bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/42356/3/bab ii.pdf ·...

49
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Prasetyo (2015) dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menujukkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila motivasi semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat. Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila kepemimpinan semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila lingkungan kerja semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat. Hasil penelitian Christian Katiandagho, (2014) judul penelitian Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado . Hasil penelitian menunjukan secara simultan disiplin kerja, kepemimpinan dan motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Secara parsial hanya disiplin kerja dan kepemimpinan yang berpengaruh signifikan, sedangkan motivasi tidak mempunyai secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Pemimpin sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi

Upload: others

Post on 09-Jan-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Prasetyo (2015) dengan judul Pengaruh Motivasi

Kerja, Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.

Teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menujukkan

bahwa motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,

dengan arah positif, artinya apabila motivasi semakin baik, maka kinerja

karyawan akan meningkat. Kepemimpinan mempunyai pengaruh positif

terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila

kepemimpinan semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat.

Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,

dengan arah positif, artinya apabila lingkungan kerja semakin baik, maka

kinerja karyawan akan meningkat.

Hasil penelitian Christian Katiandagho, (2014) judul penelitian

Pengaruh Disiplin Kerja, Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja

Pegawai Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado. Hasil

penelitian menunjukan secara simultan disiplin kerja, kepemimpinan dan

motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Secara

parsial hanya disiplin kerja dan kepemimpinan yang berpengaruh signifikan,

sedangkan motivasi tidak mempunyai secara signifikan terhadap kinerja

pegawai. Pemimpin sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi

13

sebaiknya mampu mengontrol perilaku–perilaku kerja dan mengarahkannya

pada kepuasan kerja pegawai.

Hasil peneltian Rony Prasetyo (2013) Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi

Kasus Pada Karyawan Produksi CV. Jaya Abadi Furniture Jepara). Hasil

penelitian ini adalah : motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja

karyawan, dengan arah positif, artinya apabila motivasi semakin baik, maka

kinerja karyawan akan meningkat. Kepemimpinan mempunyai pengaruh

positif terhadap kinerja karyawan, dengan arah positif, artinya apabila

kepemimpinan semakin baik, maka kinerja karyawan akan meningkat.

Lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,

dengan arah positif, artinya apabila lingkungan kerja semakin baik, maka

kinerja karyawan akan meningkat.

Hasil penelitian Ilham Khaliq (2015) dengan judul penelitian yaitu

Pengaruh Budaya Organisasi, Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Terhadap

Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang

siginifikan dan positif antara variabel bebas yang terdiri dari budaya

organisasi, disiplin kerja dan kepemimpinan terhadap kinerja Pegawai

Sekretariat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu

Hasil penelitian Rangga Rahmawan (2018) Pengaruh Kepemimpinan,

Disiplin kerja, Pengembangan Karir dan Komitmen Organisasi Terhadap

Kinerja Pegawai Pada Instansi X. Hasil penelitian menemukan bahwa secara

14

parisal kepemimpinan, disiplin kerja, pengembangan karir tidak berpengaruh

terhadap kinerja pegawai. Sedangkan Komitmen Organisasi (X4) dengan

nilai t-hitung sebesar 3,125 dan tingkat signifikansinya 0.003, secara parsial

berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Kepemimpinan, disiplin kerja,

pengembangan karir, dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh

terhadap kinerja pegawai dengan nilai F hitung sebesar 5,558 dan tingkat

signifikansinya 0,001. Kata kunci: kepemimpinan, disiplin kerja,

pengembangan karir, komitmen organisasi, kinerja.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu

mengenai variabel bebas yang digunakan untuk memprediksi perubahan dari

kinerja karyawan dengan lokasi atau obyek penelitian yang berbeda.

Persamaan penelitian terdahulu dengan sekarang yaitu sama-sama melakukan

analisis terhadap perubahan kinerja karyawan.

Dibawah ini adalah tabel dari ringkasan penelitian terdahulu diatas

dan diringkas menjadi tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Variabel

Penelitian

Metode

Penelitian

Hasil Analisi

Katiandagho,(2014) - Pengaruh

Displin Kerja

- Kepemimpinan

- Motivasi

- Kinerja

Pegawai

Regresi

Linier

Berganda

1. Hasil penelitian menunjukan

secara simultan disiplin kerja,

kepemimpinan dan motivasi

mempunyai pengaruh signifikan

terhadap kinerja pegawai.

2. Secara parsial hanya disiplin

kerja dan kepemimpinan yang

berpengaruh signifikan,

sedangkan motivasi tidak

mempunyai secara signifikan

terhadap kinerja pegawai.

3. Pemimpin sebagai salah satu

15

Nama Peneliti Variabel

Penelitian

Metode

Penelitian

Hasil Analisi

penentu arah dan tujuan

organisasi sebaiknya mampu

mengontrol perilaku–perilaku

kerja dan mengarahkannya pada

kepuasan kerja pegawai. Prasetyo, (2013) - Motivasi kerja

- Kepemimpinan

- Lingkungan

kerja

- Kinerja

karyawan

Regresi

Linier

Berganda

1. Hasil penelitian ini adalah :

motivasi mempunyai pengaruh

positif terhadap kinerja

karyawan, dengan arah positif,

artinya apabila motivasi

semakin baik, maka kinerja

karyawan akan meningkat.

2.Kepemimpinan mempunyai

pengaruh positif terhadap

kinerja karyawan, dengan arah

positif, artinya apabila

kepemimpinan semakin baik,

maka kinerja karyawan akan

meningkat.

3.Lingkungan kerja mempunyai

pengaruh positif terhadap

kinerja karyawan, dengan arah

positif, artinya apabila

lingkungan kerja semakin baik,

maka kinerja karyawan akan

meningkat.

