bab iii · 2019. 7. 18. · bab iii gambaran umum gereja protestan maluku (gpm) bagian ini akan...
TRANSCRIPT
-
39
BAB III
GAMBARAN UMUM GEREJA PROTESTAN MALUKU (GPM)
Bagian ini akan memberi gambaran tentang GPM secara umum, dari sisi
medan pelayanan GPM, dinamika sosial dan kultur jemaat, struktur GPM, dan
sejarah panjang yang sejak GPM zaman Hindia-Belanda sebagai gambaran GPM
masa kini dan masa depan.
Dengan gambar ini akan memberikan penjelasan dinamika sosial jemaat-
jemaat dan dukungan struktur GPM. Secara khusus, sejarah GPM akan memberi
eksplanasi tekait dengan tahapan-tahpan pentung dalam sejarahnya, untuk
memperlihatakan hubungan-hubungan eksternal yang mempengaruhi GPM,
kemunculan aktor dan dinamika GPM secara internal.
3.1 Gambaran Keadaan Wilayah Pelayanan
3.1.1 Kondisi Geografis
Secara gergrafis, wilayah pelayanan GPM berada pada dua propinsi besar,
yaitu: Maluku dan Maluku utara.70 Itu berarti, kondisi atau medan pelayanan GPM
70 Telah terjadi pemekaran wilayah setalah masa konflik. Hal ini terjadi sebagai upayaotonomisasi berdasarkan keputusan pemerintah. Sebagian besar, jemaat-jemaat GPM lebih banyakmenghuni wilayah Propinsi Maluku, sebagian kecil di Propinsi Maluku Utara.
-
40
berada dalam konteks bentangan laut-pulau. Secara teritorial,71 perbatasan wilayah
pelayanan GPM dibagi sebagai berikut:72
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Seram.
2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Pulau Irian.
3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Pulau Sulawesi.
4. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Lautan Indonesia dan Laut
Arafuru.73
GPM dalam tugas pelayanannya memiliki tantangan berdasarkan konteks
geografis, sehingga tidak dapat dihindari musim-musim berdasarkan perubahan
cuaca yang berada di daerah Propinsi Muluku dan Maluku utara. Hal ini sangat
penting diperhitungan sebagai prediksi untuk merumuskan dan mengadaptasi
perencanaan dan rencana pelayanan, sehingga keberlangsungan program dan agenda-
agenda pelayanan gereja, baik di tingkat sinode, klasis, dan jemaat bisa bejalan baik.
Daerah Maluku mengenal 2 musim yakni: musim barat atau utara dan tenggara
atau timur yang di selingi oleh dua macam pancaroba yang merupakan transisi kedua
musim tersebut. Musim barat di Maluku berlangsung dari bulan Desember sampai
bulan Maret, sedangkan bulan April adalah masa transisi ke musim tenggara. Musim
tenggara berlaku rata-rata 6 bulan berawal dari bulan Mei dan berakhir pada bulan
Oktober. Masa transisi ke musim barat adalah pada bulan November. Keadaan
71 Kata teritori merujuk pada definisi berdasarkan peraturan pokok GPM, (ketetapan sinodeGPM nomor: 11/sdn/37/20016. Dalam BAB I ketentuan umum, pasal 1, ayat 1 dan 2, menjelaskantentang; 1). jemaat adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, pada suatu tempatdan lingkungan secara teritorial dan transteritorial tertentu dalam wilayah pelayanan gereja protestanmaluku. 2). Jemaat teritorial adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus padasuatu lingkungan pelayanan jemaat tertentu di dalam wilayah Gereja Protestan Maluku.
72 Adaptasi berdasarkan data geografis Pemerintahan Propinsi Maluku.73 Adaptasi peta Maluku dan Maluku Utara. http://www.malukuprov.go.id/index.php/selayang-
pandang, diakses pada 31 oktober 2017.
-
41
musim tidak homogen dalam arti setiap musim berlaku di daerah ini memberikan
pengaruh yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya.
Berikut adalah peta pelayanan GPM berdasarkan gambar 2, untuk memberi
gambaran luas pelayanan gereja di Maluku, baik dari sisi teritori, batas wilayah,
jangkauan pelayanan dan tantangan laut-pulau menjadi informasi mendasar untuk
mengenal GPM dalam konteks.
3.1.2 Pemetaan wilayah Pelayanan: Keadaan Jemaat dan Klasis dalamsatuan Pulau-pulau
Wilayah pelayanan GPM merupakan wilayah kepulauan yang membentang
dari Tifure di Maluku Utara sampai Liswatu di Wetar; meliputi gugusan pulau-pulau
dari Kepulauan Sula, Bacan, Obi, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Ambon dan Lease
(Saparua, Nusalaut dan Haruku), Kepulauan Kei Besar dan Kei Kecil, Kepulauan
Aru, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Leti-Moa-Lakor, Kepulauan Babar, Damer,
Kisar dan Wetar.74
74 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.
Gambar 2. Peta Wilayah Pelayanan GPM
-
42
No. Klasis Jumlah Jemaat1. Ternate 32. Bacan 243. Pulau-pulau Sula 364. Pulau-pulau Obi 115. Buru Utara 176. Buru Selatan 307. Seram Utara 388. Seram Utara Barat 139. Taniwel 22
10. Seram Barat 19
11. Kairatu 3212. Masohi 3713. Teluti 2014. Seram Timur 515. Pulau-pulau Lease 27
16. Kota Ambon 2017. Pulau Ambon 22
18. Pulau Ambon Timur 26
19. Pulau Ambon Utara 1720. Banda 321. Kei Kecil 1622. Kei Besar 4323. Pulau-pulau Aru 2924. Aru Tenagah 3425. Aru Selatan 3126. Tanimbar Utara 3127. Tanimbar Selatan 1728. Babar Barat 2929. Babar Timur 2530. Damer 831. Palau-pulau Kisar 1332. Wetar 2033. Lemola (Leti, Moa, Lakor) 18
33 Klasis Jemaat 736Tabel.1 Jumlah Klasis dan Jemaat75
Masing-masing gugus pulau merupakan wilayah teritorial dalam wilayah
pelayanan GPM di dalam sinode, yang mencakup kecamatan dan kota kabupaten.76
Klasis dibagi dalam gugus pulau dengan pertimbangan efektifitas pelayanan untuk
menjangkau jemaat-jemaat, mengingat selain pemekaran wilayah-wilayah
administratif pemerintahan, tetapi lebih berfokus pada kualitas pelayanan gereja.
75 Diadaptasi berdasarkan data dan kode sinfo GPM. http://simgpm.net/daftar-kode-klasis-dan-jemaat-gpm. Diakses pada 10 November 2017.
76 PERATURAN POKOK GEREJA PROTESTAN MALUKU (KETETAPAN SINODEGPM NOMOR:10/SND/37/2016) tentang Klasis. Bab II Pembentukan, Syarat Dan Batas Wilayah,pasal 2 ayat 1, pasal 4 ayat 1.
-
43
3.1.2.1 Dinamika Sosial Jemaat GPM
Jemaat GPM merupakan jemaat-jemaat yang tumbuh di pedesaan dan
perkotaan dengan corak homogen maupun heterogen, dengan beberapa corak khusus,
sebagai beriku:77
1) Jemaat homogen di pedesaan dan pegunungan, yang terbentuk di dalam satuan-
satuan negeri adat. Beberapa di antaranya pernah hidup bersama komunitas
muslim (suku Buton), namun karena konflik sosial tahun 1999 telah menjadi
negeri dan jemaat yang homogen dari sisi pemeluk agama.78
2) Jemaat heterogen di pusat perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan baru (kota
orde kedua) yang dikembangkan sebagai akibat kepadatan di pusat perkotaan
lama. Contoh jemaat-jemaat dimaksud misalnya Passo, Poka-Rumahtiga-
Wayame, Pandan Kasturi, Tual, Ternate, Sanana, Bacan, Laiwui. Konflik
sosial 1999 pun telah menciptakan permukiman yang segregatif di perkotaan,
menghilangkan permukiman berbaur yang pernah ada dalam jangka waktu
sangat lama.79
3) Jemaat besar dan jemaat kecil menurut satuan jumlah kepala keluarga dan
jumlah jiwa. Pada jemaat-jemaat besar ada yang dilayani oleh 2-5 (dua sampai
77 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.78 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.79 Heterogenitas di perkotaan terbangun dalam segregasi permukiman. Khusus di beberapa
jemaat pada Klasis Pulau Ambon Utara, terbangun kembali pemukiman berbaur (Nania, Negeri Lama,Waiheru, Hunut-Durian Patah, Poka, Rumahtiga, Wayame, Tawiri, Laha). Fenomena yang samatampak pula di Maluku Utara dan pada pusat-pusat Klasis (Ternate, Bacan, Obi dan Sula). Sementarabeberapa jemaat yang sama sekali tidak mengalami imbas konflik sosial (banyak di Klasis Pulau-pulau Sula) tetap hidup dalam konteks pembauran sosial. PIP/RIPP GPM.
-
44
lima) pendeta organik, sedangkan jemaat-jemaat kecil sampai saat ini ada yang
‘masih kosong’ dalam arti belum ada pendeta organik yang melayani di sana.80
4) Jemaat-jemaat di kawasan industri dan perkebunan inti rakyat (PIR) dan Hak
Pengelolaan Hutan (HPH). Fenomena ini telah menjadi fenomena lama yang
muncul kembali. Klasis Pulau Obi dan Pulau Sula adalah salah satu klasis di
kawasan HPH yang sudah lama ditinggalkan oleh pihak perusahaan (PT. Djati
Group Timbre). Ironisnya ialah sejak perusahaan beroperasi, jalan hubung
antardesa pun tidak terbangun sebagai jalan permanen/beton.
80 Selain itu ada beberapa jemaat di pedalaman pulau Seram dan Buru yang terbangun dalamdua atau lebih kawasan atau Sektor Pelayanan dan dilayani oleh satu tenaga pendeta. Klasis pulau-pulau merupakan fenomena yang unik sekaligus menantang pada aspek koordinatif pelayanan.
Ternate sebagai klasis pulau-pulau malah kini tersisa 3 (tiga) Jemaat yakni Kota Ternate dandua jemaat di pulau-pulau terkecil yakni Tifure dan Mayau (Pulau Batang Dua). Jemaat Kota Ternatedapat disebut sebagai ‘jemaat transisi’ dalam arti lebih banyak tidak menetap dalam waktu yangpanjang. Mereka adalah para pegawai atau personil TNI/Polri yang sewaktu-waktu dapat dimutasikanke tempat lain. Bacan, Obi dan Sula juga merupakan kawasan Klasis pulau-pulau yang unik. Jemaat dipusat-pusat klasis ini kini kembali hidup membaur dengan ‘basudara Muslim’, kecuali pusat KlasisObi dan Sula yang karena konflik masih ada di luar pusat klasis lama.80 Pada klasis-klasis ini, di manatidak terdapat sarana perhubungan darat (jalan raya), pada keadaan cuaca ekstrim akan sulit untukperhubungan antarjemaat.
Seram Barat dan Seram Timur adalah dua klasis di dataran pulau Seram dengan tipikal klasispulau-pulau. Uniknya ialah jemaat-jemaat di pulau-pulau kecil yang terpisah dari dataran pulau Seramadalah jemaat-jemaat yang terbangun dalam riwayat konflik sosial Maluku 1999 dan kini kembaliserta hidup dalam pembauran dengan ‘basudara Muslim’.
Pada Klasis Pulau-pulau Lease, keberadaan tiap jemaat pun terbilang unik di semua pulaunya.Pulau Saparua lebih banyak merupakan jemaat homogen dalam satuan negeri adat yang memilikihubungan genealogis dengan negeri-negeri Salam, misalnya Sirisori, Iha dan Ihamahu.
Di Pulau Haruku keunikannya ada pada jemaat-jemaat yang juga memiliki pertalian genealogisdan kultural dengan negeri-negeri Muslim. Kariuw sebagai jemaat yang mengalami konflik sosial puntelah kembali dan membangun hidupnya di negerinya. Relasi dengan ‘basudara Salam’ terus dibangundalam kesadaran kultural. Pulau Nusalaut memiliki keunikan yang telah terbangun sejak zamandahulu sampai saat ini, yakni di ketujuh negeri yang ada semuanya merupakan Jemaat GPM.
