bab ii tinjauan teoritis tentang pembatalan suatu ... ii-andika...berbagai sistem hukum. asas...

26
40 BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN DAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK 2.1 Pembatalan Suatu Perjanjian 2.1.1 Kondisi yang Menyebabkan Batalnya Perjanjian Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUHPerdata, terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut: 1. tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum; 2. tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yang berakibat: a. perjanjian batal demi hukum, atau b. perjanjian dapat dibatalkan; 3. terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian yang bersyarat; 4. pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar actio pauliana; 5. pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan undang- undang. 2.1.2 Akibat Pembatalan Perjanjian Secara praktis, perjanjian yang dapat dibatalkan ataupun yang batal demi hukum pada akhirnya akan berakibat sama, yakni perjanjian-perjanjian itu menurut hukum dinilai tidak memiliki efek hukum. Perjanjian yang batal demi hukum tidak lantas berarti perjanjiannya tidak ada atau dianggap tidak ada sebab

Upload: vuongthu

Post on 29-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN

DAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

2.1 Pembatalan Suatu Perjanjian

2.1.1 Kondisi yang Menyebabkan Batalnya Perjanjian

Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUHPerdata,

terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut:

1. tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk

jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;

2. tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yang berakibat:

a. perjanjian batal demi hukum, atau

b. perjanjian dapat dibatalkan;

3. terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian yang bersyarat;

4. pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar actio pauliana;

5. pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan undang-

undang.

2.1.2 Akibat Pembatalan Perjanjian

Secara praktis, perjanjian yang dapat dibatalkan ataupun yang batal demi

hukum pada akhirnya akan berakibat sama, yakni perjanjian-perjanjian itu

menurut hukum dinilai tidak memiliki efek hukum. Perjanjian yang batal demi

hukum tidak lantas berarti perjanjiannya tidak ada atau dianggap tidak ada sebab

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

41

bagaimanapun perjanjian itu telah ada atau telah terjadi, hanya menurut hukum

perjanjian semacam itu tidak diberi akibat atau tidak berefek Pada keadaan seperti

itu, hukum menilai bahwa kondisi dikembalikan mundur ke kondisi semula

seperti pada saat perikatan itu timbul atau pada saat perjanjian tersebut ditutup.

Karena perjanjian tidak berakibat hukum maka para pihak tidak perlu melakukan

prestasi, dan kepada pihak yang telah melakukan prestasi dianggap telah terjadi

pembayaran yang tidak diwajibkan. Pembayaran yang tidak diwajibkan seperti ini,

menurut Pasal 1359 harus dikembalikan. Pasal 1359 berbunyi “Tiap pembayaran

mengandaikan adanya suatu utang; apa yang telah dibayar tanpa diwajibkan untuk

itu, dapat dituntut kembali. Terhadap perikatan bebas yang secara sukarela telah

dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali”.

Perjanjian yang dibuat oleh orang yang tidak cakap hukum yang kemudian

dimintakan pembatalannya oleh orang yang bersangkutan di depan Hakim,

mengakibatkan „kembalinya‟ barang dan orang yang bersangkutan dalam keadaan

seperti sebelum perjanjian dibuat. Dengan kata lain, batalnya perikatan membuat

keadaan kembali seperti kondisi semula ketika perikatan belum terjadi. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 1451 yang berbunyi “Pernyataan batalnya

perikatanperikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang tersebut dalam Pasal

1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan

dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala

sesuatu yang telah diberikan atau dibayar kepada orang yang tak berwenang,

akibat perikatan itu, hanya dapat dituntut kembali, bila barang yang bersangkutan

masih berada di tangan orang yang tidak berwenang itu, atau bila ternyata bahwa

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

42

orang ini telah mendapat keuntungan dari apa yang telah diberikan atau dibayar

itu, atau bila apa yang telah dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya.

Kemudian, khusus untuk perjanjian yang dibuat oleh orang yang berada di

bawah paksaan, kekhilafan ataupun penipuan, hal yang sama seperti di atas

disebutkan dalam Pasal 1452, yakni “Pernyataan batal yang berdasarkan

adanyapaksaan, penyesatan atau penipuan, juga mengakibatkan barang dan orang

yang bersangkutan pulih dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat.”

Apabila pihak-pihak yang tidak cakap hukum, dan/atau yang tidak

memiliki kehendak bebas, ketika membuat perjanjian mengajukan tuntutan

pembatalan perjanjian yang telah dibuatnya itu, mereka juga wajib untuk

mengganti biaya, kerugian, dan bunga kepada pihak lawan jika memang ada

alasan untuk itu. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1453 yang berbunyi “Dalam hal-

hal tersebut dalam Pasal 1446 dan 1449, orang yang terhadapnya tuntutan untuk

pernyataan batalnya suatu perikatan dikabulkan, wajib juga mengganti biaya,

kerugian, dan bunga, jika ada alasan untuk itu.”

