bab ii tinjauan pustaka a. hasil penelitian terdahulu 1 ...repository.ump.ac.id/4596/3/uun fajriana...
TRANSCRIPT
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berjudul Implikatur Konvensional pada Slogan Iklan Produk
Makanan Ringan di Televisi Periode Maret – April 2017 memiliki relevansi dengan
tiga penelitian sebelumnya.
1. Implikatur dalam Tuturan Acara Sentilan Sentilun di Metro TV oleh Ayes Pia Shadora Tahun 2015
Penelitian berjudul “Implikatur Dalam Tuturan Acara Sentilan Sentilun Di
Metro TV” pernah dilakukan oleh Ayes Pia Shadora (2015). Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan jenis-jenis Implikatur yang terdapat pada tuturan tokoh dalam acara
sentilan-sentilun Metro TV dan mendeskripsikan bentuk implikatur percakapan yang
diwujudkan dalam prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan pada tuturan tokoh dalam
acara Sentilan Sentilun Metro TV. Sumber data penelitian ini adalah acara Sentilan-
Sentilun Metro TV, datanya berupa tuturan pada acara Sentilan Sentilun, tuturan yang
dimaksud berupa tuturan yang mengandung implikatur konvensional maupun
percakapan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode simak, teknik sadap, dan
teknik lanjutan berupa SBLC (simak bebas libat cakap). Metode analisis data
menggunakan metode padan dengan teknik dasar yang digunakan dalam metode
padan pragmatis adalah teknik Pilih Unsur Penentu (PUP). Tahap penyajian data
dianalisis dalam wujud laporan tertulis mengenai hal-hal yang sudah dihasilkan dari
kerja analisis. Hasil penelitiannya berupa jenis-jenis implikatur yang terdapat pada
tuturan acara Sentilan-Sentilun di Metro TV yaitu implikatur konvensional dan
9
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
10
percakapan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ayes Pia Shadora dengan
penelitian ini terletak pada teori implikatur dan penggunaan metode pada tahap
pengumpulan, analisis, dan penyajian data. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian
Ayes Pia Shadora menggunakan data dan sumber data berupa tuturan pada acara
Sentilan-Sentilun di Metro TV, sedangkan penelitian ini menggunakan sumber
datanya berupa slogan iklan produk makanan ringan di televisi periode Maret – April
2017.
2. Analisis Implikatur pada Tuturan Kata Bijak Mario Teguh dalam Acara Talk Show Mario Teguh Golden Ways di Metro TV Januari 2015 oleh Albina Nur
Aeni Tahun 2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk Implikatur yang
terkandung pada tuturan kata bijak Mario Teguh di dalam acara Talk Show Mario
Teguh Golden Ways yang ditafsirkan melalui konteks tuturan. Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa tuturan kata bijak Mario Teguh pada acara talk show
Mario Teguh Golden Ways. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan
teknik dasar berupa teknik sadap, kemudian teknik sadap diikuti dengan teknik
lanjutan berupa teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam, dan teknik
catat. Tahap analisis data menggunakan metode padan yang dibagi menjadi dua
teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya berupa teknik pilah
unsur penentu (PUP) dan teknik lanjutan menggunakan teknik hubungan banding
menyamakan (HBS). Hasil penelitiannya berupa mengklasifikasikan data yang
berhubungan dengan implikatur dalam acara Mario Teguh Golden Ways, kemudian
menganalisis data berupa tuturan Mario Teguh. Hasil analisis tersebut selanjutnya
disajikan dalam bentuk metode penyajian informal. Persamaan penelitian yang
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
11
dilakukan oleh Albina Nur Aeni adalah terletak pada teori implikatur dan penggunaan
teknik pada tahap pengumpulan, analisis, serta penyajian data. Sedangkan
perbedaannya terletak pada data dan sumber data. Data dan sumber data pada
penelitian yang dilakukan oleh Albina Nur Aeni yaitu tuturan kata bijak Mario Teguh
pada tuturan Mario Teguh Golden Ways di Metro TV, sedangkan penelitian ini
menggunakan sumber datanya berupa slogan produk makanan ringan di televisi
periode Maret – April 2017.
