bab ii tinjauan pustaka a. penelitian...

17
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Menurut Ermawati dan Septia (2013), penelitiannya yang berjudul The Export Performance of Indonesia’s Palm Oil. Dengan rentan waktu 2004-2012, dalam penelitian ini mengkaji tentang kinerja ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia di antara negara-negara produsen kelapa sawit, kinerja ekspor CPO dan PKO ke beberapa negara tujuan utama. Berdasarkan hasil analisis dari perhitungan RCA dan CMS, menunjukkan bahwa suatu kinerja ekspor CPO dan PKO Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, tetapi sama dengan Colombia. Dari hasil CMS menunjukkan bahwa kinerja ekspor CPO dan PKO cenderung menurun dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor seluruh produk dunia. Pada penelitian ini juga menyebutkan bahwa ada beberapa penyebab yang menyebabkan kinerja dan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia agak lemah yaitu pertama karena krisis ekonomi global pada tahun 2008, kedua adanya penetapan standar yang berbeda antara permintaan dan penawaran, ketiga adanya peraturan pemerintah tentang penetapan tarif bea keluar yang menjadikan Indonesia kurang kompetitif dibandingkan dengan Malaysia, dan negara lainnya. Abdul Talib dan Darawati (2002), dengan penelitiannya yang berjudul An Economic Analysis of the malaysian palm oil market. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan model nasional pasar minyak sawit

Upload: vandiep

Post on 15-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Ermawati dan Septia (2013), penelitiannya yang berjudul The

Export Performance of Indonesia’s Palm Oil. Dengan rentan waktu 2004-2012,

dalam penelitian ini mengkaji tentang kinerja ekspor Crude Palm Oil (CPO)

dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia di antara negara-negara produsen kelapa

sawit, kinerja ekspor CPO dan PKO ke beberapa negara tujuan utama.

Berdasarkan hasil analisis dari perhitungan RCA dan CMS, menunjukkan

bahwa suatu kinerja ekspor CPO dan PKO Indonesia jauh lebih rendah

dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, tetapi sama dengan Colombia.

Dari hasil CMS menunjukkan bahwa kinerja ekspor CPO dan PKO cenderung

menurun dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor seluruh produk dunia. Pada

penelitian ini juga menyebutkan bahwa ada beberapa penyebab yang

menyebabkan kinerja dan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia agak

lemah yaitu pertama karena krisis ekonomi global pada tahun 2008, kedua

adanya penetapan standar yang berbeda antara permintaan dan penawaran,

ketiga adanya peraturan pemerintah tentang penetapan tarif bea keluar yang

menjadikan Indonesia kurang kompetitif dibandingkan dengan Malaysia, dan

negara lainnya.

Abdul Talib dan Darawati (2002), dengan penelitiannya yang berjudul

An Economic Analysis of the malaysian palm oil market. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menggambarkan model nasional pasar minyak sawit

9

Malaysia dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi

industri kelapa sawit Malaysia. Penelitian ini dari tahun 1970-1999 dengan

menggunakan model ekonometrika yaitu OLS dan SLS. Hasil dari

penelitiannya adalah pentingnya aktivitas kegiatan perekonomian Malaysia,

nilai tukar dan jumlah penduduk dunia mempengaruhi industri kelapa sawit.

Hagi dkk (2012), penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing

Ekspor Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia di Pasar Internasional. Dengan

tujuan untuk menganalisis dinamika daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia

dan Malaysia di Pasar Internasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah time series 1995-2009. Hasil dari penelitiannya yaitu daya saing minyak

sawit Indonesia mengalami peningkatan di pasar dunia, terutama di Asia dan

Eropa. Di Eropa minyak sawit Malaysia lebih kompetitif dibandingkan dengan

Indonesia dilihat dari nilai negatif pada efek distribusi pasar dan efek residual.

