bab ii tinjauan pustaka a....

24
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasi 1. Pengertian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010). Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Farida, 2010). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang hanya mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya rangsang eksternal (dunia luar) yang sesuai. 2. Jenis jenis halusinasi Menurut Farida ( 2010 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis: a. Halusinasi Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

Upload: doandang

Post on 31-Jan-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan.

Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).

Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi

adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan

dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat

kesadaran individu penuh atau baik.

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata (Farida, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

halusinasi adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan persepsi sensori seseorang yang hanya

mengalami rangsang internal (pikiran) tanpa disertai adanya rangsang

eksternal (dunia luar) yang sesuai.

2. Jenis – jenis halusinasi

Menurut Farida ( 2010 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis:

a. Halusinasi Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara

berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

9

berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap

antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar

dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk

melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

b. Halusinasi Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,

gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa

yang menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi Penghidu atau Penciuman

Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum

atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan

stroke, kejang atau dimensia.

d. Halusinasi Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

e. Halusinasi Perabaan

Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang

jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau

orang lain.

f. Halusinasi Cenesthetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

pencernaan makan atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinestetika

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Tahapan halusinasi

Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi,

2013) sebagai berikut :

a. Tahap I (comforting):

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum

halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :

1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

10

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan

ansietas.

3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien :

1) Tersenyum atau tertawa sendiri.

2) Menggerakkan bibir tanpa suara.

3) Pergerakan mata yang cepat.

4) Respon verbal yang lambat.

5) Diam dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Condeming):

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi

menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik :

1) Pengalaman sensori menakutkan.

2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.

3) Mulai merasa kehilangan kontrol.

4) Menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien :

1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.

2) Perhatian dengan lingkungan berkurang.

3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.

4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

c. Tahap III (Controlling):

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak

dapat ditolak lagi dengan karakteristik :

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi).

2) Isi halusinasi menjadi atraktif.

3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku klien :

1) Perintah halusinasi ditaati.

2) Sulit berhubungan dengan orang lain.

3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

11

4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan

berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering):

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik.

Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila

tidak diikuti.

Perilaku klien :

1) Perilaku panik.

2) Resiko tinggi mencederai.

3) Agitasi atau kataton.

4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

Teori tahapan halusinasi ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sihotang dengan judul “Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum

dan sesudah TAK stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Provinsi

DIY” bahwa gejala halusinasi pada responden penelitian ditunjukan pada 4

tahapan halusinasi yaitu tahapan komforting, kondeming, kontroling dan

konkuering.

4. Etiologi Halusinasi

Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)

etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering

ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan

dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-

obatan, demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan

kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.

b. Dimensi emosional

Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang

tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

12

menakutkan yang tidak dapat dikontrol dan menentang, sehingga

menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi intelektual

Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan

usaha ego sendiri melawan implus yang menekan dan menimbulkan

kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian

klien.

d. Dimensi sosial

Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak

memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan

kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun

interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri

dan hanya bertuju pada diri sendiri.

e. Dimensi spiritual

Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,

mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan

untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas

untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai

dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupanya.

Menurut Struat & Sundden (1998 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) terjadi

halusinasi disebabkan karena

a. Teori psikoanalisa

Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari

luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.

b. Teori biokimia

Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang

mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti

bufotamin dan dimetyltransferase.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

13

Menurut Mc. Forlano & Thomas (dalam Dermawan & Rusdi, 2013)

mengemukakan beberapa teori yaitu:

a. Teori psikofisiologi

Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena terganggunya

fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, karacunan dan penyakit.

b. Teori psikodinamik

Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sadar yang masuk

dalam alam tak sadar merupakan sesuatu atau respon terhadap konflik

psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi

adalah gambaran atau proyeksi dari rangsangan keinginan dan

kebutuhan yang dialami oleh klien.

c. Teori interpersonal

Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat

dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk

menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa

digunakan.

