bab ii.docx
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari proses belajar, yang terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Pengetahuan menurut Skinner yaitu apabila seseorang dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan benar,
baik secara lisan maupun tulisan maka dapat disimpulkan bahwa ia
mengetahui bidang tersebut. (Notoatmodjo, 2005)
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, menurut respon individu dalam
mengenal dan memahami suatu objek. Tingkatan tersebut yaitu :
1) Tahu
Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk
mampu mengingat kembali.
2). Paham
Kemampuan untuk menjelaskan secara objektif yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
6
7
3). Aplikasi
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah ada pada situasi
sebenarnya.
4). Analisis
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponennya, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5). Sintesis
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk
keseluruhan yang baru, dalam kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada.
6). Evaluasi
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
telah ada (Notoatmodjo, 2005).
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangkat alat tes / kuesioner tentang object pengetahuan yang mau
diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar
dari masing-masing pertanyaan diberi nilai. Bobot skor tergantung
kepada tingkat kemudahan dan kesukaran pertanyaan. Nilai skor
8
dipertimbangkan secara objektif oleh penilai.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut:
Keterangan :
N = Nilai pengetahuan
Sp = Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum ( Arikunto, 2006)
Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat
kualitatif dengan acuan sebagai berikut :
Baik : skor > 75 %
Cukup : skor 56 -75 %
Kurang : skor < 55%
d. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor yang mempengaruhi
pengetahuan terdiri dari :
1) Pengalaman
Pengalaman artinya berdasarkan pemikiran kritis akan tetapi
pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman
9
hanya dicatat saja. Pengalaman yang disusun sistematis oleh otak
maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan
2) Pendidikan
Pendidikan berhubungan dengan pengembangan dan perubahan
kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan aspek kelakuan
yang lain.Pendidikan adalah proses belajar dan mengajar pola-pola
kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat
3) Informasi
Dengan memberikan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan
cara pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan
pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu/
kelompok sasaran yang berdasarkan kesadaran dan kemauan
individu yang bersangkutan.
4) Sosial budaya
Semua orang hidup dalam kelompok dan saling berhubungan
melalui lambang - lambang, khususnya bahasa. Manusia
mempelajari kelakuan orang lain di lingkungan sosialnya. Hampir
segala sesuatu yang dipikirkan, dirasakan bertalian dengan orang
lain, bahasa, kebiasaan, makan, pakaian, dan sebagainya dipelajari
dari lingkungan sosial budayanya (Notoatmojo, 2005)
10
2. Nifas
a. Pengertian nifas
Menurut Sulistyawati (2009: 1) masa nifas (puerparineum) adalah
masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu.
b. Tahapan masa nifas
Menurut Sulistyawati (2009; 5) masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu:
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih
dan boleh bekerja setelah 40 hari
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi waktu untuk sehat sempurna bisa beminggu-
minggu, bulanan atau tahunan.
c. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
Menurut Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian,
antara lain:
11
1. Masa Taking In
Masa ini terjadi 1-2 hari pasca salin, ibu yang baru ini bersikap
pasif dan sangat tergantung, segala energinya difokuskan pada
kekhawatiran tentang badanya. Dia akan bercerita tentang
persalinannya secara berulang-ulang.
2. Masa Taking Hold
Masa ini terjadi 2-4 hari pasca salin, ibu menjadi khawatir akan
kemampuannya merawat bayi dan menerima tanggungjawabnya
sebagai ibu semakin besar. Ibu berupaya untuk menguasai
keterampilan perawatan bayinya.
3. Masa Letting Go
Masa ini biasanya terjadi bila ibu sudah pulang dari RS dan
melibatkan keluarga. Ibu mengambil langsung tanggungjawab dalam
merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan
ketergantungannya dan khususnya interaksi sosial.
B. Perawatan Tali Pusat
a. Pengertian
Menurut Depkes RI (2007), perawatan tali pusat adalah melakukan
pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik
ibu dengan bayi, dan kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan bersih
dan terhindar dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan
12
benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan “puput”
pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak
negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan
mengalami penyakit Tetanus Neonatorum dan dapat mengakibatkan
kematian.
Menurut (Sodikin,2009:58) Sudah banyak penelitian yang
dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan dalam merawat tali pusat.
Perawatan tali pusat secara medis menggunakan alkohol 70% atau bahan
anti mikrobial seperti povidon-iodin 10% (Betadin), klorheksidin, iodium
tinstor dan lain-lain yang tersebut sebagai cara modern. Sedangkan
perawatan tali pusat metode tradisional mempergunakan madu, atau
kolostrum air susu ibu.
