bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/42356/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Prasetyo (2015) dengan judul Pengaruh Motivasi
Kerja, Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.
Teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menujukkan
bahwa motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,
dengan arah positif, artinya apabila motivasi semakin baik, maka kinerja
karyawan akan meningkat. Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila
kepemimpinan semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat.
Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,
dengan arah positif, artinya apabila lingkungan kerja semakin baik, maka
kinerja karyawan akan meningkat.
Hasil penelitian Christian Katiandagho, (2014) judul penelitian
Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado. Hasil
penelitian menunjukan secara simultan disiplin kerja, kepemimpinan dan
motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Secara
parsial hanya disiplin kerja dan kepemimpinan yang berpengaruh signifikan,
sedangkan motivasi tidak mempunyai secara signifikan terhadap kinerja
pegawai. Pemimpin sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi
13
sebaiknya mampu mengontrol perilaku–perilaku kerja dan mengarahkannya
pada kepuasan kerja pegawai.
Hasil peneltian Rony Prasetyo (2013) Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi
Kasus Pada Karyawan Produksi CV. Jaya Abadi Furniture Jepara). Hasil
penelitian ini adalah : motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
karyawan, dengan arah positif, artinya apabila motivasi semakin baik, maka
kinerja karyawan akan meningkat. Kepemimpinan mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila
kepemimpinan semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat.
Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,
dengan arah positif, artinya apabila lingkungan kerja semakin baik, maka
kinerja karyawan akan meningkat.
Hasil penelitian Ilham Khaliq (2015) dengan judul penelitian yaitu
Pengaruh Budaya Organisasi, Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang
siginifikan dan positif antara variabel bebas yang terdiri dari budaya
organisasi, disiplin kerja dan kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu
Hasil penelitian Rangga Rahmawan (2018) Pengaruh Kepemimpinan,
Disiplin kerja, Pengembangan Karir dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Instansi X. Hasil penelitian menemukan bahwa secara
14
parisal kepemimpinan, disiplin kerja, pengembangan karir tidak berpengaruh
terhadap kinerja pegawai. Sedangkan Komitmen Organisasi (X4) dengan
nilai t-hitung sebesar 3,125 dan tingkat signifikansinya 0.003, secara parsial
berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Kepemimpinan, disiplin kerja,
pengembangan karir, dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja pegawai dengan nilai F hitung sebesar 5,558 dan tingkat
signifikansinya 0,001. Kata kunci: kepemimpinan, disiplin kerja,
pengembangan karir, komitmen organisasi, kinerja.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu
mengenai variabel bebas yang digunakan untuk memprediksi perubahan dari
kinerja karyawan dengan lokasi atau obyek penelitian yang berbeda.
Persamaan penelitian terdahulu dengan sekarang yaitu sama-sama melakukan
analisis terhadap perubahan kinerja karyawan.
Dibawah ini adalah tabel dari ringkasan penelitian terdahulu diatas
dan diringkas menjadi tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Analisi
Katiandagho,(2014) - Pengaruh
Displin Kerja
- Kepemimpinan
- Motivasi
- Kinerja
Pegawai
Regresi
Linier
Berganda
1. Hasil penelitian menunjukan
secara simultan disiplin kerja,
kepemimpinan dan motivasi
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai.
2. Secara parsial hanya disiplin
kerja dan kepemimpinan yang
berpengaruh signifikan,
sedangkan motivasi tidak
mempunyai secara signifikan
terhadap kinerja pegawai.
3. Pemimpin sebagai salah satu
15
Nama Peneliti Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Analisi
penentu arah dan tujuan
organisasi sebaiknya mampu
mengontrol perilaku–perilaku
kerja dan mengarahkannya pada
kepuasan kerja pegawai. Prasetyo, (2013) - Motivasi kerja
- Kepemimpinan
- Lingkungan
kerja
- Kinerja
karyawan
Regresi
Linier
Berganda
1. Hasil penelitian ini adalah :
motivasi mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja
karyawan, dengan arah positif,
artinya apabila motivasi
semakin baik, maka kinerja
karyawan akan meningkat.
2.Kepemimpinan mempunyai
pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan, dengan arah
positif, artinya apabila
kepemimpinan semakin baik,
maka kinerja karyawan akan
meningkat.
3.Lingkungan kerja mempunyai
pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan, dengan arah
positif, artinya apabila
lingkungan kerja semakin baik,
maka kinerja karyawan akan
meningkat.
Khaliq, (2015) - Budaya
Organisasi
- Disiplin kerja
- Kepemimpinan
- Kinerja pegawai
Regresi
Linier
Berganda
1. Hasil penelitian diketahui
bahwa terdapat pengaruh yang
siginifikan dan positif antara
variabel bebas yang terdiri dari
budaya organisasi, disiplin kerja
dan kepemimpinan terhadap
kinerja Pegawai Sekretariat
Daerah Kabupaten Indragiri
Hulu
Rahmawan, (2018) - Kepemimpinan
- Disiplin kerja
- Pengembangan
karir
- Komitmen
organisasi
- Kinerja pegawai
Regresi
Linier
Berganda
1.Hasil penelitian menemukan
bahwa secara parsisal
kepemimpinan, disiplin kerja,
pengembangan karir tidak
berpengaruh terhadap kinerja
pegawai.
2.Sedangkan Komitmen
Organisasi (X4) dengan nilai t-
hitung sebesar 3,125 dan tingkat
16
Nama Peneliti Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Analisi
signifikansinya 0.003, secara
parsial berpengaruh terhadap
kinerja pegawai.
Kepemimpinan, disiplin kerja,
pengembangan karir, dan
komitmen organisasi secara
simultan berpengaruh terhadap
kinerja pegawai dengan nilai F
hitung sebesar 5,558 dan tingkat
signifikansinya 0,001.