Klasis pulau-pulau di Kepulauan Aru Tenagah dan Aru Selatan, Tanimbar Selatan, TanimbarUtara, Pulau Babar, Babar Timur, Damer, Kisar, Wetar, Leti-Moa-Lakor adalah pulau-pulau dengantingkat tantangan transportasi yang sangat tinggi selain oleh faktor cuaca tetapi lebih banyak padaterbatasnya sarana perhubungan laut. Hal mana sangat berdampak pada koordinasi pelayanan. Klasis-klasis ini dan juga Klasis Kei Besar, Buru dan Buru Selatan, di mana tidak terbangun saranaperhubungan darat (dalam hal ini jalan raya) maka dalam keadaan cuaca ekstrim, perhubungan antarjemaat yang harus menempuh laut pun akan sulit dilakukan.
-
45
5) Jemaat khusus dan jemaat kategorial. Kedua ciri jemaat yang terakhir itu
bersifat transteritorial. Khusus yakni jemaat khusus Hok Im Tong dan jemaat
kategorial yang berbasis dalam Kesatuan TNI/Polri.81
6) Jemaat teritorial dalam lokasi transmigrasi lokal (translok) dan nasional erat
terkait dengan etos kerja (aspek ekonomi). Jemaat-jemaat tersebut ada di Klasis
GPM Seram Utara, Masohi, Seram Barat Piru, Kairatu, Tanimbar Selatan dan
Buru.
7) Jemaat baru yang terlembaga akibat Pemekaran Wilayah. Pemekaran Beberapa
Kabupaten baru di Maluku seperti Kabupaten Buru Selatan serta Kabupaten
Maluku Barat Daya ternyata berimplikasi terhadap pelembagaan jemaat baru di
pusat kabupaten tersebut (Namrole, Tiakur). Jemaat-jemaat ini malah
belakangan bertumbuh menjadi yang besar seiiring dengan hadirnya Pegawai
Negeri dan keluarga, Pelaku usaha, Pelajar dan lain-lain.
3.1.2.2 Dinamika Kultural Jemaat GPM
Corak budaya merupakan ciri tersendiri pada jemaat-jemaat GPM, dan penting
diperhatikan dalam perencanaan pelayanan mengingat pendekatan kultural
merupakan salah satu cara gereja melakukan kontekstualisasi teologi dan pelayanan.
Selain itu dalam konteks masyarakat multikultural di Maluku dan Maluku Utara,
paradigma kebudayaan menjadi aspek yang tidak bisa diabaikan. Gereja
81 Hok IM Tong, pada dasarnya merupakan gereja Etnis tionghoa, namun tidak tertupkemungkinan bagi anggota jemaat-jemaat GPM di luar etnis tionghoa menjadi bagian dari jemaat danpelayanannya.
-
46
bertanggungjawab membentuk kesadaran persaudaraan dan koinonia transformatif
dalam konteks beragama, bermasyarakat dan berbangsa.82
Dalam wilayah pelayanan GPM terdapat beragam kebudayaan masyarakat
antara lain masyarakat Halmahera, Lease, Ambon, Pulau Seram, Maluku Tenggara
(Kei Besar dan Kei Kecil), Lemola, Babar, Kisar, Aru, Banda, Ternate, Sula, Tobelo,
Bacan, Obi, Buru. Selain itu terdapat pula etnis Tionghoa, Jawa, Batak, Menado,
Toraja, dan lainnya. Keragaman budaya (multikulturalisme) menjadi ciri kebudayaan
masyarakat di GPM hingga tentunya terdapat cara pandang kebudayaan yang
berbeda antara satu jemaat dengan lainnya.83
Selain itu, satuan suku dan sub suku di Maluku dan Maluku Utara merupakan
komunitas yang memiliki lebih dari 1000-an unit bahasa etnik (bahasa tanah, native
language). Berbagai pranata sosial-budaya, ritus, simbol budaya masing-masing. Ide
persaudaraan seperti pela-gandong, kaka-wait, larvul-ngabal, atau pranata
kebudayaan yang berkaitan dengan fungsi pemeliharaan lingkungan dan keutuhan
ciptaan seperti sasi, masohi, maren, babalu, sosoki, dapat menjadi kekuatan bagi
gereja dalam mendorong pelayanan dalam perspektif ‘keluarga Allah’ dan ‘keutuhan
ciptaan’. Kearifan lokal seperti persekutuan soa, mata rumah, tiga batu tungku,
mengandung nilai bersama yang penting. 84
82 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.83 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.84 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.
-
47
Hubungan pela dan gandong antarnegeri Sarane (Jemaat GPM) dan Salam juga
menjadi salah satu ciri kultural jemaat-jemaat GPM, selain adanya hubungan
genealogis antar marga dari komunitas negeri yang satu dengan negeri lainnya.85
Selain itu, jemaat-jemaat yang adalah Suku Asli86 di Buru dan Seram Utara
masih memiliki hubungan dengan saudara-saudara mereka yang masih tetap dalam
sistem suku/agama suku dan masih hidup dalam pola nomaden. Saudara-saudara
yang masih dalam ikatan agama suku itu sering menjadi salah satu subjek pekabaran
Injil.
3.1.2 Dinamika Pembangunan Daerah
Pemekaran wilayah dan otonomi daerah telah memacu pertumbuhan
pembangunan daerah dan kawasan di Maluku dan Maluku Utara. Jemaat-jemaat
GPM di pusat pemerintahan Propinsi dan kabupaten merupakan jemaat dalam
kawasan tumbuh cepat pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pada kawasan
tumbuh cepat ini, corak masyarakat kota menjadi dominan dan karena itu
memerlukan manajemen perencanaan gereja yang cermat dalam menanggapi
dinamika pembangunan dengan segala eksesnya.87
Pada pusat pertumbuhan di luar ibu kota propinsi dan kabupaten yang lebih
berorientasi pada pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan, perlu pula
manajemen perencanaan yang relevan dengan kemampuan masyarakat mengakses
perkembangan pembangunan.
85 Misalnya persekutuan ‘anak cucu marlou’ atau persaudaraan empat marga, masing-masingBakarbessy (Waai) dengan marga Tawainella, Ohorela dan Umarella di Tulehu.
86 Dalam nomenklatur Pemerintah pada Kementrian Sosial, disebut sebagai ‘Suku Terasing’.87 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.
-
48
Dalam rangka itu, peran klasis sangat vital untuk mengkoordinasi irama
pertumbuhan pelayanan untuk merangsang pertumbuhan jemaat melalui mekanisme
kemitraan antarjemaat dalam klasis atau dengan klasis di kawasan tumbuh cepat.
Itulah sebabnya dokumen perencanaan gereja harus juga menjadi dokumen
konsensus dengan stakeholders lain dalam masyarakat.
Di samping kawasan tumbuh cepat dan tumbuh lambat dalam konteks wilayah
pelayanan GPM, muncul pula konsep baru tentang kawasan terluar/perbatasan.
Banyak jemaat-jemaat GPM berada pada kawasan terluar/perbatasan NKRI seperti
jemaat-jemaat di Klasis Pulau-pulau Aru, MTB, MBD, Ternate yang kini diberi
perhatian khusus oleh pemerintah dalam bentuk intervensi program pengembangan
kawasan perbatasan.88
3.2 Pemetaan Oraganisasi
3.2.1 Struktur/Pola Organisasi GPM
Pada bagian ini akan dijelaskan realitas struktur organisasi dan wilayah
pelayanan sebagai pemahaman umum dalam menentukan prioritas pelayanan GPM
2015-2025. Sesuai Tata Gereja GPM Bab VI Pasal 16, maka perangkat kepengurusan
gereja adalah:
a. Perangkat Kepengurusan Jemaat
b. Perangkat Kepengurusan Klasis
c. Perangkat Kepengurusan Sinode
Dalam sistem perencanaan, setiap perangkat kepengurusan adalah unsur
kelembagaan yang di dalamnya terdapat Badan Pembantu Pelayanan Gereja dan
88 PIP/RIP GPM 2016-2025.
-
49
secara teknis bertugas untuk menjalankan program pelayanan gereja sebagai
implementasi amanat panggilan dan pelayanan GPM.
Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur sinode diatur di
dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1, sebagai berikut:89
1. GEREJA adalah Gereja Protestan Maluku, yang disingkat GPM.
2. SINODE adalah badan pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang
kepemimpinan Gereja Protestan Maluku.
3. MAJELIS PEKERJA LENGKAP SINODE, selanjutnya disebut MPL Sinode
adalah badan pengambilan keputusan di bawah Sinode.
4. MAJELIS PEKERJA HARIAN SINODE, selanjutnya disebut MPH Sinode
adalah majelis pelaksana harian pelayanan dalam Gereja Protestan Maluku.
5. MAJELIS PERTIMBANGAN MPH SINODE, selanjutnya disingkat MP MPH
Sinode adalah penasehat Majelis Pekerja Harian Sinode GPM.
6. PIP/RIPP adalah ketetapan gereja yang memuat pola pengembangan pelayanan
dan seksi-seksi pelayanan Gereja.
7. SEKRETARIAT UMUM, adalah unsur staf perangkat pelaksana dari Majelis
Pekerja Harian Sinode yang dipimpin oleh Sekretaris Umum.
8. DEPARTEMEN, adalah unsur pelaksana program-program MPH Sinode yang
berada di bawah koordinasi Sekretaris Umum.
9. BADAN NON DEPARTEMEN, adalah unsur pembantu dari Majelis Pekerja
Harian Sinode yang setingkat dengan Departemen, dibentuk oleh Majelis
Pekerja Harian Sinode untuk menangani seksi-seksi tertentu yang
89 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan TugasKelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1.
-
50
kedudukannya dapat bersifat sementara atau permanen di bawah koordinasi
Sekretaris Umum.
10. BAGIAN berkedudukan sebagai pelaksana teknis di lingkungan sekretariatan
Sinode.
11. SUB BAGIAN adalah sebagai pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah
bagian.
12. BIRO adalah bagian dari Departemen dan merupakan unsur staf untuk
pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur klasis
diatur di dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1,
sebagai berikut:90
1. KLASIS adalah kesatuan wilayah pelayanan GPM yang meliputi sejumlah
jemaat yang terbentuk sebagai respons gereja terhadap tantangan geografis
demi memperlancar penyelenggaraan pelayanan gereja.
90 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan TugasKelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1.
Gambar 3. Struktur Sinode
-
51
2. PERSIDANGAN KLASIS adalah badan pengambilan keputusan tertinggi
dalam jenjang kepemimpinan gereja di tingkat Klasis.
3. MAJELIS PEKERJA KLASIS selanjutnya disingkat MPK adalah majelis
gerejawi yang berkedudukan di bawah Persidangan Klasis.
Secara garis besar berdasarkan pola organisasi GPM, struktur Klasis diatur di
dalam peraturana organiasi, BAB I ketentuan umum, pasal 1, sebagai berikut:91
1. JEMAAT adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, pada
suatu tempat dan lingkungan secara territorial dan transteritorial tertentu dalam
wilayah pelayanan GPM.
2. PERSIDANGAN JEMAAT adalah badan pengambilan keputusan tertinggi
dalam jenjang kepemimpinan gereja di tingkat Jemaat.
91 Peraturan Organik, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Pola Organisasi Dan TugasKelembagaan GPM, Ketentuan Umum, pasal 1.
Gambar 4. Struktur Klasis
-
52
3. JEMAAT TERITORIAL adalah persektuan orang-orang percaya kepada Yesus
Kristus ada suatu lingkungan pelayanan jemaat tertentu di dalam wilayah
pelayanan GPM.
4. JEMAAT KATEGORIAL adalah persekutuan orang-orang percaya kepada
Yesus Kristus yang didasarkan pada kategori tertentu di dalam wilayah
pelayanan GPM.
5. JEMAAT KHUSUS adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus
Kristus yang sejarah kelahirannya adalah sebagai hasil pekabaran Injil dari dan
kepada etnis Tionghoa di wilayah pelayanan GPM.
6. MAJELIS JEMAAT adalah adalah Badan Gerejawi yang berfungsi memimpin,
mengarahkan pelayanan gereja, memperlengkapi warga jemaat, dan yang
mewakili Jemaat berdasarkan Tata Gereja, Peraturan-peraturan dan Keputusan-
keputusan Gereja Protestan Maluku.
Gambar 4. Struktur Jemaat
-
53
Dalam Struktur Organisasi Badan Pembantu Pelayanan GPM terdapat unsur
pelaksana program Gereja seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Badan Pembantu Pelayanan ini melakukan tugas pelayanan gereja yang
diterjemahkan dalam bentuk program pelayanan pada Departemen, Bidang dan
Komisi Pelayanan. Sesuai dengan Tata Gereja dan Peraturan Pokok tentang Sinode,
Klasis dan Jemaat, maka setiap badan pembantu pelayanan terkoordinasi di bawahh
Sekretaris Umum, Sekretaris Klasis dan PHMJ. Karena itu Badan Pembantu
Pelayanan melakukan secara teknis seluruh program gereja sebagai penjabaran PIP-
RIPP GPM.