B. Landasan Teori
1. Pengertian Pragmatik
Menurut Wijana dan Rohmadi (2011: 4), pragmatik adalah cabang ilmu bahasa
yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan
kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Pragmatik sebagai kajian struktur
eksternal bahasa mengamati berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi yang
konkret. Situasi yang konkret dalam hal ini mengandaikan sebuah tuturan benar-benar
dipandang sebagai produk sebuah tindak tutur yang jelas konteks lingual (koteks) dan
konteks ekstralingual (konteks) nya. Konteks ekstralingual digunakan
untuk mengungkapkan maksud (makna penutur) yang tersembunyi di balik sebuah
ujaran.
Kemudian menurut Tarigan (2009: 30) pragmatik menelaah ucapan-ucapan
khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara
yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Sedangkan Yule (2006: 3), pragmatik
adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan
ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
12
Berdasarkan pengertian pragmatik menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
pragmatik merupakan salah ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memahami
bahasa yang disampaikan orang lain tentang apa yang ada dalam pikiran mereka
secara linguistik.
2. Wujud Implikatur dalam Makna Pragmatik Imperatif
Wujud implikatur dalam makna pragmatik imperatif dapat berupa tuturan yang
bermacam-macam. Wujud implikatur dalam makna pragmatik imperatif ini di adopsi
dari buku Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia karya Kunjana Rahardi.
Pengadopsian teori dilakukan karena adanya kesesuaian teori antara implikatur
dengan imperatif. Menurut Rahardi (2005: 93-116), makna pragmatik imperatif di
dalam bahasa Indonesia ada 17 macam yaitu imperatif perintah, imperatif suruhan,
imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif permohonan, imperatif
desakan, imperatif bujukan, imperatif imbauan, imperatif persilaan, imperatif ajakan,
imperatif izin, imperatif permintaan izin, imperatif menizinkan, imperatif larangan,
imperatif harapan, imperatif umpatan, imperatif pemberian ucapan selamat, imperatif
anjuran dan imperatif ngelulu.
Dari 17 macam makna pragmatik imperatif, pada implikatur konvensional
hanya mengandung beberapa makna pragmatik imperatif diantaranya imperatif,
bujukan, persilaan, larangan, ajakan, dan anjuran. Ketujuh belas imperatif yang telah
disederhanakan menjadi lima sesuai dengan kalimat slogan dan konteks iklan yang
melingkupinya. Artinya implikatur konvensional mengandung implikasi yang
diperoleh dari makna kata atau bentuk bahasa yang ada maknanya yang non temporer
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
13
(tahan lama) sehingga hanya memperoleh beberapa makna pragmatik imperatif.
Adapun yang dimaksud dengan wujud pragmatik adalah realisasi maksud dengan
wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila
dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang meletarbelakanginya, makna pragmatik
imperatif tuturan yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula
bersifat intralinguistik.
Ketujuh belas macam makna pragmatik imperatif tersebut ditemukan baik di
dalam imperatif langsung maupun di dalam imperatif tidak langsung. Pada bagian-
bagian berikut ini, masing-masing wujud makna pragmatik imperatif tersebut
diuraikan secara terperinci.
a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan
Menurut Rahardi (2005: 102), imperatif yang bermakna bujukan di dalam
bahasa Indonesia biasanya, diungkapkandengan penanda kesantunan ayo atau mari.
Selain itu, dapat juga imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunaan
tolong, seperti dapat dilihat pada contoh tuturan (4) berikut ini.
(4) Ibu kepada anaknya: “Habiskan susunya dulu, ya! Nanti terus ke Malioboro
Mall.”
Tuturan ini disampaikan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang masih kecil dan agak
sulit disuruh minum susu. Tuturan ini dimaksudkan agar ia mau minum susu.
b. Tuturan yang Mengandung Pragmatik Imperatif Persilaan
Menurut Rahardi (2005: 104), imperatif persilaan dalam bahasa Indonesia,
lazimnya, digunakan dengan penanda kesantunan silakan. Seringkali digunakan pula
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
14
bentuk pasif dipersilakan untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif persilaan itu.
Bentuk yang kedua cenderung lebih sering digunaka pada acara-acara formal yang
sifatnya protokoler. Tuturan (5) berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal
ini.
