bab iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan...
TRANSCRIPT
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum
Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga
dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan
tradisional, kata tanjung pasir berasal dari Tanjung yang berarti daratan yang
menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir.
Desa Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi
hutan bakau. Kawasan pantai ini dekat dengan Pulau Untung Jawa. Desa Tanjung
Pasir memiliki PPI Tanjung Pasir yang didalam bagian PPI tersebut terdapat TPI
Tanjung Pasir, Dermaga, Kawasan Militer yang merupakan tempat pelatihan bagi
TNI AL dan tempat rekreasi, wisata pantai, pertambakan, selain itu juga sedang
direncanakan untuk pengembangan Tangerang International City serta sebagai
pusat kegiatan wilayah Promosi. Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai wisata
yang di kelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun
2007 tentang Pembentukan Pemerintahan Desa di lingkungan Kabupaten
Tangerang. Berdasarkan Bupati tersebut struktur organisasi tata kerja
pemerintahan desa, bahwa tugas kepala desa melaksanakan urusan pemerintahan,
pembangunan, sosial masyarakat dan pemberdayaan pantai. Desa Tanjung Pasir
merupakan pemekaran wilayah yang dahulunya masih bersatu dengan
Tegalangus. Pemekaran wilayah terjadi pada tahun 1984 (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tangerang 2012).
38
4.1.1 Batas Wilayah dan Aksesibilitas
Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara
kota Tangerang dan Jakarta. Letak Geografis Desa Tanjung Pasir adalah 106o 20’-
106o 43’ Bujur Timur dan 6
o 00’-6
o 20’ Lintang Selatan. Menurut BPS Kabupaten
Tangerang (2010) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5.642 km2 (sekitar 570
Ha). Batas wilayah Desa Tanjung Pasir :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung
Desa Tanjung Pasir dapat ditempuh dengan jarak 12 km dari pusat
pemerintahan kantor kecamatan,54 km da pusat pemerintahan Ibu Kota
Kabupaten Tangerang dan berjarak 72 km dari Ibu Kota Provinsi Banten. Desa
Tanjung Pasir dapat ditempuh menggunakan transportasi darat ataupun laut.
Transportasi dara dapat menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat,
sedangkan transportasi laut dapat menggunakan kapal atau perahu. Kodisi jalan
menuju Desa Tanjung pasir berada dalam kondisi baik, namun setelah memasuki
Desa tanjung Pasir kondisi jalan buruk, banyak jalan yang sudah rusak.
4.1.2 Fisik dan Lingkungan
Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 570 Ha dan merupakan daerah
daratan rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 meter dengan suhu 300C-
370C. Nama Desa Tanjung Pasir diambil dari kata Tanjung yang berarti daratan
yang menonjol dipermukaan laut jawa dan Pasir adalah permukaan tanahnya pasir
jadi kondisi tanah di Desa Tanjung Pasir adalah permukaan tanahnya berpasir.
Desa Tanjung Pasir mempunyai 2 (dua) musim yaitu penghujan dan kemarau.
Kedua musim tersebut dipengaruhi oleh angin yang bertiup dari arah Barat/Barat
Daya dengan kecepatan 15 Km dan curah hujan rata-rata 26,4 mm/tahun (DKP
Kab. Tangerang 2012).
39
4.1.3 Sosial Ekonomi
Perekonomian Desa Tanjung Pasir pada umumnya bersumber dari
penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, buruh, dan
karyawan swasta, sehingga rata-rata kondisi ekonominya sangat rendah. Ekonomi
masyarakata Desa Tanjung Pasir perlu ditingkatkan melalui upaya ekonomi
produktif setiap individu. Daftar mata pencaharian pokok Desa Tanjung Pasir
( Tabel 7 ) adalah sebagai berikut
Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Tanjung Pasir
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1 Nelayan 2331
2 Buruh / Swasta 65
3 PNS 15
4 Pedagang 1213
5 Penjahit 24
6 Tukang Batu 62
7 Tukang Kayu 42
8 Peternak 6
9 Pengrajin 5
10 Montir 25
11 Polri 8
12 Petani 176
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012
Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir sampai dengan bulan Juni Tahun
2010 tercatat sebanyak 10.225 jiwa terdiri dari laki-laki 4.115 jiwa, perempuan
6.110 jiwa dan jumlah kepala keluarga 1.853 KK. Sedangkan jumlah penduduk
menurut umur ( Tabel 8 ) yaitu sebagai berikut
40
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Tanjung Pasir
No. Umur Jumlah
Keterangan (tahun) (jiwa)
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012
4.1.4 Perikanan Tangkap
Perkembangan perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir telah mengalami
perubahan pada sektor produksi setiap tahunnya. Berdasarkan data dari TPI
Tanjung Pasir jumlah produksi mengalami penurunan, pada tahun 2010 sampai
tahun 2013 yaitu pada tahun 2010 hasil produksi tangkapan mencapai 156.804
kg, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 yaitu hasil poduksinya sebesar
45.936 kg dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012 dan 2013 bulan
April yaitu hasil produksi tangkapan mencapai 81.720 kg dan 117.924 kg.
Hasil produksi di sektor perikanan tangkap selalu ada naik turun . Data
hasil produksi dan nilai hasil tangkapan dalam lima tahun terakhir, dapat dilihat
pada Tabel 9.
1 0 – 14 669
2 5 – 9 914
3 10 – 14 665
4 15 – 19 452
5 20 - 24 345
6 25 - 29 231
7 30 – 34 237
8 35 - 39 122
9 40 – 44 145
10 45 – 49 119
11 50 – 54 143
12 55 178
41
Tabel 9. Data Produksi dan Nilai Hasil Tangkapan Ikan di TPI Tanjung Pasir Pada
Tahun 2010-2013
Tahun Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp)
2010 156804 1.842.200.000
2011 45936 599.964.000
2012 81720 939.840.000
2013 117924 1.633.000.000
Jumlah 402384 5.014.804.000
Sumber: TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Tanjung Pasir
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat produksi pada tahun 2011 menurun
sangat drastis dari jumlah 156.804 kg menjadi 45.936 kg. Informasi pihak TPI
Tanjung Pasir hal ini terjadi akibat cucaca yang tidak baik pada tahun 2011 seperti
angin kencang dan gelombang yang tinggi yang berdampak pada hasil tangkapan
nelayan menurun. Namun pada tahun 2012 dan sampai bulan April 2013 produksi
kembali meningkat sejumlah 81720 dan 117924 kg sehingga nilai produksi pun
kembali meningkat. Turun naiknya jumlah hasil produksi dan nilai hasil produksi
DesaTanjung Pasir dapat dilihat pada Tabel 2 .