B. Kajian Teori
1. Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan
atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya
tujuan organisasi sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja.
Tetapi hal ini tidak mudah dilakukan sebab banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat rendahnya kinerja seseorang.
Mangkunegara (2000:67) mengatakan pengertian kinerja adalah:
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. Sedangkan menurut Dharma (2003:212) “Kinerja adalah sesuatu
yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan atau diberikan
seseorang atau kelompok orang”.
Dari kedua pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa
kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
17
tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Kinerja dapat digunakan sebagai ukuran hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang telah dicapai oleh seorang karyawan atau pegawai dalam
rangka melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah
dibebankan kepadanya.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, menurut
Mangkunegara (2000:67) adalah faktor disiplin kerja (ability) dan faktor
motivasi (motivation).
1. Faktor disiplin kerja
Secara psikologis disiplin kerja (ability) pegawai terdiri dari disiplin kerja
potensi (IQ) dan disiplin kerjareality (knowledge + skill ). Artinya pegawai
yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-
hari maka ia akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
2. Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja)
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal seorang
karyawan. Faktor eksternal tersebut sangat erat kaitannya dengan situasi atau
kondisi kerja pada suatu perusahaan atau organisasi. Kondisi ekternal para
18
pegawai tersebut ditunjukkan dengan adanya kondisi iklim organisasi yang
mendukung aktivitas operasional perusahaan. Jadi situasi (situation) kerja
termasuk dalam hal ini adalah iklim organisasi.
c. Standar-Standar Kinerja
Standar kinerja yaitu menentukan tingkat kinerja pekerjaan dan
kriteria terhadap kesuksesan pekerjaan. Standar pekerjaan membuat eksplisit
kuantitas dan kualitas kerja yang diharapkan dalam tugas-tugas besar yang
ditetapkan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan.
Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam standar
kinerja pekerjaan adalah:
1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi
2. Standar kinerja harus diambil dan dapat diandalkan
3. Standar kinerja harus membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang
baik, sedang, buruk
4. Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka
5. Standar kinerja harus mudah diukur
d. Pengukuran Kinerja
Secara umum pengukuran kinerja berarti perbandingan yang dapat
dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda. Seperti yang dikemukakan
oleh Sinungan (2000:23) yaitu:
1) Perbandingan antara pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan
apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya
mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
19
2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi,
proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian
relatif
3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang
terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.
Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja
karyawan sesuai sasaran yang diharapkan sekaligus melihat besarnya
penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil yang aktual dengan
hasil yang diharapkan olah karena itu adanya suatu standar yang baku
merupakan tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.
Sedangkan menurut Atmosoeprapto (2001: 6) menyatakan bahwa
“Kinerja tidak dapat diukur secara kuantitatif semata-mata, sehingga
mempunyai nilai mutlak, melainkan menggambarkan keragaman dari suatu
kegiatan”. Ada dua titik kunci untuk mengukur keragaman pada setiap situasi
atau kegiatan, yaitu meliputi:
1. Lebih memusatkan pada hasil akhir daripada kegiatan-kegiatan. Sebagai
contoh, bagi bisnis yang berorientasi pada keuntungan, sasaran nilai dolar
penjualan lebih berarti daripada jumlah penjualan yang tercapai.
2. Berfikir pada perbandingan dari “kenyataan” terhadap “yang seharusnya”.
Meskipun pada output yang “tangible” dan dapat diukur secara
kuantitatif, hasil bagi output terhadap input saja kurang berarti apabila
tidak diperbandingkan dengan hasil bagi atau sasaran yang diharapkan.
20
Sedangkan menurut Mangkunegara (2000:67) terdapat tiga metode yang
digunakan dalam rangka pengukuran kinerja para karyawan atau pegawai pada
perusahaan, yaitu:
1. Mutu atau kualitas produk.
Pada pengukuran ini perusahaan lebih mendasarkan pada tingkat kualitas
produk yang telah dihasilkan para pegawai atau karyawannya. Pengukuran
melalui kualitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana seorang
karyawan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
yang telah diberikan kepadanya.
2. Kuantitas atau jumlah produk.
Pengukuran melalui kuantitas atau jumlah produk yang dihasilkan ini erat
kaitannya dengan disiplin kerja seorang karyawan dalam menghasilkan
produk dalam jumlah tertentu. Kuantitas ini secara langsung juga
berhubungan dengan tingkat kecepatan yang dimiliki oleh seorang
karyawan dalam menghasilkan produk.
3. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu dalam menghasilkan suatu produk menjadi salah satu
sarana untuk mengukur tingkat kinerja yang telah dicapai oleh seorang
pegawai. Dalam pengukuran ini anggaran perusahaan dapat dijadikan
ukuran atau barometer untuk mengetahui tingkat kinerja yang telah dicapai
seorang karyawan.
21
2. Disiplin Kerja
a. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan (Moenir, 2002),. Disiplin
harusditumbuh kembangkan agar tumbuh pula ketertiban dan efisiensi.
Menurut Singodimejo dalam Sutrisno (2009) disiplin adalah disiplin
adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan
mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin kerja
yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan dengan
adanya penurunan disiplin kerja akan menjadi penghalang dan
memperlamat pencapaian tujuan perusahaan.
Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai,
patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggupmenjalankan dan tidak
mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas
dan wewenang yang diberikan kepadanya (Siagian, 2006),Menurut
Hasibuan (2010) indikator disiplin kerja adalah :
1) Mematuhi semua peraturan perusahaan.
Dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua
peraturan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan
pedoman kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat
berbentuk.
22
2) Penggunaan waktu secara efektif
Waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharap dapat dimanfaatkan
dengan sebaik – baiknya oleh individu untuk mengejar target yang
diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak
membuang waktu yang ada didalam standar pekerjaan perusahaan.
3) Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas
Tanggung jawab yang diberikan kepada individu apabila tidak seusai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka
pegawai telah memiliki tingkat displin kerja yang tinggi.
4) Tingkat absensi
Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisplinan pegawai,
semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran
pegawai tersebut telah memiliki tingkat displin yang tinggi.
Menurut Moenir (2006) ada dua jenis disiplin yaitu :
1) Disiplin waktu
Disiplin waktu adalah jenis disiplin yang paling mudah dilihat dan
dikontrol baik oleh manajemen yang bersangkutan maupun oleh
masyarakat. Disiplin terhadap jam kerja misalnya melalui sistem daftar
absensi yang baik atu sistem apel, dapat dipantau secara tepat dan cepat.
2) Disiplin kerja
Isi pekerjaan pada dasarnya terdiri dari metode pengerjaan, prosedur
kerjanya, waktu dan jumlah unit yang telah ditetapkan dan mutu yabg
telah dibakukan.
23
Menurut Dharma (2004) perilaku tidak disiplin sering dijumpai
ditempat kerja adalah sebagai berikut :
1. Melanggar perturan jam istirahat dan peraturan kerja lainnya.
2. Melanggar peraturan keamanan dan kesejahteraan.
3. Terlambat masuk kerja, mangkir dari pekerjaan.
4. Berkembang rasa tidak puas, saling curiga dan saling melempar
rasa tanggung jawab.
5. Bekerja dengan ceroboh dan merusak peralatan.
6. Terang-terangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti menolak
melaksankan tugas yang seharusnya dilakukan.
7. Sering terjadi konflik antara pegawai dan pimpinan.
b. Macam-macam kedisiplinan kerja
Menurut Handoko (2001), ada tiga macam kedisiplinan, yaitu :
1) Disiplin preventif
Disiplin prefentif adalah kegiatan yang dilaksankan untuk
mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai stadart dan aturan,
sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran
pokoknya dalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan.
Dengan cara itu, para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan
semata-mata karena dipaksa manajemen. Adapun aturannya seperti :
kehadiran, penggunaan jam kerja, ketetapatan waktu, penyelesaian
pekerjaan.
24
2) Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari
pelangggaran lebih lanjut. Yang berguna dalam pendisiplinan korektif.
a) Peringatan pertama dengan mengomunikasikan semua peraturan
terhadap karyawan.
b) Sedapat mungkin pendisiplinan ditetapkan suapaya karyawan dapat
memahami hubungan peristiwa yang dialami oleh karyawan.
c) Konsistensi yaitu para karyawan yang melakukan kesalahan yang sama
maka hendaknya diberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang
mereka buat.
d) Tidak bersifat pribadi maksudnya tindakan pendisiplinan ini tidak
memandang secara individual tetapi setiap yang melanggar akan
dikenakan sanksi yang berlaku bagi perusahaan.
3) Disiplin progresif
Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan
korektif seblum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksankan. Adapun
langkah-langkah dalam memberikan hukuman progresif adalah peringatn
lisan, peringatan tertulis, skorsing dan pemecatan.
25
c. Pendekatan kedisplinan kerja
Menurut Mangkunegara (2012) ada tiga pendekatan disiplin, yaitu
pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi, disiplin bertujuan.
1. Pendekatan disiplin modern
Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan
atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi :
a. Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk
hukuman secara fisik.
b. Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses
hukuman yang berlaku.
c. Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau
prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan
dengan mendapatkan fakta-faktanya.
d. Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak
terhadap kasus disiplin.
2. Pendekatan disiplin dengan tradisi
a. Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada
peninjauan kembali bila diputuskan.
b. Disiplin adalah hukuman untuk pelanggar, pelaksanaan harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
c. Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar
maupun kepada pegawai lainnya.
26
d. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih
keras.
e. Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya
harus diberi hukuman yang lebih berat.
3. Pendekatan disiplin bertujuan
Pendekatan disiplin berasumsi bahwa :
1) Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
2) Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan
perilaku.
3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.
4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawabterhadap
perbuatannya.
d. Pelaksanaan sanksi pelanggaran kedisiplinan kerja
Menurut Mangkunegara (2012) pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar
kedisplinan dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten dan
impersonal.
1) Pemberian peringatan
Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan
pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar
pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah
dilakukannya. Disamping itu pula surat peringatan tersebut dijadikan bahan
pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai.
27
2) Pemberian sanksi harus segera
Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai
dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang
bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan.
Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Di samping
itu, memberikan peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan.
3) Pemberian sanksi harus konsisten
Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal
ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan –peraturan yang
berlaku pada perusahaan. Ketidak konsistenan pemberian sanksi dapat
mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya
sanksi, dan pengabaian disiplin.
4) Pemberian sanksi harus impresonal
Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan
pegawai, tua muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tujuaanya agar pegawai menyadari bahwa disiplin
kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku di perusahaan.
3. Motivasi Kerja
Motivasi kerja menurut Ernest dalam Mangkunegara (2000:94)
pengertian motivasi kerja adalah: “Kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja.
28
Adapun motivasi kerja menurut Mathis dan Jackson (2001:89), Motivasi
merupakan hasrat didalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal:
mencapai tujuan. Maka, motivasi kerja merupakan penggerak yang
mengarahkan padatujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Dari kedua
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah
pemberian suatu rangsangan atau dorongan untuk meningkatkan prestasi
kerja karyawan agar bekerja sesuai dengan yang diinginkan pimpinan melalui
petunjuk-petunjuknya.
