bab ii tinjauan pustaka a. kreativitas 1. pengertian ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/974/4/bab...
TRANSCRIPT
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris“to create”yang berarti
mengarang atau membuat sesuatu yang berbeda baik bentuk, susunan atau gaya
dari yang lazimdikenal orang. Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan
pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dan
merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Masllow dalam Munandar,
2003).
Torrance (dalam Munandar, 1998) menambahkan bahwa kreativitas
mengandung sensitifitas terhadap problematika-problematika dan kesulitan
dalam bidang apa pun, kemudian menyusun sebagian pemikiran atau data-data
teoritis yang digunakan untuk mengatasi problematika tersebut, dan menguji
kebenaran data-data itu, serta menyampaikan hasil-hasil yang dicapai kepada
orang lain. Namun, setiap individu memiliki cara-cara yang berbeda dalam
pemikiran, kemampuan mengatasi masalah, maupun penyampaian ide.
Kreativitas menurut Guilford (dalam Munandar,1998) diartikan sebagai
konsep berpikir divergen,yaitu mencobamenghasilkan sejumlah kemungkinan
jawaban untuk suatu pertayaan atau masalah. Hal ini mengindikasikan bahwa
orang yang berpikir kreatif biasanya memiliki banyak ide dan alternatif
jawaban terhadap suatu masalah. Menurutnya setiap orang memiliki beberapa
24
kemampuan mental seperti memori, evaluasi dan penelitian, serta pemikiran
yang divergen. Selanjtnya pengertian kreativitas yaitu kemampuan untuk
memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud
aktifitas imajinatif yang melibatkan pembentukan pola-pola baru dan
kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan keadaan yang
sudah ada pada situasi sekarang, hal tersebut berguna, bertujuan, terarah, dan
tidak hanya sekedar fantasi (Hurlock, 2003). Kreativitas terdiri dari 2 unsur,
Pertama: Kefasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah
besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Kedua: Keluwesan
yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan
yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
memberikan kesempatan individu untuk menciptakan ide-ide asli/adaptif
fungsi kegunaannya secara penuh untuk berkembang (Widyatun,1999).
Kreativitas adalah kemampuan untuk menentukan pertalian baru, melihat
subjek dari perspektif baru, dan menentukan kombinasi-kombinasi baru dari
dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran (Evans, 1994).
Menurut Ghufron dan Risnawati (2011), kreativitas adalah unsur
kekuatan sumber daya manusia yang andal untuk menggerakkan kemajuan
manusia dalam penelurusan, mengembangkan, dan penemuan-penemuan baru
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dalam semua bidang
usaha manusia.
25
Sukarti (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) menyebutkan istilah
kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang
istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara
pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-
ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan.Amabile (dalam
Munandar, 2004) mengatakan bahwa kreativitas berkaitan dengan kualitas
produk atau penilaian dan respon bersifat kreatif melalui sejumlah pengamatan
yang dilakukan oleh orang yang tepat. Kreativitas juga melibatkan proses yang
dianggap mengandung nilai- nilai kreatif. Definisi ini mengarahkan kreativitas
sebagai hal yang menghasilkan hal dan ide yang baru oleh individu atau
kelompok kecil.
Sternberg & Lubart (dalam Sternberg, 2008)mendefinisikan kreativitas
sebagai suatu kemampuan untuk menghasilkan suatu karya yang mengandung
unsur kebaruan (termasuk diantaranya keaslian dan tidak terduga) serta tepat
guna (termasuk diantaranya berguna dan dapat disesuaikan dengan tuntutan
tugas).Renzulli (dalam Munandar, 2004) mengatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan
untuk memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan
masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru
antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.Menurut Drevdahl (dalam
Hurlock, 2003) mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang
untuk menghasilkan komposisi,produck atau gagasan apa saja yang pada
dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya atau baru.
26
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan defininisi dari kreativitas adalah
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu ide atau gagasan.
2. Aspek-Aspek Kreativitas Siswa
Guilford (Munandar, 2003) menyatakan lima aspek kreativitas adalah
sebagai berikut.
a. Fluency, yaitu kesigapan, kelancaran untuk menghasilkan banyak gagasan.
b. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam
pendekatan dalam mengatasi persoalan.
c. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang asli.
d. Elaboration, individu yang mampu mengembangkan suatu gagasan,
menambahkan atau memperinci detail dari suatu objek, gagasan atau
situasimenjadi lebih menarik dengan mempertimbangkan macam-macam
implikasi.
e. Originality, Keaslian yaituindividu mampu untuk mencetuskan gagasan
unik atau gagasan asli yang belom pernah ada.
Menurut Torrance (dalam Munandar, 1998) aspek-aspek kreativitas
meliputi
a. Kelancaran berpikir
Maksud dari kelancaran berpikir adalah kemampuan dalam
menghasilkan ide, jawaban, penyelesaian masalah atas pertanyaan yang
27
keluar dari pemikiran seseorang, memberikan banyak cara atau saran untuk
melakukan berbagai hal
b. Keluwesan
Yaitu kemampuan untuk mengguanakan bermacam-macam
pendekatan dalam mengatasi persoalan. Orang yang kreatif adalah orang
yang luwes berpikir dalam menggantikan cara berpikir lama dengan cara
berpikir baru dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
c. Elaborasi
Kemampuan dalam memperkaya dan mengembangkan suatugagasan
atau produk, dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu
objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik
d. Orisinalitas
Kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli, memikirkan cara yang
tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan mampu membuat kombinasi-
kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
Berdasarkan pemaparan dari aspek diatas, dapat diambil kesimpulan
empat aspek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelancaran berpikir,
keluwesan, elaborasi, dan orisinalitas (dalam Munandar, 1998). Dalam
penelitian ini keempat aspek kreativitas menurut konsep Torrance akan dipakai
untuk mengukur seberapa tinggi kreativitas yang dimiliki oleh siswa SMP. Hal
ini dikerenakan aspek kreativitas siswa dari Torrance dianggap lebih
representatif untuk menilai kreativitas siswa SMP.
