bab iv ckd chf
DESCRIPTION
ckdTRANSCRIPT
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Analisa Keluhan Pasien
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas ini sudah
sering dialami pasien, yaitu sejak sekitar 2 bulan lalu. Awalnya sesak
dialami pasien hanya saat aktivitas saja, seperti berjalan, dan membaik
dengan istirahat. Namun, sejak 2 hari SMRS, sesak makin hari makin
bertambah berat, timbul sepanjang hari, terutama pada malam hari. Sesak
nafas bertambah jika pasien berbaring atau tidur dan berkurang jika pasien
duduk. Jika tidur, pasien harus menggunakan satu bantal untuk ganjalan
kepala. Pasien juga mengeluh kedua kakinya membengkak sejak sekitar 4
bulan SMRS. Bengkak di kedua kaki ini terjadi sepanjang hari dan tidak
membaik meskipun dengan kedua kaki dinaikkan. Sejak 4 bulan ini juga
pasien mengaku BAK hanya satu kali sehari dan jumlahnya sedikit,
berwarna kuning jernih, tidak ada darah, tanpa mengedan serta tanpa
demam. Selama 1 bulan ini pasien merasakan kulitnya lebih kering dan
terkadang gatal, telah diberi bedak untuk kulit namun keluhan muncul
kembali. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sehingga pasien
mengakui berat badannya turun. Pasien juga merasa cepat lelah dan lemas,
dan batuk kering, terutama saat istirahat sampai membangunkan pasien
dari tidurnya. Riwayat nafas berbunyi disangkal pasien, sakit kepala
berulang disangkal pasien. Riwayat sakit darah tinggi diakui pasien, sudah
diderita sekitar 1 tahun, namun tidak rutin berobat ke dokter.
Sesak nafas memiliki berbagai macam etiologi penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien ini, sesak nafas bersifat berulang (bukan yang
pertama kali), awalnya sesak dialami pasien hanya saat aktivitas saja,
seperti berjalan, dan membaik dengan istirahat. Namun, sejak 2 hari
SMRS, sesak makin hari makin bertambah berat, timbul sepanjang hari,
terutama pada malam hari. Sesak nafas bertambah jika pasien berbaring
atau tidur dan berkurang jika pasien duduk. Jika tidur, pasien harus
menggunakan satu bantal untuk ganjalan kepala. Dari anamnesis tersebut,
diketahui bahwa jenis sesak/dispnea yang dialami pasien adalah ortopnea
yang merupakan gejala khas penyakit jantung.
Pada CHF (Congestive Heart Failure), kriteria yang digunakan adalah
kriteria Framingham, yaitu :
1. Mayor :
a. Paroxysmal nocturnal dispnea
b. Distensi vena leher
c. Peningkatan vena jugularis
d. Ronkhi
e. Kardiomegali
f. Edema paru akut
g. Gallop bunyi jantung III
h. Refluks hepatojugular positif
2. Minor
a. edema ekstremitas
b. batuk malam
c. sesak pada aktivitas
d. hepatomegali
e. efusi pleura
f. kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
g. takikardia (>120x/menit)
Dari kriteria tersebut, yang ditemukan pada anamnesis pasien ini :
1. bengkak pada kaki (edema ekstremitas)
2. batuk malam
3. sesak saat aktivitas
Keluhan yang sering ditemukan pada pasien CHF (dan terdapat pada
pasien ini) adalah:
1. sindrom penurunan toleransi aktivitas fisik, yaitu dispnea atau
ortopnea dan/atau fatigue saat istirahat atau selama aktivitas fisik
2. sindrom retensi cairan, yaitu pasien mengeluh pembengkakan
pada kaki atau perutnya
CHF diklasifikasikan tingkat keparahannya menurut NYHA (New York
Heart Association):
1. Class I (ringan)
Tidak ada batasan dalam aktivitas fisik, aktivitas yang biasa tidak
menimbulkan kelelahan, dada berdebar-debar serta dyspneu (nafas
pendek).
2. Class II (ringan)
Batasan ringan dalam aktivitas fisik. Aktivitas yang biasa menimbulkan
kelelahan, dada berdebar-debar serta dyspneu (nafas pendek).
3. Class III (sedang)
Batasan sedang dalam aktivitas fisik. Nyaman kalau beristirahat.
Beraktivitas sedikit saja sudah menimbulkan kelelahan, dada berdebar-
debar serta dyspneu (nafas pendek).
