa berasal dari pekerja dan peralatan serta peningkatan suhu bahan baku. Bahaya

ini termasuk kedalam kategori keamanan pangan (food safety) dan berdampak

serius, namun peluang terjadinya bahaya ini rendah karena dapat dikendalikan

oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian dan pencegahan yang dilakukan

yaitu dengan mempertahankan suhu ruang produksi dengan AC untuk tidak

melebihi suhu maksimal ruang produksi 18oC serta melakukan proses

penimbangan dengan cepat dan cermat dan memperhatikan kebersihan dan

sanitasi peralatan yang digunakan.

4.3.4 Pencucian (Washing)

Bahaya yang mungkin terjadi pada proses pencucian adalah adanya

kontaminasi dan pertumbuhan mikroba(Coliform, Vibrio cholerae, dan

Salmonella). Bahaya ini disebabkan oleh air pencucian yang digunakan tidak

sesuai standar yang telah ditetapkan dan adanya peningkatan suhu pada saat

proses pencucian. Kebersihan dan sanitasi alat serta pekerja juga memungkinkan

untuk menjadi sumber kontaminan. Bahaya yang ditimbulkan merupakan bahaya

yang berhubungan dengan keamanan pangan (food safety), namun peluang

terjadinya bahaya ini rendah karena bahaya dapat dikontrol dengan GMP dan

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

39

SSOP selama proses pencucian dengan semestinya. Tindakan pencegahan yang

dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu bahan baku untuk tetap dibawah

4oC dan memperhatikan kebersihan dan sanitasi peralatan yang digunakan.

4.3.5 Penyusunan (Layering)

Bahaya yang mungkin timbul dari proses penyusunan ikan adalah

terjadinya pertumbuhan mikroba (Coliform, Vibrio cholerae, dan Salmonella).

Kemungkinan bahaya ini terjadi karena adanya kontaminasi dari peralatan yang

digunakan dan terjadi kenaikan suhu pada saat proses penyusunan berlangsung.

Bahaya yang ditimbulkan termasuk kategori bahaya keamanan pangan yang

kemungkinan terjadinya rendah karena bisa dikontrol dengan GMP dan SSOP

yang baik dan benar. Tindakan pengendalian yang bisa dilakukan adalah dengan

menjaga untuk tidak terjadi kenaikan suhu pada bahan baku dan menjaga suhu

ruangan produksi dengan melakukan pengecekan suhu bahan baku pada setiap

tahapan proses serta memperhatikan kebersihan dan sanitasi peralatan yang

digunakan.pengecekan gelembung renag dilakukan pada proses penyususnan, jika

gelembung dalam keadaan kembung maka anginnya dikeluarkan untuk mencegah

terjadinya kerusakan produk pada saat proses pembekuan.

4.3.6 Pembekuan (Freezing)

Penyebab bahaya yang mungkin terjadi pada proses pembekuan adalah

peningkatan suhu ruang pendingin. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan suhu ikan diatas 4oC dan akan berdampak pada pertumbuhan

mikroba (Coliform, Vibrio cholerae, dan Salmonella). Bahaya ini termasuk pada

kategori bahaya keamanan pangan (food safety), namun peluang terjadinya rendah

karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki dampak

yang serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan sesuai dengan GMP dan

SSOP. Tahapan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mempertahankan

suhu ruangan pendingin untuk tidak melebihi kisaran suhu -25oC dan pengawasan

terhadap suhu ruangan pembekuan dilakukan setiap 2 jam sekali (Lampiran 13).

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

40

4.3.7 Pengemasan dan Pelabelan (Packing and Labeling)

Kemungkinan bahaya yang muncul pada proses pengemasan dan pelabelan

adalah terjadinya kenaikan suhu bahan baku karena kerusakan kemasan sehingga

mengakibatkan kontaminasi silang dengan lingkungan yang menyebabkan

pertumbuhan mikroba (Coliform, Vibrio cholerae, dan Salmonella) dan adanya

kesalahan dalam pemberian label. Bahaya ini tidak termasuk dalam kategori

bahaya keamanan pangan (food safety), namun peluang terjadinya bahaya ini

rendah karena bisa dikontrol dengan GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki

dampak yang serius apabila tidak dilakukan sesuai dengan GMP dan SSOP

dengan baik dan benar. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan

mempertahankan suhu bahan baku agar tidak terjadi kenaikan suhu secara drastis

pada saat pengemasan dengan melakukan pengecekan suhu bahan baku pada

setiap tahapan proses. Pengemasan dilakukan dengan cepat dan cermat oleh

karyawan yang terampil dan berpengalaman serta diawasi secara ketat oleh QC

dan supervisor bagian produksi.

