bab ii tinjuan pustaka
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Gigi
Morfologi perkembangan adalah studi tentang tahap-tahap perkembangan
jaringan atau organ serta perubahan struktur yang terjadi selama peristiwa
perkembangan organ berlangsung. Morfologi perkembangan gigi membahas
tentang kejadian gigi mulai sejak tahap uterinal hingga akhir masa fungsionalnya
(Grossman, 1995).
Bagian-bagian dari rahang adalah sebagai berikut, maksila = rahang atas,
mandibula = rahang bawah, superior = atas, inferior = bawah, dextra / dexter =
kanan, sinistra / sinister = kiri. Sedangkan bagian-bagian dari arah gigi adalah:
labial = bibir (labium), lingual = lidah, fasial = muka, palatum = langit-langit,
mesial = sisi yang berhadapan dengan garis median, distal = sisi yang bertolak
belakang dengan garis median, bukal = sisi yang berhadapan dengan pipi
(Itjingningsih, 1991).
Garis median adalah garis vertikal yang melalui tengah-tengah dari muka
dan seolah-olah membagi muka menjadi dua bagian yang sama besarnya kiri dan
kanan atau yang membagi titik kontak sentral insisivus kiri, kanan, atas dan
bawah (Itjingningsih, 1991).
2.1.2 Morfologi Gigi Permanen
1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas
Ciri Identifikasi Utama :
1. Permukaan mesial lurus dan terletak pada sudut tegak lurus tajam ke tepi
insisal. Sudut disto-insisal lebih bulat
2. Mahkota besar, dibandingkan akar-merupakan gigi anterior terbesar
3. ‘Marginal ridge’ cukup jelas pada permukaan palatal cekung, dengan
cingulum berkembang baik.
4. mahkota berinklinasi ke palatal; akar berinklinasi sedikit ke distal.
5. permukaan labial cembung dan halus.
6. ‘Cervical margin’ paling berkelok pada sisi mesial.
7. Akar tunggal meruncing, dengan potongan melintang berbentuk segitiga
membulat dan salah satu permukaan yang agak datar menghadap ke labial
(Geoffrey C. van Beek, 1996).
2. Incisivus Kedua Atas
Ciri Identifikasi Utama :
1. Sudut mesio-insisal lancip; sudut disto-insisal lebih membulat.
2. Tepi insisal jelas miring ke bawah ke permukaan distal yang lebih pendek.
3. mahkota lebih membulat, lebih pendek dan lebih sempit dimensi mesio distal
daripada incicivus pertama atas.
4. Cingulum pada permukaan palatal sering menutupi lubang foramen caecum
incisivum.
5. Permukaan palatal lebih cekung daripada incisivus pertama atas.
6. Akar tunggal yang meruncing halus ke apeks, runcing yang membengkok ke
distal.
7. ‘Cervical margin’ lebih berkelok-kelok pada permukaan mesial daripada
permukaan distal (Geoffrey C. van Beek, 1996).
3. Incisivus Pertama Bawah
Ciri Identifikasi Utama :
1. Akar tunggal, mendatar mesio-distal dan cenderung bengkok ke distal.
2. Tepi insisal tegak lurus terhadap garis yang membagi dua mahkota labio
lingual.
3. Panjang akar 12 mm.
4. Alur longitudinal distal akar lebih jelas daripada mesial.
5. Gigi terkecil pada gigi-geligi tetap (Geoffrey C. van Beek, 1996).
4. Incisivus Kedua Bawah
Ciri Identifikasi Utama :
1. Ia sedikit lebih kecil daripada incisivus pertama bawah; mahkota berbentuk
kipas dan tepi insisal lebih lebar mesiodistal.
2. Sisi insisal: tepi insisal tidak tegak lurus terhadap garis yang membelah dua
akar, tetapi terpuntir ke distal, dalam arah lingual, mengikuti garis lengkung
gigi.
3. Panjang akar 14 mm.
4. Permukaan mesial mahkota sedikit lebih panjang daripada distal, sehingga
tepi insisal sedikit miring.
5. ‘ Marginal ridge’ mesial dan distal samar-samar, tetapi lebih menonjol
daripada incisivus pertama bawah (Geoffrey C. van Beek, 1996).
5. Kaninus Atas
Ciri Identifikasi Utama :
1. Cuspis tunggal runcing kira-kira segaris dengan sumbu panjang akar.
2. Lereng distal cuspis lebih panjang daripada lereng mesial dan menyatu dengan
permukaan distal cembung.