Khaliq, (2015) - Budaya

Organisasi

- Disiplin kerja

- Kepemimpinan

- Kinerja pegawai

Regresi

Linier

Berganda

1. Hasil penelitian diketahui

bahwa terdapat pengaruh yang

siginifikan dan positif antara

variabel bebas yang terdiri dari

budaya organisasi, disiplin kerja

dan kepemimpinan terhadap

kinerja Pegawai Sekretariat

Daerah Kabupaten Indragiri

Hulu

Rahmawan, (2018) - Kepemimpinan

- Disiplin kerja

- Pengembangan

karir

- Komitmen

organisasi

- Kinerja pegawai

Regresi

Linier

Berganda

1.Hasil penelitian menemukan

bahwa secara parsisal

kepemimpinan, disiplin kerja,

pengembangan karir tidak

berpengaruh terhadap kinerja

pegawai.

2.Sedangkan Komitmen

Organisasi (X4) dengan nilai t-

hitung sebesar 3,125 dan tingkat

16

Nama Peneliti Variabel

Penelitian

Metode

Penelitian

Hasil Analisi

signifikansinya 0.003, secara

parsial berpengaruh terhadap

kinerja pegawai.

Kepemimpinan, disiplin kerja,

pengembangan karir, dan

komitmen organisasi secara

simultan berpengaruh terhadap

kinerja pegawai dengan nilai F

hitung sebesar 5,558 dan tingkat

signifikansinya 0,001.

B. Kajian Teori

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan

atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya

tujuan organisasi sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja.

Tetapi hal ini tidak mudah dilakukan sebab banyak faktor yang mempengaruhi

tingkat rendahnya kinerja seseorang.

Mangkunegara (2000:67) mengatakan pengertian kinerja adalah:

“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. Sedangkan menurut Dharma (2003:212) “Kinerja adalah sesuatu

yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan atau diberikan

seseorang atau kelompok orang”.

Dari kedua pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa

kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

17

tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Kinerja dapat digunakan sebagai ukuran hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang telah dicapai oleh seorang karyawan atau pegawai dalam

rangka melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah

dibebankan kepadanya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, menurut

Mangkunegara (2000:67) adalah faktor disiplin kerja (ability) dan faktor

motivasi (motivation).

1. Faktor disiplin kerja

Secara psikologis disiplin kerja (ability) pegawai terdiri dari disiplin kerja

potensi (IQ) dan disiplin kerjareality (knowledge + skill ). Artinya pegawai

yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-

hari maka ia akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

2. Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi

situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri

pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja

karyawan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal seorang

karyawan. Faktor eksternal tersebut sangat erat kaitannya dengan situasi atau

kondisi kerja pada suatu perusahaan atau organisasi. Kondisi ekternal para

18

pegawai tersebut ditunjukkan dengan adanya kondisi iklim organisasi yang

mendukung aktivitas operasional perusahaan. Jadi situasi (situation) kerja

termasuk dalam hal ini adalah iklim organisasi.

c. Standar-Standar Kinerja

Standar kinerja yaitu menentukan tingkat kinerja pekerjaan dan

kriteria terhadap kesuksesan pekerjaan. Standar pekerjaan membuat eksplisit

kuantitas dan kualitas kerja yang diharapkan dalam tugas-tugas besar yang

ditetapkan sebelumnya dalam deskripsi pekerjaan.

Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam standar

kinerja pekerjaan adalah:

1. Standar kinerja harus relevan dengan individu dan organisasi

2. Standar kinerja harus diambil dan dapat diandalkan

3. Standar kinerja harus membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang

baik, sedang, buruk

4. Standar kinerja harus dinyatakan dalam angka

5. Standar kinerja harus mudah diukur

d. Pengukuran Kinerja

Secara umum pengukuran kinerja berarti perbandingan yang dapat

dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda. Seperti yang dikemukakan

oleh Sinungan (2000:23) yaitu:

1) Perbandingan antara pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan

apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya

mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.

19

2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi,

proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian

relatif

3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang

terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.

Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja

karyawan sesuai sasaran yang diharapkan sekaligus melihat besarnya

penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil yang aktual dengan

hasil yang diharapkan olah karena itu adanya suatu standar yang baku

merupakan tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.

Sedangkan menurut Atmosoeprapto (2001: 6) menyatakan bahwa

“Kinerja tidak dapat diukur secara kuantitatif semata-mata, sehingga

mempunyai nilai mutlak, melainkan menggambarkan keragaman dari suatu

kegiatan”. Ada dua titik kunci untuk mengukur keragaman pada setiap situasi

atau kegiatan, yaitu meliputi:

1. Lebih memusatkan pada hasil akhir daripada kegiatan-kegiatan. Sebagai

contoh, bagi bisnis yang berorientasi pada keuntungan, sasaran nilai dolar

penjualan lebih berarti daripada jumlah penjualan yang tercapai.

2. Berfikir pada perbandingan dari “kenyataan” terhadap “yang seharusnya”.

Meskipun pada output yang “tangible” dan dapat diukur secara

kuantitatif, hasil bagi output terhadap input saja kurang berarti apabila

tidak diperbandingkan dengan hasil bagi atau sasaran yang diharapkan.

20

Sedangkan menurut Mangkunegara (2000:67) terdapat tiga metode yang

digunakan dalam rangka pengukuran kinerja para karyawan atau pegawai pada

perusahaan, yaitu:

1. Mutu atau kualitas produk.

Pada pengukuran ini perusahaan lebih mendasarkan pada tingkat kualitas

produk yang telah dihasilkan para pegawai atau karyawannya. Pengukuran

melalui kualitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana seorang

karyawan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab

yang telah diberikan kepadanya.

2. Kuantitas atau jumlah produk.

Pengukuran melalui kuantitas atau jumlah produk yang dihasilkan ini erat

kaitannya dengan disiplin kerja seorang karyawan dalam menghasilkan

produk dalam jumlah tertentu. Kuantitas ini secara langsung juga

berhubungan dengan tingkat kecepatan yang dimiliki oleh seorang

karyawan dalam menghasilkan produk.

3. Ketepatan waktu

Ketepatan waktu dalam menghasilkan suatu produk menjadi salah satu

sarana untuk mengukur tingkat kinerja yang telah dicapai oleh seorang

pegawai. Dalam pengukuran ini anggaran perusahaan dapat dijadikan

ukuran atau barometer untuk mengetahui tingkat kinerja yang telah dicapai

seorang karyawan.