4.3.8 Pendeteksian Logam (Metal Detecting)

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan proses ini adalah adanya

serpihan logam pada layur beku. Penyebab bahaya ini yaitu adanya peralatan

produksi yang tertinggal pada ikan dan adanya mata pancing yang masih

menyangkut pada mulut ikan. Bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya keamanan

pangan (food safety) dan memiliki dampak yang serius, namun peluang terjadinya

rendah karena masih bisa dikontrol dan dikendalikan dengan GMP dan SSOP.

Proses pendeteksian logam ini memerlukan monitoring yang ketat dari QC karena

bahaya ini termasuk bahaya yang signifikan dan sering terjadi terutama

tertinggalnya mata pancing pada mulut ikan layur. Tindakan pencegahan yang

dapat dilakukan adalah dengan melakukan pendeteksian logam pada setiap

kemasan yang akan diekspor dan melakukan pengecekan sensitivitas alat setiap 1

jam sekali. Selain itu ketelitian pada saat proses sortir dalam memeriksa setiap

ikan terutama mengenai adanya kontaminasi fisik berupa mata pancing

.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

41

4.3.9 Penyimpanan (Storing)

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan proses penyimpanan adalah

adanya peningkatan suhu ruang penyimpanan beku. Bahaya ini akan memicu

pertumbuhan mikroba (Coliform, Vibrio cholerae, dan Salmonella) dengan cepat.

Bahaya ini masuk dalam kategori bahaya keamanan pangan (food safety) namun

peluang terjadinya sangat rendah karena dapat dikontrol dan dikendalikan dengan

GMP dan SSOP. Dampak yang ditimbulkan dari bahaya ini cukup serius apabila

tidak dilakukan sesuai dengan GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan yang bisa

dilakukan adalah mempertahankan suhu ruangan penyimpanan beku (cold

storage) dengan suhu maksimum -20oC dan pemantauan suhu ruang penyimpanan

beku setiap 1 jam sekali.

Kemungkinan terjadinya bahaya lain yang bisa terjadi adalah produk

mengalami dehidrasi akibat waktu pembekuan terlalu lama. Bahaya ini tidak

termasuk dalam kategori bahaya keamanan pangan (food safety) namun memiliki

dampak yang cukup serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Bahaya

ini dapat dikontrol dan dikendalikan dengan GMP dan SSOP.

4.3.10 Pengangkutan (Transporting)

Bahaya yang mungkin timbul dari proses pengangkutan adalah terjadinya

pertumbuhan mikroba (Coliform, Vibrio cholerae, dan Salmonella) akibat adanya

kenaikan suhu produk. Bahaya ini dkategorikan sebagai bahaya keamanan pangan

(food safety) dan memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan tindakan

pencegahan, namun peluang terjadinya bahaya ini cukup rendah karena bahaya

bisa dikendalikan dan dikontrol dengan GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan

yang bisa dilakukan adalah dengan mengontrol suhu kontainer dan

mempertahankannya pada suhu -18oC.

Bahaya lain yang mungkin terjadi adalah adanya kesalahan pada saat

pengangkutan yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Bahaya ini dapat

mengakibatkan rusaknya kemasan produk dan membahayakan produk pada saat

ekspor. Bahaya ini tidak termasuk kedalam bahaya keamanan pangan (food

safety), namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan tindakan

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

42

pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini dinilai cukup rendah karena bisa

dikendalikan dengan GMP dan SSOP.

4.4 Identifikasi Titik Pengendalian Kritis (CCP)

Identifikasi titik kendali kritis (CCP) pada alur proses dilakukan untuk

memudahkan pengendalian titik kritis terhadap bahaya yang telah teridentifikasi

(Lampiran 17). Penentuan CCP dilakukan menggunakan diagram pengambilan

keputusan (decision tree) (Lampiran 1). Berdasarkan diagram pengambilan

keputusan terdapat dua titik kendali kritis (CCP) pada alur proses penanganan

ikan layur beku yaitu pada tahap penerimaan bahan baku (Receiving raw material)

dan tahap pengemasan (Packing). Identifikasi titik kendali kritis penanganan ikan

layur beku disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Identifikasi Titik Kendali Kritis Ikan Layur Beku

Proces step

(tahapan

proses)

Significant Hazard

(bahaya yang nyata)

Hazard

Belong to

(kategori

bahaya)

Q1 Q2 Q3 Q4 CCP

Penerimaan

Bahan baku - Dekomposisi

- Pertumbuhan

bakteri patogen

FS

KP Y Y - - YES

Pengemasan - Kesalahan

penempatan label

- Kontaminasi silang

dengan lingkungan

FS

KP Y Y - - YES

Keterangan:

FS :

KP :

Q1 :

Q2 :

Q3 :

Q4 :

Food Safety

Keamanan Pangan

adakah tindakan pengendalian? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke

Q2

apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapat

diterima? Jika ya CCP, jika tidak lanjut ke Q3.

dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi

tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai

tingkatan yang dapat diterima? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke

Q4.

akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi tingkatan

kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima? Jika ya

bukan CCP, jika tidak CCP.

