bab ii tinjuan pustaka 2.1 sampah -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
Berdasarkan Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
(SNI 19-2454-2002), sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan
organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Menurut Tchobanoglous (2002), sampah adalah material tidak berguna yang
dihasilkan dari kegiatan manusia, sedangkan menurut Undang-Undang No 18
Tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam
yang berbentuk padat. Menurut Damanhuri (2010), sampah adalah semua buangan
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur,
cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi.
Sampah dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik dan sampah non
organik. Sampah dapat dihasilkan oleh berbagai sumber diantaranya rumah
tangga, perkantoran, sekolah, pasar, dan tempat wisata. Jumlah sampah perkotaan
akan meningkat seiring dengan pertumbuhan kehidupan sosial masyarakat.
Penyediaan TPA harus menunjang semua sampah yang masuk sebagai tempat
pengolahan sampah. Adanya penanganan dan pengolahan sampah yang optimal
dari mulai sampah dari sumbernya hingga lahan yang tersedia sebagai
pembuangan akhir merupakan permasalahan yang harus segera ditangani. Hal
tersebut bertujuan agar pencemaran lingkungan akibat sampah dapat di kurangi
yang dapat memberikan efek buruk bagi kehidupan masyarakat.
2.2 Sumber Sampah
Sumber sampah sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 2008 adalah asal
timbulan sampah. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.3 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga terdapat dua jenis sumber sampah
yaitu :
7
Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga yang
berasal dari kawasan kommersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya.
Undang-Undang No 18 Tahun 2008 sumber sampah adalah asal timbulan
sampah. Menurut Damanhuri (2010), sumber sampah yang berasal dari rumah
tinggal merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah
tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai
sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan, komersial, umum, dan
sosial. Sumber sampah yang berasal dari perumahan dibagi atas perumahan
masyarakat berpenghasilan tinggi, perumahan masyarakat berpenghasilan
menengah, dan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. Sumber sampah
dari daerah komersial adalah sumber sampah yang berasal dari kawasan
perniagaan, dan hiburan. Sumber sampah dari umum adalah sampah yang berasal
dari sarana/prasarana perkotaan yang digunakan untuk kepentingan umum.
Sedangkan sumber sampah sosial adalah sampah yang dihasilkan dari
sarana/prasarana perkotaan yag digunakan untuk kepentingan sosial atau bersifat
sosial.
Menurut Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Enri Damanhuri 2010, sumber
sampah adalah :
Berasal dari penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan
(kegiatan komersial/perdagangan), penyapu jalan, taman, atau tempat umum
lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah sejenis sampah.
Sampah yang dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung
limbah berbahaya, seperti sisa baterai, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas
pemusnah nyamuk, sisa biosida tanaman, dsb.
Berdasarkan Diktat Pengolahan Sampah Enri Damanhuri FTSL ITB 2008,
penanganan sampah pada Landfill tradisional (Sanitary Landfill) memiliki
penjelasan sebagai berikut :
8
Cara yang dikenal di Indonesia
Sampah diletakkan lapis per lapis (0,5 m – 0,6 m) sampai ketinggian 1,2 m -1,5
m.
Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan operasi alat berat agar
penimbunan bisa teratur.
Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (loader atau dozer) dan
mencapai 0,6 – 0,8 ton/m3.
Membutuhkan penutupan harian 10 cm – 30 cm, paling tidak dalam 48 jam.
Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedangkan di
bagian bawah anaerob (tidak ada oksigen) sehinggan dihasilkan gas metan.
2.3 Timbulan Sampah
Menurut Perda Kabupaten Malang No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah, timbulan sampah adalah sampah yang timbul (terkumpul) pada suatu
wilayah tertentu. Timbulan sampah menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008
adalah setiap orang dan atau akibat proses alam yang menghasilkan sampah
sehingga menghasilkan timbulan sampah.
