bab iv hasil dan pembahasan 4.1...
TRANSCRIPT
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perencanaan
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan
yangakan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan
adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi,
kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, system, anggaran, dan standar
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa perencanaan merupakan suatu langkah untuk memperoleh suatu tujuan
melalui tahap-tahap yang sesuai dengan apa yang dituju. Dalam hal ini, peneliti
menyusun rencana yaitu menggali informasi mengenai bentuk pertunjukan
Tanggomo di Gorontalo.
Rencana mencari informasi dilakukan mulai tanggal 19 Agustus 2013,
Tempat yang dipilih untuk penelitian yaitu di Gorontalo. Gorontalo merupakan
Provinsi yang kaya akan budaya, dengan luas wilayah 66,25 km dengan tingkat
kepadatan penduduk 2.718 jiwa. Inilah yang menyebabkan keragaman budaya yang
dimiliki berbeda-beda. Penelitian ini dilakukan dalam enam Kabupaten Kota,
diantaranya Bonebolango, Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Boalemo, Kabupaten Pohuato, dan Kabupaten Gorontalo Utara.
4.2 Hasil Penelitian
Tanggomo merupakan jenis kesenian atau pertunjukan yang sangat sederhana
namun tidak semua orang bisa melakukannnya, sebab pertunjukan ini dilakukan
dengan santai dan memakai pakaian yang sopan yakni duduk bersila kemudian
memakai baju koko, kopiah dan sarung. Tanggomo sangat dekat dengan bercerita,
sehingga orang yang sedang melakukan pertunjukan ini harus memiliki daya ingat
yang kuat sebab, isi dari Tanggomo tersebut bisa mencapai puluhan atau ribuan
baris.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menemukan berbagai macam
pendapat dari setiap pemangku adat atau budayawan tempat penelitan dilakukan.
14
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini benar-benar sama persis dengan
apa yang sudah dijelaskan di atas. Berikut hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti di enam tempat yang berbeda:
4.2.1 Kabupaten Bonebolango
Kabupaten Bone Bolango adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo.
Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Gorontalo tahun 2003.
Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat
wilayah kecamatan, yaitu:
Bonepantai,
Kabila,
Suwawa, dan
Tapa.
Dari data yang ada, Kabupaten Bone Bolango mengalami banyak proses
pemekaran kecamatan dan desa/kelurahan, sehingga jumlah kecamatan dan
desa/ kelurahan menjadi banyak, yaitu 17 kecamatan dan 1 kecamatan
persiapan, 152 desa, dan 4 kelurahan. Berbicara soal tradisi dan budaya, Bone
bolango memiliki banyak keragaman. Salah satunya adalah Tanggomo.
Di Kabupaten Bonebolango, peneliti mendapat kesempatan
mewawancarai serta melihat langsung pertunjukan Tanggomo, mendapatkan
informasi tentang bagaimana bentuk pertunjukan Tanggomo, dan Tanggomo di
masa lalu khususnya di Bonebolango.
Peneliti melalukan wawancara kepada salah seorang budayawan di
Kecamatan Tapa Kabupaten Bonebolango pada hari jumat 23 agustus 2013.
Menurut bapak Yamin Husain yang merupakan budayawan di Kecamatan
Tapa, tanggomo merupakan sastra lisan. Sastra lisan tersebut terdiri atas 15
ragam dan terbagi kedalam 4 kelompok: (1) Sastra yang berhubungan dengan
upacara adat, (2) sastra yang berhubungan dengan filosofi pandangan hidup,
(3) sastra yang berhubungan dengan muda mudi, (4) sastra yang berhubungan
dengan pendokumentasian.
15
Tanggomo merupakan bagian dari sastra yang berhubungan dengan
pendokumentasian. Karena jika kita meninjau dari segi asalnya, (Tanggomo
merupakan asal kata “Molanggomo” yang Bahasa Indonesianya yaitu
“Menampung” dalam artian menampung kejadian-kejadian ataupun peristiwa
yang benar-benar terjadi yang kemudian di ceritakan kembali. Cara
menceritakan kembali ini dalam bentuk sajak bersyair, contohnya seperti
kecelakaan, perkelahian, pembunuhan, dan sejarah-sejarah yang terjadi dimasa
lampau yang diceritakan dengan kejadian sesungguhnya tanpa menambah-
nambah dan bukan khayalan. Berikut ini, adalah salah satu contoh tanggomo,
yang paling sering dibawakan di Bone bolango dan merupakan kejadian atau
peristiwa yang benar-benar terjadi.