2.2 Asas Kebebasan Berkontrak

2.2.1 Ideologi Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak, hingga kini tetap menjadi asas penting dalam

berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan

common law lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat

yang menekankan semangat individualisme dan pasar bebas. Pada abad sembilan

belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan baik oleh para filosuf, ekonom,

sarjana hukum maupun pengadilan. Kebebasan berkontrak sangat mendominasi

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

43

teori hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak lebih tertuju kepada

realisasi kebebasan berkontrak. Pengadilan juga lebih mengkedepankan

kebebasan berkontrak dari pada nilai-nilai keadilan dalam putusan-putusannya.

Pengaturan melalui legislasi pun memiliki kecenderungan yang sama. Pada saat

itu, kebebasan berkontrak memiliki kecenderungan ke arah kebebasan tanpa batas

(unrestricted freedom of contract).51

Keberadaan asas kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dilepaskan

dari pengaruh berbagai aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang

berkembang pada abad kesembilanbelas. Dalam bidang ekonomi berkembang

aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non-

intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar.

Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya ideologi free choice

juga memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan asas kebebasan berkontrak

tersebut. Baik pemikiran Adam Smith maupun Bentham didasarkan filsafat

individualisme.52

Kedua pemikiran tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat

etika Immanuel Kant. Semua filsafat yang menekankan pada aspek kebebasan

individu yang dikembangkan para filosuf Barat di atas jika dilacak lebih jauh lagi,

berakar kepada filsafat hukum alam (natural law) yang sangat berkembang pada

abad pencerahan (enlightenment atau aufklarung).53

51

Ridwan Khairandy, 2011, “Landasan Filosofis Kekuatan Mengikatnya

Kontrak,” Jurnal Hukum, Vol.18, hal. 39-40 (selanjutnya disebut II). 52

Ibid. 53

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, 2007, Ilmu Hukum dan

Filsafat Hukum (Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman), Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, hal. 108.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

44

Hukum kontrak yang berkembang pada abad sembilan belas telah banyak

mendapat pengaruh aliran filsafat yang menekankan individualisme sebagaimana

tercermin pula dari pemikiran (politik) ekonomi klasik Adam Smith dan

utilitarianisme Jeremy Bentham. Mereka memandang bahwa tujuan utama

legislasi dan pemikiran sosial harus mampu menciptakan the greatest happiness

for the greatest number. Mereka menjadikan kebebasan berkontrak sebagai

paradigma baru dalam hukum kontrak.54

Paradigma kebebasan berkontrak ini sangat mempengaruhi pembentukan

peraturan perundang-undangan saat itu. Di Perancis diakui bahwa ketika Code

Civil dikodifikasikan pada 1804, alam pikiran orang-orang di Perancis sangat

dipengaruhi paham individualisme dan liberalisme. Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata Jerman (Burgerliches Gezetzbuch/BGB) juga tidak lepas dari

paradigma kebebasan berkontrak tersebut.55

Gagasan utama kebebasan berkontrak berkaitan dengan penekanan akan

persetujuan dan maksud atau kehendak para pihak. Selain itu, gagasan kebebasan

berkontrak juga berkaitan dengan pandangan bahwa kontrak adalah hasil dari

pilihan bebas (free choice). Dengan gagasan utama ini, kemudian dianut paham

bahwa tidak seorang pun terikat kepada kontrak sepanjang tidak dilakukan atas

dasar adanya pilihan bebas untuk melakukan sesuatu.

Gagasan tersebut menjadi prinsip utama baik dalam sistem civil law

maupun common law bahwa kontrak perdata individual di mana para pihak bebas

54

Irdanuraprida Idris, 2007, “Ketidakadilan dalam Kebebasan Berkontrak

dan Kewenangan Negara untuk Membatasinya,” Lex Jurnalica, Vol. 4, No.2, hal.

89. 55

Ridwan Khairandy II, Op.Cit.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

45

menentukan kesepakatan kontraktual tersebut. Bagi mereka yang memiliki

kemampuan bertindak untuk membuat kontrak (capacity) memiliki kebebasan

untuk mengikatkan diri, menentukan isi, akibat hokum yang timbul dari kontrak

itu.56

Sebagai konsekuensi adanya penekanan kebebasan berkontrak, kemudian

dianut pula dogma bahwa kewajiban dalam kontrak hanya dapat diciptakan oleh

maksud atau kehendak para pihak. Hal tersebut menjadi prinsip mendasar hukum

kontrak yang mengikat untuk dilaksanakan segera begitu mereka telah mencapai

kesepakatan. Dengan demikian, kebebasan berkontrak di dalam teori hukum

kontrak klasik memiliki dua gagasan utama, yakni kontrak didasarkan kepada

persetujuan, dan kontrak sebagai produk kehendak (memilih) bebas.57

Doktrin mendasar yang melekat pada kebebasan berkontrak adalah bahwa

kontrak itu dilahirkan ex nihilo, yakni kontrak sebagai perwujudan kebebasan

kehendak (free will) para pihak yang membuat kontrak (contractors). Kontrak

secara eksklusif merupakan kehendak bebas para pihak yang membuat kontrak.