Daya saing Indonesia dan Malaysia untuk produk minyak sawit di atas rata-rata

dunia, karena indeks RCA lebih dari satu. Rasio nilai ekspor bersih serta total

perdagangan Indonesia dan Malaysia juga menunjukkan nilai positif yang

berarti bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan pengekspor minyak sawit.

Nila Rifai dkk (2014), penelitiannya yang berjudul Dampak

Pengembangan Produk Turunan Minyak Sawit Terhadap Peningkatan Ekspor

Produk Minyak Sawit ke Pasar Amerika. Tujuan dalam penelitiannya adalah

menganalisis dampak pengembangan produk turunan minyak sawit terhadap

peningkatan ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke pasar Amerika

Serikat. Data yang digunakan adalah data time series dengan pendekatan Two

10

Stages Least Squares (2SLS). Hasil dari penelitiannya adalah bahwa kebijakan

pengembangan industri produk turunan minyak sawit mampu meningkatkan

ekspor produk turunan minyak sawit ke Amerika Serikat dan mampu

menurunkan ekspor minyak sawit mentah yang memiliki nilai tambah yang

rendah.

Munadi (2007), penelitiannya yang berjudul Penurunan Pajak Ekspor

dan Dampaknya terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia ke India

(Pendekatan Error Correction Model). Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data annual dengan rentan waktu 1969-2006 menggunakan

pendekatan ekonometrika yaitu ECM. Hasil dari penelitiannya adalah dalam

jangka pendek, permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India

menunjukkan tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang

diindikaksikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari faktor Error Correction

Model. Permintaan ekspor kelapa sawit Indonesia ke India lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu harga minyak kedelai dan harga

minyak kelapa sawit dunia, indeks barang produksi (IPI), dan permintaan

ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India tahun lalu.

Berdasarkan pada penelitian terdahulu adapun persamaan dengan

penelitian terdahulu yaitu komoditas yang di teliti yaitu CPO. Meskipun

sebelumnya ada yang meneliti tentang suatu kinerja ekspor CPO namun

komoditas yang diteliti menambakan komoditas Palm Kernel Oil berdasarkan

produsen pengekspor CPO dan PKO di dunia. Perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian ini adalah mengembangkan penelitian dengan rentan waktu

11

31 tahun dan hanya meneliti komoditas CPO untuk melihat suatu kinerja ekspor

CPO Indonesia di pasar internasional, serta menganalisis jumlah ekspor CPO.

B. Landasan Teori

1. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional sebagai aktivitas perdagangan yang dilakukan

oleh penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain atas dasar

kesepakatan bersama. Pada berbagai Negara, perdagangan internasional

menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP (Gross Domestic

Product) (Ekananda, 2014:3).

Negara pengekspor maupun pengimpor mendapatkan keuntungan dari

adanya perdagangan internasional. Negara pengekspor memperoleh

kemudahan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Adanya perdagangan

internasional juga membawa dampak yang cukup luas bagi perekonomian suatu

Negara.

Saat ini tengah berkembang integrasi ekonomi skala regional atau

internasional. Integrasi ekonomi regional adalah suatu proses di mana beberapa

ekonomi dalam satu wilayah bersepakat untuk menghapus hambatan dan

mempermudah arus lalu lintas barang, jasa, kapital dan tenaga kerja.

Liberalisasi perdagangan, baik yang bersifat internasional maupun regional,

hambatan-hambatan perdagangan internasional dapat dikurangi dan bahkan

dihilangkan. Pengurangan dan penghapusan tariff dan hambatan non-tarif akan

mempercepat terjadinya integrasi ekonomi regional seiring lancarnya lalu lintas

barang, jasa, kapital dan tenaga kerja tersebut.

12

a. Konsep Daya Saing

Daya saing dapat diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output

yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas

ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga

kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi

(total factor productivity) (Porter, 1990).

Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu

produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik

dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi

di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan

memperoleh harga laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan

kelanjutan biaya produksinya (Simanjuntak, 1992).

b. Teori Merkantilisme

Merkantilisme berkembang dengan pelopornya adalah Jean Bodin,

Thomas Munn, Colbert, Von Hornivh, dan Sir Joshiah Child. Merkantilisme

adalah teori ekonomi yang secara jelas menyatakan bahwa kesejahteraan dan

kekayaan suatu Negara hanya ditentukan oleh banyaknya asset atau modal yang

disimpan oleh Negara yang bersangkutan. Secara tidak langsung teori ini

menyatakan bahwa besarnya volume perdagangan global memegang peranan

sangat penting. Merkantilisme pada prinsipnya merupakan suatu paham yang

menganggap bahwa penimbunan uang, atau logam mulia yang akan ditempa

menjadi uang emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan

nasional (Ekananda, 2014:20).

13

Suatu Negara dikatakan kuat apabila memiliki banyak emas dan logam

mulia, serta lebih memperbanyak ekspor dibandingkan impor (Ekspor > Impor).

Para merkantilis berpendapat bahwa pemerintah seharusnya merangsang setiap

ekspor dan membatasi impor. Karena tidak semua negara dapat mempunyai

surplus ekspor dalam waktu yang bersamaan dan jumlah emas yang ada pada

satu waktu adalah tetap maka suatu negara hanya dapat memperoleh

keuntungan atas pengorbanan negara-negara lain (Salvatore, 1997:2).

Teori ini berkembang luas dan mengajarkan bahwa faktor kekayaan tadi

harus diperoleh dan meningkatkan kebutuhan akan pasar. Teori ini pun

mendorong terjadinya banyak peperangan di kalangan Negara Eropa dan

memulai era imperialism Eropa ke berbagai Negara belahan dunia lain.

Pengaruh konsep perdagangan merkantilisme mulai menghilang pada akhir

abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh

Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations.

c. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith)

Di dalam bukunya Adam Smith yaitu The Wealth of Nations mengkritik

kaum merkantilis, dan sebaliknya menganjurkan perdagangan bebas sebagai

suatu kebijaksanaan yang paling baik untuk negara-negara di dunia, Smith

berpendapat bahwa dengan perdagangan bebas, setiap negara dapat

berspesialisasi dalam produksi komoditi yang mempunyai absolute advantage.

Adam smith mengatakan bahwa perdagangan diantara dua Negara

didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika suatu Negara

lebih efisien dan memiliki keunggulan absolut daripada Negara lain dalam

14

memproduksi komoditi lainnya, maka kedua Negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara melakukan spesialisasi dalam

memproduksi suatu komoditi (Ekananda, 2014:21).

Spesialisasi internasional dari faktor-faktor produksi ini akan

menghasilkan pertambahan produksi dunia yang dapat dimanfaatkan bersama-

sama melalui perdagangan antar negara. Dengan demikian keuntungan suatu

negara tidak diperoleh dari pengorbanan negara-negara lain, akan tetapi semua

negara dapat memperolehnya secara serentak.

d. Keunggulan Komparatif (David Ricardo)

Ekonom Inggris bernama David Ricardo membangun teori keunggulan

komparatif pada tahun 1817. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang

mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh

suatu Negara dibandingkan dengan Negara lain, teori ini berpendapat bahwa

perdagangan internasional dapat terjadi walaupun suatu Negara tidak

mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua Negara

berbeda (Ekananda, 2014:23).

Suatu negara dapat mengembangkan keunggulan komparatifnya atas

suatu produk jika ia dapat memasok produk tersebut secara lebih efisien dan

dengan harga yang lebih rendah daripada jika memasok produk-produk yang

lain, dibandingkan dengan keluaran dari negara-negara lain.

Ekananda (2014), David Ricardo berargumen bahwa sebaiknya semua

Negara berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai

keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi-komoditi kerugian

15

komparatif. Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat

saling menguntungkan jika salah satu Negara tidak mempunyai keunggulan

absolut, namun cukup memiliki keunggulan komparatif.