“TALO DEHU TO WA’OLO”
Bismillah momonggato
Tawu piya-piya’ato
To wa’olo molanggato
Tolopamo dipulato
To tolihe lolopato
Duhe liyo le tangato
Dila pahuta pomayi
Wa’u dila molahuto
Morasa mo lilimbuto
Te’ Asongo mato totondongo
To lu’u ando-andongo
Artinya :
Bismillah mengangkat sebuah kisah
Orang sedang memanjat
Di pohon enau yang sangat tinggi dan licin
Tali yang digunakan lepas dan dia pun jatuh
16
Janganlah di cabut dulu
Dan akupun tidak akan mencabut karena takut
Si Asongo matanya terbelalak ( melotot )
Terdiam dan tak bias berbuat apa-apa.
Kejelasan dari isi syair tanggomo di atas, yakni menceritakan
seseorang yang mengalami kecelakaan karena memanjat pohon enau, ia
jatuh akibat alat bantu (tali), yang digunakan untuk memanjat pohon
enau, sehingga terlepas dan jatuh tertusuk pada benda tajam bulingo
(pengupas kelapa). Temannya si Asongo tidak berani membantu mencabut
benda tajam tersebut.Ia takut dan hanya bisa terdiam melihat si pemanjat
terkulai lemah.
“tentang perkelahian”
Bismillah molumulo
Anunu hemohinulo
Kedo ma botu-botulo
Hemo hile bentumulo alo dila yilo hialiyo
Lutu pilo wotabiyo
Ulongo pilotepaliyo
Kedo pe i lahiliyo
Tiluhata to bundungo mato liyo
Artinya :
Bismillah pada awal
Si Anunu sedang membuat minyak kelapa
Si Kedo datang bertamu
Meminta sesuatu dan tidak di berikan
Pisangpun di lempar
Wajan di tending
17
Si Kedopun di usir
Mengenai alis matanya.
Kejelasan syair di atas yakni menceritakan tentang perkelahian
yang terjadi antara kakak beradik ( si anunu dan si Kedo ). Suatu hari si
Anunu sedang membuat minyak kelapa kemudian tiba-tiba si Kedo datang
dan meminta sesuatu pada si Anunu, akan tetapi apa yang di minta si
Kedo tidak bisa di penuhi oleh si Anunu. Akibatnya si Kedo marah dan
menendang pisang serta wajan yang berisi minyak kelapa. Si Anunu
berbalik marah dan mengusir si Kedo, karena wajan yang di tendang tadi
mengenai alis matanya.
Dulunya Tanggomo sangat penting bagi masyarakat Bonebolango sebab
Tanggomo merupakan media komunikasi dan sumber informasi bagi
masyarakat.
Menurut keasliannya, Tanggomo dibawakan secara spontanitas, tidak
dirangkai atau ditulis dengan menggunakan syair. Cara penyampaiannya
terdengar indah sehingga orang yang mendengar tertarik dan termotivasi untuk
mendengarkannya, terlebih-lebih yang disampaikan mengenai peristiwa-
peristiwa terhangat. Namun hal ini berbeda dengan tanggomo yang sekarang.
Banyak petanggomo yang membawakan isi tanggomo yang berbentuk
himbauan. Padahal menurut bapak Yamin, jika kita meninjau kembali
pengertian dan asal usul tanggomo tersebut, jelas sudah bahwa tanggomo
adalah rentetan cerita sebuah peristiwa atau sejarah yang benar-benar diakui
kebenarnya.
Dari segi bentuk pertunjukannya, tanggomopun sudah mengalami
perubahan. Pada zaman dahulu, petanggomo tidak mempunyai tempat yang
khusus untuk melakukan tanggomo tersebut. Mereka biasa melakukannya
pada saat mereka berjualan, atau di tempat-tempat yang ramai. Bahkan
menurut bapak Yamin mereka berjualan sambil melantunkan syair tanggomo
tersebut, sehingga pengunjung banyak yang tertarik dan membeli dagangan
18
mereka tersebut. Pakaian yang digunakan pun sangat sederhana, hanya celana
selutut dengan baju koko dan sarung yang melingkar di bahu. Namun zaman
sekarang tanggomo dilakukan pada event budaya atau perlombaan,
syairnyapun sudah disediakan oleh panitia, mereka tinggal membaca dan
menghafal syair tersebut.
Hal ini yang membuat budayawan Gorontalo prihatin dengan kondisi
keberadaan tanggomo di Gorontalo. Untuk menanggulangi hal tersebut, ada
banyak cara yang bisa kita lakukan, diantaranya memperkenalkan budaya
Gorontalo khususnya tanggomo ini kepada seluruh warga masyarakat
Gorontalo, agar nantinya kedepan kesenian tradisional ini bias dilestarikan dan
dijaga keasliannya.