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori dari pada Maslow lebih dikenal dengan teori Hirarki Kebutuhan
Maslow. Konsep teorinya menjelaskan suatu hirarki kebutuhan yang
menunjukkan adanya lima tingkatan kebutuhan manusia. Kebutuhan yang
lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas
kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah sebelumnya telah
dipuaskan Hirarki lima kebutuhan dasar manusia adalah (Hasibuan, 2002):
1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum,
perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang
paling dasar. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang
seseorang berperilaku dan bekerja secara giat. Kebutuhan fisik ini
termasuk kebutuhan utama.
29
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Kebutuhan akan keamanan
dan kesehatan jiwa di tempat pekerjaan membutuhkan alat pelindung
seperti masker bagi tukang las yang diberikan oleh manajer. Pentingnya
memuaskan kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat
pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan
menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari
pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi
(astek) kepada para karyawan.
3. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan
tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri. Karena manusia
makluk sosial sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial
yang terdiri dari empat kelompok, yaitu: kebutuhan perasaan diterima
orang lain di lingkungan ia bekerja, kebutuhan perasaan dihormati,
kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang
menyenangi kegagalan serta kebutuhan akan perasaan ikut serta.
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai
oleh orang lain. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak
selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi
seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya.
30
5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan disiplin kerja, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik
terhadap sesuatu. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi
seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan
ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
b. Teori X dan Y Mc Gregor
Menurut Mc Gregor melakukan suatu pembahasan mengenai faktor
motivasi yang efektif. Ia menyatakan bahwa ada dua pendekatan atau filsafat
manajemen yang mungkin diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing
pendekatan itu mendasarkan diri pada teori dasar mengenai perilaku manusia.
Kedua teori itu disebut teori X dan Y.
Asumsi teori X yaitu :
1) Rata-rata pekerja itu malas, tidak suka bekerja, dan akan menghindarinya
bila dapat.
2) Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa,
dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk
pencapaian tujuan organisasi.
3) Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing berusaha menghindari
tanggung jawab, mempunyai ambisi yang kecil, umumnya harus diawasi.
Asumsi teori Y yaitu :
31
1) Usaha phisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah
kodrat manusia, sama halnya dengan bermain dan istirahat.
2) Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak, tidak hanya
menerima.
3) Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan
organisasi.
4) Manusia dapat mengawasi diri sendiri dam memberi prestasi pada
pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik.
5) Keterkaitan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang
diterima karena prestasinya dalam pencapaian tujuan. (Handoko,
1991:260).
c. Dua Teori Motivasi Herzberg’s
Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor
utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1. Faktor-faktor pemeliharaan (maintenance factors)
Meurpakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubngan dengan hakekat
pekerja yang ingin memperolah ketentraman badaniyah. Kebutuhan itu
akan berlangsung terus-menerus, seperti misalnya lapar-makan-keyang-
lapar. Dalam bekerja kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian pekerjaan dan
supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah sebagai motivator
tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan.
32
2. Faktor-faktor motivasi
Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor yang menyangkut kebutuhan
psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman,
penempatan kerja yang sesuai dan lain-lain.
Teori dua faktor ini disebut juga dengan konsep hygiene yang mencakup:
1. Isi pekerjaan
a. Prestasi
b. Pengakuan
c. Pekerjaan itu sendiri
d. Tanggungjawab
e. Pengembangan potensi individu
2. Faktor hygiene
a. Gaji dan upah
b. Kondisi kerja
c. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
d. Kualitas supervisi.
Dari konsep hygiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan pekerjaan bagi
pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbanan antara kedua faktor ini.Menurut
Hasibuan (2003:108) menyatakan bahwa: “Faktor motivator (motivation factor)
adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan”. Faktor motivasi ini berhubungan dengan
pengahargaan terhadap pribadi yang secara langsung bekaitan dengan pekerjaan,
33
misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan
lain sebagainya. Menurut teori dua faktor menurut Herzberg yang menjadi pokok
bahasan dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor motivator atau pemuas, terdiri dari:
a. Pengakuan (recognition)
Merupakan bentuk-bentuk pengakuan dari pihak perusahaan atas hasil
atau produktivitas yang telah dicapai oleh karyawan. Bentuk
pengakuan ini secara langsung memberikan suatu motivasi kepada
para karyawan sehingga diharapkan mereka dapat bekerja secara
maksimal pada perusahaan di mana mereka bekerja
b. Tanggung jawab (responsibilities)
Bentuk tanggung jawab yang dimaksudkan disini adalah bentuk tanggung
atas pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan. Dengan adanya
tanggung jawab yang tinggi dari karyawan secara langsung memberikan
suatu jaminan bahwa karyawan yang bersangkutan dapat termotivasi
untuk menyelesaikan atas tugas yang dibebankan kepadanya.
c. Prestasi (achievement)
Kebutuhan akan prestasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan
seorang karyawan. Perusahaan memberikan motivasi atas prestasi
biasanya dilakukan dengan memberikan tugas kepada bawahan atas
suatu tugas yang menarik untuk dikerjakannya, sehingga mereka
memiliki prestasi yang lebih baik.
34
d. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Motivasi dapat berasal dari jenis pekerjaan itu sendiri, hal tersebut
dikarenakan dengan pekerjaan yang direncanakan sedemikian rupa
pada akhirnya dapat memberikan suatu stimulus dan menantang para
karyawan serta dapat memberikan kesempatan untuk maju.
e. Pengembangan (advancement)
Suatu bentuk motivasi yang telah diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan sehingga mereka dapat lebih terpacu dalam pencapaian
produktivitas yang lebih baik. Pengembangan merupakan suatu bentuk
kebijakan yang diambil oleh perusahaan dimana akan dilakukan suatu
peningkatan jabatan atau posisi bagi karyawan yang berprestasi.