4. Class IV (berat)
Sudah tidak dapat beraktivitas dengan normal lagi tanpa ketidaknyamanan.
Tanda-tanda gangguan pada system kardiovaskular muncul dengan kuat.
Bahkan saat istirahat, ketidaknyamanan (sesak) akan langsung muncul.
Pada pasien ini, sesak nafas sudah muncul bahkan saat pasien dalam
keadaan istirahat (berbaring) sehingga dikategorikan ke dalam NYHA
kelas IV.
Pada CKD (Chronic Kidney Disease), tanda dan gejala yang dapat
ditemukan dari anamnesis pada pasien ini adalah:
1. Cepat lelah, lemas, penurunan kapasitas aktivitas
2. BAK berkurang
3. Kulit kering, gatal/pruritus
4. Kedua kaki bengkak (edema perifer)
Kriteria diagnosis CKD:
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan LFG, dengan manifestasi:
a. Kelainan patologis
b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah/urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Berdasarkan kriteria tersebut, dari anamnesis pasien ini diduga telah
terjadi kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu kedua kakinya membengkak dan
BAK sekali sehari dan sedikit jumlahnya sejak sekitar 4 bulan SMRS.
Pasien lalu dirawat di RS A. Dadi Tjokrodipo dan didiagnosa dokter
terkena penyakit ginjal.
Gejala umum anemia (sindrom anemia) terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat
lelah, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas, dan dispepsia. Pasien ini mengeluhkan rasa lemah, lesu, cepat
lelah, serta sesak nafas sehingga dipikirkan kemungkinan anemia.
4.2 Analisa Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini adalah :
1. KU : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital sign :
TD : 180/100 mmHg
N : 96x/menit
P : 30x/menit (tipe torakoabdominal)
T : 370C
4. Kulit : warna = pucat
Pigmentasi = (+)
Lembab/kering = kering
Edema = edema pretibial
5. Mata : konjunctiva = anemis +/+
6. Mulut : bibir = pucat
7. Thorax : Pulmo = Retraksi intercostal (+)
A: kiri dan kanan = Vesikuler +/+, ronkhi basah halus +/+,
wheezing -/-
Cor =
I : ictus cordis terlihat di ICS V 2 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra
P : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra, ventricular heaving (-), lift (-), thrill
(-)
P : batas jantung kanan = antara linea midsternalis dan
sternalis dextra ICS IV
Batas jantung kiri = 2 jari di kiri dari linea midclavicula
sinistra ICS V
Batas atas jantung = ICS II linea sternalis sinistra
A : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (+)
8. Abdomen : Per = timpani, shifting dullness (+)
9. Ekstremitas : edema (pitting edem)
- -
+ +
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien CKD adalah:
1. Kulit : warna = pucat
Lembab/kering = kering
Edema = edema pretibial
2. Mata : konjunctiva = anemis +/+
3. Mulut : bibir = pucat
4. Abdomen : Per = timpani, shifting dullness (+)
5. Ekstremitas inferior: edema (pitting edem) = +/+
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien CHF menurut
kriteria Framingham adalah:
1. Mayor :
a. Distensi vena leher
b. Peningkatan vena jugularis
c. Ronkhi : ronkhi basah halus +/+
d. Kardiomegali : I : ictus cordis terlihat di ICS V 2 jari
lateral dari linea midclavicula sinistra
P : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra
P : Batas jantung kiri = 2 jari di kiri dari linea midclavicula
sinistra ICS V
e. Gallop bunyi jantung III
2. Minor
a. edema ekstremitas : ekstremitas inferior +/+
b. sesak pada aktivitas : RR=30x/menit (saat istirahat)
c. hepatomegali
d. kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
e. takikardia (>120x/menit)
*kalimat yang dicetak tebal merupakan hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien anemia yang
ditemukan pada pasien ini adalah:
1. Kulit : warna = pucat
2. Mata : konjunctiva = anemis +/+
3. Mulut : bibir = pucat
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan hipertensi
stage 2 adalah : TD = 180/100. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
sbb :
Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 atau ≥100
4.3 Analisa Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnosis CKD (Buku Ajar IPD) : LFG <60 ml/menit/1,73 m2
selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Hasil laboratorium saat pasien dirawat di RS A. Dadi Tjokrodipo yang
menunjukkan kerusakan ginjal :
UL :
Warna : kuning agak keruh
pH : 6,0
BJ : 1.025
Nitrit : -
Protein : +2
Keton : -
Ascorbic acid : -
Reduksi : -
Bilirubin : -
Urobilin : -
Leukosit : +
Darah : +
Sedimen:
Leukosit : 10-15
Eritrosit : 15-20
Epitel : +
Kristal : -
Silinder : -
Lain-lain : -
Temuan yang menunjang adanya kerusakan pada ginjal adalah
proteinuria, hematuri, dan leukosuria. (IPD)
Darah lengkap
Eritrosit : 1410000
Hb : 4.0
Ht : 11,9%
Pada CKD sering ditemukan gejala anemia.