4.2.2 Kota Gorontalo
Kota Gorontalo adalah ibu kota Provinsi Gorontalo. Kota ini memiliki
luas wilayah 66,25 km² (0,55% dari luas Provinsi Gorontalo) dan berpenduduk
sebanyak 180.127 jiwa (berdasarkan data SP 2010) dengan tingkat kepadatan
penduduk 2.718 jiwa/km². Kota ini memiliki motto “Adat Bersendikan Syara,
Syara Bersendikan Kitabullah” sebagai pandangan hidup masyarakat yang
memadukan adat dan agama. Berbicara soal tradisi dan budaya, Kota
Gorontalo memiliki banyak keragaman. Salah satunya adalah Tanggomo
Di Kota Gorontalo, penulis mewawancarai bapak Hasdin Danial yang
merupakan budayawan di Kota Gorontalo. Menurut beliau Tanggomo
merupakan kata dari bahasa Gorontalo yang berarti menampung. Orang yang
menembangkan Tanggomo disebut sebagai “Mo Tanggomo” atau
“Patanggomo”. Penyampaian Tanggomo bisa disampaikan secara bertutur
dengan syair. Dalam syair Tanggomo, yang paling diutamakan adalah nasehat.
Menurut cerita turun temurun, Tanggomo merupakan salah satu media
penyebaran Islam. Ada tanggomo yang berisi peristiwa dan sejarah Gorontalo
dan ada juga yang bersifat membangun bagi masyarakat yang merupakan
program-program dari pemerintah.
19
Disamping itu menurut bapak Hasdin, keberadaan tanggomo di Gorontalo
saat ini berbeda dengan zaman dulu. Sekarang ini yang melakukan tanggomo
“petanggomo” banyak namun yang menciptakan syairnya sangat susah dicari.
Ini dibuktikan dengan pernah diadakannya festival cipta syair tanggomo yang
digelar oleh pemerintah Kota Gorontalo, namun kenyataannya banyak
petanggomo yang meminta naskah langsung dari panitia. Padahal pihak panitia
ingin mencari petanggomo yang benar-benar bisa menciptakan naskah
tanggommo secara spontan tersebut.
Adapun bentuk pertunjukan tanggomo di Kota Gorontalo jika
dibandingkan dengan zaman dulu dan sekarang sangat jauh berbeda yakni: (1)
Dari segi tempat, zaman dulu petanggomo bisa berdiri, berjalan dan berjualan,
tempatnya bebas dimana saja tidak terikat sedangkan zaman sekarang mereka
berada dipanggung duduk dengan posisi kaki bersila atau disebut “tambe-
tambelango”. (2) Tujuan, zaman dulu tujuan mereka melakukan tanggomo
adalah menceritakan kejadian nyata atau menarik perhatian orang-orang
sekitar agar mereka tertarik. (3) Pakaian, pada zaman dulu pakaian yang
digunakan adalah kain berwarna hitam seperti baju silat, dengan menggunakan
kain batik dikepala atau “payungo” yang pada masyarakat jawa disebut
dengan “blankon” hanya saja blankon berbeda dengan payungo karena
blankon sudah permanent sedangkan payungo kain batik yang dililit dikepala.
Sekarang pakaian petanggomo adalah baju koko dan sebagian orang
menggunakan baju adat. (4) Syair, pada zaman dulu syairnya berupa peristiwa
dan sejarah sedangkan sekarang tanggomo bersifat membangun bagi
masyarakat yang merupakan program-program dari pemerintah atau
himbauan.
Contoh syair :
“Sejarah (tentang patriotic 23 januari kemerdekaan gorontalo)”
Bisimila momulali
20
Delo po”ela pomai
Taunu yilalu mai
Botiya ma delo mai
Wawu dungohi lomai
Botiya uwilowali
Maso-maso to akali
Wau dila bohabali
23 januali
42 yilowali
Lali wungguli kakali
Donggo to’u boito
Ra’ayati topingito
Wawu malo toduwito
Walanda hemolihito
Ngiyo-ngiyoto dungito
Oyinda lobohuliyo
Lomobu hudungiliyo
To pabia tambatiliyo
Talumolo waitiyo
Odito kapaliliyo
Kapali tikololiyo
Polibu limongoliyo
Odito to uwanengo
Pendadu delo tihengo
Tulu malotondulengo
Lopobu kilumohengo
Hudungu to uwanengo
21
Walanda mahepanita
Wawu malo hipalita
Uwewo mahidehita
Mamai hipodelita
Hasili didu olamita
Malo didu olabita
Boli ma didu osisa
Ra’ayati to sikisa
Walanda mahesanangi
Tolipu hulondalangi
Tahu’a pomikilangi
Dulolo motibarani
Motitituwawu malowani
