bab ii.docx

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari proses belajar, yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan menurut Skinner yaitu apabila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan benar, baik secara lisan maupun tulisan maka dapat disimpulkan bahwa ia mengetahui bidang tersebut. (Notoatmodjo, 2005) b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, menurut respon individu dalam mengenal dan memahami suatu objek. Tingkatan tersebut yaitu : 1) Tahu 6

Upload: inggy-annisa-basil

Post on 12-Dec-2014

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari proses belajar, yang terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Pengetahuan menurut Skinner yaitu apabila seseorang dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan benar,

baik secara lisan maupun tulisan maka dapat disimpulkan bahwa ia

mengetahui bidang tersebut. (Notoatmodjo, 2005)

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, menurut respon individu dalam

mengenal dan memahami suatu objek. Tingkatan tersebut yaitu :

1) Tahu

Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk

mampu mengingat kembali.

2). Paham

Kemampuan untuk menjelaskan secara objektif yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

6

Page 2: BAB II.docx

7

3). Aplikasi

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah ada pada situasi

sebenarnya.

4). Analisis

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponennya, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5). Sintesis

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk

keseluruhan yang baru, dalam kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada.

6). Evaluasi

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

telah ada (Notoatmodjo, 2005).

c. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan

seperangkat alat tes / kuesioner tentang object pengetahuan yang mau

diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar

dari masing-masing pertanyaan diberi nilai. Bobot skor tergantung

kepada tingkat kemudahan dan kesukaran pertanyaan. Nilai skor

Page 3: BAB II.docx

8

dipertimbangkan secara objektif oleh penilai.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor

jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan

100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan

sebagai berikut:

Keterangan :

N = Nilai pengetahuan

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum ( Arikunto, 2006)

Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat

kualitatif dengan acuan sebagai berikut :

Baik : skor > 75 %

Cukup : skor 56 -75 %

Kurang : skor < 55%

d. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor yang mempengaruhi

pengetahuan terdiri dari :

1) Pengalaman

Pengalaman artinya berdasarkan pemikiran kritis akan tetapi

pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman

Page 4: BAB II.docx

9

hanya dicatat saja. Pengalaman yang disusun sistematis oleh otak

maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan

2) Pendidikan

Pendidikan berhubungan dengan pengembangan dan perubahan

kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan aspek kelakuan

yang lain.Pendidikan adalah proses belajar dan mengajar pola-pola

kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat

3) Informasi

Dengan memberikan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan

cara pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan

pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu/

kelompok sasaran yang berdasarkan kesadaran dan kemauan

individu yang bersangkutan.

4) Sosial budaya

Semua orang hidup dalam kelompok dan saling berhubungan

melalui lambang - lambang, khususnya bahasa. Manusia

mempelajari kelakuan orang lain di lingkungan sosialnya. Hampir

segala sesuatu yang dipikirkan, dirasakan bertalian dengan orang

lain, bahasa, kebiasaan, makan, pakaian, dan sebagainya dipelajari

dari lingkungan sosial budayanya (Notoatmojo, 2005)

Page 5: BAB II.docx

10

2. Nifas

a. Pengertian nifas

Menurut Sulistyawati (2009: 1) masa nifas (puerparineum) adalah

masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas

berlangsung kira-kira 6 minggu.

b. Tahapan masa nifas

Menurut Sulistyawati (2009; 5) masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu:

a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih

dan boleh bekerja setelah 40 hari

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi waktu untuk sehat sempurna bisa beminggu-

minggu, bulanan atau tahunan.

c. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas

Menurut Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian,

antara lain:

Page 6: BAB II.docx

11

1. Masa Taking In

Masa ini terjadi 1-2 hari pasca salin, ibu yang baru ini bersikap

pasif dan sangat tergantung, segala energinya difokuskan pada

kekhawatiran tentang badanya. Dia akan bercerita tentang

persalinannya secara berulang-ulang.