21

2. Disiplin Kerja

a. Pengertian Disiplin Kerja

Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis

maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan (Moenir, 2002),. Disiplin

harusditumbuh kembangkan agar tumbuh pula ketertiban dan efisiensi.

Menurut Singodimejo dalam Sutrisno (2009) disiplin adalah disiplin

adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan

mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin kerja

yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan dengan

adanya penurunan disiplin kerja akan menjadi penghalang dan

memperlamat pencapaian tujuan perusahaan.

Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai,

patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang

tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggupmenjalankan dan tidak

mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas

dan wewenang yang diberikan kepadanya (Siagian, 2006),Menurut

Hasibuan (2010) indikator disiplin kerja adalah :

1) Mematuhi semua peraturan perusahaan.

Dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua

peraturan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan

pedoman kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat

berbentuk.

22

2) Penggunaan waktu secara efektif

Waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharap dapat dimanfaatkan

dengan sebaik – baiknya oleh individu untuk mengejar target yang

diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak

membuang waktu yang ada didalam standar pekerjaan perusahaan.

3) Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas

Tanggung jawab yang diberikan kepada individu apabila tidak seusai

dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka

pegawai telah memiliki tingkat displin kerja yang tinggi.

4) Tingkat absensi

Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisplinan pegawai,

semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran

pegawai tersebut telah memiliki tingkat displin yang tinggi.

Menurut Moenir (2006) ada dua jenis disiplin yaitu :

1) Disiplin waktu

Disiplin waktu adalah jenis disiplin yang paling mudah dilihat dan

dikontrol baik oleh manajemen yang bersangkutan maupun oleh

masyarakat. Disiplin terhadap jam kerja misalnya melalui sistem daftar

absensi yang baik atu sistem apel, dapat dipantau secara tepat dan cepat.

2) Disiplin kerja

Isi pekerjaan pada dasarnya terdiri dari metode pengerjaan, prosedur

kerjanya, waktu dan jumlah unit yang telah ditetapkan dan mutu yabg

telah dibakukan.

23

Menurut Dharma (2004) perilaku tidak disiplin sering dijumpai

ditempat kerja adalah sebagai berikut :

1. Melanggar perturan jam istirahat dan peraturan kerja lainnya.

2. Melanggar peraturan keamanan dan kesejahteraan.

3. Terlambat masuk kerja, mangkir dari pekerjaan.

4. Berkembang rasa tidak puas, saling curiga dan saling melempar

rasa tanggung jawab.

5. Bekerja dengan ceroboh dan merusak peralatan.

6. Terang-terangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti menolak

melaksankan tugas yang seharusnya dilakukan.

7. Sering terjadi konflik antara pegawai dan pimpinan.

b. Macam-macam kedisiplinan kerja

Menurut Handoko (2001), ada tiga macam kedisiplinan, yaitu :

1) Disiplin preventif

Disiplin prefentif adalah kegiatan yang dilaksankan untuk

mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai stadart dan aturan,

sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran

pokoknya dalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan.

Dengan cara itu, para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan

semata-mata karena dipaksa manajemen. Adapun aturannya seperti :

kehadiran, penggunaan jam kerja, ketetapatan waktu, penyelesaian

pekerjaan.

24

2) Disiplin korektif

Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani

pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari

pelangggaran lebih lanjut. Yang berguna dalam pendisiplinan korektif.

a) Peringatan pertama dengan mengomunikasikan semua peraturan

terhadap karyawan.

b) Sedapat mungkin pendisiplinan ditetapkan suapaya karyawan dapat

memahami hubungan peristiwa yang dialami oleh karyawan.

c) Konsistensi yaitu para karyawan yang melakukan kesalahan yang sama

maka hendaknya diberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang

mereka buat.

d) Tidak bersifat pribadi maksudnya tindakan pendisiplinan ini tidak

memandang secara individual tetapi setiap yang melanggar akan

dikenakan sanksi yang berlaku bagi perusahaan.

3) Disiplin progresif

Disiplin progresif berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah

memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan

korektif seblum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksankan. Adapun

langkah-langkah dalam memberikan hukuman progresif adalah peringatn

lisan, peringatan tertulis, skorsing dan pemecatan.

25

c. Pendekatan kedisplinan kerja

Menurut Mangkunegara (2012) ada tiga pendekatan disiplin, yaitu

pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi, disiplin bertujuan.

1. Pendekatan disiplin modern

Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan

atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi :

a. Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk

hukuman secara fisik.

b. Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses

hukuman yang berlaku.

c. Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau

prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan

dengan mendapatkan fakta-faktanya.

d. Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak

terhadap kasus disiplin.

2. Pendekatan disiplin dengan tradisi

a. Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada

peninjauan kembali bila diputuskan.

b. Disiplin adalah hukuman untuk pelanggar, pelaksanaan harus

disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.

c. Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar

maupun kepada pegawai lainnya.

26

d. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih

keras.

e. Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya

harus diberi hukuman yang lebih berat.

3. Pendekatan disiplin bertujuan

Pendekatan disiplin berasumsi bahwa :

1) Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.

2) Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan

perilaku.

3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.

4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawabterhadap

perbuatannya.

d. Pelaksanaan sanksi pelanggaran kedisiplinan kerja

Menurut Mangkunegara (2012) pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar

kedisplinan dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten dan

impersonal.

1) Pemberian peringatan

Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan

pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar

pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah

dilakukannya. Disamping itu pula surat peringatan tersebut dijadikan bahan

pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai.

27

2) Pemberian sanksi harus segera

Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai

dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar pegawai yang

bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan.

Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Di samping

itu, memberikan peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan.

3) Pemberian sanksi harus konsisten

Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal

ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan –peraturan yang

berlaku pada perusahaan. Ketidak konsistenan pemberian sanksi dapat

mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya

sanksi, dan pengabaian disiplin.

4) Pemberian sanksi harus impresonal

Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan

pegawai, tua muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Tujuaanya agar pegawai menyadari bahwa disiplin

kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku di perusahaan.

3. Motivasi Kerja

Motivasi kerja menurut Ernest dalam Mangkunegara (2000:94)

pengertian motivasi kerja adalah: “Kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan

dengan lingkungan kerja.