Kumando li pa’a Nani
Ta malo lotipalangi
Tahu’a ilambuliyo
Ra’ayati wawu tiyo
Mosaadiya wawu mohiyo
Walanda wa’upoliyo
Pa’a Nani bilanduwa
Talola’I tawabuwa
Ra’ayati ngohunduwa
Pito banggo hiwuduwa
Pa’a Nani ta ta’uwa
Odito utoniati
Todulahu duma’ati
Lo’otoduwo u bebasi
22
Wawu lominda’a bandela
Umoputi wawu umela
23 januali
42 yilowali
Mongodula’a mongowutato
Tanggomo mahe’utapo
Wanu hila momatato
Pona’o de hulondalo
Silita banda-bandalo
Artinya :
Dengan nama Allah dimulai
Mari kita kenang
Tahun tahun yang silam
Sekarang akan diceritakan
Dan dengarkanlah
Yang terjadi
Masuk akal
Dan bukan hanya kabar
Tanggal 23 januari
Tahun 42 terjadi
Menjadi cerita / sejarah kekal
Pada masa itu
Rakyat terbelenggu
Dan dalam ketakutan
Belanda menindas
Dengan begitu geram
23
Awal mulanya
Yang mereka perbuat
Membakar gedung
Gedung kopra
Di pabean tempatnya
Talumolo termasuk
Begitu juga kapal
Kapal motor kololiyo
Dibakar oleh mereka (belanda)
Begitu juga di kwandang
Pantai laksana tungku
Api telah berkobar
Terbakat mengersang
Gedung di kwandang
Belanda telah senang
Di negeri Gorontalo
Segeralah berfikir
Marilah memberanikan diri
Bersatu melawan
Dikomandoi oleh Nani Wartabone
Yang gagah berani
Segera dikumpulkan
Rakyat bersamanya
Bersedia dan membantu
Belanda akan ditangkap
Pak Nani dibantu
Laki perempuan
24
Rakyat yang banyak
Pisau, keris terhunus
Pak Nani yang memimpin
Begitulah niat baik
Di hari jumat
Telah bebas dari cengkraman
Dan telah mengibarkan bendera
Merah putih
23 januari
Tahun 1942
Bapak ibu hadirin
Hanya cukup sekian dulu
Ingin tau lebih dalam
Mampirlah ke Gorontalo
Kisah ceritanya lebih lengkap.
4.2.3 Kabupaten Gorontalo
Limboto adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo,
Indonesia dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Limboto juga
merupakan ibukota kabupaten Gorontalo. Terletak di 0,30 derajat Lintang
Utara, 1,0 derajat Lintang Selatan, 121 derajat bujur Timur dan 123,3 derajat
Bujur Barat.
Kabupaten Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi
dengan ibu Kota semula Isimu. Pada tahun 1978 ibu kota Kabupaten
Gorontalo dipindahkan ke Limboto. Ada sebagian data pada atlas atau peta
yang memuat ibu kota Kabupaten Gorontalo adalah Isimu. Jelas hal tersebut
tidak sesuai dengan realita dan fakta yang ada di lapangan.
Di Limboto terdapat Danau Limboto, yaitu sebuah danau seluas 2000 ha
25
yang hanya berkedalaman 5 hingga 8 meter. Berbicara soal tradisi dan budaya,
Kabupaten Gorontalo memiliki banyak keragaman. Salah satunya Tanggomo
Di kabupaten Gorontalo, pengertian Tanggomo tidak jauh beda dengan
kabupaten-kabupaten lainnya. Tanggomo yaitu “Molanggomo” atau
“Menampung” artinya menampung segala kejadian-kejadian yang terjadi di
masa sekarang atau dimasa lalu, kemudian disampaikan kepada masyarakat
dengan menggunakan syair yang menarik.
Jenis-jenis tanggomo berupa peristiwa yang tragis, misalnya pembunuhan,
kecelakaan dan sejarah, misalnya 23 januari dan permesta. Kejadian-kejadian
tersebut dipaparkan dari awal sampai akhir dengan sajak yang indah. Menurut
bapak Suleman, jika kita mendengarkan syair tanggomo secara seksama, kita
bisa menangkap bahwa pada syair tanggomo tersebut terdapat sajak seperti
pada puisi, maksudnya terdapat keseragaman huruf vocal pada setiap akhir
kata.
Bentuk pertunjukan Tanggomo tidaklah beda dari yang lain, tidak tedapat
durasi, semuanya tergantung jenis naskah yang diceritakan. Semakin panjang
naskah yang diceritakan semakin lama waktu yang dibutuhkan. Selain itu
pakaian yang digunakan pada pertunjukan tanggomo adalah pakaian sederhana
tapi tetap sopan. Cara penyampaiannya pun sederhana, dengan mengikuti syair
yang sudah biasa dilantunkan.