Asas Keunggulan komparatif, dimana menurut bukunya Amir ada tiga

hal yang menjadi landasan untuk kemungkinan memperdagangkan komoditi

dalam pasaran internasional. Pertama, yaitu bila komoditi atau produk itu

mempunyai keunggulan mutlak atau keunggulan komparatif dalam biaya

produksi dibandingkan dengan biaya produksi komoditi yang sama di Negara

lain. Kedua, yaitu bila komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan

konsumen diluar negeri. Dan yang Ketiga, yaitu bila komoditi tersebut

diperlukan untuk diekspor dalam rangka pengamanan cadangan strategis

nasional.

e. Teori Heckscher-Ohlin

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menekankan pada perbedaan relatif faktor

pemberian alam (Factor Endowments) dan harga faktor produksi antar negara

sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teorema H-O

menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif

mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi

yang faktor produksinya relatif jarang (langka) dan mahal. Teorema penyamaan

harga faktor produksi menganggap bahwa perdagangan akan menghapuskan

atau mengurangi perbedaan harga absolut dan harga relatif faktor produksi

sebelum perdagangan antar negara (Salvatore, 1997:63).

16

2. Teori Nilai Tukar

Menurut Salvatore (1997:74), kurs atau nilai tukar mata uang adalah

perbandingan nilai atau harga mata uang luar negeri dalam satuan harga mata

uang domestik. Nilai tukar satu mata uang mempengaruhi perekonomian jika

nilai tukar mata uang tersebut terapresiasi ataupun tersdepresiasi. Apabila nilai

tukar mata uang rupiah mengalami depresiasi, barang atau jasa luar negeri

menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan barang ataupun jasa,

sebaliknya apabila nilai tukar mata uang rupiah mengalami apresiasi maka

barang atau jasa luar negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang

atau jasa.

Berdasarkan Lipsey, et al (1997), nilai tukar dapat dibagi menjadi tiga,

diantaranya :

1. Nilai Tukar Fleksibel

Bila tidak ada transaksi pemerintah oleh bank sentral, nilai tukar

ditentukan oleh kesamaan antara penawaran dan permintaan akan dollar

yang timbul dari transaksi berjalan dan neraca modal.

2. Nilai Tukar Tetap

Pada sistem nilai tukar tetap apabila transaksi pemerintah digunakan

untuk mempertahankan nilai tukar pada tingkat tertentu, neraca

pembayaran umumnya tidak nol. Hal tersebut sama dengan jumlah

transaksi berjalan dan neraca modal yang terjadi pada nilai tukar tetap.

17

3. Nilai Tukar Adjustable Peg dan Managed Float

Pada sistem nilai tukar adjustable peg pemerintah menetapkan dan

berusaha menjaga nilai nominal untuk nilai tukar mata uang mereka,

tetapi mereka secara eksplisit menyadari bahwa akan ada situasi-situasi

yang mengharuskan mereka mengubah nilai nominal tersebut. Dalam

sistem managed float. Bank Sentral berusaha menetapkannya pada nilai

nominal yang diumumkan dalam sistem terbuka.

Menurut Mankiw (2006), Nilai tukar terbagi atas nilai turkar nominal dan

nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang

digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang

negara lain. Sedangkan nilai tukar riil (real exchange rate) adalah nilai yang

digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan

barang dan jasa dari negara lain.

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan

menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya

terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau

menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang

yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung

perekonomian secara makro (Pohan, 2008).

3. Teori Konsumsi

Konsumsi merupakan suatu kegiatan menggunakan barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Barang dan jasa yang digunakan dalam

proses produksi tidak termasuk konsumsi, karena barang dan jasa itu tidak

18

digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Barang dan jasa dalam

proses produksi ini digunakan untuk memproduksi barang lain1.

a. Teori Konsumsi Keynes

Di dalam teorinya keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga

membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi yang berdasarkan intropeksi dan

casual observation. Pertama keynes menduga bahwa kecenderungan

mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang

dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu2.