28
3. Pengukuran Kreativitas Siswa
Pengukuran-pengukuran kreativitas dapat dibedakan atas pendekatan-
pendekatan yang digunakan untuk mengukurnya. Ada lima pendekatan yang
lazim digunakan untuk mengukur kreativitas, yaitu: 1) analisis obyektif
terhadap perilaku kreatif, 2) pertimbangan subyektif, 3) inventori kepribadian,
4) inventori biografis, dan 5) tes kreativitas (Batey, 2012).
a. Analisis Obyektif
Pendekatan obyektif dimaksudkan untuk menilai secara langsung
kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang
dapat diobservasi wujud fisiknya. Metode ini tidak cukup memadai untuk
digunakan sebagai metode yang obyektif untuk mengukur kreativitas
(Amabile dalam Supriadi, 1994), karena sangat sulit mendeskripsikan
kualitas produk-produk yang beragam secara matematis, untuk menilai
kualitas instrinsiknya. Kelebihan metode ini adalah secara langsung menilai
kreativitas yang melekat pada obyeknya, yaitu karya kreatif. Kelemahan
metode ini yaitu hanya dapat digunakan terbatas pada produk-produk yang
dapat diukur kualitas instrinsiknya secara statistik, dan tidak mudah
melukiskan kriteria suatu produk berdasarkan rincian yang benar-benar
bebas dari subyektivitas.
b. Pertimbangan Subyektif
Pendekatan ini dalam melakukan pengukurannya diarahkan kepada
orang atau produk kreatif. Cara pengukurannya menggunakan
pertimbangan-pertimbangan peneliti, seperti yang dikemukakan Francis
Galton, Castle, Cox, MacKinnon (dalam Supriadi, 1994). Prosedur
29
pengukurannya ada yang menggunakan catatan sejarah, biografi, antologi
atau cara meminta pertimbangan sekelompok pakar. Dasar epistemologis
dari pendekatan ini, yaitu bahwa obyektivitas sesungguhnya adalah
intersubyektivitas; artinya meskipun prosedurnya subyektif hasilnya
menggambarkan obyektivitas, karena sesungguhnya subyektivitas adalah
dasar dari obyektivitas. Prosedur lain yang digunakan dalam pendekatan
pertimbangan subyektif yaitu dengan menggunakan kesepakatan umum, hal
tersebut apabila jumlah subyeknya terbatas. Pendekatan ini merupakan
pendekatan yang praktis penggunaannya, dan dapat diterapkan pada
berbagai bidang kegiatan kreatif, juga dapat menjaring orang-orang, produk-
produk yang sesuai dengan kriteria kreativitas yang ditentukan oleh
pengukur, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pada akhirnya kreativitas
sesuatu atau seseorang ditentukan oleh apresiasi pengamat yang ahli.
Adapun kelemahannya yaitu setiap penimbang mempunyai persepsi yang
berbeda-beda terhadap yang disebut kreatif, dan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain.
c. Inventori Kepribadian
Pendekatan inventori kepribadian ditujukan untuk mengetahui
kecenderungan kepribadian kreatif seseorang atau korelat-korelat
kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas. Kepribadian kreatif
meliputi sikap, motivasi, minat, gaya berpikir, dan kebiasaan-kebiasaan
dalam berperilaku. Alat ukurnya antara lain skala sikap kreatif (Munandar,
1998), Skala kepribadian kreatif (Supriadi, 1994), How do you thing? (Davis
& Subkoviak, 1975), Group inventory for finding creative talent (Rimm,
30
1976), Kathena-Torrance creative perception inventory (Kathena dan
Torrance, 1976), creative personality scale (Gough, 1979), creative
assessment packet (Williams, 1980), Scales for rating the behavioral
characteristics of superior students (Renzulli,et al., 1976), creative
motivation inventory (Torrance, 1963), Imagination inventory (Barber &
Wilson, 1978), dan Creative Attitude survey (Schaefer, 1971). Alat-alat ukur
ini dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan karakteristik orang-orang
yang kreativitasnya tinggi dan orang-orang yang kreativitasnya rendah.
Item-itemnya biasanya menggunakan forced choice (ya, tidak) atau skala
likert (Sangat setuju, Setuju, rangurangu, dan Tidak setuju).
d. Inventori Biografis
Pendekatan ini digunakan untuk mengungkapkan berbagai aspek
kehidupan orang-orang kreatif, meliputi identitas pribadinya,
lingkungannya, serta pengalaman kehidupannya.
e. Tes Kreativitas
Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang
ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya
dikonversikan ke dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (creative
quotient) yang analog dengan IQ (intellegence quotient) untuk inteligensi.
Terdapat beberapa tes kreativitas, yaitu: alternate uses, test of divergent
thinking, creativity test for children (Guilford, 1978), Torrance test of
creative thinking (Torrance, 1974), creativity assessment packet (Williams,
1980), dan tes kreativitas verbal dan figural (Torrance dalam Munandar,
1998). Bentuk soal tes ini umumnya berupa gambar dan verbal. Perbedaan
31
tes inteligensi dengan tes kreativitas, yaitu pada kriteria jawaban. Tes
inteligensi menguji kemampuan berpikir memusat (konvergen), karena itu
ada jawaban benar dan salah, sedangkan tes kreativitas menguji berpikir
menyebar (divergen) dan tidak ada jawaban benar atau salah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kreativitas dapat diukur
melalui berbagai metode. Metode pengukuran kreativitas antara lain analisis
obyektif terhadap perilaku kreatif, pertimbangan subyektif, inventori
kepribadian, inventori biografis, dan tes kreativitas Kreativitas pada anak
merupakan dasar penting bagi kemampuannya menghadapi perubahan zaman
dimasa depan. untuk menjadi individu kreatif,dibutuhkan kemampuan berpikir
yang mengalir lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang didapat darialam
pikirannya sendiri. Berpikir kreatif juga menuntut yang bersangkutan memiliki
banyak gagasan. Dengan kata lain, agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah
bisa bersikapterbuka dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Semakin
banyak ide yang dicetuskan, menandakan makin kreatif anak tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui salah satu metode
pengukuran kreativitas adalah melaluites kreativitas. Dala penelitian ini,
peneliti memilih metode tes kreativitas untuk menilai kreativitas siswa.
Pemilihan metode ini didasarkan pada kondisi sampel penelitian yang
berjumlah cukup banyak sehingga pengumpulan data akan lebih mudah
dilaksanakan melalui metode tes kreativitas. Pakar pendidikan telah berupaya
mengembangkan tes kreativitas verbal dan figural dari konssep yang
dikemukakan oleh Torrance (dalam Munandar, 1998). Kreativitas verbal
adalah untuk mengungkap kemampuansiswa dalam menentukan kata-kata yang
32
memenuhi persyaratan struktural tertentu,reorganisasi perseptual,menyusun
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu,mencetuskan
gagasan-gagasan yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dalam
waktu terbatas, fleksibilitas dan orisinilitas dalam pemikiran serta
mengembangkan suatu gagasan, memperincinya dengan menghasilkan
berbagai implikasi. Kreativitas figural adalah kemampuan yang memunculkan
ide-ide atau gagasan-gagasan baru melalui gambar yang dibuat. Kreativitas
figural tidak ada hubungan dengan kemampuan menggambar stimulus figural
tetapi lebih menekankan kepada kemampuan mencetuskan aspek-aspek dalam
berpikir kreatif, kreativitas figural mengukur aspek kelancaran, keluwesan,
orisinalitas dan elaborasi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Siswa
Menurut Hurlock (2003) faktor-faktor yang dapat mendorong
terwujudnya kreativitas yaitu:
a. Jenis Kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada
anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk
sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak
laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk
mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan
didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan
orisinalitas.
b. Status Sosial Ekonomi
33
Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih
kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih
rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi
memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan
pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
c. Urutan Kelahiran
Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas
yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan dari pada
bawaan. Anak yang lahir ditengah, lahir belakangan dan anak tunggal
mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama.
Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri
dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi
anak yang penurut daripada pencipta.
d. Ukuran Keluarga
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih
kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara
mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang
menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi
perkembangan kreativitas.
e. Lingkungan Kota Versus Lingkungan Pedesaan
Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak
lingkungan pedesaan.
34
f. Inteligensi
Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih
besar daripada anak yang kurang pandai.Mereka mempunyai lebih banyak
gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan
lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.
Stoltz (2000) menyatakan bahwa hal yang paling mempengaruhi
kreativitas yaitu kecerdasan dalam menghadapi rintangan. Hal ini berlaku
untuk individu dalam menghadapi rintangan menentukan kemampuan untuk
bertahan dan mendaki kesulitan, serta meraih kesuksesan. Kecerdasan dalam
menghadapi rintangan juga mempengaruhi pengetahuan, kreativitas,
produktivitas, kinerja, usia, motivasi, pengambilan risiko, perbaikan, energi,
vitalitas, stamina, kesehatan, dan kesuksesan dalam pekerjaan yang dihadapi
(Stoltz, 2000). Lebih lanjut Joel Barker (dalam Stoltz, 2000) menjelaskan
kecerdasan menghadapi rintangan sangat mempengaruhi kreativitashal ini
dikarenakankecerdasan dalam menghadapi rintangan menuntut kemampuan
kreativitas yang timbul oleh hal-hal yang tidak pasti. Orang-orang yang tidak
mampumenghadapi rintanggan menjadi tidak mampuuntuk berpikir kreatif.
Menurut Rogers (dalam Munandar, 2003), faktor-faktor yang dapat
mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:
a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik).
Menurut Roger (dalam Munandar, 2003) setiap individu memiliki
kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas,
mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas
yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk
35
kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan
lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Munandar (2003) yang menyatakan individu harus memiliki
motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya
sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari
lingkungan.
b. Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Munandar (2003) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat
mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, guru,
teman sebaya dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan
yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam
pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan
disetiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat
berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu.
Menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal dorongan
dari dalam diri (interal press) untuk berkreasi diantaranya:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman. Keterbukaan terhadap pengalaman
adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman
hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha pertahanan
(defene), tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan
keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi dan
hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu
menerima perbedaan.
36
b. Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang.
Pada dasarnya penilaian terhadap produk ciptaan seseorang terutama
ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain.
Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan
kritikan dari orang lain
c. Kemampuan untuk bereksperimen atau “Bermain” dengan konsep-konsep.
Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang
sudah ada sebelumnya. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-
kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi
kreativitas individu.
Munandar (dalam Zulkarnain, 2002) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas dapat berupa kemampuan berpikir dan sifat
kepribadian yang berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Faktor kemampuan
berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemerkayaan bahan berpikir
berupa pengalaman dan keterampilan. Faktor kepribadian terdiri dari ingin
tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko
dan sifat asertif (Kuwato, 1994).Dari pendapat beberapa ahli di atas diambil
kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas meliputi
faktor keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan menilai situasi sesuai
dengan patokan pribadi dan kemampuan untuk bereksperiman atau
kemampuan bermain dengan konsep, dan dorongan dari lingkungan,dan
keamanan dan kebebasan psikologis.
Faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah jenis kelamin, status sosial
keluarga,urutan kelahiran, serta lingkungan kota dan pedeasaan. dan
37
inteligensi. (Hurlock, 2003).Stoltz (2000) berpendapat bahwa faktor penting
yang mempengaruhi kreativitas yaitu kecerdasan menghadapi rintangan.
Peneliti memilih inteligensidan kecerdasan menghadapi rintangankarena
kreativitas erat kaitannya dengan pola pikir dan kemampuan untuk bisa selalu
berpikir inovatif dan memunculkan gagasan ide-ide baru yaang merupakan
indikator yang berkaitan dengan inteligensi dan kecerdasan menghadapi
rintangan.
B. Inteligensi
1. Pengertian Inteligensi
Perkataan inteligensi berasal dari kata Latin „intelligere‟ yang berarti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to
bind together). Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang
menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk
memecahkan problem yang dihadapi (Azwar, 2011).
Woodworth (Alsa & Bachroni, 1981), mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan umum untuk memecahkan masalah-masalah intelektual atas dasar
hasil belajar masa lampau dan kemampuan untuk memahami dan mengerti
hakekat hidup masa kini.Mengenai pengertian intelegensi sampai saat ini
belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli,kerena masing-masing berbeda
sudut pandangnya, berbeda penerapanya pada masalah yang hendak di bahas
dan juga kerena kompeksnya variabel intelegensi itu.
Cattel dan Horn (1960) intelegensi meliputi kemampuan umum yang
mampu memegang tugas-tugas kognitif dan sejumlah kemampuan khusus,
38
seperti memecahkan masalah dan mempertimbangkan persoalan. Selanjutnya
Surya (2001) mengartikan intelegensi sebagai kapasitas yang bersifat umum
dari pada individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru
atau suatu problem yang di hadapi. Menurut Wechsler (dalam Atkinson, et al.,
2002) intelegensi merupakan keseluruhan kemapuan individu untuk bertindak
secara terarah, berpikir secara rasional dan menyesuaikan diri secara efektif
dengan lingkungan. Soerson (Akbar-Hawadi, 2005) mengartikan intelegensi
sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar merespon dan kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara tepat. Selanjutnya Sarwono
(2000) menjelaskan bahwa intelegensi adalah keseluruhan kemampuan
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengelola dan
menguasai lingkungan secara efektif.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi dari
Inteligensi adalah kemampuan umum yang mampu memegang tugas-tugas
kognitif dan sejumlah kemampuan khusus seperti memecahkan masalah,
mampu menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru, dan juga mampu
mempertimbangkan persoalan yang dihadapi.
2. Dimensi Inteligensi
Cattel (dalam Azwar, 2002) menyimpulkan dimensi inteligensi yaitu:
a. Fluid intelligencemerupakan kemampuan bawaan yang diperoleh sejak lahir
dan lepas dari pengaruh pendidikan dan pengalaman. Inteligensi fluid dapat
dipandang sebagai faktor yang tak berbentuk, yang mengalir kedalam
berbagai variasi kemampuan intelektual. Inteligensi fluid sangat penting
artinya guna keberhasilan melakukan tugas-tugas yang menuntut
39
kemampuan adaptasi atau penyesuaian pada situasi-situasi baru. Inteligensi
fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 atau 15 tahun,
b. Crystallized intelligence (kecerdasan kristal), yang merefleksikan adanya
pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang.
kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup.
meningkatnya usia, pengalaman akan terus bertambah sehingga berpengaruh
terhadap perkembangan. Inteligensi crystallized. masih dapat terus
berkembang hingga usia 30-40 tahun, bahkan lebih.