2. Masa Taking Hold

Masa ini terjadi 2-4 hari pasca salin, ibu menjadi khawatir akan

kemampuannya merawat bayi dan menerima tanggungjawabnya

sebagai ibu semakin besar. Ibu berupaya untuk menguasai

keterampilan perawatan bayinya.

3. Masa Letting Go

Masa ini biasanya terjadi bila ibu sudah pulang dari RS dan

melibatkan keluarga. Ibu mengambil langsung tanggungjawab dalam

merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan

ketergantungannya dan khususnya interaksi sosial.

B. Perawatan Tali Pusat

a. Pengertian

Menurut Depkes RI (2007), perawatan tali pusat adalah melakukan

pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik

ibu dengan bayi, dan kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan bersih

dan terhindar dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan

Page 7: BAB II.docx

12

benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan “puput”

pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak

negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan

mengalami penyakit Tetanus Neonatorum dan dapat mengakibatkan

kematian.

Menurut (Sodikin,2009:58) Sudah banyak penelitian yang

dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan dalam merawat tali pusat.

Perawatan tali pusat secara medis menggunakan alkohol 70% atau bahan

anti mikrobial seperti povidon-iodin 10% (Betadin), klorheksidin, iodium

tinstor dan lain-lain yang tersebut sebagai cara modern. Sedangkan

perawatan tali pusat metode tradisional mempergunakan madu, atau

kolostrum air susu ibu.

Menurut (Sodikin,2009:59) salah satu cara yang disarankan oleh

WHO dalam merawat tali pusat adalah dengan menggunakan pembalut

kasa bersih yang sering diganti. Selain itu, sebagaimana juga disarankan

oleh WHO, penelitian sebaiknya lebih diarahkan pada antiseptik dan zat-

zat pengering tradisional, misalnya ASI atau kolostrum.

(Sodikin, 2009:59) menyatakan banyak pendapat tentang cara

terbaik untuk melakukan perawatan tali pusat. Sudah dilaksanakan

berbagai uji coba klinis untuk membandingkan cara penanganan tali pusat

yang berbeda-beda dan semuanya menunjukkan hasil serupa. Oleh sebab

itu, tidak jelas cara mana yang paling efektif untuk mencegah infeksi dan

mendorong cepat lepasnya tali pusat.

Page 8: BAB II.docx

13

b.   Tujuan Perawatan Tali Pusat

Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya

penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena

masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari

alat yang tidak steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan

yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.

(Linda V. Walsh, 2007:378) menyatakan bahwa tali pusat

normalnya mengerut dan mengering dalam beberapa hari pertama dan

kemudian lepas kira-kira 1 sampai 2 minggu. Normal untuk adanya darah

dan rabas mukus dari dasar tali pusat ketika lepas secara bertahap. Tanda

infeksi, seperti bau menyengat, kemerahan pada kulit dasar tali pusat,

kemerahan yang menyebar ke abdomen, dan rabas purulen harus

dilaporkan ke pemberi asuhan bayi dengan segera.

c. Prinsip Perawatan Tali Pusat

(Sodikin ,2009:57) mengatakan bahwa upaya untuk mencegah

infeksi tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang

penting adalah tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan

kering, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan

sabun sebelum sebelum merawat tali pusat.

Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi

(JNPK-KR, 2008:126), nasehat untuk merawat tali pusat antara lain:

Page 9: BAB II.docx

14

a. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan

cairan/bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasehatkan hal ini juga

bagi ibu dan keluarga.

b. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine (betadin) masih

diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali

pusat basah/lembab.

c. Berikan nasehat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi:

1) Lipat popok dibawah puntung tali pusat.

2) Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT

dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan

menggunakan kain bersih.

3) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan ke petugas atau

fasilitas kesehatan, jika pusat berdarah, menjadi merah, bernanah

dan/atau berbau.

4) Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) terus berdarah, merah meluas

atau mengeluarkan nanah dan atau berbau, segera rujuk bayi ke

fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir.