3. Proporsi keseluruhan kekar panjang.
4. Bagian labial cembung jelas dan cingulum palatal besar.
5. Garis cervikal kurang berkelok pada permukaan distal.
6. Akar tunggal sangat panjang dengan potongan melintang segitiga membulat.
7. Permukaan disto dan mesio-palatal akar sering beralur longitudinal (Geoffrey
C. van Beek, 1996).
6. Kaninus Bawah
Ciri Identifikasi Utama :
1. Profil distal mahkota lebih membulat daripada mesial.
2. mahkota lebih sempit mesiodistal dibanding caninus atas, sehingga mahkota
tampak lebih besar sebanding.
3. Hanya caninus bawah yang mungkin mempunyai akar berbifurkasi, suatu
variasi yang tidak jarang terjadi.
4. Lereng mesial cuspis lebih pendek daripada yang dista
5. Cingulum kurang jelas bila dibanding dengan caninus atas.
6. Permukaan labial dari mahkota kurang lebih segaris lurus dengan akar.
7. Permukaan labial dari mahkota bersambung lengkung longitudinal dengan
akar.
8. Pada kebanyakan kasus, akar cenderung bengkok sedikit ke distal. Mahkota
tampak miring ke distal dalam hubungan dengan akar (Geoffrey C. van
Beek, 1996).
7. Premolar Pertama Atas
Ciri Identifikasi Utama :
1. Akar dua (bukal dan palatal) dan inklinasi ke distal.
2. Cusp dua buah (bukal dan palatal), cusp bukal lebih besar dari palatal.
3. Lereng mesial cusp bucal lebih panjang dari distal.
4. Cusp palatal sedikit miring ke mesial.
5. Alur perkembangan fisure senttral memotong marginal ridge mesial.
6. Terdapat fossa canina pada permukaan akar mesial (Geoffrey C. van
Beek, 1996).
8. Premolar Kedua Atas
1. Akar tunggal, mesiodistal datar dan lebih panjang dari premolar
pertama atas.
2. Cusp bukal dan palatal lebih kecil dan lebih rendah dari premolar
pertama atas.
3. Lereng mesial bukal cusp lebih pendek dari distal.
4. Bagian oklusal oval.
7. Alur perkembangan fissure sentral tidak emmotong marginal rdge
(Geoffrey C. van Beek, 1996).
9. Premolar Pertama Bawah
1. Fossa oklusal distal lebih besar dari mesial.
2. Cusp bukal besar dan runcing, cusp lingual kecil.
Mahkota inklinasi ke palatalPermukaan bukal mahkota cembung,
permukaan lingual hampir lurus.
Bagian oklusal sirkular, menndatar pada mesiolingual.
8. Akar tunggal, bulat dan inklinasi ke distal. (Geoffrey C. van Beek,
1996).
10. Premolar Kedua Bawah
1. Mahkota lebih besar dari pada mahkota premolar pertama atas.
2. Bagian oklusal hampir menyerupai segi empat
3. Marginal ridge mesial lebih tinggi.ukuran cups hampir sama dengan
ujung ynag tidak meruncing
9. Mahkota lebih beriklinasi ke lingual (Geoffrey C. van Beek, 1996).
11. Molar Pertama Atas
1. Gigi molar paling besar.
2. Mempunyai 4 cusp dengan mesiopalatal paling besar dan distopalatal
paling kecil.
3. Cusp bukal lebih runcing dari cusp palatal.
4. Bukolingual mahkota lebih besar dari mesiodistal.
5. Terdapat tuberculum carabelli pada cusp mesiopalatal.
6. Akar tiga, dan terpisah, akar palatal paling panjang dan mengembang,
akar bukal berinklinasi ke distal.
10. Bagian oklusal berbentuk jajaran genjang (Geoffrey C. van Beek, 1996).
12. Molar Kedua Atas
1. Yidak ada cups carabelli
2. Bagian oklusal jajar genjanga.
3. 3 akar yang kurang divergen
4. Oblique ridge menghubungakan cups mesiopalatal dan distobukal
5. Secara kseluruhan mahkota agak lebih kecil dari pada molar pertama
asta.
13. Molar Pertama Bawah
1. Gigi terbesar pada rahang bawah.
2. Mempunyai 5 cusp, 3 bukal dan 2 lingual.
3. Permukaan bukal berinklinasi ke lingual.
4. Mesiodistal mahkota lebih besar dari bukolingual.
5. Bagian oklusal berbentuk segi empat.
6. Mempunyai 2 akar, akar mesial lebih panjang, akar distal lebih bulat.
(Itjingningsh, 1991).
14. Molar Kedua Bawah
1. Bagian oklusal persegi membulat
2. 2 akar. Mesial dan distal
3. 4 cups, 2 cups lingual, 2 cups bukal.
4. Mahkota beriklinasi k lingual
5. Cups lingual lebih tinggi dari pada cups bukal
6. Cups mesial lebih besar dari pada cups distal (Geoffrey C. van Beek, 1996).
2.1.2 Perbedaan Gigi Susu dan Permanen
1. Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai premolar.
2. Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.
3. Secara keseluruahan gigi susu lebih kecil dari pada gigi permanen
4. Gigi susu lebih mudah terabrasi dari pada gigi permanen
5. Gigi susu lebih yang baru bererupsi cups cenderung lebih meruncing.
6. Ruang pulpa gigi gigi susu lebih besar dari pada gigi permanen
7. Mahkota gigi susu lebih membulat dari pada gigi permanen (Geoffrey C. van
Beek, 1996).
2.1.3 Kelainan Pertumbuhan Dan Perkembangan Gigi
Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi kelainanjumlah
gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti
sebagaietiologi, tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan
tendensikeluarga.Faktor lingkungan dapat menyebabkan pecahnya benih gigi
ketika bayi masihdalam kandungan, misalnya (Abidin, 2011):
1. Radiasi/penyinaran
2. Trauma
3. Infeksi
4. Gangguan nutrisi dan hormonal
1. Agenesi
Agenesi adalah tidak ada nya benih gigi, ada 2 macam agenesi yakni,
Anodonsia yaitu tidak dijumpainya seluruh gigi geligi dalam ronggamulut
sedangkan hipodonsia atau disebut juga oligodonsia yaitu tidak adanya satu
ataubeberapa elemen gigi. Kedua keadaan ini dapat terjadi pada gigi sulung
maupun gigitetap. Gigi yang sering mengalami hipodonsia yaitu gigi insisivus
lateralis atas, premolardua bawah, premolar dua atas, molar tiga dan insisivus
sentralis bawah (Abidin, 2011).
Anodonsia mempunyai dampak terhadap perkembangan psikologis
karenaadanya penyimpangan estetis yang ditimbulkannya dan menyebabkan
gangguan padafungsi pengunyahan dan bicara.Hipodonsia dapat menimbulkan
masalah estetis dan diastema (Abidin, 2011).
2. Supernumerary Teeth
Hiperdonsia atau dens supernumerary atau supernumerary teeth
yaituadanya satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi yang normal,
dapat terjadi padagigi sulung maupun gigi tetap. Gigi ini bisa erupsi dan bisa
juga tidak erupsi. Beberapapenelitian melaporkan prevalensinya pada anak-
anak 0,3 – 2,94 %. Menurut Bodin danKaler, kasus ini lebih banyak dijumpai
pada laki-laki (Abidin, 2011).
Akibat yang ditimbulkan tergantung pada posisi yang berlebih, dapat
berupa malposisi, crowded, tidak erupsinya gigi tetangga, persistensi gigi
sulung, terlambatnya erupsi gigi insisivus sentralis tetap, rotasi, diastema,
impaksi, resobsi akar dan hilangnyavitalitas. Pembentukan kista dan masalah
estetis juga dapat dijumpai (Abidin, 2011).
Tanda-tanda klinis gigi berlebih ini antara lain terhambatnya erupsi gigi
sulung,terhambatnya erupsi gigi pengganti, perubahan hubungan aksial dengan
gigi tetanggadan rotasi gigi insisivus tetap (Abidin, 2011).
3. Makrodonsia
Makrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi
lebihbesar dari normal, hampir 80 % lebih besar (bisa mencapai 7,7-9,2 mm).
Keadaan inijarang dijumpai, sering di DD (Diferensial Diagnosa/Diagnosa
Banding) dengan fusionteeth. Gigi yang sering mengalaminya adalah gigi
insisivus satu atas(Abidin, 2011).
4. Mikrodonsia
Yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil
darinormal. Bentuk koronanya (mahkota) seperti conical atau peg shaped.
Sering didugasebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus dua
atas atau molar tiga.Ukuran gigi yang kecil ini dapat menimbulkan diastema
(Abidin, 2011).
5. Natal dan neonatal teeth
Gigi natal adalah gigi yang telah erupsi atau telah ada dalam mulut pada
waktu bayi dilahirkan. Gigi neonatal adalah gigi yang erupsi selama masa
neonatal yaitu dari lahir sampai bayi berusia 30 hari (Abidin, 2011).
Erupsi normal gigi insisivus sulung bawah dimulai pada usia 6 bulan,
jika gigisulung erupsi semasa 3-6 bulan kehidupan disebut gigi predesidui.
Gigi ini merupakangigi sulung yang erupsinya prematur, jadi tidak termasuk
gigi supernumerary ataugangguan pertumbuhan lainnya (Abidin, 2011).
a. Etiologi
1. Posisi benih yang superfisial (dekat ke permukaan)
2. Bertambahnya proses erupsi gigi selama atau setelah anak mengalami
demam
3. Keturunan
4. Akibat sifilis kongenital
5. Gangguan kelenjar endokrin
6. Defisiensi makanan(Abidin, 2011).
6. Kista erupsi
Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang terjadi
akibatrongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung atau tetap yang akan
erupsi mengembangkarena penumpukan cairan dari jaringan atau darah
(Abidin, 2011).