(5) Ketua Senat Mahasiswa : “Silahkan Saudara Monik!” Monik : “Terima Kasih Saudara Ketua”
Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di sebuah kampus pada saat
berlangsung rapat senat mahasiswa.
c. Tuturan yang Mengandung Pragmatik Imperatif Ajakan
Menurut Rahardi (2005: 106), imperatif dengan makna ajakan, baiasaya,
ditandai dengan pemakaian penanda penanda kesantunan mari atau ayo. Kedua
macam penanda kesantunan itu masing-masing memiliki ajakan. Pemakaian penanda
kesantunan itu dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan (6) berikut.
(6) Monik kepada Tante : Mari makan, Tante!”
Tuturan ini terjadi dalam ruang makan pada sebuah keluarga, orang yang satu
mengajak orang lain untuk makan bersama.
d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan
Menurut Rahardi (2005: 109), imperatif dengan makna larangan dalam bahasa
Indonesia, biasanya, ditandai oleh pemakaian kata jangan, seperti dapat dilihat pada
contoh tuturan berikut.
(7) Ishak kepada Satilawati : “Jangan kau sangka aku akan bersedih oleh
karena ini!” (Satilawati bergerak seperti hendak
pergi).
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
15
Tuturan ini terjadi pada saat keduanya sdang bertengkar di tempat tertentu. Pria dan
wanita ini memiliki hubungan khusus yang sangat dekat dan khusus.
e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Anjuran
Menurut Rahardi (2005: 114), secara struktural, imperarif yang mengandung
makna anjuran, biasanya, ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya.
Contoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini.
(8) Orang tua kepada anak: “Sebaiknya uang ini kamu simpan saja di almari.”
Tuturan ini disampaiakan oleh ibu kepada anaknya yang masih kecil, ia baru saja
mendapatkan uang saku dari saudaranya.
3. Pengertian Wacana
Menurut Mulyana (2005: 1), wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif
kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana
pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi
pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat
(piranti) yang cukup banyak. Kemudian menurut Crystal (dalam Wijana dan Romadi,
2011: 68), wacana adalah rangkaian kalimat sinambung bahasa (khususnya lisan)
yang lebih luas dari kalimat. Dari sudut pandang wacana sebagai satuan (unit)
perilaku maka ia adalah sehimpunan ujaran yang merupakan peristiwa wicara yang
dapat dikenali (tanpa merujuk pada penstrukturan kebahasaannya), seperti percakapan,
lelucon, khotbah, dan wawancara.
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
16
Sementara itu Tarigan (dalam Wijana dan Rohmadi, 2011: 68), mengatakan
bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi ataau terbesar diatas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunya awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis. Lebih
lanjut menurut Djajasudarma (dalam Wijana dan Rohmadi, 2011: 68) menjelaskan
wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang
satu dengan proposisi yang lain, dan membentuk satu kesatuan. Dari pengertian itu,
menjelaskan makna proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan
melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Berdasarkan pendapat oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa wacana
merupakan kumpulan kalimat. Sebuah kalimat merupakan kumpulan dari beberapa
kata dan kata kumpulan dari beberapa suku kata. Dengan demikian wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap yang terbentuk berdasarkan konteks yang
melingkupinya.
a. Unsur-unsur Wacana
Menurut Mulyana (2005: 7), wacana memiliki dua unsur pendukung utama,
yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan
dengan aspek formal kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-
hal di luar wacana itu sendiri. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam
suatu struktur yang utuh dan lengkap.
Kemudian menurut Mulyana (2005: 11), unsur eksternal (unsur luar) wacana
adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak secara eksplisit.
Sesuatu itu berada di luar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
17
pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur,
presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks.
1) Implikatur
Menurut Wijana dan Rohmadi (2011:120) implikatur merupakan salah satu
aspek kajian yang penting atau mungkin yang paling penting dalam studi kebahasaan
yang berbau pragmatik. Kemudian menurut Chaer (2010: 33) implikatur atau
implikatur percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran dari sesorang penutur
dan lawan tuturnya. Namun keterkitan itu tidak tampak secara literal; tetapi dipahami
tersirat. Lebih lanjut menurut Rahardi (2005: 42-43), mengemukakan bahwa di dalam
pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar
berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang
pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur
terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang
dipertuturkan itu saling dimengerti.
