bab ii tinjauan teoritis -...
TRANSCRIPT
24
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi
hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,
kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.13 Perlindungan hukum yang di maksud
adalah suatu bentuk kepastian, kejelasan, jaminan yang di berikan oleh hukum yang
berlaku kepada para masyarakat untuk dilindungi/diperhatikan kepentingan-
kepentingannya dan hak-haknya sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku.
Pengertian perlindungan hukum dapat ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari
segi hukumnya. Dalam hal ini pengertiannya juga mencakup pada nilai-nilai keadilan
yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang
hidup dalam masyarakat.Tetapi dalam arti sempit, perlindungan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.14
13 www.google.com perlindungan hukum? 14 Hartono Sunarjati, Apakah the rule of law itu?, Bandung, 1986 : 53.
25
Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum
1. Peraturan.
Peraturan merupakan bentuk tertulis dari hukum itu sendiri yang mengatur
hubungan antara masyarakat dengan masyarakat dan dengan negaranya.
2. Pelaksanaan peraturan.
Pelaksanaan peraturan merupakan pelaksanan dari peraturan-peraturan yang
telah ada oleh aparatur negara terkhusunya aparatur hukum tertentu untuk
menjamin dan memastikan terlaksananya peraturan-peraturan untuk
terciptanya perlindungan hukum, apabila di perlukan,aparatur penegak
hukum itu di perkenankan untuk menggunakan daya paksa agar tegaknya
suatu keadilan.
Para pendiri Bangsa ini telah menyatakan dengan tegas bahwa Negara
Indonesia merupakan negara Hukum dan bersifat Demokratis.negara tidak dapat
sewenang-wenang dengan rakyatnya dan begitu pun sebaliknya, karena adanya
pembatasan-pembatasan oleh hukum itu sendiri.
Perlindungan hukum bagi masyarakat adalah prinsip pengakuan perlindungan
terhadap harkat dan martabat yang berdasarkan pancasila. Maka prinsip didahulukan
karna atas dasar prinsip, baru di bentuk saranya karena tanpa dilandaskan pada
prinsip, pembentukan sarana menjadi tanpa arah. Dalam merumuskan prinsip-prinsip
26
perlindungan hukum bagi rakyat(di Indonesia), landasan pijak adalah pancasila
sebagai dasar ideology dan dasar falsafah Negara.15
Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat bersumber pada konsep-konsep
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan konsep-konsep
recthsstaat dan the rule of law. Konsep pengakuan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia memberikan isinya dan konsep recthsstaat dan the rule of law.
Konsepsi recthsstaat maupun rule of law menempatkan hak-hak asasi manusia
sebagai salah satu cirri khas pada Negara yang disebut recthsstaat atau menjunjung
tinggi the rule of law. Bagi suatu Negara demokrasi pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia merupakan salah satu ukuran tentang baik buruknya
pemerintahan.
Perlindungan hukum yang dimaksud bagi pemeluk aliran kepercayaan
Marapu adalah dalam tegaknya peraturan-peraturan itu sendiri dalam pengurusan
kartu tanda penduduk, akta perkawinan dan pendidikan.
15 Filipus M,hadjon. Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia.IKAPI.surabaya.1987 : 20.
27
B. KONSEP KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN
Negara Indonesia merupakan negara yang beranekaragam (pluralitas) dari sisi
etnisitas, budaya, bahasa dan agama, menjadi titik tolak keragaman yang tidak
terbantahkan. Kebebasan beragama merupakan sesuatu hal yang sangat penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga harus dipahami makna dan
konsekuensinya, baik oleh negara maupun masyarakat.kebebasaan beragama dan
berkeyakinan diperlukan agar warga Negara jauh dari tindakan diskriminasi dalam
hal melakukan penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.dalam Undang-undang
Dasar 1945 dengan jelas adanya jaminan kebebasan beragama, berkepercayaan dan
beri beribadah, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 28 (E) ayat 1 dan 2 UUD 1945 dan
Bab XI tentang Agama pasal 29 ayat 1 dan 2.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, ada dua esensi yang ada dalam ide
konstitusionalisme yaitu negara hukum (rule of law bagi negara-negara yang
menganut Anglo Saxon) dan kebebasan hak-hak sipil warga negara. Konsepsi negara
hukum menyatakan, bahwa kewibawaan hukum secara universal mengatasi
kekuasaan negara, dan sehubungan dengan itu hukum akan mengontrol politik bukan
sebaliknya. Sedangkan konsep kebebasan hak-hak sipil warga negara menyatakan,
bahwa kebebasan warga negara dijamin oleh konstitusi dan kekuasaan negara pun
akan dibatasi oleh konstitusi, dan kekuasaan itupun hanya memperoleh legitimasinya
dari konstitusi16.