28

Adapun motivasi kerja menurut Mathis dan Jackson (2001:89), Motivasi

merupakan hasrat didalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut

melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal:

mencapai tujuan. Maka, motivasi kerja merupakan penggerak yang

mengarahkan padatujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Dari kedua

pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah

pemberian suatu rangsangan atau dorongan untuk meningkatkan prestasi

kerja karyawan agar bekerja sesuai dengan yang diinginkan pimpinan melalui

petunjuk-petunjuknya.

a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Teori dari pada Maslow lebih dikenal dengan teori Hirarki Kebutuhan

Maslow. Konsep teorinya menjelaskan suatu hirarki kebutuhan yang

menunjukkan adanya lima tingkatan kebutuhan manusia. Kebutuhan yang

lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas

kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah sebelumnya telah

dipuaskan Hirarki lima kebutuhan dasar manusia adalah (Hasibuan, 2002):

1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum,

perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan

kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang

paling dasar. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang

seseorang berperilaku dan bekerja secara giat. Kebutuhan fisik ini

termasuk kebutuhan utama.

29

2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,

bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Kebutuhan akan keamanan

dan kesehatan jiwa di tempat pekerjaan membutuhkan alat pelindung

seperti masker bagi tukang las yang diberikan oleh manajer. Pentingnya

memuaskan kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat

pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan

menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari

pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi

(astek) kepada para karyawan.

3. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh

kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta

dicintai. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan

tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri. Karena manusia

makluk sosial sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial

yang terdiri dari empat kelompok, yaitu: kebutuhan perasaan diterima

orang lain di lingkungan ia bekerja, kebutuhan perasaan dihormati,

kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang

menyenangi kegagalan serta kebutuhan akan perasaan ikut serta.

4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai

oleh orang lain. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak

selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa

semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi

seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya.

30

5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk

menggunakan disiplin kerja, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk

berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik

terhadap sesuatu. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi

seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan

sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan

ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan dengan

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

b. Teori X dan Y Mc Gregor

Menurut Mc Gregor melakukan suatu pembahasan mengenai faktor

motivasi yang efektif. Ia menyatakan bahwa ada dua pendekatan atau filsafat

manajemen yang mungkin diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing

pendekatan itu mendasarkan diri pada teori dasar mengenai perilaku manusia.

Kedua teori itu disebut teori X dan Y.

Asumsi teori X yaitu :

1) Rata-rata pekerja itu malas, tidak suka bekerja, dan akan menghindarinya

bila dapat.

2) Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa,

dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk

pencapaian tujuan organisasi.

3) Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing berusaha menghindari

tanggung jawab, mempunyai ambisi yang kecil, umumnya harus diawasi.

Asumsi teori Y yaitu :

31

1) Usaha phisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah

kodrat manusia, sama halnya dengan bermain dan istirahat.

2) Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak, tidak hanya

menerima.

3) Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan

organisasi.

4) Manusia dapat mengawasi diri sendiri dam memberi prestasi pada

pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik.

5) Keterkaitan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang

diterima karena prestasinya dalam pencapaian tujuan. (Handoko,

1991:260).

c. Dua Teori Motivasi Herzberg’s

Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor

utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:

1. Faktor-faktor pemeliharaan (maintenance factors)

Meurpakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubngan dengan hakekat

pekerja yang ingin memperolah ketentraman badaniyah. Kebutuhan itu

akan berlangsung terus-menerus, seperti misalnya lapar-makan-keyang-

lapar. Dalam bekerja kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian pekerjaan dan

supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah sebagai motivator

tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan.

32

2. Faktor-faktor motivasi

Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor yang menyangkut kebutuhan

psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi secara

langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman,

penempatan kerja yang sesuai dan lain-lain.

Teori dua faktor ini disebut juga dengan konsep hygiene yang mencakup:

1. Isi pekerjaan

a. Prestasi

b. Pengakuan

c. Pekerjaan itu sendiri

d. Tanggungjawab

e. Pengembangan potensi individu

2. Faktor hygiene

a. Gaji dan upah

b. Kondisi kerja

c. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan

d. Kualitas supervisi.

Dari konsep hygiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan pekerjaan bagi

pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbanan antara kedua faktor ini.Menurut

Hasibuan (2003:108) menyatakan bahwa: “Faktor motivator (motivation factor)

adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan

sempurna dalam melakukan pekerjaan”. Faktor motivasi ini berhubungan dengan

pengahargaan terhadap pribadi yang secara langsung bekaitan dengan pekerjaan,

33

misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan

lain sebagainya. Menurut teori dua faktor menurut Herzberg yang menjadi pokok

bahasan dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor motivator atau pemuas, terdiri dari:

a. Pengakuan (recognition)

Merupakan bentuk-bentuk pengakuan dari pihak perusahaan atas hasil

atau produktivitas yang telah dicapai oleh karyawan. Bentuk

pengakuan ini secara langsung memberikan suatu motivasi kepada

para karyawan sehingga diharapkan mereka dapat bekerja secara

maksimal pada perusahaan di mana mereka bekerja

b. Tanggung jawab (responsibilities)

Bentuk tanggung jawab yang dimaksudkan disini adalah bentuk tanggung

atas pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan. Dengan adanya

tanggung jawab yang tinggi dari karyawan secara langsung memberikan

suatu jaminan bahwa karyawan yang bersangkutan dapat termotivasi

untuk menyelesaikan atas tugas yang dibebankan kepadanya.

c. Prestasi (achievement)

Kebutuhan akan prestasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

seorang karyawan. Perusahaan memberikan motivasi atas prestasi

biasanya dilakukan dengan memberikan tugas kepada bawahan atas

suatu tugas yang menarik untuk dikerjakannya, sehingga mereka

memiliki prestasi yang lebih baik.