Gambaran Klinis :
1. Diawali dengan terlihatnya daerah kebiru-biruan pada gigi yang akan erupsi.
2. Kemudian terjadi pembengkakan mukosa yang disertai warna kemerahan.
3. Akibat pembengkakan ini dapat menyebabkan tergigit oleh gigi
antagonisnyasehingga menimbulkan rasa tidak enak atau rasa sakit (Abidin,
2011).
a. Perawatan
1. Beberapa kista yang ringan (pembengkakan kecil) dapat hilang dengan
robeknyakista dan erupsinya gigi.
2. Pada keadaan yang parah disertai gangguan pada anak yaitu cengeng atau
gelisah, kista dapat diinsisi, kemudian diberi antibiotik dan analgetik untuk
mencegah infeksi dan rasa sakit (Abidin, 2011).
7. Gigi molar sulung yang terpendam
a. Definisi
Disebut juga dengan submerged teeth yaitu suatu gangguan erupsi yang
menunjukkan gagalnya gigi molar sulung mempertahankan posisinya
akibatperkembangan gigi disebelahnya sehingga gigi molar sulung tersebut
berubah posisimenjadi di bawah permukaan oklusal (Abidin, 2011).
Gigi molar dua sulung rahang bawah lebih sering terkena, bahkan ada
penelitianyang menemukan bahwa gigi tersebut terbenam seluruhnya sampai di
bawah gingiva.Mekanisme terbenamnya belum diketahui dengan pasti, diduga
berhubungan denganankilosis, yang disebabkan pengendapan tulang yang
berlebihan selama fase resorpsidan reposisi (perbaikan) yang merupakan ciri
normal resorpsi akar pada gigi sulung (Abidin, 2011).
Pergerakan ke arah oklusal dari gigi molar dua sulung terhambat atau
terhentisehingga gigi tersebut terletak di bawah permukaan oklusal gigi molar
satu sulung danmolar satu tetap(Abidin, 2011).
b. Perawatan
1. Beberapa kasus, gigi yang terbenam tersebut dapat lepas sendiri.
2. Bila ada tanda terganggunya benih premolar dua di bawahnya (melalui
ronsenfoto) atau kemungkinan gigi didekatnya terungkit (gigi molar satu
tetap),sebaiknya gigi yang terbenam tersebut dicabut (Abidin, 2011).
8. Gigi ganda
Fusi, Dua buah gigi yang mengalami penyatuan karena Lamina
Interdentalnya tidak berkembang atau karena sebab genetik autosomal
dominan. Terlihat ukuran mesiodistal lebar, gigi ini sebenarnya adalah dua gigi
yang bersatu (Abidin, 2011).
Geminasi, Gigi dengan 1 akar dan satu saluran akar tetapi memiliki dua
mahkota lengkap maupun tidak lengkap yang terpisah. Penyebabnya invaginasi
bakal gigi, faktor lokal, sistemik atau genetic (Abidin, 2011).
9. Dilaserasi
a. Definisi
Bentuk akar gigi atau mahkota yang mengalami pembengkokan
yangtajam (membentuk sudut atau curve) yang terjadi semasa pembentukan
dan perkembangangigi tahap atau fase kalsifikasi (Abidin, 2011).
Curve pembengkokan dapat terjadi sepanjang gigi tergantung seberapa
jauhpembentukan gigi sewaktu terjadi gangguan (Abidin, 2011).
b. Etiologi
Diduga terjadi akibat trauma selama pembentukan gigi (Abidin, 2011).
c. Perawatan
1. Dicabut (secara bedah) bila gigi tidak erupsi.
2. Kombinasi bedah dan ortodontik. Setelah dibuat jalan keluar untuk gigi,
kemudian gigi ditarik keluar memakai pesawat ortodontik(Abidin, 2011).
10. Konkresen
Menyatukan Sementum dua buah gigi yang saling bersebelahan,
disebabkan karena trauma lokal, gigi berjejal, atau lokasi benih gigi yang salah
selama pembentukan akar.
2.2 Anatomi Gigi dan Jaringan Pendukungnya
Gigi terbagi dalam dua bagian besar yaitu mahkota dan akar. Mahkota adalah bagian gigi yang terlihat dalam mulut, sedangkan akar adalah bagian yang tertanam dalam tulang rahang. Sedangkan secara struktur, gigi merupakan salah satu jaringan keras tubuh yang terdiri dari enamel/email, dentin, dan sementum (Evelyn, 1999).