Kimia darah
GDS : 133
Ur/Cr : 298/13,2
GFR awal = (140-U) x BB x 0,85 = (140-60) x 40 x 0,85 = 2,86
72 x Cr 72 x 13,2
Klasifikasi CKD berdasarkan derajat penyakit :
Derajat Penjelasan GFR1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/↓ ≥902 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ ringan 60-893 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ sedang 30-594 Kerusakan ginjal dengan GFR ↓ berat 15-295 Gagal ginjal <15/dialisis
Berdasarkan tabel tersebut, pasien ini diklasifikasikan ke dalam CKD
grade 5.
Pemeriksaan laboratorium di RSAM
22/5/13
Hb : 6,3
HbsAg : -
Ur/Cr : 265/18,5
23/5/13
Hb : 9,5 (post transfusi 450 cc)
Albumin : 3
Globulin : 3,1
Protein total : 6,1
GDS : 110
25/5/13
Hb : 8,7
Ur/Cr : 234/15,2
27/5/13
Ur/Cr : 263/16,7
GFR terakhir=(140-U) x BB x 0,85 = (140-60) x 40 x 0,85 = 2,26
72 x Cr 72 x 16,7
Hasil foto rontgen thoraks yang menunjang diagnosis CHF adalah
kardiomegali dan efusi pleura kanan minimal.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis anemia adalah Hb
terakhir pasien 8,7 gr/dL (Hb <10 gr/dL) dan Ht 11,9% (Ht <30%).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien ini,
diagnosis CKD derajat 5 + CHF NYHA kelas IV + hipertensi stage 2 + anemia
sudah tepat.
4.4 Analisa Patofisiologi Tanda dan Gejala Pasien
Edema
Edema terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, atau peningkatan tekanan
osmotik interstisial, atau penurunan tekanan onkotik plasma. Ginjal
berperan dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh dengan kontrol
volume cairan ekstraselular melalui pengaturan ekskresi natrium dan air.
ADH disekresikan sebagai respons terhadap perubahan volume darah,
tonisitas, dan tekanan darah untuk mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh.
Konsep Volume Darah Arteri Efektif (VDAE) didefinisikan sebagai
volume darah arteri yang adekuat untuk mengisi seluruh kapasitas
pembuluh arteri. VDAE yang normal terjadi pada kondisi dimana rasio
curah jantung terhadap resistensi pembuluh darah perifer seimbang.
VDAE berkurang pada kondisi pengurangan volume darah arteri
(perdarahan, dehidrasi), penurunan curah jantung (gagal jantung), atau
peningkatan kapasitans pembuluh arteri (sepsis, sirosis hepatis) sehingga
VDAE berkurang. Jika VDAE berkurang, maka ginjal akan memicu
retensi natrium dan air melalui mekanisme:
1. Penurunan aliran darah ginjal
Penurunan VDAE mengaktivasi reseptor volume pembuluh darah
besar, sehingga terjadi peningkatan tonus simpatis yang
menurunkan aliran darah ginjal. Jika aliran darah ke ginjal
berkurang, akan dikompensasi ginjal dengan menahan natrium dan
air dengan mekanisme :
Penurunan aliran darah ke ginjal dipersepsikan ginjal sebagai
penurunan tekanan darah sehingga dikompensasi dengan
peningkatan sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus. Renin
akan meningkatkan angiotensin II, yang akan menyebabkan
konstriksi arteriol eferen sehingga fraksi filtrasi meningkat dan
tekanan osmotik kapiler glomerulus meningkat. Peningkatan
tekanan osmotik ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi air pada
tubulus proksimal.
Angiotensin II akan merangsang kelenjar adrenal melepas
aldosteron, yang akan meretensi natrium pada tubulus kontortus
distal.