Nelayan di Desa Tanjung Pasir melakukan kegiatan penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap yang beragam diantaranya yaitu pancing ulur, pancing
rawai, jaring apus dan jaring insang rata- rata perahu yang digunakan dengan
kapasitas < 5 GT. Salah satu alat tangkap yang paling umum digunakan disana
yaitu pancing ulur. Nelayan pancing ulur biasanya melaut dalam sehari selama 12
jam yaitu dari jam 04.00 pagi sampai dengan jam 16.00 ( 04.00 sore). Kegiatan
melaut dari pagi hingga sore tersebut disebut dengan istilah “minggir”. Selain
nelayan “minggir” terdapat nelayan pancing ulur yang melakukan kegiatan
penangkapannya selama 5 hari yang biasa disebut nelayan “mingguan”. Jadi
Nelayan ini tidak pulang selama 5 hari dan berada dilautan untuk menangkap
ikan. Biasanya nelayan mingguan ini menggunakan kapal motor untuk melakukan
aktivitas penangkapannya. Selain kedua nelayan tersebut terdapat nelayan pancing
ulur yang hanya 3-4 jam melakukan aktivitas penangkapannya karena dalam
melakukan kegiatan penangkapannya menggunakan kapal tanpa mesin.
42
Hasil tangkapan dari ketiga jenis nelayan pancing ulur kemudian dijual.
Nelayan minggir biasanya menjual ikannya di TPI Tanjung Pasir sedangkan
nelayan mingguan biasanya menjual ikan hasil tangkapan di TPI Tanjung Pasir
dan TPI Muara Angke yang letaknya tidak jauh dari Tanjung Pasir (TPI Tanjung
Pasir,2013)
4.2 Kondisi Umum Responden
1. Mata Pencaharian
Karakteristik nelayan sebagai responden dalam penelitian ini, maka
dilakukan analisis deskriptif terhadap data identitas responden. Data hasil analisis
deskriptif terhadap identitas dari karakteristik nelayan sebagai responden ( Tabel
10), dan status pekerja seperti Gambar 8.
Tabel 10. Pekerjaan Responden di Pantai Tanjung Pasir
No Status Pekerjaan Responden Presentase (%)
1 Nelayan Kapal Motor 20 40
2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 20 40
3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 10 20
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer 2013
Gambar 8. Mata Pencahaian Responden Nelayan
Nelayan Kapal Motor
Nelayan Perahu Mesin tempel
Nelayan perahu Tanpa Mesin
43
Berdasarkan data terlihat bahwa dari 50 responden, 40% memiliki status
pekerjaan sebagai nelayan kapal motor , 40% sebagai nelayan perahu mesin
tempel dan 20% sebagai nelayan perahu tanpa mesin. Sebagai nelayan perikanan
tangkap dengan kapal motor paling banyak karena nelayan dengan menggunakan
kapal motor dapat menghasilkan tangkapan yang tinggi . Nelayan dengan kapal
motor memiliki aksesibilitas yang tinggi sehingga pendapatan yang dihasilkan
juga lebih besar ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno 2008)
Nelayan perahu tempel persentasenya 40%. Nelayan dengan perahu mesin
tempel biaya opersional lebih murah dari pada kapal motor dengan hasil tangkap
yang cukup lumayan, sedangkan status pekerjaan terendah yaitu nelayan perahu
tanpa mesin. Nelayan perahu tanpa mesin memiliki persentase terkecil di
responden. Nelayan perahu tanpa mesin jumlahnya sudah berkurang sekarang ini
dikarenakan jumlah tangkapan yang dihasilkan sedikit karena aksesibilitasnya
perahu tidak dapat jauh hanya di sekitar pantai. Aksesibilitas sangat
mempengaruhi jumlah tangkapan yang diperoleh ( Masyhuri 1999 dalam Sujarno
2008).
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan nelayan sangat beragam dan umumnya lebih banyak memilih
untuk menjadi nelayan dari pada pendidikan. Berikut disajikan pada Tabel 11 dan
Gambar 9 tingkat pendidikan responden.
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden di Pantai Tanjung Pasir
No Pendidikan Responden Presentase (%)
1 Tidak Tamat SD 8 16
2 SD 30 60
3 SMP 12 24
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer 2013
44
Gambar 9. Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan Gambar 9 diatas, dari 50 responden sebagian besar memiliki
tingkat pendidikan terakhir sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 60% responden,
sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat pendidikan terakhir tidak tamat
sekolah dasar (SD), sebanyak 16 % responden, dan sisa nya adalah yang
berpendidikan terakhir sekolah menengah pertama (SMP), yaitu 24% responden.
Hasil penelitian Tegar (2011) secara umum semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki, namun
terdapat beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan pengetahuan seperti
lingkungan sekitar dan pengalaman.
3. Umur Responden
Nelayan di Tanjung Pasir terdiri dari beberapa kelompok umur. Berikut
disajikan tabel distribusi umur responden.
Tabel 12. Umur Responden di Pantai Tanjung Pasir
No Umur Responden Responden Presentase (%)
1 20-30 12 24
2 30-40 23 46
3 40-50 10 20
4 50-60 5 10
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer 2013
Tidak Tamat SD
SD
SMP
45
Gambar 10. Tingkat umur responden
Berdasarkan Gambar 10 diatas bahwa dari 50 responden yang lebih
mendominasi yaitu umur 30-40 yaitu sebesar 46%, sedangkan sisa nya masing-
masing 24% , 20%, dan 10%. Nelayan di Desa Tanjung Pasir di dominasi umur
30-40 karena diusia tersebut memiliki tenaga dan fisik yang kuat dan juga lebih
banyak memiliki pengalaman dibandingkan dengan nelayan umur 20-30.
Sedangkan pada umur 50-60 jumlah nelayan berjumlah sedikit karena fisik yang
tidak kuat lagi dan biasanya dibantu anak- anak yang membantu dalam aktivitas
penangkapan, namun nelayan 50-60 memiliki kelebihan yaitu mempunyai
pengalaman yang lebih banyak sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan.
Menurut Sujarno (2008) nelayan yang berusia diatas umur 30 tahun dapat
dikatakan sebagai nelayan yang berpengalaman.