16 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam Huma, Jakarta, 2002 : 404-405.
28
Kebebasan beragama dan berkeyakinan harus dilindungi oleh konstitusi itu
sendiri, agar menjadi jaminan terhadap adanya kebebasan bagi seluruh warga negara
sebagai corok suatu negara yang beranekaragaman dalam segi suku,budaya, bahasa
dan agama.
Menurut frans magnis suseno kebebasan beragama mempunyai dua segi yaitu :
1. Hak setiap orang untuk hidup sesuai dengan keyakinan-keyakinannya serta
kebebasan masing-masing untuk mengurus dirinya sendiri.
2. Kebebasan beragama juga memuat kebebasan untuk tidak beragama.17
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk menjalakan keyakinannya tanpa adanya
paksaan dari siapapun untuk menganut dan meyakini agama tertentu, karena
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan wujud ketakwaan yang paling
tertinggi kepada adanya sang pencipta, dan kebebasan beragama juga dapat memuat
kebebasan kepada setiap manusia untuk tidak meyakini dan menganut agama tertentu
karena kita tidak dapat memaksakan kehendak kita atas setiap orang tentang
penagkuan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Setiap orang mempunyai kebebasannya
masing-masing dalam mempercayai sesuatu hal. Negara tidak dapat memaksakan
warga negaranya agar beragama atau tidak beragama, karena mempercayai adanya
Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diterima oleh setiap orang.
Kebebasan dalam memilih atau menganut suatu agama atau aliran merupakan
suatu yang berasal dari hati nurani dari setiap manusia dan menjadi pilihan nuraninya
17 Frans Magnis Suseno, Etika Politik prisip-prinsip Moral Dasar kenegaraan Modern, PT Gramedia, Jakarta 1994 : 363.
29
sendiri tanpa paksaan dari siapapun, Menurut Carillo de Albornoz bahwa religious
liberty atau kebebasan beragama memiliki empat aspek utama yakni:
1. kebebasan nurani (liberty of conscience),
2. kebebasan mengekspresikan keyakinan keagamaan (liberty of religious
expression),
3. kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan (liberty of religious
association), dan
4. kebebasan melembagakan keagamaan (liberty of religious
institutionalization). 18
Esensi dari kebebasan beragama atau berkeyakinan tercakup dalam delapan
komponen utama, sebagai berikut.
1. Kebebasan Internal: Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut
atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk
untuk berpindah agama dan keyakinannya.
2. Kebebasan Eksternal: Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara
individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk
memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan
peribadahannya.
18 Abu Habsin,Demokrasi antara pembatasan dan pembebasan kebebasan beragama serta implikasinya terhadap formalisasi islam. Hal 2.
30
3. Tidak ada Paksaan: Tidak seorangpun dapat menjadi subyek pemaksaan yang
akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama
atau keyakinan yang menjadi pilihannya.
4. Tidak Diskriminatif: Negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin
kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah
kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk: asli atau pendatang,
serta asal usulnya.
5. Hak dari Orang Tua dan Wali: Negara berkewajiban untuk menghormati
kebebasan orang tua, dan wali yang sah, jika ada untuk menjamin bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya
sendiri.
6. Kebebasan Lembaga dan Status Legal: Aspek yang vital dari kebebasan
beragama atau berkeyakinan bagi komunitas keagamaan adalah untuk
berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh karena itu komunitas
keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan
termasuk di dalamnya hak kemandirian di dalam pengaturan organisasinya.
7. Pembatasan yang dijinkan pada Kebebasan Eksternal: Kebebasan untuk
menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh
undang-undang, dan itupun semata-mata demi kepentingan melindungi
keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum, serta
dalam rangka melindungi hak-hak asasi dan kebebasan orang lain.