34

d. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Motivasi dapat berasal dari jenis pekerjaan itu sendiri, hal tersebut

dikarenakan dengan pekerjaan yang direncanakan sedemikian rupa

pada akhirnya dapat memberikan suatu stimulus dan menantang para

karyawan serta dapat memberikan kesempatan untuk maju.

e. Pengembangan (advancement)

Suatu bentuk motivasi yang telah diberikan oleh perusahaan kepada

karyawan sehingga mereka dapat lebih terpacu dalam pencapaian

produktivitas yang lebih baik. Pengembangan merupakan suatu bentuk

kebijakan yang diambil oleh perusahaan dimana akan dilakukan suatu

peningkatan jabatan atau posisi bagi karyawan yang berprestasi.

2. Faktor pemeliharaan (hygiene) terdiri dari:

a. Teknik supervisi (technical supervisor)

Teknik supervisi sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan

kerja yang telah dilakukan oleh karyawan. Teknik supervisi

mempunyai kecenderungan dalam rangka memberikan suatu

rangsangan atau motivasi kepada karyawan sehingga mereka dapat

bekerja secara maksimal pada perusahaan.

b. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (company policy and

administration)

Dengan adanya bentuk kebijakan dan administrasi yang sesuai dengan

kondisi para karyawan akan menjadikan suatu motivasi bagi karyawan

dalam bekerja.

35

c. Gaji (wages)

Masalah gaji merupakan fungsi yang paling sulit dan membingungkan

karena berhubungan dengan hak individu seseorang sebagai karyawan

dalam menerima imbalan atas kerja mereka kompensai atau gaji sangat

penting untuk diperhatikan mengingat dengan adanya kompensasi akan

dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang secara otomatis

akan meningkatkan produktivitas karyawan.

d. Kondisi kerja (working condition)

Merupakan suatu keadaan dimana karyawan melakukan aktivitasnya,

kondisi kerja erat kaitannya dengan kondisi pekerjaan dan rekan kerja

yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja. Lebih jauh lagi kondisi

kerja sangat erat kaitannya dengan suasana kerja yang terdapat pada

suatu perusahaan baik mengenai hubungan antar karyawan dan kondisi

fisik dimana seoarang karyawan bekerja.

4. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Thoha (2004:256) berpendapat bahwa kepemimpinan

adalah disiplin kerja untuk membangkitkan semangat orang lain dan memiliki

semangat total terhadap usaha mencapai tujuan organisasi. Menurut Mohyi

(2005:161) yang dimaksud kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi,

mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan atau mempengaruhi orang lain

(bawahan) untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan.

36

Cara atau gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para penulis

berbeda, tetapi makna dan hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah

kerja, keputusan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi agar

dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal. Menurut Hasibuan

(2005:170) gaya kepemimpinan ada tiga yaitu :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaaan atau wewenang,

sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu

menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan

hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk

memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan

keputusan. Falsafah pimpinan ialah ”bawahan adalah untukpemimpin/atasan”.

Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan

pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling

pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan

instruksi perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan dilakukan secara

ketat.

Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan

produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan

kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem menajemen tertutup

(closed management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada

bawahannya. Pengkaderan kurang mandapat perhatiannya.

37

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpinannya

dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi,

menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi

bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah

”pemimpin (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi

memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses

pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan

mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan bawahannya. Pemimpin

menganut sistem menajemen terbuka (open management) dan desentralisasi

wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong disiplin

kerjabawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan

selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin

mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan

demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas

atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara

bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya

diserahkan kepada bawahan.

Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan, dan

mengatakan kepada bawahan ”inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan,

saya tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan

38

tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan

tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti

pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka

sendiri dalam menyelasaikan pekerjaan tersebut. Bawahan dituntut memiliki

kematangan dalam pekerjaan (disiplin kerja) dan kematangan melakukan

sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan.

b. Faktor-faktor Kepemimpinan

Menurut Thoha (2004:44) untuk mengukur baik tidaknya atau sehat

tidaknya suatu kepemimpinan dapat diukur dengan 8 (delapan) faktor

penilaian yang masuk di dalam faktor-faktor gaya kepemimpinan yang

meliputi:

1. Faktor memerima tanggung jawab

Seorang pemimpin harus bersedia bertanggung jawab terhadap segala

sesuatu yang terjadi pada organisasi yang dipimpinnya, baik apa yang

dilakukan oleh bawahannya maupun produktivitasnya.

2. Faktor berdisiplin kerja berkomunikasi

Disiplin kerja seorang pemimpin untuk berkomunikasi dengan

bawahannya mengenai segala perubahan atau perkembangan perubahan

serta menerima saran-saran yang baik dari bawahannya.

3. Faktor disiplin kerja untuk bisa perceptif

Seorang pemimpin harus mampu mengatasi persoalan-persoalan yang

muncul, oleh sebab itu pemimpin harus mempunyai kelebihan-kelebihan

tertentu dari bawahannya, sehingga mampu mempengaruhi orientasi

39

bawahannya untuk melaksanakan pekerjaannya secara sadar dan suka

rela untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Faktor disiplin kerja untuk bersikap objektif

Disiplin kerja untuk mengambil keputusan secara adil dan dapat diterima

oleh semua pihak yang menjadi bawahannya.

5. Faktor disiplin kerja menentukan prioritas

Seorang pemimpin harus dapat mengambil keputusan manajemen yang

sangat penting, mengingat terdapat banyak masalah yang muncul yang

memerlukan pemecahan berdasarkan kepentingan yang paling mendesak

untuk diselesaikan terlebih dahulu.

6. Faktor disiplin kerja mengatasi masalah yang timbul

Seorang pemimpin harus bisa mengatasi persoalan-persoalan yang timbul

melalui pendekatan-pendekatan structural maupun pribadi.