20-30
30-40
40-50
50-60
46
4.3 Analisis Kinerja Usaha Penangkapan
1) Analisis Produktivitas
Analisis produktivitas perikanan nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada
dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 13. Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per kapal per tahun
No Jenis Nelayan Produksi (kg) Nilai (Rp)
1 Nelayan Kapal Motor 10480 215.100.000
2 Nelayan Perahu Mesin Tempel 3145 107.100.000
3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin 205 33.400.000
Total 13840 355.600.000
Sumber : Data Sekunder Olahan (2013)
Nelayan Kapal Motor
Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan kapal motor adalah sebagai
berikut :
Produktivitas = = (Rp)
Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,23. Nilai tersebut mengandung arti
dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,23.
Nelayan Perahu Mesin Tempel
Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu mesin tempel adalah
sebagai berikut :
Produktivitas = = (Rp)
Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 1,66. Nilai tersebut mengandung arti
dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 1,66.
47
Nelayan Perahu Tanpa Mesin
Produktivitas perikanan nelayan pancing ulur yang dihasilkan oleh nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir dari nelayan perahu tanpa mesin adalah
sebagai berikut :
Produktivitas = = = 2,49 (Rp)
Berdasarkan perhitungan tersebut dihasilkan nilai produktivitas nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir sebesar 2,49. Nilai tersebut mengandung arti
dari setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan didapatkan keuntungan sebesar Rp 2,49.
2) Analisis Teknis Penangkapan
a) Kapal/ Perahu
Kapal yang digunakan oleh nelayan adalah kapal bermuatan 4 GT dan
motor tempel berkekuatan 22-33 PK. Perahu terbuat dari kayu dengan umur
teknis sekitar 10 tahun. Ukuran panjang 9,8 m, lebar 2,5 m, dan dalam 1,1 m.
Adapun motor tempel yang digunakan memiliki umur teknis sampai 8 tahun,
dengan merek Suzuki dan Daihatsu. Rata-rata nelayan menggunakan merek
Suzuki, karena harganya yang lebih murah dibandingkan Daihatsu.
Perbaikan kapal dilakukan pada saat kapal mengalami kerusakan, namun
rata-rata perbaikan kapal dilakukan 7 bulan sekali. Perbaikan dilakukan pada
mesin dan rangka kapal yang rusak serta pengecatan di badan kapal yang
dilakukan 7 bulan sekali .
Sedangkan untuk perahu tanpa mesin perbaikan dilakukan hanya pada
perahu yang rusak atau bocor dan juga pengecatan yang dilakukan 2 kali dalam
waktu setahun dalam jangka 6 bulan sekali. Adapun motor tempel yang digunakan
memiliki umur teknis sampai 8 tahun, dengan merek Suzuki dan Daihatsu.
b) Alat tangkap
Pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di Desa Tanjung Pasir memiliki
konstruksi yang sangat sederhana. Tali pancing utama biasanya memiliki 1 atau
lebih mata pancing secara vertikal. Tali yang digunakan yaitu tali monofilament,
pada tali diberikan pemberat yang berupa timah yang berfungi agar umpan dapat
tenggelam. Jenis umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah umpan palsu
48
dan umpan hidup, namun umpan yang umum digunakan yaitu umpan hidup.
Pancing ulur memiliki penggulung tali yang berfungsi untuk menggulung tali
pancing dan juga sebagai pegangan ketika menarik ikan yang terkait dimata
pancing.
c) Nelayan
Nelayan di Desa Tanjung Pasir rata-rata merupakan nelayan utama.
Adapun nelayan utama yang berada di Desa Tanjung Pasir merupakan nelayan
asli yang berasal dari Desa Tanjung Pasir. Keinginan untuk melaut nelayan
Tanjung Pasir cukup besar, namun terbatas pada cuaca dan iklim yang dewasa ini
tidak menentu akibat global warming yang mengakibatkan gelombang tinggi dan
angin yang bertiup kencang. Adapun nelayan pendatang berasal dari wilayah
Pantura. Nelayan pancing ulur yang melaut setiap kapalnya hanya terdiri dari 3-4
orang dengan pembagian tugas 1 nakhoda dan 2 ABK. Sedangkan untuk nelayan
perahu mesin tempel terdiri dari 3 orang dan untuk perahu tanpa mesin biasanya
terdiri dari 2 orang.
Sistem bagi hasil akan menentukan tingkat pendapatan nelayan, baik
nelayan pemilik maupun ABK. Pada kapal motor yang biasanya terdapat 3 ABK
sistem bagi hasil yaitu setiap ABK mendapat satu bagian sedangkan nelayan
pemilik mendapat dua bagian yang didapatkan dari hasil ikut melaut dan bagian
untuk kepemilikan kapal, dengan persentase ABK mendapatkan masing- masing
20% sedangkan pemilik mendapatkan 40%. Pada perahu mesin tempel sistem
bagi hasilnya sama seperti kapal motor. Sedangkan untuk perahu tanpa mesin
sistem bagi hasil biasanya 50% : 50% , dikarenakan pada perahu tanpa mesin
jumlah orang yang melaut maksimal hanya dua orang.. Bagi hasil ini diperoleh
dari penerimaan kotor yang telah dikurangi dengan retribusi dan biaya operasi.
Penerimaan yang diperoleh ABK pada satu unit alat tangkap akan semakin kecil
jika tenaga kerja yang bekerja semakin banyak.
49
d) Metode Penangkapan
Metode operasional dari ketiga jenis armada berbeda, dimana
perbedaannya antara lain :
Nelayan pancing “mingguan” berangkat dari fishing base menuju fishing
ground pada hari Senin dan melakukan aktivitas penangkapan hingga waktu 5
hari, kemudian kembali ke daratan pada hari Sabtu.
Nelayan “minggir “ nelayan berangkat dari fishing base menuju fishing ground
pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari hingga pukul 16.00 WIB setelah itu
nelayan kembali ke daratan untuk menjual hasil tangkapannya.
Nelayan perahu tanpa mesin biasanya berangkat dari fishing base menuju
fishing ground pada pukul 04.00 WIB untuk melaut pagi hari sampai pukul 08.00
WIB dan kembali ke daratan. Namun perbedaan nelayan perahu tanpa mesin ini
sehari dapat melaut lebih dari sekali dalam waktu sehari. Jarak yang ditempuh
oleh nelayan dari ketiga jenis nelayan adalah berbeda.