31
8. Non-Derogability: Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau
berkeyakinan dalam keadaan apapun dan atas alasan apapun.19
Kebebasan beragama merupakan salah satu media untuk menjalankan hak
otonomi kita sebagai manusia yang memiliki ketertarikan serta kepentingan dalam hal
membuat pilihan-pilihan rasional itu ia membentuk hidupnya.20Sebuah struktur
pemerintahan yang adil harus membiarkan warga negaranya menentukan pilihannya
sendiri dan selanjutnya melindungi pilihan tersebut.21
Hubungan antara negara dan agama sangatlah erat hubungannya, dimana
banyak produk-produk hukum banyak yang mengatur hubungan antara negara, agama
dan masayrakat sebagai pelaksana dari hukum itu sendiri. Dengan adanya hubungan
itu negara telah banyak melakukan intervensi terhadap adanya kebebasan beragama
dan berkeyakinan, Dari penusuran hubungan antara agama dan negara, setidaknya
ada tiga jenis intervensi negara terhadap kehidupan agama yang terjadi selama ini :
Pertama, intervensi negara terhadap kehidupan beragama, yaitu campur
tangan negara terhadap sebuah keyakinan agama yang sesungguhnya bersifat sangat
prifat. negara tidak lagi menjadi manajer yang berkewajiban menfalitasi serta
mengatur atau menjaga eksistensi masing-masing agama dalam rangka masyarakat
yang majemuk, tetapi sudah memasuki ranah yang sesungguhnya menjadi hak
masing-masing agama.agama-agama besar juga mengambil keuntungan atas sikap
19 Siti Musdah Mulia, HAM dan Kebebasan Beragama. 2010 : 5. 20 John garvey. What are freedom for?. 1996 : 56.
32
represif negara terhadap aliran-aliran yang dianggap sebagai “gerakansempalan”
karena melakukan perlawanan terhadap negara. Jadi disini telah terjadi semacam
simbiose-mutualistis antara agama-agama resmi dengan negara dalam pelanggaran
hak asasi yang paling mendasar.
Kedua, pendefisian agama resmi oleh negara yang mengacu pada kepentingan
agama resmi dan yang membatasi diri pada formulasi agama semitis (agama langit),
dalam kenyataannya telah membawa implikasi yang serius dalam pelanggaran hak
berkeyakinan.
Ketiga, dampak dari keyakinan kemutlakan terhadap ajaran yang diyakini, dan
adanya perasaan kewajiban untuk mendakwah ajaran kemutlakan itu, yang
seharusnya hanya menjadi keyakinan internal masing-masing agama, di tingkat
empirik telah terjadi proses kolonisasi agama-agama besar (mayoritas). Akibatnya,
elemen nilai-nilai fundamental yang semulatelah memiliki fungsi perlindungan dalam
menciptakan tertip sosial komunitas lokal telah kehilangan otonomi fungsionalnya.
Imunisasi yang semula dimiliki sebagai daya tahan dalam menghadapi pluralitas
mengalami kehancuran.
Lebih dari itu, kolonisasi agama resmi terhadap agama masyarakat lokal seringkali
berangkat dari misionaris dalam agam semitis, khususnya islam, kristen dan katolik.
Karena kolinialisasi itu merupakan tugas suci, maka secara teologis, intervensi itu
telah mendapat legitimasi. Dampak lansung dari semangat itu adalah agama lokal
yang menjadi objek pendakwahan tanpa memperdulikan hak-hak yang paling dasar
33
yang dimiliki setiap agama, khusus terhadap agama lokal yang dikategorikan sebagai
animisme.22
Menurut prof. Samuel patty, kata agama diindonesia telah di politisir karena
depertemen agama republik Indonesia(RI) telah memberikan batasan, kelompok
mana saja yang dapat disebut agama sehingga tidak semua sistem kepercayaan dari
setiap kelompok masyarakat Indonesia dapat disebut agama. Hanya mereka yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh depertemen agama yang dapat disebut
agama, yaitu :
1. Harus merupakan jalan hidup yang memuat aturan-aturan tertentu guna
pedoman bagi amal kehidupan penganutnya.
2. Agama itu mengajarkan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
3. Agama itu mempunyai kitab suci yang dianggap kumpulan wahyu yang
diterima oleh nabinya dari tuhan yang maha esa dengan melalui bisikan roh
suci,
4. Agama itu di pimpin oleh seorang nabi.23
kepercayaan adalah sebutan bagi kelompok masyarakat yang mempercayai
adanya Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Kepercayaan juga berarti suatu aliran yang mempunyai paham yang bersifat dogmatis
yang terjalin dengan adat istiadat hidup sehari- hari dari berbagai suku bangsa yang
22 Anas Saidi, menekuk agama membangun tahta,desantara,jakarta, 23-25 23 Amuel patty,diklat disampaikan dalam perkuliahan agama dan budaya dengan judul agama dan budaya.