Sodikin (2009:72) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam

melakukan perawatan tali pusat adalah:

a. Jangan membungkus pusat atau mengoleskan bahan atau ramuan

apapun ke puntung tali pusat.

Page 10: BAB II.docx

15

b. Mengusapkan alkohol atau iodine-povidon (betadin) masih

diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah atau

lembab.

c. Hal-hal berikut perlu menjadi perhatian ibu dan keluarganya:

1) Memperhatikan popok di area puntung tali pusat.

2) Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air

matang dan sabun. Keringkan secara seksama dengan kain bersih.

3) Jika pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah,

harus segera bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu

memberikan perawatan bayi secara lengkap.

d. Cara Melakukan Perawatan Tali Pusat

(Sodikin, 2009:4) menyatakan bahwa pada dasarnya merawat tali

pusat adalah tindakan sederhana. Walaupun sederhana, harus

memperhatikan prinsip-prinsip seperti selalu mencuci tangan dengan air

bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali pusat

tetap kering serta tali pusat tidak lembab, dan tidak membubuhkan apapun

pada sekitar daerah tali pusat. Karena bila hal-hal tersebut tidak

diperhatikan dapat mengakibatkan infeksi, dan bila terjadi infeksi

masalahnya tidak menjadi sederhana lagi.

Menurut Sodikin (2009:74), urutan dalam melakukan perawatan

tali pusat pada bayi adalah:

a.  Olesi pangkal umbilikal dengan alkohol/betadine dengan

menggunakan lidi kapas.

Page 11: BAB II.docx

16

b. Ambil kasa steril yang telah dibasahi alkohol/betadine, kemudian

usapkan pada tali pusat hingga bersih.

c. Ambil kasa steril kering kemudian rekatkan pada pangkal umbilikal

bayi dan ikat dengan simpul.

d. Perhatikan keadaan tali pusat apakah ada tanda-tanda infeksi.

(Sodikin,2009:65) menyatakan ibu dan perawat bayi tidak

diperbolehkan membubuhkan apapun pada tali pusat dan tali pusat dibiarkan

terbuka agar tetap kering. Ibu bayi perlu mendapat penekanan tentang hal ini

karena mereka tidak suka melihat tali pusat yang mengering sehingga

mereka memilih untuk membungkus tali pusat tersebut atau membubuhkan

sesuatu yang mereka anggap akan membantu penyembuhan.

e. Infeksi

Tali pusat merupakan salah satu bagian yang sangat sensitif pada

bayi yang baru dilahirkan. Ketika tali pusat bayi digunting, bentuknya mirip

pipa karet putih yang tergantung dari pusarnya, dengan panjang sekitar 4

cm. Saat si kecil lahir, tali pusat ini dijepit dengan penjepit plastik, dan akan

dilepas pada saat tali pusatnya sudah benar-benar kering.

Adapun tanda-tanda tali pusat yang terkena infeksi adalah:

1. Bernanah. Kondisi ini bisa muncul jika anda kurang benar-benar

merawatnya, seperti kurang bersih dan kurang kering. Hal ini juga bisa

terjadi bila pemotongan tali pusat dilakukan dengan menggunakan

benda yang tidak steril sehingga kuman tumbuh dan berkembang.

Page 12: BAB II.docx

17

2. Bau tak sedap. Bau tak sedap muncul pada tali pusat menandakan bahwa

tali pusat terinfeksi. Lalu tali pusat akan bernanah dan berlendir. Selain

itu juga ditandai dengan kemerahan disekitar pusar. Anda harus segera

membawa bayi anda ke klinik atau rumah sakit karena apabila

infeksitelah merambat keperut bayi, maka infeksi akan menimbulkan

gangguan serius pada bayi anda.