Jarak yang ditempuh oleh nelayan mingguan lebih besar dikarenakan waktu
yang lebih lama dan juga kapal yang telah bermesin sehingga jarak tangkap juga
bisa semakin jauh.
Pada perahu mesin tempel jarak yang dapat ditempuh sekitar 5-10 mil
sedangkan untuk perahu tanpa mesin jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh hanya
hingga 1 mil dan daerah di sekitar pantai. Sesampainya di fishing ground, nelayan
mengurangi kecepatan kapal dan mulai mengulur tali pancing hingga kedalaman
yang dikehendaki. Setiap nelayan memegang satu bahkan lebih pancing ulur.
Apabila umpan pancing ulur dimakan ikan akan dirasakan tali pancing seperti
ditarik lalu nelayan menarik dan menggulung tali pancing tersebut hingga ikan
dapat diangkat ke perahu. Ikan yang tertangkap dilepaskan dari mata pancing dan
diletakkan di tempat yang telah disediakan. Selanjutnya nelayan kembali
mengulur pancing kedalam laut dan seterusnya. Setelah kegiatan penangkapan
selesai kemudian nelayan kembali kedaratan untuk menjual ikan hasil
tangkapannya ke TPI dan kadang- kadang ke pengepul.
50
3) Analisis Finansial
Analisis finansial digunakan untuk menghitung seberapa besar biaya dan
penerimaan diperoleh dari kegiatan operasi penangkapan. Biaya terdiri dari biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel sedangkan penerimaan didapat dari
jumlah tangkapan dalam yang dikalikan dengan harga pasar. Perhitungannya
dilakukan dalam jangka satu tahun. Beberapa analisis finansial yang dihitung
antara lain total biaya, penerimaan, BCR ( Benefit Cost Ratio), dan Rasio
Profitabilitas.
3.1 Analisis Keragaan Biaya Manfaat
3.1.1 Nelayan Kapal Motor
Nelayan kapal motor melakukan kegiatan penangkapan dalam periode satu
tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang dapat dilihat
pada Tabel 14
Tabel 14. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Kapal Motor
(dalam 1 tahun)
No Uraian Satuan Volume Biaya (Rp) Proporsi
Biaya (%)
1 Biaya Tetap Rp
Penyusutan Kapal Rp 2.038.095 2,42
Penyusutan Mesin Rp 1.904.762 2,26
Retribusi Rp 3.191.429 3,79
2 Biaya Variabel Rp
Biaya Perbekalan Rp 21.071.429 25,02
Pembelian Bahan
Bakar Rp 38.022.857
45,15
Pembelian Umpan Rp 6.935.238 8,23
Pembelian Es 4.118.095 4,89
3 Total Pengeluaran Rp 84.217.143 100,00
4 Penerimaan Rp 215.100.500
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan
kapal motor Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya total
(biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 84.217.143 dan rata-rata penerimaan
51
nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar Rp
215.105.500 Biaya bahan bakar mengambil persentasi terbesar dalam total
biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar 45,15% sedangkan untuk persentasi
terkecil berasal dari biaya penyusutan mesin sebesar 2,26% dari total biaya.
3.1.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel
Nelayan perahu mesin tempel melakukan kegiatan penangkapan dalam
periode satu tahun mengeluarkan total biaya dan mendapatkan penerimaan yang
dapat dilihat dari Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Mesin Tempel
(dalam 1 tahun)
No Uraian Satuan Volume Nilai (RP)
Proporsi
Biaya (%)
1 Biaya Tetap
Penyusutan Kapal Rp 1.609.524 3,03
Penyusutan Mesin Rp 952.381 1,79
Retribusi Rp 1.584.286 2,98
2 Biaya Variabel
Biaya Perbekalan Rp 19.419.048 36,53
Pembelian Bahan
Bakar Rp 24.685.714
46,43
Pembelian Es Rp 2.761.905 5,19
Pembelian Umpan Rp 2.152.381 4,05
3 Total Pengeluaran Rp 53.165.239 100,00
4 Penerimaan Rp 107.100.000
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan
perahu mesin tempel Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya
total (biaya tetap dan biaya variabel) adalah Rp 53.165.239 dan rata-rata
penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah sebesar
Rp 107.100.000. Proporsi biaya terbesar berasal dari pembelian bahan bakar
yaitu sebesar 46,43% sedangkan proporsi biaya terkecil berasal dari penyusutan
mesin yaitu sebesar 1,79%.
52
3.1.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin
Nelayan perahu tanpa mesin biasanya mengeluarkan biaya operasional
lebih sedikit dibandingkan nelayan kapal motor dan nelayan perahu mesin serta
penerimaan yang diperoleh juga lebih sedikit. Rincian biaya dan penerimaan
dapat kita lihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis Usaha Perikanan Tangkap Nelayan Perahu Tanpa Mesin
(dalam 1 tahun)
No Uraian Satuan Volume Nilai (Rp)
Proporsi
Biaya (%)
1 Biaya Tetap
Penyusutan Kapal Rp 1.400.000 21,38
Biaya Retribusi Rp 243.000 3,71
2 Biaya Variabel
Biaya Perbekalan Rp 3.000.000 45,82
Biaya Pembelian Es Rp 850.000 12,98
Biaya Pembelian
Umpan Rp 1.055.000
16,11
3 Total Pengeluaran Rp 6.548.000 100,00
4 Penerimaan Rp 24.300.000
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa rata-rata pengeluaran nelayan
perahu tanpa mesin Tanjung Pasir untuk usaha penangkapan ikan terdiri biaya
total (investasi, biaya tetap, dan biaya variabel) adalah Rp 6.548.000 dan rata-
rata penerimaan nelayan dalam satu tahun untuk kegiatan usaha ini adalah
sebesar Rp 24.300.000. Pada Nelayan dengan perahu tanpa mesin proporsi
biaya terbesar berasal dari biaya perbekalan yaitu sebesar 45,82% sedangkan
proporsi biaya terkecil berasal dari biaya retribusi yaitu sebesar 3,72%.