Dari aspek inteligensi yang diungkapkan oleh Cattel (Azwar, 2002)
bahwa, kemampuan inteligensi yang baik dimiliki seseorang dari bawaan lahir
hal ini dapat dikembangkan lagi dalam proses pembelajaran, di lingkungan
akademik dan faktor budaya, dan sesorang yang beriteligesi tinggi akan lebih
baik lagi ketika individu mampu beradaptasi terhadap situasi-situasi
disekitanya.
3. Pengukuran Inteligensi
Ada berbagai jenis tes inteligensi. Ada tes inteligensi untuk anak, ada tes
inteligensi untuk orang dewasa. Ada yang diberikan secara individual, ada
yang secara kelompok (Nur‟aeni, 2012). Ada yang diberikan secara lisan dan
ada yang secara tertulis. Dalam kenyataannya, apa yang diukur oleh suatu tes
inteligensi belum tentu sama dengan apa yang diukur tes inteligensi yang lain,
sekalipun keduanya bermaksud mengukur inteligensi. Hal ini disebabkan
karena ada kemungkinan landasan teori tentang inteligensi dari tes inteligensi
40
yang satu berbeda dengan landasan teori dari tes inteligensi yang lain. Ada
kemungkinan juga dasar pengukuran yang digunakan berbeda.
Sehubungan dengan apa yang diukur oleh tes inteligensi ada beberapa
jenis tes inteligensi (Sternberg, 2000):
a. Tes inteligensi umum yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum
yang mengenai taraf inteligensi umum dari seseorang.
b. Tes inteligensi khusus yang hanya memberikan keterangan yang satu segi
atau faktor yang spesifik dari inteligensi (tes bakat khusus)
c. Tes inteligensi differensial yang memberikan gambaran mengenai
kemampuan seseorang di dalam berbagai-bagai segi atau faktor inteligensi
yang memungkinkan didapatnya profil atau gambaran segi-segi kekuatan
dan kelemahan dari berfungsinya inteligensi seseorang.
Dengan demikian jelas bahwa tes inteligensi yang biasanya dianggap
hanya mengukur inteligensi umum, tidak demikian adanya.Tes inteligensi
umum yang bertujuan memberikan gambaran tentang taraf inteligensi umum
seseorang pada umumnya berdasarkan pada teori Spearman. Menurut
Spearman (dalam Sternberg, 2000), pengukuran kemampuan umum yang
terbaik adalah melalui persoalan-persoalan yang membutuhkan kemampuan
menalar yang abstrak. Tes inteligensi defferensial memberikan keterangan
tentang kemampuan di dalam satu atau berbagai segi atau faktor intilegensi
yang pada umumnya di dasarkan pada teori.
Berbeda dengan tes inteligensi umum yang hanya memberikan
keterangan tentang taraf inteligensi umum, maka tes inteligensi differensial
memungkinkan untuk mengukur segi atau faktor inteligensi yang bermacam-
41
macam sehingga dapat memperhatikan segi-segi kekuatan dan kelemahan dari
berfungsinya inteligensi seseorang. Sehingga dapat dilihat bahwa si A
kemampuan inteligensinya tinggi, tetapi kemampuan mengenai angka rendah.
Si B kemampuan mengenai angka tinggi, kemampuan ingatannya juga tinggi,
tetapi kemampuan verbalnya rendah.
Di atas telah dikemukakan bahwa dasar pengukuran yang digunakan
dapat berbeda-beda dari tes inteligensi yang satu dengan tes inteligensi yang
lain. Misalnya tes inteligensi umum ada yang mendasarkan pengukurannya
pada (Bartholomew, 2004):
a. Usia mental (MA) = Mental Age.
b. Skor atau nilai standar, berkisar 0 – 60 dan 0 – 100, dan sebagainya.
c. IQ (Inteligensi Quotient)
Uraian-uraian mengenai tes inteligensi di atas menunjukkan bahwa jenis
tes inteligensi, landasan teori, serta dasar pengukuran tes inteligensi dapat
berbeda dari tes inteligensi yang satu dengan tes inteligensi yang lain.Untuk
mencegah kekeliruan penafsiran harus diketahui norma dari tes inteligensi
yang digunakan dalam pengukuran tersebut untuk dapat mengetahui landasan
teori beserta dasar pengukurannya.Beberapa jenis tes inteligensi antara lain
(Daulay, 2016):
a. Tes Binet Simon
b. Tes WAIS (Wechsher Adult Intelligence Scale) dan WISC (Wechsher
Inteligence Scale For Children)
c. Tes Progressive Matrices (Coloured Progressve Matrices, Standard
Progressive Matrices, dan Advance Progressve Matrices)
42
d. CFIT (Culture Fair Inteligence Test) dari Cattel.
e. TIKI (Tes Inteligensi Kolektif Indonesia)
f. Tes mengambar orang dari Florence L Gooddenough, (DAM), dan lain
sebagainya.
Salah satu tes yang dapat digunakan untuk mengukur inteligensi adalah
melalui Tes CFIT Culture Free Intelligence Test (Cattelldan Horn, 1960).
CFIT merupakan tes yang dikembangkan oleh Cattell, sebuah tes yang
digunakan untuk mengukur intelegensi individu dalam suatu cara yang
direncanakan untuk mengurangi pengaruh, kecakapan verbal, iklim
kebudayaan, dan tingkat pendidikan (Cattel dalam Kumara, 1989), alasan
dikembangkanya tes dikarenakan perbedaan kebudayaan dapat memperngaruhi
performance test. CFITterdiri dari 3 bentuk yaitu: Skala 1 untuk anak usia 4
tahun – 8 tahun, skala 2 untuk anak usia 8 tahun – 13 tahun atau dewasa rata-
rata, skala 3 untuk murid SMP ke atas atau dewasa. Skala yang digunakan
dalam pengukuran ini dengan mengunakan skala 2. Pemilihan skala 2
didasarkan pada kondisi siswa SMP yang berada pada rentang usia 8-13 tahun.
C. Kecerdasan Menghadapi Rintangan
1. Pengertian Kecerdasan Menghadapi Rintangan
Kecerdasan menghadapi rintangan sendiri bila diartikan dalam bahasa
Indonesia bermakna kesulitan atau kemalangan, dan dapat diartikan sebagai
suatu kondisi ketidak bahagiaan, kesulitan, atau ketidak beruntungan (Handaru,
et al., 2015). Menurut Rifameutia (dalam Akbar-Hawadi, 2005) kecerdasan
menghadapi rintangan dalam kajian psikologi didefinisikan sebagai tantangan
dalam kehidupan. Nashori (dalam Stoltz,2000) berpendapat bahwa kecerdasan
43
menghadapi rintangan merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan
kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berpikir dan tindakannya
ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya.