Contoh syair:
“PILU”
Bissimilah mo marani
Tabiya bo ngotuwali
To rijibu sya’abani
Tota rabi rijibu
Lo dutu kayipililu
Ikilale lo lilidu
26
Lo lilidu janjiya
Toyimuli posadiya
Lotu alo lolo iya
Lotu alo lo bahasa
Doyi dipo hiluwata
Tota hurahurawata
Lotu alo lo po ahu
Lo ondo taa dulahu
Payayila yilamahu
Tilamulo mulowahu
Pilu batade mu tihutapo
Doyimu duhengapo
To uma dilumodupo
Tisa ilo limamuto
Lo o yilo lo bunguto
To dulahu lolinggato
Ti Sa i lomuayato
Opu u pu ulo bato
Ma pilo laha lahapo
Toyidito yi i lapo
Pilu batade mu tihutapo
Doyimu donggo duhengapo
Wonu odito tameto
27
Watotiya mobitepo
Wonu odito lo iya
Mo bite po watotiya
Artinya :
Dengan nama Allah memberanikan diri
Ibadah tidak seimbang
Di bulan rajab sya’ban
Pada bulan rajab
Seserahan menjadi kisah pilu
Janur kuning jatuh
Janji tidak ditepati,
Cepat mengambil keputusan
Cepat mengambil sikap
Uang belum dibagikan
Kepada orang-orang,
Cepat memberi perintah
Saat melihat seorang gadis
Gadis yang cantik
Kambing yang disembelih seharusnya diikat dulu
Uang ditambah dulu
Pada saat pagi hari
Tisa membasuh wajah
Kambing yang akan disembelih
Uang ditambah dahulu
Pada saat pagi hari
Tisa membasuh wajah
Pada saat siang hari Tisa terpisah
Kambing yang akan disembelih
Uang ditambah dahulu
28
Kalau seperti itu jawaban,
Saya akan merantau dulu
Kalau begitu perkataan,
Saya akan merantau dulu
Kejelasan syair di atas yakni menceritakan tentang kisah eorang pria yang
jatuh cinta dengan soerang gadis. Pria tersebut terlalu buru-buru ingin
melamar gadis tersebut. Yang seharusnya mereka harus saling mengenal
terlebih dahulu. Akibatnya orang tua menyuruh pria tersebut untuk mencari
uang terlebih dahulu agar pria tersebut lebih mapan.
4.2.4 Kabupaten Boalemo
Kabupaten Boalemo dengan ibu kota Tilamuta merupakan kabupaten
hasil pemekaran Kabupaten Gorontalo pada tahun 1999. Kabupaten Boalemo
dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2000 tentang Pembentukan Kabupaten Boalemo.
Kabupaten Boalemo terletak pada posisi di antara 00°24'04" - 01°02'30"
Lintang Utara (LU) dan 120°08'04" - 122°33'33" Bujur Timur (BT). Berbicara
soal tradisi dan budaya, Boalemo memiliki banyak keragaman. Salah satunya
adalah Tanggomo.
Sejarah tanggomo di kabupaten Boalemo menurut penuturan bapak Mani
Rahim adalah “wungguli lo ilowali to umulolo”. Jadi jika diartikan tanggomo
adalah cerita yang benar-benar terjadi pada masa lampau dan hanya ada di
Gorontalo itu sendiri. Tanggomo menurut penduduk setempat yaitu bebas,
bisa lahir, bisa tercipta, jika ada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi
dimasa lampau itu yang kemudian diceritakan kembali dan menjadi sumber
informasi bagi rakyat.
Ada dua Jenis-jenis Tanggomo yaitu, Tanggomo sejarah dan Tanggomo
peristiwa. Tanggomo sejarah susunan syairnya hanya menyangkut sejarah
29
yang terjadi di tempat tersebut. Sedangkan Tanggomo peristiwa isinya tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi seperti pembunuhan, dan pencurian.
Contoh penggalan syair tanggomo peristiwa:
“Te Kasimu Mosolo”
Bissimila mulo-mulo
Te Kasimu mosolo
Pale liyo londo pondolo
Lo tu alo lo delo lo
Lodelo lotu alo
Kapala bo lambangalo
Pulisi ma to da lalo
Kejelasan penggalan syair tanggomo tersebut adalah kisah seorang pemuda
yang bernama Kasimu, yang sangat tergesa-gesa sampai akhirnya melakukan
sesuatu hal yang tidak diinginkan terhadap seorang anggota kepolisian.
Cerita ini merupakan sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dan
diceeritakan kembali.
Dahulu, Tanggomo biasa disampaikan seperti radio berjalan, orang-orang
yang ingin mendapatkan informasi dari kejadian yang terjadi saat itu, cukup
dengan mengundang Si Petanggomo tersebut. Dalam artian bebas yaitu, entah
pertunjukan itu dilakukan di rumah, di pasar, dan di sawah. Si Petanggomo
langsung bercerita di tempat tersebut.