3.2 Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha dicari untuk mengetahui suatu usaha layak di
jalankan atau tidak, dalam hal ini adalah kegiatan penangkapan nelayan pancing
ulur di Desa Tanjung Pasir. Analisis kelayakan dapat dianalisis dengan Analisis
BC Rasio dan Analisis Rasio Profitabilitas. Perhitungan BC Rasio dan
Profitabilitas dari nelayan pancing ulur dari ketiga jenis armada yang digunakan :
53
3.2.1 Nelayan Kapal Motor
Tabel 17. Tabel BC Rasio Nelayan Kapal Motor
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Pengeluaran Rp 84.217.143
2
3
Penerimaan
BC Rasio
(TR /TC)
Rp
215.100.500
2,55
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan
nelayan pancing ulur yang menggunakan kapal motor layak dijalankan karena
nilai yang didapatkan lebih dari 1. Menurut Novania (2012) kriteria kelayakan
apabila nilai BCR> 1 . Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur kapal motor
yaitu 2,55 . Hal ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing
ulur memiliki tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,55 untuk setiap
Rp 1 biaya yang dikeluarkan, sehingga berdasarkan analisis tersebut maka usaha
perikanan tangkap pancing ulur layak untuk dilaksanakan. Profitabilitas kegiatan
usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan pancing ulur di Desa
Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung dengan mengandalkan semua
sumberyang dimiliki yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan, Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap
nelayan pancing ulur kapal motor adalah sebesar 155,41%, angka tersebut lebih
besar dari suku bunga yang sebesar 5,75%, dimana jika profitabilitas lebih besar
dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan menguntungkan (Riyanto 1995
dalam Wardani et al 2012) maka dapat dikatakan bahwa usaha perikanan
54
tangkap nelayan pancing ulur kapal motor di Desa Tanjung Pasir
menguntungkan.
3.2.2 Nelayan Perahu Mesin Tempel
Tabel 18. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Mesin Tempel
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239
2
3
Penerimaan
BC Rasio
(TR /TC)
Rp
107.100.000
2,01
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa usaha kegiatan penangkapan
nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu mesin tempel adalah layak
dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012). Nilai BC
Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 2,01 . Hal ini berarti
apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki tingkat
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2,01 untuk setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan
keuntungan.
Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan
oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung
dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap
nelayan pancing ulur perahu mesin tempel adalah sebesar 101,44%, dimana jika
profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan
menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat dikatakan
55
bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu mesin tempel di
Desa Tanjung Pasir menguntungkan.
3.2.3 Nelayan Perahu Tanpa Mesin
Tabel 19. Tabel BC Rasio Nelayan Perahu Tanpa Mesin
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000
2
3
Penerimaan
BC Rasio
(TR /TC)
Rp
24.300.000
3,71
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa usaha kegiatan
penangkapan nelayan pancing ulur yang menggunakan perahu tanpa mesin
layak dijalankan karena nilai yang didapatkan lebih dari 1 (Noviana, 2012).
Nilai BC Rasio pada nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin yaitu 3,71. Hal
ini berarti apabila responden pelaku usaha perikanan pancing ulur memiliki
tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3,71 untuk setiap Rp 1 biaya
yang dikeluarkan yang artinya usaha dapat dikatakan layak atau memberikan
keuntungan.
Rasio Profitabilitas kegiatan usaha perikanan tangkap yang dilakukan
oleh nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir mendapatkan laba/untung
dengan mengandalkan semua sumber yang dimiliki yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan Rasio profitabilitas usaha perikanan tangkap
nelayan pancing ulur perahu tanpa mesin adalah sebesar 271,10%, dimana jika
profitabilitas lebih besar dari suku bunga maka suatu usaha dikatakan
menguntungkan (Riyanto 1995 dalam Wardani et al 2012), maka dapat
56
dikatakan bahwa usaha perikanan tangkap nelayan pancing ulur perahu tanpa
mesin di Desa Tanjung Pasir menguntungkan.
4.4 Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan
Analisis pendapatan dan kesejahteraan digunakan untuk mencari jumlah
pendapatan nelayan dari kegiatan penangkapan dan juga untuk menentukan taraf
hidup nelayan sejahtera atau tidak sejahtera. Jumlah pendapatan dari nelayan
kapal motor, nelayan perahu mesin tempel dan perahu tanpa mesin disajikan pada
Tabel 20.
a) Nelayan Kapal Motor
Tabel 20. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Kapal Motor
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Biaya Rp 84.217.143
2 Penerimaan Rp 215.100.000
3 Pendapatan
(TR -TC)
Rp 130.882.857
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur
dengan menggunakan kapal motor layak dijalankan karena memberikan
keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total
biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun
yaitu Rp. 130.882.857 atau Rp. 10.906.904 perbulan. Keuntungan yang diperoleh
harus dibagi kepada nelayan pemilik dan ABK. Sistem bagi hasil yang berlaku
disana yaitu 40 %: 60%. Jumlah pendapatan tersebut 40% sebagai nelayan
pemilik perahu sekaligus nelayan yang ikut melaut, ABK mendapatkan persentasi
60% yang dibagi jumlah ABK (3orang) sehingga masing- masing ABK
mendapatkan 20%. Jadi nelayan pemilik memperoleh pendapatan sebesar Rp.
4.362.761 perbulan sedangkan untuk ABK yang berjumlah 3 orang masing-
masing mendapat Rp. 2.181.380 perbulan.
57
Berdasarkan Tabel 20 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan
kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang
diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten
Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013).
Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan
yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu
kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik,
2011)
b) Nelayan Perahu Mesin Tempel
Tabel 21. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Mesin Tempel
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Pengeluaran Rp 53.165.239
2
3
Penerimaan
Pendapatan
(TR -TC)
Rp
Rp
107.100.000
53.934.761
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur
dengan menggunakan perahu mesin tempel layak dijalankan karena memberikan
keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total
biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun
sebesar Rp. 53.934.761 atau sebesar Rp. 4.494.563 perbulan. Sistem bagi hasil
yang berlaku pada nelayan dengan perahu mesin tempel yaitu 50% untuk
pemilik dan 25% untuk ABK. Pendapatan nelayan pemilik yaitu sebesar Rp.
2.247.281 dan 25% untuk nelayan ABK yang berjumlah 2 orang masing- masing
mendapat Rp. 1.123.640
Berdasarkan Tabel 21 nelayan pemilik pancing ulur yang menggunakan
kapal motor berada pada taraf sejahtera dilihat dari jumlah pendapatan yang
diperoleh yaitu lebih besar dari UMR ( Upah Minimum Regional ) kabupaten
Tangerang, dimana UMR kabupaten Tangerag sebesar Rp 2.200.000 (BPS, 2013).