7. Faktor disiplin kerja untuk merencanakan

Seorang pemimpin harus mampu untuk menentukan apa yang akan

dikerjakan, siapa yang akan mengerjakan, kapan akan dikerjakan, dimana

akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

8. Faktor disiplin kerja untuk mengerjakan

Disiplin kerja pemimpin untuk memberitahukan dan menjelaskan tujuan-

tujuan kepada bawahannya, memanajemen dan mengajak para

bawahannya untuk bekerja semaksimal mungkin, membimbing tenaga

kerja untuk mencapai standar operasional, mengembangkan tenaga kerja

bawahan guna merealisasikan kemungkinan-kemingkinan, memberikan

40

hak kepada orang-orang untuk mendengarkan, memuji dan memberikan

solusi secara adil, serta memperbaiki hasil dipandang dari sudut

pengendalian.

c. Indikator Kepemimpinan

Indikator kepemimpinan menurut Siagian (2002:121) dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Iklim saling mempercayai

Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharap-

harapkan adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim atau

suasana saling mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu

kenyataan apabila dipihak pemimpin memperlakukan bawahannya

sebagaimanusia yang bertanggung jawab dan dipihak lain bawahan

dengan sikap mau menerima kepemimpinannya atasannya.

2. Memberikan penghargaan terhadap ide bawahan

Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam

sebuah lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri

bagi para bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide-

ide yang positif demi pencapaiaan tujuan organisasi pada lembaga atau

instansi dia bekerja.

4. Memperhitungkan perasaan para bawahan

Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi

manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku

seorang pemimpin.

41

5. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan.

Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan

harapanharapan bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan

menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan.

Sebagian orang harus memerankan sebagai pemimpin sementara yang

lainnya memainkan peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas

keseharian seorang pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan

kerja bagi para bawahannya.

6. Memperhatikan kesejahteraan bawahan

Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan

selalu berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan

bawahandan hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah

tingkatsejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan

cara yang sopan dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi

kesejahteraan mereka. Misalkan berbuat baik terhadap bawahan,

berkonsultasi dengan bawahan atau pada bawahan dan memperhatikan

dengan cara memperjuangkan kepentingan bawahan. Konsiderasi

sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan

seringkali ditandai dengan perilaku pemimpin yang cenderung

memperjuangkan kepentingan bawahan, memperhatikan kesejahteraan

diantaranya dengan cara memberikan gaji tepat pada waktunya,

memberikan tunjangan, serta memberikan fasilitas yang sebaik

mungkin bagi para bawahannya.

42

7. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja pada bawahan

Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus

senantiasamemperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat

menimbulkan kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan

tugas-tugasnya,dengan demikian hubungan yang harmonis antara

pemimpin dan bawahan akan tercapai.

8. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan professional.

Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan oleh

bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang

sandang bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan di atas

dapat dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat

dan professional yang melekat pada seorang pemimpin menyangkut

sejauh mana para bawahan dapat menerima dan mengakui

kekuasaannya dalam menjalankan kepemimpinan.

5. Budaya Organisasi

a. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya Organisasi menurut Koentjaraningrat (2009) berpendapat

bahwa budaya merupakan hal-halyang berkaitan dengan akal, keseluruhan

gagasan, tindakan dan hasil karyamanusia yang merupakan hasil dari belajar

dan menjadi milik masyarakat.Koentjaraningrat (2009) membagi wujud

budaya dalam tiga wujud, yaitu:pertama, wujud ideal yang sifatnya abstrak

misalnya ide atau gagasan. Wujudkedua, sistem sosial yang merupakan

tindakan berpola dari manusia yang terdiridari interaksi orang-orang

43

dariwaktu ke waktu berdasarkan pola, adat dan tatakelakuan. Wujud ketiga,

kebudayaan fisik merupakan seluruh hasil karya,aktivitas dan perbuatan

manusia dalam masyarakat.

b. Indikator Budaya Organisasi

Menurut Robbins & Coulter (2012), ada 7 indikator budaya

organisasi yaitu :

a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking),

Sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani

mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan

pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan.

b. Perhatian terhadap detail (Attention to detail),

Sejauh manaorganisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan

kecermatan, analisis danperhatian kepada rincian.

c. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation),

adalah sejauh manamanajemen memusatkan perhatian pada hasil

dibandingkan perhatian padateknik dan proses yang digunakan untuk

meraih hal tersebut.

d. Berorientasi kepada manusia (People orientation),

Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil

pada orang-orang didalam organisasi.

e. Berorientasi tim (Team orientation),

Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukan

individu-individu.

44

f. Sikap agresif (Aggressivenes),

Sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif

untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.

g. Stabilitas (Stability),

Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo

(mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup baik)

daripada pertumbuhan.

c. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins and Judge (2008), budaya organisasi

menjalankansejumlah fungsi dalam organisasi. Fungsinya antara lain, (a)

menciptakan pembeda antar organisasi. (b) menunjukkan jati diri anggota

organisasi. (c) meningkatkan terjadinya komitmen yang lebih luas diatas

kepentingan pribadi. (d) meningkatkan kemantapan sistem sosial. Secara

ringkasnya budaya organisasi membuat makna dan kendali dalam membentuk

sikap serta perilaku karyawan.

Menurut Robbins (2006) budaya organisasi menjalankan sejumlah

fungsi didalam organisasi, yaitu:

1) Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya

menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

2) Budaya membawa suatu rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.

3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan diri pribadi seseorang.

4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial.

45

5) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai

apa yang harusdikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

6) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu

dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan

d. Karakteristik-Karakteristik Budaya Organisasi

Karakteristik budaya organisasi menurut Robbins dalam Rommy (2011), adalah:

1. Inisiatif individual

Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai

setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif

individual tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu

organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan organisasi dan

memberikan pelayanan bagi masyarakat.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan

toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif

dan inovatif dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat

sertaberani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi dapat menciptakan

dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan

tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini

dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

46

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi dapat mendorong unit-unit

organisasi untuk bekerja secara terkoordinasi. Kekompakan unit-unit

tersebut dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang

dihasilkan.

5. Dukungan Pimpinan

Dukungan pimpinan dimaksudkan sejauh mana pimpinan dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.

1) Kontrol Alat

Kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-

norma yang berlaku di dalam suatu organisasi.

2) Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi

atauperusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu

kesatuandalam organisasidan bukan sebagai kelompok kerja

tertentu ataukeahlian profesional tertentu.

3) Pemberian penghargaan

Sejauh mana organisasi memberikan penghargaan kepada

pegawaiyang didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

didasarkan atassenioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

47

4) Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong

untukmengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan

pendapatmerupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu

organisasi.Namun perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa

digunakan untukmelakukan perbaikan atau perubahan strategi

untuk memberikanpelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

5) Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan

yangformal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat

menghambatterjadinya pola komunikasi antaraatasan dan bawahan

atau antar karyawan itu sendiri.