34
mempercayai terhadap apa saja yang dipercayai pada nenek moyang. Untuk arti
kebatinan menurut Mr. Wongsonegoro ialah satu kebaktian kepada Tuhan Yang
Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup.24 Dan arti
kerohanian adalah memperhatikan jalan, melalui yang mana roh manusia sudah lama
zaman sekarang ini dapat menikmati kesatuan dengan roh mutlak, sumber asal dan
tujuan roh insani. Terdapatlah kerohanian monistis, menurut mana roh insani yang di
anggap mengalir dari pada Tuhan dialihkan kepada hakikat Ilahi dengan kehilangan
identitasnya sendiri, tetapi dengan partisipasi pada daya gaib adi-insan. Terdapat pula
kerohanian theosentris, dimana roh tercipta merasa dipersatukan dengan Tuhan
Pencipta tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri, entah melalui jalan budi atau
gnosis, entah melalui cinta, bhakti dan tawakkal.25
Menurut apa yang di pahami selama ini aliran kepercayaan merupakan
sesuatu ajaran pandangan kehidupan berkepercayaan kepada tuhan yang maha esa,
yang tidak bersandar sepenuhnya kepada ajaran-ajaran agama yang ada. Dengan kata
lain, paham aliran kepercayaan tidak berpegang atau tidak menganut pada suatu ajran
agama tertentu.26 Kata kepeercayaan dewasa ini di indonesia mengandung pengertian
pertama, berarti iman sedangkan kedua ialah yang lengkapnya aliran kepercayaan
24Abd Mutholib Ilyas, Abd Ghofur Imam, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Amin, Surabaya, 1988 : 11. 25 Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatianan Kerohanian Kejiwaan Dan Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1993 : 44.
35
kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu merupakan istilah konstituonal dari aliran
kebatinan maupun agama-agama asli di indonesia.27
`Pemerintah melalui depertemen dalam negeri RI merumuskan aliran
kebatinan (kepercayaan) sebagai kepercayaan rakyat indonesia yang tidak termasuk
kedalam salah satu agama. Atau aliran kepercayaan sebagai kepercayaan rakyat
indonesia yang tidak termasuk kedalam salah satu agama atau aliran agama rakyat
indonesia yang telah resmi di akui pemerintah Republik Indonesia yakni: Islam,
katolik, kristen protestan, budha dharma dan hindu dharma. Sedangkan yang
termasuk dalam aliran kepercayaan ialah selain aliran kebatinan juga aliran nistik dan
kepercayaan lokal atau agama suku.28
Ada tiga alasan mengapa agama asli sulit di tinggalkan :
1. Orang indonesia mempunyai bakat siakritisma yang besar.
2. Agama asli itu sudah mendarah daging.
3. Sulit sekali memisahkan ajaran agama asli dari unsur-unsur
kebudayaan yang lain.29
27 Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 23 28 Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 41 29Dra. Seno Herbangan Siagian, Agama-agama di Indonesia, Yogyakarta. Hal 23
36
C. HAM DAN KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. hal inilah yang telah di sadari oleh dunia internasional dengan
mengeluarkan produk-produk HAM internasional salah satunya adalah deklarasi
universal Hak Asasi Manusia yang berfungsi sebagai penjamin HAM tanpa adanya
diskriminasi.
HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu konsep etika politik modern
dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan
kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang
bagaimana seharusnya manusia memperlakukan sesamanya manusia. Tuntutan moral
tersebut sejatinya merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama
mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia, tanpa ada
pembedaan dan diskriminasi. Tuntutan moral itu diperlukan, terutama dalam rangka
melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau “dilemahkan” dari
tindakan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa.
Karena itu, esensi dari konsep hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap
kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun
dan demi alasan apapun; serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai
makhluk termulia di muka bumi. Kesadaran akan pentingnya HAM dalam wacana
37
global muncul bersamaan dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia
sebagai titik sentral pembangunan (human centred development). Konsep HAM
berakar pada penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk berharga dan
bermartabat. Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subyek, bukan obyek dan
memandang manusia sebagai makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa
membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, jenis gender, suku bangsa, bahasa,
maupun agamanya. Sebagai makhluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah hak
dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, serta
hak beragama dan hak berkepercayaan. Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak
dasar yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. HAM mengajarkan prinsip
persamaan dan kebebasan manusia sehingga tidak boleh ada diskriminasi, eksploitasi
dan kekerasan terhadap manusia dalam bentuk apa pun dan juga tidak boleh ada
pembatasan dan pengekangan apa pun terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk
di dalamnya hak kebebasan beragama.30
Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan suatu hak asasi setiap
manusia yang harus di junjung tinggi dan tidak boleh dilanggar oleh manusia lainnya.
perlindungan terhadap jaminan kebebasan beragama juga di lindungi oleh dunia
internasional, hal ini dapat di lihat pada deklarasi universal hak asasi
manusia(Universal Declaration of Human Right) yang sudah di ratifikasi oleh
indonesia melalui undang-undang No 39 Tahun 1999. Kebebasan beragama dan
berkayakinan dapat di lihat pada pasal-pasal sebagai berikut : 30 Siti Musdah Mulia, HAM dan Kebebasan Beragama, 2010 : 1.