Pada nelayan buruh ( ABK) berada pada taraf tidak sejahtera karena pendapatan
58
yang diperoleh dibawah UMR. Upah minimum regional merupakan salah satu
kriteria yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan ( Hendrik,
2011)
c) Nelayan Perahu Tanpa Mesin
Tabel 22. Pendapatan Nelayan Pancing Ulur Perahu Tanpa Mesin
No Uraian Satuan Nilai Keterangan
1 Total Pengeluaran Rp 6.548.000
2
3
Penerimaan
Pendapatan
(TR -TC)
Rp
Rp
24.300.000
17.752.000
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan data diatas kegiatan penangkapan ikan nelayan pancing ulur
dengan menggunakan perahu tanpa mesin layak dijalankan karena memberikan
keuntungan yaitu rata- rata penerimaan lebih besar dibandingkan dengan total
biaya, jumlah pendapatan/ keuntungan yang diperoleh nelayan selama setahun
yaitu Rp. 17.752.000 atau sebesar Rp. 1.775.200 perbulan. Jumlah pendapatan
harus dibagi lagi 50% untuk pemilik dan 50% untuk ABK yang berjumlah 1
orang. Sehingga diperoleh pendapatan untuk masing- masing yaitu sebesar
Rp 887.600.
Berdasarkan Tabel 22 diatas nelayan pancing ulur yang menggunakan
perahu tanpa mesin berada pada taraf tidak sejahtera dilihat dari jumlah
pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari UMR ( Upah Minimum Regional )
kabupaten Tangerang, dimana UMR Kabupaten Tangerang sebesar Rp. 2.200.000
(BPS, 2013). Upah minum regional biasa digunakan dalam mengukur tingkat
kesejahteraan ( Hendrik, 2011).
Berdasarkan perhitungan pendapatan dari ketiga jenis armada nelayan
pancing ulur di Desa Tanjung Pasir hasil dari analisis pendapatan dan
kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 23.
59
Tabel 23. Pendapatan dan Kesejahteraan Nelayan Pancing Ulur dari Ketiga jenis
Armada
NO
Jenis
Armada Jumlah ABK
Pendapatan Status Kesejahteraan
Juragan ABK
1
Kapal
Motor Rp. 4.362.761 Juragan Sejahtera
3 Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera
Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera
Rp. 2.181.380 ABK Tidak Sejahtera
2
Mesin
Tempel 2 Rp. 2.247.281 Juragan Sejahtera
Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera
Rp. 1.123.640 ABK Tidak Sejahtera
3
Tanpa
Mesin Rp. 1.775.200 Juragan Tidak Sejahtera
1 Rp. 1.775.200 ABK Tidak Sejahtera
Sumber : data primer (diolah) 2013
Berdasarkan Tabel 23 nelayan pancing ulur di Desa Tanjung Pasir yang
memiliki pendapatan di atas UMR kabupaten Tangerang yaitu nelayan juragan
kapal motor dan nelayan juragan perahu mesin tempel yang berarti keduanya
dikatakan berada pada taraf sejahtera, sedangkan untuk nelayan juragan perahu
tanpa mesin dan ABK dari ketiga jenis armada ini memiliki pendapatan di bawah
UMR Kabupaten Tangerang dimana dapat dikatakan berada pada taraf tidak
sejahtera.
60
4.5 Analisis Pengembangan Usaha Penangkapan
4.5.1 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis
Summary (EFAS)
Usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir masih dalam tahap
pengembangan. Apabila kita ingin dapat melihat dan memprediksi bagaimana
pengembangan usaha yang terjadi di sektor perikanan tangkap, maka diperlukan
alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya baik internal
maupun eksternal. Alat tersebut adalah analisis SWOT yang dapat mengkaji
faktor-faktor tersebut ( Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009).
Faktor internal yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi
secara langsung kegiatan usaha perikanan tangkap. Faktor internal terdiri dari
kekuatan dan kelemahan. Faktor eksternal merupakan faktor dari lingkungan yang
turut mempengaruhi berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten
Tangerang. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.
Faktor Internal
Faktor internal berupa kekuatan, antara lain:
1) Potensi SDI yang besar (S1)
Sumber daya perikanan di Desa Tanjung Pasir memiliki potensi yang
sangat besar. Pada tahun 2012 produksi perikanan laut di DesaTanjung Pasir
sebesar 117.924 kg, dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.733.136.000. Hasil
tangkapan nelayan seperti ikan- ikan (ikan pelagis, ikan demersal dan ikan
karang), udang, cumi- cumi dan rajungan. Potensi produksi perikanan yang besar
ini dapat bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah.
2) Adanya kelompok nelayan yang aktif (S2)
Nelayan di daerah Tanjung Pasir memiliki kelompok- kelompok nelayan
pada tiap- tiap alat tangkapnya misalnya kelompok nelayan pancing ulur.
Kelompok nelayan ini memiliki susunan organisasi yang jelas seperti adanya
ketua, bendahara dan sekretaris. Kelompok juga memiliki kegiatan pertemuan
yang cukup rutin, sehingga dapat dikatakan bahwa nelayan telah dapat
berorganisasi dengan baik.
61
3) Keinginan melaut cukup besar (S3)
Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini yang mengakibatkan
gelombang dan angin yang sangat kuat di laut tidak menyurutkan nelayan
Tanjung Pasir untuk melaut. Motivasi untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-
hari keluarga adalah sebagai modal nelayan, sehingga nekat untuk melaut
meskipun kondisi alam kurang baik. Tidak sedikit kapal yang nyaris terbalik
untuk melawan angin kencang dan gelombang yang besar.
4) Peranan koperasi sebagai penyalur dana simpan pinjam (S4)
Tanjung pasir memiliki sebuah koperasi yang berfungsi melakukan
kegiatan simpan pinjam. Kegiatan simpan pinjam memberikan keuntungan bagi
nelayan Tanjung Pasir, karena nelayan mendapatkan pinjaman dan bantuan untuk
menyalurkan kebutuhan yang diperlukan oleh nelayan. Koperasi juga berfungsi
untuk mengatasi adanya rentenir (Bank keliling) sehingga masyarakat bisa
mendapat pinjaman yang mudah tanpa jaminan dan tidak memikirkan bunga yang
tinggi.
Adapun kelemahan-kelemahan yang ada, antara lain:
1) Keterbatasan fasilitas penunjang (W1)
Fasilitas seperti setiap TPI yang ada di Desa Tanjung Pasir memiliki
fasilitas yang minim antara lain tidak adanya persediaan air bersih, tempat
pencucian ikan, bangunan TPI yang sudah tua dan juga kondisi TPI sangat kotor
dan terlalu kecil. Hal ini dikarenakan TPI tidak dirawat dengan baik. Sarana
dermaga untuk bersandarnya kapal atau perahu yang selesai melaut juga hanya
ada satu buah. Hal ini dapat menyebabkan kapal atau perahu harus antri terlebih
dahulu jika ingin bersandar.
