bab ii tinjauan pustaka a. pengertian...

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011). Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat- zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun (Den Hartog, 1970 dalam Hendra, 2011). Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di media air asin; 2) mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam; 3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik; 4) mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011).

Upload: donhi

Post on 06-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono,

2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan

berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi

untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011).

Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang

lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area

pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat

atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut

yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi

pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan

sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-

zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah

padang lamun (Den Hartog, 1970 dalam Hendra, 2011).

Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup

dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di media air asin; 2) mampu berfungsi

normal dalam kondisi terbenam; 3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang

berkembang baik; 4) mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam

keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011).

B. Morfologi Lamun

Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan

bibit seperti halnya tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan

karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi

yang berbeda sehingga perbedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran

morfologi dan anatomi (Tengke, 2010).

Secara morfologi jenis lamun Enhalus acoroides (Gambar 1) akan

tumbuhan tropis yang mempunyai akar kuat dan diselimuti oleh benang-benang

hitam yang kaku. Rhizomanya tertanam di dalam substrat. Pada akarnya terdapat

rambut bisus. Daun-daunnya sebanyak 2 atau 4 helai yang ujungnya membulat.

Panjang daun lebih dari 1 m dan lebar 1,5 cm. Buah berbentuk bulat telur

berukuran 4-7 cm. Lamun tropis tumbuh di perairan dangkal dengan substrat pasir

berlumpur. Lamun ini tumbuh subur di daerah yang terlindung di pinggir bawah

dari mintakat pasang surut dan di batas atas mintakat bawah litoral.

Gambar 1. Enhalus acoroides

Spesies Halophila ovalis (Gambar 2) atau lamun sendok (spoon grass)

adalah lamun yang mempunyai tangkai ramping, berdiameter 1 mm, hampir tidak

berwarna dan merayap. Sepanjang tangkai yang merayap muncul daun-daun

berpasangan ke atas di bawah permukaan air dan akar-akarnya kecil ramping ke

bawah, ke dalam tanah. Daun-daun bundar telur (oval) tipis berwarna hijau

dengan warna kemeah-merahan berukuran panjang 10-15 mm dan lebar 5-10 mm.

Masing-masing daun ditunjang oleh tangkai (petiole) berukuran panjang 8-15 mm

dan diameter 0,5 mm. Di daerah yang terlindung, lamun sendok membentuk

permadani tumbuh-tumbuhan di antar air surut rata-rata pada pasang surut bulan-

setengah dan air surut rata-rata pada pasang surut purnama, memberikan

lingkungan yang cocok untuk pelekatan alga. Di lingkungan ini lamun sendok

membentuk tajuk (canopy).

Lamun sendok mempunyai bunga berkelamin tunggal dan soliter. Lamun

sendok terdapat di pantai pasir, di paparan terumbu dan di dasar pasir lumpur dari

pasang surut rata-rata sampai batas bawah dari daerah pasang surut

(Romimohtarto dan Juwana, 2001 dalam Kordi, 2011).

Gambar 2. Halophila ovalis

Susetiono (2007) menyatakan bahwa habitat lamun jenis Halophila minor

(Gambar 3) serta helaian daunnya sangat mirip dengan Halophila ovalis tetapi

lebih kecil (0,7-1,4 cm) dan jumlah urut daun juga lebih sedikit (3-8 pasang),

rimpang tipis dan mudah patah, mampu hidup diperairan yang berlumpur.

Gambar 3. Halophila minor

Spesies Cymodoceae rotundata (Gambar 4) atau dikenal sebagai lamun

ujung bulat (round tipped seagrass) tumbuh di substrat pasir, kadang pecahan

karang dan sedikit berlumpur. Lamun ini mempunyai daun berukuran panjang 7-

20 cm dan lebar 2-4 mm, mempunyai 7-15 tulang daun dan 2-7 helai daun

perpangkal. Ujung daun halus membulat dan tumpul (Kordi, 2011).

Gambar 4. Cymodoceae rotundata

Sama halnya dengan Cymodocea rotundata, bentuk daunnya melengkung

menyerupai selempang bagian pangkal menyempit dan ke arah ujung agak

melebar. Panjang dan lebarnya juga hampir sama berkisar 5-15 m dan 2-4 mm.

Yang membedakannya dengan ujung daun dari Cymodocea serrulata (Gambar 5)

adalah ujung daunnya bergerigi dengan tulang daun berjumlah 13-17.