Kedua, kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propernsity to

Consume), keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,

yang disebut kecenderungan mengkonsumsi terhadap pendapatan, yang disebut

kecenderungan mengkonsumsi rata-rata, turun ketika pendapatan naik.

Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan

konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting.

Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya

sebatas teori.

b. Teori Konsumsi Pendapatan Permanen

Teori ini dikemukakan oleh M Friedman, berasumsi konsumsi

seharusnya tergantung pada pendapatan permanen karena konsumen

menggunakan tabungan dan pinjaman dalam melancarkan konsumsi dalam

menanggapi perubahan pendapatan sementara.

1 Michel James, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Jakarta: Ghalia, 2001),49 2 Gregory N Mankiw, Teori Makro Ekonomi. Terjemahan. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), 425-426

19

c. Teori Konsumsi Siklus Hidup

Bumberg dan Modigliani mengemukakan, membagi konsumsi seseorang

berdasarkan tiga bagian yaitu bagian I adalah umur 0 sampai dengan t1

seseorang mengalami dissaving, bagian II adalah umur t1 sampai t2 seseorang

mengalami saving, dan bagian III adalah umur t2 dimana seseorang kembali

melakukan dissaving.

Modigliani menganggap bahwa kekayaan itu penting sebagai penentu

tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai

kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah akan

meningkat karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena

peningkatan jumlah uang beredar. Hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti

menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi

perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti

perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain

(Suparmoko, 1991).

d. Teori Konsumsi Pendapatan Relatif

Mankiw berpendapat bahwa, kenaikan penghasilan masyarakat secara

keseluruhan tidak akan mengubah distribusi penghasilan seluruh masyarakat.

Untuk jangka pendek besarnya konsumsi seseorang dipengaruhi oleh besarnya

penghasilan tertinggi yang pernah diperoleh.

20

C. Hubungan antara Variabel

1. Hubungan antara Nilai Tukar dengan Jumlah Ekspor

Lipsey (1997), menjelaskan perdagangan antar negara akan terjadi jika

pertukaran mata uang dari satu negara ke negara lain dimungkinkan. Hal

tersebut karena pembayaran internasional memerlukan pertukaran mata uang

lain. Nilai tukar akan mempengaruhi harga ekspor. Antara nilai tukar dengan

ekspor terdapat hubungan positif yang artinya apabila nilai tukar terdepresiasi

maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah komoditas-komoditas

hasil produksi dalam negeri yang diperdagangkan di pasar dunia sehingga akan

meningkatkan jumlah ekspornya karena harga di pasaran murah yang

menyebabkan penawaran terhadap komoditas tersebut meningkat.

Berbeda halnya apabila nilai tukar terapresiasi maka akan menyebabkan

penurunan ekspor karena harga akan menjadi mahal, sehingga jumlah yang di

ekspor akan berkurang. Depresiasi mata uang domestik terhadap mata uang

asing akan menyebabkan harga komoditas hasil produksi domestik di pasar

dunia menjadi relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan komoditas yang

lainnya. Dengan hal tersebut akan meningkatkan konsumsi masyarakat

terhadap komoditas tersebut sehingga meningkatkan permintaan dan

penawaran ekspor.

2. Hubungan antara Harga Internasional dengan Jumlah Ekspor

Menurut Lipsey (1997), harga mempunyai hubungan negatif di sisi

permintaan. Apabila disisi permintaan, harga komoditi tinggi maka jumlah

permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang. Harga di

21

pasaran di Internasional adalah harga komoditi yang dihitung berdasarkan harga

ekspor dengan satuan US$/Ton. Harga tersebut memiliki patokan harga yang di

tetapkan untuk barang yang akan di ekspor (Widiyanti,2009).