6. Hubungan Antara disiplin kerja, motivasi kerja, kepemimpinan dan

budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

a. Hubungan Antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan

Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber

Daya Manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif MSDM yang

terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, maka akan semakin

tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang

baik, sulit bagi organisasi perusahaan untuk mencapai hasil yang optimal.

Karena disiplin kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan

dalam menyelesaikan pekerjaannya yang pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja organisasi. Hasibuan (2013:193) kedisiplinan adalah

48

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan

dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan

dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan

yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya.

b. Hubungan Antara motivasi kerja terhadap kinerja karyawan

Manfaat utama dari motivasi kerja adalah meningkatkan gairah

kerja sehingga produktivitas kerja tercapai. Menurut Hasibuan (2013:143)

motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan

kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif,

dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Faktor motivasi kerja memiliki hubungan langsung dengan kinerja

karyawan. Sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Hezberg ini

berkaitan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja, hubungan individu

dengan pekerjaannya adalah hal yang mendasar dan sikap yang diarahkan

kepada pekerjaan tersebut dapat dengan sangat baik menentukan apakah

seseorang itu sukses atau gagal dalam pekerjaannya.

c. Hubungan Antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan

Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat

kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif

dapat diperoleh melalui gaya kepemimpinanya yang diterapkan secara

tepat dalam upaya mendorong dan mempengaruhi bawahannya, sehingga

mampu meningkatkan kinerja bawahan. Menurut Tampubolon (2007:42),

gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi

49

dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang

pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahanya. Mulyadi

dan Rivai (2009;73), menyatakan bahwa pemimpin dalam

kepemimpinanya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya

kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya.

Kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang

lain. Berdasarkan uraian tersebut maka terdapat hubungan antara gaya

kepemimpinan dengan kinerja karyawan yang bersumber dari beberapa

teori yang disampaikan oleh para ahli maupun hasil penelitian dari

beberapa peneliti yang mampu memperkuat pendapat dan teori tersebut.

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu seorang pemimpin harus

memiliki kualitas dan mampu memilih gaya kepemimpinan yang tepat

dalam mengelola bawahannya, sehingga kinerja bawahan dapat terkontrol

dengan baik dan mampu meningkatkan kinerjanya.

d. Hubungan Antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

Budaya Organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja

pegawai. Budaya organisasi yang terbina dengan baik dalam organisasi

akan mempengaruhi perilaku pegawai yang selanjutnya akan bermuara

pada prestasi kerja pegawai. Dalam organisasi, implementasi budaya

dirupakan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam

organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan.

Perilaku pegawai yang sesuai dengan budaya organisasi tersebut akan

50

memberikan efek pada meningkatnya kinerja pegawai, karena budaya

perusahaan ditetapkan oleh manajemen demi mewujudkan visi dan misi

perusahaan yang salah satunya adalah menciptakan kompetensi pegawai

yang berkinerja tinggi. Dengan demikian budaya organisasi menjadi salah

satu kriteria penting dalam menentukan pertumbuhan dan kesuksesan

organisasi

Budaya yang kuat harus memiliki norma-norma kinerja yang

tinggi. Perilaku yang bisa diterima dan diperkuat harus mendukung kinerja

yang tinggi. Selain itu budaya yang kuat juga mengembangkan komitmen

para anggota organisasi ketika mereka menerima nilai-nilai tersebut

(Buhler: 2007). Pegawai yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai

organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian

organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi

perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja

individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan

teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing kinerja

individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Wibowo: 2010) menyatakan kinerja

sumber daya manusia ditentukan oleh kondisi lingkungan internal maupun

eksternal organisasi termasuk budaya organisasi. Karenanya, kemampuan

menciptakan suatu organisasi dengan budaya yang mampu mendorong

kinerja adalah suatu kebutuhan.

51

C. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka piker menujukkan konsep berpikir penelitit sesuai dengan

rumusan masalah mengenai kinerja karyawan, displin kerja, motivasi kerja,

kepemimpinan dan budaya organisasi. Pada penelitian ini penulis ingi mengetahui

pengaruh variable displin kerja (X1), motivasi kerja (X2), kepemimpinan (X3) dan

budaya organisasi (X4) terhadap karyawan dengan indicator displin kerja (X1)

1. Mematuhi semua peraturan perusahaan.

Dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua

peraturan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman

kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat berbentuk.

2. Penggunaan waktu secara efektif

Waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharap dapat dimanfaatkan

dengan sebaik – baiknya oleh individu untuk mengejar target yang

diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak

membuang waktu yang ada didalam standar pekerjaan perusahaan.

3. Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas

Tanggung jawab yang diberikan kepada individu apabila tidak seusai

dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka

pegawai telah memiliki tingkat displin kerja yang tinggi.

4. Tingkat absensi

Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisplinan pegawai,

semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran

pegawai tersebut telah memiliki tingkat displin yang tinggi.

52

Kemudian variabel motivasi kerja (X3) dengan indikator

1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan

fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat

terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang

berperilaku dan bekerja secara giat. Kebutuhan fisik ini termasuk

kebutuhan utama.

2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,

bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Kebutuhan akan keamanan

dan kesehatan jiwa di tempat pekerjaan membutuhkan alat pelindung

seperti masker bagi tukang las yang diberikan oleh manajer. Pentingnya

memuaskan kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern, tempat

pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan

menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari

pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi

(astek) kepada para karyawan.

3. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh

kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta

dicintai. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan

tidak seorangpun manusia yang hidup menyendiri. Karena manusia

makluk sosial sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial

yang terdiri dari empat kelompok, yaitu: kebutuhan perasaan diterima

orang lain di lingkungan ia bekerja, kebutuhan perasaan dihormati,

53

kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang

menyenangi kegagalan serta kebutuhan akan perasaan ikut serta.

4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan

dihargai oleh orang lain. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi,

tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh

pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat

atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula

prestasinya.