Gambar 5. Cymodocea serrulata

Susetiono, (2007) menyatakan bahwa lamun jenis Thalassia henprichii

(Gambar 6) mempunyai rimpang agak membulat, daun tebal dan agak

melengkung. Bunga jantan mempunyai tangkai pendukung pendek saja,yaitu

sekitar 3 cm (atas inzet). Sedangkan bunga betina tangkai pendukungnya lebih

pendek, yaitu berkisar antara 1-1,5 cm dan buahnya terbagi dalam 8-20 keping

yang tidak beraturan.

Umumnya hidup berdampingan dengan jenis lainnya seperti Enhalus

acoroides. Bila mendominasi selalu membentuk kelompok vegetasi yang rapat

(bawah). Spesies Thalassia henprichii tumbuh di substrat berpasir hingga pada

pecahan karang mati dan sering menjadi spesies dominan pada padang lamun

campuran dan melimpah (Kordi, 2011).

Gambar 6. Thalassia hemprichii

H. uninervis (Gambar 7) adalah lamun sublittoral ditemukan dari

pertengahan pasang surut hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada kedalaman

antara 0-3 m di laguna sublittoral dan di dekat terumbu karang. H. uninervis dapat

tumbuh di berbagai habitat yang berbeda. Lamun ini dapat membentuk padang

rumput padat bercampur dengan spesies lamun lain (Carruthers et al, 2007 dalam

Hendra, 2011).

Jenis ini termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Ciri khas dari famili ini

memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit.

Ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena sentral yang membujur

dengan ukuran lebar daun 1-1,7 mm. Umur daun ±55 hari dengan produksi

tegakan sebanyak 38 tegakan/tahun (Vermaat et al, 1995).

Gambar 7. Halodule uninervis

Syringodium isoetifolium (Gambar 8) termasuk dalam Family

Potamogetonaceae dengan ciri-ciri utama yaitu tidak memiliki ligula seperti pada

Family Hydrocaritaceae. Ditemukan di seluruh wilayah Indo-Barat Pasifik Tropis.

Tumbuh dengan kepadatan tinggi tanpa spesies lain. Namun bila tumbuh dengan

spesies lain ukurannya akan lebih kecil. Jenis lamun ini jarang ditemukan di

daerah intertidal dangkal (McKenzie, 2007 dalam Hendra, 2011).

Gambar 8. Syringodium isoetifolium

C. Habitat

Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman

0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak

terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber, 1985 dalam Tangke,

2010). Habitat lamun dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu

padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang

saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sebagai suatu ekosistem,

dalam hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses

yang dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis,

fisika, kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati

berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh.

Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah pada habitat yang

tinggi nutrien.

Tangke (2010) menyatakan bahwa lamun pada umumnya dianggap sebagai

kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan

habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir

kasar. Dinyatakan pula bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat

dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar

yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati.

D. Karakteristik Vegetatif

Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada

reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan

perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang pipih dan

memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya lamun akan menjadi

kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan "enhalid" (Azkab, 2000).

Menurut Den Hartog (1967) dalam Hendra (2011), karakteristik

pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu;

1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera

sub-marga Zosterella.

2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera sub-

marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia.

3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing:

Syringodium

4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat

pinggang yang kasar Enhalus, Posidonia, Phyllospadix.

5. Halophilids; dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak atau

panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila

6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis,

Thalassodendron, dan Heterozostera.

E. Peranan Lamun

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan

yang hidup pada padang lamun ada yang merupakan penghuni tetap ada pula

yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung

biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula

hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (Dugong dugon) dan penyu

(turtle) yang makan lamun Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii

(Soedharma, 2007).

Soedharma (2007), menyatakan bahwa di daerah padang lamun,

organisme melimpah karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan

persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai

sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis-jenis

polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun.

Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan

dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi

sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit,

mikroflora dan fauna.

Padang lamun ini dihuni berbagai macam spesies hewan, yang berasosiasi

dengan padang lamun. Di perairan Pabama dilaporkan 96 spesies hewan yang

berasosiasi dengan beberapa jenis ikan. Di Teluk Ambon ditemukan 48 famili

dan 108 jenis ikan adalah sebagai penghuni lamun, sedangkan di Kepulauan

Seribu sebelah utara Jakarta di temukan 78 jenis ikan yang berasosiasi dengan

padang lamun. Selain ikan, sapi laut dan penyu serta banyak hewan invertebrata

yang berasosiasi dengan padang lamun, seperti: Pinna sp, beberapa Gastropoda,

Lambis lambis, Strombus, teripang, bintang laut, beberapa jenis cacing laut dan

udang (Peneus doratum) yang ditemukan di Florida Selatan (Susetiono, 2004).

Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang

lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah

Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makan di

padang lamun ini (Nontji, 1987 dalam Hendra, 2011).

Menurut Azkab (1988) dalam Hendara (2011), peranan lamun di

lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:

1. Sebagai produsen primer

Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan

dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu

karang (Thayer, et al., 1975 dalam Hendra, 2011).

2. Sebagai habitat biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai

hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass

beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari

berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi &

Peres, 1977 dalam Hendra, 2011).

3. Sebagai penangkap sedimen

Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus

dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,

rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat

menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang

berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Hutomo & Azkab,

1987 dalam Hendra, 2011).

4. Sebagai pendaur zat hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan

elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang

dibutuhkan oleh algae dan epifit.

Philips & Menez (1988) dalam Hendra (2011), menyatakan bahwa, lamun

juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik

secara tradisional maupun secara modern. Secara tradisional lamun telah

dimanfaatkan untuk : 1) Kompos dan pupuk, 2) Cerutu dan mainan anak-anak, 3)

Dianyam menjadi keranjang, 4) Tumpukan untuk pematang, 5) Mengisi kasur, 6)

Ada yang dimakan, dan 7) Dibuat jaring ikan. Pada zaman modern ini, lamun

telah dimanfaatkan untuk : 1) Penyaring limbah, 2) Stabilizator pantai, 3) Bahan

untuk pabrik kertas, 4) Makanan, 5) Obat-obatan, dan 6) Sumber bahan kimia.

Spesies yang terkenal adalah Enhalus acoroides yang dikenal sebagai

samo-samo atau lamun tropis (tropical ellgrass). Spesies ini dimanfaatkan bijinya

oleh penduduk Kepulauan Seribu sebagai bahan makanan. Bijinya dikumpulkan

dan dimasak seperti halnya menanak nasi. Lamun tropis ini mempunyai bunga

jantan yang putih dengan tangkai yang pendek, bunga betinanya bertangkai

panjang dengan kelopak kemerah-merahan dan mahkota yang putih, sedangkan

buah berambut (Nontji, 1987 dalam Kordi, 2011).

F. Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun (Seagrass)

Kerapatan merupakan hal mendasar untuk mempelajari pertumbuhan

lamun maupun mengestimasi produksi. Dalam penelitian Takaendengan (2010) di

Perairan Kema, Minahasa Utara menunjukkan bahwa kerapatan pada setiap jenis

lamun mempunyai variasi yang secara kuantitatif terdapat perbedaan pada setiap

lokasi. Kerapatan bervariasi dari masing-masing jenis lamun berkisar antara 17-

1601 tegakan/m2. Kerapatan tertinggi rata-rata adalah jenis Thalassia hemprichii

1601 tegakan/m2

yang dijumpai pada lokasi 2 (pantai Kaburukan) dan yang

terendah Halophila ovalis (17 tegakan/m2 ) di lokasi 1 (pantai Tasikoki). Untuk

Halodule pinifolia yang hanya ditemukan pada lokasi 3 (pantai Lilang) memiliki

kerapatan rata-rata 324/tegakan/m2. Selain itu juga Thassodendron ciliatum hanya

dijumpai di lokasi 4 (pantai Makalisung) dengan jumlah kerapatan rata-rata

143/tegakan/m2.

Menurut Nur (2004), tingginya kerapatan jenis lamun sangat terkait

dengan jumlah jenis yang ditemukan dan kemungkinan sangat terkait dengan

karekteristik habitat seperti kedalaman, dan jenis substrat yang sangat mendukung

untuk pertumbuhan dan keberadaan lamun karena sangat terkait dengan penetrasi

cahaya yang dibutuhkan oleh lamun dalam proses fotosintesis. Rendahnya

kerapatan jenis pada stasiun disebabkan oleh sedikitnya jumlah jenis yang mampu

beradaptasi terhadap faktor lingkungan dan memiliki kedalaman yang tinggi

dibandingkan dengan stasiun lainnya dan memiliki substrat pasir berlumpur

sehingga jenis lamun yang ditemukan hanya terdiri dari Thalassia hemprichii,

Enhalus acoroides dan Cymodocea rotundata.