3. Hubungan antara Konsumsi dengan Jumlah Ekspor

Menurut Nopirin (2013), Permintaan adalah berbagai kombinasi harga

dan jumlah yang menunjukkan jumlah sesuatu barang yang ingin dan dapat

dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu.

Dimana apabila permintaan komoditas di suatu negara meningkat maka

konsumsi di negara tersebut meningkat.

Maka konsumsi yang meningkat di negara pengimpor akan

menguntungkan di negara produsen atau negara pengekspor karena hal tersebut

secara langsung negara pengimpor akan meminta pengiriman kembali untuk

memenuhi kebutuhan di negaranya. Sehingga jumlah yang di ekspor di negara

produsen akan meningkat, hal tersebut akan mempengaruhi jumlah ekspor.

D. Kerangka Berpikir

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditi ekspor yang

berperan dalam perekonomian di Indonesia. Permintaan minyak kelapa sawit

semakin tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk di dunia dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan energi hijau,

dengan keunggulan yang dimiliki minyak kelapa sawit Indonesia menyebabkan

CPO ini mempunyai prospek yang baik terutama untuk pasar internasional.

Indonesia merupakan negara pengekspor terbesar CPO dan bersama

Malaysia sebagai saingannya. Untuk melihat suatu kinerja ekspor CPO ini bisa

22

dilihat dari keunggulan komparatif dan pertumbuhan standar yang dimiliki

CPO. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil rujukan

dari penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang

dihadapi saat ini.

Untuk melihat keunggulan komparatif komoditas CPO Indonesia dapat

menggunakan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage). Analisis RCA

ini untuk melihat kinerja dari suatu komoditas yang mempunyai keunggulan

komparatif, analisis ini dilihat dari nilai dan indeks RCA yang mempunyai suatu

kriteria dalam penilaian dimana apabila nilai RCA > 1 yang berarti bahwa

komoditi CPO di Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata,

sedangkan untuk indeks RCA apabila > 1 maka komoditas CPO di Indonesia

memiliki kinerja dan daya saing di atas rata-rata dunia begitupun sebaliknya.

Untuk melihat pertumbuhan standar menggunakan analisis CMS

(Constant Market Share). Model ini dilatarbelakangi adanya kemungkinan

bahwa ekspor suatu negara dalam periode tertentu mengalami perubahan dunia

sebagai pertumbuhan standar.

Kinerja ekspor minyak kelapa sawit, bisa dilihat dari jumlah ekspor CPO

karena apabila jumlah ekspor itu meningkat secara langsung bisa dilihat kinerja

dari ekspor CPO. Untuk melihat variabel apa saja yang mempengaruhi jumlah

ekspor CPO maka dalam penelitian ini mengambil tiga variabel untuk diteliti

yaitu nilai tukar, harga internasional dan konsumsi CPO di China. Pada

penelitian ini memilih konsumsi CPO di China karena China merupakan negara

pengimpor terbesar serta dengan pertumbuhan konsumsi dari CPO ini yang

23

berfluktuatif namun cenderung meningkat. Indonesia sendiri banyak melakukan

perdagangan internasional dengan negara china.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan untuk

menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga dalam jangka panjang dan jangka pendek nilai tukar dapat

mempunyai hubungan positif dan negatif terhadap jumlah ekspor

CPO menurut Lipsey (1997).

2. Diduga dalam jangka panjang dan jangka pendek harga internasional

CPO dapat mempunyai hubungan negatif terhadap jumlah ekspor

CPO menurut Lipsey (1997).

Nilai Tukar (X1)

Harga

Internasional

(X2)

Kinerja

Ekspor

CPO

Indonesia

Daya

Saing

RCA,

CMS

Keunggulan

komparatif

Pertumbuhan

CPO

Konsumsi CPO

di China (X3)

Jumlah

Ekspor (Y)

24

3. Diduga dalam jangka panjang dan jangka pendek konsumsi CPO

China dapat mempunyai hubungan positif terhadap jumlah ekspor

CPO menurut Nopirin (2013).