Dalam logika perencanaan, setiap Departemen, Bidang dan Komisi Pelayanan
harus memiliki dokumen operasional program yang sama sebagai implementasi PIP-
RIPP. Karena PIP-RIPP memberi roh ke dalam perencanaan secara bersama walau
pada level organisasi yang berbeda.
Gambar 5. Struktur organisasi Badan Pembantu Pelayanan GPM.Sumber: Salinan Ketetapan Hasil Persidangan XXXV Sinode GPM, 2005.
-
54
Pada logika itulah perlu didefinisikan secara tegas karakteristik program
strategis pada aras sinode, program koordinatif pada aras klasis dan program
implementatif pada aras jemaat.92
3.2.2 Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk PenyelenggaranPelayanan (PIP/RIPP)
Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Penyelenggaraan Pelayanan (PIP-
RIPP), diatur dalam peraturan organisasi, tentang sinode, sebagai berikut:
Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk PengembanganPelayanan selanjutnya disebut PIP-RIPP adalah garis-garis besarkebijakan pelayanan 10 (sepuluh) tahunan.93
Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan (PIP-
RIPP) Gereja Protestan Maluku (GPM) mulai dipolakan pada tahun 1983 sebagai
respons GPM terhadap kehidupan bergereja yang makin dinamis di kepulauan
Maluku, di mana gereja merasa perlu ada sebuah perencanaan strategis.94
Muncul dalam waktu itu apa yang dikenal dengan Sentralisasi Visi95 dan
Desentralisasi Prakarsa. Konsep itu merupakan cara pandang GPM tentang
perencanaan pelayanan gereja, di mana perencanaan umum dalam hal ini PIP-RIPP,
merupakan kaidah penuntun atau visi sentral, yang selanjutnya dijabarkan dalam
bentuk program pelayanan di tiap Badan Pembantu Pelayanan Gereja pada aras
sinode, klasis dan jemaat (desentralisasi prakarsa).
92 Hal ini akan dijelaskan dalam Bab III PIP/RIP GPM 2016-2025.93 Peraturan Pokok, GEREJA PROTESTAN MALUKU, Tentang Sinode, Ketentuan Umum,
pasal 1, point k.94 PIP/RIP GPM 2016-2025, BAB I.95 Sentralisasi Visi dan Desentralisasi Prakarsa gagasan menjebatani orientasi pelayanan
berbasis Visi besar GPM dalam 10 tahun rencana yang berbasis pada permasalahan jemaat, sekaligusjemaat memiliki ruang untuk menentukan arah dan kebijakan pelayanan berdasarkan kebutuhanjemaat sebagai prakarsa jemaat bersarkan pemasalah jemaat.
-
55
Sejalan dengan pemberlakuan rencana strategis terjadi perubahan siklus
persidangan gereja sejak tahun 2012, di mana rangkaian persidangan dilakukan mulai
dari Sidang Jemaat, Sidang Klasis, Sidang MPL dan Sidang Sinode GPM seperti
yang digambarkan pada gambar 6 di bawah ini:
Perubahan seperti yang digambarkan pada gambar. 6 berimplikasi pada
penetapan dokumen perencanaan yang lebih simultan dan dapat dijadikan acuan
bersama secara merata pada semua Badan Pembantu Pelayanan di semua jenjang
pelayanan GPM.
Gambar 6. Rotasi Sidang Gerejawi GPM
-
56
3.3 GPM Dalam Lintasan Sejarah: Era Kolonial dan Kemandirian, dalamkonteks Maluku dan Indonesia
3.3.1 Pengaruh Calvin dalam Gereja Protestan Hindia Belanda: GerejaNegara
Agama Kristen yang masuk dan diterima merupakan agama yang datang dari
daratan Eropa. Sebagai agama import, di bawa oleh orang Portugis dan Belanda pada
abad 16 dan 17. van den End menyebutkan, agama Katolik yang dianut oleh Portugis
dalam abad pertenagahan bersifat hirarkis. Kaum awam tidak memiliki suara dalam
gereja. Mereka berada di bawahh imam-imam, dan imam di bawah paus.96 Dengan
begitu gereja mempunyai struktur organisasi yang rapih. Hal ini memungkinkan
sebuah penyelenggaraan misi berjalan baik, bahkan untuk membangun keseragaman
dalam ibadah-ibadah.97
Kedatangan Potugis dan Belanda memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
melakukan monopoli dagang di daerah Asia, termasuk Indonesia. Perjalanan dan
proses yang panjang dilakukan oleh Portugis dan Spanyol, kemudian hari, di usir
oleh Ternate sebagai basis Islam. Hal ini bukan kebetulan, tetapi sesungguhnya
dipengaruhi paham tempat asal mereka. Orang-orang Portugis dan Spanyol pada
abad pertenagahan hanya mengenal dua agama, yaitu agama suku dan agama Islam.
Pengetahuan semacam itu diperkuat dengan pengalaman sejarah yang panjang,
setelah berabad-abad lamanya dijajah oleh Islam.98 Katolik dalam pandangan dan
pengalaman di Barat, memiliki hubungan yang erat dengan gereja. Mereka merasa
96 Bagian ini menjadi penting untuk melihat perbandingan Katolik dan Protestan ketikamemutuskan untuk otonom dari negara. Paham yang sangat erat dipisahkan oleh Protestan sebagaigereja mandiri, sehingga lebih bersifat teritori, sedangkan Katolik tetap mempertahankan pengaruhhirarki sebagai gereja bermental negara, dalam komando tepusat.
97 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1985), 22.
98 Ibid, 24.
-
57
terpanggil untuk mepertahankan agam Kristen Katolik. Yang harus dihadapi adalah
Islam dan juga agama suku sebagai agama kafir.
Secara bersamaan dengan kehadiran Portugis dan Spayol, orang-orang Belanda
(VOC) pun membawah Protestan, walapun sama-sama Kristen, tetap terjadi
perlawan dari Portugis. Alasan dibalik itu, adalah reformasi yang telah terjadi
menghapus ordo-ordo kebiaraan, yang turut melemahkan hubungan gereja dan
negara pada saat itu.99 Walupun begitu, Protestan pun sama, dalam pengertian ajaran
gereja Calvin yang mewajibkan negara untuk mempertahankan iman dan melakukan
pekabaran Injil.100
Tahapan ini penting untuk dilihat. Pengaruh besar yang terjadi atas gereja
bukan semata-mata persoalan politik dagang (ekonomi), imprealisme, imprealisme,
tetapi agama, politik dan ekonomi saling berkelindang dalam satu dinamika global.
Pengaruh terhadap pewarisan gereja setelah VOC bukan hal baru, tetapi merupakan
sebuah pewarisan yang disebabkan oleh paham agama yang di bawa dari daerah
Eropa.
Secara historis, keberadaan GPM sangat dipengaruhi kolonialisme atas
Indonesia, Maluku pada khususnya. Sebagai daerah rempah-rempah, terutama
cengkeh pada zamannya, Maluku memiliki daya pikat untuk diperebutkan oleh
bangsa-bangsa besar Eropa—Portugis dan Belanda sejak abad ke 16-17.101
99 Ibid, 25.100 Ibid, 27.101 Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan
Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat (Salatiga: Universitas SatyaWacana Pres, 2015), 2.
101Ibid, 56..
-
58
Embiro perkembangan GPM tidak bisa ditelusuri semata-mata dari latar
belakang Gereja Protestan di Indonesia pada zaman Hindia-Belanda saja. Awal
pekembangannya harus ditarik ke abad ke-19, sampai reorganisasi tahun 1935
sebagai era kemandirian GPM dalam perjalananya.102 Namun demikian, tidak hanya
GPM satu-satunya gereja dari hasil pekabaran Injil gereja protestan, ada Minahasa
dan Timor yang menjadi bagian dari perjalanan gereja protestan pada massa itu.103
Sejak tahun 1814, Josep Kam dan dua rekannya datang dari Belanda ke
Indonesia, dianggap berhasil dalam pekerjaan pengInjilan. Sebagai perutusan
Lembaga Pekabar Injil (NZG),104 setibanya di Indonesia, ia bekerja sejak zaman
VOC sebagai lembaga negara, yang telah lebih dahulu melakukan pekabaran Injil,
kemudian hari dinamakan sebagai Gereja Protestan di Indonesia pada zaman Hindia-
Belanda.105
Selain lembaga-lembaga PI yang melakukan Zendeling di sejumlah daerah,
perlu bagi kita melihat struktur dan cara kerja GPI, meninjau kembali kebijakan
pemerintah Hindia-Belanda dalam hal agama. Di bawah pengakuan Portugis dan
VOC sebagai pemerintahan Kristen, mulai mengalami perubahan sejak tahun 1800.
Sesudah VOC bubar pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai menerapkan
kebijakan baru dengan azas pencerahan sesuai dengan fenomena perubahan di Eropa
102Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2011), 47.
103 Jumlah Anggota GPI sekitar tahun 1815, kurang lebih 70.000 orang, di antaranya 50.000lebih orang Indonesia (Maluku Tenagah, Minahasa, Sangir dan NTT. Jumlah ini kemudian meningkatmenjadi 70.000 lebih pada tahun 1938....Ibid, 47.
104 Lembaga pengInjilan yang di maksudkan adalah Zendeling, merupakan istilah yangdigunakan untuk Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), sebagai lembaga misionris dariBelanda.
105 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1,…Ibid, 144.
-
59
saat itu.106 Negara tidak akan campur tangan lagi dalam soal-soal agama. Namun
demikian, cita-cita pencerahan tidak cocok dengan kepentingan penjajah (politik-
ekonomi).107 Akan tetapi, ada kenyataan yang tidak bisa ditinggalkan sebagai
pewaris dari kekuasaan VOC sebelumnya. Dalam situasi tertentu yang alami oleh
jemaat dan perlawanan Islam terhadap Hindia-Belada sebagai penjajah, maka
lahirlah kebijakan untuk menata jemaat-jemaat.108
Pada tahun 1844-1854, setelah Inggris mengembalikan derah jajahan
Indomesia kepada Hindia Belanda,109 terjadi penggabungan semua jemaat Protestan
di Indonesia menjadi satu badan, yang diberi nama sebagai GPI dengan ketetapan
aturan yang berlaku.110
Secara garis besar, peraturan-peraturan tersebut sebagi berikut:
Anggota GPI ialah semua orang Protestan. GPIdipimpin oleh suatu pengurus yang diangkat olehGubernur-Jenderal, berkedudukan di Batavia. Ketuaharus seorang yang menjabat pangkat tinggi dalam
106 Ada penekanan untuk melakukan pembedaan anatara dua istilah yang digunakan untukmenjelaskan fenomena perubahan Barat, yaitu “pencerahan” dan reformasi. Istilah “pencerahan”digunakan oleh para sejarawan untuk menjelaskan zaman-zaman sejarah umat manusia pada masa“renaisance”. Penggunaan istilah “reformasi” umum dimaksudkan sebagai kesan terhadap sesuatuyang terjadi dengan Kekristenan di Eropa Barat. Kedua istilah tersebut memang berbeda, akan tetapisama-sama digunakan sebagai penanda atas peristiwa penting yang terjadi. Kalau demikian, makarujukan tahun terjadi pembubaran VOC pada tahun 1799, masuk pada abad ke-18. Artinya,pencerahan yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan reformasi gereja di Eropa Barat. Alister EMcGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, terj, Liem Sien Kie (BPK.Gunung Mulia: Jakarta, 1999), 2.
107 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, Ibid,145.108 Tahapan perubahan kebijakan Pemerintah Hindia-Belanda terkait dengan kondisi, tidak
sesuai dengan azas reformasi yang dibawa dari Eropa dengan keadaan jemaat-jemaat yang telahdiasuh oleh VOC sebelumnya. Hal ini membuat pemerintah Hindia-Belanda tidak konsiten sesuaidengan semangatnya. Yang perlu dilihat adalah dampak perubahan dari kebijakan selanjutnya.