Dalam menentukan timbulan sampah di Indonesia, khususnya di Kabupaten
Malang penerapan satuan volume timbulan sampah dapat menimbulkan kesalahan
dalam interpretasi karena terdapat faktor kompaksi yang harus diperhitungkan
(Damanhuri, 2010). Faktor kompaksi itu sendiri terjadi akibat terbebaninya
lapisan akibat sedimen yang berada di atasnya, sehingga menyebabkan hubungan
antar butir menjadi lebih dekat dan juga air yang terkandung dalam pori-pori
lapisan tertekan keluar (Wikipedia.org),
Menurut Damanhuri (2010), timbulan sampah adalah banyaknya sampah
dalam satuan berat : kilogram per orang per hari (Kg/Orang/Hari) atau kilogram
per meter-persegi bangunan perhari (Kg/m2/h) atau kilogram per tempat tidur per
hari (Kg/bed/hari), dalam satuan volume: liter/orang/hari (L/Orang/hari), liter per
meter-persegi bangunan per hari (L/m2/hari), liter per tempat tidur perhari
(L/bed/hari). Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), timbulan sampah
merupakan jumlah volume sampah yang dihasilkan perkapita. Banyaknya sampah
9
yang dihasilkan dalam satuan berat (kilogram per orang per hari, atau kilogram
per tempat tidur per hari) dan dalam satuan volume (liter/orang/hari, liter/m2/hari.
Dari timbunan sampah tersebut maka dapat diperoleh jumlah volume sampah di
Kabupaten Malang perharinya, sehingga dapat diketahui jumlah sampah
pertahunnya. Selain itu timbunan sampah dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat pelayanan di Kabupaten Malang.
Berdasarkan Diktat Kuliah Enri Damanhuri TL-3104 (Versi 2010), rata-rata
timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah
dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya. Variasi ini
terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain :
Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya.
Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan
sampahnya.
Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum
pada musim panas.
Cara hidup dan mobilitas penduduk.
Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan bertambah
pada musim dingin.
Cara penanganan makanannya.
Timbulan sampah baik untuk sekarang mupun dimasa mendatang
merupakan dasar dari perncanaan,perancangan,dan pengkajian sistem pengelolaan
persampahan. Apabila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk
menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai
berikut (Damanhuri,2010) :
1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2-2,5 l/orang/hari, atau 0,4-0,5
kg/orang/hari.
2. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 -2 l/orang/hari, atau 0,3-0,4
kg/orang/hari.
Kabupaten Malang masuk ke dalam kota besar. Untuk itu sebagai acuan
dalam memperkirakan volume sampah dapat digunakan sebesar 0,4 - 0,5
kg/orang/hari.
10
Volume timbulan sampah rata-rata perkapita perhari menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Timbulan sampah perkapita
V = 𝑽𝒔
𝒑
Dengan :
V = Volume timbulan sampah per orang (m³/orang/hari)
Vs = Total Volume sampah yang terkumpul (m³ /hari)
P = Jumlah Penduduk (orang)
Volume sampah = jumlah penduduk x timbulan sampah perkapita (kg)
Volume sampah pasar dll = 10% x jumlah sampah penduduk asli
Volume sampah total = volume sampah + volume sampah pasar dll
Adapun untuk memproyeksikan volume sampah harian digunakan
pendekatan sebagai berikut :
Qn = Pn x V
Dimana:
Qn = Timbulan Sampah per hari pada tahun ke n.
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n.
V = Volume timbulan sampah rata-rata per orang per hari.
