bab iii deskripsi wilayah 3.1 gambaran geografi kepulauan...
TRANSCRIPT
35
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
3.1 Gambaran Geografi Kepulauan Riau
Perjalanan pembentukan Provinsi Kepulauanan Riau yang di singkat Prov.
Kepri memerlukan perjuangan yang tidak mudah menguras pikiran tenaga tanpa
pamrih dari berbagai unsur dan elemen masyarakat yang berada di Kepulauan Riau
maupun yang berada di luar kepulauan Riau, perlu diketahui bersama
bahwa Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Disyahkan oleh DPR RI dengan hak
inisiatif DPR RI melalui suatu proses yang jarang digunakan oleh badan legislatif
sejak zaman Orde baru.
Pembentukan Provinsi Kepri adalah hasil jerih payah perjuangan panjang
rakyat dan tokoh-tokoh masyarakat Kepulaun Riau. Provinsi Kepulauan Riau
terletak antara 00o29’ Lintang Selatan dan 04o40’ Lintang Utara serta antara
103o22’ Bujur Timur sampai dengan 109o4’ Bujur Timur. Berdasarkan hasil
identifikasi Badan Informasi Geospasial (BIG), tercatat 394 pulau berpenghuni
sedangkan 1.401 lainnya belum berpenghuni. Gugusan pulau besar dan kecil
tersebar di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang dikelilingi oleh lautan,
oleh karena itu sebanyak 96 persen wilayah provinsi ini adalah lautan. Kabupaten
Lingga memiliki jumlah pulau terbanyak, yaitu 531 pulau dengan 76 pulau yang
sudah dihuni, sedangkan Tanjung Pinang hanya terdiri dari 9 pulau dengan 2 pulau
yang sudah dihuni. (Lukman,2010:3)
36
Ibu kota Provinsi Riau waktu itu adalah Tanjungpinang. Kemudian
dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1959. Pindahnya ibukota Provinsi Riau dari
Tajungpinang ke Pekanbaru mendasari suatu perubahan penting dalam sejarah
perkembangan sosial, ekonomi dan politik di Kepri. Tanjungpinang yang awalnya
adalah pusat perdagangan, budaya dan sejarah selama berabad-abad, berubah
menjadi kawasan pinggiran dari Provinsi Riau, menyebabkan Kepri tidak lagi
menjadi penting dan bermakna dalam kejayaan di jalur pelayaran dagang di Selat
Melaka yang telah berlangsung sejak 1722.
Setelah berakhirnya masa keemasan Sriwijaya, Riau terus membangkitkan
kembali tradisi kemaritiman Sriwijaya yang berlangsung selama berabad-abad.
Dengan berpindahan ibukota Provinsi Riau waktu itu ke Pekanbaru, tradisi
kemaritimanbitubkiniberubah. Pembangunan yang semula berorientasi maritime
(karena sesuai dengan letak geografis Kepri) kini berorientasi daratan atau benua.
Kawasan seluas 251.810,71 km2 ( 96 % laut dan 4 % daratan ), dengan sebaran
2.408 pulau yang semula memiliki peran ekonomi dan potensi yang cukup besar
untuk dibangkitkan, cenderung makin ditinggalkan.( Alhajj,2012:10)
Kawasan pulau-pulau nyaris tidak lagi tersentuh pembangunan. Bahkan
potensi Bintan dengan tambang bauksit Singkep dengan kekayaan timahnya tidak
terlalu diutamakan. Sarana dan prasarana serta pembangunan fisik di berbagai desa,
kecamatan dan pulau-pulau yang bertaburan sangat kurang. Kalaupun ada, hanya
dibangun oleh perusahaan. Lama kelamaan Kepri hanya tumbuh secara alami
dengan kemampuan sendiri. Kepri kembali mengandalkan aktivitas ekonomi
melalui pelayaran dan perdagangan tradisional antar pulau, memanfaatkan kawasan
pertumbuhan ekonomi Singapura dan Malaysia.
37
Sektor-sektor kehidupan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
perikanan, pertanian, perkebunan, serta industri tumbuh lebih lambat dan kurang
memberi perubahan kesejahteraan rakyat di kepulauan ini. Mulanya sekalipun
ibukota sudah pindah ke Pekanbaru dan Kepri semakin terpinggirkan, kehidupan
ekonomi masih tetap tumbuh dan kawasan ini tetap berkembang. Namun pada tahu
1961, ketika terjadi konflik antara Indonesia dan Malaysia, terjadi perang dan
bahkan putusnya hubungan diplomatik, Kepri yang berada pada perbatasan
Semenajung Malaya dan Singapura, mengalami berbagai perubahan kebijakan
yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat di kawasan ini. Hubungan emosional
dan kekeluargaan dengan penduduk di Semenanjung itu, yang terbina oleh
kesamaan asal usul dalam rentang sejarah yang panjang, menjadi terputus.
