bab ii tinjauan pustaka a. infeksi terkait pelayanan

17
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan 1. Definisi Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Infeksi terkait pelayanan kesehatan disebut juga Healthcare Associated Infections/HAIs. HAIs merupakan infeksi yang terjadi atau diperoleh di rumah sakit (Permenkes RI, 2017). Rumah sakit merupakan pusat pengobatan dan pelayanan kesehatan yang juga merupakan sebagai sumber infeksi yang dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan seperti perawat maupun yang lainnya, dan setiap orang yang datang ke rumah sakit (Septiari, 2015). Faktor-faktor yang terlibat dalam infeksi rumah sakit antara lain : a. Faktor Ekstrinsik 1) Petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien (misalnya perawat, dokter, bidan, dll) 2) Peralatan dan material medis 3) Lingkungan ; terdiri dari internal (bangsal perawatan, kamar bedah) dan eksternal (halaman rumah sakit, tempat pengelolaan limbah) 4) Makanan dan minuman yang disajikan kepada pasien 5) Pasien lain yang berada dalam satu ruangan memungkinkan sebagai sumber penularan 6) Pengunjung atau keluarga memungkinkan sebagai sumber penularan b. Faktor Intrinsik Terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, dan penyakit penyerta. c. Faktor Keperawatan Terdiri dari lamanya hari perawatan, padatnya pasien dalam ruangan, dan turunnya standar perawatan.

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Infeksi terkait pelayanan kesehatan disebut juga Healthcare Associated

Infections/HAIs. HAIs merupakan infeksi yang terjadi atau diperoleh di rumah

sakit (Permenkes RI, 2017). Rumah sakit merupakan pusat pengobatan dan

pelayanan kesehatan yang juga merupakan sebagai sumber infeksi yang dapat

terjadi pada penderita, tenaga kesehatan seperti perawat maupun yang lainnya,

dan setiap orang yang datang ke rumah sakit (Septiari, 2015).

Faktor-faktor yang terlibat dalam infeksi rumah sakit antara lain :

a. Faktor Ekstrinsik

1) Petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien (misalnya

perawat, dokter, bidan, dll)

2) Peralatan dan material medis

3) Lingkungan ; terdiri dari internal (bangsal perawatan, kamar bedah)

dan eksternal (halaman rumah sakit, tempat pengelolaan limbah)

4) Makanan dan minuman yang disajikan kepada pasien

5) Pasien lain yang berada dalam satu ruangan memungkinkan sebagai

sumber penularan

6) Pengunjung atau keluarga memungkinkan sebagai sumber penularan

b. Faktor Intrinsik

Terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, dan

penyakit penyerta.

c. Faktor Keperawatan

Terdiri dari lamanya hari perawatan, padatnya pasien dalam ruangan, dan

turunnya standar perawatan.

7

d. Faktor Mikroba Patogen

Kemampuan mikroba untuk menginvasi dan lamanya pemaparan antara

sumber penularan dengan penderita

2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau PPI merupakan upaya untuk

mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,

pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan (Permenkes RI, 2017).

Pelaksanaan PPI dilakukan dengan pembentukan komite tim PPI yang

merupakan organisasi non struktural pada fasilitas pelayanan kesehatan yang

mempunyai tugas utama menjalankan PPI dan menyusun kebijakan PPI.

Pelaksanaan PPI di fasilitas kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya

infeksi pada setiap individu yang ada didalamnya dengan cara memutus siklus

penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar.