Jumlah pertumbuhan penduduk pada tahun 2016 dan 2026 dapat dihitung
dan diprediksi menggunakan beberapa metode, menurut Direktur Pengembangan
PLP (2011), metode tersebut adalah sebagai berikut:
a. Metode Aritmatik mengasumsikan bahwa jumlah penduduk pada masa depan
akan bertambah dengan jumlah yang sama setiap tahun, formula yang
digunakan pada metode ini adalah sebagai berikut:
Pn = Po (1 + r dn )
Dimana :
Pn = jumlah penduduk di tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
r = laju pertumbuhan penduduk
dn = periode waktu antara tahun dasar dan tahun n (dalam tahun)
11
b. Metode Geometrik mengasumsikan bahwa jumlah penduduk akan bertambah
secara geometrik menggunakan dasar perhitungan bunga majemuk, laju
pertumbuhan penduduk dianggap sama untuk setiap tahun, berikut formula
yang digunakan pada metode ini adalah :
Pn = Po (1 + r )dn
Dimana :
Pn = jumlah penduduk di tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
r = laju pertumbuhan penduduk
dn = periode waktu antara tahun dasar dan tahun n (dalam tahun)
c. Metode Least Square adalah pertumbuhan jumlah penduduk secara terus-
menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan, berikut formula
yang digunakan pada metode ini adalah :
Y = a + bx
Dimana :
Y = nilai variabel berdasarkan garis regresi
a = konstanta
b = koefisien arah regresi linear
x = variabel independen
Pengambilan jumlah sampel sampah untuk mengetahui jumlah sampah yang
dihasilkan per orang per harinya dapat digunakan cara sebagai berikut:
S = Cd x √𝑃𝑠
Dimana :
S = jumlah contoh (jiwa)
Cd = koefisien perumahan
Ps = populasi (jiwa)
K = S : N
Dimana :
K = jumlah contoh (KK)
N = jumlah jiwa per keluarga ( 5 orang )
12
2.4 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah
Di Kabupaten Malang masih banyak ditemui tumpukan sampah yang tidak
pada tempatnya dan dibuang di badan sungai. Minimnya pengetahuan masyarakat
tentang dampak dari sampah berakibat berkurangnya sikap peduli dan empati
pada lingkungan sekitar. Paradigma pengelolaan sampah yang digunakan kumpul-
angkut-buang merupakan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan
masalah sampahnya berupa pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA.
Pemerintah menyadari bahwa permasalahan sampah telah menjadi permasalahan
nasional yang harus segera dicari solusinya. Tiap kota-kota di seluruh wilayah
Indonesia menghadapi masalah persampahan.
Proporsi pelayanan sampah di Indonesia disajikan pada Tabel 2.1.
Meningkatnya pembangunan kota, pertambahan penduduk, meningkatnya
aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat khususnya di Kabupaten Malang
akan berdampak terhadap meningkatnya volume timbulan sampah yang dihasikan
masyarakat dari hari ke hari dengan segala upaya pengolahan sampah yg tepat.
Tabel 2.1 Proporsi pelayanan sampah di Indonesia
Pulau Penduduk
(juta-jiwa)
Penduduk
dilayani
(juta-jiwa)
% Penduduk
Dilayani
Sumatera 49,3 23,5 48
Jawa 137,2 80,8 59
Bali dan Nusa Tenggara 12,6 6,0 47
Kalimantan 12,9 6,0 46
Sulawesi, Maluku, dan Papua 20,8 14,2 68
Total 232,7 130,3 56
Sumber: Damanhuri, 2010
Kondisi sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang terbatas sehingga
permasalahan sampah semakin hari semakin kompleks dan diperlukan dana yang
tidak sedikit dalam pengelolaan sampah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah
13
wajib memberikan anggaran dana lebih untuh pengoptimalan TPA di seluruh
Indonesia
Di samping itu masalah yang sering muncul dalam proses penanganan
sampah juga meliputi masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya
ruang yang pantas untuk pembuangan sampah di TPA. Sebagai akibat biaya
operasional yang tinggi, kebanyakan TPA di Indonesia hanya mampu
mengumpulkan dan membuang, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan
cara yang tidak saniter, boros dan mencemari lingkungan sekitar pembuangan
sampah.
Tingkat pelayanan digunakan untuk mengukur keefektifan pengangkutan
sampah dari sampah yang dihasilakan perkapita sampai ke TPA. Tingkat
pelayanan TPA menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung
dengan menggunakan cara sebagai berikut:
Tingkat pelayanan = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 x 100%
2.5 Pengelolaan dan Penanganan sampah
Pengelolaan sampah di Kabupaten Malang telah mempunyai payung hukum
yaitu Perda No.10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan sampah dan Perda No.10
Tahun 2010 tentang Retribusi Jasa Umum (termasuk retribusi sampah).
Pengelolaan sampah menurut Undang-Undang No 18 tahun 2008 adalah kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011),
pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang bersangkut paut dengan
pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer, dan transportasi,
pengolahan dan pemrosesan akhir atau pembuangan sampah, dengan
mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi,
estetika, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respon
masyarakat.