Konfrontasi meyebabkan pemerintah Indonesia mengambil beberapa
kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal dari
Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti dengan
larangan pengunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat
pembayaran di Kepri. Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang
KRRP ( Rupiah Kepulauan Riau ) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan
cukai di Kepri. Selain itu, dibuat pula kebijakan yang memasukkan Kepri ke dalam
wilayah pabean Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Penganti UU No. 8 tahun
1963 tanggal 10 November 1963. kerena kebijakan ini bertujuan juga untuk
meningkatkan pendapatan pemerintah, barang-barang yang masuk dari Sumatera
dan Riau Daratan akan dikenai pajak. Akibatnya semakin menghambat
perdagangan antara Kepri dan daratan Sumatera.
38
Bahkan pembayaran gaji para pegawai negeri sipil dan militer di Kepri,
khususnya Tanjungpinang, Lingga, Karimun dan Natuna ( Pulau Tujuh )
dilaksanakan dengan menggunakan mata uang rupiah. Perubahan kebijakan ini
sangat meyulitkan rakyat di Kepri karena terjadi pula perubahan sistem
perdagangan di pulau ini. Perdagangan yang sejak berabad-abad dilakukan secara
bebas dan langsung karena begitu dekatnya jarak, kini berubah. Singapura
misalnya, yang sejak lama merupakan pasar bagi hasil-hasil komoditas pertanian,
perikanan dan pertenakan serta perkebunan, pun terhenti. Barang-barang kebutuhan
pokok sehari-hari berasal dari Singapura dan Malaysia jadi sulit didapat.
Perdagangan tradisional bahkan perdagangan barter antara Kepri dengan Malaysia
dan Singapura langsung terhenti dan dilarang. Masa-masa konfrontasi adalah masa
paling sulit bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kepri.
Kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan memblokade ekonomi Singapura,
kemudian merubah jalur perdagangan hingga Thailand, Filipina dan bahkan Jepang.
Namun karena jarak tempu yang jauh dan semakin memburuknya kehidupan
masyarakat, mulai timbul perdagangan gelap dan penyelundupan dari dan ke
Singapur. Pada awal nya hanya untuk kebutuhan pokok sehari-hari, lalu
berkembang menjadi perdagangan illegal berbagai hasil bumi dan komoditas.
Banyak penduduk mulai menjual hasil bumi mereka secara diam-diam ke
Singapura.
Kebijakan blokade ekonomi berlanjut dengan pemutusan perdagangan dan
hubungan ekonomi dengan Malaysia, serta menasionalisasi badan usaha Malaysia
dan Inggris, baik di Kepri maupun Riau Daratan. Akibat lebih jauh adalah
terjadinya perdagangan gelap berbagai komoditas, terutama bahan-bahan baku
39
industri di Singapura. Agustus 1966 itu kemudian berlangsung damai dan lancar,
namun berbagai masalah ekonomi terutama lalu lintas perdagangan masih
memerlukan proses yang panjang.
Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa konfrontasi berakhir,
dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi didaerah ini. Kedekatan dengan
Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan perekonomiannya, terutama dalam
mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai mempengaruhi kebijakan pusat.
Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Riau, terutama
Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang paling ramai dan
penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah pusat
mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional.
Batam dibangun sebagai kawasan industri pada tahun 1971 dengan
membentuk Badan Otorita Batam. Selain mengembangkan Pulau batam,
pemerintah juga menggesa pembagunan ekonomi Kepulauan Riau ( dan daerah
lainnya termasuk Riau ) pada tahun 1990. Di antaranya adalah dengan menjalin
kerjasama regional dengan membentuk kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi
Singapura-Johor-Riau (Sijori) yang dikenal sebagai IMS-GT atau Indonesia
Malaysia Singapore Growth Triangle. Langka ini ingin memaju pertumbuhan
seraya bersepakat dengan Singapura, Johor (Malyasia) dan Riau (Indonesia).
Bertujuan untuk memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga
kawasan itu menjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi
investor Internasional .
40
Indonesia dengan keunggulan sumber daya alam serta lahan di Kepri serta
modal dan keahlian Singapura, berpadu menjadi kawasan unggulan berdaya tarik
ekonomi yang kuat serta memberikan peluang investasi bagi Kepri, Riau dan daerah
lainnya di Sumatera. Pertumbuhan ekonomi juga membangkitkan kawasan-
kawasan industri dan parawisata di daerah ini. Setelah Batam berbagai industri
penting yang cepat menumbuhkan ekonomi, menyusul pula di kawasan lainnya di
Bintan dengan dibukanya resort wisata di Lagoi, Bintan Utara, serta Lobam di
sekitar Tanjunguban. Kebijakan ini diakui telah menumbuhkan dan
membangkitkan ekonomi Kepri secara kuantitatif, walaupun keberhasilan ini
belum sepenuhnya dinikmati oleh rakyat Kepri. Hal ini justru menimbulkan
masalah baru akibat kesenjangan ekonomi yang tidak merata dan tidak berpihak
kepada rakyat kecil.