38
a. pasal 18 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir,
berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti
agama dan kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau
kepercayaan dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemajuan dan ketaatan,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum maupun
secara pribadi”
b. pasal 22 yang menyangkut jaminan hak atas kebebasan beragama.31
pertama, “setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
kedua, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
selain undang-undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia,
indonesia juga meratifikasi International Convenant on Civil and Political Right
(ICCPR) (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) lewat Undang-
undang No 12 Tahun 2005, dengan adanya undang-undang ini juga memperkuat dan
menjadi jaminan kebebasan beragama diindonesia.pada kovenan ini, banyak
mendukung tentang adanya kebebasan beragama dan berkayakinan hal ini dapat
dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut :
31Undang-undang No 39 Tahun 1999
39
a. pasal 18 :
1. Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan
agama. Hak ini harus mencakup kebebasan untuk memiliki atau
mengadopsi suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya, dan
kebebasan, baik secara individu atau dalam komunitas dengan orang
lain dan di depan umum atau swasta, untuk menyatakan agama atau
kepercayaan dalam ibadah, praktek ketaatan, dan pengajaran.
2. Tidak seorangpun dapat dikenakan paksaan yang akan mengganggu
kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau
kepercayaan atas pilihannya.
3. Kebebasan untuk mewujudkan satu agama atau kepercayaan dapat
tunduk hanya pada pembatasan seperti yang ditentukan oleh hukum
dan yang diperlukan untuk melindungi keselamatan publik, ketertiban,
kesehatan, atau moral atau hak-hak mendasar dan kebebasan orang
lain.
4. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati
kebebasan orang tua dan, bila diperlukan, wali hukum untuk
memastikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka
sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
b. pasal 19 : hak untuk memiliki pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan
hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat,
40
c. pasal 26 : persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua
orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi,
d. pasal 27 : Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas etnis, agama
atau bahasa, orang yang tergolong minoritas tersebut tidak boleh diingkari
haknya, dalam masyarakat dengan anggota lain dari kelompok mereka, untuk
menikmati budaya mereka sendiri, untuk mengakui dan praktek agama
mereka, atau untuk menggunakan bahasa mereka sendiri.32
Dunia internasional banyak menghasilkan banyak instrumen tambahan yang
berupa perjanjian-perjanjian internasional yang menurut hukum mengikat, yang
bersifat global maupun regional yang melindungi kebebasan beragama dan
berkeyakinan seseorang dalam langka menjamin Hak Asasi Manusia seluruh
masyarakat internasiol. Produk-produk Hak Asasi Manusia yang telah dihasilkan
yaitu :
1. Deklarasi universal tentang Hak Asasi manusia
2. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (1966),
3. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi dan sosial Budaya (1966),
4. Konvensi Bagi Perlindungan Hak-hak Asasi manusia dan kebebasan dasar,
5. Konvensi Internasional tentang penghapusan segala Semua Bentuk
Diskriminasi rasial,
32 Undang-undang No 12 Tahun 2005
41
6. Deklarasi Tentang Penghapusan Semua Bentuk Ketidakrukunan dan
Diskriminasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan,
7. Konvensi tentang Hak-hak Anak (1989),
8. Rancangan Deklarasi tentang Hak-hak Orang-orang yang termasuk kelompok
Minoritas Bangsa atau Etnis, agama dan Bahasa.33
9. Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan genosida (1948),
10. Konvensi Internasional tentang penghapusan segala Semua Bentuk
Diskriminasi terhadap perempuan (1979),
11. Konvensi eropa bagi perlindungan Hak Asasi dan kebebasan Fundamental
Manusia (1950),
12. Protokol no.1 untuk kovensi eropa untuk perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar (1952),
13. Piagam sosial Eropa (1961),
14. Konvensi kerangka untuk perlindungan minoritas sosial (1995),
15. Deklarasi tentang penghapusan semua bentuk intoleransi dan diskriminasi
berdasarkan agama atau keyakinan (1981),
33 Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, yayasan obor Indonesia.
42
D. NORMA-NORMA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BEKEYAKINAN DI INDONESIA
Norma-norma yang memberikan perlindungan hukum bagi kebebasan
beragama dan berkeyakinan di indonesia dapat dilihat dalam peraturan perundang-
undangan di bawah ini.
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahum 1945.
Jaminan adanya perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di
indonesia juga termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu yang terdapat pada
pasal 28E ayat 1 dan 2 dan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi :
Pasal 28E
1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”;
2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Pasal 29 ayat 2
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu."