Menurut (Sodikin,2009:59) salah satu cara yang disarankan oleh
WHO dalam merawat tali pusat adalah dengan menggunakan pembalut
kasa bersih yang sering diganti. Selain itu, sebagaimana juga disarankan
oleh WHO, penelitian sebaiknya lebih diarahkan pada antiseptik dan zat-
zat pengering tradisional, misalnya ASI atau kolostrum.
(Sodikin, 2009:59) menyatakan banyak pendapat tentang cara
terbaik untuk melakukan perawatan tali pusat. Sudah dilaksanakan
berbagai uji coba klinis untuk membandingkan cara penanganan tali pusat
yang berbeda-beda dan semuanya menunjukkan hasil serupa. Oleh sebab
itu, tidak jelas cara mana yang paling efektif untuk mencegah infeksi dan
mendorong cepat lepasnya tali pusat.
13
b. Tujuan Perawatan Tali Pusat
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya
penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena
masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari
alat yang tidak steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan
yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.
(Linda V. Walsh, 2007:378) menyatakan bahwa tali pusat
normalnya mengerut dan mengering dalam beberapa hari pertama dan
kemudian lepas kira-kira 1 sampai 2 minggu. Normal untuk adanya darah
dan rabas mukus dari dasar tali pusat ketika lepas secara bertahap. Tanda
infeksi, seperti bau menyengat, kemerahan pada kulit dasar tali pusat,
kemerahan yang menyebar ke abdomen, dan rabas purulen harus
dilaporkan ke pemberi asuhan bayi dengan segera.
c. Prinsip Perawatan Tali Pusat
(Sodikin ,2009:57) mengatakan bahwa upaya untuk mencegah
infeksi tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang
penting adalah tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan
kering, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan
sabun sebelum sebelum merawat tali pusat.
Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi
(JNPK-KR, 2008:126), nasehat untuk merawat tali pusat antara lain:
14
a. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan
cairan/bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasehatkan hal ini juga
bagi ibu dan keluarga.
b. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine (betadin) masih
diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali
pusat basah/lembab.
c. Berikan nasehat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi:
1) Lipat popok dibawah puntung tali pusat.
2) Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT
dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan
menggunakan kain bersih.
3) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan ke petugas atau
fasilitas kesehatan, jika pusat berdarah, menjadi merah, bernanah
dan/atau berbau.
4) Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) terus berdarah, merah meluas
atau mengeluarkan nanah dan atau berbau, segera rujuk bayi ke
fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir.
Sodikin (2009:72) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam
melakukan perawatan tali pusat adalah:
a. Jangan membungkus pusat atau mengoleskan bahan atau ramuan
apapun ke puntung tali pusat.
15
b. Mengusapkan alkohol atau iodine-povidon (betadin) masih
diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah atau
lembab.
c. Hal-hal berikut perlu menjadi perhatian ibu dan keluarganya:
1) Memperhatikan popok di area puntung tali pusat.
2) Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air
matang dan sabun. Keringkan secara seksama dengan kain bersih.
3) Jika pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah,
harus segera bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu
memberikan perawatan bayi secara lengkap.
d. Cara Melakukan Perawatan Tali Pusat
(Sodikin, 2009:4) menyatakan bahwa pada dasarnya merawat tali
pusat adalah tindakan sederhana. Walaupun sederhana, harus
memperhatikan prinsip-prinsip seperti selalu mencuci tangan dengan air
bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali pusat
tetap kering serta tali pusat tidak lembab, dan tidak membubuhkan apapun
pada sekitar daerah tali pusat. Karena bila hal-hal tersebut tidak
diperhatikan dapat mengakibatkan infeksi, dan bila terjadi infeksi
masalahnya tidak menjadi sederhana lagi.
Menurut Sodikin (2009:74), urutan dalam melakukan perawatan
tali pusat pada bayi adalah:
a. Olesi pangkal umbilikal dengan alkohol/betadine dengan
menggunakan lidi kapas.
16
b. Ambil kasa steril yang telah dibasahi alkohol/betadine, kemudian
usapkan pada tali pusat hingga bersih.
c. Ambil kasa steril kering kemudian rekatkan pada pangkal umbilikal
bayi dan ikat dengan simpul.
d. Perhatikan keadaan tali pusat apakah ada tanda-tanda infeksi.