Pembangunan pusat-pusat industri dan kawasan ekonomi yang diarahkan
oleh pemerintah pusat dan lebih menyertakan swasta asing atau kaum pemilik
modal ini, telah melupakan amanah kesejahteraan rakyat Kepri. Penduduk di
sekitarnya semakin tertinggal dan tetap miskin. Akibat pertumbuhan ekonomi yang
lebih cepat, kemajuan sektor pendidikan, sosial dan berbagai bidang lain serta
lingkungan alam jadi tertinggal. Fasilitas pendidikan tidak terpenuhi dan
menyebabkan sulitnya anak-anak didik melajutkan sekolahnya di berbagai desa di
kawasan industri. Akhirnya Kepri tidak memiliki SDM serta tenaga kerja yang
terampil. SDM yang ada tidak dapat bekerja pada industri-industri yang baru
tumbuh.( Alkatiri, http:// BPS ProvinsiKepulauanRiau.go.id)
Sumber daya manusia di Kepri tetap tinggal, dan tidak bisa mengisi kebutuhan
tenaga kerja karena terbatasnya pendidikan dan keterampilan. Juga semakin
41
terpinggirkannya kehidupan rakyat di desa-desa akibat penguasaan lahan-lahan
oleh para pemilik modal untuk kawasan industri. Termasuk rusaknya lingkungan
yang merugikan rakyat Kepri akibat eksploitasi yang berlebih-lebihan terhadap
tambang-tambang pasir laut, pasir darat, graint, bauksit, hutan-hutan (termasuk
hutan bakau), perairan dan perikanan serta sumber-sumber air minum.
Terdapatnya kerusakan sumber daya alam, lingkungan di sekitar pesisir
pantai, sumber-sumber hayati perikanan dan terumbu karang, serta hutan-hutan di
seantero pulau besar di Kepulauan Riau. Semua ini berakibat pemiskinan yang
terus-menerus bagi petani, nelayan, buruh dan penduduk di kawasan ini. Kondisi
Kepulauan Riau yang semakin tertinggal kesejahteraannya ini, secara bersamaan
diperparah oleh semakin terkonsentrasinya pembangunan hanya di Riau Daratan.
Hal ini terjadi karena ibu kota Provinsi Riau berada di Kota Pekanbaru sehingga
pada masa Orde Baru yang sangat sentralistik dan otoriter pada masa itu, telah
membuat terjadinya pemusatan pembagunan hanya pada kawasan-kawasan
tertentu. Terlebih lagi kebijakan ekonomi yang ditentukan oleh pusat lebih
menekankan pada pertumbuhan.
Pembangunan ekonomi yang sangat mengejar pertumbuhan itu tidak lain
hanyalah dengan mengeksploitasi sumber-sumber daya alam seperti hutan dan
lahan, selain mengelola sumber alam minyak dan gas bumi. Di sisi lain pemerintah
juga memacu pembangunan sektor infrastruktur yang semata-mata untuk
mempermudah eksploitasi sumber-sumber daya alam bagi kaum pemilik modal.
Pembagunan infrastruktur yang pesat menyebabkan ikut bangkitnya sektor-sektor
lain seperti pertanian, perkebunan dan pertambangan yang kemudian berimbas pada
sektor pendidikan, kesehatan, sosial ekonomi dan budaya.
42
Pembagunan di Kepulauan Riau yang semula adalah ibukota provinsi (Riau)
justru tertinggal jauh. Ketimpangan semakin dirasakan di dalam pembangunan
Kepri dan Riau Daratan akibat berbedanya persepsi pada pemerintah provinsi, yang
lebih berorientasi pada wilayah daratan, dan bukan kepulauan. Dalam pemikiran
ini, laut ditanggap sebagai kelemahan karena memisahkan pulau-pulau. bukan
sebaliknya yang menjadi kekuatan pemersatu atas pulau-pulau itu. Akibatnya
kawasan Kepulauan Riau menjadi wilayah yang lemah tanpa pengaruh.
Ketertinggalan dan rasa ketidakadilan yang terus berkembang, terutama
pada masa-masa setelah kemerdekaan, menyebabkan rakyat Kepri ingin berjuang
untuk mendapatkan kembali suatu wilayah yang berstatus otonom (provinsi),
sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya. Dalam kata lain, rakyat Kepulauan
Riau ingin memisahkan diri secara administratife Provinsi Riau untuk membentuk
provinsi tersendiri. Rasa ketidakadilan serta didesak oleh berbagai faktor lain,
selain faktor sejarah adalah: letak geografis, ekonomis, sosial budaya, dan politis,
semakin memperkuat alasan mengapa rakyat Kepri bersatu memperjuangkan
terbentuknya Provinsi Kepri.