Gangguan fungsi ginjal
Defek intrinsik ekskresi Na dan air pe↓an LFG proteinuria
hipoalbuminemia
pe↓an VDAE
Retensi natrium dan air oleh ginjal
Mekanisme edema pada penyakit ginjal
Mekanisme underfilling
Edema disebabkan rendahnya kadar albumin serum sehingga rendahnya
tekanan osmotik plasma yang diikuti peningkatan transudasi cairan dari
kapiler ke ruang interstisial sesuai hukum Starling, akibatnya volume
darah yang beredar berkurang sehingga merangsang sistem renin-
angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distal.
Proteinuria
hipoalbuminemia
tekanan onkotik plasma ↓
volume plasma ↓
ADH ↑ sistem renin-angiotensin ANP N ↓
Retensi air Retensi Na Retensi
EDEMA
Mekanisme edema pada gagal jantung kongestif (CHD)
CHD ditandai dengan kegagalan pompa jantung, saat jantung mulai gagal
memompa darah, darah akan terbendung di sistem vena dan volume darah
arteri berkurang. Pengurangan pengisian arteri ini akan direspons oleh
reseptor volume pada pembuluh arteri yang mengaktivasi sistem saraf
simpatis sehingga memicu vasokonstriksi. Akibat vasokonstriksi, maka
suplai darah diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung, dan paru,
sedangkan ginjal dan organ lain mengalami penurunan aliran darah.
Akibatnya VDAE berkurang dan ginjal menahan natrium dan air.
Kondisi gagal jantung sangat berat juga akan terjadi hiponatremia karena
ginjal lebih banyak menahan air dibanding natrium sehingga ADH akan
meningkat cepat dan terjadi pemekatan urin sehingga produksi urin
berkurang.
Gagal jantung high output gagal jantung low output
Resistensi vaskular perifer ↓ curah jantung ↓
VDAE ↓
Pelepasan vasopresin ↑ sistem saraf simpatis ↑ R-A-A ↑
Retensi natrium dan air
Hipertensi
Faktor-faktor risiko yang mendorong terjadinya hipertensi esensial adalah:
1. Faktor risiko : diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, genetik
2. Sistem saraf simpatis
3. Keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
4. Sistem renin-angiotensin-aldosteron
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, antara lain:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Angina / infark miokard
c. Gagal jantung
2. Otak : stroke / TIA
3. Ginjal
4. Arteri perifer
5. retinopati
Penyebab kerusakan organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ atau efek tidak langsung, yaitu adanya autoantibodi
terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation ekspresi
nitric oxide synthase, dan lain-lain. Diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan pada timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah karena meningkatnya ekspresi TGF-β.
Anemia
Anemia normositer normokromik adalah komplikasi CKD yang biasa ditemukan.
Penyebab utamanya adalah berkurangnya produksi eritropoietin. Kadar
eritropoietin serum menurun jelas pada pasien CKD berat. Mekanisme lain adalah
pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena
pemakaian obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena
kehilangan darah saat dialisis, dan defisiensi asam folat.
Fungsi miokard dan respons terhadap latihan
Kardiomiopati uremik sering menimbulkan gangguan fungsi jantung berupa CHF
yang biasa ditemukan pada CKD. Kardiomiopati uremik ini disebabkan oleh
kelebihan cairan, anemia, hipertensi, dan toksin uremik.
Penyakit ginjal kronik
Hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa merupakan penyebab utama
disfungsi renal yang progresif. Hal ini diakibatkan peningkatan tekanan kapiler
glomerulus yang merusak kapiler dan menyebabkan glomerulosklerosis fokal dan
segmental atau global. Faktor yang dapat menyebabkan progresivitas kerusakan
ginjal adalah :
1. hipertensi sistemik
2. penurunan perfusi
3. proteinuria
4. peningkatan ammoniagenesis renal
5. hiperlipidemia
6. hiperfosfatemia
7. diabetes tak terkontrol
8. merokok
4.5 Analisa Pemeriksaan Anjuran
Kadar elektrolit serum : pada CKD sering terjadi
ketidakseimbangan elektrolit, seperti natrium dan kalium
AGD : pada CKD sering terjadi asidosis metabolik yang harus
segera ditangani
Profil lipid dan asam urat serum : mencari etiologi yang dapat
memperburuk CKD selain hipertensi
EKG : mencari kelainan jantung yang lain lebih jelas
Waktu pembekuan dan waktu perdarahan : pada pasien CKD
sering terjadi gangguan perdarahan
HbsAg dan anti HCV : untuk menapis risiko penularan hepatitis
saat dilakukan hemodialisis
4.6 Analisa Penatalaksanaan Pasien
1. Diet ginjal 1700 kal/hari
Pada CKD, jumlah energi adalah 35 kal/kgBB ideal/hari
BB ideal = (TB dalam cm – 100)-10% (-10%)
= (150-100)-10%(-10%) = (50-5)-4,5 = 40,5 kg
Energi = 35 x 40,5 = 1417,5 kal/hari.