Struktur gigi terdiri dari :
1. Lapisan emailMerupakan lapisan paling luar gigi, juga merupakan lapisan yang
paling keras pada tubuh manusia, berwarna putih, menutup permukaan mahkota gigi, dan bila rusak tidak mengalami regenerasi, perbaikan & pergantian enamel hanya dengan tambalan (restorasi) (Evelyn, 1999).
2. Tulang gigi (dentin)Merupakan lapisan berwarna agak kekuningan, terletak di bawah email
gigi, Pertumbuhannya mengarah ke pulpa, di dalam dentin terdapat saluran-saluran mikroskopis yang disebut sebagai tubulus dentin yang berisi tonjolan odontoblast dan bahan organik dalam ruang periodontoblast (Evelyn, 1999).
3. Rongga gigi (pulpa)Merupakan lapisan yang terletak di bawah dentin, merupakan jaringan
lunak yang di dalamnya terdapat jaringan ikat, limfe, saraf, dan pembuluh darah, jaringan ini masuk ke dalam gigi melalui lubang kecil (foramen apikal) yang terdapat pada apeks.Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi kepada gigi sehingga gigi tetap kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan dalam menghantarkan rangsang dari luar gigi ke otak (Evelyn, 1999).
4. SementumMerupakan pelindung akar gigi dalam gusi dan membantu agar gigi
tetap melekat pada gusi. Gusi merupakan tempat tumbuh gigi (Evelyn, 1999).
Gingiva merupakan membran mukosa, tersusun atas epitel berlapis gepeng,
melekat pada email gigi, melindungi jaringan ikat di bawahnya selama proses
mastikasi, epitelnya menghubungkan epitel pada mulut dengan gigi (Evelyn,
1999).
Periodontal Ligament mempunyai dua fungsi yaitu sebagai: Sumber nutrisi
(membekalkan nutrisi kepada cementum, tulang dan gingival) dan sensori
(dipersarafi oleh serabut saraf sensori yang berfungsi untuk menghantarkan
stimulus sentuhan, tekanan, dan nyeri). Fungsi fisikal:
sarung untuk melindungi pembuluh darah, serabut saraf daripada luka yang di
sebabkan oleh tekanan mekanikal (Evelyn, 1999).
Alveolar Bone merupakan bagian dari tulang mandibular dan maksila yang
mengelilingi gigi berfungsi sebagai pembentuk dan penyokong tooth sockets
(Evelyn, 1999).
2.2 Biokimia Gigi
1. Enamel
Struktur enamel mengandung jutaan enamel rodyang memanjang dari
arah perbatasan dari enamel dentino junction sampai ke permukaan enamel.
Komposisi biokimia dari enamel tersusun oleh :
a) 97 % anorganik (kristal hidroksiapatit), yang terdiri dari kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, clorida, dan karbonat.
b) 3 % organik, terdiri dari enamelin dan air (DSC Biokimia FKG UGM,
2004).
2. Dentin
Dentin merupakan struktur penyusun gigi yang terbesar. Jaringan ini
lebih lunak di bandingkan dengan enamel karena komposisi material organiknya
lebih banyak.
Pada batas dentin dengan enamel adalah ujung ujung tubulus dentin. Dan pada
perbatasan antara dentin dengan sementum banyak di jumpai serat Tomes .
Komposisi biokimia dari enamel tersusun oleh :
a. 80 % anorganik (kristal hidroksiapatit), yang terdiri dari kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, clorida, dan karbonat.
b. 20 % organic, yang terdiri dari serabut kolagen (DSC Biokimia FKG UGM,
2004).
3. Pulpa
Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah , persyarafan dan
limfe, yang juga terdiri dari jaringan ikat longgar. Dimana masuk ke pulpa melalui
foramen apical yang berada pada apeks.
a. Odontobalstic zone, bagian terluar pulpa terdiri dari selapis odontoblasts.
b. Cell-free zone, terletak pada bagian dalam odontoblastic zone,
pada area ini tidak ada sel.
c. Cell-rich zone, bagian paling dalam dari pulpa, banyak terdapat
fibroblasts dan sel mesensim (DSC Biokimia FKG UGM, 2004).
4. Sementum
Sementum adalah suatu jaringan mesenchymal terkalsifikasi yang
memebentuk lapisan luar akar yang berfungsi sebagai tempat melekatnya
ligament periodontal ke gigi (DSC Biokimia FKG UGM, 2004).
Komposisi biokimia dari enamel tersusun oleh :
a. 45 % anorganik (kristal hidroksiapatit), yang terdiri dari kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, clorida, dan karbonat.
b. 55 % organic, yang terdiri dari serabut kolagen (DSC Biokimia FKG UGM,
2004).