Kewaspadaan standar atau kewaspadaan utama harus diterapkan secara

rutin selama perawatan pasien di fasilitas kesehatan. CDC dan HICPAC

merekomendasikan 11 komponen utama yang harus dipatuhi dan dilaksanakan

dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri

(APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan lingkungan,

pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas,

penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik

menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

B. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu unsur utama dari

kewaspadaan standar yang harus diterapkan secara konsisten oleh perawat

sebagai petugas kesehatan. Alat pelindung diri (APD) merupakan alat yang

digunakan petugas dalam upaya melindungi diri dari hazard fisik, kimia,

biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari sarung tangan, masker, pelindung

mata, pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, dan

sendal/sepatu tertutup (Permenkes No. 27 Tahun 2017). Tujuan dari

penggunaan APD adalah untuk melindungi kulit dan selaput lendir dari

8

pajanan faktor penularan seperti darah, cairan tubuh, dan lain-lain pada saat

kontak dengan pasien.

1. Jenis-Jenis APD

a. Sarung Tangan

Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan

petugas dari darah, cairan tubuh, ekskresi dan sekresi, kulit yang tidak utuh,

selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan steril

digunakan untuk tindakan steril yang kontak dengan darah atau cairan tubuh

pasien seperti tindakan operasi, tindakan invasif, dan rawat luka. Sarung

tangan bersih digunakan untuk tindakan tidak steril dan kemungkinan kontak

dengan darah atau cairan tubuh, ekskresi atau sekresi pasien seperti memasang

intravena, ganti balutan, kontak langsung dengan pasien beresiko, dan

pengelolaan instrumen.

b. Masker

Masker digunakan untuk tindakan yang memungkinkan membran

mukosa hidung, mulut petugas dari kontaminasi cairan tubuh dan darah pasien

serta dari lingkungan udara yang kotor atau sebaliknya. Masker digunakan

pada tindakan operasi, tindakan invasif, rawat luka, intubasi, penghisapan

lendir. Masker juga digunakan untuk melindungi pasien dari lingkungan udara

kotor akibat batuk atau bersin petugas. Masker bedah merupakan jenis masker

untuk melindungi diri dari penularan melalui droplet, dan masker respiratorik

digunakan untuk melindungi dari penularan melalui airborne.

c. Gaun Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju dan lengan petugas

dari paparan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan melindungi pasien dari

paparan pakaian petugas pada tindakan steril. Jenis gaun pelindung yaitu gown

steril dan gown bersih, dengan macam bahan seperti kain (reuseable) dan

plastik (sekali pakai). Indikasi penggunaan gaun pelindung yaitu saat

melakukan tindakan membersihkan luka, tindakan bedah, menangani pasien

dengan perdarahan masif, atau tindakan yang memungkinkan terjadi

kontaminasi pada lengan dan pakaian petugas.

9

d. Google dan Perisai Wajah

Google dan perisai wajah digunakan untuk melidungi tubuh dari percikan

darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi. Digunakan pada saat tindakan

operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, perawatan gigi dan

mulut, dll.

e. Sepatu Pelindung

Sepatu pelindung digunakan untuk melindungi dari tumpahan darah atau

cairan tubuh lainnya, mencegah kemungkinan tertusuk benda tajam dan dari

kejatuhan alat kesehatan. Sepatu pelindung digunakan pada saat tindakan

operasi, pemulasaran jenazah, penanganan linen, dll.

f. Topi Pelindung

Topi pelindung digunakan untuk melindungi alat-alat/daerah steril atau

membran mukosa pasien dari kemungkinan terjatuhnya mikroorganisme yang

ada di rambut dan kulit kepala petugas dan untuk melindungi rambut/kulit

kepala dari percikan darah atau cairan tubuh pasien. Topi pelindung digunakan

pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan,

intubasi trachea, dll.

Di ruang operasi terdapat petunjuk khusus penggunaan APD sebagai

bentuk pelaksanaan kewaspadaan standar.