Azkab (2006) melaporkan bahwa di dunia tercatat sekitar 58 jenis lamun

yang dapat dijumpai dalam skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas

untuk membentuk suatu padang lamun (Seagrass bed). Di perairan Indonesia

tercatat 12 jenis lamun yang tumbuh yaitu : Halodule pinifolia (miki) den Hartog,

H. uninervis (forsskal) Asherson, Cymodoceae rotundata Ehrenberg & Hemprich

ex Ascherson, C.serrulata (R. Brown) Ascherson & Magnus, Syringodium

isoetifolium (Ascherson) Dandy, Thalassodendon ciliatum (Forsskal), Enhalus

acoroides (Linnaeus f.) Royle, Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson, H.

decipiens Ostenfeld, H. minor (Zollinger) den hartog dan H. spinulosa (R. Brown)

Ascherso.

Keanekaragaman hayati lamun yang paling tinggi dapat dijumpai di

perairan Teluk Flores dan Lombok, masing-masing terdapat 11 spesies.

Keanekaragaman spesies lamun di perairan Indonesia bagian barat lebih kecil

dibandingkan dengan di perairan Indonesia timur. Fortes (1990) dalam Kordi

(2011) menduga bahwa tingginya keanekaragaman spesies lamun di Indonesia

bagian timur disebabkan oleh posisi daerah ini lebih dekat dengan daerah pusat

penyebaran lamun di perairan Indo-Pasifik, yaitu Filipina yang memiliki 16

spesies dan Australia Barat yang memiliki 17 spesies.

G. Parameter Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Lamun (Seagrass)

Faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan padang lamun adalah

parameter kualitas air antara lain sebagai berikut:

1. Suhu

Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu

terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme,

penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs, 1986

dalam Hendra, 2011).

Walaupun padang lamun secara geografis tersebar luas yang diindikasikan

oleh adanya kisaran toleransi yang luas terhadap temperatur tapi pada

kenyataannya spesies lamun di daerah tropik mempunyai toleransi yang rendah

terhadap perubahan temperatur. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah

28-30 0C (Dahuri, 2003). Suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu proses

fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses fisiologis tersebut

akan menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal

tersebut (Nybakken, 1992 dalam Nur, 2004). Demikian juga respirasi lamun

meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas

yaitu 5-35°C (Azkab, 1999).

Penelitian yang dilakukan Barber (1985) dalam Hendra (2011),

melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara

faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata

terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10­35 °C produktivitas lamun

meningkat dengan meningkatnya suhu (Azkab, 1999).

2. Salinitas

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun

yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1993 dalam

Hendra 2011). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-

60 0/00, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk

pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 0/00 (Azkab, 1999).

Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas,

kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica

biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas

42,5 0/00. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya

salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab, 1988

dalam Hendra 2011)

3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman adalah suatu ukuran tentang besarnya konsentrasi ion

hidrogen dan menunjukkan apakah suatu perairan itu bersifat asam atau basa,

dimana kemasaman merupakan suatu parameter yang dapat menentukan

produktivitas suatu perairan. Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi

karena adanya sistem karbondioksida dalam laut yang berfungsi sebagai

penyangga yang cukup kuat (Nontji, 1993 dalam Nur, 2004).

Kaswadji (1997) dalam Nur (2004) mengatakan bahwa suatu perairan

dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih dari 8,5 merupakan perairan yang tidak

produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk dalam perairan yang masih

produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai tingkat

produktifitas yang tinggi.

4. Kecerahan

Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan

proses fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa

distribusi padang lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam.

Namun demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebaran

komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan

pada kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari (Dahuri, 2003).

5. Kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.

Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai

kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi

oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan

Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah. Kedalaman

perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun (Hutomo,

et al, 1987 dalam Hendra, 2011 ).

6. Substrat

Hampir semua tipe substrat atau dasar perairan dapat ditumbuhi oleh

tumbuhan lamun, dari substrat berlumpur sampai berbatu, namun ekosistem

padang lamun yang luas umumnya dijumpai pada substrat lumpur berpasir tebal.

Substrat seperti ini umumnya berada diantara ekosistem Mangrove dan Terumbu

Karang. Tumbuhan lamun dapat hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai

dari lumpur sampai karang. Syarat utama dari substrat yang dikehendaki oleh

lamun adalah kedalaman sedimen atau substrat yang cukup dalam. Ada dua

manfaat dari sedimen yang dalam yaitu dasar perairan lebih stabil, dan dapat

menjamin pasokan nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011).