Kemudian variabel kepemimpinan (X3) dengan indikator sebagai berikut

1. Iklim saling mempercayai

Hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya yang diharap-harapkan

adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim atau suasana saling

mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu kenyataan apabila

dipihak pemimpin memperlakukan bawahannya sebagaimanusia yang

bertanggung jawab dan dipihak lain bawahan dengan sikap mau menerima

kepemimpinannya atasannya.

2. Memberikan penghargaan terhadap ide bawahan

Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam sebuah

lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri bagi para

bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide-ide yang positif

demi pencapaiaan tujuan organisasi pada lembaga atau instansi dia bekerja.

54

3. Memperhitungkan perasaan para bawahan

Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi

manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku seorang

pemimpin.

4. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan.

Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan harapanharapan

bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan menghasilkan

peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagian orang harus

memerankan sebagai pemimpin sementara yang lainnya memainkan

peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas keseharian seorang

pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan kerja bagi para

bawahannya.

5. Memperhatikan kesejahteraan bawahan

Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan selalu

berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan bawahandan

hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah tingkatsejauh

mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan cara yang sopan

dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi kesejahteraan mereka.

Misalkan berbuat baik terhadap bawahan, berkonsultasi dengan bawahan

atau pada bawahan dan memperhatikan dengan cara memperjuangkan

kepentingan bawahan. Konsiderasi sebagai perilaku kepemimpinan yang

berorientasi pada bawahan seringkali ditandai dengan perilaku pemimpin

yang cenderung memperjuangkan kepentingan bawahan, memperhatikan

55

kesejahteraan diantaranya dengan cara memberikan gaji tepat pada

waktunya, memberikan tunjangan, serta memberikan fasilitas yang sebaik

mungkin bagi para bawahannya.

6. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja pada bawahan

Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus

senantiasamemperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan

kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya,dengan

demikian hubungan yang harmonis antara pemimpin dan bawahan akan

tercapai.

7. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan professional.

Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan oleh

bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang sandang

bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan di atas dapat

dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan

professional yang melekat pada seorang pemimpin menyangkut sejauh mana

para bawahan dapat menerima dan mengakui kekuasaannya dalam

menjalankan kepemimpinan.

Kemudian variabel budaya organisasi (X4) dengan indikator sebagai berikut

a. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking),

Sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan

berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai

tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide

karyawan.

56

b. Perhatian terhadap detail (Attention to detail),

Sejauh manaorganisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan

kecermatan, analisis danperhatian kepada rincian.

c. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation),

adalah sejauh manamanajemen memusatkan perhatian pada hasil

dibandingkan perhatian padateknik dan proses yang digunakan untuk

meraih hal tersebut.

d. Berorientasi kepada manusia (People orientation),

Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil

pada orang-orang didalam organisasi.

e. Berorientasi tim (Team orientation),

Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukan

individu-individu.

f. Sikap agresif (Aggressivenes),

Sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif

untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.

g. Stabilitas (Stability),

Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo

(mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup baik)

daripada pertumbuhan.

Variabel (Y) adalah kinerja yang dikaitkan dengan empat faktor

variabel displin kerja (X1), motivasi kerja (X2), kepemimpinan (X3), dan

budaya organisasi (X4). Kinerja yang baik tentunya didukung oleh displin

57

kerja, motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organsisai. Berikut ini

adalah indikator variabel kinerja :

1. Mutu atau kualitas produk.

Pada pengukuran ini perusahaan lebih mendasarkan pada tingkat

kualitas produk yang telah dihasilkan para pegawai atau karyawannya.

Pengukuran melalui kualitas ini dimaksudkan untuk mengetahui

sejauh mana seorang karyawan perusahaan dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

2. Kuantitas atau jumlah produk.

Pengukuran melalui kuantitas atau jumlah produk yang dihasilkan ini

erat kaitannya dengan disiplin kerja seorang karyawan dalam

menghasilkan produk dalam jumlah tertentu. Kuantitas ini secara

langsung juga berhubungan dengan tingkat kecepatan yang dimiliki

oleh seorang karyawan dalam menghasilkan produk.

3. Ketepatan waktu

Ketepatan waktu dalam menghasilkan suatu produk menjadi salah satu

sarana untuk mengukur tingkat kinerja yang telah dicapai oleh seorang

pegawai. Dalam pengukuran ini anggaran perusahaan dapat dijadikan

ukuran atau barometer untuk mengetahui tingkat kinerja yang telah

dicapai seorang karyawan

58

Gambar 2.1

Model Konsep

Dalam Sugiyono (2006:47) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai

faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Dalam penelitian, peneliti

akan menggunakan konsep untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak

diteliti. Konsep menggambarkan suatu fenomena secara umum abstrak yang dibentuk

dengan jalan membuat generalisasi terhadap sesuatu yang khas (Nazir, 2000:148).

D. Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Christian Katiandagho,

(2014) yang mengatakan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja

karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:

Kinerja Karyawan

1. Kualitas

2. Kuantitas

3. Ketepatan Waktu

Disiplin Kerja

Motivasi

Gaya

Kepemimpina

n

Budaya

Organisasi

59

a. Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa

Internasional.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2015), yang

mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan

maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:

b. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa

Internasional

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangga Rahmawan

(2018) yang mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap

kinerja karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:

c. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa

Internasional.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rangga Rahmawan

(2018) yang mengatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap

kinerja karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:

d. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusa

Internasional.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Christian Katiandagho, (2014)

yang mengatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja

karyawan maka dapat dihipotesiskan yaitu sebagai berikut:

e. Disiplin kerja, motivasi, kepemimpinan dan budaya organisasi

berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bima Nusantara Internasional.

60

Hasil penelitian Christian Katiandagho, (2014) mengatakan bahwa secara

simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja Karyawan

yakni F hitung yang diperoleh sebesar = 1,544 > f tabel 0,209. Bahwa

variabel Disiplin kerja secara parsial berpengaruh dominan terhadap

kinerja karyawan adalah disiplin kerja dimana nilai korelasi parsial paling

besar, sebesar 0,042 dengan nilai t hitung sebesar 2,062 > 0,178 nilai tabel.