14
Aspek-aspek pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Aspek-Aspek Pengelolaan Persampahan
(Sumber: Direktur Pengembangan PLP 2011)
Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), ada dasarnya pengelolaan
sampah dilihat sebagai komponen-komponen yang saling mendukung antara satu
dengan yang lain, yang memiliki tujuan terciptanya lingkungan yang sehat dan
bersih. Pola penanganan sampah dari tiap-tiap sumber sampah perlu terlebih
dahulu diketahui karakteristik dari sampah yang ada sehingga pola penanganan
yang dipilih akan lebih tepat dan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Pola
pengelolaan persampahan yang ada meliputi: pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan akhir.
Sedangkan menurut UU No.18 Tahun 2008, sistematika pengelolaan
sampah memiliki kesinambungan meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Kegiatan pengurangan meliputi:
a. Pembatasan timbulan sampah
b. Pendauran ulang sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali sampah
Aspek Teknis
Operasional
Aspek Peran
Serta Masyarakat
Aspek Hukum dan
Peraturan
Aspek
Organisasi
Aspek
Pembiayaan
Pengelolaan
Limbah Padat
15
Untuk kegiatan penanganan sampah menurut UU No.18 Tahun 2008
meliputi:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah dan/atau sifat sampah;
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sampah (TPS) atau tempat pengolahan
sampah ke tempat penampungan sementara (TPS 3R), atau tempat pengolahan
sampah terpadu;
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
3R terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pengolahan
sampah terpadu (TPST);
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,dan jumlah
sampah; dan/atau
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sebelumnyake media lingkungan secara aman.
2.6 Metode
Pengurukan sampah sangat penting sebagai pemrosesan akhir sampah untuk
mengurangi timbunan sampah di Kabupaten Malang terutama di 7 kecamatan
yang dilayani oleh TPA Talangagung Kecamatan Kepanjen yang dari tahun ke
tahun terus meningkat. Metode pengurukan sampah yang digunakan adalah :
2.6.1 Controlled Landfill
Menurut Diktat Kuliah Pengolahan Sampah Enri Damanhuri (2010), Di
Indonesia dikenal terminologi Controlled Landfill atau lahan urug terkendali.
Controlled Landfill merupakan metode pembuangan sampah yang lebih
berkembang dibanding open dumping, tetapi belum sebaik sanitary landfill.
Perbaikan atau peningkatan antara lain dengan kegiatan penutupan sampah secara
berkala. Bila dalam sanitary landfill diinginkan adanya penutupan harian, dan
pada open dumping urugan sampah sama sekali tidak dilakukan, maka controlled
landfill penutupan ditunda sampai 5-7 hari, sesuai dengan siklus hidup lalat.
Namun terminologi controlled landfill ini kerap disalah artikan, bila secara
16
berkalasebuah TPA sudah menerapkan penutupan, maka itu dianggap sebagai
controlled landfill.
Metode controlled landfill ini memiliki kelebihan dan kekurangan, di
antaranya (Damanhuri, 2010),
Kelebihan controlled landfill :
Dampak terhadap lingkungan dapat diperkecil.
Lahan dapat digunakan kembali setelah selesai dipakai.
Estetika lingkungan cukup baik.
Kekurangan controlled landfill :
Operasi lapangan relatif lebih sulit.
Biaya investasi, operasi, perawatan cukup besar.
Memerlukan personalia lapangan yang cukup terlatih.
2.7 Kebutuhan Lahan
2.7.1 Prediksi Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan merupakan hal yang harus direncanakan dengan baik.
Volume sampah yang terus meningkat membutuhkan lahan yang cukup juga
untuk menampung sampah tersebut. Kebutuhan lahan menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kebutuhan Lahan (m2/tahun) =
volume sampah x 365 hari/tahun
kedalaman sampah terkompaksi
Dimana :
Volume sampah (m3/hari) =
sampah yang dihasilkan ton/hari x 1000 kg/ton
massa jenis sampah terkompaksi
Sampah yang dihasilkan (ton/hari) =
populasi penduduk x sampah yang dihasilkan Kg/perkapita hari
1000 Kg/ton
17
2.7.2 Nilai Guna Usia Lahan
Nilai guna usia lahan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
Usia lahan dengan ketinggian rencana 10 meter (lahan kosong).