(Sodikin,2009:65) menyatakan ibu dan perawat bayi tidak
diperbolehkan membubuhkan apapun pada tali pusat dan tali pusat dibiarkan
terbuka agar tetap kering. Ibu bayi perlu mendapat penekanan tentang hal ini
karena mereka tidak suka melihat tali pusat yang mengering sehingga
mereka memilih untuk membungkus tali pusat tersebut atau membubuhkan
sesuatu yang mereka anggap akan membantu penyembuhan.
e. Infeksi
Tali pusat merupakan salah satu bagian yang sangat sensitif pada
bayi yang baru dilahirkan. Ketika tali pusat bayi digunting, bentuknya mirip
pipa karet putih yang tergantung dari pusarnya, dengan panjang sekitar 4
cm. Saat si kecil lahir, tali pusat ini dijepit dengan penjepit plastik, dan akan
dilepas pada saat tali pusatnya sudah benar-benar kering.
Adapun tanda-tanda tali pusat yang terkena infeksi adalah:
1. Bernanah. Kondisi ini bisa muncul jika anda kurang benar-benar
merawatnya, seperti kurang bersih dan kurang kering. Hal ini juga bisa
terjadi bila pemotongan tali pusat dilakukan dengan menggunakan
benda yang tidak steril sehingga kuman tumbuh dan berkembang.
17
2. Bau tak sedap. Bau tak sedap muncul pada tali pusat menandakan bahwa
tali pusat terinfeksi. Lalu tali pusat akan bernanah dan berlendir. Selain
itu juga ditandai dengan kemerahan disekitar pusar. Anda harus segera
membawa bayi anda ke klinik atau rumah sakit karena apabila
infeksitelah merambat keperut bayi, maka infeksi akan menimbulkan
gangguan serius pada bayi anda.
3. Tidak banyak menangis. Bayi yang terinfeksi biasanya tidak banyak
menangis. Ia justru lebih banyak tidur. Gejala ini juga ditandai dengan
bayi malas minum, demam dan kejang.
f. Dampak Perawatan Tali Pusat Yang Tidak Steril
Perawatan tali pusat yang tidak steril dapat mengakibatkan beberapa
gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya adalah tetanus neonatorum dan
omfalitis.
a. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang
dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan
oleh karena Clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut
berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan
karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini
masa inkubasinya antara 5-14 hari (A. Aziz A. H, 2009:196).
WHO (dalam Sodikin, 2009:75) menyatakan bahwa tetanus ini dapat
terjadi akibat perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat
kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu
18
atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu,
tanah, minyak, daun-daunan, dan sebagainya. Tali pusat mempunyai resiko
besar untuk terkontaminasi oleh Clostridium tetani pada tiga hari kehidupan
pertama.
Rukiyah, Yulianti (2010: 296) menyatakan bahwa tetanus neonatorum
merupakan bentuk infertil tetanus generalisata, khas nampak dalam 3-12 hari
kelahiran sebagian makin sukar dalam pemberian makanan (menghisap dan
menelan), dengan disertai lapar dan menangis. Paralisis atau kehilangan
gerakan, kekakuan pada sentuhan, dan spasme, dengan atau tanpa
opistotonus, menandai penyakit.
Menurut Rukiyah, Yulianti (2010: 297) menyatakan tanda-tanda jika
seorang bayi mengalami Tetanus Neonatorum adalah: tiba-tiba bayi
demam/panas,mendadak bayi tidak mau menyusu, mulut mencucu seperti
ikan, mudah sekali kejang, disertai sianosis, kuduk kaku, posisi punggung
melengkung, kepala mendongkak ke atas (opistotonus). Pembagian tingkat
tetanus:
1. Tetanus neonatorum sedang: Umur bayi >7 hari. Frekuensi kejang
kadang-kadang, bentuk kejang, mulut mencucu, trismus kadang-kadang,
kejang rangsang (+). Posisi badan, opistotonus kadang-kadang, masih
sadar, tali pusat kotor.
2. Tetanus neonatorum berat: umur bayi 0-7 hari, frekuensi kejang sering,
bentuk kejang, mulut mencucu, trismus terus menerus, kejang rangsang
19
(+), posisi badan, selalu opistotonus, masih sadar, tali pusat kotor, lubang
telinga bersih/kotor.
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:298) penatalksanaan asuhan
yang bisa dilakukan oleh bidan:
1. Secara medis
a. Atas intruksi dokter biasanya diberikan cairan intravena dengan
larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4:1
selama 48-72 jam selanjutnya, infus hanya untuk memasukan obat.
b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3
menit, kemudian diberikan dosis rumah 8-10mg/mg.kgBB/hari
melalui infus (diazepam dimasukan kedalam cairan infus diganti
setiap 6 jam)
c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM.
Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus. Ampisilin 100mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari.
2. Secara keperawatan
Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis
dan frekuensi kejang biasanya sering sehingga pasien akan terlihat
sianosis terus menerus. Tindakan yang perlu dilakukan:
a. Baringkan bayi dengan posisi kepala ekstensi dengan memberikan
ganjal dibawah bahunya.
b. Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis.