5. Rentang Respons

Skema 2.1 Rentang respon neurobiologis menurut Stuart (2006)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran Logis

- Persepsi Akurat

- Emosi konsistensi

dengan pengalaman

- Perilaku sesuai

- Hubungan sosial

- Pikiran kadang

menyimpang

- Ilusi

- Reaksi emosional berlebih

atau berkurang

- Perilaku aneh atau tidak

lazim

- Menarik diri

- Gangguan pikiran

waham

- Halusinasi

- Kesulitan untuk

memproses halusinasi

- Ketidakteraturan

perilaku

- Isolasi sosial

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

14

Keterangan rentang respon menurut Farida (2010) yaitu :

a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca

indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu

sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek

keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung

tidak lama.

d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial

dan budaya umum yang berlaku.

e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara

individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja

sama.

f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah

atau menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya

sungguh – sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra.

g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain, menghindari dengan orang lain.

h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek

keluar berlebihan atau kurang.

i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa

tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh

norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara

kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.

k. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek atau rangsangan yang nyata.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

15

l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial

dan berinteraksi.

6. Mekanisme Koping

Mekanisme Koping menurut Stuart (2006) yaitu perilaku yang mewakili

upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan

berhubungan dengan respon neurologis maladaptif meliputi :

a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya

untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk

aktivitas hidup sehari – hari.

b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan karancuan persepsi.

c. Menarik diri.

7. Proses terjadinya Masalah

Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping

yang tidak efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi

yang timbul karena kondisi di atas adalah klien cnderung akan menarik

diri dari lingkungan dan terjadilah isolasi sosial. Kesendirian tersebut jika

berlangsung lama akan menimbulkan halusinasi dan semakin lama klien

akan semakin menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena

adanya hal yang tidak nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh

klien merusak diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya (Keliat dkk, 2005).

8. Masalah keperawatan

Keliat dkk (2005) menerangkan bahwa 4 masalah keperawatan pada

gangguan halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan

sensori atau persepsi, isolasi sosial: menarik diri, gangguan pemeliharaan

kesehatan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

16

9. Tindakan keperawatan pasien halusinasi

Berdasarkan Dermawan & Rusdi (2013) tindakan keperawatan pada pasien

halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan tindakan

keperawatan untuk keluarga.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi:

1) Tujuan tindakan meliputi pasien mampu mengenali halusinasi yang

dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien

mengikuti program pengobatan secara obtimal.

2) Tindakan keperawatan meliputi:

a) Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, dapat dilakukan

dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa

yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi

terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi

munculdan respon pasien saat halusinasi muncul.

b) Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,

dapat melatih pasien dalam 4 cara yang dapat mengendalikan

halusinasi, diantaranya adalah :

(1) Menghardik halusiasi

Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatin

untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul

atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat

dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan dan tidak

mengikuti halusinasi yang muncul.

Kemungkinan halusinasi yang muncul kembali tetap ada,

namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk

mengikuti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahap tindakan

keperawatan meliputi menjelaskan cara menghardik,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

17

memperagakan cara menghardik, meminta pasien

memperagakan ulang, memamtau penerapan cara ini,

menguatkan perilaku pasien.

(2) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-

cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap

dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus perhatian

pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang

dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu

cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap dengan orang

lain.

(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan

memiliki bayak waktu luang untu sendiri yang dapat

mencetuskan halusinasi. Pasein dapt menyusun jadwal dari

bangun pagi sampai tidur malam. Tahapannya adalah

menjelaskan pentingnya beraktivitas, yang teratur untuk

mengatasi halusinasi. Mendiskusikan aktivitas yang biasa

dilakukan pasien, melatih melakukan aktivitas, menyusun

jadwal aktivitas sehari-hari, membantu pelaksanaan jadwal

kegiatan, memberi penguata pada perilaku yang positif.