2. Diet rendah protein = 40 gr
Asupan protein untuk pasien non dialisis = 0,6-0,75 gr/kgBB
ideal/hari = 0,6 x 40,5 = 24,3 gr/hari
Untuk pasien hemodialisis = 1-1,2 gr/kgBB ideal/hari = 1x40,5 =
40,5 gr/hari
3. IVFD D5% XX gtt/menit
Digunakan infus D5% karena nafsu makan pasien menurun
sehingga perlu tambahan energi berupa infus dekstrosa. Selain itu,
pasien memiliki hipertensi, CKD, dan CHF dengan edema yang
perlu pembatasan masukan cairan yang mengandung elektrolit,
seperti RL atau NaCl.
4. O2 3 L/menit : untuk mengurangi sesak nafas
5. Inj.ranitidin 1 ampul/12 jam
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung.
Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–
94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam.
Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg.
Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan
antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine
diekskresi melalui urin.
Sediaan ampul mengandung ranitidin 25 mg/ml. Pemberian
ranitidin pada pasien ini adalah untuk mencegah terjadi mual-
muntah yang biasa terjadi pada pasien CKD. Dosis untuk gangguan
ginjal = 50 mg IV/IM/12 jam; seharusnya diberikan 2 ampul/12
jam.
6. Inj.furosemide 3xII ampul
Furosemid merupakan contoh diuretik kuat yang tergolong derivat
sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk
gagal jantung dengan edema, asites, edema karena penyakit gagal
ginjal, dan edem paru. Furosemid bekerja dengan menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian
epitel tebal. Pada pemberian IV, obat ini meningkatkan aliran darah
ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Pada CKD,
diperlukan dosis furosemid yang jauh lebih besar daripada dosis
biasa. Hal ini karena banyaknya protein dalam cairan tubuli yang
mengikat furosemid sehingga menghambat diuresis, dan pada
pasien dengan uremia, sekresi furosemid melalui tubuli menurun.
Furosemid juga dapat dikombinasikan dengan ACE inhibitor atau
antagonis reseptor angiotensin II untuk mengontrol tekanan darah
(hipertensi stage 2) pada CKD sekaligus gagal jantung. Dosis
furosemid adalah 20-80 mg IV, 2-3 x sehari (CHF).
1 amp=10 mg/ml; 3xII ampul=60 mg/hari; dosis sudah sesuai.
7. Bicnat 3x1 tab
Bicnat atau natrium bikarbonat diperlukan untuk mengatasi
asidosis metabolik yang sering terjadi pada pasien CKD stage 5.
8. Asam folat 3x1 tab
Asam folat diperlukan untuk memperbaiki anemia pada CKD yang
dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat.
9. Digoksin 2x1/2 tab
Digoksin merupakan terapi untuk gagal jantung. Efek digoksin
pada gagal jantung : inotropik positif, kronotropik negatif
(mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau fibrilasi
atrium), dan mengurangi aktivasi saraf simpatis.
10. Clonidine 3x0,15 mg
Klonidin (adrenolitik sentral) bekerja pada reseptor α-2 di SSP
dengan efek penurunan aliran simpatis. Efek hipotensif klonidin
terjadi karena penurunan resistensi perifer dan curah jantung.
11. Hemodialisis
Indikasi hemodialisis pada CKD adalah: bila LFG < 5ml/menit,
atau salah satu dari kondisi:
KU buruk dan gejala klinis nyata
K serum >6 mEq/L
Ureum darah >200 mg/dL
pH darah < 7,1
anuria berkepanjangan (>5 hari)
kelebihan cairan
12. Transfusi PRC 450 cc
Untuk mengatasi anemia pada pasien, dilakukan transfusi darah.
Kebutuhan PRC = 3 x (Hb target-Hb sekarang) x BB = 3 x 4 x 40 =
±480 cc.