43
2. Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merupakan
undang-undang yang mengatur tentang pelindungan hak asasi manusia di Indonesia
yang menjadi hak dasar warga Negara Indonesia dan undang-undang ini juga
mengatur dan menegaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah atas
pemenuhan hak asasi dan pengawasan agar warga negaranya tidak ada yang
melanggar hak asasinya. Negara bertanggung jawab atas dijaminnya perlindungan
hak asasi manusi seperti dalam pasal 8 yang berbunyi :
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Pada undang-undang ini secara khusus mengatur tentang hak kebebasan
beragama dan berkeyakinan yaitu pada pasal :
Pasal 22
1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
44
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
Dalam undang-undang ini juga menjamin bahwa setiap manusia berhak atas
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dari manusia tanpa adanya
diskriminasi, hal ini dapat dilihat pada pasal 3 yang berbunyi :
1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama
dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan
hukum.
3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
manusia, tanpa diskriminasi.
3. Undang-undang No 12 Tahun 2005 tentang hak sipil dan politik.
Selain undang-undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia,
indonesia juga meratifikasi kovenan hak sipil dan politik melalui undang-undang no
12 tahun 2005, hal ini dilakukan agar lebih terjaminnya hak asasi manusia itu sendiri.
Hak kebebasan beragam dan berkeyakinan sudah lama menjadi perbincangan dunia
internasional dan aturan tentang penjaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan
juga sudah mendetail.
45
Lebih lanjut Kovenan menetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18) dan
pelarangan atas propaganda perang serta tindakan yang menganjurkan kebencian atas
dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan tindak
diskriminasi, permusuhan atau kekerasan (Pasal 20), tindakan untuk melindungi
golongan etnis, agama, atau bahasa minoritas yang mungkin ada di negara pihak
(Pasal 27).
4. Undang-undang No 40 tahun 2008 Tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dalam rangka melaksanakan konvensi internasional tentang penghapusan
rasial, negara pihak berjanji untuk melarang dan menghapuskan segala bentuk
diskriminasi rasial dan menjamin hak setiap orang, tanpa membedakan ras, warna
kulit, asal usul etnik atau kebangsaan, untuk mendapatkan kederajatan di hadapan
hukum, khususnya dalam menikmati hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan
beragama.
Penghapusan diskriminasi ras dan etnis dapat dilihat pada pasal 5 yang
berbunyi :
Penghapusan diskriminasi ras dan etnis wajib dilakukan dengan memberikan:
a. perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan di dalam hukum kepada
semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis;
46
b. jaminan tidak adanya hambatan bagi prakarsa perseorangan, kelompok orang,
atau lembaga yang membutuhkan perlindungan dan jaminan kesamaan
penggunaan hak sebagai warga negara; dan
c. pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan
penghargaan hak asasi manusia melalui penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Undang-undang no 1 PNPS tahun 1965 tentang pencegahan dan/atau
penodaan agama.
Undang-undang No 1/PNPS tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan
dan/atau penodaan agama dalam penjelasan pasal 1 menyebutkan agama-agama yang
dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
khongcu (Confusius). Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan Agama-
agama di Indonesia. Karena 6 macam Agama ini adalah agama-gama yang dipeluk
hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti
yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar, juga mereka mendapat
bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini. Ini tidak
berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto,Taoism
dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh
pasal 29 ayat 2 dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain.
47
E. KEAGAMAAN DALAM HUKUM ADAT
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah
sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap
penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila
penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu
sudah merupakan hukum adat.34
Hukum adat pada umumnya bersifat keagamaan (magis religius) artinya
perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukum berkaitan dengan keperayaan terhadap
yang gaib dan didasarkan pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan
Bangsa Indonesia bahwa di alam semesta ini benda-benda itu berjiwa (animisme),
benda bergerak (dinamisme); di sekitar kehidupan mnusia itu ada roh-roh halus yang
mengawasi kehidupan manusia (jin, malaikat, iblis dan sebagainya) dan alam sejagad
ini ada karena ada yang mengadakan yaitu maha pencipta .
Alam berpikir yang demikian oleh koentjaningrat (1958) disebut alam
berpikir religio/magis yang memiliki unsur sebagai berikut :
a. Kepercayaan kepada makluk-makluk halus, dan roh-roh dan hantu-hantu yang
menempati seluruh alam semsesta dan khususnya gejala-gejala alam, tumbuh-
tumbuhan, binatang tubuh manusia dan benda-benda. 34 Prof. Dr.C. dewi wulansari. Hukum adat indonesia.PT. refika aditama. bandung. 2010 : 4
48
b. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semsta dan
khususnya terdapat peristiwa-peristiwa yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan
yang luar biasa, binatang yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa,
benda-benda yang luar biasa, dan suara yang luar biasa.
c. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif di pergunakan sebagai “magische-
kracht” dalam berbagai perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan
manusia atau untuk menolak bahaya gaib.
d. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan
krisis, menyebabkan timbilnya berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat
dihindari dengan berbagai macam pandangan.