Pengertian implikatur menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa implikatur
adalah sebuah penafsiran yang secara tidak langsung atau tidak diungkapkan makna
tuturan yang sebenarnya oleh penutur kepada mitra tutur dengan disembunyikan
secara implisit sehingga tidak nampak apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh
penutur.
Menurut Grice (dalam Leech, 1993: 17) menyatakan, bahwa “ada dua jenis
implikatur, yaitu conventional implicature (implikatur konvensional) dan conversation
implicature (implikatur percakapan).
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
18
a) Implikatur Konvensional
Menurut Kridalaksana (2008: 91) implikatur konvensional merupakan makna
yang dipahami atau diharapkan pada bentuk-bentuk bahasa tertentu tetapi tidak
terungkap. Kemudian Grice (dalam Leech, 1993: 17) implikatur konvensional yaitu
implikasi pragmatik yang diperoleh langsung dari makna kata, bukan dari prinsip-
prinsip percakapan. Lebih lanjut Nababan (dalam Siallagan, 2013), menyatakan
bahwa implikatur konvensional mengandung pesan yang diperoleh langsung dari
makna kata (yang didengar) bukan dari prinsip percakapan dan tidak didasarkan pada
prinsip kerjasama. Sedangkan menurut Yule (2006: 78) implikatur konvensional
diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan yang
disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Pemahaman terhadap implikasi yang
bersifat konvensional mengandalkan kepada pendengar memiliki pengalaman dan
pengetahuan umum. Contoh adalah sebagai berikut:
(9) Muhammad Ali adalah petarung yang indah.
(10) Lestari putri Solo, jadi ia luwes.
Kata petarung pada (23) berarti „atlit tinju‟. Pemaknaan ini dipastikan benar, karena
secara umum (konvensional), orang sudah mengetahui bahwa Muhammad Ali adalah
atlit tinju, yang legendaris. Jadi, dalam konteks wacana tersebut, orang tidak akan
memahami kata petarung dengan pengertian yang lain. Demikian juga implikasi
umum yang dapat diambil antara putri Solo dengan luwes pada contoh (24). Selama
ini, kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang penuh dengan
kehalusan dan keluwesan putri-putrinya. Implikasi yang muncul adalah, bahwa
perempuan atau wanita Solo umumnya dikenal luwes penampilannya.
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
19
Pengertian implikatur konvensional yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa implikatur konvensional merupakan penafsiran makna yang
secara tidak langsung atau tidak diungkapkan tuturan yang sebenarnya, dan hanya
diperoleh dari makna kata untuk memberikan informasi bukan berbentuk dalam
sebuah percakapan.
b) Implikatur Percakapan
Menurut Yule (2006: 69) implikatur percakapan merupakan asumsi dasar
percakapan adalah, jikalau tidak ditunjukkan sebaliknya, bahwa peserta-pesertanya
mengikuti prinsip kerja sama dan maksim-maksim. Kemudian menurut Grice dalam
Leech (1993: 17) implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih
bervariasi. Pemahaman “yang dimaksud” sangat tergantung pada konteks terjadinya
percakpan. Grice juga menghubungkan konsep implikatur percakapan dengan
penerapan kaidah prisnip kerjasama. Implikatur percakapan memiliki makna dan
pengertian yang lebih bervariasi. Pasalnya, pemahaman terhadap hal “yang
dimaksudkan” sangat bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Sedangkan
menurut Levinson (dalam Mulyana, 2005: 13), implikatur percakapan hanya muncul
dalam suatu tindak percakapan (speech act). Oleh karenanya, implikatur tersebut
bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan non
konvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung dengan
tuturan yang diucapkan.
(11) Ibu : Ani, adikmu belum makan.
Ani : Ya, Bu. Lauknya apa?
Percakapan (11) antara Ibu dengan Ani mengandung implikatur percakapan yang
bermakna “perintah menyuapi”. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
20
kalimat perintah. Tuturan yang hanyalah pemberitahuan bahwa „adik belum makan‟.
Namun karena Ani dapat memahami implikatur yang disampaikan Ibunya, ia
menjawab dan kesiapan untuk melaksanakan perintah ibunya tersebut.