2.4 Nomenklatur Gigi
nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi. Ada 3 cara penulisan
nomenklatur yang paling banyak digunakan, diantaranya yaitu (Anatomi, 2013)
1. Cara Universal
Gigi Tetap 1 ..... 8 9 ..... 16
32 .. 25 24 ..... 17
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 24
Gigi Susu A B C D E F G H I J
T S R Q P O N M L K
Contoh: c bawah kanan = R
M2 atas kiri = J
2. Cara Palmer’s
Gigi Tetap 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu E D C B A A B C D E
E D C B A A B C D E
Contoh: c bawah kanan = C, m2 atas kiri = E
3. Sistem 2 Angka dari International Dental Federation (FDI)
Gigi Tetap 1 2 (Angka kedua menunjukan gigi apa dalam
kuadran) 4 3
Contoh: P2 atas kanan = 15
I1 bawah kiri = 31
Gigi Susu 5 6
8 7
Contoh: c bawah kanan = 83
m2 atas kiri = 65
Keuntungan cara ini mudah dimengerti, diajarkan, dicetak, ditulis dan
dipindahkan ke computer (Anatomi, 2013)
2.5 Odontologi Forensik
Pengertian forensik menurut Dorland (2010), forensik adalah berkaitan
dengan suatu tempat jual-beli atau tempat pertemuan umum berkenaan dengan
atau dilakukan dalam peristiwa hukum (Dorland, 2010).
Pengertian forensik menurut identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik.
Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua
aplikasi dari disiplin ilmu kedoktaran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan
dalam memperoleh data- data post mortem, berguna untuk menentukan otentitas
dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses
peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).
Apabila seorang dokter gigi dengan surat permintaan sebagai anggota
penyidik, anggota tim identifikasi, dan sebagai saksi ahli apabila hakim sulit
memutuskan sesuatu perkara dalam suatu sidang peradilan sedangkan pada tubuh
korban terdapat pola bekas gigitan, menggunakan gigi palsu, serta seluruh data-
data gigi yang telah dilakukan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi maka
hakim akan meminta seorang ahli untuk memastikan hal tersebut diatas demi
memantapkan keputusan yang akan diambilnya (Lukman, 2006).
A. Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik ada beberapa macam antara lain:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi.
2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang
rahang serta antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban ( janin ) melalui benih gigi.
4. Identifikasi umur melalui gigi sementara (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut.
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.
13. Identifikasi wajah korban dari rekrontruksi tulang rahang dan tulang
facial.
14. Identifikasi wajah korban.
15. Identifikasi korban melalui gigitan pelaku.
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban masal.
17. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik.
18. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik.
19. Victim Identification form (Lukman, 2006).
Semua data-data yang diperoleh dalam identfikasi di atas dituangkan dalam
formulir baku mutu nasional yaitu ke dalam formulir korban tindak pidana yang
berwarna merah yang disebut dengan data postmortem, pada korban hidup tetap
pula ditulis ke dalam formulir yang sama sedangkan data- data semasa hidup
ditulis ke dalam formulir antemortem yang berwarna kuning. Hal ini berlaku pula
pada pelaku, ia mempunyi kedua penulisan data pula antemortem dan postmortem
pada kertas yang berwarna kuning dan merah (Lukman, 2006).
2.5.1 Identifikasi Secara Umum
Perlu pula kita ketahui identifikasi ilmu kedokteran forensik umum karena
pada negara-negara maju tim penyidik dan tim identifikasi anggotanya terdapat
dokter gigi dengan demikian ada baiknya dokter gigi mengetahui identifikasi
secara umum (Lukman, 2006).
Identifikasi secara umum antara lain :
1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kartu kredit,
kartu sekolah, kartu mahasiswa, kartu karyawan, name tag dari instansi korban.
Adakalanya mayat tanpa sepucuk surat identifikasi pun pada tubuhnya,
sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap mayat tersebut. Biasanya yang
perlu diteliti untuk keperluan itu adalah:
2. Pakaian atau busana
a) Bentuk pakaian berupa celana panjang / pendek, gaun, sarung kebaya dsb
b) Corak pakaian contohnya bunga-bunga, garis-garis, motif tertentu dsb
c) Merk pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit,
dsb
d) Nomor binatu (laundry mark) yang kemungkinan ada dipakaian yang
digunakan (Lukman, 2006).
3. Perhiasan yang biasanya dapat di identifikasikan adalah bentuk perhiasan
tersebut terbuat dari apa perhiasan tersebut, inkripsi, dan merk perhiasan
tersebut.