(4) Menggunakan obat secara teratur

Untuk menghindari kekambuhan atau muncul kembali

halusinasi, pasien perlu memgkonsumsi obat secara teratur

dengan tindakan menjelaskan manfaat obat, menjelaskan

akibat putus obat, menjelaskan cara mendapatkan obat atau

berobat dan jelaskan cara menggunakan dengan 5 benar

(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar

dosis).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

18

3) Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan

(SP):

a) SP 1 P : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan

cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol

halusinasi dengan menghardik.

b) SP 2 P : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain.

c) SP 3 P : melatih pasien mengontrol halusinasi melaksanakan

aktivitas terjadwal.

d) SP 4 P : melatih pasien menggunakan obat secara teratur.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga meliputi:

Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar keluarga

dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di

rumah serta keluarga dapat menjadi sisitem pendukung yang efektif

untuk pasien.

1) Tindakan keperawatan

Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat

di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk

sembuh. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelurga

agar menjadi pendukung yang efektif pada pasien.

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi

pelaksanaan (SP):

a) SP 1 keluarga : pendidikan kesehatan tentang gangguan

halusinasi.

b) SP 2 keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien langsung

didepan pasien.

c) SP 3 keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

19

10. Evaluasi Tindakan Keperawatan

Evaluasi Tindakan keperawatan menurut keliat (2006) yaitu evaluasi

merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus

pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses

atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi

hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada

tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir:

S = respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O = respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A = analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada

data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

respon klien.

B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1. Pengertian kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan

yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart &

Laraia (2001, dalam Keliat & Akemat, 2004). Terapi kelompok adalah

metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu

dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok

adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan

interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2004).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

20

2. Tujuan dan fungsi kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang

lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan

kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam

mencapai tujuannya.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling

membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.

Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik kritis,

tumbuh-kembang, atau penyesuaian social (Keliat, 2005).

3. Komponen kelompok

a. Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses

pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok.

Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola

perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya

pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,

sedangkan keputusan diambil secara bersama.

b. Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil

menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lencester

(1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan

Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar

akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan

perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup

variasi informasi dan interaksi yang terjadi.

c. Lama Sesi

Waktu optimal untuk sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang

rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart &

Laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

21

kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi

bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu

atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

d. Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah

mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok.

Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada

anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok

dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat

kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta

melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.

e. Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada

tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok

dalam kerja kelompok yaitu (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart &

Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role.

Maintenance Roles yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan

fungsi kelompok. Task Roles yaitu fokus pada penyelesaian tugas.

Individual role adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.

f. Peran Perawat dalam TAK

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) menjelaskan bahwa peran

perawat jiwa profesional dalam pelaksanaan TAK pada penderita

skizofrenia adalah

1) Peran perawat sebagai penyusun program terapi yang digunakan

sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan TAK.

2) Peran perawat bertugas sebagai leader dan co-leader, meliputi tugas

menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi

dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari

dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok

menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan

memimpin jalannya TAK.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

22

3) Peran Perawat sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan

kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus

pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

4) Peran perawat sebagai observer meliputi mencatat serta mengamati

respon penderita, mengamati jalanya proses TAK dan menangani

peserta atau anggota kelompok yang drop out.

5) Peran perawat dalam mengatsi masalah yang timbul selama

pelaksanaan TAK. Kemungkinan akan timbul sub kelompok,

kurangnya keterbukaan, resistesi baik individu maupun kelompok dan

adanya anggota keompok yang drop out. Untuk mengatasai

permasalahan tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis,

kontrak dan kerangka teori yang mendasari TAK tersebut.

g. Kekuatan Kelompok

Kekuatan adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi

berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota

kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak

mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

h. Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada pada kelompok. Pengharapan

terharap perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan

pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok

berguna untuk mempengaruhi pengaruhnya terhadap komunikasi dan

interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok

dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok.

Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak

dan ditolak anggota kelompok lain (Keliat, 2005).

i. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok berkerja sama dalam

mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap

betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

23

dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan

kelompok dapat dipertahankan.

4. Perkembangan kelompok

a. Fase prakelompok

Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah

tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh

perilaku pemimpin dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai

tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun proposal atau panduan

pelaksanaan kegiatan kelompok.

Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar

pemimpin kelompok disertai kehliannya; daftar kerangka teoritis yang

akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota

kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur

kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku

anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang diharapkan;

uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian

alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal

dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan

kelompok.

b. Fase awal kelompok

1) Tahap orientasi

Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi

pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada

tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan,

kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan

komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu

waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota

kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

24

2) Tahap konflik

Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin

pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih

mengarahakan atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai

pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu

menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang

ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan

pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi

ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif, dan membantu

kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang

tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab

konflik.

3) Tahap kohesif

Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat

satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan.

Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang

informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya

memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan

penyelesaian masalah.

Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa

perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan

perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang

menjadi suatu realitas.

c. Fase kerja

Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja

keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok.

Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah

membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke

arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

25

yang dapat mengurangi produktifitas kelompok. Selain itu pemimpin

juga bertindak sebagai konsultan.

Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self

disclosure, dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi sangat

akrab, berlomba mendapat perhatian pemimpin, tidak ada lagi

kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi dan keengganan berubah

perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan

strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari

produktifitas dan kemampuan yang bertambah disertai kepercayaan diri

dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase

berikut, yaitu perpisahan.

d. Fase terminasi

Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula

terjadi karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari

kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik

kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan

instrumen evalusai kemampuan individual dari anggota kelompok.

Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang

merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi

yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan

digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi,

perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen.

Juga didokumentasikan pada catatan implementasi tindakan keperawatan

tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi.

5. TAK stimulasi persepsi

a. Pengertian

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang

menggunakan aktivitas yang menggunakan aktivitas mempersepsikan

berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

26

untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Hasil diskusi

kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian

masalah.

Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi

dalam 5 sesi, yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II klien

mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi III klien mengontrol

halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, sesi IV klien

mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan

sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

b. Tujuan

1) Tujuan umum

Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol

halusinasi dalam kelompok secara bertahap.

2) Tujuan khusus

Tujuan khusus pemberian TAK ini diharapkan klien dapat mengenal

halusinasi, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik, klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-

cakap dengan orang lain, klien dapat mengontrol halusinasi dengan

cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien dapat mengontrol

halusinasi dengan cara patuh minum obat.

c. Sesi yang digunakan

Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi

yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik, sesi III mengontrol halusinasi dengan

melakukan kegiatan, sesi IV mengontrol halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dan sesi V mengontrol halusinasi dengan cara patuh

minum obat.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

27

Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ragatika

(2013) dengan judul “Perbedaan TAK stimulasi dan stimulasi sensori

terhadap kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik di RSJ Dr.

Amino Gondohutomo Semarang” dengan hasil pemberian TAK stimulasi

persepsi sesi I dan II efektif diberikan pada pasien halusinasi dalam

kemampuan mengontrol halusinasi: menghardik.

d. Klien

Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien

gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang

mengalami perubahan persepsi.

Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang

masuk kriteria, mengidentifikasi klien yang masuk kriteria,

mengumpulkan klien yang masuk kriteria dan membuat kontrak dengan

klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada

klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.

e. Kriteria Hasil

Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur,

evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi

lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien

untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan, posisi tempat dilantai

menggunakan tikar, peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan, alat yang

digunakan dalam kondisi baik, leader, Co-leader, Fasilitator dan

observer berperan sebagaimana mestinya.

Evaluasi proses terdiri dari leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan

dari awal hingga akhir, leader mampu memimpin acara, co-leader

membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan, fasilitator mampu

memotivasi peserta dalam kegiatan, fasilitator membantu leader

melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah,

observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

28

kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok dan peserta

mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.

Evaluasi hasil diharapkan dari kelompok mampu menjelaskan apa yang

sudah digambarkan dan apa yang dilihat dan menyampaikan halusinasi

yang dirasakan dengan jelas.

f. Antisipasi Masalah

Hasil penelitian Ragatika (2013) mengguankan antisipasi masalah oleh

Purwaningsih & Karlina (2010) yaitu pelaksanaan TAK terdapat

penangan pada klien yang tidak aktif dalam aktivitas TAK diantaranya

adalah dengan memanggil klien dan memberi kesempatan pada klien

untuk menjawab sapaan perawat atau klien lain. Bila klien meninggalkan

kegiatan tanpa izin, maka panggil nama klien dan tanyakan alasan klien

meninggalkan kegiatan, apabila klien lain ingin ikut maka berikan

penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih,

katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh

klien tersebut, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan

tidak memberi pesan pada kegiatan ini.