Kepulauan Riau yang teridiri dari 96 persen perairan dan hanya 4 persen
daratan dengan 2.408 pulau, dan jauh dari pusat pemerintahan menyebabkan
panjangnya rentangan kendali. Secara administratif rentang kendali itu akan
menjadi singkat apabila pusat pemerintahan berada di Kepri. Hal ini akan
mempermudah berbagai urusan masyarakat dan layanan dari pemerintah provinsi.
Rasa tidak puas masyarakat atas berbagai kondisi ini akhirnya manibulkan rasa
kesadaran bersama rakyat Kepri guna memisahkan diri dari Riau Daratan untuk
menjadi Provinsi Kepulauan Riau yang otonom.
43
Bersamaan dengan itu timbul pula harapan bersama akan tercapainya
kesejahteraan apabila kelak provinsi itu dapat menumbuhkan sektor ekonomi dan
sektor-sektor lainnya bagi kepetingan rakyat. Secara hampir bersamaan terbentuk
pula Komite Pemekaran Kepulauan Riau (KPKR) sebagai lembaga mempersiapkan
pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten itu akan dimekarkan
menjadi 6 daerah tingkat dua (kabupaten / kota) yaitu Kota Batam, Kota
Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna (Pulau
Tujuh) dan Kabupaten Bintan.
Kemudian dilaksanakanlah Musyawarah Besar Rakyat Kepulauan Riau
pada tanggal 15 Mei 1999 di Hotel Royal Palace, di Batu – 10, Kota Tanjungpinang.
Pada hotel yang sekarang bernama Hotel Comfort itu, hadir sekitar seribu orang
wakil- wakil tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda dan mahasiswa. Mubes Rakyat
Kepulauan Riau ini mengasilkan Tiga Tuntutan Rakyat Kepulauan Riau yang di
tandatangani oleh tim perumus yang terdiri dari Prof Moch Saad (Ketua), Drs
Azirwan (sekretaris), dengan beberapa anggota yaitu: Drs Abdul Malik, M.pd, Ir H
Moh Gempur Adnan, H Raja Hamzah Yunus, H Rusli Silin, Drs M Saleh Wahab,
H Bakri Syukur dan HM Arief Rasahan.
Tiga Tuntutan Rakyat Kepri, Mempercepat kemakmuran masyarakat secara
adil dan merata melalui pembetukan Provinsi Kepulauan Riau. Untuk mengujudkan
hal tersebut di atas secara nyata dilaksana dengan kemekaran daerah otonomi
Kepulauan Riau. Pemekaran daearah otonomi Kepulauan Riau terdiri atas :
1. Kota Tajungpinang,
2. Kabupaten Bintan,
44
3. Kabupaten Karimun,
4. Kabupaten Kepulauan lingga
5. Kabupaten Pulau Tujuh.
Mendesak pemerintah agar Kota Madya Batam menjadi otonomi.
Musyawarah yang dihadiri masyarakat dari 22 kecamatan se-Kepulauan Riau, serta
masyarakat pendatang dari seluruh Kepri, berhasil meyatuhkan aspirasi dan
membulatkan tekat untuk membentuk Provinsi Kepulauan Riau.
Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25
tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota
Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan,Kabupaten Karimun, Kabupaten
Natuna, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Kepulaan Anambas. Secara
keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2
Kota, 47 Kecamatan serta 274 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar
dan kecil dimana 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya
sebesar 252.601 Km2, di mana sekitar 96% – nya merupakan lautan dan hanya
sekitar 4% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah sebagai berikut :
Gambar 3.1 batas wilayah
Sumber: profil-provinsi-kepulauan-riau/
Utara : Vietnam dan Kamboja
45
Letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan dan Selat Malaka)
dengan potensi alam yang sangat potensial. Provinsi Kepulauan Riau
dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik
Indonesia dimasa depan.