2) Akses transportasi masih sulit (W2)
Transportasi untuk pergi ke TPI Tanjung Pasir masih terbatas. Kendaraan
umum roda empat yang lewat masih jarang hanya beberapa jam sekali, yang ada
hanya ojek. Perlu adanya kendaraan pribadi untuk mencapai TPI.
3) Keterampilan nelayan masih rendah (W3)
Keterampilan nelayan di Desa Tanjung Pasir hanya sebatas menangkap
ikan dengan menggunakan alat- alat tangkap sederhana, tidak dalam hal mengolah
ikan hasil tangkapan hingga menghasilkan produk yang lebih bernilai tinggi. Hal
62
ini mungkin dikarenakan tingkat pendidikan nelayan yang rendah yang rata- rata
tingkat pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD).
4) Armada yang digunakan dalam skala kecil (W4)
Kapal yang digunakan oleh nelayan merupakan kapal motor berukuran <5
GT. Jenis armada lain yang digunakan selain kapal motor yaitu perahu mesin
tempel dan perahu tanpa mesin. Terbatasnya ukuran kapal menyebabkan nelayan
yang dapat beroperasi/ melaut pun hanya 3-4 orang per kapal, dan jarak tempuh
melaut tidak dapat jauh.
Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, dimana peluang-
peluang yang mempengaruhi pengembangan usaha di Desa Tanjung Pasir antara
lain :
1) Potensi SDI yang belum dimanfaatkan secara optimal (O1)
Potensi sumber daya ikan di daerah Tanjung Pasir sangatlah besar namun
belum dimanfaatkan dengan maksimal akibat infrastruktur yang masih kurang,
permasalahan biaya yang tinggi hingga armada kapal yang kurang besar dan juga
permasalahan iklim serta cuaca yang mengganggu nelayan dalam aktivitas
penangkapan ikan.
2) Adanya peluang pasar yang cerah (O2)
Potensi konsumen untuk membeli hasil tangkapan dari laut Tanjung Pasir
cukup besar. Konsumen banyak yang berasal dari luar wilayah Tanjung Pasir. Ini
dapat dilihat dari setiap hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Tanjung Pasir
habis terjual pada saat itu pula. Hal ini memberikan peluang pasar dari produksi
perikanan laut dapat berkembang.
3) Adanya pembangunan pesisir pantai ke arah yang positif (O3)
Kegiatan penangkapan di Desa Tanjung Pasir memiliki peluang untuk
dapat terus berkembang. Oleh karena itu, perlu untuk membangun fasilitas yang
dapat mendukung perikanan tangkap. Pembangunan pemecah gelombang ( break
water) diharapkan dapat membantu nelayan dalam melaut dikarenakan
belakangan ini cuaca yang tidak menentu mengakibatkan gelombang tinggi.
63
4) Adanya peluang kesempatan kerja di bidang perikanan (O4)
Nelayan di Desa Tanjung pasir biasanya menjual seluruh hasil
tangkapannya ke TPI setelah selesai melaut. Nelayan hanya mengambil beberapa
untuk dikonsumsi sehari- sehari. Nelayan lebih memilih menjual langsung hasil
tangkapan dari pada mengolahnya lagi menjadi produk yang lebih bernilai tinggi.
Hal ini memberikan kesempatan atau peluang untuk membuat usaha di bidang
pengolahan hasil tangkapan, khususnya untuk masyarakat pesisir yang tidak
bekerja sebagai nelayan.
Sedangkan untuk faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi usaha
perikanan di Desa Tanjung Pasir antara lain:
1) Karakteristik perairan yang kurang mendukung kegiatan penangkapan (T1)
Kondisi laut yang merupakan perairan dangkal dan juga kondisi air laut
yang sudah sedikit tercemar oleh sampah- sampah yang kadang- kadang
mengganggu alat tangkap nelayan menyebabkan nelayan sulit dalam menangkap
ikan dan juga menyebabkan rusaknya alat tangkap nelayan.
Perubahan musim yang tidak menentu juga mengakibatkan ombak yang
besar dan angin yang berhembus kencang. Hal ini mengakibatkan nelayan sulit
beroperasi/ melaut dikarenakan armada yang digunakan hanya kapal- kapal kecil.
2) Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah (T2)
Potensi SDI yang masih belum tereksploitasi dengan baik menyebabkan
nelayan dari luar daerah melakukan kegiatan penangkapn ikan di perairan sekitar
.Tanjung Pasir. Nelayan yang sering melakukan penangkapan di wilayah Tanjung
Pasir berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
3) Persaingan pasar dengan daerah lain ( T3)
Persaingan pasar terkait dengan harga. Apabila daerah Tanjung Pasir
memiliki harga jual ikan yang mahal karena hasil tangkapan yang didaratkan
sedikit, maka pedagang dapat beralih ke daerah yang memiliki harga jual ikan
yang lebih rendah
4) Limbah buangan sampah (T4)
Laut di daerah Tanjung Pasir belakangan ini terancam dengan adanya
limbah- limbah sampah. Limbah- limbah sampah ini berasal dari pengunjung atau
64
wisatawan. pantai Tanjung Pasir yang berada di dalam kawasan Desa Tanjung
Pasir. Limbah ini dapat berdampak terhadap habitat ikan sehingga dampaknya
kepada hasil tangkapan nelayan yang menjadi berkurang.
4.5.2 Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam Tabel Internal Factor
Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk
diberikan nilai kuantitatif berdasarkan kondisi perikanan tangkap di Desa Tanjung
Pasir. Nilai total yang didapatkan dari faktor internal dan eksternal dapat
menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap kegiatan usaha
perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir.