4.2.5 Kabupaten Pohuwato
Kabupaten Pohuwato adalah kabupaten yang terbentuk dari hasil
pemekaran Kabupaten Boalemo. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003 yang ditandatangani
oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Hingga September 2011, Kabupaten
Pohuwato terdiri atas 13 kecamatan, 2 kelurahan dan 79 desa dengan jumlah
penduduk 128.748 jiwa (SP 2010), serta luas 4.244,31 km² (SP 2010) sehingga
tingkat kepadatan penduduknya adalah 30,33 jiwa/km². Berbicara soal tradisi
30
dan budaya, Pohuwato memiliki banyak keragaman. Salah satunya adalah
Tanggomo.
Di kabupaten Pohuwato, Tanggomo adalah media alternative untuk
memperoleh informasi apa saja. Tanggomo bisa disampaikan dimana saja,
dipasar, ditepi sungai, juga dalam hajatan pernikahan. Tanggomo merupakan
jenis pertunjukan yang sangat dekat dengan rakyat sebab, sebagian besar
informasi yang disampaikan berasal dari kejadian-kejadian yang terjadi
diungkungan masyarakat itu sendiri.
Bentuk pertunjukan tanggomo di kabupaten Pohuwato sama dengan
bentuk pertunjukan yang dilakukan di kabupaten-kebupaten lainnya. Dari segi
pakaian, sederhana tapi sopan, durasinya tergantung cerita yang dibawakan.
Hal ini yang membuat tanggomo sampai dengan saat ini masih terterima
dengan baik dilingkungan masyarakat Gorontalo.
Contoh penggalan tanggomodi Kabupaten Pohuwato:
Bissimila mulayiyalo
Tanggomo lo Hulandalo
Poti dungo-dungohulo
To bele wawu to dalalo
Artinya :
Bismillah dimulai
Tanggomo Gorontalo
Insyaflah
Di rumah maupun di jalan
Berdasarkan penggalan tanggomo diatas, dapat disimpulkan bahwa salah
satu syair tanggomo di kabupaten pohuwato berisi petuah yang ditujukan
kepada seluruh masyarakat gorontalo.
4.2.6 Kabupaten Gorontalo Utara
Kabupaten Gorontalo Utara adalah sebuah kabupaten di Provinsi
Gorontalo, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kwandang. Kabupaten ini dibentuk
31
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari
2007. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten
Gorontalo.
Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas 11 kecamatan, dan 123 desa
dengan jumlah penduduk 104.133 jiwa (data SP 2010) serta luas 1.230,07 km²
(data SP 2010, sehingga tingkat kepadatan penduduknya adalah 84,60
jiwa/km². Berbicara soal tradisi dan budaya, Gorontalo Utara memiliki banyak
keragaman. Salah satunya adalah Tanggomo
Di Kabupaten Gorontalo Utara, Tanggomo adalah sebuah kumpulan yang
disyairkan yang berisi nasehat-nasehat kepada masyarakat tapi dalam bentuk
pantun yang di syairkan. Di Gorontalo Utara, dulunya pertunjukan Tanggomo
dipertunjukkan untuk orang-orang banyak di tempat-tempat tertentu seperti di
Rumah adat. Bentuk pertunjukan dilakukan sesuai dengan tempat yang akan
dilaksanakannya pertunjukan Tanggomo, jikalau pertunjukan dilakukan untuk
orang banyak, maka si petanggomo tidak duduk bersila melainkan dengan
berdiri agar, selain terdengar jelas dapat dilihat langsung siapa si petanggomo
tersebut.