Melalui postulat bahwa kontrak secara keseluruhan menciptakan kewajiban baru

dan kewajiban yang demikian secara eksklusif ditentukan oleh kehendak para

pihak, kebebasan berkontrak telah memutuskan hubungan antara kebiasaan dan

kewajiban-kewajiban kontraktual. Kebebasan berkontrak membolehkan

kesepakatan (perdata) untuk mengesampingkan kewajibankewajiban berdasarkan

kebiasaan yang telah ada sebelumnya.58

56

Irdanuraprida Idris, Op.Cit. 57

Septarina Budiwati, 2014, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam

Perspektif Pendekatan Filosofis,” Publikasi Ilmiah, Sekolah Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 278. 58

Lina Jamilah, 2012, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian

Standar Baku,” Fakultas Hukum, Universitas Bandung, Vol. 13, No. 1, hal. 232.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

46

Pada abad pertengahan, hukum Kanonik di bawah pengaruh teori teologis,

diterima prinsip konsensus dan mengembangkan prinsip nudus consensus obligat,

pacta nuda servanda sunt. Persyaratan esensial bagi pertumbuhan generalisasi

teori kontrak modern, terjadi pergantian numeros clausus dari kontrak dengan

doktrin (nodus) consensus dengan prinsip bahwa semua transaksi (kontrak)

informal adalah mengikat. Prinsip ini dengan baik menghubungkan lahirnya dan

pengaruh besar maksim ex nudo pacto oritur actio. Maksim ini diformulasikan

untuk melawan prinsip dalam hukum Romawi nuda factio obligationem non

parit.59

2.2.2 Asas Kebebasan Berkontrak dalam BW

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral

didalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi

aturanhukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan

kontraktual para pihak. Asas ini dilatarbelakangi oleh faham individualisme yang

secara embrional lahir dari zaman Yunani, dilanjutkan oleh kaum Epicuristen

danberkembang pesat pada zaman renaissance (dan semakin ditumbuh

kembangkan pada zaman Aufklarung) melalui antara lain ajaran-ajaran Huho de

Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Perkembangan ini mencapai

puncaknya setelah periode Revolusi Perancis.60

Sebagai asas yang bersifat

universal yangbersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak (freedom

of contract) muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang

mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.61

Kebebasan berkontrak pada

59

Ridwan Khairandy II, Op.Cit. 60

Badrulzaman I, Op.Cit, hal. 110. 61

Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan

yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,

Institut Bankir Indonesia, Jakarta, hal. 75.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

47

dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi

manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang

mengagungkan kebebasan individu. Perkembangan ini seiring dengan penyusunan

BW di negeri Belanda, dan semangat liberalisme ini juga dipengaruhi semboyan

revolusi Perancis “liberte, egalite et fraternite” (kebebasan, persamaan dan

persaudaraan).

Dalam buku III BW menganut sistem terbuka, artinya hukum memberi

keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan

hukumnya.Apa yang diatur dalam Buku III BW hanya sekedar mengatur dan

melengkapi(regelend recht – aanvullendrecht). Berbeda dengan pengaturan Buku

II BW yangmenganut sistem tertutup atau bersifat memaksa (dwingend recht),

dimana parapihak dilarang menyimpangi aturan-aturan yang ada didalam Buku II

BWtersebut. Sistem terbuka Buku III BW ini tercermin dari Pasal 1338 (1) BW

yangmenyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagaiundang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Menurut Subekti,62

cara

menyimpulkan asas kebebasan berkontrak ini adalah dengan jalan menekankna

pada perkataan “semua” yang ada dimuka perkataan “perjanjian”. Dikatakan

bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi)

bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita

sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu

hanya berupa apa yang dinamakan “ketertiban umum dan kesusilaan”. Istilah

“semua” di dalamnya terkandung-asas partij autonomie; freedom of contract;

beginsel van de contract vrijhed-memang sepenuhnya menyerahkan kepada para

pihak mengenai isi maupun bentuk perjanjian yang akan mereka buat, termasuk

62

Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cet. VI, Alumni, Bandung, hal. 4-5

(selanjutnya disingkat subekti II).

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

48

penuangan dalam bentuk kontrak standar. Kebebasan berkontrak disini

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat perjanjian dengan

bentuk atau format apapun (tertulis, lisan, scriptless, paperless, otentik, non

otentik, sepihak/eenzijdig, adhesi, standar/baku dan lain-lain), serta dengan isi

atau substansi sesuai yang diinginkan para pihak. Dengan demikian menurut asas

kebebasan berkontrak, seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk

mengadakan perjanjian.63

Di dalam asas ini terkandung suatu pandangan bahwa

orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan

siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang diperjanjian dan bebas

untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Menurut Sutan Remi, asas kebebasan

berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai

berikut:64

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang

akan dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

Namun yang penting untuk diperhatikan bahwa kebebasan berkontrak

sebagaimana tersimpul dalam Pasal 1338 (1) BW tidaklah berdiri dalam

63

Peter Mahmud Marzuki, 2003, “Batas-Batas Kebebasan Berkontra,”

Yuridika, Vol. 18 No. 3, hal. 31. 64

Sjahdeni, Op.Cit, hal. 47.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

49

kesendiriannya. Asas tersebut berada dalam satu sistem yang utuh dan padu

dengan ketentuan lain terkait. Dalam praktik dewasa ini, acapkali asas kebebasan

berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga banyak memunculkan (kesan)

pola hubungan kontraktual yang tidak seimbang dan berat sebelah. Kebebasan

berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki

posisi tawar (bargaining position) yang seimbang,65

tetapi dalam kenyataannya

para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Menurut Soepomo66

BW mempunyai landasan liberalisme, suatu sistem berdasarkan atas kepentingan

individu. Mereka yang memiliki modal yang kuat menguasai mereka yang lemah

ekonominya. Di dalam sistem liberal terdapat kebebasan yang luas untuk

berkompetisi sehingga golongan yang lemah tidak mendapat perlindungan.