3. Tidak banyak menangis. Bayi yang terinfeksi biasanya tidak banyak

menangis. Ia justru lebih banyak tidur. Gejala ini juga ditandai dengan

bayi malas minum, demam dan kejang.

f. Dampak Perawatan Tali Pusat Yang Tidak Steril

Perawatan tali pusat yang tidak steril dapat mengakibatkan beberapa

gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya adalah tetanus neonatorum dan

omfalitis.

a.      Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang

dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan

oleh karena Clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut

berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan

karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini

masa inkubasinya antara 5-14 hari (A. Aziz A. H, 2009:196).

WHO (dalam Sodikin, 2009:75) menyatakan bahwa tetanus ini dapat

terjadi akibat perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat

kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu

Page 13: BAB II.docx

18

atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu,

tanah, minyak, daun-daunan, dan sebagainya. Tali pusat mempunyai resiko

besar untuk terkontaminasi oleh Clostridium tetani pada tiga hari kehidupan

pertama.

Rukiyah, Yulianti (2010: 296) menyatakan bahwa tetanus neonatorum

merupakan bentuk infertil tetanus generalisata, khas nampak dalam 3-12 hari

kelahiran sebagian makin sukar dalam pemberian makanan (menghisap dan

menelan), dengan disertai lapar dan menangis. Paralisis atau kehilangan

gerakan, kekakuan pada sentuhan, dan spasme, dengan atau tanpa

opistotonus, menandai penyakit.

Menurut Rukiyah, Yulianti (2010: 297) menyatakan tanda-tanda jika

seorang bayi mengalami Tetanus Neonatorum adalah: tiba-tiba bayi

demam/panas,mendadak bayi tidak mau menyusu, mulut mencucu seperti

ikan, mudah sekali kejang, disertai sianosis, kuduk kaku, posisi punggung

melengkung, kepala mendongkak ke atas (opistotonus). Pembagian tingkat

tetanus:

1. Tetanus neonatorum sedang: Umur bayi >7 hari. Frekuensi kejang

kadang-kadang, bentuk kejang, mulut mencucu, trismus kadang-kadang,

kejang rangsang (+). Posisi badan, opistotonus kadang-kadang, masih

sadar, tali pusat kotor.

2. Tetanus neonatorum berat: umur bayi 0-7 hari, frekuensi kejang sering,

bentuk kejang, mulut mencucu, trismus terus menerus, kejang rangsang

Page 14: BAB II.docx

19

(+), posisi badan, selalu opistotonus, masih sadar, tali pusat kotor, lubang

telinga bersih/kotor.

Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:298) penatalksanaan asuhan

yang bisa dilakukan oleh bidan:

1. Secara medis

a. Atas intruksi dokter biasanya diberikan cairan intravena dengan

larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4:1

selama 48-72 jam selanjutnya, infus hanya untuk memasukan obat.

b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3

menit, kemudian diberikan dosis rumah 8-10mg/mg.kgBB/hari

melalui infus (diazepam dimasukan kedalam cairan infus diganti

setiap 6 jam)

c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM.

Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus. Ampisilin 100mg/kgBB/hari

dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari.

2. Secara keperawatan

Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis

dan frekuensi kejang biasanya sering sehingga pasien akan terlihat

sianosis terus menerus. Tindakan yang perlu dilakukan:

a. Baringkan bayi dengan posisi kepala ekstensi dengan memberikan

ganjal dibawah bahunya.

b. Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis.

Page 15: BAB II.docx

20

c. Pada saat kejang, pasangkan sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh

ke belakang dan juga memudahkan menghisap lendirnya. Bila ada,

lebih baik dipasang guedel; selama masih banyak kejang guedel atau

sulip lidah dipasang terus.

d. Sering isap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas

buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat lendir pada mulut

bayi.

e. Observasi tanda-tanda vital secara continue setiap ½ jam dan catat

secara cermat.

f. Usahakan agar tempat bayi tetap hangat.

g. Jika bayi mengalami apnea lakukan resusitasi.

Yupi Supartini (2004: 179) menyatakan bahwa kekebalan pada

penyakit ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena

riwayat penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan pada anak.