F. ALIRAN KEPERCAYAAN MARAPU
Penduduk pulau Sumba menyebut pulau mereka dengan nama Tana Humba,
artinya tanah Sumba. menurut tradisi Sumba, nama ini berasal dari nama istri nenek
moyang pertama orang Sumba yang datang dan mendiami Sumba, yaitu humba.
Nama suaminya adalah umbu walu mandoku. Umbu walu mandoku mengabadikan
nama istrinya bagi pulau ini sebagai tanda kegembiraan dan cinta kasihnya kepada
istrinya setelah mereka mengarungi lautan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Berdasarkan tradisi pulau sumba, nenek moyang mereka berlayar dari semenanjung
malaka melalui kepulauan Riau, jawa, bali, lombok, sumbawa, flores, roti, sawu dan
akhirnya tiba di tanjung sasar (sumba). Tampaknya orang sumba datang ke sumba
dalam beberapa gelombang. Mereka memasuki sumba pada dua tempat utama, yaitu
49
tanjung sasar dan muara sungai pandawai (kambaniru) dan dari sana mereka
menyebar ke seluruh penjuru pulau sumba.
Sumba merupakan suatu pulau yang terlupakan dalam panggung sejarah.
Catatan pertama tentang sumba terdapat dalam buku negara kertagama, karangan
empu prapanca, yang megatakan bahwa pulau ini termasuk daerah jajahan kerajaan
majapahit. Empu prapanca menulis demikian : Di sebelah timur tanah jawa terdapat
tanah jajahan : semua kepulauan makasar serta buton, banggawi kunir, galian serta
selaya, sumba, solor, muar, timor serta pelbagai pulau yang penting.35
Seluruh penduduk Sumba percaya dengan adanya tokoh ilahi yang disebut
Marapu. Adapun yang disebut Marapu adalah segala sesuatu yang termasuk alam
gaib, baik dalam arti dewa, maupun dalam arti roh, jiwa serta barang-barang duniawi
yang menjadi tanda atau simbol akan kehadiran Marapu dari alam gaib tadi.36
Dalam kepercayaan Marapu terdapat struktur organisasi non formal yang
terdapat dalam kampung-kampung adat yang terdiri dari seorang kepala adat yang
disebut sangula sangete yang di bantu beberapa rato (tua adat), yaitu rato rumata,
rato noba dan pa’ama pa’ana. Sangula sengete adalah menduduki jabatan tertinggi
dalam pemerintahan adat, yang tugasnya hanya mengkoordinir pekerjaan
bawahannya. Rato rumata berkedudukan di bawah sangula sengete yang bertugas
sebagai pengawas terhadap pelaksanaan berbagai upacara adat. Rato nobba bertugas
sebagai pemimpin jalannya upacara-upacara adat seperti perkawinan, kematian,
35 F.D. Wellem. Injil dan Marapu. Sekolah tinggi Teologi, Jakarta, 1995 : 16-15 36 Dr. Harun Hadiwijono, religi suku murba di indonesia, BPK Gunung Mulia, jakarta, 1977 : 29
50
pembuatan rumah adat dan upacara-upacara lainnya. Pa’ama-pa’ana bertugas
mengawasi roda pembangunan kampung dan juga mengadakan pertemuan dengan
staf pemerintahan desa baik kepala desa maupun pembantu-pembantunya.
Bagan Struktur dalam aliran kepercayaan Marapu
Anggota kabisu dan masyarakat umum
Marapu
Roto adat(rato nobba,rato rumata)
Sangula sengete
Tokoh-tokoh kabisu(suku),pa’ama-pa’ana
51
1. DEFINISI MARAPU
Menurut C. Nooteboom :
Marapu adalah kekuatan supra natural, baik yang bersifat oknum maupun
yang tidak, yang tampil dalam berbagai macam bentuk. Kata Marapu dapat pula
diartikan suci, mulia dan sakti sehingga harus di hormati dan tak dapat di perlakukan
sembarangan.37
Secara umum, Sumba masih identik dengan marapu, meski tradisi itu sudah
berangsur-angsur berkurang karena perkembangan modernisasi. Tetapi masyarakat
setempat menempatkan marapu sebagai salah satu budaya. Marapu sendiri bagi
warga Sumba adalah kepercayaan kepada arwah para leluhur yang diyakini mampu
memberikan keselamatan dan ketenteraman serta kerukunan tertinggi yang disebut
amawolu amarawi yang secara harfiah berarti yang membuat dan menciptakan.