Pengaruh faham individualisme mulai memudar pada akhir abad XIX

seiring dengan berkembangnya faham etid dan sosialis. Faham individualisme

dinilai tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih

banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu kehendak bebas tidak lagi diberi

arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif, selalu dikaitkan dengan kepentingan

umum.67

Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka

penerapan asas kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari substansi Pasal

1338 (1)BW harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau

ketentuan-ketentuan yang lain, yaitu:

65

R.M. Pangabean, 2010, Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku,

Jurnal Hukum, Vol. 17, No. 4, hal.662. 66

Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya

Bakti, Bandung, hal. 43-44. (selanjutnya disingkat Badrulzaman II). 67

Ibid, hal. 110-111.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

50

a. Pasal 1320 BW, mengenai syarat sahnya perjanjian (kontrak);

b. Pasal 1335 BW, yang melarang dibuatnya kontrak tanpa causa, atau dibuat

berdasarkan suatu causa yang palsu atau yang terlarang, dengan

konsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan;

c. Pasal 1337 BW, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang,

apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan

kesusialaan baik atau ketertiban umum;

d. Pasal 1338 (3) BW, yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan

dengan itikad baik;

e. Pasal 1339 BW, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan,

kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal

1339 BW bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan

yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatikan;

f. Pasal 1347 BW mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan

selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam kontrak

(bestandig gebruiklijk beding).

Apabila mengacu rumusan Pasal 1338 (1) BW yang dibingkai oleh pasal-

pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak (vide Pasal 1320, 1335,

1337, 1338 (3) serta 1339 BW), maka penerapan asas kebebasan berkontrak

ternyata perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya. Hal ini berarti

kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memperhatikan hal-hal

berikut:

a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak;

b. Untuk mencapai tujuan para piha, kontrak harus mempunyai causa;

c. Tidak mengandung causa palsu atau dilarang undang-undang;

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

51

d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusialaan dan

ketertiban umum;

e. Harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dengan demikian yang harus dipahami dan perlu menjadi perhatian,

bahwa asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1338

(1) BW tersebut hendaknya dibaca/diinterpretasikan dalam kerangka pikir yang

menempatkan posisi para pihak dalam keadaan seimbang-proporsional. Asas ini

secara filosofis menabukan apabila dalam suatu perjanjian terdapat

ketidakseimbangan, ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah dan lainlain,

yang pada intinya menempatkan salah satu pihak di atas pihak yang lain, suatu

“exploatation de’lhomme par l’homme.” Apabila hal itu terjadi, maka justru

merupakan pengingkaran terhadap asas kebebasan berkontrak itu sendiri. Oleh

karena itu dengan terwujudnya proporsionalitas dalam hubungan para pihak akan

membuat kontrak menjadi bernilai.68

2.2.3 Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian

Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusi untuk

mewujudkan kesejahteraan dirinya sebagai wujud demokrasi ekonomi yang

berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945. Kesejahteraan seseorang sebagai

indikator untuk mewujudkan kemakmuran, berkaitan dengan siapa yang akan

memperoleh kemakmuran dan bagaimana memperoleh kemakmuran itu.

Di samping itu, pemenuhan kebutuhan seseorang akan benda ekonomi

sangat berkaitan dengan kepemilikan. Masalah kepemilikan merupakan bagian

68

Agus Yudha Hernoko, 2009, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas

dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Group, Jakarta, hal. 7.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

52

terbesar dari kewenangan hukum yang mengaturnya,69

di sinilah terlihat hubungan

ekonomi dengan hukum. Memang antara ekonomi dan hukum berlainan

bidangnya, tetapi kedua bidang ini saling membutuhkan dan melengkapi satu

dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendekatan sistem, norma hukum yang dianut di dalam

Hukum Perdata (KUHPerdata), perjanjian adalah bagian dari hukum harta

kekayaan. Artinya semua perjanjian pada dasarnya adalah berkaitan dan

berhubungan dengan kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi yaitu yang dapat

dijadikan objek perdagangan (in de handel).70

Oleh karena itulah, perjanjian

merupakan titel untuk memperoleh dan mengalihkan kekayaan dari dan untuk

seseorang. Cara lain adalah melalui perikatan yang lahir karena undang-undang

semata-mata dan berdasarkan undang-undang karena perbuatan manusia yaitu

perbuatan manusia yang melawan hukum dan perbuatan manusia yang sesuai

dengan hukum.

Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai

realisasi dari asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak pada dasarnya

adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus

Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam

Buku III KUHPerdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara

embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan

berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot

69

Milik senantiasa dipikirkan sebagai bagian dari hukum meun et tuum,

yaitu hukum tentang apa yang menjadi milik saya dan apa yang menjadi milik

anda. Save M.Dagun, 1992, Pengantar Filsafat Ekonomi, Rineka Cipta, Jakarta,

hal. 8. 70

Pasal 1332 KUH Perdata : yang dapat dijadikan objek perjanjian adalah

semua benda yang dapat diperdagangkan. Benda yang dapat diperdagangkan

mempunyai arti bahwa benda tersebut adalah sesuatu yang mempunyai nilai

ekonomi.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

53

(Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya

dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan

menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam

memenuhi kebutuhannya.71

Dalam sejarah perkembangan kebebasan berkontrak, makna dan isi

kebebasan berkontrak mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi

yang dianut oleh suatu masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan

seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh fahamatau ideologi yang dianut

suatu masyarakat.

Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum

perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak.

Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract

digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum.72

a. asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi

syaratsyarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut

tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya

karena syaratsyarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu

pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup

asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk

menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.

b. asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut

hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut

Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas

kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk

menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.

Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal. ”Asas kebebasan

berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua

71

Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Pembentukan Hukum Nasional dan

Permasalahannya, Alumni Bandung, hal. 118-119. 72

Remy Syahdeini, 1993, ”Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan

yang seimbang dari kreditur dan debitur,” Makalah yang disampaikan pada

Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada tanggal 27 April, hal. 2.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

54

sistem hukum”.73

Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama

dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian, dikenal dalam civil

law system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum

Islam.

Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system berasal dan

dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang untuk

pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh

Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian

Institutiones.74

Pengertian kebebasan berkontrak dalam common law :75

a. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak

menghendakinya (nobody was bound to enter into any contracts at all if

he didnot chose todo so);

b. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat

kontrak (everyone had a choice of persons with whom he could

contract);

c. Orang dapat membuat pelbagai macam (bentuk) kontrak (people could

make virtually any kind of contract);

d. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang

dipilihnya (people could make any kind of contract on an term they

chose).

Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang

digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak

kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam

73

Ridwan Khairandy “istilah kebebasan berkontrak dalam sistem common

law adalah freedom of contract atau liberty of contract (Ridwan Khairandy, 2003,

Pengaruh Paradigma Kebebasan Berkontrak Terhadap Teori Hukum Kontrak

Klasik dan Pergeserannya, tidak dipublikasikan, hal. 49. 74

Johannes Gunawan, 2008, “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan

Berkontrak” dalam Sri Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, 2008, Butir-butir

Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta,

Aditama, Bandung, hal. 259. 75

Ibid, hal. 265.

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

55

KUHPerdata yang menganut sistem kontinental kebebasan untuk melakukan

kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata.

Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada

saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, termasuk

kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena

perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak

kepemilikan.

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi

ruang lingkup sebagai berikut:76

a. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

c. kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang

dibuatnya;

d. kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk

kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-

undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

Istilah kontrak tidak terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) Indonesia.

Kodifikasi itu di dalam Buku III-nya tentang Verbintenissenrecht (Hukum

Perikatan) mengatur mengenai Overeenkomst yang kalau diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia berarti Perjanjian.77

Istilah kontrak merupakan terjemahan dari

bahasa Inggris contract. Di dalam konsep continental, penempatan pengaturan

perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan

76

Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 10. 77

Soebekti menggunakan istilah “persetujuan”. Menurut pendapat saya,

overeenkomst lebih tepat diterjemahkan “perjanjian” karena istilah “persetujuan”

mengandung konotasi pemberian ijin yang dalam bahasa Belanda disebut consent

atau dalam Bahasa Inggris approval. Sedangkan overeenkomst dalam bahasa

Inggris berarti agreement.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

56

mengindikasikan bahwa perjanjian memnag berkaitan dengan masalah Harta

Kekayaan (vermogen). Hal ini mirp dengan contract pada konsep Anglo-

American, contract selalu berkaitan dengan bisnis. Di dalam pola pikir Anglo-

American, perjanjian yag bahasa Belandanya overeenkomst dalam bahasa inggris

disebut sebagai agreement. Akan tetapi agreement lebih luas daripada contract

karena agreement dapat mengenai bisnis atau bukan bisnis. Agreement yang

berkaitan dengan bisnis itulah yang disebut contract. Sedangkan agreement untuk

hal – hal yang tidak berkaitan dengan bisnis tidak dapat disebit sebagai kontrak,

melainkan hanya disebut agreement.

Azaz – azaz hukum dapat timbul dari pandangan akan kepantasan dalam

pergaulan social yang kemudian diadopsi oleh pembuat undang – undang

sehingga menjadi aturan hukum. Sebagai contoh asas itikad baik telah dituangkan

ke dalam undang – undang sehingga menjadi aturan hukum.

Suatu azaz yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak tetapi

tidak dituangkan menjadi aturan hukum adalah asas kebebasan berkontrak.