Stoltz (2004) mendefinisikan kecerdasan menghadapi rintangan secara
ringkas, yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah.
Beberapa definisi di atas yang cukup beragam, terdapat fokus atau titik tekan,
yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang, baik fisik ataupun psikis dalam
menghadapi problematika atau permasalahan yang sedang dialami.Setiap orang
pasti memimpikan sebuah kesuksesan. Akan tetapi dalam mencapai kesuksesan
itu sendiri butuh perjuangan yang tidak mudah, pasti akan selalu ada cobaan,
rintangan maupun kesulitan yang menghadang. Stoltz (2010) menyatakan
bahwa“adversity” berarti kemalangan, kesulitan, dan penderitaan. Banyak
orang yang dengan mudah takluk kepada berbagai kesulitan yang menghadang,
Sebagian dari mereka mencoba untuk menghadapinya tetapi mundur teratur
oleh terjalnya sebuah penderitaan. Hans (2006) mengungkapkan bahwa
kecerdasan menghadapi rintangan adalah kegigihan dalam mengatasi segala
rintangan dalam mendaki puncak sukses yang diinginkan.
Kecerdasan menghadapi rintanganmerupakan faktor yang paling
menentukan bagi kesuksesan jasmani maupun rohani, karena pada dasarnya
setiap orang memendam hasrat untuk mencapai kesuksesan. Hal ini juga
selaras dengan pendapat Agustian (2001), kecerdasan menghadapi rintangana
dalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan
bertahan hidup. Hal tersebut diperkuat kembali oleh Ginanjar (Bayani dan
Hafizhoh, 2011) yang menyatakan bahwa kecerdasan menghadapi rintangan
44
bagi seseorang bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan
hidup untuk tidak berputus asa.
Secara sederhana kecerdasan menghadapi rintangandapat didefinisikan
sebagai kecerdasan individu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan, hambatan-
hambatan maupun tantangan dalam hidup. Sinamo (2010) menyatakan bahwa
kecerdasan menghadapi rintanganadalah sebuah daya kecerdasan budi, akhlak,
iman manusia untuk menundukan tantangan-tantangannya, menekuk kesulitan-
kesulitannya, dan meringkus masalah-masalahnya sekaligus mengambil
keuntungan dari kemenangan-kemenangan itu. Kecerdasan menghadapi
rintangan bukan hanya persoalan kemampuan individu dalam mengatasi
sebuah kesulitan yang ada sekaligus mengambil kemenangan, akan tetapi
individu tersebut juga diharapkan dapat mengubah pandangannya akan sebuah
kesulitan sebagai sebuah peluang baru untuk mencapai kesuksesan yang
dinginkan.
Setiap kesulitan merupakan tantangan, setiap tantangan merupakan suatu
peluang, dan setiap peluang harus disambut dengan baik (Stoltz, 2000). Hal ini
mungkin dipandang sebagai hal yang sulit bahkan hal yang mustahil oleh
banyak orang. Akan tetapi dengan kecerdasan menghadapi rintanganyang
dimiliki setiap individu diharapkan dapat memaksimalkan hal tersebut.
Kecerdasan menghadapi rintangan dipandang sebagai kecerdasan individu
yang mampu meramalkan kemampuan dalam bertahan menghadapi kesulitan
serta cara mengatasinya, kesanggupan seseorang bertahan dalam menjalani
hidup. Pada dasarnya kecerdasan individu pada setiap orang berbeda-beda,
tingkat kemampuan inilah yang berdampak pada kemampuan seseorang dalam
45
kesanggupannya menjalani kehidupan ini. Garmezy dan Michael (Pranandari,
2008), mengatakan “saat kita dihadapkan pada kesulitan hidup, sebagian
individu gagal dan tidak mampu bertahan dimana mereka mengembangkan
pola-pola perilaku yang bermasalah. Sebagian lainnya bisa bertahan dan
mengembangkan perilaku yang adaptif bahkan lebih baik lagi bila mereka bisa
berhasil keluar dari kesulitan dan menjalani kehidupan yang sehat.
Rahastyana dan Rahman (2007) mengatakan bahwakecerdasan
menghadapi rintangan mempunyai fungsi untuk meramalkan antara lain: (a)
Memberi tahu seberapa jauh seseorang dapat bertahan menghadapi kesulitan
dan kemampuan kita untuk mengatasinya. (b) Meramalkan siapa yang mampu
mengatasi kesulitan dan siap yang akan hancur. (c) Meramalkan siapa yang
akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa
yang akan gagal. (d) Meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang
akan bertahan. Dalam arti yang luas, kecerdasan menghadapi rintangan
merupakan keinginan seseorang untuk meraih sebuah kesuksesan, ketahanan
seseorang, kemampuan untuk bangkit serta tidak terhalangi dalam setiap
usahanya. kecerdasan menghadapi rintanganmenunjukan daya tahan, daya
bangkit serta sikap pantang menyerah seseorang. Greenberg dan Baron (2006)
menyatakan “Adversity quotient is the will you succeed, your resilience, the
ability to bounce back, not be deterred in your quest”. Kemampuan seseorang
bertahan dalam kesulitan hidup sebenarnya disadari atau tidak merupakan
manfaat yang ditimbulkan dari kecerdasan menghadapi rintanganitu sendiri.
Jadi seseorang yang memiliki kecerdasan menghadapi rintanganbaik, akan
mampu menghadapi setiap kesulitan yang ada. Sementara sebaliknya seseorang
46
yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan yang kurang baik akan
mengalami kesulitan besar atas masalah yang dihadapinya.
Mengenai hal yang telah dipaparkan tersebut, sesuai dengan pendapat
Wangsadinata dan Suprayitno (2008) kecerdasan menghadapi rintanganadalah
suatu kemampuan atau kecerdasan ketangguhan berupa seberapa baik individu
bertahan atas cobaan yang dialami dan seberapa baik kemampuan individu
dapat mengatasinya. Untuk mendapatkan kecerdasan menghadapi
rintanganyang tinggi, seorang individu harus mampu mengubah kebiasaan-
kebiasaan pola pikirnya untuk memperoleh keberhasilan. Perubahandiciptakan
dengan mempertanyakan pola-pola lama dan secara sadar membentuk pola-
pola baru. Dalam membantu individu untuk menciptakan perbaikan permanen
kecerdasan menghadapi rintangan pada dirinya, teknik-teknik yang
dipergunakan yakni rangkaian LEAD. Secara singkat langkah-langkah
rangkaian LEAD meliputi, “(1) Listen: Apakah itu respons Adversity quotient
yang tinggi atau rendah, Dimensi manakah respons yang paling tinggi atau
paling rendah. (2) Explore: Apakah kemungkinan asal-usul kesulitan ini,
Mengingat asal-usul serta seberapa banyakkah yang merupakan kesalahan
individu, Secara khusus apakah individu dapat mengerjakannya dengan lebih
baik lagi, Aspek-aspek apa sajakah dari akibat-akibatnya yang harus individu
akui, Apa yang tidak harus individu akui. (3) Analyze: Apakah buktinya bahwa
individu tidak memiliki kendali, Apakah buktinya bahwa kesulitan harus
menjangkau wilayah-wilayah lain kehidupannya, Apakah buktinya bahwa
kesulitan harus berlangsung lebih lama daripada semestinya. (4) Do:
Tambahkan informasi apakah yang individu perlukan, Apa yang bisa individu
47
lakukan untuk mendapatkan sedikit kendali atas situasi ini, Apa yang bisa
individu lakukan untuk membatasi jangkauan kesulitan ini, Apa yang bisa
individu lakukan untuk membatasi berapa lama berlangsungnya kesulitan ini
dalam keadaannya yang sekarang (Stoltz, 2000).