2. Level APD

a. APD Level 1

APD yang digunakan oleh tenaga kesehatan di triage sebelum

pemeriksaan dan di ruang poli umum. APD yang digunakan antara lain :

Masker surgical, handscoon, baju kerja, alas kaki.

b. APD Level 2

APD yang digunakan untuk triage Covid-19, ruang isolasi (termasuk

ruang isolasi ICU), pemeriksaan imaging pasien suspek atau terkonfirmasi,

pemeriksaan spesimen non-respiratori dari pasien suspek atau terkonfirmasi,

dan pembersihan instrumen medis yang telah digunakan oleh pasien suspek

atau terkonfirmasi. APD yang digunakan antara lain : Penutup kepala,

googles, masker N95, handschoen, apron/gown, alas kaki.

10

c. APD Level 3

APD yang digunakan untuk tindakan intubasi, trakeotomi, bronkoskopi,

endoskopi gastrointestinal pada pasien suspek atau terkonfirmasi, tindakan

operatif atau otopsi pada pasien suspek atau terkonfirmasi, dan pengambilan

spesimen saluran napas untuk pemeriksaan tersangka Covid-19. APD yang

digunakan antara lain : Googles, masker N95, handschoen, cover all

jumpsuits, boots.

3. Pemakaian APD

Faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD perawat menurut

Khairunnisak, P (2017) antara lain :

a. Motivasi

b. Standar Operasional Prosedur (SOP)

c. Ketersediaan APD

d. Peran Petuga Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3)

Faktor perilaku yang mempengaruhi kepatuhan menggunakan APD

menurut Sudarmo (2016) antara lain :

a. Sikap

b. Kebijakan

c. Pengawasan

d. Ketersediaan APD

e. Teman sejawat

Beberapa bentuk permasalahan dalam pemakaian APD menurut Darmadi

(2008) dalam Arifianto (2017) antara lain :

a. Kurang kesadaran terhadap risiko ketidakpatuhan menggunakan APD

b. Perasaan tidak nyaman seperti panas saat menggunakan APD

c. Ukuran APD yang tidak sesuai

d. Bahan APD yang terlalu berat

e. Ketidakbiasaan menggunakan APD

f. Tidak adanya sanksi pada ketidakpatuhan menggunakan APD

g. Kurangnya motivasi dari dalam diri petugas atau atasan di lingkungan

kerja

11

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan yang mempengaruhi

penggunaan APD perawat yaitu :

a. Motivasi

b. Ketersediaan APD

c. Sikap

d. Kesadaran diri

C. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata “Patuh”. Menurut KBBI patuh berarti suka

menurut, taat pada perintah, berdisiplin. Kepatuhan berarti sikap patuh,

ketaatan pada perintah dan aturan. Patuh merupakan perilaku positif orang

yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku secara berarti sesuai

dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidakpatuhan merupakan suatu keadaan

dimana perawat sesungguhnya ingin melakukannya, namun terdapat aspek-

aspek yang membatasi ketaatan untuk melakukan tindakan. Kepatuhan

perawat merupakan sikap perawat terhadap suatu tindakan, prosedur ataupun

peraturan yang wajib dilakukan atau ditaati.

Menurut Sacket dalam Arifianto (2017) kepatuhan merupakan sikap

perawat yang sesuai dengan ketentuan yang ada (diberikan oleh profesional

kesehatan). Sikap disiplin merupakan sikap yang taat dan patuh pada

peraturan. Kepatuhan adalah awal dari sikap, oleh sebab itu faktor yang

mempengaruhi sikap juga dapat mempengaruhi kepatuhan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

merupakan perilaku yang taat terhadap ketentuan atau perintah yang telah

diberikan. Kepatuhan perawat merupakan perilaku yang mengikuti prosedur.