Tabel 3.2 Luas Provinsi Kepulauan Riau
No
Kabupaten/
Kota
Luas
Darat
(Km2) Luas Laut (Km2)
Jumlah
(Km2)
1 Kab. Karimun 1.524 6.460 7.984
2 Kota Batam 715 855 1.570
3 Kota T. Pinang 239 573 812
4. Kab. Bintan 1.946 57.905 59.852
5. Kab. Lingga 2.117 38.364 40.482
6 Kab. Natuna 3.235 138.665 141.901
Jumlah 252.601
Sumber: profil-provinsi-kepulauan-riau/
3.2 Kabupaten Tanjung Balai Karimun
Selatan : Prov. Kep. Bangka Belitung dan Jambi
Barat : Negara Singapura, Malaysia dan Prov. Riau
Timur : Malaysia, Brunei dan Prov. Kalimantan Barat
46
Kabupaten Karimun merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kepulauan
Riau, yang berbatasan dengan Negara Singapore dan Negeri Jiran Malaysia, serta
berdampingan dengan pusat pertumbuhan industri Batam dan Bintan. Kabupaten
Karimun merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau, yang
berdasarkan UU RI No. 53 tahun 1999. Adapun secara geografis Kabupaten
Karimun terbentang antara 00º 24’ 36” LU sampai 01º 13’ 12” LU dan 103º 13’
12” BT sampai 104º 00’ 36” BT, tepat berada pada jalur pelayaran dan dekat dengan
zona penerbangan internasional. Luas wilayah Kabupaten Karimun memiliki luas
4.918 Km² yang terdiri dari luas daratan 932 Km² (93.157 Ha) dan luas lautan
sekitar 3.987 Km² atau seluas 398.692 Ha, dengan demikian dapat dilihat bahwa
Kabupaten Karimun di kelilingi oleh lautan, kabupaten karimun merupakan
gugusan pulau besar dan kecil sejumlah 249 pulau, yang terdiri dari 54 pulau telah
berpenduduk dan 195 pulau lainnya belum berpenghuni. Hal ini membutuhkan
suatu perencanaan yang menyeluruh atau komprehensif untuk menata Kabupaten
Karimun selama rentang waktu 20 tahun ke depan.
Dua pulau terbesar yang menjadi pusat pemukiman dan sentra ekonomi
adalah Pulau Karimun dan Kundur. Posisi strategis Kabupaten Karimun yang diapit
oleh tiga negara, berimbas pada pesatnya perkembangan kabupaten ini. Status Free
Trade Zone (FTZ) yang disandang pulau Karimun cukup berpengaruh terutama
terhadap kegiatan perekonomian. Sebagai kabupaten kepulauan, karekteristik
pulau-pulau di Kabupaten Karimun cenderung mirip. Wilayahnya secara umum
berupa dataran yang datar dan landai dengan ketinggian antara 20 sampai 500 meter
di atas permukaan laut, meskipun ada bagian yang merupakan bukit-bukit. Di
47
Karimun terdapat sebuah gunung yaitu Gunung Jantan dengan ketinggian 478
meter dan merupakan salah satu sumber mata air di Karimun.
Ibukota Kabupaten Karimun terletak di kota Tanjung Balai, Kecamatan
Meral yang berbatasan di sebelah Barat dengan Kecamatan Rangsang dan
Kabupaten Bengkalis, sebelah Timur dengan Kelurahan Tebing, sebelah Selatan
dengan Kecamatan Rangsang dan Kabupaten Bengkalis serta sebelah Utara
berbatasan dengan Selat Singapore dan Selat Malaysia, sementara itu Kabupaten
Karimun sendiri secara administratif berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara : Selat Singapore (Philips Channel), Selat Malaka dan
Semenanjung Malaysia.
2. Sebelah Selatan : Kecamatan Kateman (Kabupaten Indragiri Hilir) dan
Kabupaten Lingga.
3. Sebelah Barat : Kecamatan Rangsang, Kecamatan Tebing Tinggi
(Kabupaten Kepulauan Meranti) dan Kecamatan Kuala Kampar (Kab.
Pelalawan).
4. Sebelah Timur : Kecamatan Belakang Padang (Kota Batam).
Dari hasil pemantauan Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Balai
Karimun, selama tahun 2012 temperatur udara rata-rata 28,5ºC, dengan suhu
minimum sebesar 22,0ºC pada bulan Februari dan April, sedangkan suhu
maksimum 34,4ºC pada bulan Maret. Rata-rata harian kelembaban udara selama
tahun 2012 adalah 75 persen. Kelembaban udara minimum yaitu 33 persenterjadi
di bulan Juli, sedangkan maksimum mencapai 100 persen terjadi di bulan Februari
dan Agustus. Rata-rata curah hujan di tahun 2012 sebesar 221,335 mm, dimana
48
curah hujan terendah terjadi di bulan Januari, yaitu 61,1 mm sedangkan tertinggi
terjadi di bulan April, yaitu 473,5 mm. Jumlah hari hujan terbanyak selama 25 hari
terjadi di bulan Desember.
Tabel 3.3 Nama Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kabupaten Karimun
NAMA DAS LUAS (m²)
DAS Pulau Kambing 1,000
DAS Sei. Ungar 2,000
DAS Sei. Raya 1,000
DAS Teluk Uma 1,500
DAS Sri Gading 1,000 Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Karimun Tahun 2014, hasil estimasi
Wilayah Kabupaten Karimun bagian dari kepulauan di Indonesia mempunyai
iklim basah yang sangat di pengaruhi oleh perubahan angin yang melewatinya.
Selain itu unsur-unsur iklim lainnya seperti temperatur, suhu dan curah hujan ikut
berpengaruh terhadap kondisi perubahan cuaca dari tahun ke tahun.
Pada saat terbentuk, Kabupaten Karimun hanya terdiri dari 3 kecamatan.