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

43

4.5 Pengawasan Terhadap Titik Kendali Kritis (CCP)

Titik kendali kritis yang teridentifikasi selanjutnya dikendalikan dengan

menentukan tindakan pemantauan/pengawasan yang sistematis dan menyeluruh

pada setiap CCP. Tabel pengawasan terhadap setiap titik kendali kritis disajikan

Lampiran 18. Bahaya potensial nyata yang dapat terjadi pada tahap penerimaan

bahan baku adalah penguraian yang telah terjadi dalam tubuh ikan layur.

Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan pengukuran

suhu ikan menggunakan termometer serta dilakukan pengecekan mutu ikan secara

organoleptik menggunakan score sheet (Lampiran 24). Pengukuran suhu dan

pengecekan secara organoleptik dilakukan pada setiap penerimaan bahan baku

dari setiap pemasok oleh QC bagian penerimaan. Batas kritis yang ditetapkan

pada setiap upaya pencegahan yaitu perusahaan menerapkan standar suhu bahan

baku tidak boleh melebihi 4oC dan ikan harus dalam keadaan segar dengan

ditandai ikan belum kehilangan bau alami yang dimilikinya. Monitoring

penerimaan bahan baku dicatat pada lembar penerimaan bahan baku (Lampiran

5).

Bahaya potensial nyata pada tahap pengemasan adalah adanya kesalahan

dalam pengemasan yang menyebabkan kerusakan pada kemasan sehingga terjadi

kontaminasi silang dengan lingkungan, selain itu kelalaian pekerja dalam

pemberian label mengakibatkan adanya produk yang terlewat dalam pelabelan.

Tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengawasan

secara ketat oleh QC pada proses pengemasan.

4.6 Hasil Uji pada Titik Kendali Kritis (CCP)

Pengujian titik kendali kritis dilakukan untuk memantau tahapan

penanganan ikan layur beku yang diidentifikasi sebagai titik kendali kritis agar

tidak melebihi atau melewati batas kritis yang ditetapkan. Titik kendali kritis yang

teridentifikasi pada tahap penanganan ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu

yaitu tahap penerimaan bahan baku dan tahap pengemasan. Hasil uji titik kendali

kritis disajikan pada Tabel 6.

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

44

Tabel 6. Hasil Uji Titik Kendali Kritis Tahap Penerimaan Bahan Baku (suhu dan

organoleptik)

Time Nama Unit Suhu OrganolepticTest

(Waktu) (pemasok) (kg) (oC) Appreance Odour Colour Texture

08.00 Ended 115,5 2 baik segar cerah kenyal

09.00 Dendi 106 2 baik segar cerah kenyal

13.00 Elf 354,5 3 baik segar cerah kenyal

14.00 Aki 325 3 baik segar cerah kenyal

Sumber : PT. AGB (2013)

Pengujian titik kendali kritis pada tahap penerimaan bahan baku yang

dilakukan pada lembar laporan penerimaan bahan baku (Lampiran 5). Parameter

yang diuji pada tahap penerimaan bahan baku adalah yaitu pemeriksaan suhu

pusat ikan dan sifat organoleptik (Lampiran 24).

Suhu pusat sampel ikan layur yang diukur yaitu 2oC sampai 3

oC sehingga

setiap ikan layur yang diterima di PT. AGB Palabuhanratu telah melalui

pengawasan suhu secara ketat agar tidak didapatkan ikan layur yang memiliki

suhu diatas 4oC. Hasil uji organoleptik juga menunjukan bahwa bahan baku yang

diterima di PT. AGB Palabuhanratu tidak melebihi batas kritis yang telah

ditetapkan yakni ikan yang diterima memiliki kenampakan yang baik, bau yang

spesifik dan tekstur yang masih kenyal. Berdasarkan hasil uji CCP pada tahap

penerimaan bahan baku maka dapat diambil kesimpulan bahwa setiap bahan baku

yang diterima memiliki suhu pusat dan sifat organoleptik yang tidak melebihi

batas kritis serta PT. AGB Palabuhanratu telah melakukan pengawasan

menyeluruh pada tahap penerimaan bahan baku.

Pengawasan yang ketat dilakukan juga pada titik kendali kritis tahap

pengemasan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah pengemasan dilakukan oleh

pekerja yang terampil dan berpengalaman sehingga bisa meminimalisir kesalahan

yang terjadi akibat kelalaian pekerja. Tindakan koreksi dilakukan untuk

memastikan ketidaksesuaian yang terjadi pada proses pengemasan dapat diatasi

dan dicegah untuk tidak terulang kembali.