109 Dikatakan oleh Lockher, pada tahun 1816 Belanda menerima kembali kekuasaan atasIndonesia dari tangan Inggiris, menurut UU Dasar Belanda tahun 1815, Raja berdaulat penuh atasjajahan-jajahan negaranya. Raja berkeinginan untuk menyatuhkan gereja-gereja menjadi satu sebagaicita-cita yang tidak bisa dilaksanakan di Belanda. Ini sebagai wujud pengabdian di bidang gerejawi,tetapi sayangnya tidak begitu membuakan hasil. Dr. G.P.H Locher, Tata Gereja Protestan DiIndonesia, (Bpk. Gunung Mulia: Jakarta, 1995), 44.
110 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1, Ibid, 146.
-
60
apartur negara. Pengurus lainnya ialah pendeta-pendeta jemaat protestan.111
Selain jabatan struktural, ada juga aturan tugas pokok gereja:
Tugas gereja ialah “memelihara kepentingan agamaKristen pada umumnya dan Gereja Protestan secakhusus”, “menambahkan pengetahuan religius danmemajukan kesusilaan Kristen”, dan memupukcintah kasih kepada pemerintah dan tanah air.112
Hirarki kepengurusan terdiri atas; ketua (president) dan khusus pendeta di
Batavia, satu wakil ketua (vice precident), satu sekretaris (secretaris), dan tiga orang
anggota (leden) dari Gereja Protestan di pusat (Batavia).113 Kepengurusan gereja
bekerja dengan keputusan raja sebagai legitimasi dengan surat keputusan (Koninklijk
Besluit) tertanggal 28 Oktober 1840 No. 57). Keputusan raja antara lain:114 hubungan
pengurus Gereja Protestan dengan komisi untuk urusan gereja-gereja protestan di
Hindia Belanda Timur dan Barat (Haagsche Commisie), berpusat di Den Haag, harus
dilakukan di bawah pengawasan Gubernur Jenderal.115
Kepengurusan gereja mulai melaksanakan tugasnya dengan menerapkan sistem
pelayanan gereja berdasarkan hirarki pemerintahan gereja yang berlaku. Dalam
melakukan tugas, pengurus gereja negara merupakan pelaksana dari instruksi
pemerintah. Tugas wajib harus dilakukan, yaitu berhubungan dengan pemerintah
Belanda melalui surat menyurat menyangkut perkembangan gereja yang berlangsung
di Hindia Belanda.116
111 Ibid,.112 Ibid,.113 Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan
Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat...........Ibid, 3.114 Raja yang dimaksudkan adalah Raja Willem I.115 Ibid,.116 Ibid,.
-
61
Wewenang Gubernur Jenderal mengangkat anggota-anggota Kollegie (Dewan)
pengurus Gereja Protestan di Hindia Belanda sesuai dengan peraturan raja. Pengurus
gereja pengurus gereja (Kerbestuur), mengangkat Majelis Gereja yang akan dipilih
oleh warga jemaat, tetapi tidak terlepas dari pengawasan kepengurusan gereja.117
Suasana gereja dalam kendali pemerintah sangat terasa dalam kehidupan
bergereja di Maluku. Dengan pusatnya di Ambon, gereja di Maluku menerapkan pola
bergereja dalam model sentralisasi sebagai satu kesatuan dalam Indische Kerk.
Semua aktivitas gereja berpusat pada Majelis Gereja di kota Ambon yang bertangung
jawab kepada Pengurus Gereja di Batavia.118 Bukti yang menunjukkan sentralisasi
dan pengawasan ini, yaitu pada tahun 1891 Residen Amboina mengeluarkan
keputusan kepada pendeta pribumi,119 C Habibu, di Soya untuk mengarahkan atau
memperhatikan kesusilaan orang-orang Kristen setempat.120
GPI yang bekerja bekerja sama dengan NZG memutuskan hubungan kerja
sama pada tahun 1984. Namun demikian, tenaga Zendeling masih tetap dipakai.
Mereka diberi status resmi sebagai tenaga pekerja GPI untuk tugas pendeta
pembantu. Perubahan ini membawah dampak yang cukup besar, selain para
misionaris yang tertampu, tetapi juga gagasan tentang “perhatian tehadap orang-
orang Indonesia secara tersendiri”, sehingga secara resmi pada tahun 1867 penyedian
117 Ibid, 4.118 Ibid,.119 Pendeta Pribumi merupakan terjemahan inlands leraar. Terjemahan harafihanya ialah:
“guru pribumi”, namun kami “pendeta pribumi” untuk mencegah salah paham seakan-akan inlandslearaar itu seorang guru sekolah (kendati ada yang memang menjadi guru sekolah). Terjemahan guruInjil tidak akan salah, karena merupakan istilah GPI, sedangkan Guru Injil merupakan tokoh serupadalam lembaga-lembaga Zending. Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja diIndonesia 2. Ibid, 3.
120 Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh danBebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat...........Ibid, 4.
-
62
tenaga khusus orang-orang Indonesia termasuk di Maluku. Kebijakan ini yang
menjadi peluang berdirinya Gereja Protestan Maluku (GPM) pada tahun 1935.121
Van den End menyebutkan istilah “Maluku” berkaitan dengan sejarah GPM harus
mengingat beberapa hal, sebagai berikut: 122
1) Gereja Protestan di Maluku sampai 1935 merupakan gereja negara. Karena
itulah, batas wilayah gereja bertindih dengan batas-batas administratif
pemerintah. Daerah sebelum tahun 1866 dan sesudah 1926 disebut
“Gubernemen Maluku”, lebih luas dari propinsi yang sekarang. Lebih luas,
mencakup daerah Papua Barat dan Papua Barat, juga daerah Minahasa.
2) Tidak semua juga daerah batas resort pendeta Ambon bertindih dengan batas
wilayah administrasi negara. Dalam abad ke-20, daerah Ternate termasuk
resort Manado, dan pulau-pulau Barat daya dari Wetar sampai Sermata
digabungkan dengan Resort Kupang.
3) Di bidang ekonomi, Maluku telah kehilagan kedudukan yang ditempati daerah
itu dalam abad-abad sebelumnya. Pada Zaman Hindia Belanda, daerah pusat
ialah pulau Jawa dan Sumatera; Maluku telah menjadi daerah pinggiran. Hanya
Banda, Ambon, dan pulau-pulau Lease (khusus Saparua) tetap merupakan
pusat penting.
Setelah perkembangan organisasi gereja di Maluku, ada beberapa faktor yang
turut menentukan perkembangannya:123 1). GPI makin banyak mencurahkan
perhatian pada pemerliharaan anggotanya yang berkebangsaan Indonesia. 2).
Sekolah dipisahkan dari gereja, sehingga guru-guru sekolah tidak bisa lagi
121 Th. van den End dan J Weitjens, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2,....64122 Ibid, 62.123 Ibid, 65.
-
63
merangkap guru jemaat. 3). Sejak tahun 1890-an, wilayah GPI di Maluku bertambah
luas dan jumlah anggota jemaatnya di daerah mulai semakin besar.
Hubungan antara gereja dan negara sebagaimana Portugis dan Belanda sejak
awal tidak dapat dipisahkan dengan alasan ekonomi dan politik, bahkan secara
mentalitas. Selain itu sangat dipengaruhi ajaran gereja sendiri. Pewarisan terjadi
sampai pada zaman Hindia-Belanda. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pengaruh
global menyentuh secara langsung. Artinya, perubahan paham hubungan gereja dan
negara di Barat belum benar-benar berdampak perubahan sampai pada zaman
Hindia-Belanda, gereja tetap sangat bersifat hirarki dan terpusat.124
Gejolak besar sebelum terjadinya keinginan menjadi gereja mandiri, pengaruh
global dari revolusi Prancis telah terjadi di Nederland.125 Pengaruh ini disebutkan
dipengaruhi oleh pemikiran Free-mason.126 Tidak ada penjelasan tentang seperti apa
124 Tantangan itu datang dari keinginan Raja Willem ingin mempersatukan semua gerejaProtestan. Awalnya gereja di Hindia-Belanda merupakan cabang dari gereja di Nederland. Pada masaVOC pemisahan sudah dilakukan dengan mendirikan Deputat (kalsis dan sinode) Gereja HervormdNederland untuk urusan masalah di wilayah VOC, pemerintah mendirikan komisi untuk urusangereja-gereja protestan di Hindia-Belanda Timur dan Barat. Komisi diangkat oleh raja, jadi komisi inibukan komisi gerejawi. Hanya saja yang menjabat komisi tersebut adalah Sekretaris sinode am GerejaHervormd. Untuk lebih jelasnya tugas gereja, sinode am Gereja Hervormd meminta raja memberikanstatus gerejawi, agar permasalahan gereja di Hindia-Belanda Timur dan Barat diurus oleh gereja indukmasing-masing. Namun demikian, raja tidak menyetujuinya. Seandainya raja menyetujui, maka upayamenyatukan Gereja Protestan menjadi satu tidak akan terjadi. Upaya menjadikan gereja menjadi satuketika tahun 1853, Gereja Hervorm dan Lutheran dijadikan satu merupakan gagasan raja kemudiangagal, karena di luar gereja telah terbentuk jemaat-jemaat baru sebagai hasil karya Zendeling. G.P.HLocher, Tata gereja Protestan di Indonesia, terj. Jonthans dan Evie Item, (Bpk Gunung Mulia:Jakarta, 1995), 40.
125 Pengalihan pemerintahan Hindia-Belanda di masa pemerintahan Herman Willem Daendels,tahun 1808-1811. Hal ini terkait dengan kemerosotan sosial berkepanjangan, sehingga Inggris berhasilmerebut pulau jawa di bawahh kekuasaan Letnan Gubernur Thomas Raffles, Pada tahun 1811 Rafflesdiangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahanketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis. Kemudian pada tahun 1815dikembalikan kepada Belanda, setalah terjadi perdamaian di Eropa pada akhir perang Napoleon. Th.Stevens, Tarekat Mason Bebas di Hinida Belanda dan Indonesia 1764-1962, (Pustaka Sinar Harapan:Jakarta, 2004), 50-52.
126 Secara harafiah istilah free mason berasal dari dua suku kata, Free artinya bebas, Masonberasal dari bahasa Prancis yaitu Macon, artinya tukang batu. Nama ini merupakan nama kelompokasosiasi (organisasi rahasia). Tujuannya adalah berpihak kepada sesama manusia (philanthropic) dan
-
64
pengaruhnya, tetapi bahwa ide gereja harus mandiri telah tejadi seiring dengan
perubahan pemerintahan di Belanda sejak raja Willem I.127 Hal ini dilakukan dengan
upaya pemisahan secara administratif dalam upaya reorganisasi.128 Terjadi proses
tarik menarik yang panjang dan tidak mudah dalam waktu singkat untuk mandiri
dengan alasan hubungan gereja dan negara telah membudaya dan pertimbangan
jemaat-jemaat belum proaktif untuk memelihara pelayanan.129
3.3.2 Perjuangan Awam dan Gereja, Menuju Kemandirian GerejaProtestan Di Maluku, 6 September 1935
Dalam catatan penelitian F. Ukur dan F. L Cooley perlu dipaparkan tentang
perkembangan gerakan oikumenis dan nasionalisme. Dua tahapan ini penting untuk
melihat gereja di Indonesia lebih khusus juga gereja di Maluku dalam konteks
nasional menuju kemandirian gereja dan kemerdekaan 1745.
Perkembangan Hindia-Belanda pada abad ke-19 sampai abad awal abad ke-20
mengakibatkan jemaat-jemaat Protestan di Indonesia bermunculan secarah terpisah-
pisah dalam konteks suku-suku di daerah. Tidak aneh bahwa GPM pun menjadi
bagian dari gereja suku atau teritorial.
progresif. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok persaudaraan. Berdiri di Inggris sekitar abad16-17, tepatnya pada tahun 1717. Vicomte Leon De Poncins, Freemasonry and Judaism: SecretPower Behaind Revolution, (Omni/Christian Book Club: France, 1996), 21-22.
127 Dikatakan, Mason Bebas di Hindia Timur (Indonesia) sudah ada sejak tahun 1756. Th.Stevens, Tarekat Mason Bebas di Hinida Belanda dan Indonesia 1764-1962...Ibid,. 13.
128 G.P.H Locher, Tata gereja Protestan di Indonesia, terj. Jonthans dan Evie Item.....Ibid,. 50-53.
129 Aksentuasi lain dari kemandirian telah terjadi sejak tahun 1854. Pemerintah Belanda yangmemiliki pengaruh langsung terhadap negera jajahanya, melalui sidang parlemennya menyatakankeinginan tidak berkuasa atas Gereja Hervormd atau gereja lain mana pun yang terdapat di Hindia-Belanda. Sejak saat itu pihak Nederland maupun Indonesia berulang kali melakukan kemandirianlebih besar kepada Gereja Protestan. Gereja Protestan di Indonesia sendiri rupanya belum benar-benarsiap. Hal ini didukung oleh ketetapan Regeeringsreflement vor Nederlandsch-Indie (PeraturanPemerintah untuk Hindia Belanda). Dalam pasal 122, menyatakan bahwa tidak ada perubahanterhadap kepengurusan Gereja Kristen yang ada, kecuali dengan persetujuan pihak, yakni Raja danPengurus Gereja....Ibid,. 50.