Untuk mencegah terjadinya Tetanus Neonatorum perlu diberikan

vaksinasi tetanus toksoid (TT). Toksoid tetanus yang diberikan 3 kali

berturut-turut pada trimester ketiga kehamilan dikatakan sangat bermakna

mencegah Tetanus Neonatorum. Hendaknya sterilitas harus diperhatikan

benar pada waktu pemotongan tali pusat demikian pula perawatan tali pusat

selanjutnya. Komplikasi lanjut setelah terjadi Tetanus neonatorum  adalah

bronkhopneumonia, asfiksia, sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh

sekret, dan sepsis neonatorum (Sodikin, 2009:78).

b.     Omfalitis

Page 16: BAB II.docx

21

Omfalitis merupakan infeksi umbilikus berat yang menimbulkan

kematian pada bayi. Tanda dan gejala adanya infeksi pada tali pusat adalah

tali pusat basah atau lengket yang disertai bau tidak sedap. Penyebab infeksi

ini adalah stafilokokus, streptokokus, atau bakteri gram negatif (Sodikin,

2009:78).

Bila infeksi ini tidak segera diobati ketika tanda-tada infeksi dini

ditemukan, akan terjadi penyebaran kedaerah sekitar tali pusat yang akan

menyebabkan kemerahan dan bengkak pada daerah tali pusat. Pada keadaan

yang lebih lanjut infeksi dapat menyebar ke bagian dalam tubuh di sepanjang

vena umbilikus dan akan mengakibatkan trombosis vena porte, abses hepar,

dan septikemia. Bila bayi mengalami sakit yang berat, bayi akan tampak

kelabu dan menderita demam yang tinggi. Pengobatan pada stadium dini

biasanya dimulai dengan pemberian serbuk antibiotik. Tiap sekret yang

dikeluarkan oleh tali pusat dikultur dan selanjutnya diberi antibiotik secara

sistemik (Sodikin, 2009:78).

Oleh sebab itu, penting dilakukan perawatan tali pusat dengan rutin

dan cermat, dan melaporkan sedini mungkin bila dijumpai tanda-tanda

infeksi seperti kemerahan, bau tidak sedap, serta pengeluaran sekret pada

puntung tali pusat.

B. Kerangka Konsep dan Kerangka Kerja

1. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-

hal yang khusus. kerangka konsep merupakan formulasi atau simflikasi dari

Page 17: BAB II.docx

22

kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh

sebab itu kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel serta hubungan

variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya kerangka konsep akan

mengarahkan kita untuk mengnalisis hasil penelitian ( Notoatmodjo, 2010)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis membuat kerangka konsep

sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Antara Program Jampersal

Dengan Peningkatan akseptor KB IUD Post Plasenta

Gambar 2.1

Kerangka Konsep

(Notoatmodjo 2010)

Peningkatan Akseptor KB IUD

Post Plasenta

Faktor Predisposisi:

- Pendidikan

- Pengetahuan

- Sikap

- Persepsi

Faktor Pendukung:

- Tingkat Ekonomi Keluarga

- Jumlah Anak

Faktor Pendorong:

- Sikap dan Perilaku Bidan

- Media Sosialisasi

Page 18: BAB II.docx

23

2. Kerangka Kerja

Berdasarkan kerangka konsep yang dikemukakan oleh

Notoatmodjo penulis membuat kerangka kerja sesuai permasalahan yang

akan diteliti sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Program Jampersal Dengan

Peningkatan Akseptor KB IUD Post Plasenta

C. Hipotesa Penelitian

Ha : Ada hubungan program jampersal dengan peningkatan akseptor kb iud

post plasenta di Wilayah Kerja Puskesmas Padaherang Kabupaten

Ciamis.

Ho : Tidak ada hubungan program jampersal dengan peningkatan akseptor kb

iud post plasenta di Wilayah Kerja Puskesmas Padaherang Kabupaten

Ciamis.

Peningkatan Akseptor KB IUD

Post Plasenta

Ada hubungan

Tidak ada hubungan

Program Jampersal

Page 19: BAB II.docx

24