Menurut azaz kebebasan berkontrak, bahwa seseorang pada umumnya

mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam azaz ini

terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak

melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas

tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk ia mengadakan perjanjian, bebas

tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat – syarat

perjanjian.78

Di dalam pandangan Eropa continental, azaz kebebasan berkontrak

merupakan konsekuensi dari dua azas lainnya dalam perjanjian, yaitu

78

Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 13.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

57

konsesualisme dan kekuatan mengikat suatu perjanjian yang lazim disebut sebagai

pacta sunt servanda. Konsesualisme berhubungan dengan terjadinya perjanjian,

pacta sunt servanda berkaitan dengan akibat adanya perjanjian yaitu terikatnya

para pihak yang mengadakan perjanjian, swdangkan kebebasan berkontrak

menyangkut isi perjanjian.

Pacta sunt servanda mempunyai pengertian bahwa suatu pactun, yaitu

persesuaian kehendak, tidak perlu dilakukan dibawah sumpah, atau dibuat dengan

tindakan atau formalitas tertentu, menurut hukum, persesuaian kehendak itu

membentuk suatu perjanjian yang mengikat. Begitu pula nudum pactum, yaitu

suatu persesuaian kehendak saja, sudah memenuhi syarat. Azas semacam ini

disebut consesualisme.79

Pengertian pacta sunt servanda itu sendiri adalah

perjanjian harus ditaati.80

Azas tersebut yang menyatakan seseorang yang membuat janji secara

moral, melainkan juga secara hukum mengindikasikan bahwa suatu masyarakat

dengan tingkat prkembangan tertentu berfikir mengenai adanya kebebasan dalam

melakukan bisnis. Konsekuensinya, timbulan azas yang lain, yaitu azas kebebasan

berkontrak yang merupakan salah satu dari hak – hak kemerdekaan seseorang.

Bisnis tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya perlindungan terhadap azas

kebebasan berkontrak. Memang, tidak dapat disangkal bahwa tidak mungkin azas

ini dilakukan secara mutlak tanpa batasan. Batasan – batasan tersebut dapat

berubah – ubah seiring dengan perkembangan zaman dan kepentingan umum.

79

Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 13. 80

Dalam bahasa Latin, servanda dari kata servare yang artinya menepati

atau menjalankan dengan sungguh-sungguh. Seringkali azas ini ditafsirkan

sebagai perjanjian mengikat sebagai undang-undang. Penafsiran demikian timbul

karena bunyi pasal 1338 (1) BW Indonesia.

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

58

2.2.4 Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak oleh Negara

Pembatasan asas kebebasan berkontrak datangnya dari pembuat

perundang-undangan dapat dilihat dari adanya peraturan-peraturan yang

dikeluarkan oleh pemerintah untuk menentukan syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan polis asuransi, peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

yang menyangkut upah minimum, maksimum jam kerja, kondisi kerja, program-

program asuransi sosial bagi para pekerja yang diharuskan sehubungan dengan

perjanjian kerja antara perusahaan dan pegawai atau buruhnya.

Menurut Treitel81

asas kebebasan berkontrak digunakan untuk merujuk

kepada dua asas umum. Asas umum yang pertama menetukan „bahwa hukum

tidak membatasi syarat-syarat yang boleh dibuat oleh para pihak: asas tersebut

tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena

syarat-syarat tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak”. Asas yang kedua

menentukan “bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat

dipaksa untuk memasuki perjanjian”.

Menurut Treitel82

di Inggris pada dewasa ini pada kedua asas umum itu

berlaku pembatasan-pembatasan. Terhadap asas umum yang pertama pada saat ini

terlihat adanya kecenderungan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan

oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Akibatnya, asas kebebasan

berkontrak telah sangat dibatasi baik oleh keateantuan perundang-undangan

maupun olehputusan pengadilan. Pendobrakan-pendobrakan besar yang dilakukan

oleh pihak legislatif terhadap asas ini misalnya telah dilakukan dalam “Low of

81

Dikutip dari Irdanuraprida Idris, Op.Cit, hal. 92. 82

Dikutip dari Purwahid Patrik, 2006, Asas Itikad Baik dan Kepatutan

Dalam Perjanjian, Penerbit Undip, Semarang, hal. 43.

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

59

landlord and tenant”, “Low of consumen sales” dan “Low of consumen credit”.

Sementara itu telah pula dilakukan pembatasan-pembatasan baik (standard form

contracts), yaitu sebagian oleh putusan-putusan pengadilan dan sebagian oleh

ketentuan perundang-undangan. Pada dewasa ini perkembangan-perkembangan

tersebut memberikan perlindungan kepada orang yang dianggap menjadi pihak

yang lemah dalam suatu hubungan kontraktor. Namun dalam sebagian besar

transaksi-transaksi antara orang-orang bisnis, dimana tawar-menawar dapat

dilakukan secara leluasa, asas kebebasan berkontrak masih merupakan hal yang

penting.

Menurut Treitel terhadap asas umum yang kedua terdapat pengecualian

dengan pertimbangan demi kepentingan umum (public interest). Pengecualian-

pengecualian yang paling akhir ialah yang berlaku terhadap mereka yang terlibat

dalam apa yang dinamakan “common collings” dengan cara mengharuskan

mereka untuk menyediakan jenis pelayanan-pelayanan tertentu kepada umum.

Cotoh-contoh yang terkenal adalah dalam bidan penginapan dan angkutan umum.