2) Presuposisi
Menurut Mulyana (2005: 14), presuposisi yaitu anggapan dasar atau
penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk
bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca. Praanggapan membantu
pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa (kalimat) untuk mengungkapkan makna
atau pesan yang dimaksud. Kemudian menurut Chaer (2010: 32) pranggapan atau
presuposisi adalah “pengetahuan” bersama yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur
yang melatarbelakangi suatu tindak tutur. Sedangkan menurut Wijana dan Rohmadi
(2011: 37), sebuah kalimat dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat
yang kedua (jika dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang
mempresuposisikan) tidak dapat kalimat yang pertama (yang mempresuposisikan)
tidak dapat dikatakan benar atau salah. Contohnya adalah sebagai berikut.
(12) Santo : Aku merasa capai sekali karena berjalan kaki terlalu jauh, tidak
ada kendaraan.
Tono : (Segera ke belakang mengambil air minum dan ia
mempersilahkan Santo meneguknya).
Santo : Terima kasih. Kau tahu benar aku merasa haus.
Dari percakapan di atas dapat diketahui bahwa ketika Santo bercerita tentang proses
sampainya ke rumah Tono, Tono beranggapan:
1) Ada sesuatu yang diminta oleh Santo. 2) Santo ingin minum.
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
21
3) Referensi
Menurut Mulyana (2005: 56), secara tradisional referensi berarti hubungan
antara kata dengan benda (orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya.
Referensi merupakan perilaku penulis/pembicara. Jadi, yang menentukan referensi
suatu tuturan adalah pihak penulis sendiri, sebab hanya pihak penulis yang paling
mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar
atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud oleh pembicara dalam
ujarannya itu. Terkaan itu bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah.
Kemudian menurut Yule (2006: 27) referensi sebagai suatu tindakan dimana
seorang penutur, atau penulis, menggunakan bentuk linguistik untuk memungkinkan
seorang pendengar atau pembaca mengenali sesuatu. Menurut Halliday (dalam
Mulyana, 2005: 16-17), referensi dilihat dari acuannya dapat dibagi menjadi dua
bagian. Kedua bagian tersebut yaitu referensi eksofora dan referensi endofora.
Referensi eksofora adalah interpretasi terhadap kata yang terletak di luar teks.
Referensi endofora adalah interpretasi terletak di dalam teks itu sendiri. Selanjutrnya
akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai referensi eksofora dan referensi
endofora. Contohnya adalah sebagai berikut.
(13) Pranowo terpilih menjadi lurah di Karangjati. Dia dikenal dekat dengan warganya. Desa itu memang membutuhkan pemimpin yang merakyat.
Bentuk “dia” pada kalimat kedua mengacu pada topik/subjek orang yang bernama
Pranowo, sedangkan desa “itu” menunjuk pada desa Karangjati.
4) Inferensi
Menurut Gorys Keraf (2007: 7), kata inferensi berasal dari kata inferre yang
berarti menarik kesimpulan. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
22
inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta
yang ada. Kemudian menurut Echols dan Hassan (dalam Mulyana, 2005: 19) inferensi
atau inference secara leksikal berarti kesimpulan. Selanjutnya menurut Moeliono
(dalam Mulyana, 2005: 19) dalam bidang wacana, istilah itu berarti sebagai proses
yang dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
di dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara/penulis. Pembaca harus dapat
mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan
kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu
tidak terungkap secara eksplisit. Sedangkan. Contohnya adalah sebagai berikut.
(14) Becak dilarang beroperasi di Ibukota (15) Jakarta sudah menyaipkan gantinya
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran (kalimat) pada contoh diatas adalah
hubungan antara “ibukota” pada kalimat (14) dengan “Jakarta” pada kalimat (15)
kedua hal tersebut seharusnya dipertalikan oleh satu kalimat lagi sebagai penghubung.
Mislanya Ibukota Indonesia adalah Jakarta. Kalimat inilah yang sebenarnya disebut
sebagai “mata rantai yang hilang”. Kalimat ini ada tetapi tidak perlu ditampakkan
secara eksplisit.