-
65
Dasawarsa ketiga dalam abad ke-20, jemaat-jemaat masih berserakan sebagai
sebagai hasil penyebaran Injil, sebelum menjadi gereja yang berdiri sendiri. Baru di
tahun tiga puluhan terjadi penyatuan jemaat-jemaat menjadi gereja-gereja mandiri
dengan tata gereja dan liturginya dan nyanyiannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan dan telah mempengaruhi serta mendorong
percepatan proses kemandirian, yaitu:130
1) Pengaruh pergerakan oikumene
Sejak permualaan abad ke-20 telah lahir suatu pergerakan oikumene yang
modern, sebagai hakekat melaksanakan pembaharuan dan kesatuan dalam dukungan
gereja-gereja di seluruh dunia. Selain itu, perkembangan pemikiran oikumenis telah
merubah pemahaman dan pandangan pekabaran Injil, sehingga badan-badan
pekabaran Injil berubah menjadi daerah-daerah pekabaran Injil yang membentuk
gereja sendiri.131
2) Pengaruh pergerakan kebangsaan
Penggalangan pergerakan nasional yang tercetusnya Budi Utomo di tahun
1908. Inti pergerakan ini adalah kemerdekaan dan persatuan Indonesia.132
130 F. Ukur dan F. L Cooley, Jerih dan Juang: Laporan Nasional, (Lembaga Penelitian danStudi DGI: Jakarta, 1979), 496-497.
131 Gerakan Oikumene ini sendirinya masuk dari kalangan Zendelingsconsulaat Batavia. Salahsatu kegiatannya adalah melakukan penginjilan di kalangan mahasiswa. Terutama pada tokoh-tokohbekas Nederlandsche Christien Studenten Vereniging (NSCV). Oikumene sering diartikan sebagaiavision that commits atau suatu kesadaran yang bertangungjawab. Oikumen secara latin diartikansebagai “dunia yang dihuni manusia”, tetapi kemudian mendapat arti teologis. Organisasi ini terbentukpada tanggal 29 Agustus 1926 di Jakarta. Lihat..Kewarganegaraan yang bertangungjawab:Mengenang Dr. Johannes Leimena, 9-10.
132 Tentang pergerakan Budi Utomo, sebagian besar adalah parah kaum bangsawan yangmemiliki latarbelakang pendidikan Belanda, dan bergabung bersama kelompok free mason padaZaman Hindia-Belanda. Tokoh pendiri sekaligus pemimpin organisasinya, yaitu: Dr. RadjimanWedyodiningrat, Mas Boediardjo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, Pangeran Ario Notodirodjo dan Dr.Soetomoigus. Merekalah yang membawahkan ide-ide nasionalisme di dalam pidato-pidato dalammomen pertemuan organisasi dan aktif membangun lembaga-lembaga studi untuk kepentinganpribumi. Lihat: Artiwijaya, Gerakan Theosofi di Indoensiea: Menelusuri Jejak Aliran Kebatinan
-
66
Sejak penjajahan Portugis, kemudian sampai pada masa peralihan kekuasaan
dari Inggris kembali ke Belanda, orang-orang pribumi (di Jawa dan Maluku)
sebenarnya sudah memiliki keterlibatan dalam militer. Orang pribumi juga diizinkan
menikmati pendidikan dari bangsa barat (kolonial), khusus kristen untuk
memperkuat gereja Calvinis.
Unjung tombak gerakan oikumenis dan pergerakan nasionalisme sebenarnya
terletak pada tokoh-tokoh yang telah menikmati pendidikan Belanda. Tidak disadari,
bahwa pemerintah Belanda memberi izin kepada warga pribumi menikmati
pendidikan merupakan kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Ini terlihat dari
gencarnya perlawanan para tokoh intektual Indonesia, yang sudah memahami konsep
Barat tentang “demokarsi dan persamaan” sebagai senjata perlawanan.133
Peralihan abad ke-20, para intelektual Maluku di Jawa merasa sehati-sepikir
dengan gerakan nasionlis yang baru muncul dalam iklim politik yang berubah. Orang
Ambon yang terdidik ini termasuk yang pertama menyadari bahaya yang
ditimbulkan karena terlalu dekat dengan hubunganya dengan Belanda.134
Di Ambon, perlawanan aktif terjadi sejak 1910-1920-an. Awal pergerakan ini
tidak bersifat anti terhadap Belanda atau juga sebagai nasionalis Indonesia atau
Ambon yang berjuang untuk kemerdekaan. Gerakan ini tidak loyal kepada
pemerintah Hindia-Belanda, tetapi bercita-cita memperjuangkan persamaan hak dan
ras sebagai manusia secara damai, sebagai kelompok non-politik.135
Yahaudi sejak Zaman Hindia Belanda hing era Reformasi, (Pustaka AL-KAUTSAR: Jakarta, 2010),161.
133 Dieter Bartels, Di bawahh Naungan Gunung Nunu Saku: Muslim Kristen Bedampingan diMaluku Tenagah Jilid II, terj. Frans Rijoly, (Kepustaan Populer Gramedia: Jakarta, 2017), 652.
134 Ibid,.135 Ibid, 653.
-
67
Organisasi-organisasi pergerakan sebenarnya telah mucul di Ambon pada
tahun 1909, yaitu: Ambonsch Studiefonds (Dana Beasiswa Ambon), yang didirikan
oleh Dr. W.K. Tehupeiory. Tujuannya adalah untuk menggalang dukungan finansial
bagi para pemuda Ambon Kristen yang akan melanjutkan studi di Hindia-Belanda
atau Eropa.136 Kemudian muncullah sejumlah generasi kedua yang berpandangan
Nasionalis, seperti Dr. J.B Sitanala137, ahli penyakit lepra, dan Johanis Latuharhary,
seorang ahli hukum yang kemudian menjadi gubernur pertama Propinsi Maluku.
Keduanya belajar di Leiden-Belanda, dan aktif terlibat dalam organisasi Mahasiwa
Nasionalis yaitu Perhimpunan Indonesia.138
Dari embiro perjuangan para kaum intelektual ini, munculah tokoh-tokoh
nasional Maluku lainnya, seperti A.J Patty yang mendirikan Sarekat Ambon, sebagai
partai politik Ambon. Tujuannya untuk memperjuangkan kepentingan moral dan
matreial rakyat Ambon dan ekonomi. Kelanjutan sarekat ini di pimpin oleh Johanis
Latuharhary, Dominggus Ajawaila dan E.U. Pupella. Muncul Dr. G. A Siwabessy,
yang aktif membangun asosiasi budaya, dan produktif memproduksi drama Maluku,
asosiasi ini di bangun di Pulau Jawa.139 Pergerakan mereka, sampai pada pendudukan
jepang, dan kemerdekaan Indonesia.
Dalam catatan Leirissa, ada juga organisasi Yong Ambon (biasa disebut Jong
Ambon), yang terbentuk pada tahun 1917, oleh pelajar Stovia. Ketua pertamanya
adalah Stoviaan J. Kayadu, yang juga menjadi anggota Sarekat Ambon. Tahun 1924,
136 Ibid,.137 Dr. J.B Sitanala menjadi tokoh pendidikan di Maluku, berjasa mendirikan Univesita
Pattimura (UNPATI) dan Pendidikan YPPK, Gereja Protestan Maluku. Kini nama Sitanala menjadiabadi di dalam dunia pendidikan milik pemerintah dan swasta di Maluku.
138 Ibid, 654.139 Ibid, 154-159.
-
68
muncul juga Vereninging Amboneshe Studenten (VAS), Toule Salehuwey menjadi
ketuanya. Tokoh kedua kedua yang muncul adalah, Rechts Hogeschool (RHS), yang
meneruskan tradisi lama, yaitu persepakbolaan.140 Organisasi lainyang disebut juga,
yaitu: Moluks Politiek Verbond, yang diketuai oleh Dr. Tehupeiory, dan Dr. Apituley
adalah wakilnya.
Berikutnya muncul tokoh-tokoh sepeti Dr. Johannes Leimena pendiri GMKI,
berkaitan dengan kehadiran Mahasiswa Kristen di Indonesia, sebagai akibat dari
masuknya gereja Protestan. Johannes Leimena sangat menjiwai kedua pemikiran
antara oikumene dan nasionalisme, yaitu agama Kristen gerakan oikumene dan
nasionalisme yang disadarinya sejak mahasiswa. 141
Di kalangan orang Maluku, keinginan untuk berdiri sendiri setelah gereja
sudah timbul berbarengan dengan gerakan nasional. Ada keinginan untuk berdiri
sendiri terlepas dari perwalian Pengurus di Batavia. Pada sidang raya I, dilakukan
dalam rangka berkumpulnya wakil-wakil dari berbagai jemaat pada pertama kalinya.
Prakondisi dan tahapan penting kemandirian GPM, berbarengan juga dengan
kesiapan sumber daya manusia (SDM), yang disiapkan sendiri sejak zaman VOC.
Dengan perubahan di Prancis, kebijakan ini terhenti di masa kepemimpinan Dandels
sebagai gubernur jenderal.
Kehadiran Zending sejak 1864, ini adalah tahapan penting sebagaimana cerita
tentang keberhasilan Josep Kam. Dalam tuntutan kebutuhan pelayanan jemaat-jemaat
di Maluku, pada tahun 1870 pemeritntah mengeluarkan keputusan untuk mengangkat
140 Kewarganegaraan Yang Yertangungjawab, biografi Dr. Johannes Leimena yang ditulisOleh Drs. R.Z. Leirisaa, MA. 7.
141 Ibid, 12-15.
-
69
jabatan baru yaitu pendeta pembantu dan pendeta pribumi untuk jemaat-jemaat yang
berbahasa Melayu. Di tahap ini merupakan tahap di mana sumberdaya gereja dari
sumberdaya jemaat disiapkan.
Pendeta pembantu merupakan pejabat gerejawi baru yang melakukan tugas di
bawah pengawasan seorang pendeta, sekaligus menjadi ketua dari konperensi
pendeta-pendeta. Tugas mereka adalah untuk mengadakan ujian akhir bagi murid-
murid sekolah pendeta pribumi.142
Zendeling pada tahun 1835 mendirikan sekolah guru di Ambon, pendeta Kam
kemudian Roskott. Mula-mula sekolah di bawahh pengawasan pendeta-pendeta
zendeling, yang kemudian di percayakan kepada kepala-kepala desa. Yang dididik
bukan saja guru, tetapi juga pemimpin jemaat.143 Mula-mula maksud gereja untuk
mendidik pendeta pribumi adalah mereka di tempatkan langsung sebagai pemimpin
jemaat dengan hak untuk memberitakan firman dan melayani sakramen. Namun
demikian, sebelum pendeta pribumi diangkat sebagai pemimpin jemaat, ada
pergantian peraturan, di mana mereka menjalani tiga tahun dinas, baru bisa melayani
sakramen. Hak itu diberikan oleh Kerkbestur sesudah mendengarkan pendapat dari
perdikant-voorzitter dan pendeta-pedeta pembantu terkait.144
Pada akhir abad ke 19, pendeta-pendeta pembantu diperkenankan untuk
melakukan pekabaran Injil, malahan juga pendeta pribumi diberi izin untuk
menempati jemaat-jemaat baru, yang lahir dari hasil pekabaran Injil. Terutama pada
142 J.L.Ch Abineno, Garis-garis Besar HUKUM GEREJA, (Bpk. Gunung Mulia: Jakarta,1997), 110.
143 Ibid,.144 Ibid, 111.
-
70
pada pulau-pulau kecil seperti Aru, Selatan Daya.145 Keputusan terkait dengan masa
dinas untuk dipersiapkan melayani sakramen dipegang dengan baik sampai pada
tahun 1962 dalam Sidang Agung Gereja Protestan di Hindia-Belanda, setelah itu
sampai tahun 1935.