Total nilai yang diperoleh pada faktor internal adalah 2,80. Nilai tersebut
berada diatas angka 2,5 yang merupakan nilai rata-rata (Rangkuti 2000 dalam
Renofati 2009) . Hal ini memberikan gambaran bahwa keadaan internal di Desa
Tanjung Pasir dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada usaha
perikanan tangkap di daerah tersebut. Hasil dari faktor internal dan eksternal dapat
dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24. Penilaian Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
(Bobot x
Rating)
Kekuatan ( Strength )
A. Potensi SDI yang besar 0,2 4 0,80
B. Adanya kelompok nelayan yang aktif 0,15 3 0,45
C. Keinginan melaut cukup besar 0,15 3 0,45
D. Peranan koperasi sebagai penyalur
dana simpan pinjam
0,15 3 0,45
Kelemahan ( Weakness )
A. Keterbatasan fasilitas penunjang 0,10 2 0,20
B. Akses transportasi masih sulit 0,10 2 0,20
C. Keterampilan nelayan masih rendah 0,10 2 0,20
D. Armada yang digunakan dalam skala
kecil
0,05 1 0,05
Total 1,00 2,80
65
Total nilai yang diperoleh pada faktor eksternal sebesar 2,54. Nilai yang
diperoleh berada diatas 2,5 memberikan pengertian bahwa kondisi lingkungan di
Desa Tanjung Pasir mampu memberikan respon yang positif untuk
pengembangan usaha perikanan tangkap. Peluang yang ada bisa dimanfaatkan
untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Menurut ( Rangkuti 2000 dalam
Renofati 2009) nilai 2,54 berada pada kuadran I dimana strategi yang digunakan
adalah mempertahankan dan memelihara kekuatan yang ada dengan
memanfaatkan peluang yang dimiliki suatu usaha.
Tabel 25. Penilaian Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
(Bobot x
Rating)
Peluang (Opportunities)
A. Potensi SDI yang belum dimanfaatkan
secara optimal
0,18 3 0,53
B. Adanya peluang pasar yang cerah 0,18 3 0,53
C. Adanya pembangunan pesisir pantai
ke arah yang positif
0,18 3 0,53
D. Adanya peluang kesempatan kerja
di bidang perikanan
0,18 3 0,53
Ancaman (Threats)
A. Karakteristik perairan yang kurang
mendukung kegiatan penangkapan
0,11 2 0,22
B. Pemanfaatan SDI oleh nelayan luar daerah 0,06 1 0,06
C. Persaingan pasar dengan daerah lain 0,06 1 0,06
D. Limbah buangan sampah 0,06 1 0,06
Total 1,00 2,54
Penentuan alternatif strategi dapat dilakukan dengan memasukkan matriks
IFE dan EFE ke dalam matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk
memperoleh beberapa alternatif strategi yang digunakan dalam mengembangkan
usaha perikanan tangkap di Desa Tanjung Pasir. Matriks SWOT pengembangan
usaha perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 25.
66
Berdasarkan matriks SWOT, didapatkan 8 alternatif strategi yang dapat
dipertimbangkan dalam meningkatkan usaha perikanan tangkap, antara lain:
1) Meningkatkan armada penangkapan
2) Meningkatkan sarana dan prasarana produksi
3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
4) Pemberian bantuan modal dari koperasi kepada nelayan
5) Mempercepat pembangunan pemecah gelombang ( break water )
6) Meningkatkan pengawasan daerah pesisir
7) Meningkatkan kegiatan pengolahan hasil perikanan
8) Meningkatkan pengelolaan usaha perikanan tangkap
Tabel 26. Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Desa
Tanjung Pasir
Internal
Eksternal
Kekuatan
1. Potensi SDI yang besar
2.Adanya kelompok
nelayan yang aktif
3. Keinginan melaut
cukup besar
4. Peranan koperasi
sebagai penyalur dana
simpan pinjam
Kelemahan
1. Keterbatasan fasilitas
penunjang
2. Akses transportasi
masih sulit
3. Keterampilan nelayan
masih rendah
4. Armada yang
digunakan dalam skala
kecil
Potensi
1. Potensi SDI yang
belum dimanfaatkan
secara optimal
2. Adanya peluang pasar
yang cerah
3. Adanya pembangunan
pesisir pantai ke arah
yang positif
4. Adanya peluang
kesempatan kerja di
bidang perikanan
Strategi SO:
1.Mengoptimalkan
pemanfaatan SDI yang
ada dalam rangka
peningkatan sistem usaha
perikanan (S1,S2,S3, O1,
O4)
2. Pemberian bantuan
modal dari koperasi
kepada nelayan (S4, O1,
O2, O3, O4)
Strategi WO:
1. Meningkatkan armada
penangkapan (W4, O1,
O3, O4)
2. Meningkatkan sarana
dan prasarana produksi
(W1, O1)
3.Meningkatkan kualitas
sumber daya manusia
(W3 O1, O3, O4)
4.Mempercepat
pembangunan pemecah
gelombang (W1, O1, O2,
O3)
67
5. Melakukan pelatihan-
pelatihan tentang
pengolahan perikanan
(W3, O1, O2, O4)
Ancaman
1. Karakteristik perairan
yang kurang mendukung
kegiatan penangkapan
2. Pemanfaatan SDI oleh
nelayan luar daerah
3. Persaingan pasar
dengan daerah lain
4. Limbah buangan
sampah
Strategi ST:
1.Meningkatkan
pengawasan daerah
pesisir (S1, T3, T4)
2. Meningkatkan aktivitas
gotong royong di
kalangan nelayan (S2,
T4)
Strategi WT:
1.Meningkatkan
pengelolaan usaha
perikanan tangkap (W1,
W2, W3, W4, T4)
4.5.3 Matriks Grand Strategy
Matriks Grand Strategy merupakan tahapan terakhir dalam analisis
pengembangan perikanan tangkap (Rangkuti 2000 dalam Renofati 2009.
Berdasarkan matriks IFE dan EFE nilai yang didapatkan yaitu pada total nilai
internal sebesar 2,80 sedangkan untuk total nilai eksternal sebesar 2,54.
Berdasarkan nilai tersebut maka didapatkan posisi suatu usaha kegiatan tangkap
berada pada kuadran I. Menurut David ( 2006 ) perusahaan yang berada pada
Kuadran I dalam Matriks Grand Strategy berada pada posisi yang sangat bagus.
Jika perusahaan berkonsentrasi pada pada pasar saat ini, maka penetrasi pasar dan
pengembangan pasar adalah pilihan yang sesuai. Ketika organisasi pada Kuadran
I memiliki sumber daya yang berlebih, maka integrasi ke belakang, ke depan, atau
horizontal dapat menjadi strategi yang efektif. Perusahaan Kuadran I mampu
mengambil keuntungan dari peluang eksternal dalam beberapa area, strategi
kuadran I dapat mengambil risiko secara agresif ketika dibutuhkan.