Stoltz (2004) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan
untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu
problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat,
serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan yang tinggi, sedangkan individu yang mudah menyerah,
pasrah begitu saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk
senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki
tingkat kecerdasan adversity yang rendah. Werner (Stoltz, 2002), dengan
didasarkan pada hasil penelitiannya mengemukakan bahwa anak yang ulet
adalah seorang perencana, orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan
orang yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah
kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau
pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan
kemudian maju terus.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
menghadapi rintanganmerupakan kemampuan individu untuk dapat bertahan
dalam menghadapi segala macam kesulitan dan kegagalan sampai menemukan
jalan keluar, memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan
dan rintangan dengan mengubah cara berpikir dan sikap terhadap kesulitan
tersebut.
48
2. Dimensi Kecerdasan Menghadapi Rintangan
Aspek-aspek yang terkandung dalam kecerdasan menghadapi rintangan
adalah kendali, daya tahan, jangkauan dan kepemilikan (Olila, 2012). Stoltz
(2000) menyatakan bahwa kecerdasan menghadapi rintangan seseorang terdiri
dari dimensiKendali/control (C), kepemilikan/originand ownership (O2), daya
jangkauan /reach (R) dan daya tahan/Endurance (E). Keempat dimensi ini
yang membangun konsep kecerdasan menghadapi rintangan. Berikut
penjelasan dari keempat dimensi tersebut.
a. Kendali/ control (C)
Kendali berkaitan dengan seberapa besar orang merasa mampu
mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dan sejauh mana
individu merasakan bahwa kendali itu ikut berperan dalam peristiwa yang
menimbulkan kesulitan.Semakin besar kendali yang dimiliki semakin besar
kemungkinan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan
tetap teguh dalam niat serta ulet dalam mencari penyelesaian.Demikian
sebaliknya, jika semakin rendah kendali, akibatnya seseorang menjadi tidak
berdaya menghadapi kesulitan dan mudah menyerah.
b. Kepemilikan/ origin and ownership (O2)
Kepemilikan atau dalam istilah lain disebut dengan asal-usul dan
pengakuan akan mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan
kesulitan dan sejauh mana seorang individu menganggap dirinya
mempengaruhi dirinya sendiri sebagai penyebab asal-usul kesulitan. Orang
yang skor origin (asal-usulnya) rendah akan cenderung berpikir bahwa
semua kegagalan atau permasalahan yang datang itu karena
49
kesalahan,kecerobohan, atau kebodohan dirinya sendiri serta membuat
perasaan dan pikiran merusak semangatnya.
c. Jangkauan/ reach (R)
Jangkauan merupakan bagian dari kecerdasan menghadapi rintangan
yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian
lain dari individu. Reach juga berarti sejauh mana kesulitan yang ada akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Reach atau
jangkauan menunjukkan kemampuan dalam melakukan penilaian tentang
beban kerja yang menimbulkan setres. Semakin tinggi jangkauan seseorang,
semakin besar kemungkinannya dalam merespon kesulitan sebagai sesuatu
yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif dalam menahan atau membatasi
jangkauan kegagalan dan kesulitan, maka seseorang akan lebih berdaya dan
perasaan putus asa atau kurang mampu membedakan hal-hal yang relevan
dengan kesulitan yang ada, sehingga ketika memiliki masalah disatu bidang
dia tidak harus merasa mengalami kesulitan untuk seluruh aspek kehidupan
individ tersebut.
d. Daya tahan/ Endurance (E)
Dimensi ini lebih berkaitan dengan persepsi seseorang akan lama atau
tidaknya kesulitan akan berlangsung. Daya tahan dapat menimbulkan
penilaian tentang situasi yang baik atau buruk.Seseorang yang mempunyai
daya tahan yang tinggi akan memiliki harapan dan sikap optimis dalam
mengatasi kesulitan atau tantangan yang sedang dihadapi. Semakin tinggi
daya tahan yang dimiliki oleh individu, maka semakin besar kemungkinan
seseorang dalam memandang kesuksesan sebagai sesuatu hal yang bersifat
50
sementara dan orang yang mempunyai kecerdasan menghadapi rintangan
yang rendah akan menganggap bahwa kegagalan dan kesulitan yang sedang
dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi, dan sulit untuk diperbaiki.
Empat dimensi diatas adalah yang mendasari seseorang dalam
menentukan tingkat kecerdasan dalam menghadapi rintangan, karenayang
menentukan seseorang dalam menaruh harapan dan terus memegang kendali
dalam situasi yang sulit (Stoltz 2000), yang meliputi kendali/control, daya
tahan/endurance, jangkauan/reach dan kepemilikan/orgin and ownership.
Kecerdasan menghadapi rintangan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan skala kecerdasan yang disusun dari komponen Kendali/control
(C), kepemilikan/originand ownership (O2), daya jangkauan /reach(R) dan
daya tahan/Endurance (E). Komponen ini akan dijadikan konstruk dalam
pembuatan skala kecerdasan kecerdasan menghadapi rintangan dalam
penelitian ini. Semakin tinggi skor skala kecerdasan kecerdasan menghadapi
rintangan siswa menunjukan semakin tinggi kemampuan individu dalam
merespon kesulitan yang dihadapinya. Semakin rendah skor skala kecerdasan
menghadapi rintangan siswa menunjukan semakin rendah kemampuan individu
dalam merespon kesulitan yang dihadapi (Stoltz, 2000).
D. Hubungan Tingkat Inteligensi Dengan Kreativitas Siswa
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen kerena
kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Hubungan
antara kreativitas dan inteligensi adalah hubungan yang searah. Hubungan searah
ini dapat diartikan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva
linear dengan inteligensi, dengan kata lain semakin tinggi inteligensi maka
51
kreativitas cenderung semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah inteligensi
maka kreativitas cenderung semakin rendah.
Pada umumnya skor inteligensi yang rendah memang diikuti oleh tingkat
kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor inteligensi, tidak selalu
diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Hal ini disampaikan ileh Jauk, et al.
(2013) melalui hasil penelitiannya yang menemukan bahwa sampai pada skor
inteligensi tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi
lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara inteligensi dengan tingkat
kreativitas.