Munculah pemikiran Gereja Protestan di Maluku berdiri sendiri dari seorang
yang bernama Van Oostrom Soede. Walaupun demikian, keinginan dia adalah
mempertahankan sistem pemerintahan gereja yang hirarki. Orang-orang di Maluku
mendapat tempat lebih besar sebagai pemimpin gereja.146
Kebijakan Van Oostrom Soede mendapat perlawanan dari kelompok yang
bernama “Autonome Moluksche Kerk” (Perhimpunan Gereja Maluku Otonom).
Kelompok ini menganggap reorganisasi berjalan terlalu lambat dan keberatan
terhadap hiraki hubungan dengan GPI. Perlawanan ini sangat tajam, sampai GPI
meninggalkan Maluku.147
Pada tahun 1932, seorang pendeta, Van Herderden menyusun konsep tata
gereja bagi bakal GPM. Kemudian konsep itu dirundingkan dalam rapat-rapat resost
(sekarang klasis) dan kemudian dalam proto-sinode. Setelah naskah itu disetujui
Pengurus GPI, pada bulan September 1935 berkumpullah Sidang Sinode pertama
Gereja Protestan Maluku, dan GPM dinyatakan berdiri sendiri pada 6 September
1935.148
Dua hal yang mendasar dari perjalanan dan pengaruh kontes dalam era
kemandirian, berjalan bersama-sama dengan pengaruh yang saling menguntungkan,
145 Ibid,.146 G.P.H Locher, Tata gereja Protestan di Indonesia, terj. Jonthans dan Evie Item.....Ibid, 74-
75.147 Ibid,.148 Ibid,.
-
71
yaitu pengaruh pergerakan kemanusiaan, kesetaraan dan kemerdekaan, dari para
tokoh-tokoh terpelajar Maluku di Batavia. Sejalan dengan itu, gereja secara internal
telah berproses ke arah kemandirian dengan penyiapan sumberdaya gereja (internal),
yaitu pendeta. Keduanya saling terkait, karena basis sumberdaya bentukan oleh kaum
kolonial, sengaja maupun tidak, bahwa pendidikan (sekolah) telah menjadi solusi
bagi satu kemandirian, baik awam maupun pendeta di dalam gereja saat itu.
Membedakan kedua pergerakan ini menurut Antonio Gramsci, perkembangan
besar aktivitas dan organisasi pendidikan dalam makna di masyarakat yang
bergabung dari dunia abad pertenagahan adalah sebuah indeks kepentingan yang
diasumsikan dunia modern oleh fungsi-fungai sosial dan kategori intelektual. Dunia
modern berupaya untuk memperluas intelektual sebagai upaya melakukan
spesialisasi.149 Membentuk sumberdaya-sumberdaya sebagai kekuatan gereja.
3.3.3 Kemerdekaan Indonesia 1945, sampai GPM di tahun 1960.
Arena pertarungan tahun 1945 dikuasai oleh pergulatan antara diplomasi dan
pertarungan militer untuk mempertahankan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945 sebagai realisasi perjuangan yang telah terjadi dari seluruh rakyat Indonesia
dalam merebut kemerdekaan.
J.C.T Simorangkir menyatakan, barang siapa mempelajari sejarah pergerakan
atau sejarah politik di Indonesia, baik sebelum atau pun sesudah, pasti akan
menemukan nama-nama orang Kristen yang mengambil bagian dalam kelompok atau
perorangan. Nama-nama itu ditulis oleh M. Abednego, dalam bukunya suatu
149 Antonio Gramsci, Sejarah dan Budaya, terj, Ira Puspitoni, dkk (Narasi-Pustaka Promethea:Yogyakarta, 2017), 137-138.
-
72
partisipasi. Nama-nama itu antara lain: Latuharhary dan Leimena, dkk. Mereka
dikenal masyarakat Indonesia dan turut mengambil bagian di dalam Sumpah Pemuda
tahun 1928.150
Perkembangan di tanah Jawa, dua hari sebelum kemerdekaan Indonesia, Mr.
Latuharhary diangkat menjadi gubernur Maluku oleh BPKI.151 Latuharhary dikenal
di kalangan Pergerakan Nasional dan sidang-sidang BPKI gigih menghadapi
keingingan untuk mendirikan Negara Islam dan sistem otonomi, sistem federal bagi
wilayah Maluku.152
Latuharhari meskipun dalam aktivitasnya tidak pernah sampai ke Maluku,
tugas-tugasnya dikerjakan oleh Pupella. Kondisi ini disebabkan ia menjalani tugas
gubernurnya di Jakarta. Meskipun begitu, Latuharhary, aktif membimbing
kelompok-kelompok pemuda di sekitarnya (Angkatan Pemuda Indonesia-Maluku).
Mereka aktif didalam awal perjuangan, melalui surat kabar, pamflet yang
memperlihatkan orang Ambon mendukung republik Indonesia dan bersedia
mempertahankannya.153
Penyuaraan ini terdokumentasi didalam surat kabar Merdeka, 5 Oktober 1945,
antara lain:
Persekutuan pemuda Ambon membentuk barisan aktif sertamembantu barisan-barisan Indonesia lainnya untuk membeladan mempertahankan Pemerintah RI. Selanjutnya ditegskan didalam sikap pemuda Ambon ini bahwa Angkatan PemudaIndonesia Ambon berdaya upaya sekeras-kerasnya
150 R.M.S Gultom, dkk., Tangungjawab Warga Negara, (Bpk Gunung Mulia-Yayasan BinaDarma: Jakarta, 1992), 61-62.
151 John. Chr Ruhulessin, Mencari Cita Kemanusiaan Bersama: Pergulatanan Keambonan danKeindonesiaan, (Satya Wacana University Pres: Salatiga, 2016), 120.
152 Ibid,.153 Ibid, 120-121.
-
73
menginsafkan sebagian dari pada golongannya yangdipergunakan sebagai alat pihak Belanda.154
Pamflet-pamflet yang muncul sebagai komitmen kepada Negara Republik
Indoensia, tertanggal 6 Oktober 1945, menyatakan:
1. Kami orang Ambon bertanah air Indonesia.
2. Kami berjuang bersama-sama saudara-saudara lain, golongan bangsa Indonesia
untuk membela dan mempertahankan Republik Indonesia.
3. Kami tidak mau saudara-saudara kena tipu muslihat Belanda, maka itu kami
minta supaya:
a. Jangan saudara-saudari dipakai sebagai alat Belanda.
b. Bekas-bekas militer Belanda, almarhum dan juga yang sekarang
bekerja dalam tentara Belanda, janganlah menghalang-halangi
kemerdekaan Indonesia.
Ingat bahwa RI menjamin keselamatan Rakyat Indonesia pada umumnya dan
golongan Ambon pada khususnya. Siapa diantara saudara-saudara yang belum dapat
mengerti dan turut dengan cita-cita kita Indonesia-Ambon untuk membentuk
Indonesia merdeka, baiklah diam saja asal jangan turut Belanda.
Jika saudara-saudari tidak memperhatikan yang tersebut di atas, maka saudara-
saudara sendiri membawah bahaya atas 30.000 jiwa orang Ambon di Jawa dan
Madura. Atas nama Angkatan Pemuda Indonesia-Ambon-Jakarta. Ketua: N.
Tanasale Wakil: J. De Fretes, Penyurat: J. Patty155
Di Surabaya, para pemuda Maluku mempertahankan kemerdekaan, Mereka
bersama-sama dengan pemuda lain dengan perantaraan tokoh PRI (Pemuda Republik
154 Ibid,.155 Ibid, 121-122.
-
74
Indonesia) pada tanggal 24 September para pemuda Maluku yang beranggotakan
sekitar 150 orang, seperti: M Sapya, Telusa, Manuputty, Saimima, Waas, dipimpin
oleh G.A Siwabessy dan dr. Pattiradjawane.156 Pergerakan mereka untuk mewajibkan
anggota PRIM (Pemuda Republik Indonesia Maluku) menyarankan orang-orang
Ambon tidak ikut terlibat dalam perkelahian di situ dan tidak meluas di Surabaya.
Partisipasi Dr. Johannes Leimena pung tidak dapat diragukan dan ikut serta
dalam kabinet/pemerintahan sebagai menteri dan sebagainya. Ketika Presiden
Soekarno berkunjung ke luar negeri, bahkan Leimena bertindak sebagai Pejabat
Presiden. Leimena menunjukan peran dan loyalitas sebagai tokoh Kristen.157
Reputasi Dr. Leimena sebagai diplomat kawakan. Ini dicatat dalam
dokumentasi tajuk sinar Harapan, sebagai berikut:
Prestasi Dr. Leimena sebaga politikus republikan ulung,ditunjukkan ketika bersama-sama dengan tokoh-tokoh RIlainnya berjuang di bidang diplomasi, berhadapan dengankolonialis Belanda, baik di perundingan Linggarjati, Renvilemaupun KMB.158
Dalam ingatan sejarah GPM, tahun 1960 merupakan bagian peristiwa penting,
yang turut menentukan perjalanan gereja di Maluku ke masa depan. Situasi pasca
kolonial, dilanjutkan di era kemerdekaan 1945, masyarakat Maluku dengan latar
sejarah kolonial perlu menegaskan sikap secara tepat. Walaupun secara nasional,
pergerakan sudah muncul dari berbagai kalangan intelektual (khusus Kristen), tetapi
secara lokal, sebagai lembaga rohani harus mampu memberi posisi secara sosial-
156 Ibid, 128.157 R.M.S Gultom, dkk., Tangungjawab Warga Negara,....71158 John. Chr Ruhulessin, Mencari Cita Kemanusiaan Bersama: Pergulatanan Keambonan dan
Keindonesiaan,...129.
-
75
politik. Setelah 1945, masih banyak sekali terjadi polarisasi dan pengelompokan
pergerakan pro dan kontra pada masa peralihan kekuasan berlangsung.
Gonjang ganjing politik, Maluku dalam klaim Republik Maluku Selatan (RMS)
menjadi fenomena baru bagi masyarakat Maluku. Lebih khusus GPM dalam
menentukan sikap profetik terkait dengan masa depan gereja dan umatnya dalam
konteks peralihan kekuasaan, sungguh merupakan sesuatu masa baru. Situasi ini
memiliki pengaruh penting secara internal, bagaimana sikap gereja, baik
pandangannya dan pilihan menetapkan langkah.159
Pecahnya peristiwa Republik Maluku Selatan (RMS), 25 April 1950, tidak bisa
dipisahkan dengan sejarah kolonial sebelumnya. Dalam bagian ini penulis ingin
memperlihatkan dinamika sosial-politik dan sikap GPM sebagai satu gereja mandiri,
menegaskan posisi dalam hakikatnya sebagai gereja dan struktur sosial dalam
menaungi entitasnya.
Selain pergerakan nasional yang gencar dilakukan oleh kalangan intektual
Maluku, berbanding terbalik, ada rangkaian pergerakan mobilisasi Belanda yang
melakukan organisir untuk mendirikan Negara Federal. Organisasi seperti NIT
(Negara Indonesia Timur) dan RIS (Republik Indoensia Serkat) merupakan
organisasi yang gencar melakukan adaptasi dan reorganisasi KNIL sebagai lembaga
militer peninggalan Belanda, pasca kemerdekaan Indoensia.160
159 Steve Gaspersz, dalam catatannya tentang kerkristenan yang mengindonesia, RMSdiidentikkan dengan komunitas Kristen oleh pemerintah atau komunitas lain, belum dilihat sebagaipersoalan teologi. Pada hal ini merupakan bagian perjalanan gereja dan keumatan yangmemilikipengaruh dan berdampak sosial-politik di Maluku. Menjadi kohesi sosial di jemaat-jemaat, danmengalami kerasan identitas yang dikonstruksi politik negara, ini bisa mengakibatkan provokasikonflik laten. Nyantri bersama John Titaley: Menakar Teks, Menilai Sejarah dan MembangunKemanusiaan Bersama......197.
160 John. Chr Ruhulessin, Mencari Cita Kemanusiaan Bersama: Pergulatanan Keambonan danKeindonesiaan,... 195-204.
-
76
Setelah situasi yang tidak menentu, pergunjingan yang tidak menemukan
keputusan dengan bebagai kelompok, terutama Andi Azis di Makasar dan
kurangnya dukungan dari basis daerah di Timur, walaupun upaya konsolidasi
politik gencar dilakukan. Gerakan ini di prakarsai oleh tokoh-tokoh seperti Dr.
Christiaan Robbert Steven Soumokil, Dr. Ir. Johannes Alvarez Manusama dan
Johannes Hermanis Manuhutu, tidak membuahkan hasil. 161
Pergunjingan politik yang terjadi di Makasar ternyata berpengaruh di Ambon.