Mereka tidak dapat sekehendaknya sendiri menolak untuk memberikan pelayanan

kepada pihak tertentu. Mereka hanya dapat berbuat demikian berdasarkan alaan-

alasan tertentu yang ditentukan oleh hukum.dalam zaman moderen ini asas yang

sama telah ditetapkan pula dalam lapangan-lapangan yang lebih luas, sehingga

misalnya, seseorang tidak dapat menolak untuk memasok barang-barang kepada

seorang pengacara dengan alasan bahwa pengacara tersebut telah melakukan

“price cutting” atau “banting harga”.83

Demikian pula dalam hal-hal seseorang

tidak dapat menolak untuk memberikan pekerjaan atau akomondasi atau fasilitas-

83

Resale Prices Act 1976, hal.11.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

60

fasilitas lain kepada seseorang dengan alasan ras atau jenis kelamin.84

Tampaknya

pengeluaran secara paksa terhadap seseorang dari suatu asosiasi (misalnya

berdasarkan alasan agama atau politik), dan mencabut kesempatan seseorang

untuk dapat melaksanakan profei tersebut, dalam hal-hal tertentu dapat digugat

menurut ketentuan common law.85

Sudah barang tentu, kata Treitel, bahwa makin besar turut campurnya

hukum terhadap hubungan para pihak, maka menjadi makin kurang pula

pentingnya faktor kesepakatan. Dalam beberapa situasi, derajat dari urut campur

tersebut demikian besarnya sehingga tdak patut untuk menggambarkan bahwa

hubungan-hubungan diantara pihak tersebut adalah suatu perjanjian. Ilustrasi yang

jelas mengenai hubungan yang demikian ini ialah yang menyangkut perkawinan.

Disini para pihak hanya dapat menentukan apakah mereka akan memasuki atau

tidak memasuki hubungan tersebut. Begitu mereka telah menentukan untuk

memasuki hubungan tersebut, maka segala sesuatunya ditentukan oleh hukum.

Misalnya suatu perjanjian yang memperjanjikan bahwa suatu perkawinan akan

berlangsung melalui masa percobaan selama tiga tahun, tidak mempunyai akibat

hukum apa pun. Dalam hal-hal lain bahkan dapat terjadi bahwa salah satu pihak

tidak mempunyai pilihan apa pun, misalnya dalam hal pembelian secara paksa

atau harta seseorang yang bertentangan dengan kehendaknya berdasarkan

kekuataan ketentuan perundang-undangan.

84

Resale Prices Act 1976, Pts. II dan III; Sex Discrimination Act 1975, Pts.

II dan III. 85

Putusan Perkara Nagle v. Feilden, 1962, 2 Q.B. 633, yaitu suatu perkara

yang menyangkut diskriminasi jenis kelamin; pada saat ini hal tersebut merupakan

perbuatan yang melanggar hukum menurut ketentuan Sex Diskrimination Act

1975, s.13.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

61

Dari apa yang dikemukan diatas, dapat diketahui bahwa tidak ada

kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang

suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan

masyarakat.

Hal tersebut adalah sesuatu dengan yang telah dikemukakan oleh Corley

dan Shedd, bahwa hak-hak konstitusional, yaitu hak-hak yang dijamin oleh

konstitusi Amerika Serikat, bukan merupakan hal-hal mutlak tetapi terbatas. Oleh

karena freedom of contract merupakan salah satu hak konstitusional, maka asas

atau karakteristik tersebut berlaku juga terhadapnya; dengan kata lain, freedom of

contract atau asas kebebasan berkontrak di Amerika Serikat, yang merupakan

negara yang sangat menjunjung tinggi kebebasan individual itu, adalah asas yang

tidak mutlak.

Di Amerika Serikat, pembatansan-pembatasan tersebut datangnya baik

dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Federasi maupun

Negara Bagian.86

Misalnya, campur tanggan Negara diterapkan pada hukum

perburuan, hukum antar trust, peraturan-peraturan bisnis, dan kesejahteraan

masyarakat. Salah satu contoh adalah pada 1838 Negara Bagian Wisconsin

mengesahkan “a limited partnership act” yang dititu dari New York. Selanjutnya

dilakukan pula “Negotiable instruments Law” dan “The Uniform Sales Act”.

Berbagai undang-undang diatas adalah sebagai jawaban atas perkembangan

ekonomi negara bagian tersebut.87

86

Ridwan Khairandy II, Op.Cit., hal. 46. 87

Lawrenc M. Fredman, 2005, Hukum Kontrak, Teori dan Praktek, terj.

Bambang Widjonarko, Erlangga, Jakarta, hal. 91.

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

62

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa campur tangan negara dalam

perjanjian-perjanjuian yang sifatnya privasi sudah merupakan kelaziman bahkan

suatu keharusan untuk melindungi pihak yang lemah. Dengan demikian,

kebebasan berkontrak yang tak terbatas sudah lama ditinggalkan.