Kreativitas manusia dapat diamati ketika manusia yang dibekali dengan
kemampuan berpikir sebagai modalitas turut menilai kreativitas memerlukan yang
latihan yang terstruktur. Oleh karena itu, kreativitas akan muncul kalau
lingkungan memfasilitasi atau memberikan toleransi, kebebasan berpikir,
tantangan, dan sebagainya. Cattel dan Horn(1960) dengan mengklasifikasikan
inteligensi dalam dua kategori, yang pertama kecerdasan yang berbasis pada sifat
biologis yang artinya kecerdasan individu akan meningkat sesuai dengan
pertumbuhan usia dan kategori yang kedua yaitu kecerdasan yang diperoleh dari
proses pembelajaran dan pengalaman hidup.
Selanjutnya dalam Journal of Personality and Social Psychology (Jessica,
2003) menyatakan bahwa dalam diri individu ada yang disebut “latent
inhibition”, yakni pada saat tubuh bertumbuh dan berkembang, pikiran belajar
untuk mengenal dan menyaring berbagai macam objek dan informasi. Individu
pada umumnya, berkecenderungan mengabaikan atau melupakan begitu saja
objek stimulus yang diterima, meskipun objek itu sebenarnya menarik
52
perhatianya. Hasil penelitian Frederick dan Jessica (2003) menunjukan bahwa
individu yang kreatif, kadar latent inhibitionbegitu rendah (low level inhibition),
mudah ditembus, sehingga memudahkan kontak secara intens antara memori
dengan objek, dan memunculkan ide-ide baru (new possibilites).
Tingginya tingkat inteligesi akan disertai dengan besarnya tingkat
keingintahuan seingga dapat mengstimulasi bagian otak kiri untuk berpikir
konvergen dan otak kanan untuk berpikir divergen. Hal ini menyebabkan kedua
otak akan berjalan secara seimbang. Taraf inteligensi pada dasarnya mempunyai
hubungan yang sangat erat kerena keduanya merupakan aspek kognitif, tetapi
berbeda pada fungsi dan penerapanya (Guilford, 1978).
Inteligensi diduga memiliki hubungan dengan kreativitas. Hal ini
disebabkan karenaindividu dengan inteligensi tinggi berpotensi memiliki
kemampuan kreativitas yang tinggi pula. Beberapa penelitian terdahulu tentang
hubungan antara intelegensi dengan kreativitas memperoleh hasil penelitian
bahwa ada korelasi yang signifikan diantara kedua faktor tersebut. Torrance
(1974) menemukan adanya korelasi antara tes inteligensi dengan skor kreativitas
sebesar 0,50. Mc Nemar (dalam Telford dan Sawrey, 2002) menemukan korelasi
sebesar 0,40 antara skor inteligensi dengan skor teskreativitas.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia antara lain dari Munandar (2000)
yang menemukan adanya korelasi positif antara inteligensi dengan kreativitas.
Penelitian ini menghasilan nilai koefisien korelasi (r) = sebesar 0,632 dengan taraf
signifikan (p) = 0,001. SelanjutnyaDaruma (2001) menemukan ada hubungan
positif antara inteligensi dengan kreativitasdengan koefisien korelasi r =sebesar
0,370.
53
Berdasarkan pendapat dan hasil-hasil penelitian dari beberapa ahli diatas
dapat disimpulkan bahwaada keterkaitan antara inteligensi dengan kreativitas.
Secara umum kecerdasan atau intelegensi adalah kesanggupan mental untuk
memahami, menganalisis secara kritis, cermat, dan teliti, serta menghasilkan ide
baru secara efektif dan efisien. Komponen utama dari intelegensi yaitu,
kemampuan verbal, keterampilan memecahkan masalah, kemampuan belajar dan
beradaptasi dengan pengalaman dalam hehidupan sehari-hari. Intelegensi
menyangkut pada cara berpikir konvergen (memusat) sedangkan kreativitas
berkenaan dengan cara berpikir divergen (menyebar). Beberapa peneliti terdahulu
menemukan adanya hubungan antara inteligensi dengan kreativitas. Kreativitas
dan intelegensi merupakan dua domain kecakapan manusia yang berbeda. Baik
intelegensi maupun kreativitas, dijadikan kriteria untuk menentukan bakat
seseorang. Oleh karena itu, diduga ada hubungan antara inteligensi dengan
kreativitas.
E. Hubungan Kecerdasan Menghadapi Rintangan Dengan Kreativitas Siswa
Tinggi rendahnya kreativitas siswa dipengaruhi oleh tinggirendahnya
kecerdasan menghadapi rintangan. Siswa yang memiliki kecerdasan menghadapi
rintangan memiliki daya tahan yang baik. Hal ini terlihat dari kemampuan siswa
untuk memberikan penilaian yang baik terhadap suatu situasi sehingga
memungkinkan siswa untuk berkreativitas secara maksimal. Sebaliknya siswa
yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan yang rendah tidak mampu
memberikan penilaian dengan baik terhadap situasi. Sehingga siswa tidak mampu
berkreativitas secara maksimal.Selanjutnya siswa yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan yang baik akan memiliki jangkauan yang baik artinya
54
siswa yang mampu menjangkau sejauh mana kegagalan yang datang pada diri
siswa, sehingga siswa mampu menunjukan kemampuan penilaian tentang
kegagalan yang akan menimbulkan stress. Sehingga siswa mampu
mengekspresikan kreativitasnya dengan baik. Sebaliknya siswa yang kecerdasan
menghadapi rintanganyang rendah akan memiliki jangkauan yang kurang
sehingga tidak mampu mengekspresikan kreativitasnya dengan baik. Selanjutnya
siswa yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan yang baik akan memiliki
pengertian yang baik dalam mengatasi kegagalan dan mengetahui asal-usul dari
mana datangnya permasalahan dalam dirinya sehingga siswa yang mampu
memilki kreativitas yang baik. Sebaliknya siswa yang kurang dalam kecerdasan
menghadapi rintangan dalam menilai jangkauan kegagalan/reach, atau
kepemilikan atau asal usul datangnya kegagalan/origintidak mampu mengetahui
akan atangnya kesulitan. Sehingga siswa yang kurang dalam kreativitasnya akan
merusak semangat dirinya.
Dimensi yang terkandung dalam kecerdasan menghadapi rintangan adalah
kendali, daya tahan, jangkauan dan kepemilikan (Stoltz, 2000). Dimensi kendali
terlihat ketika seorang siswa yang memiliki kemampuan menghadapi rintangan
yang baik akan mampu menemukan ide dan gagasan dalam menciptakan suatu
yang baru. Indikasi individu tersebut tidak menyerah begitu saja ketika apa yang
sedang siswa kerjakan. Sebaliknya siswa yang memiliki kecerdasan menghadapi
rintangan yang rendah akan sulit untuk mengendalikan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi sehingga siswa tersebut tidak mampu untuk mengekspresikan pikiran
mereka dalam menemukan gagasan secara baik. Hal ini berkaitan dengan
kelancaran berpikir dalam kreativitas siswa.