Ketika KNIL ingin kembali ke masyarakat, upaya pengambil alihan militer sebagai
gerakan dilakukan oleh tokoh politik RMS. Upaya ini sangat penting untuk
mendukung pergerakan RMS dengan memanfaatkan kebingungan yang terjadi pasca
ketidakjelasan status KNIL di Makasar. Secara tiba-tiba RMS di proklamirkan di
Ambon, pada tanggal 25 April 1950.162 Rupanya ini bukan menjadi solusi atas situasi
anomali pasca penjajahan sampai kemerdekaan Indonesia bagi masyarakat Maluku.
Pada tanggal 30 April 1950, pemerintah Indonesia mengirimkan Dr. Johannes
Leimena dalam upaya misi damai, walaupun ternyata gagal. Sesudah gagalnya misi
damai Leimena, pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan masalah Ambon
dengan jalan damai dengan mencoba berhubungan dengan orang-orang yang
berkuasa di Ambon.163
Sikap GPM dalam menghadapi RMS ketika itu, GPM berhasil bersikap netral
secara resmi di dalam proses tersebut. Walupun secara internal mengalami
ketegangan atas peristiwa ini. Peristiwa ini berlangsung saat GPM mengalami situasi
dan kehancuran ekonomi yang sangat parah. Pemberontakan RMS membuat
161 Ibid, 205-208.162 Ibid, 210.163 Ibid, 231.
-
77
perjuangan GPM lebih sulit. Peristiwa RMS membuat permasalahan politik bagi
GPM. RMS menyatakan membela hak-hak dan kedudukan umat Kristen dan Gereja.
RMS didukung dan dipimpin oleh orang-orang Kristen. GPM berada dalam
kegalauan, dalam pertimbangan nasionalisme Indonesia dan keberadaan badan-badan
Kristen yang ada di Indonesia.164
GPM tidak mendukung RMS, dan menyatakan sikap sebagai bagian dari
Indonesia dan menyatakan ketidaksetujuannya. Ketua Sinode GPM saat itu, Pendeta
Mataheru, mengatakan bahwa pemikiran untuk diproklamasikan RMS adalah sesuatu
yang sangat bodoh. Hal ini diungkapkan pada sidang Sinode I, dua tahun setelah
RMS.165
Situasi ini menantang GPM untuk menunjukkan sikap tegasnya, karena
keberadaan RMS juga berdampak pada kehidupan masyarakat dan kehidupan gereja
di Maluku. Hal ini berhubungan dengan banyaknya warga GPM yang menjadi
petinggi RMS. Para petinggi ini bahkan merasa bahwa mereka memiliki tangung
jawab untuk melindungi hak-hak gereja dan orang Kristen di Maluku.166
Meskipun demikian, GPM tidak melihat hal ini sebagai sebuah keuntungan
bagi posisi gereja melainkan, justru menantang GPM untuk berani mengkritik atau
bersikap tegas terhadap warga gereja yang tindakannya menimbulkan
ketidaktenangan dalam hidup masyarakat. Sikap ini dinyatakan dengan tegas dalam
164 Ibid, 237.165 Ibid,.166 Ibid,.
-
78
“Pesan Tobat” 167 yang ditandatangani oleh Pdt. P de Fretes dan Pdt. D
Louhanapessy sebagai Ketua dan Skretaris Majelis Sinode GPM, tahun 1960.168
3.3.4 GPM Dalam Konteks Relasi Islam dan Kristen
Salah satu aspek penting untuk membantu upaya pemetaan terhadap terhadap
konteks GPM dalam dinamika sosial di Maluku adalah relasi Islam dan Kristen
dalam sejarah. Ia mencakup bagaimana perjumpaan keduanya dengan
masyarakat di Maluku sejak pertama kali berjumpa (abad ke-13 dan abad ke-16)
hingga perkembangan kontemporer.169 Diakui bahwa proses itu telah
menghasilkan pengetahuan historis yang turut mempengaruhi penciptaan kesan dan
persepsi satu terhadap yang lain.
Perjumpaan antar agama (Islam dan Kristen) di Maluku sangat sarat dengan
kepentingan politik, ekonomi, dominasi budaya, dan hegemoni kuasa dari
pendatang (pengabar Islam dan Kristen) dengan masyarakat setempat. Konteks
perjumpaan keduanya berlangsung sejak abad ke-16 sejak kekuasaan Islam
berhadapan dengan kepentingan Portugis dan Belanda di Maluku.170
Orang-orang Kristen di Ambon dan Lease telah menujukan kesetiaannya kepada
agama baru. Pada tahun 1557, masa krisis ketika kapal-kapal angkatan laut sultan
Ternate datang ke Ambon. Terjadi segmentasi penduduk antara kepentingan Ternate
dan Portugis. Muncullah perang gerilya di daerah Leitimur dan Hitu, Haruku dan
167 Baca lampiran pesan tobat GPM 1960.168 Elizabeth Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh dan
Bebuah: Teologi GPM dalam Praksis Bangsa dan Bermasyarakat(Salatiga: Universitas Satya WacanaPres, 2015), 40.
169 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1,…Ibid, 20.170 Ibid, 32.
-
79
Saparua. Pertempuran ini saling memberangus dengan kepentingan hegemoni dan
penundukan.171
Konflik makin menguat ketika kekuasaan VOC di tahun 1605 melakukan
Protestantisasi secara intensif terhadap penduduk yang beragama Katolik, yang
diikuti pengkristenan penduduk lain di pulau Ambon serta bagian-bagian lain di
Maluku. VOC dengan kebijakan strategi perang menguasai jalur perdagangan
rempah-rempah serta posisi-posisi Bandar dan perkebunan cengkeh dan pala yang
pada waktu itu cukup penting dalam jalur perdagangan di wilayah Maluku–
teristimewa jalur menuju ke Ternate dan sekitarnya–yaitu, Banda, Hitu di pulau
Ambon dan Huamoal di Seram Barat.172
Ketegangan yang mengeras makin nampak eksplisit ketika pedagang Belanda,
memanfaatkan para penduduk setempat yang telah dikristenkan–menempuh
kebijakan monopoli tidak saja pembelian, tetapi juga mengarah ke pemilikan kebun
cengkeh dan pala dengan menggunakan hongitochten sebagai mekanismenya.
Terlihat dalam konflik antara Hitu dan VOC (1634-1646) yang berakibat
banyak pemimpin Hitu dibuang ke Leitimor (Hatukau/Batumerah). Terjadi
pemisahan antara anak dari orang tua, istri dari suami. Mereka yang berdiam di
gunung (Kapahaha) dikejar dan dibunuh. Sisanya diturunkan dari sana untuk
menetap di pesisir agar mudah dikontrol dan diperintah secara langsung oleh VOC
dari ‘New Victoria’.173
171 Ibid, 60-61.172 Ibid, 65.173 Jack Mauputty dan Daniel Wattimanela, Potret Retaknya Nusantara: Studi Konflik Di
Indonesia, edited: Lambang Trijono, M, dkk. (Center for Security and Peace Studies UniversitasGadjah Mada: Yogyakarta 2004), 88.
-
80
Konflik dengan Hoamual (hegemoni Islam) di Seram Barat (1620-1655).
Perang ini melibatkan semua kekuatan Islam yang merata tersebar di Seram Timur,
Buano, Manipa, Buru. Untuk menghabisi kekuatan Islam di sini, VOC melakukan
pengosongan seluruh Jazirah (sekitar 12.000 orang). Mereka kemudian dipindahkan
ke daerah-daerah/pulau yang berpenduduk Kristen agar mudah diawasi.Peperangan
ini secara relatif telah menghancurkan seluruh peradaban Islam yang telah
berkembang sebelumnya.174
Jika ditelusuri ingatan historis itu dalam bentuk sejarah lisan masyarakat
Leihitu dan Hoamual (serta persebarannya di seluruh Maluku Tenagah), nampak
sebuah kenangan pahit yang begitu mendalam. Kebencian yang muncul tidak saja
terhadap VOC, tetapi lebih jauh mereka sebenarnya merasa dihancurkan oleh para
pendayung kora-kora yang juga sekaligus berfungsi sebagai ‘tentara’. 175
Di tangan merekalah, perkebunan cengkeh yang besar di Hoamual, serta
masyarakat yang berkembang maju di Hitu, dihancurkan. Ingatan mereka terhadap
sejarah Kerajaan Iha di Saparua, Hoamual di Seram Barat, dan Bandar Dagang Hitu
adalah sekaligus ingatan tentang kepedihan mengalami penghancuran oleh penduduk
(Kristen dan alifuru) Leitimor, Uliase dan Seram. VOC yang dibantu penduduk
Leitimor/Uliaser berhasil mengakhiri kekuatan dagang dan politik Islam di Maluku
dengan bayaran yang sangat mahal. Masyarakat Islam tercabik-cabik dari akar
kulturalnya. Akibat konflik itu adalah terjadinya keretakan yang sungguh parah
hubungan Islam dan Kristen di Maluku Tenagah.176
174 Ibid, 89.175 Ibid,.176 Ibid,.
-
81
Sisa-sisa “malapetaka” pada masa kolonialisme masih kuat terlihat dengan
posisi negeri/negroij (atau desa) yang berselang-seling Islam dan Kristen. Pemetaan
ini seringkali mengecoh ketika dianggap seolah-olah hubungan Islam dan Kristen
begitu apik tertata di Maluku karena mereka seolah-olah dapat hidup
berdampingan tanpa adanya potensi konflik yang bernuansa sentimen yang peyoratif,
Islam dan Kristen.177
Dengan posisi semacam itu, gerakan masyarakat Islam yang bertujuan
mengganggu kemapanan kekuasaan VOC akan mudah diawasi dan ditumpas. Satu
hal yang juga penting adalah, pengaturan tersebut telah mengakibatkan kekuatan
Islam yang merentang ke seluruh Jazirah Leihitu perlahan-lahan digerogoti dengan
mengontrol mereka dari negeri-negeri sekitar yang telah dikristenkan.
Secara ekonomis, politis, budaya, baik Islam maupun Kristen mengalami
keterpurukan yang sangat dalam. Makna dari politik Devide et Impera begitu nyata
dipraktikkan di sini. Ia mampu meruntuhkan ekspektasi orang Maluku tentang Baileo
yang mempertemukan perbedaan dan mempersatukan.178
Di era Soeharto, persetujuannya atas pembentukan Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia (ICMI) yang mewadahi para sarjana dan intelektual Islam, pada
Desember 1990 mampu melakukan mobolisasi, kampus, birokrasi pemerintahan,
lembaga suadaya masyarakat (LSM) dan dunia pengusaha.179 Usaha ini memiliki
dampak yang sangat siknifikan di Indonesia, terkhusus Maluku.
177 Ibid,.178 Ibid, 90.179 Richard M Daulay, Agama dan Politik di Indoensia: Umat Kristen di Tenagah Kebangkitan
Islam, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2015), 142-143.
-
82
Konglomerasi politik Islam dari pada kekuatan intelektual, lebih banyak
menunjukkan pergeseran itu. Merupakan rahasia kekuasaan bahwa untuk dapat
menjadi pemimpin di masyarakat (pejabat daerah hingga birokrat) harus banyak
berkecimpung dan menjadi bagian dari proses ICMI. Proses ini lebih menampilkan
proses-proses kekuasaan.
Munculnya wacana diskusi yang berpusat pada gagasan pembaharuan dan
revitalisasi Islam yang makin menguat pada pertenagahan tahun 1990-an telah
mempengaruhi proses politik lokal di Maluku. Salah satu yang kuat terasa adalah
setting birokrasi menurut latar belakang agama. ICMI di Maluku merupakan
bagian dari elite kekuasaan maupun tempat untuk membina elite kekuasaan yang
baru.180
Perhatian terhadap dinamika politik dan proses-proses kekuasaan yang
terdapat di dalamnya turut menjadi isu yang hangat dibicarakan. Dalam beberapa
diskusi yang pernah diselenggarakan di Ambon, alur pikir yang dikemukakan adalah
juga mengenai dominasi orang-orang Kristen dalam birokrasi dan lembaga-lembaga
pendidikan di Maluku. Hal ini dianggap karena alasan historis; pada masa
kolonialisme kelompok ini yang lebih dulu disiapkan karena faktor kesamaan
agama, yang sekaligus diartikan sebagai kesamaan kepentingan.181
Untuk itu maka dilakukan gagasan perimbangan yang lebih banyak sebagai jalan
keluar mengatasi kondisi Islam yang marjinal secara kuantitatif, bukan kualitatif. Hal
180 Jack Mauputty dan Daniel Wattimanela, Potret Retaknya Nusantara: Studi Konflik DiIndonesia, edited: Lambang Trijono, M, dkk....105
181 Ibid,.
-
83
itu dipengaruhi pemikiran bahwa Islam harus mengejar ketertinggalannya dalam
proses kekuasaan karena secara kuantitatif mereka dominan.182
3.4 Corak Warisan Ajaran GPM
Bagian ini tidak mengkaji sisi kedalaman sebuah teologi. Berdasarkan
perkembangan sejarah gereja, pemikiran Calvin yang dibawa masuk oleh Belanda
dengan kepentingan kolonial perlu dibingkai ulang untuk melihat maksud dan tujuan
sebuah pemahaman baru. Selanjutnya, perubahan bisa dimengerti dengan perjalanan
waktu dan peristiwa sebagai fase-fase perubahan yang turut mempengaruhi cara
berpikir. Bagaimana paham-paham tersebut beradaptasi, menjadi pemikiran corak
teologi dan penghayatan atas peristiwa berkaitan dengan hakekat dan kehadiran
gereja.