Sehubungan dengan pembatasan-poembatasan terhadap bekerjanya asas

kebebasan berkontrak oleh negara, maka timbul pertanyaan yang mendasar, yaitu:

“Apakah setiap tingkat peraturan perundang-undangan di dalam tata urutan

peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasan berkontyrak?88

Penulis berpendapat bahwa tidak setiap tingkat peraturan perundang-undangan

didalam tata urutan peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas

kebebasan berkontrak.Asas kebebasan berkontrak keberadaan dan berlakunya

ditentukan dan diakui oleh peraturan perundang-undangan yang bertingkat

undang-undang, yaitu KUH Perdata. Oleh karena itu, undang-undang atau

Peraturan Pemerintah Pengantu Undangg-undang atau peraturan perundang-

undangan yang bertinggkat lebih tinggi saja yang mempunyai kekuatan hukum

untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan berkonbtrak.oleh karena itu,

seyogyanya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak bukan diatur dengan

peraturan perundang-undangan yang bertingkat Peraturan Pemerintah apalagi

Keputusan Menteri dan peraturan-peraturan lain yang lebih rendah lagi. Peraturan

perundang-undangan yang bertingkat lebih rendah dari undang-undang atau

88

Tata urutan perundang-undangan yang dimaksud adalah tata urutan

perundang-undangan Republik Indonesia Menurut Undang-undang Dasar 1945

sebagaimana ditetapkan menurut TAP MPR No. XX/MPRS/1966 tentang

Memorandum DPR-GR mengenai sumber Tertib Hukum Republik Indonesia san

Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

63

Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang hanya dapat mengatur

pelaksanaan dari pembatasan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh suatu

Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dan

bukannya menetapkan pembatasan itu sendiri.

Azas tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja, melainkan harus

dipertimbangkan juga latar belakang kehidupan bermasyarakat, tingkat

perkembangan perekonomian, dan perubahan social yang terjadi. Penerapan yang

tanpa mengingat akan hal-hal tersebut menyebabkan tepatlah apa yang

dikemukakan oleh T.H Green bahwa kebebasan berkontrak merupakan konsepsi

formal masa awal liberalism dan mengarah kepada suatu perbudakan baru yang

bukan disadarkan pada ketidakmampuan manusia secara hukum, melainkan pada

ketidakmampuan secara ekonomis.89

Apabila ditelaah secara seksama dari segi historis, azas kebebasan

berkontrak tersebut ditujukan untuk perbaikan kehidupan manusia. Akan tetapi

pada kenyataannya azas tersebut kemudian disalahgunakan sehingga apa yang

dikemukakan oleh T.H Green di atas terjadi. Hal itu bertentangan dengan maksud

diadakannya azas kebebasan berkontrak. Oleh karena itulah kebebasan berkontrak

harus memberi kesempatan kepada Negara menaruh perhatian agar pelaksanaan

azas itu janga sampai bertentangan dengan makna diciptakan azas itu dan agar

etika menjadi landasan pelaksanaan azas itu.

Azas kebebasan berkontrak perlu didampingi dengan azas aequitas

praestationis, yaitu azas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran

89

Peter Mahmud Marzuki, op. cit., p. 225.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

64

justrum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Tidak dapat disangkal bahwa

kesamaan para pihak tidak pernah ada. Sebaliknya, para pihak ketika masuk ke

dalam kontrak berada dalam keadaan yang tidak sama. Akan tetapi ketidaksamaan

tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dominan untuk memaksakan

kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain. Memang, pada

kenyataannya pihak yang lemah menyadari akan kelemahan posisinya sehingga

dalam banyak hal menerima saja persyaratan yang diajukan oleh pihak yang kuat

asalkan eksistensinya tidak ditiadakan. Dalam situasi semacam inilah hakim

ataupun arbitrator yang diberi kewenangan untuk menilai kontrak tersebut tidak

harus membatalkan kontra demikian, melainkan dapat membuatnya seimbang

melalui azas aequitas praestationis, dan ajaran justrum pretium sehingga kontrak

itu masih berlaku bagi para pihak tetapi lebih mencerminkan equitability.

Apabila ditealaah, dapat dikatakan bahwa azas kebebasan bekontrak

emang bukan tanpa batasan. Di Negara – Negara civil law, kebebasan berkontrak

dibatasi oleh undang – undang, kepatutan dan ketertiban umum (openbare orde).

Sedangkan menurut system common law, kebebasan berkontrak dibatasi oleh

undang-undang dan kebijakan public (public policy) yang di dalamnya terdapat

kepatutan.90

Menurut hukum Indonesia, pembatasan terhadap azas kebebasan

berkontrak tersebut dikaitkan dengan salah syarat sahnya perjanjian. salah satu

syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 BW Indonesia adalah adanya

geoorloofde oorzaak atau sebab yang tidak dilarang.91

90

Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 19. 91

Bukan Sebab yang halal sebagaimana terjemahan Soebekti.

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBATALAN SUATU ... II-Andika...berbagai sistem hukum. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law lahir dan berkembang seiring

65

Pasal 1337 BW menetapkan bahwa “suatu sebab dilarang apabila

bertentangan dengan undang-undang, bertentangn dengan kepatutan atau

ketertiban umum. Dapat dikatakan bahwa apabila perjanjian itu memenuhi salah

satu batasan yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 1337, perjanjian itu menjadi

perjanjian yang dilarang sehingga menjadi tidak sah karena tanpa kausa.

Perjanjian demikian menurut studi Hukum Perjanjian system civil law merupakan

suatu perjanjian yang bersifat nietig van rechtswege atau batal demi hukum.