5) Konteks Wacana
Menurut Mulyana (2005: 21), konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu
komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu
pembicaraan/dialaog/. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu
berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat bergantung pada konteks
yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Menurut Alwi dkk (2010: 434), konteks
wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu,
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
23
tempat, adegan topik, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan saran. Tiga unsur yang
terakhir, yaitu bentuk amanat, kode, dan sarana perlu mendapat penjelasan. Bentuk
amanat dapat berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengunguman, dan sebagainya.
Menurut Syafi‟ie (dalam Mulyana, 2005: 24) menambahkan bahwa, apabila
dicermati dengan benar, konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi
empat macam yaitu, konteks linguistik (linguistic context) adalah kalimat-kalimat
dalam percakapan, konteks epistemis (epistemic context), adalah latar belakang
pengetahuan yang sama-sama diketahui partisipan, konteks fisik (physical context),
meliputi terjadinya percakapan, objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan
partisipan, konteks sosial (social conyrxt), yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi
hubungan atau partisispan dala percakapan.
Konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar
berfungsi. Dalam kajian sosiolinguistik, Dell Hymes (dalam Mulyana, 2005: 23-24),
merumuskan dengan baik sekali ihwal faktor-faktor penentu peristiwa tutur tersebut,
melalui akronim SPEAKING. Tiap-tiap fonem mewakili penentu yang dimaksudkan.
S: Setting and Scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang
meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara suasana adalah latar
psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa
tuturan.
P: Partisipants, peserta tuturan yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan,
baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan,
seperti usia, pendidikan, latar sosial, dan sebagainya, juga menjadi perhatian.
E: Ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang
diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu
sendiri (ends in view goals).
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
24
A: Act sequences, pesan/amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi
pesan (message content). Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan meliputi; lokusi,
ilokusi, perlokusi.
K: Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan.
Semangat percakapan antara lain, misalnya: serius, santai, akrab.
I: Instrumentalities atau sarana, yaitu sarana percakapan, misalnya: dengan lisan,
tertulis, surat.
N: Norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi
percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan atau tidak, bagaimana cara
membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya.
G: Genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk
pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya: wacana tetepon, wacana Koran,
wacana puisi, ceramaah, dan sebagainya.
Dari uraian di atas menegenai konteks situasi, peneliti menyimpulkan bahwa
konteks situasi adalah proses terbentuknya lingkungan secara langsung mengenai
tempat teks menjadi benar-benar berfungsi. Dengan demikian konteks menunjukan
peranan penting dalam memberikan tafsiran dalam suatu wacana sehingga dapat
diketahui secara benar.
4. Iklan
a. Pengertian Iklan
Menurut Vera (2014: 43), iklan merupakan bagian dalam komunikasi, dimana
pesan tersebut berisi informasi tentang suatu produk, baik barang maupun jasa.
Menurut Wright (dalam Mulyana, 2005: 63), iklan merupakan proses komunikasi
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
25
yang mempunyai kekuatan penting sebagai sarana pemasaran, membantu layanan,
serta gagasan dan ide-ide memalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang
bersifsat persuasif. Kemudian menurut Jefkins (1997: 5), periklanan merupakan
pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon
pembeli yang paling potensial atas produk baran tau jasa tertentu dengan biaya yang
semurah-murahnya. Umumnya, iklan dipasang di media massa, baik cetak maupun
elektronik. Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman bisa terletak
pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasif yang diciptakan. Pada
iklan, bahasanya distrategikan agar berdaya persuasi, yaitu mempengaruhi masyarakat
agar tertarik dan membeli.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa iklan merupakan proses penyampaian informasi kepada khalayak
umum tentang penawaran barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen.
b. Bahasa Iklan
Bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan, penggunaan
bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Oleh karena itu
bahasa iklan harus mampu menjadi manifestasi atau presentasi dari hal yang
diinginkan pihak pengiklanan kepada masyarakat luas. Tujuannya ialah untuk
mempengaruhi masyarakat agar tertarik dengan sesuatu yang diiklankan (Mulyana,
2005: 65).