Contoh syair tanggomo:
“Masa mulo”
Bissimila mulo-mulo
Mongotiyombundo mulo
Susa lo u tutumulo
To patu wawu huhulo
Ati bomo o lolo
Mo ela masa mulo
Kayini sambe bondolo
Hilihuwa lo pambolo
32
Doyi donggo mototolo
Binde luwopa u alo
Bele pake polombolo
Opihito olanggolo
Palipa sambe lulungo
Mo bo hi uyuhetungo
Pomulo upo momombo o
Sabongi olo dipo o
Molihu mayilo lato
Huwo o modipulato
Po cuci wawu po sampo
Sampo bongo yilundapo
Otutu ati silusa
Monga bo hipo he upa
Ulongo ulongo huta
Pingge bu awu lambuta
Tambati u po tuluhe
Modehu didi moluhe
Watopo malalapata
Delo wulongo hulapa
Odito uhe dilutola
Ati lo mongo panggola
Dediya ilo sikola
33
Bo lali hipolinggola
Cewe donggo ti ma engge
Wawu cowo ti pa engge
Lipstik u hi posimengge
Luhuto gambele tembe
Wonu de o ambuwa
Atiolo mongobuwa
O ato bohi luhuwa
Wawu de hiya hisolopuwa
Wilumo ta o panyaki
Diya o de rumah saki
Bo ma he pe adati
Po ila lo to o lati
Mongongoto hipatuwa
Tamo hunewo wombuwa
Mo hiya ramuan dungiyo lo hulo tuwa
Mondo isimu limboto
Dalalo sambe lipoto
A mola dip o o oto
Wohuta mo o diyoto
Mondeya de tilamuta
Hina owa lo limbuta
Tome u bo hi pututa
34
Hi ambuwa to wohuta
Wala o lo ra ayati
Diya a mali o tugasi
Bo mali gombala sapi
Mo hama gaji mo mati
Hulondalo masa mulolo
Bele bo mo o yimbulo
He mopo hewu-hewulo
Watopo-watopo ombulo
Delo tiga stenga abad
Lipundo ati di jajah
Susah mo pehu kalaja
Dilihima lo Walanda
Ati to masa boyito
Ra ayati to pipito
Walanda mo o duwito
Hingiyosa lo dungito
Jamani mo bubuta
Pandi liyo lo wo uta
Jamali mokoliyo o
Walanda ta mo ngo ko o
Ngo a amila wilaya
Walanda tahi dahawa
35
Mosikola olo payade
Wala o lo pogawai
Wala iyo lo ta susa
Jamali o kodudukan
Mosikola mo makusa
Musuliyo de tutupa
Bule liyo lo potani
He hama liyo nga ami
Batanga lo u kurubani
Mohe ati ta mo bela
Hulodu mo rajalela
Utiye o pi e ela
Ta hi di hima daerah
Artinya:
Bismillah pertama-tama
Para leluhur kita
Susah untuk hidup
Di cuaca panas
Kasihan memilukan
Mengingat masa lalu
Pakaian sangat lusuh
Penuh dengan tambalan
Uang masih sangat sulit
Jagung adalah sumber makanan
36
Rumah-rumahpun dindingnya ditampal
Menanam jambu monyet yang enak
Kue sabongi juga belum ada
Mandi sudah biasa
Rambut sangat licin
Keramas dengan sampo
Sampo dar kelapa yang dikunyah
Sungguh sangat susah
Makan hanya menggunakan tangan
Wajan terbuat dari tanah
Piring dari tempurung
Tempat tidur kalu hujan basah
Atap tembus
Seperti beratap langit
Begitulah yang dialami
Oleh orang zaman dulu
Tidak berpindidikan
Menjadi tukang bohong
Gadis itu suka bersolek
Cowok pun demikian
Lipstik yang dipakai adalah sirih
Jika ke tempat umum
Kaki dibersihkan
Dan tidak menggunakan sendal
Jika ada yang sakit
Tidak ada yang ke rumah sakit
Hanya pergi ke dukun
Dan memberi makanan kepada setan
Sakit panas
37
Orang yang menyembuhkan
Memberi daun ramuan
Dari Isimu Limboto
Jalan sangat rimbun
Belum ada mobil
Pinggang sangat sakit
Dari sini ke Tilamuta
Berjalan kaki
Bekal tersedia di pinggul
Anak rakyat
Tidak mempunyai tugas
Hanya menjadi gembala sapi
Memakan gaji mencangkul
Gorontalo zaman dulu
Rumah sangat memprihatinkan
Tidak kuat, beratap daun rumbia
Hampir 3 setengah abad
Negeri kita dijajah
Susah mencari kerja
Di pegang oleh Belanda
Kasihan pada masa itu
Rakyat susah
Belanda sangat menakutkan
Dengan wajah yang menyeramkan
Zaman perang
Tidak bisa bergerak
Belanda yang berkuasa
Semua wilayah
Belanda yang berjaga
38
Sekolah mudah
Untuk anak pegawai
Anak orang susah
Tidak bisa mendapatkan kedudukan
Untuk sekolah harus memaksa
Rumah petani
Diambil semua
Tubuh menjadi korban
Orang takut untuk membela
Kebodohan merajalela
Inilah kekejaman
Orang yang memegang daerah
Kejelasan syair di atas yakni menceritakan tentang kehidupan orang pada
zaman dahulu. Dimana pada saat itu negeri masih dipegang oleh Belanda.
Rakyat kita kesulitan dalam masalah pendidikan, yang bisa menikmati
pendidikan pada saat itu hanyalah anak pegawai, sementara anak orang
susah tidak bisa mendaptakan kedudukan. Akibatnya hanya anak dari kaum
tertentu yang bisa mengenyam pendidikan dengan baik.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Budayawan disetiap kabupaten kota yang ada di Provinsi Gorontalo
merupakan sumber informasi dari kesenian tradisional Gorontalo yakni “tanggomo”.
Pelaksanaanya dilakukan secara bertahap, di masing-masing daerah dengan
melontarkan beberapa pertanyaan guna untuk menggali informasi tenntang
tanggomo itu sendiri.