3.4.1 Perkembangan dan Pengaruh Corak pemikiran Calvinis dalamOrganisasi serta perlayanan di GPM
Perhelatan sejarah panjang GPM tentunya tidak dimulai dengan satu basis
teologi yang benar-benar mandiri. Bisa diikuti dari sejarah kedatangan gereja Barat.
Belanda hanya berkepentingan mengatur masyarakat untuk tujuan ekonomi-politik.
Hubungan peristiwa gereja dengan kebijakan Hindia-Belanda secara dikotomis tidak
memiliki dampak kontributif bagi pertumbuhan teologi dan kehidupan gereja. Gereja
dikontrol untuk melanggengkan kekuasaan.
Orang-orang Barat, Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda merupakan sama-
sama orang Kristen, tetapi masing-masing memberi pengaruh berbeda dari sisi
agama, walaupun semuanya memiliki kepentingan yang satu, datang sebagai
182 Ibid,.
-
84
imperialis.183 Protestan adalah penganut paham Reformasi Luther dan Calvinis
menjadi bagian dari sikap kemerdekaan dari gereja Katolik. Secara khusus, GPM
dalam tata gereja, BAB III Tentang Pengakuan Iman Gereja, pasal 7 yang
menjelaskan tentang Pengakuan Iman GPM, dalam ayat 3 menyatakan, sebagai
berikut:
Sebagai Gereja Bagian Mandiri dari Gereja Protestan Indonesia(GPI) yang berlatar belakang Calvinis, GPM menerimapemahaman iman GPI.184
Protestantisme yang masuk ke Indonesia dan mendapat tempat dalam posisi
GPM sebagaimana pokok tata gereja. GPM merupakan bagian gereja yang
bertumbuh dalam tradisi Calvinis. Calvinisme sendiri merupakan ajaran tentang
suatu iman setelah ada perjuangan besar dalam bidang politik dan budaya abad ke-16
dan ke-17 yang dilakukan di negara-negara seperti Belanda, Inggris dan Prancis.185
Kembali kepada pertanyaan apa itu Calvin? Hal ini penting untuk melihat pada
pokok isi dan pengertiannya.
Ajaran Calvin merupakan buah pemikiran Johannes Calvin di Jenewa. Seorang
intelektual dari Perancis Utara sebagai kaum berpendidikan dengan latar belakang
ilmu hukum (di Orleans 1528-1529, kemudian di Bourges 1529-1531), pendidikan
teologinya menganut tradisi abad pertenagahan.186
Istilah kata Calvinis merupakan kata sifat yang dipakai oleh orang-orang
Lutheran sebagai nama ejekan untuk orang-orang Reformed (termasuk orang-orang
Luther yang menganut Calvinis). Sering kali digunakan sebagai konotasi negatif
183 Th. van den End, Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 1..24-25.184 Tata Gereja Protestan Maluku, tahun 2017.185 Max Weber, Etika Protestantisme dan Spirit Kapitalisme, terj. TW Utomo dan Yusuf Priya
Sudiarja, (Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta, 2006), 85.186 Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinis? (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2011), 8.
-
85
untuk orang-orang yang dianggap terlampau setia kepada ajaran Calvin.187
Keterangan semacam ini mungkin saja bagian dari dinamika eksklusifisme ajaran-
ajaran yang muncul saaat itu, termasuk klaim Luther dan Calvin.
Calvin seumur hidupnya menaruh perhatian pada perkembangan Reformasi di
tanah airnya, Perancis. Sejak awal tahun 40-an abad 16 Reformasi di Perancis
langsung dipengaruhi oleh Calvins di Jenewa. Banyak surat-surat pengkhotbah dan
kiriman buku, ia mencoba untuk memberi semangat kepada gereja yang dianiaya.
Jemaat-jemaat kaum “Hugenot” (nama ejekan untuk kaum Protestan). Walaupun
raja-raja Perancis mencoba untuk membasmi Reformasi, kaum Protestan didukung
oleh anggota kaum bangsawan yang berpengaruh.188 Sejarah gereja di Perancis
adalah sejarah penganiayaan, sehingga banyak orang Protestan yang melarikan diri
ke Belanda, Inggris, dan Jerman.
Setelah sejarah panjang di Perancis, pengaruh Calvin di Belanda pada tahun
40-an abad ke-16 mulai bertumbuh di bagian selatan berbatasan dengan Perancis,
jemaat-jemaat inilah yang meletakan dasar gereja Protestan di Belanda. Pengaruh
ajaran Calvin berjalan seiring dengan dinamika sosial-politik kekuasaan Gereja
Katolik Roma dan Spanyol.189 Rangkaian pemberontakan terjadi sebagai respons
kekuasaan-kekuasan di tanah Belanda, berjalan bersamaan dengan kemerdekaan
Negeri Belanda.
Sejarah Gereja reformasi di Belanda secara erat berkaitan dengan Belanda,
bukan berarti gereja ini menjadi gereja negara. Gereja menerima dukungan negara,
tetapi tidak mau diatur oleh negara. Dukungan itu dalam hal material. Dukungan itu
187 Ibid, 11.188 Ibid, 12.189 Ibid,.
-
86
diatur dalam berdasarkan pasal 36 pengauan Iman Belanda yang mengajarkan sesuai
pemahaman Calvin, menyatakan sebagai berikut:
Bahwa pemerintah mendukung ibadah yang benar, pemerintahmembiayai gereja. Pegawai-pegawai negeri wajib menjadianggota gereja Gereformed.190
Setelah Belanda merdeka 1813, Raja Willem I mulai mereorganisasi Gereja
Hervomd. Pada Tahun 1816 ditetapkan “Peraturan Umum” untuk gereja. Tata gereja
disusun oleh pemerintah, bukan gereja sendiri, tetapi tidak menentukan pengakuan
umum gereja, secara formal dipertahankan.191 Bersamaan gereja menerima
masuknya pemahaman liberal. Pada tahun 1848, kerajaan Belanda menjadi kerajaan
konstitusional dengan undang-undang liberal (politik). Peran raja diperkecil dan
pemerintah menjadi netral di bidang agama, sehingga gereja medapat kembali
mengatur diri sendiri.192
Berikut, perlu diidentifikasi corak perkembangan Calvin macam apa yang
berkembang dalam proses dinamika yang hampir mirip-sama dengan dinamika
gereja di Belanda, dalam situasi politik.
1. Dinamika Eropa Barat Dalam Warisan VOC-Hindia Belanda di Indonesia.
Klaim corak Calvinisme sebagai ajaran/aliran gereja merupakan dampak dari
sebab perubahan sosial-politik masyarakat Eropa Barat. Bersamaan dengan revolusi
industri dan revolusi Perancis, terkhusus di negeri Belanda membawa pengaruh ke
Indonesia.
Sejarah Calvinisme di Indonesia mulai ketika orang-orang Belanda datang
pada tahun 1596, mendarat di Banten bersamaan dengan kepentingan dagang pada
190 Ibid, 25.191 Ibid, 26.192 Ibid, 27.
-
87
zaman VOC. Setelah Portugis diusir, Belanda mulai mulai mendirikan pusat
pemerintahan di Ambon 1605.193
VOC memiliki hak untuk bertindak sebagai pemerintah, menyiratkan
pemahaman Calvinis yang tercantum sebagaimana dalam pasal 36 Pengakuan Iman
Belanda,194 wajib dilakukan oleh pemerinta Kristen: melindungi gereja dan
memajukan agama yang benar, yaitu agama Gereformeerd.195
Gereja Gereformeed di Indoensia, sebagai anak gereja Belanda mencerminkan
dalam ajaran dan kehidupan gereja Belanda. Naskah-naskah pengakuan yang berlaku
di Belanda, juga berlaku di Indonesia, yaitu Pengakuan Iman Belanda, pasal-pasal
Dordrecht dan Katekismus Heidelberg. Tata Ibadah, Khotbah ketekismus, bahkan
sampai jam ibadah kebaktian pun sama.196
Tata Gereja yang digunakan juga sama dengan yang dipakai di Belanda, yaitu
tata gereja presbiter-sonode yang terakhir pada Sinode di Dordrecth (1618-1619).
Dengan alasan kondisi geografis dan keadaan politik, tata gereja tidak sepenuhnya
digunakan. Numun demikian, dalam prakteknya majelis gereja Batavia bertindak
sebagai pemimpin untuk gereja, melakukan fungsi administratif dengan gereja induk
dibawah pengawasan VOC.197
Perlu diingat bahwa struktur tata gereja dalam perkembangan, gereja pertama
yang mengatur diri menurut tata gereja yang di susun oleh Calvin adalah gereja di
tanah airnya, Perancis. Tata gereja ini meletakkan dasar pada gereja Presbiterial-
193 Ibid, 30-31.194 Secara lengkap akang dilampirkan berdasarkan uraian pengakuan iman Gereja Belanda,
berdasarkan catatan Th van den End.195 Ibid,.196 Ibid,32.197 Ibid,.
-
88
Sinodal.198 Amanat ini terwujud dalam pengakuan Iman Gereja Belanda, pada pasal
30 dan pasal 31, tentang pemerintahan gereja oleh jabatan gerejawi dan para Pelayan,
Penatuan dan Diaken.199 Organisasi pada prinsipnya didasarkan pada prinsip bahwa
semua jemaat dan jabatan mempunyai status yang sama, sehingga tidak ada hirarkis,
susunan pangkat, seperti gereja Katolik Roma (sistem episkopal-keuskupan).
Jemaat-jemaat di satu wilayah dikumpulkan dalam satu collaque (sidang),
kemudian di sebut classis (klas), sedangkan jemaat-jemaat di satu propinsi
membentuk satu sinode untuk mengatur semua hal menyangkut gereja provinsi.
Kalau memungkinkan satu tahun sekali diadakan sinode nasional yang mengatur hal-
hal bersifat umum.200 Tata gereja ini mencari jalan tenagah antara gereja kesatuan,
yang mengutamakan keseragaman semua jemaat dalam hal menurut apa yang
ditetapkan oleh pimpinan tertinggi dalam gereja (sinode-bentuk
kongregasionalisme).201 Demi keseragaman itu, untuk menjawab tata gereja dan
pengakuan iman, jemaat-jemaat setempat menyerahkan kebebasan kepada sidang-
sidang atas wakil-wakil jemaat dalam pengambilan keputusan.
Perubahan-perubahan tata gereja dipengaruhi dengan dinamika sosial, yang
berpengaruh pada relasi negara dengan agama. Revolusi Perancis dalam dinamika
sistem pemerintahan monarki, tidak hanya mempengaruhi Belanda, tetapi juga
mempengaruhi gereja Belanda, dalam unsur-unsur hukum liberal pada satu
masyarakat.
198 Ibid, 116.199 Th van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, (BPK Gunung Mulia: Jakarta,
2001), 46.200 Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinis?...116.201 Ibid,.
-
89
Kembali ke konsep “Reformasi”, istilah ini memiliki unsur-unsur dalam
definisi memiliki keterkaitan dengan Lutheranisme dan Calvinisme. Dalam artian
“Reformasi Protestan”. Istilah ini digunakan juga sebagai “Reformasi Magisterial”
sebagai hubungan gereja-gereja Lutheran dan Calvin.202
Argumentasi reformasi melihat para penguasa sebagai sebagai pihak yang tidak
mempunyai hak apa pun di dalam gereja. Sebaliknya, tokoh reformator
berargumentasi dalam arti tertentu—gereja berada dibawah pemerintahan badan-
badan sekular.203 Katolik