Bahasa iklan memegang peranan sangat vital dalam menyampaikan maksud
iklan itu sendiri. Di media elektronik, seperti televisi misalnya, terkadang ditemukan
iklan yang minim bahasa. Gejala itu tidak dengan sendirinya menafikkan pentingnya
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
26
bahasa dalam iklan. Persoalan sedikit banyaknya bahasa yang digunakan hanya
berkutat pada pemahaman tentang aspek mana yang lebih perlu untuk ditonjolkan
dalam iklan, gambar atau bahasa verbal.
Pada kenyataannya, bahasa (iklan) sebagai kenyataan sosial (social reality)
telah ikut mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pandangan, gagasan, dan
perilaku mereka. Bahasa iklan yang terus menerus didengar akan merusak dan
mengkristal dipikiran dan jiwa masyarakat. Akibatnya, hal yang dilakukan akan secara
otomatis dimunculkan tatkala seseorang menghadapi sesuatu persoalan.
Bahasa iklan dengan demikian telah memperlihatkan fungsinya secara sosio-
kultural kepada masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan bahasa iklan, yang sering
terjadi ialah gejala pencitraan dalam iklan tentu saja berpengaruh besar terhadap
kehidupan masyarakat pada umumnya.
c. Iklan di Televisi
Iklan merupakan pemberitahuan (Poerwadarminta: 2007: 435). Televisi
merupakan penyiaran pertunjukan dan sebagainya dengan alat penerima, pertunjukan
tadi diwujudkan sebagai gambar hidup (Poerwadarminta, 2007: 1234). Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa iklan televisi adalah pemberitahuan berupa
informasi lewat penyiaran pertunjukan yang diwujudkan dengan gambar hidup.
Televisi merupakan media yang dapat memberikan kombinasi antara suara
dengan gambar yang bergerak, dan dapat dinikmati oleh siapa saja (Swastha dan
Sukotjo, 1999: 225). Televisi menjadi salah satu kebutuhan bagi manusia selain
memberikan informasi, televisi menjadi sarana hiburan bagi masyarakat. Iklan yang
dimunculkan di televisi kebanyakan adalah penawaran produk-produk yang di
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
27
produksi oleh para konsumen. Iklan produk yang disiarkan di televisi umumnya
bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat dalam memberikan ketertarikan untuk
membeli produk yang dihasilkan. Televisi merupakan sarana hiburan utama bagi
keluarga, maka produk-produk yang diiklankan di televisi merupakan sarana hiburan
utama bagi keluarga, konsumen, baik yang dikonsumsi setiap hari maupun yang tahan
lama (durable goods).
5. Slogan Iklan Produk Makanan Ringan
Slogan adalah kata-kata yang menarik atau mencolok dan mudah diingat yang
dipakai untuk mengiklankan sesuatu (Poerwadarminta, 2007: 1136). Slogan biasanya
menggunakan kata yang singkat dan mudah dipahami. Dengan adanya slogan yang
singkat dan mudah dipahami memudahkan pemirsa untuk memahami maksud dari
slogan tersebut.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk kelangsungan
hidupnya. Melalui makanan, manusia mendapatkan kenikmatan yaitu berupa rasa
kenyang dan juga penghilang rasa lapar. Kebutuhan adalah barang apa yang
diperlukan (Poerwadarminta, 2007: 199). Makanan ringan atau biasa juga disebut
camilan atau dalam bahasa Inggris disebut makanan ringan adalah istilah bagi
makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang, atau makan
malam). Makanan yang dianggap makanan ringan merupakan makanan untuk
menghilangkan rasa lapar sesorang sementara waktu, memberi sedikit pasokan tenaga
ke tubuh, atau sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Makanan ringan juga
biasanya di makan dalam keadaan santai sehingga makanan ringan menjadi salah satu
pelengkap dalam kebutuhan sehari-hari.
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
-
28
C. Kerangka Pemikiran
Implikatur Konvensional Pada Slogan Produk Makanan Ringan
Periode Maret – April 2017.
Pragmatik
Wacana
Bentuk Implikatur Konvensional
dalam Makna Imperatif
Unsur Eksternal
Wacana
1. Implikatur
Percakapan
2. Implikatur
Konvensional
Implikatur Konvensional
Imperatif Permintaan Imperatif Bujukan
Imperatif Persilaan
Imperatif Larangan
Imperatif Anjuran Imperatif Ajakan
Slogan Iklan Produk Makanan Ringan di Televisi Periode Maret- April 2017
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017