4. Tubuh korban sendiri yang meliputi :
a) Ciri-ciri umum : tinggi atau berat badan, jenis kelamin, umur, warna
kulit, rambut, rambut kepala, kumis, jenggot, mata, hidung, mulut, gigi
geligi
b) Ciri-ciri khusus : tahi lalat, tompel, bekas hamil, dsb
c) Ciri-ciri tambahan : tindik, tato, dsb
d) Cacat : sumbing, patah tulang (Lukman, 2006).
Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat yaitu memperlihatkan mayat
berdiri dengan urutan identifikasi secara umum oleh karena umumnya sebagian
besar manusia di dunia ini menggunakan tangan kanan maka tangan dan kaki
kanan terlebih dahulu di identifikasi baru kemudian tungkai kiri. Apabila mayat
kidal maka kebalikannya (Lukman, 2006).
a) Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sbb:
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan
pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan
pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut
terlebih dahulu. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena
berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu
banding dua miliar.
5. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
6. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh (Lukman, 2006).
b) Kekurangan penggunaan gigi dalam odontologi forensik
1. Untuk memperoleh gigi antemortem, dental record, kesulitan yang
dijumpai, pertama adalah adanya kenyataan bahwa sebelum semua orang
terarsipkan data gigi dengan baik. untuk mengatasi hal ini maka
hendaknya dapat diupayakan pencatatan pencatatan data gigi pada setiap
pemeriksaan atau perawatan gigi semua orang terutama pada orang-orang
yang tugasnya mempunyai resiko jiwa (Lukman, 2006).
2. Keadaan gigi setiap orang dapat berubah karena pertumbuhan, kerusakan,
perkembangan serta perawatannya (Lukman, 2006).
2.5.2 Ruang Lingkup Forensik Odontologi
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark)
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan
kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
(Lukman, 2006).
2.5.3 Peran Dokter Gigi dalam Kedokteran Gigi Forensik
1. Identifikasi korban meninggal massal melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi
yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang. Contoh: (Unair, 2008).
a. Pada kasus bom Bali, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi
mencapai 60%
b. Gigi bisa mengidentifikasi korban termasuk tokoh utama terorisme di
Indonesia, DR.Azahari.
2. Dokter gigi berperan penting dalam melakukan identifikasi korban bencana
karena korban yang hangus terbakar dan mengalami pembusukan tingkat lanjut
sulit untuk dikenali dan sudah tidak dapat dilakukan identifikasi melalui
pemeriksaan visual (Unair, 2008).
2.5.4 Jenis Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Identifikasi Komparatif
Identfikasi komparatif, yaitu apabila bersedia data post-mortem
(pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal mengenai
cirri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi,
dll), dalam komunitas yang terbatas.
1. Post-Mortem atau otopsi adalah prosedur bedah yang sangat khusus
yang terdiri dari pemeriksaan menyeluruh terhadap mayat untuk
menentukan penyebab dan cara kematian dan untuk mengevaluasi
setiap penyakit atau cedera yang mungkin ada.
2. Ante-Mortem adalah data-data pribadi dari korban seperti cirri-ciri
fisik, pakaian, identitas khusus (tanda lahir), bekas luka/operasi, dan
sebagainya sebelum korban meninggal.
b) Identifikasi Rekronstrktif
Identifikasi rekonstruktif, yaitu identifikasi yang dilakukan apabila tidak
tersedia data ante-mortem pada korban (contoh: penemuan jasad tanpa
identitas) dan dalam komunitas yang tidak terbatas.
Data ante-mortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila
identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data ante-mortem
tersebut berupa dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau
catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi.
1. Foto rontgen gigi.
2. Cetakan gigi.
3. Prosthesis gigi atau orthodonsi
4. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi.
5. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah.
Untuk data gigi post-mortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antara
lain :
1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru
atau sudah lama.
2. Gigi yang ditambal, jenis dan klasifikasi bahan tambal.
3. Anomali bentuk dan posisi.
4. Karies atau kerusakan yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi.
6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologs untuk fungsi
mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.
7. Gigi molar kketiga sudah tumbuh atau belum.
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.
2.5.5 Identifikasi Usia
Dalam mengidentifikasi usia ada beberapa metode yang sering digunakan
untuk seseorang berdasar pemeriksaan gigi antara lain :
1. Metode Schour dan Massler
Pertumbuhan gigi gelilgi dimulai dari lahir sampai dengan umur 21
tahun, yang banyak digunakan dalam ilmu kedokteran gigi klinis untuk
merencanakan atau mengevaluasi perawatan gigi. Tabel ini biasa
digunakan untuk mempelajari gigi geligi dimana yang sudah seharusnya
tanggal atau seharusnya sudah tumbuh pada umur tertentu. Untuk
penentuan umur penggunaannya justru melihat gigi yang sudah ada
didalam mulut dan menentukan umurnya dengan bantuan table Schour dan
Massler (Stimson, 1997). m
Tabel 2 dan 3. Tabel Schour dan Massler
2. Tabel Gustaffson dan Koch
Pada prinsipnya sama dengan sChour dan Massler, hanya pada
table Gustaffson untuk setiap gigi ini diberikan perkiraan jadwal yang
lebih lengkap, mulai dari pembentukan, mineralisasi, pertumbuhan ke
dalam mulut sapai pada penutupan foramen apicalis, sejak dalam
kandungan hingga umur 16 tahun (Stimson, 1997).