Seiring berjalannya waktu, wilayah kabupaten ini mekar menjadi 9 kecamatan.
Kemudian pada tahun 2012, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun
No.12/2007, wilayah Kabupaten Karimun kembali mengalami pemekaran menjadi
12 (dua belas) kecamatan. Keduabelas kecamatan tersebut yakni Kecamatan Moro,
Kecamatan Durai, Kecamatan Kundur, Kecamatan Ungar (pemekaran dari
Kecamatan Kundur), Kecamatan Kundur Utara, Kecamatan Belat (pemekaran dari
Kecamatan Kundur Utara), Kecamatan Kundur Barat, Kecamatan Karimun,
Kecamatan Buru, Kecamatan Meral, Kecamatan Meral Barat (pemekaran dari
Kecamatan Meral) dan Kecamatan Tebing.(Arifin, http:// Pokja AMPL Kabupaten
Karimun.com)
49
Pada tahun 2012, setelah mengalami pemekaran wilayah, jumlah desa dan
kelurahan yang ada di Kabupaten Karimun sebanyak 71 desa/kelurahan. Terdiri
atas 42 daerah berstatus desa dan 29 kelurahan. Sedangkan jumlah RW/RT secara
keseluruhan adalah sebanyak 3778 RW dan 1.060 RT.
Tabel 3.4 Nama, luas wilayah dan jumlah kelurahan per-Kecamatan
50
3.3 Kantor Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun
Gambar 3.2 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Balai Karimun, Kepri.
Sumber : bctbk.beacukai.go.id/profil/
KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun merupakan
transformasi dari KPPBC Tipe A2 Tanjung Balai Karimun. KPPBC Tipe Madya
Pabean B Tanjung Balai Karimun adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, berada di bawah koordinasi
Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau. Diresmikan oleh Direktur Jenderal
Bea dan Cukai, Agung Kuswandono, pada tanggal 23 Agustus 2011.
KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun beralamat di Jl. Yos
Sudarso No. 5 Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, memiliki wilayah
kerja yang meliputi seluruh Kabupaten Karimun yang memiliki luas wilayah 7.984
km2, dengan luas daratan 1.524 km2 (19,09%) dan luas lautan 6.460 km2 (81.91%),
yang tersebar dalam 198 pulau dengan 67 diantaranya pulau berpenghuni. Secara
51
geografis, letak KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun sangat
strategis, berada di 0,9890 LU dan 103,4394 BT, berhadapan dengan Selat Malaka
dan berbatasan langsung dengan dua negara yaitu Malaysia dan Singapura.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2007
Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, wilayah
Karimun ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Karimun (Kawasan Bebas Karimun) yang meliputi sebagian dari wilayah Pulau
Karimun dan seluruh Pulau Karimun Anak. Sehubungan dengan hal ini, maka
KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun selain melaksanakan tugas
pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai pada umumnya yang berlaku di
Indonesia juga melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan
cukai di Kawasan Bebas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan
Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan dari Serta
Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas.
52
Gambar 3.3 Peta Batas FTZ Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan
Perdagangan di Karimun.
sumber: bctbk.beacukai.go.id/profil/
3.3.1 Sejarah Berdirinya Bea dan Cukai
CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu
organisasi yang keberadaannya sangat essensial bagi suatu negara, demikian pula
dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah
suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting pada suatu negara.
Bea dan Cukai (selanjutnya kita sebut Bea Cukai) merupakan institusi
global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai merupakan
perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah ada sepanjang masa sejarah
negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia diyakini sudah ada sejak zaman
kerajaan dahulu, namun belum ditemukan bukti-bukti tertulis yang kuat.
53
Kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat “lokal” sesuai wilayah kerajaannya.
Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai mulai terlembagakan secara “nasional”.
Zaman Hindia Belanda tersebut, masuk pula istilah douane untuk menyebut
petugas Bea Cukai (istilah ini acapkali masih melekat sampai saat ini). Nama resmi
Bea Cukai pada masa Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en
Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti
“Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut
invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan
accijnzen (excise/ cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa
Sansekerta), baik impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India)
inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia. Peraturan
yang melandasi saat itu di antaranya Gouvernment Besluit Nomor 33 tanggal 22
Desember 1928 yang kemudian diubah dengan keputusan pemerintah tertanggal 1
Juni 1934. Pada masa pendudukan Jepang, berdasarkan Undang-undang Nomor 13
tentang Pembukaan Kantor-kantor Pemerintahan di Jawa dan Sumatera tanggal 29
April 1942, tugas pengurusan bea impor dan bea ekspor ditiadakan, Bea Cukai
sementara hanya mengurusi cukai saja.
Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada tanggal 01
Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu Menteri Muda
Keuangan, Sjafrudin Prawiranegara, menunjuk R.A Kartadjoemena sebagai Kepala
Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Jika ditanya kapan hari lahir Bea Cukai
Indonesia, maka 1 Oktober 1946 dapat dipandang sebagai tanggal yang tepat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah Pejabatan Bea
Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai, yang bertahan
54
sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang, namanya menjadi
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
3.3.2 Peranan Bea dan Cukai terhadap Negara dan Masyarakat
Negara Republik Indonesia mempunyai sebuah lembaga yang memiliki
peran cukup penting terhadap pembangunan Nasional dan perlindungan
masyarakat. Salah satunya adalah Lembaga Bea dan Cukai (Direktorat Jendral Bea
dan Cukai). Sebagai lembaga penting dalam perdagangan internasional, peran Bea
dan Cukai semakin luas yaitu manjadi Trade Facilitator atau fasililator
perdagangan.
Bea dan cukai oleh karena itu harus mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum yang bercirikan save time, save cost, safety, dan simple. Dan
semua ciri tersebut harus menjadi bagian dari sistem dan prosedur kepabeanan.
Agar dapat sesuai dengan misi dari bea dan cukai yaitu memberikan pelayanan yang
terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat. Disamping itu, bea dan
cukai juga berperan dalam upaya pembangunan ekonomi secara umum dalam era
liberalisasi dan globalisasi perdagangan dan investasi. Demi terwujudnya visi dari
bea dan cukai yaitu menjadikan administrasi kepabeanan dan cukai dengan standar
internasional. Semuanya itu harus mengacu kepada tugas pokok dan fungsi
Direktorat Jendral Bea dan Cukai yaitu :
A. Tugas Pokok
Direktorat Jendral Bea dan Cukai berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Keuangan dan dipimpin oleh Direktur Jendral Bea
dan Cukai. Direktorat Jendral Bea dan Cukai mempunyai tugas
55
melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen keuangan dibidang
kepabeanan dan cukai, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri
dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu
lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea
masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undnagn yang berlaku.
B. Fungsi
1. Perumusan kebijakan di bidang penegakan hukum, pelayanan dan
pengawasan, optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan
dan cukai.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum,
pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang
kepabeanan dan cukai.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi
penerimaan negara dibidang kepabeanan dan cukai.
4. Pemberian bimbingan teknis dan surpervisi di bidang
pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi
penerimaan negara, di bidang kepabeanan dan cukai.
5. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi
penerimaan negara dibidang kepabeanan dan cukai.
56
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jendral Bea dan Cukai, dan,
7. Pelaksaan fungsi lain yang diberikan oleh menteri keuangan.
Adanya tugas pokok dan fungsi Direktorat Jendral Bea dan Cukai,
diharapkan dapat melakukan tugas dan fungsinya untuk :
1. Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya.
Peran bea dan cukai disini secara tidak langsung akan
melindungi masyarakat terutama dalam upaya pencegahan
penyelundupan narkotika dan zat-zat psikotropika (seperti shabu,
ketamine, ekstasi, heroin, dan kokain) yang masih terus marak
dilakukan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan besar,
tanpa melihat efek yang ditimbulkan dari penggunaan narkotika dan
psikitropika yang nota bene akan merusak generasi muda bangsa ini.
Gambar 3.4 Narkotika dan jenis obat-obatan terlarang
Sumber: Data diolah
57
2. Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang
tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri.
Sebagai contoh, masih banyaknya produk impor China seperti
garmen (pakaian), sepatu dan tas, yang beredar dipasaran dan mulai
mendominasi penjualan di pasar regional. Parahnya lagi, sebagian besar
produk impor itu adalah produk impor legal. Hal ini dikhawatirkan akan
mematikan industri nasional sehingga akan berdampak industri lokal
banyak yang gulung tikar. Disini peran bea dan cukai dituntut untuk
memperketat dalam memeriksa masuknya barang-barang impor ke
indonesia, serta mendukung persaingan usaha yang sehat dan melidungi
kepentingan importasi barang dan produk ilegal.
Gambar 3.5 Produk-Produk Impor Ilegal
Sumber:Beacukai.go.id
58
3. Memberantas penyelundupan.
Maraknya barang-barang selundupan, baik itu lewat jalur laut
maupun udara, sehingga bea dan cukai dituntut untuk menajaga lebih
ketat pelabuhan-pelabuhan besar ataupun pelabuhan yang jarang
digunakan untuk droping barang. Maupun penjagaan ketat dibandara-
bandara dengan melakukan periksaan untuk penumpang dan
pemeriksaan untuk barang (kargo). Hal ini penting, agar dapat
mengatasi penyelundupan barang secara fisik. Disamping itu para
importir dan eksportir ilegal (penyelundupan) dikenakan sanksi yang
berat secara hukum sesuai dengan UU kepabeanan. Sanksi juga dapat
dikenakan kepada aparat bea dan cukai yang terbukti bersalah, karena
mendukung kegiatan importir ilegal. Dengan begitu akan mengurangi
dan memberantas penyelundupan.