2. Faktor pemeliharaan (hygiene) terdiri dari:
a. Teknik supervisi (technical supervisor)
Teknik supervisi sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan
kerja yang telah dilakukan oleh karyawan. Teknik supervisi
mempunyai kecenderungan dalam rangka memberikan suatu
rangsangan atau motivasi kepada karyawan sehingga mereka dapat
bekerja secara maksimal pada perusahaan.
b. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (company policy and
administration)
Dengan adanya bentuk kebijakan dan administrasi yang sesuai dengan
kondisi para karyawan akan menjadikan suatu motivasi bagi karyawan
dalam bekerja.
35
c. Gaji (wages)
Masalah gaji merupakan fungsi yang paling sulit dan membingungkan
karena berhubungan dengan hak individu seseorang sebagai karyawan
dalam menerima imbalan atas kerja mereka kompensai atau gaji sangat
penting untuk diperhatikan mengingat dengan adanya kompensasi akan
dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang secara otomatis
akan meningkatkan produktivitas karyawan.
d. Kondisi kerja (working condition)
Merupakan suatu keadaan dimana karyawan melakukan aktivitasnya,
kondisi kerja erat kaitannya dengan kondisi pekerjaan dan rekan kerja
yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja. Lebih jauh lagi kondisi
kerja sangat erat kaitannya dengan suasana kerja yang terdapat pada
suatu perusahaan baik mengenai hubungan antar karyawan dan kondisi
fisik dimana seoarang karyawan bekerja.
4. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Thoha (2004:256) berpendapat bahwa kepemimpinan
adalah disiplin kerja untuk membangkitkan semangat orang lain dan memiliki
semangat total terhadap usaha mencapai tujuan organisasi. Menurut Mohyi
(2005:161) yang dimaksud kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi,
mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan atau mempengaruhi orang lain
(bawahan) untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan.
36
Cara atau gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis
berbeda, tetapi makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah
kerja, keputusan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar
dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Menurut Hasibuan
(2005:170) gaya kepemimpinan ada tiga yaitu :
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu
menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan
hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk
memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan. Falsafah pimpinan ialah ”bawahan adalah untukpemimpin/atasan”.
Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan
pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling
pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan
instruksi perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan dilakukan secara
ketat.
Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan
produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan
kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem menajemen tertutup
(closed management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada
bawahannya. Pengkaderan kurang mandapat perhatiannya.
37
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi,
menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi
bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah
”pemimpin (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi
memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan
mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan bawahannya. Pemimpin
menganut sistem menajemen terbuka (open management) dan desentralisasi
wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong disiplin
kerjabawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan
selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan
demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas
atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara
bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya
diserahkan kepada bawahan.
Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan, dan
mengatakan kepada bawahan ”inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan,
saya tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan
38
tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan
tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti
pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka
sendiri dalam menyelasaikan pekerjaan tersebut. Bawahan dituntut memiliki
kematangan dalam pekerjaan (disiplin kerja) dan kematangan melakukan
sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan.
b. Faktor-faktor Kepemimpinan
Menurut Thoha (2004:44) untuk mengukur baik tidaknya atau sehat
tidaknya suatu kepemimpinan dapat diukur dengan 8 (delapan) faktor
penilaian yang masuk di dalam faktor-faktor gaya kepemimpinan yang
meliputi:
1. Faktor memerima tanggung jawab
Seorang pemimpin harus bersedia bertanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang terjadi pada organisasi yang dipimpinnya, baik apa yang
dilakukan oleh bawahannya maupun produktivitasnya.
2. Faktor berdisiplin kerja berkomunikasi
Disiplin kerja seorang pemimpin untuk berkomunikasi dengan
bawahannya mengenai segala perubahan atau perkembangan perubahan
serta menerima saran-saran yang baik dari bawahannya.
3. Faktor disiplin kerja untuk bisa perceptif
Seorang pemimpin harus mampu mengatasi persoalan-persoalan yang
muncul, oleh sebab itu pemimpin harus mempunyai kelebihan-kelebihan
tertentu dari bawahannya, sehingga mampu mempengaruhi orientasi
39
bawahannya untuk melaksanakan pekerjaannya secara sadar dan suka
rela untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Faktor disiplin kerja untuk bersikap objektif
Disiplin kerja untuk mengambil keputusan secara adil dan dapat diterima
oleh semua pihak yang menjadi bawahannya.
5. Faktor disiplin kerja menentukan prioritas
Seorang pemimpin harus dapat mengambil keputusan manajemen yang
sangat penting, mengingat terdapat banyak masalah yang muncul yang
memerlukan pemecahan berdasarkan kepentingan yang paling mendesak
untuk diselesaikan terlebih dahulu.
6. Faktor disiplin kerja mengatasi masalah yang timbul
Seorang pemimpin harus bisa mengatasi persoalan-persoalan yang timbul
melalui pendekatan-pendekatan structural maupun pribadi.
7. Faktor disiplin kerja untuk merencanakan
Seorang pemimpin harus mampu untuk menentukan apa yang akan
dikerjakan, siapa yang akan mengerjakan, kapan akan dikerjakan, dimana
akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
8. Faktor disiplin kerja untuk mengerjakan
Disiplin kerja pemimpin untuk memberitahukan dan menjelaskan tujuan-
tujuan kepada bawahannya, memanajemen dan mengajak para
bawahannya untuk bekerja semaksimal mungkin, membimbing tenaga
kerja untuk mencapai standar operasional, mengembangkan tenaga kerja
bawahan guna merealisasikan kemungkinan-kemingkinan, memberikan
40
hak kepada orang-orang untuk mendengarkan, memuji dan memberikan
solusi secara adil, serta memperbaiki hasil dipandang dari sudut
pengendalian.
c. Indikator Kepemimpinan
Indikator kepemimpinan menurut Siagian (2002:121) dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Iklim saling mempercayai
Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharap-
harapkan adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim atau
suasana saling mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu
kenyataan apabila dipihak pemimpin memperlakukan bawahannya
sebagaimanusia yang bertanggung jawab dan dipihak lain bawahan
dengan sikap mau menerima kepemimpinannya atasannya.