20
c. Pada saat kejang, pasangkan sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh
ke belakang dan juga memudahkan menghisap lendirnya. Bila ada,
lebih baik dipasang guedel; selama masih banyak kejang guedel atau
sulip lidah dipasang terus.
d. Sering isap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas
buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat lendir pada mulut
bayi.
e. Observasi tanda-tanda vital secara continue setiap ½ jam dan catat
secara cermat.
f. Usahakan agar tempat bayi tetap hangat.
g. Jika bayi mengalami apnea lakukan resusitasi.
Yupi Supartini (2004: 179) menyatakan bahwa kekebalan pada
penyakit ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena
riwayat penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan pada anak.
Untuk mencegah terjadinya Tetanus Neonatorum perlu diberikan
vaksinasi tetanus toksoid (TT). Toksoid tetanus yang diberikan 3 kali
berturut-turut pada trimester ketiga kehamilan dikatakan sangat bermakna
mencegah Tetanus Neonatorum. Hendaknya sterilitas harus diperhatikan
benar pada waktu pemotongan tali pusat demikian pula perawatan tali pusat
selanjutnya. Komplikasi lanjut setelah terjadi Tetanus neonatorum adalah
bronkhopneumonia, asfiksia, sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh
sekret, dan sepsis neonatorum (Sodikin, 2009:78).
b. Omfalitis
21
Omfalitis merupakan infeksi umbilikus berat yang menimbulkan
kematian pada bayi. Tanda dan gejala adanya infeksi pada tali pusat adalah
tali pusat basah atau lengket yang disertai bau tidak sedap. Penyebab infeksi
ini adalah stafilokokus, streptokokus, atau bakteri gram negatif (Sodikin,
2009:78).
Bila infeksi ini tidak segera diobati ketika tanda-tada infeksi dini
ditemukan, akan terjadi penyebaran kedaerah sekitar tali pusat yang akan
menyebabkan kemerahan dan bengkak pada daerah tali pusat. Pada keadaan
yang lebih lanjut infeksi dapat menyebar ke bagian dalam tubuh di sepanjang
vena umbilikus dan akan mengakibatkan trombosis vena porte, abses hepar,
dan septikemia. Bila bayi mengalami sakit yang berat, bayi akan tampak
kelabu dan menderita demam yang tinggi. Pengobatan pada stadium dini
biasanya dimulai dengan pemberian serbuk antibiotik. Tiap sekret yang
dikeluarkan oleh tali pusat dikultur dan selanjutnya diberi antibiotik secara
sistemik (Sodikin, 2009:78).
Oleh sebab itu, penting dilakukan perawatan tali pusat dengan rutin
dan cermat, dan melaporkan sedini mungkin bila dijumpai tanda-tanda
infeksi seperti kemerahan, bau tidak sedap, serta pengeluaran sekret pada
puntung tali pusat.
B. Kerangka Konsep dan Kerangka Kerja
1. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-
hal yang khusus. kerangka konsep merupakan formulasi atau simflikasi dari
22
kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh
sebab itu kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel serta hubungan
variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya kerangka konsep akan
mengarahkan kita untuk mengnalisis hasil penelitian ( Notoatmodjo, 2010)
Berdasarkan uraian diatas maka penulis membuat kerangka konsep
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Antara Program Jampersal
Dengan Peningkatan akseptor KB IUD Post Plasenta
Gambar 2.1
Kerangka Konsep
(Notoatmodjo 2010)
Peningkatan Akseptor KB IUD
Post Plasenta
Faktor Predisposisi:
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Sikap
- Persepsi
Faktor Pendukung:
- Tingkat Ekonomi Keluarga
- Jumlah Anak
Faktor Pendorong:
- Sikap dan Perilaku Bidan
- Media Sosialisasi
23
2. Kerangka Kerja
Berdasarkan kerangka konsep yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo penulis membuat kerangka kerja sesuai permasalahan yang
akan diteliti sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Program Jampersal Dengan
Peningkatan Akseptor KB IUD Post Plasenta
C. Hipotesa Penelitian
Ha : Ada hubungan program jampersal dengan peningkatan akseptor kb iud
post plasenta di Wilayah Kerja Puskesmas Padaherang Kabupaten
Ciamis.
Ho : Tidak ada hubungan program jampersal dengan peningkatan akseptor kb
iud post plasenta di Wilayah Kerja Puskesmas Padaherang Kabupaten
Ciamis.
Peningkatan Akseptor KB IUD
Post Plasenta
Ada hubungan
Tidak ada hubungan
Program Jampersal
24