Usia guna lahan = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Usia lahan dengan ketinggian rencana 4 meter (lahan aktif).
a. Volume yang dihasilkan = volume sampah yang masuk
massa jenis sampah terkompaksi
Massa jenis sampah terkompaksi = 1.000 Kg/m3 (Damanhuri 2010)
b. Kebutuhan lahan (m3/tahun) =
luas lahan yang dibutuhkan perharix 365 hari
tinggi rencana tumpukan sampah
c. Usia guna lahan tahun = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
2.8 Alat Berat
Alat berat digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan
pembangunan suatu struktur bangunan (Rostiyanti 2014). Fungsi alat berat yang
digunakan di TPA terdiri dari 3 fungsi utama yaitu :
1. Pembuangan, penumpukan, penyebaran, perataan, pemadatan, dan
pengurukan sampah dengan tanah urukan adalah pekerjaan utama dari
Traktor Roda Rantai, Loader Roda Rantai, Kompaktor pemadatan sampah.
2. Peralatan berat yang menangani tanah urukan sampah akan melakukan
pengurukan sampah dengan tanah setiap hari. Bila pengurukan tanah
menjadi pekerjaan utama alat berat, maka pemilihannya dapat dilakukan
dengan memilih alat-alat berat khusus yang dilengkapi dengan peralatan
pengurukan tanah.
3. Alat-alat pendukur termasuk didalamnya Motor Grader, Back Hoe Loader,
Hydraulic Excavator, Mobil tangki air, Air compressor, Mobil service,
Pompa Air, Generating Set dan lain lainnya, perlu diadakan sebagai alat
bantu TPA.
Alat berat yang biasa digunakan dalam pengurukan sampah adalah
excavator, bulldozer dan wheel loader.
18
Excavator digunakan untuk memindahkan dan mengumpulkan sampah yang
turun dari dump truck namun dengan jarak yang pendek, bulldozer digunkan
untuk memindahkan sampah yang telah di kumpulkan excavator untuk
dipindahkan dengan jarak yang lebih jauh, sedangkan vibra compactor digunakan
untuk memadatkan sampah yang telah di kumpulkan bulldozer dan excavator.
Alat berat yang digunakan TPA Talangagung adalah 2 unit excavator. Alat berat
tersebut dioperasikan secara masimal selama 6 jam/hari.
Produktivitas alat berat adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan seluruh sumber daya yang digunakan. Faktor yang mempengaruhi
produktivitas alat berat adalah kapasitas dan waktu siklus alat menurut Rostiyanti
(2014). Secara umum produktivitas alat dapat dihitung dengan menggunakan cara
sebagai berikut :
Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
𝐶𝑇
Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 60
𝐶𝑇 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖
Untuk produktivitas alat berat yang digunakan di TPA Talangagung
Kepanjen memiliki rumusan sebagai berikut:
2.8.1 Excavator
Excavator adalah alat serba guna yang digunakan untuk menggali tanah,
memuat material ke dump truck, mengangkat material, mengikis tebing, dan
meratakan (Buntarto, 2016). Produktivitas dari excavator dapat dihitung dengan
cara sebagai berikut:
Produktivitas (m3/jam) = 𝑉 𝑥
60
𝐶𝑇 𝑥 𝑆𝑥 𝐵𝐹𝐹 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖
Dimana CT = waktu siklus
S = faktor koreksi untuk kedalaman dan sudut putar
Tabel mengenai waktu siklus (Tabel 2.2), faktor koreksi (Tabel 2.3), dan BFF
(Tabel 2.4) adalah sebagai berikut :
19
Tabel 2.2 Waktu Siklus Backhoe
Jenis Material Ukuran Alat
£ 0,76 m3