2. Memberikan penghargaan terhadap ide bawahan
Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam
sebuah lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri
bagi para bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide-
ide yang positif demi pencapaiaan tujuan organisasi pada lembaga atau
instansi dia bekerja.
4. Memperhitungkan perasaan para bawahan
Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi
manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku
seorang pemimpin.
41
5. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan.
Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan
harapanharapan bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan
menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan.
Sebagian orang harus memerankan sebagai pemimpin sementara yang
lainnya memainkan peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas
keseharian seorang pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan
kerja bagi para bawahannya.
6. Memperhatikan kesejahteraan bawahan
Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan
selalu berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan
bawahandan hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah
tingkatsejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan
cara yang sopan dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi
kesejahteraan mereka. Misalkan berbuat baik terhadap bawahan,
berkonsultasi dengan bawahan atau pada bawahan dan memperhatikan
dengan cara memperjuangkan kepentingan bawahan. Konsiderasi
sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan
seringkali ditandai dengan perilaku pemimpin yang cenderung
memperjuangkan kepentingan bawahan, memperhatikan kesejahteraan
diantaranya dengan cara memberikan gaji tepat pada waktunya,
memberikan tunjangan, serta memberikan fasilitas yang sebaik
mungkin bagi para bawahannya.
42
7. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja pada bawahan
Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus
senantiasamemperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya,dengan demikian hubungan yang harmonis antara
pemimpin dan bawahan akan tercapai.
8. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan professional.
Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan oleh
bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang
sandang bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan di atas
dapat dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat
dan professional yang melekat pada seorang pemimpin menyangkut
sejauh mana para bawahan dapat menerima dan mengakui
kekuasaannya dalam menjalankan kepemimpinan.
5. Budaya Organisasi
a. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya Organisasi menurut Koentjaraningrat (2009) berpendapat
bahwa budaya merupakan hal-halyang berkaitan dengan akal, keseluruhan
gagasan, tindakan dan hasil karyamanusia yang merupakan hasil dari belajar
dan menjadi milik masyarakat.Koentjaraningrat (2009) membagi wujud
budaya dalam tiga wujud, yaitu:pertama, wujud ideal yang sifatnya abstrak
misalnya ide atau gagasan. Wujudkedua, sistem sosial yang merupakan
tindakan berpola dari manusia yang terdiridari interaksi orang-orang
43
dariwaktu ke waktu berdasarkan pola, adat dan tatakelakuan. Wujud ketiga,
kebudayaan fisik merupakan seluruh hasil karya,aktivitas dan perbuatan
manusia dalam masyarakat.
b. Indikator Budaya Organisasi
Menurut Robbins & Coulter (2012), ada 7 indikator budaya
organisasi yaitu :
a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking),
Sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani
mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan
pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan.
b. Perhatian terhadap detail (Attention to detail),
Sejauh manaorganisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan
kecermatan, analisis danperhatian kepada rincian.
c. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation),
adalah sejauh manamanajemen memusatkan perhatian pada hasil
dibandingkan perhatian padateknik dan proses yang digunakan untuk
meraih hal tersebut.
d. Berorientasi kepada manusia (People orientation),
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil
pada orang-orang didalam organisasi.
e. Berorientasi tim (Team orientation),
Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukan
individu-individu.
44
f. Sikap agresif (Aggressivenes),
Sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif
untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.
g. Stabilitas (Stability),
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo
(mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup baik)
daripada pertumbuhan.
c. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins and Judge (2008), budaya organisasi
menjalankansejumlah fungsi dalam organisasi. Fungsinya antara lain, (a)
menciptakan pembeda antar organisasi. (b) menunjukkan jati diri anggota
organisasi. (c) meningkatkan terjadinya komitmen yang lebih luas diatas
kepentingan pribadi. (d) meningkatkan kemantapan sistem sosial. Secara
ringkasnya budaya organisasi membuat makna dan kendali dalam membentuk
sikap serta perilaku karyawan.
Menurut Robbins (2006) budaya organisasi menjalankan sejumlah
fungsi didalam organisasi, yaitu:
1) Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2) Budaya membawa suatu rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.
3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri pribadi seseorang.
4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial.
45
5) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai
apa yang harusdikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
6) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan
d. Karakteristik-Karakteristik Budaya Organisasi
Karakteristik budaya organisasi menurut Robbins dalam Rommy (2011), adalah:
1. Inisiatif individual
Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai
setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif
individual tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu
organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan organisasi dan
memberikan pelayanan bagi masyarakat.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan
toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif
dan inovatif dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat
sertaberani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi dapat menciptakan
dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan
tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini
dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
46
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi dapat mendorong unit-unit
organisasi untuk bekerja secara terkoordinasi. Kekompakan unit-unit
tersebut dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan.
5. Dukungan Pimpinan
Dukungan pimpinan dimaksudkan sejauh mana pimpinan dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas
terhadap bawahan.
1) Kontrol Alat
Kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-
norma yang berlaku di dalam suatu organisasi.
2) Identitas
Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi
atauperusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu
kesatuandalam organisasidan bukan sebagai kelompok kerja
tertentu ataukeahlian profesional tertentu.
3) Pemberian penghargaan
Sejauh mana organisasi memberikan penghargaan kepada
pegawaiyang didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan
didasarkan atassenioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
47
4) Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong
untukmengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan
pendapatmerupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu
organisasi.Namun perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa
digunakan untukmelakukan perbaikan atau perubahan strategi
untuk memberikanpelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
5) Pola komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan
yangformal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat
menghambatterjadinya pola komunikasi antaraatasan dan bawahan
atau antar karyawan itu sendiri.