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

45

4.7 Hasil Uji Ikan Layur Beku

Pengujian terhadap hasil produk ikan layur beku dilakukan di laboratorium

BPPMHP (Balai Pengujiandan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan) Cirebon setiap

3 bulan sekali. Pengujian ini harus dilakukan sebagai persyaratan ekspor ke

negara luar untuk menjamin bahwa produk ikan layur beku tidak membahayakan

kesehatan konsumen dan menjaga keamanan pangan. Parameter uji pada

pengujian ikan layur beku meliputi pengujian mikrobiologi, kimia, fisika dan

organoleptik. Hasil pengujian mikrobiologi, kimia dan fisika disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Ikan Layur Beku di PT. AGB Palabuhanratu

Sumber : BPPMHP (2011)

Hasil uji organoleptik pada ikan layur beku masih memenuhi persyaratan

standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu dengan nilai organoleptik 7 (Tabel 5). Hal

ini dikarenakan pada tahap penerimaan bahan baku telah dilakukan sortir untuk

penentuan grade bahan baku dan memilih bahan baku yang nilai organoleptiknya

tidak kurang dari 7. Selain itu kualitas bahan baku ditunjang oleh jarak waktu

setelah ditangkap sampai kepada penanganan di perusahaan tidak pernah melebihi

No. Jenis Analisis (Analysis)

Metoda Analisis

(Method of

Analysis)

Standar

Analisis

(Standard

of Analysis)

Hasil

Analisis

(Result

of

Analysis)

1. Uji Organoleptik SNI 2346:2011 Minimal 7 7

2. Uji Mikrobiologi

ALT (koloni/g) SNI 01-2332.3.2006 50.000 50.000

E. Coli/Coliform (MPN/g) SNI 01-2332.1.2006 <3 <3

Vibrio Cholerae (per 25 g) SNI 01-2332.4.2006 Negative Negative

Salmonella (per 25 g) SNI 01-2332.2.2006 Negative Negative

3. Uji Kimia

Merkuri/Hg (mg/kg) DMA 1,00 0,035

Timbal/Pb (mg/kg) SNI 2354.5-2011 0,2 0,011

Kadmium/Cd (mg/kg) SNI 2354.5-2011 0,10 0,045

4. Uji Fisik

Suhu Pusat (oC) SNI 01-4104.3-2006 -18 -18

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097026_4_4126.pdf · 27 4.1.1 Bahan Baku Ikan Layur Beku Bahan baku berupa ikan layur (Trichiurus

46

dari 12 jam ditambah dengan penanganan yang baik selama dikapal sehingga

kualitas dan mutu bahan baku masih sangat bagus.

Hasil uji mikrobiologi didapatkan hasil uji produk dengan jumlah TPC,

E. Coli, Vibrio cholera, dan Salmonella yang belum melampaui batas standar SNI

yang telah ditetapkan, monitoring pada proses penerimaan bahan baku yang

teridentifikasi sebagai titik kendali kritis menghasilkan bahan baku yang sesuai

dengan ketentuan yang diberlakukan. Apabila terdapat bahan baku yang melebihi

suhu standar yang telah ditetapkan maka tindakan koreksi yang dilakukan

perusahaan adalah menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut kepada

pemasok. Upaya dilakukan untuk menghambat laju pertumbuhan mikroba pada

seluruh tahapan proses ialah dengan menerapkan rantai dingin.

Hasil uji kimia menunjukan bahwa produk ikan layur beku memiliki

kandungan merkuri, kadmium dan timbal yang nilainya lebih kecil dari standar

yang diperbolehkan oleh SNI hal tersebut berarti produk ikan layur beku tidak

membahayakan konsumen. Hal ini membuktikan bahwa bahan baku layur beku

yang diterima oleh PT. AGB Palabuhanratu merupakan bahan baku yang berasal

dari perairan yang bersih dan terbebas dari pencemaran logam berat serta zat

kimia berbahaya.

Hasil pengawasan terhadap pendeteksian logam pada produk ikan layur

beku, menunjukan tidak ditemukan adanya serpihan logam karena telah dilakukan

tahapan pendeteksian logam dengan baik. Produk layur beku yang terkontaminasi

oleh serpihan logam tidak dipasarkan untuk menghindari adanya penolakan dari

negara importir. Selain itu uji sensitifitas alat metal detektor dilakukan setiap 1

jam sekali untuk mengetahui apakah alat tersebut masih sensitif atau tidak

terhadap adanya logam pada produk ikan layur beku. Proses yang baik tersebut

menghasilkan mutu produk ikan layur beku yang sesuai dengan standar SNI

6940.1:2011 mengenai spesifikasi ikan layur beku.