Pada zaman dahulu tanggomo mempunyai peran yang sangat penting, yaitu
sebagai media komunikasi dan publikasi atau penyambung lidah antara satu dengan
yang lain. Dulu didaerah Gorontalo belum mempunyai media untuk menyampaikan
informasi, sehingga orang yang melakukan tanggomo atau yang biasa di sebut
“petanggomo” adalah merupakan wartawan atau penyiar berjalan.
39
Menurut sejarah Gorontalo, orang yang pertama kali melantunkan syair
tanggomo tersebut adalah “Te Me Sahala”. Beliau merupakan warga masyarakat asli
dari kabupaten Bone bolango. Beliau melakukan tanggomo tersebut secara spontan
berdasarkan kejadian yang benar-benar sedah terjadi. Kegiatan ini dilakukanya pada
saat berjalan sambil berjualan tikar dan kurungan ayam. Karena saking indahnya
syair tanggomo yang dibawakannya, maka menarik masyarakat untuk membeli
barang dagangannya. Dari situlah kegiatan tanggomo ini popular dikalangan
masyarakat.
Hal tersebut yang membuat tanggomo terkenal dan diketahui oleh
masyarakat Gorontalo. Sehingga dari semua budayawan yang yang ada disetiap
daerah baik Kota Gorontalo, Kabupaten Bonebolango, Kabupaten Gorontalo,
Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato
memiliki jawaban yang hampir sama tentang tanggomo. Mereka mengacu pada
sejarah bentuk pertunjukan tanggomo tersebut berasal. Oleh karena itu sampai
dengan saat ini walaupun telah mengalami sedikit perubahan dalam penyajiannya,
namun orang yang membawakan tanggomo tetap masih sama dengan pada zaman
dahulu yaitu hanya 1 orang atau solo. Apabila ditinjau dari segi estetika, lebih
mengutamakan keindahan rimanya. Hampir semua syair tanggomo disetiap daerah
memiliki rima yang disesuaikan dengan tema tanggomo tersebut. Seperti contoh di
Kabupaten Bone bolango tema tanggomo “Talo dehu to wa’olo”, berdasarkan
akhiran huruf dari tema tersebut adalah huruf O, sehingga pada syairnyapun akhiran
O yang paling banyak mendominasi, hal ini juga terjadi pada syair tanggomo di
daerah-daerah lainnya. Dalam penyajiannya, setiap permulaan syair tanggomo
menggunakan kata “Bismillah” ini dipengaruhi oleh penduduk Gorontalo mayoritas
muslim. Selanjutnya pada bait 1 baris pertama nadanya dibawakan secara datar,
sedangkan pada baris pertama bait-bait selanjutnya nadanya mengalami perubahan
nada ke nada yang lebih tinggi. Selain itu, di setiap bait 1 baris sebelum baris
terakhir, kalimatnya tidak terdapat jeda sehingga membutuhkan nafas yang lebih.
40
Bentuk pertunjukan tanggomo dari tahun ketahun sudah mengalami
perubahan. Dahulu, tanggomo terjadi secara spontanitas dan petanggomo memiliki
daya ingat dan imajinasi yang sangat tinggi. Dari segi isi cerita tanggomo hanya
memuat tentang peristiwa dan sejarah, tempat atau lokasi pertunjukan Tanggomo,
dilakukan tidak jauh dari tempat peristiwa atau kejadian itu terjadi, seperti :
kecelakaan, pembunuhan. Bisa juga dilakukan pada saat melakukan kegiatan seperti
berjualan.Sedangkan dari segi kostum, petanggomo hanya menggunakan pakaian
rakyat (seadanya). Lain halnya dengan zaman sekarang. Saat ini kesenian Tanggomo
sudah sangat jarang ditemukan. Keaslian Tanggomo hanya ditemukan di acara-acara
festival budaya, pembawaanya pun sudah tak lagi dibawakan dengan imajinasi dan
spontanitas, hanya dilakukan dengan membaca naskah yang sudah ada. Terkadang
isi dari cerita sudah tidak memuat tentang peristiwa dan sejarah melainkan tentang
himbaun. Hal ini jelas berbeda jika kita kaitkan dengan pengertian tanggomo yang
sesungguhnya bahwa tanggomo bersifat narrative.
Kemurnian dan keaslian tanggomo bisa kita jaga dan lestraikan bersama-
sama dengan adanya pengkajian kembali tentang originalitas tanggomo itu sendiri,
adanya pembelajaran mulok di sekolah dan melakukan pertunjukan tanggomo.
Peranan pemerintah, budayawan dan masyarakat Gorontalo sangat penting, karena
tanggomo merupakan salah satu asset daerah yang perlu kita lestarikan
keberadaanya.