6. Hubungan Antara disiplin kerja, motivasi kerja, kepemimpinan dan
budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
a. Hubungan Antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan
Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber
Daya Manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif MSDM yang
terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, maka akan semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang
baik, sulit bagi organisasi perusahaan untuk mencapai hasil yang optimal.
Karena disiplin kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan
dalam menyelesaikan pekerjaannya yang pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja organisasi. Hasibuan (2013:193) kedisiplinan adalah
48
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan
dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan
dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan
yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya.
b. Hubungan Antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan
Manfaat utama dari motivasi kerja adalah meningkatkan gairah
kerja sehingga produktivitas kerja tercapai. Menurut Hasibuan (2013:143)
motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif,
dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Faktor motivasi kerja memiliki hubungan langsung dengan kinerja
karyawan. Sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Hezberg ini
berkaitan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja, hubungan individu
dengan pekerjaannya adalah hal yang mendasar dan sikap yang diarahkan
kepada pekerjaan tersebut dapat dengan sangat baik menentukan apakah
seseorang itu sukses atau gagal dalam pekerjaannya.
c. Hubungan Antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan
Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat
kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif
dapat diperoleh melalui gaya kepemimpinanya yang diterapkan secara
tepat dalam upaya mendorong dan mempengaruhi bawahannya, sehingga
mampu meningkatkan kinerja bawahan. Menurut Tampubolon (2007:42),
gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi
49
dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang
pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahanya. Mulyadi
dan Rivai (2009;73), menyatakan bahwa pemimpin dalam
kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya.
Kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain. Berdasarkan uraian tersebut maka terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan yang bersumber dari beberapa
teori yang disampaikan oleh para ahli maupun hasil penelitian dari
beberapa peneliti yang mampu memperkuat pendapat dan teori tersebut.
Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu seorang pemimpin harus
memiliki kualitas dan mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat
dalam mengelola bawahannya, sehingga kinerja bawahan dapat terkontrol
dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.
d. Hubungan Antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
Budaya Organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
pegawai. Budaya organisasi yang terbina dengan baik dalam organisasi
akan mempengaruhi perilaku pegawai yang selanjutnya akan bermuara
pada prestasi kerja pegawai. Dalam organisasi, implementasi budaya
dirupakan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam
organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan.
Perilaku pegawai yang sesuai dengan budaya organisasi tersebut akan
50
memberikan efek pada meningkatnya kinerja pegawai, karena budaya
perusahaan ditetapkan oleh manajemen demi mewujudkan visi dan misi
perusahaan yang salah satunya adalah menciptakan kompetensi pegawai
yang berkinerja tinggi. Dengan demikian budaya organisasi menjadi salah
satu kriteria penting dalam menentukan pertumbuhan dan kesuksesan
organisasi
Budaya yang kuat harus memiliki norma-norma kinerja yang
tinggi. Perilaku yang bisa diterima dan diperkuat harus mendukung kinerja
yang tinggi. Selain itu budaya yang kuat juga mengembangkan komitmen
para anggota organisasi ketika mereka menerima nilai-nilai tersebut
(Buhler: 2007). Pegawai yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai
organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian
organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi
perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja
individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan
teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing kinerja
individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Wibowo: 2010) menyatakan kinerja
sumber daya manusia ditentukan oleh kondisi lingkungan internal maupun
eksternal organisasi termasuk budaya organisasi. Karenanya, kemampuan
menciptakan suatu organisasi dengan budaya yang mampu mendorong
kinerja adalah suatu kebutuhan.
51
C. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka piker menujukkan konsep berpikir penelitit sesuai dengan
rumusan masalah mengenai kinerja karyawan, displin kerja, motivasi kerja,
kepemimpinan dan budaya organisasi. Pada penelitian ini penulis ingi mengetahui
pengaruh variable displin kerja (X1), motivasi kerja (X2), kepemimpinan (X3) dan
budaya organisasi (X4) terhadap karyawan dengan indicator displin kerja (X1)
1. Mematuhi semua peraturan perusahaan.
Dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua
peraturan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman
kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat berbentuk.
2. Penggunaan waktu secara efektif
Waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharap dapat dimanfaatkan
dengan sebaik – baiknya oleh individu untuk mengejar target yang
diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak
membuang waktu yang ada didalam standar pekerjaan perusahaan.
3. Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas
Tanggung jawab yang diberikan kepada individu apabila tidak seusai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka
pegawai telah memiliki tingkat displin kerja yang tinggi.
4. Tingkat absensi
Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisplinan pegawai,
semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran
pegawai tersebut telah memiliki tingkat displin yang tinggi.
52
Kemudian variabel motivasi kerja (X3) dengan indikator
1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat
terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang
berperilaku dan bekerja secara giat. Kebutuhan fisik ini termasuk
kebutuhan utama.
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Kebutuhan akan keamanan
dan kesehatan jiwa di tempat pekerjaan membutuhkan alat pelindung
seperti masker bagi tukang las yang diberikan oleh manajer. Pentingnya
memuaskan kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat
pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan
menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari
pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi
(astek) kepada para karyawan.
3. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan
tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri. Karena manusia
makluk sosial sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial
yang terdiri dari empat kelompok, yaitu: kebutuhan perasaan diterima
orang lain di lingkungan ia bekerja, kebutuhan perasaan dihormati,
53
kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang
menyenangi kegagalan serta kebutuhan akan perasaan ikut serta.
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan
dihargai oleh orang lain. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi,
tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh
pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat
atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula
prestasinya.