Walaupun sebagian besar penduduk setempat sudah beralih ke agama modern,
namun masih banyak pula warga yang tetap setia dalam marapu. Marapu biasanya
disimbolkan dengan benda-benda sakral yang telah dikuduskan sehingga tidak
seorang pun boleh menyentuhnya kecuali rato/kabisu yang telah ditentukan.38
2. KITAB SUCI MARAPU
Kitab suci Marapu disebut Lii Ndai. Kitab ini berupa syair yang dihafal dalam
ingatan para pemuka adat (para rato adat/pendeta Marapu) dan dibacakan pada saat
37 Nooteboom,op.cit.,halaman.35. 38 Pos Kupang, kamis 4 November 2010,12.54. WIB
52
upacara-upacara tertentu diselingi nyanyian adat. Kitab orang Marapu ini tidak
pernah dibukukan, hanya dihafalkan oleh rato adat39. Salah satu acara orang sumba
yang membacakan isi kitab adalah acara wulla poddu dimana pada saat proses
pembacaan dilakukan dengan diiringi nyanyian dan tari-tarian adat. Pada saat
pembacaan ini akan diikuti dan di dengarkan oleh seluruh pengikut Marapu.isi kita
ini sendiri mencitrakan tentang asal usul orang sumba,proses penyebaran,kelahiran,
kematian sampai dengan larang-larangan yang ada yang harus diikuti dan dihormati
oleh seluruh pengikut Marapu.
Orang Sumba sangat sering melakukan upacara adat yang berhubungan
dengan kepercayaan Marapu. Upacara adat itu seperti, upacara pengakuan dosa,
upacara memanen jagung, upacara menuai padi, upacara penutupan panen, upacara
membuka hutan, membersihkan kampong (tobba wanno), izin menanam, upacara
turun air, sunat untuk laki-laki, potong rambut untuk perempuan, potong gigi, dan
lainnya.
3. BULAN SUCI (WULLA PODDU/HARI KEAGAMAAN MARAPU)
ALIRAN KEPERCAYAAN MARAPU
a. Pengertian Wulla Poddu (Bulan Suci)
Wullla Poddu mempunyai arti yang sangat mendalam bagi masyarakat Loli,
dimana “wulla” berarti bulan dan “poddu” berarti suci”. Jadi Wulla Poddu berarti
bulan suci. Dengan demikian Wulla Poddu dapat diartikan sebagai bulan suci atau 39 Sigit wahyu. www.google.com
53
bulan tabu. Maka setiap orang atau masyarakat pendukung harus mematuhinya
sebagai tanda kepatuhan dan penghormatan mereka pada pelaksannan ritus Wulla
Poddu, maka semua aktifitas lain yang tidak ada hubungannya dengan ritus tersebut
dihentikan yang ada, hanyalah ritus penyembahan terhadap marapu (leluhur atau
dewa) Adat merupakan pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa, merupakan
salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.
b. Makna Ritus Wulla Poddu (Bulan Suci)
Pada Bagian ini akan dijelaskan makna yang terkandung dalam ritus Wulla
Poddu (bulan suci) pada orang loli sebagai aset budaya orang Loli. Sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa ritus Wulla Poddu (bulan suci) muncul
dari adat-istiadat tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi
penerus sebagai anggota masyarakat yang sampai sekarang masih terus dijaga dan
dilestarikan oleh orang loli.
Menurut rato dodo rato poddu (tua adat), Nisa Ama Magi, Lango Ama Bulu, dan
tokoh adat rato Talo Loja sekaligus tokoh masyarakat Loli menyatakan bahwa ritus
Wulla Poddu (bulan suci) tidak hanya sekedar sebuah ritus biasa tetapi sebuah ritus
yang mempunyai nilai keagamaan yang tinggi.Ritus Wulla Poddu (bulan suci)
merupakan hasil karya, rasa dan cipta dari orang Loli. Oleh karena itu ritus Wulla
Poddu wajib untuk diperlihatkan dan dipertanyakan serta dilestarikan oleh orang Loli.
Dengan mengacu pada aturan tersebut di atas maka ritus Wulla Poddu (bulan
suci) dapat dikatakan sebagai suatu tradisi yang bermakna religius, sehingga apa bila
seseorang atau kelompok orang melanggarnya maka akan berdampak buruk bagi
54
orang tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ritus Wulla Poddu (bulan
suci) juga berfungsi sebagai pengatur tata kehidupan antara manusia dengan manusia
dan manusia dengan penciptanya.40
40 Yanto, Ritus wulla poddu. 2006 : 34-35