12

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Putri, K (2014) faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

a. Motivasi

Perilaku kepatuhan muncul sebab adanya motivasi atau dorongan untuk

bertindak sesuai dengan tujuan yang ada. Dorongan tersebut muncul karena

adanya kebutuhan, kebutuhan membangkitkan dorongan dan memunculkan

perilaku kepatuhan.

b. Masa Kerja

Salah satu faktor karakteristik tenaga kerja yang juga mempengaruhi

perilaku adalah masa kerja (Notoatmodjo, 2012). Masa kerja yang lama

membuat tenaga kerja akan bertindak sesuai ketentuan yang telah biasa

dilakukan. Masa kerja yang lama juga membuat tenaga kerja mengenal

kondisi lingkungan dan bahaya kerja sehingga tenaga kerja akan patuh (dalam

hal ini adalah penggunaan APD).

c. Pendidikan

Salah satu faktor karakteristik tenaga kerja yang juga mempengaruhi

perilaku adalah pendidikan (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan mempengaruhi

tenaga kerja dalam upaya mencegah penyakit dan meningkatkan kemampuan

memelihara kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan

semakin mudah untuk menerima pengetahuan baru dan semakin mudah untuk

merubah perilaku guna mematuhi peraturan yang ada.

d. Pengetahuan

Pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dan akhirnya akan

mempengaruhi perilaku.

e. Sikap Terhadap Kebijakan

Kebijakan merupakan faktor yang memperkuat terbentuknya perilaku.

Kebijakan yang mengatur tenaga kerja wajib diikuti dan harus tertulis dengan

jelas.

13

3. Pengukuran Kepatuhan

Menurut Feist (2014) kepatuhan dapat diukur dengan :

a. Kuesioner

Klien diminta untuk mengisi kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan

yang dapat menggambarkan kepatuhan klien. Dari pertanyaan-pertanyaan

tersebut klien memilih salah satu jawaban yang mencerminkan dirinya. Salah

satu contoh kuesioner kepatuhan adalah MMAS-8 (Morisky Medication

Adherence Scale) yang digunakan untuk menilai kepatuhan minum obat.

b. Observasi Perilaku

Cara ini dilakukan dengan melihat secara langsung aktivitas klien apakah

sesuai dengan aturan yang ada atau tidak sesuai.

D. Motivasi

1. Definisi Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum

mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk

berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan

berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan (Notoatmodjo,

2010). Motivasi merupakan dorongan atau alasan manusia untuk bertindak

(Doli, Jenita, 2017). Motivasi merupakan dorongan seseorang untuk bangkit

menjalankan tugas pekerjaan guna mencapai tujuan. Motivasi dikatakan

penting agar seseorang mampu menyelesaikan tugasnya (Matia H. Bakri,

2017). Menurut Hasibuan (2005) dalam Mugianti, Sri (2016) motivasi

merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku

manusia untuk antusias dan giat bekerja guna mencapai hasil yang optimal.

Motivasi merupakan dasar manajemen dalam kegiatan organisasi untuk

memenuhi tugas yang dibebankan dan juga sebagai hal penting dalam

organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

dorongan seorang individu untuk melakukan sesuatu guna mencapai

tujuannya.

14

Macam-macam motivasi menurut bentuknya sebagai berikut :

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang telah berfungsi dengan

sendirinya yang muncul dari dalam diri individu tanpa perlu rangsangan dari

luar.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi dengan rangsangan

dari luar individu atau dorongan dari orang lain.

c. Motivasi Terdesak

Motivasi terdesak adalah motivasi yang muncul sangat cepat dan

serentak dalam keadaan terjepit.

Macam-macam motif manusia ditinjau dari asalnya sebagai berikut :

a. Motif Biogenetik

Motif ini berasal dari kebutuhan biologis seperti makan, minum, istirahat,

kebutuhan seks.

b. Motif Sosiogenetik

Motif ini berasal dari kebutuhan sosial yang didasarkan pada interaksi

sosial dan budaya seperti keinginan akan penghargaan, keinginan akan

kepercayaan, dan keinginan untuk bergaul.

c. Motif Teogenetik

Motif ini berasal dari keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan seperti

kegiatan ibadah dan perilaku yang didasarkan pada norma agama.

2. Teori Motivasi

a. Teori Abraham Maslow

Menurut pendapat Maslow hirarki kebutuhan manusia dapat dipakai

untuk melukiskan dan meramalkan motivasinya (Kron & Gray, 1987).