Kemudian variabel kepemimpinan (X3) dengan indikator sebagai berikut
1. Iklim saling mempercayai
Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharap-harapkan
adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim atau suasana saling
mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu kenyataan apabila
dipihak pemimpin memperlakukan bawahannya sebagaimanusia yang
bertanggung jawab dan dipihak lain bawahan dengan sikap mau menerima
kepemimpinannya atasannya.
2. Memberikan penghargaan terhadap ide bawahan
Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam sebuah
lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri bagi para
bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide-ide yang positif
demi pencapaiaan tujuan organisasi pada lembaga atau instansi dia bekerja.
54
3. Memperhitungkan perasaan para bawahan
Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi
manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku seorang
pemimpin.
4. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan.
Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan harapanharapan
bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan menghasilkan
peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagian orang harus
memerankan sebagai pemimpin sementara yang lainnya memainkan
peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas keseharian seorang
pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan kerja bagi para
bawahannya.
5. Memperhatikan kesejahteraan bawahan
Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan selalu
berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan bawahandan
hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah tingkatsejauh
mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan cara yang sopan
dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi kesejahteraan mereka.
Misalkan berbuat baik terhadap bawahan, berkonsultasi dengan bawahan
atau pada bawahan dan memperhatikan dengan cara memperjuangkan
kepentingan bawahan. Konsiderasi sebagai perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada bawahan seringkali ditandai dengan perilaku pemimpin
yang cenderung memperjuangkan kepentingan bawahan, memperhatikan
55
kesejahteraan diantaranya dengan cara memberikan gaji tepat pada
waktunya, memberikan tunjangan, serta memberikan fasilitas yang sebaik
mungkin bagi para bawahannya.
6. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja pada bawahan
Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus
senantiasamemperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya,dengan
demikian hubungan yang harmonis antara pemimpin dan bawahan akan
tercapai.
7. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan professional.
Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan oleh
bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang sandang
bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan di atas dapat
dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan
professional yang melekat pada seorang pemimpin menyangkut sejauh mana
para bawahan dapat menerima dan mengakui kekuasaannya dalam
menjalankan kepemimpinan.
Kemudian variabel budaya organisasi (X4) dengan indikator sebagai berikut
a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking),
Sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan
berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai
tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide
karyawan.
56
b. Perhatian terhadap detail (Attention to detail),
Sejauh manaorganisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan
kecermatan, analisis danperhatian kepada rincian.
c. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation),
adalah sejauh manamanajemen memusatkan perhatian pada hasil
dibandingkan perhatian padateknik dan proses yang digunakan untuk
meraih hal tersebut.
d. Berorientasi kepada manusia (People orientation),
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil
pada orang-orang didalam organisasi.
e. Berorientasi tim (Team orientation),
Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukan
individu-individu.
f. Sikap agresif (Aggressivenes),
Sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif
untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.
g. Stabilitas (Stability),
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo
(mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup baik)
daripada pertumbuhan.
Variabel (Y) adalah kinerja yang dikaitkan dengan empat faktor
variabel displin kerja (X1), motivasi kerja (X2), kepemimpinan (X3), dan
budaya organisasi (X4). Kinerja yang baik tentunya didukung oleh displin
57
kerja, motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organsisai. Berikut ini
adalah indikator variabel kinerja :
1. Mutu atau kualitas produk.
Pada pengukuran ini perusahaan lebih mendasarkan pada tingkat
kualitas produk yang telah dihasilkan para pegawai atau karyawannya.
Pengukuran melalui kualitas ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana seorang karyawan perusahaan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.
2. Kuantitas atau jumlah produk.
Pengukuran melalui kuantitas atau jumlah produk yang dihasilkan ini
erat kaitannya dengan disiplin kerja seorang karyawan dalam
menghasilkan produk dalam jumlah tertentu. Kuantitas ini secara
langsung juga berhubungan dengan tingkat kecepatan yang dimiliki
oleh seorang karyawan dalam menghasilkan produk.
3. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu dalam menghasilkan suatu produk menjadi salah satu
sarana untuk mengukur tingkat kinerja yang telah dicapai oleh seorang
pegawai. Dalam pengukuran ini anggaran perusahaan dapat dijadikan
ukuran atau barometer untuk mengetahui tingkat kinerja yang telah
dicapai seorang karyawan
58
Gambar 2.1
Model Konsep
Dalam Sugiyono (2006:47) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Dalam penelitian, peneliti
akan menggunakan konsep untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak
diteliti. Konsep menggambarkan suatu fenomena secara umum abstrak yang dibentuk
dengan jalan membuat generalisasi terhadap sesuatu yang khas (Nazir, 2000:148).
D. Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Christian Katiandagho,
(2014) yang mengatakan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja
karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:
Kinerja Karyawan
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan Waktu
Disiplin Kerja
Motivasi
Gaya
Kepemimpina
n
Budaya
Organisasi
59
a. Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa
Internasional.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2015), yang
mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan
maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:
b. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa
Internasional
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangga Rahmawan
(2018) yang mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap
kinerja karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:
c. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa
Internasional.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangga Rahmawan
(2018) yang mengatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap
kinerja karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:
d. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa
Internasional.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Christian Katiandagho, (2014)
yang mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja
karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:
e. Disiplin kerja, motivasi, kepemimpinan dan budaya organisasi
berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusantara Internasional.
60
Hasil penelitian Christian Katiandagho, (2014) mengatakan bahwa secara
simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja Karyawan
yakni F hitung yang diperoleh sebesar = 1,544 > f tabel 0,209. Bahwa
variabel Disiplin kerja secara parsial berpengaruh dominan terhadap
kinerja karyawan adalah disiplin kerja dimana nilai korelasi parsial paling
besar, sebesar 0,042 dengan nilai t hitung sebesar 2,062 > 0,178 nilai tabel.