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson – Koch pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk
memperkirakan umur seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari
Gustaffson adalah sebagai berikut:
a. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang
sesuai dengan bertambahnya usia.
b. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan
dibentuk sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin
bertambah usia maka sekunder dentin akan semakin tebal.
c. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara
perlekatan gusi dan gigi.
d. Pembentukan foramen apikalis
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
e. Transparansi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening, hal
ini dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama kehidupan.
f. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan
bertambahnya usia ketebalan sement pada ujung akar gigi juga
semakin bertambah (Stimson, 1997).
3. Neonatal dan Von Ebner Lines
Garis-garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat
pada gigi yang telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan
ketebalan 30-40 mikron. Pada gigi susu Molar 1 (yaitu gigi-gigi yang ada
pada waktu kelahiran), akan ditemukan neonatal line berupa garis
demarkasi yang memisahkan bagian dalam email (yang terbentuk sebelum
kelahiran) dengan bagian luar enamel (yang terbentuk setelah lahir).
Selanjutnya juga akan ditemukan garis-garis incremental Von Ebner yang
merupakan transisi antara periode pertumbuhan cepat dan pertumbuhan
lambat yang berselang-seling (Stimson, 1997).
Jarak rata-rata antara garis ini adalah 4 mikron yang merupakan
kecepatan deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila pembentukan gigi belum
selesai, perhitungan garis Von Ebner dari neonatal line dapat membantu
penentuan umur (Clark, 1992).
2.5.6 Identifikasi Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi
geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson
mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang
dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan
pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin (Julianti dkk,
2008).
2.5.7 Identifikasi Ras
a) Ras Mongoloid
1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan
nyata berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras
kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti
sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan
oklusal premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada
20% mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentuk elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus (Julianti dkk,
2008).
b) Ras Kaukasoid
1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol (Julianti dkk, 2008).
c) Ras Negroid
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila (Julianti dkk, 2008).
2.5.8 Identifikasi Golongan Darah
Menurut James dan Standison pada tahun 1982, identifikasi golongan
darah dapat dibuat dari sediaan yang diambil dari bagian tubuh diantaranya akar
rambut, jaringan tulang, jaringan kuku, jaringan ikat, air mata, saliva, dan cairan
darah sendiri (Lukman, 1994).
Akan tetapi dalam ilmu kedokteran gigi forensik, identifikasi golongan
darah dapat diketahui dari analisa jaringan pulpa gigi (Lukman, 1994).
Menurut Alfonsius dan penelitian Ladokpol pada tahun 1992, dan Forum
Ilmiah Inetrnasional FKG Usakti 1993, bahwa analisa golongan darah dari pulpa
gigi merupakan identifikasi golongan darah untuk pelaku maupun korban adalah
dengan cara Absorpsi-Ellusi (Lukman, 1994).
Analisa laboratoris dengan metode Absorpsi-Ellusi dari jaringan pulpa gigi
dibuat sebagai berikut (Lukman, 1994):
1. Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa diambil sebagai bahan.
2. Gigi tersebut ditumbuk dalam lubang besi sehingga hancur menjadi bubuk.
3. Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terbagi
menjadi tiga tabung.
4. Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera:
α ke tabung I, β ke tabung II, γ ke tabung III
5. Ketiga tabung tersebut dimasukkan/ disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 50 C selama 24 jam sehari-semalam.
6. Kemudian dicuci dengan Saline Solution sebanyak 7 kali.
7. Larutan saline dibuang dari tabung tetapi endapan tidak terbuang.
8. Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet.
9. Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan suhu 560 C selama 12
menit.
10. Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat dari tungku pemanas.
11. Kemudian kedalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel Indikator:
A, B, dan O dengan konsentrasi 3%-5%.
12. Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar agar
terjadi penggumpalam (aglutinasi).
13. Dan akhirnya dilihat pada tabung mana yang menjadi penggumpalan
(aglutinasi).
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi golongan
darah dari hasil analisa laboratoris tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai
berikut (Lukman, 1994):
1. Dikatakan positif adalah jelas terlihat dengan visual terjadinya aglutinasi.
2. Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas.
3. Hasilnya dikatakan negatif bila tidak terjadi aglutinasi.