Manusia dimotivasi untuk memuaskan kebutuhannya. Bila kebutuhannya tidak

terpenuhi maka akan mempengaruhi perilaku manusia tersebut, namun bila

kebutuhannya terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak akan menjadi

motivatornya lagi.

15

Kebutuhan tersebut menurut Maslow terdiri dari :

1) Kebutuhan biologis dan fisiologis

2) Kebutuhan rasa aman dan nyaman

3) Kebutuhan akan kebersamaan

4) Kebutuhan akan penghargaan

5) Kebutuhan aktualisasi diri

b. Teori Herzberg

Teori ini meninjau motivasi dalam hubungannya dengan kepuasan kerja

yang terdiri dari dua faktor. Dua faktor tersebut yaitu faktor higienik

(ekstrinsik) dan motivasional (intrinsik).

Faktor higienik (ekstrinsik) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

dan mencegah ketidakpuasan kerja yang meliputi :

1) Kondisi kerja

Kondisi kerja meliputi kondisi lingkungan kerja, hubungan

interpersonal antara perawat dengan atasan atau antara perawat dengan

perawat, situasi lingkungan kerja, dan kelengkapan fasilitas dalam

memberikan pelayanan. Kondisi kerja yang baik akan membantu

perawat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

2) Kebijakan dan administrasi instansi

Kebijakan merupakan faktor yang mendukung atau memperkuat

motivasi. Kebijakan akan memberikan batasan terhadap tindakan dan

arah yang akan diikuti. Dengan adanya faktor tersebut perilaku tenaga

kerja akan menyesuaikan kebijakan yang ada.

3) Supervisi

Supervisi merupakan pengawasan terhadap pekerjaan, apakah

pekerjaan yang dilakukan telah sesuai atau tidak sesuai.

4) Keamanan

Lingkungan kerja yang aman dari ancaman akan meningkatkan

motivasi kerja. Keamanan tersebut dapat berupa aman dari ancaman,

aman jabatan, aman status kerja, aman sarana dan prasarana.

16

Faktor motivasional (intrinsik) merupakan kondisi kerja yang membantu

membangun suatu motivasi yang meliputi :

1) Prestasi

Prestasi merupakan capaian hasil kerja setelah melaksanakan tugas.

Prestasi akan memunculkan dorongan untuk tampil lebih baik dan

meningkatkan motivasi.

2) Penghargaan

Penghargaan merupakan keinginan untuk mendapatkan timbal

balik sesuai dengan apa yang telah dilakukan. Pemberian penghargaan

pada tenaga kerja akan meningkatkan motivasi.

3) Tanggung jawab

Tanggung jawab merupakan hal yang dilakukan untuk

mendapatkan hak. Tanggung jawab yang diberikan pada tenaga kerja

akan memunculkan motivasi.

4) Kesempatan untuk maju

Kesempatan untuk maju merupakan peluang yang diberikan pada

tenaga kerja untuk meningkatkan statusnya dalam suatu organisasi,

hal ini akan meningkatkan motivasi.

c. Teori MC. Clelland

Mc. Clelland mengembangkan teori prestasi dan menyimpulkan bahwa

motivasi yang terdapat dalam diri seseorang dipengaruhi oleh 3 kebutuhan

(Marquis & Houston, 1998)

1) Kebutuhan akan keberhasilan/prestasi

Berupa dorongan untuk selalu tampil lebih baik. Menyukai

tantangan dalam pekerjaan dan menerima tanggungjawab.

2) Kebutuhan akan afiliasi

Berupa keinginan untuk membentuk persahabatan, cinta, dan rasa

memiliki. Berkeinginan untuk disukai dan diterima orang lain.