55
Seorang siswa yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan yang baik,
akan mampu mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga siswa
tersebut mampu mengekspresikan berbagai hal yang mendukung kreativitasnya.
Selanjutnya menurut Stoltz (2000), seorang individu yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan yang baik memiliki kemampuankendali yaitu seberapa
besar orang merasa mampu mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
dan sejauh mana individu merasakan bahwa kendali itu ikut berperan dalam
peristiwa yang menimbulkan kesulitan.Semakin besar kendali yang dimiliki
semakin besar kemungkinan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi
kesulitan dan tetap teguh dalam niat serta ulet dalam mencari penyelesaian.
Demikian sebaliknya, jika semakin rendah kendali, akibatnya seseorang menjadi
tidak berdaya menghadapi kesulitan dan mudah menyerah. Hal ini berkaitan
dengan mengembangkan suatu gagasan dalam kreativitas siswa.
Selanjutnya kecerdasan dalam menghadapi rintangan adalah individu yang
mempunyai origin and ownership yang dimaksud dalam pengertian ini adalah
individu mampu mengetahui dari mana datangnya suatu kesulitan yang akan
dihadapinya. Selanjutnya individu yang mempunyai sifat origin and ownership ini
cenderung bersifat hati-hati akan suatu masalah dan bertindak lebih matang dalam
menentukan suatu pola pikir dan tindakan yang dikerjakannya. Begitupun
sebaliknya jika seorang individu tidak memilki sifat origin and ownership
cenderung lebih ceroboh dalam mengambil suatu kesimpulan yang baik. Hal ini
berkaitan dengan kelancaran berpikir dalam suatu kreativitas.
Sebagaimana yang diungkapkan Stoltz (2000) jangkauan merupakan bagian
dari kecerdasan menghadapi rintanganyang mempertanyakan sejauh manakah
56
kesulitan akan menjangkau bagian lain dari individu. Reach juga berarti sejauh
mana kesulitan yang ada akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan
seseorang. Reach atau jangkauan menunjukkan kemampuan dalam melakukan
penilaian tentang beban kerja yang menimbulkan setres. Semakin tinggi
jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinannya dalam merespon kesulitan
sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif dalam menahan atau
membatasi jangkauan kegagalan dan kesulitan, maka seseorang akan lebih
berdaya dan perasaan putus asa atau kurang mampu membedakan hal-hal yang
relevan dengan kesulitan yang ada, sehingga ketika memiliki masalah disatu
bidang dia tidak harus merasa mengalami kesulitan untuk seluruh aspek
kehidupan individu tersebut. Hal ini juga sangat berkaitan dengan gagasan asli
dalam kreativitas.
Stoltz (2000) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan memiliki daya tahan yang baik. Hal ini terlihat dari
kemampuan siswa untuk memberikan penilaian yang baik terhadap suatu situasi
dimanapun berada dalam sebuah rintangan, sehingga memungkinkan siswa untuk
berkreativitas secara maksimal. Sebaliknya siswa yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan yang rendah tidak mampu memberikan penilaian dengan
baik terhadap situasi. Siswa tidak mampu mengaktualisasi diri mereka secara
baiksecara maksimal. Hal ini berkaitan dengan keluwesan dalam kreativitas siswa.
Adanya hubungan antara kecerdasan menghadapi rintangan dengan
kreativitas dibuktikan oleh beberapa peneliti.Berdasarkan dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan menghadapi
rintangan dengan kreativitas. Siswa yang memiliki kecerdasan dalam menghadapi
57
rintangan cenderung lebih kreatif. Sebaliknya, siswa dengan kecerdasan dalam
menghadapi rintangan yang rendah cenderung kurang kreatif.Kreativitas
merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen kerena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. manusia dibekali oleh
kemampuan berpikir sebagai modalitas, kreativitas memerlukan latihan yang
terstruktur dan kreativitas akan muncul kalau lingkungan memfasilitasi atau
diberikan toleransi, kebebasan berpikir, tantangan dan sebagainya.
F. Landasan Teori
Sebagai mana yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa untuk
memahami kreativitas mempunyai sifat yang sangat kompleks, sehingga tidak
dapat dipungkiri pengertian kreativitas menyebar luas dan banyak digunakan
melalui individu-individu yang memiliki keahlian berbeda dan peradaban yang
variatif. Peranan inteligensi dan kecerdasan menghadapi rintangan setiap orang
sangat mempengaruhi kreativitas. Seseorang yang tingkat intelegensinya (IQ) baik
akan berdampak pada kreativitas dirinya, individu yang memiliki IQ lebih tinggi
akan lebih mudah berkreatif dan meraih prestasi belajar yang tinggi dibandingkan
dengan yang memiliki IQ rendah. Begitupula kecerdasan dalam menghadapi
rintangan terhadap kreativitas siswa. Semakin tinggi kecerdasan siswa dalam
menghadapi rintangan akan mempengaruhi kreativitas siswa dalam mengatasi
setiap kesulitan yang muncul dan berusaha selalu mencari peluang untuk mencari
solusi yang tepat dari setiap kesulitan yang di hadapinya
Berdasarkan landasan teori diatas, penulis berusaha menguji hubungan
antara tingkat inteligensi dan kecerdasan menghadapi rintangan terhadap
58
kreativitas siswa. Variabel dalam penelitian ini adalah kreativitas siswa sebagai
variabel dependen, dan tingkat inteligensi sertakecerdasan menghadapi rintangan
sebagai variabel independen. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagaimana berikut.
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
G.
H. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian yang telah digambarkan
sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan positif antara tingkat inteligensi dengan kreativitas siswa.
Semakin tinggi tingkat inteligesi, kreativitas siswa cenderung semakin tinggi.
Sebaliknya semakin rendah tingkat inteligensi, kreativitas siswa cenderung
semakin rendah.
Variabel Independen
Tingkat Inteligensi
Fluid intelligence/ kemampuan yang
diperoleh sejak lahir.
Crystallized intelligence/ pengalaman,
budaya dan pendidikan
Variabel Dependen
Kreativitas Siswa
Kelancaran berpikir
Keluwesan
Elaborasi/ mengembangkan
suatu gagasan
Originality/ gagasan asli
Kecerdasan menghadapi rintangan
Control/ Kendali
Originand ownership(O2)/ kepemilikan
Rearch/ Jangkauan
Edurance/ Daya tahan
Keterangan :
Ada hubungan signifikan
59
2. Terdapat hubungan positif antara Kecerdasan menghadapi rintangan dengan
Kreativitas siswa. Semakin tinggi kecerdasan menghadapi rintangan,
kreativitas siswa cenderung semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah
kecerdasan menghadapi rintangan, kreativitas siswa cenderung semakin
rendah.