6. TAK stimulasi sensori

a. Pengertian

Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah aktivitas membantu anggotanya

untuk mengatasi identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah

tingkah laku yang adaptif (Keliat, 2004). Terapi aktivitas kelompok

(TAK) adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap

sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan

meningkatkan hubungan antar anggota.Terapi aktivitas kelompok

stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca indra (sensori)

agar memberi respons yang adekuat.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

29

b. Tujuan

Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespons

terhadap stimulus pancaindra yang diberikan.Tujuan khususnya meliputi

klien mampu berespon terhadap suara yang di dengar, klien mampu

berespons terhadap gambar yang dilihat dan klien mampu

mengekspresikan perasaan melalui gambar.

c. Karakteristik klien

Klien dengan masalah perubahan sensori persepsi : halusinasi yang sudah

di mulai melakukan interaksi interpersonal.

d. Antisipasi masalah

Purwaningsih & Karlina (2010) menerangkan bahwa terdapat masalah

yang mungkin timbul dalam TAK ini antara lain:

1) Keterbukaan yang kurang, tindakan berupa : Terapi baik leader, co-

leader, maupun fasilitator harus berusaha memotivasi klien dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka.

2) Berikan dukungan dan rasa nyaman kepada klien sehingga klien

mampu mengekspresikan perasaannya dengan leluasa.

3) Resistensi baik individu maupun kelompok, tindakan berupa: Peran

fasilitator sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang

mendukung keberhasilan suatu terapi.

4) Pasien lain yang bukan kelompok TAK ingin ikut TAK, tindakan

berupa: peran fasilitator sangat diperlukan untuk mengalihkan

perhatian pasien yang lain dengan bantuan perawat, misalnya dengan

memberikan permainan menggambar agar pasien kembali ke

kamarnya sehingga tidak mengganggu jalannya TAK

5) Pasien memaksa ingin ikut TAK, tindakan berupa : fasilitator

berusaha membujuk agar klien tetap ditempat untuk mengikuti TAK

hingga selesai. Jika tidak bias maka fasilitator mengantarkan kembali

keruangannya.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

30

C. Kerangka Teori Penelitian

Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon Maladaptif

S

Sumber : Stuart (2006)

1. Respon adaptif

2. Pikiran logis

3. Persepsi akurat

4. Emosi konsistensi stabil

dengan pengalaman

5. Perilaku sesuai hubungan

sosial

1. Pikiran kadang menyimpang

2. Reaksi emosional berlebih

3. Perilaku aneh atau tidak lazim

4. Menarik diri

5. Isolasi sosial

6. Kelainan pikiran atau

halusinasi

TAK Halusinasi:

1. TAK stimulasi persepsi

2. TAK stimulasi sensori

Tidak berhasil

mengontrol

Berhasil

mengontrol

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-afifahnurh... · berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

31

D. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Riyanto (2011) kerangka konsep penelitian merupakan kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur dan diamati melalui

penelitian yang akan dilakuakan. Karena konsep tidak dapat langsung diamati

maka konsep dapat diukur melalui variabel. Didalam kerangka konsep harus

menunjukan hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka

konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan

teori untuk memudahkan di dalam menyusun hipotesis (Nursalam, 2008).

Dibawah ini adalah bagan kerangka konsep penelitian ini.

Sebelum Sesudah

Skema 2.3 Kerangka Konsep Peneltian

E. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-sensori

2. Variabel terikat : kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah

TAK persepsi-sensori.

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyataan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut : ada pengaruh terapi aktifitas kelompok stimulasi

persepsi-sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RSJD Dr.

Amino Gondhohutomo Semarang.

Kemampuan mengontrol

Halusinasi

TAK Stimulasi Persepsi dan

Sensori

Kemampuan mengontrol

Halusinasi