17

3) Kebutuhan akan kekuasaan

Berupa keinginan untuk mengontrol dan mempengaruhi orang

lain. Berkeinginan agar orang lain berperilaku sesuai cara yang

dikehendaki.

d. Teori ERG

Teori yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer merupakan akronim dari

beberapa istilah, yaitu E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R =

Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), G = Growth

(kebutuhan akan pertumbuhan). Teori ERG menekankan bahwa kebutuhan

manusia harus diusahakan pemuasannya secara bersamaan.

Menurut Robbins (2003) apabila kebutuhan seseorang tidak terpenuhi

maka keinginan untuk memuaskannya akan semakin besar. Apabila kebutuhan

yang lebih rendah telah terpuaskan, maka akan semakin besar keinginan untuk

memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.

e. Process Theories Of Motivation

Fokus teori ini adalah mengontrol atau mempengaruhi perilaku

seseorang.

1) Penguatan (Reinforcement)

Untuk meningkatkan dorongan mengulang pada perilaku yang

memuaskan maka perilaku tersebut perlu dikuatkan dan dipuji.

Perilaku positif harus diberi dukungan penguatan untuk menjadi

motivasi. Salah satu contoh bentuk penguatan bagi perawat di rumah

sakit untuk memberi penguatan dan menjadi motivasi adalah dengan

memilih perawat teladan setiap tahunnya.

2) Penghargaan (Expectancy)

Penghargaan adalah tingkat penampilan yang terwujud melalui

usaha. Individu akan termotivasi dengan harapan yang akan datang

sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan baik. Contoh bentuk

penghargaan seperti kenaikan gaji, mendapat bonus, atau kenaikan

pangkat jabatan. Bentuk non material dari penghargaan misalnya bea

siswa pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

18

3) Keadilan (Equity)

Keadilan berarti penghargaan yang diberikan dan dihargai sama

dengan orang lain atas usaha atau kontribusi yang telah dilakukan.

Perlakuan yang tidak adil akan merubah perilaku. Seseorang dengan

motivasi tinggi namun tidak mendapat penghargaan sesuai

kontribusinya maka perilakunya akan berubah dan motivasinya turun.

4) Penetapan tujuan (Goal Setting)

Motivasi yang tinggi akan muncul bila ada tugas dan

tanggungjawab yang ditetapkan.

4. Pengukuran Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2010) motivasi dapat diukur dengan :

a. Tes Proyektif

Tes proyektif dilakukan dengan memberikan gambar pada klien dan klien

diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut. Berdasarkan isi cerita dari

gambar tersebut dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien dengan

berdasarkan kepada teori konsep kebutuhan Mc. Clelland. Salah satu contoh tes

proyektif yang banyak digunakan adalah Thematic Apperception Test (TAT).

b. Kuesioner

Klien diminta untuk mengisi kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan

yang dapat memancing motivasi klien. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut

klien memilih salah satu jawaban yang mencerminkan dirinya. Salah satu

contoh kuesioner pengukuran motivasi adalah EPPS (Edward’s Personal

Preference Schedule) yang digunakan untuk melihat kebutuhan mana yang

paling dominan dari seorang individu.

c. Observasi Perilaku

Cara ini dilakukan dengan membuat situasi sehingga memunculkan

perilaku yang memancing motivasi klien.

19

E. Penelitian Terkait

Putri (2014) dengan judul “Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri”. Jenis penelitian ini adalah

observasional analitik, dengan desain cross sectional. Subjek penelitian ini

adalah total populasi yaitu 114 tenaga kerja. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan

kepatuhan menggunakan APD dan memiliki kuat hubungan rendah adalah

pendidikan (p=0,005; r=0,336) dan sikap terhadap kebijakan (p=0,045;

r=0,233).

Adilah Putri (2018) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri

Di RSUP Dr. Kariadi Semarang). Jenis penelitian ini adalah analitik dengan

analisis kuantitatif dan rancangan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah

perawat di Instalasi Rawat Inap Merak dengan total sampel sebanyak 62

responden. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan perawat menggunakan APD

dengan nilai p-value 0,021. Begitu pula dengan pengaruh teman sejawat

dengan nilai p-value 0,040.