Gambar 3.6 Barang-Barang Selundupan
sumber : Beacukai.go.id
59
4. Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang
berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-
batas negara.
Peran bea dan cukai disini, untuk selalu membantu dalam hal
pengawasan lalu lintas barang-barang tertentu (misalnya senjata api,
peralatan tempur untuk angkatan bersenjata Republik Indonesia yang
melampaui batas-batas negara.
5. Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara
maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara.
Pemungutan bea masuk dan cukai dilakukan oleh Direktorat
Jendral Bea dan Cukai ini merupakan salah satu pemasukan terbesar
untuk kas negara. Sebagai contoh cukai rokok solid. Dengan begitu akan
berdampak sangat besar dalam pembangunan nasional.
Gambar 3.7 Penangkapan Rokok Solid
Sumber:Data diolah
60
Gambar diatas ialah gambar yang mana petugas bea dan cukai
sedang menjalankan tugasnya, tugas pegawai bea dan cukai disini adalah
menangani mengontrol, memeiksa barang yang masuk diwilayah pelabuhan
atau jalur laut yang melintasi di wilayahnya. Terdapat pegawai yang sedang
memeriksa kelengkapan surat-surat kapal dan apa barang yang dibawanya.
Jika kelengkapan surat atas pembawaan barang telah terbukti maka akan
langsung dilepaskan kapal agar bisa menghantarkan barang dengan baik dan
sebaliknya, jika surat surat atau kelengkapan lainnya tidak memenuhi syarat
maka akan segera ditindak lanjuti.
3.4 Struktur Organisasi KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai
Karimun
Gambar 3.4.1 Struktur organisasi KPPBC
Sumber: bctbk.beacukai.go.id/
61
Tabel 3.5 Petinggi di KPPBC Tipe Madya Pabean B Tanjung Balai Karimun
NO NAMA / NIP J A B A T A N
1 Bernhard Sibarani
197009231998031001 Kepala Kantor
2 Derry Arifin
197205211992121001 Kepala Subbagian Umum
3 Asnovira Kurniati
198011202003122001 Kepala Urusan Keuangan
4 Rediete Restuwidyawan
198312152002121003 Kepala Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian
5 Misda Siadari 196005041983032001
Kepala Urusan Rumah Tangga
6 Andi Chusna Prihadiwan 197801092000011002
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan
7 M. Jangka 196412311983031007
Kasubsi Intelijen
8 Ardian Ramerta 198203032003121002
Kasubsi Penindakan dan Sarana Operasi
9 Eddi Purwanto 197705211997031001
Kasubsi Penyidikan dan Barang Hasil
Penindakan
10 Khairudin 197710252002121001
Kepala Seksi Perbendaharaan
11 Zainudin 197308191999031001
Kepala Subseksi Administrasi Penerimaan
dan Jaminan
12 Sugiyono 197904202003121001
Kasubsi Administrasi Penagihan dan
Pengembalian
13 Mohamad Kujaeri 196004011983101002
Kasubsi Administrasi Manifest
14 Taufik Hidayat 197009061992121001
Kepala Seksi Penyuluhan Layanan Informasi
15 Sandi Kuntarto 197612211998031001
Kasubsi Penyuluhan
16 Jusriadi 197810152003121001
Kasubsi Layanan Informasi
17 Sabaruddin Rahmat Pasaribu 197606261999031003
Kepala Seksi Kepatuhan Internal
18 Suryanto 196211261983101001
Kasubsi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas
Pelayanan dan Administrasi
19 Teguh Khristian Saragih 198110152001121002
Kasubsi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas
Pengawasan
20 Budhi Irawan 197310061992121001
Kepala Seksi Pengolahan Data dan
Administrasi Dokumen
21 Soewito 196308251983031001
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan
Cukai I
22 R. Rachmat Effendy 196210111983031002
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai I
23 M. Ilyas Us 196106151983031002
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai IV
24 Giat Purwanto 196404081983031002
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai IX
25 Syahrul Bastian 196104261983031002
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan
Cukai II
62
26 R. Aisyah 196011041983032001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai II
27 Ramal Lumban Tungkup 196110151983031001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai X
28 Hambali 195911031980111002
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan
Cukai III
29 Sai'on 196306041983031005
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai V
30 R.Sumiyati 196009231983032001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai VI
31 Suheimi BS. 196411111983031001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai XII
32 Tedy Hilmawan 197912282000121001
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan
Cukai IV
33 Jayaprana 196111121983031003
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai III
34 Aidir 196207121983031003
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai VII
35 Dwi Agus Ashadi 197908032000121001
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan
Cukai V
36 Yuniar 196406101983032001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai VIII
37 Ivan Setiawan 197810011999031001
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai XI
Sumber : bctbk.beacukai.go.id/