0,94 – 1,72 m3 1,72 m
3
Kerikil, pasir, tanah organik 0,24 0,30 0,40
Tanah, Lempung lunak 0,30 0,375 0,50
Batuan, lempung keras 0,375s 0,462 0,60
Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.3 Faktor Koreksi (S) untuk Kedalaman dan Sudut Putar
Kedalaman penggalian
(% dari maksimal)
Sudut Putar (o)
45 60 75 90 120 180
30 1,33 1,26 1,21 1,15 1,08 0,95
50 1,28 1,21 1,16 1,10 1,03 0,91
70 1,16 1,10 1,05 1,00 0,94 0,83
90 1,04 1,00 0,95 0,90 0,85 0,75
Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.4 Faktor Koreksi BFF untuk Alat Gali
Material BFF (%)
Tanah dan tanah organic 80 – 110
Pasir dan kerikil 90 – 100
Lempung keras 65 – 95
Lempung basah 50 – 90
Batuan dengan peledakan buruk 40 – 70
Batuan dengan peledakan baik 70 – 90
Sumber: Rostiyanti (2014)
2.8.2 Dump Truck
Dump truck merupakan kendaraan yang digunakan untuk mengangkut material
kontruksi maupun yang lain. Dump truck dapat memindahkan material pada jarak
menengah sampai jarak jauh (500-up). Isi muatannya diisikan oleh alat pemuat,
20
sedangkan untuk membongkar muatannya alat berat ini dapat bekerja sendiri
dengan mengangkat bagian bak dengan menggunakan teknologi hidrolik (Ahmad
Kholil, 2012). Produktivitas dari dump truck dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut :
Jarak sampah yang dipindahkan = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘
𝐿𝑜𝑎𝑑 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
Jumlah pengangkutan oleh dump truck :
= Berat kosong + (berat jenis tanah x berat maksimal)
Waktu siklus = t1 + t2 + t3 + t4
Produktivitas Kecepatan Truk = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 60
𝐶𝑇 𝑥 𝐽𝑜𝑏 𝑒𝑓𝑓
Jumlah truk = Produktivitas bak dump truck / Produktivitas Truk
2.9 Biaya Pengoperasian Alat Berat
Biaya pengoperasian alat berat akan muncul setiap alat berat tersebut
digunakan. Biaya tersebut meliputi bahan bakar, pelumas, perawatan, dan
perbaikan alat berat. Selain beberapa hal tersebut dalam biaya penggunaan alat
berat tersebut meliputi pengadaan dan pengembalian alat berat. Untuk mendapat
biaya total penggunaan alat berat dilakukan beberapa langkah yaitu penentuan
biaya.
2.9.1 Bahan Bakar Alat Berat
a. Bahan Bakar
Bensin : konsumsi BBM perjam = 0.06 x HP x eff
Solar : konsumsi BBM perjam = 0.04 x eff (Rostiyanti, 2014)
b. Pelumas
Konsumsi pelumas perjam = Qp = 𝑓 x ℎ𝑝 x 0.006
7.4+
c
𝑡 (Rostiyanti, 2014)
Dimana f = faktor pengoperasian
hp = horse – power
c = kapasitas crankcase
t = lama penggunaan pelumas
21
c. Perawatan Alat Berat
Biaya perawatan perjam = harga alat : 5 (dikalikan asumsi pemeliharaan
dari deperesiasi) (Rostiyanti, 2014)
d. Biaya Kepemilikan Alat Berat (Rosiyanti, 2014)
A = P (A I P,i%,n)
Jika nilai sisa alat diperhitungkan, maka nilai S pun diubah menjadi nilai
tahunan dan rumusnya adalah :
A = P(𝑖(1+𝑖)ˆ𝑛
(1+𝑖)ˆ𝑛−1) – s(
𝑖
(1+𝑖)ˆ𝑛−1)
Atau jika menggunakan simbol yang ada maka rumusnya adalah :
A = P( A I P, i%, n) - S(A I F, i%,n )
Untuk menghitung biaya kepemilikan tahunan tanpa memperhitungkan
bunga ditentukan oleh rumus :
A = 𝑃 (𝑛+1)
2𝑛ˆ2
Jika nilai sisa diperhitungkan :
A = (𝑃(𝑛+1)+ 𝑆(𝑛−1)
2𝑛ˆ2)
Biaya pengoperasian = BBM + Pelumas + pemeliharaan dan perawatan
+ Gemuk
Biaya total/jam = total biaya pengoperasian + biaya kepemilikan perjam