Sawy (2019) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit”. Jenis

penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian analitik dan

pendekatan cross sectional. Hasil analisa data dengan uji chi-square

menunjukkan hasil bahwa ada hubungan faktor motivasi prestasi (p-value

0,026), tanggungjawab (p-value 0,008), pekerjaan (p-value 0,005), pengawasan

(p-value 0,001), tempat kerja (p-value 0,000), keamanan kerja (p-value 0,003)

dengan penggunaan APD dan tidak ada hubungan motivasi gaji (p-value

0,0613), kebijakan (p-value 0,0320) dengan penggunaan APD.

20

Kasim, Y (2017) dengan judul “Hubungan Motivasi dan Supervisi

dengan Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

pada Penanganan Pasien Gangguan Muskuloskeletal”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat

menggunakan APD dengan p-value 0,011 dan ada hubungan antara supervisi

dengan kepatuhan perawat menggunakan APD dengan p-value 0,003.

Ditha (2019) dengan judul “Motivasi Perawat Dengan Kepatuhan

Menggunakan Alat Pelindung Diri”. Jenis penelitian ini adalah observasional

analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik

sampling yaitu Total Sampling dengan populasi penelitian adalah seluruh

perawat pelaksana di IGD, ICU, dan instalasi penyakit dalam yang berjumlah

42 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

signifikan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam menggunakan

APD dengan p-value 0,008 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti terletak pada subjek dan

tempat penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah perawat perioperatif dan

bertempat di ruang bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

21

F. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah model yang menerangkan bagaimana hubungan

suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu

masalah tertentu. Kerangka yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Aprina

& Anita, 2015).

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi sumber Putri, K (2014),

Herzberg (dalam Nursalam 2015), Dewantara (2017)

Faktor terjadinya HAIs:

1.

2. Faktor intrinsik

3. Faktor keperawatan

4. Faktor mikroba patogen

Kepatuhan

Faktor yang mempengaruhi :

1.

2. Masa kerja

3. Pendidikan

4. Pengetahuan

5. Sikap terhadap kebijakan

Healthcare Associated

Infections/HAIs

Kewaspadaan Standar :

1. Cuci tangan

2.

3. Dekontaminasi alat

4. Kesehatan lingkungan

5. Pengelolaan limbah

6. Penatalaksanaan linen, dll

1. Faktor ekstrinsik (Perawat)

2. Alat Pelindung Diri (APD)

1. Motivasi

Motivasi

Intrinsik :

1. Prestasi

2. Penghargaan

3. Tanggungjawab

4. Kesempatan untuk maju

Ekstrinsik : 1. Kondisi kerja

2. Kebijakan dan administrasi

3. Supervisi

4. Keamanan

22

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang dibangun

berdasarkan hasil/hasil-hasil studi empiris terdahulu sebagai pedoman dalam

melakukan penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah

kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur

melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Aprina & Anita, 2015).

Gambar 2.2

Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

H. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil

sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2018).

Ha

Ada hubungan motivasi dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung

diri perawat perioperatif di ruang instalasi bedah sentral dan ruang bedah

RSUD Jend. A. Yani Kota Metro.

Ho

Tidak ada hubungan motivasi dengan kepatuhan penggunaan alat

pelindung diri perawat perioperatif di ruang instalasi bedah sentral dan ruang

bedah RSUD Jend. A. Yani Kota Metro.

Kepatuhan Penggunaan APD :

1. Sarung tangan

2. Masker 3. Gaun pelindung

Motivasi

Intrinsik :

1. Prestasi

2. Penghargaan

3. Tanggungjawab 4. Kesempatan untuk maju

Ekstrinsik : 1. Kondisi kerja

2. Kebijakan dan administrasi

3. Supervisi

4. Keamanan