bab ii tinjauan pustaka a. 1. - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/2045/4/bab ii.pdf ·...

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Lansia 1. Pengertian Lansia Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007). Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32). 2. Proses Menua (Ageing Process) Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia (Darmojo, 2004: 635). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2011). Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2011: 7-8). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan 15 http://repository.unimus.ac.id

Upload: doannhu

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian Lansia

Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang

berumur tua dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007).

Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi

secara berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua

seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya

akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh.

Istilah manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap

orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti manusia lanjut

usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta ada

yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32).

2. Proses Menua (Ageing Process)

Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap

manusia (Darmojo, 2004: 635). Proses menua ini ditandai dengan

proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri

atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh

tidak mampu mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh

tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2011).

Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel

akibat menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun

terhadap sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan

mengalami perubahan. (Azizah, 2011: 7-8). Seiring dengan

meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah pun

akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan

pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan

pada ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan

15

http://repository.unimus.ac.id

16

membentuk tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan yang

mana implikasi klinisnya akan menimbulkan disritmia pada lansia,

kemudian terdapat arteri dan vena yang menjadi kaku ketika dalam

kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten yang akibatnya

akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada ekstremitas

(Stanley & Beare, 2006: 179).

Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan

dinding ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan

densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat

berdampak pada kurangnya kemampuan jantung untuk berdistensi.

Pada permukaan di dalam jantung seperti pada katup mitral dan katup

aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di sepanjang garis

katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistole

dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan

menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare,

2006: 179).

Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung

melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan

bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku.

Kekakuan ini terjadi akibat meningkatnya serat kolagen dan hilangnya

serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan akibat

penuaan ini akan menyebabkan terjadinya ateriosklerosis yaitu

terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup jantung

(Stanley & Beare, 2006: 180).

Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan

fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana

perubahan utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk

meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan

tubuh. Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung pun

mengalami penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada jantung

mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan. Katup-katup yang

http://repository.unimus.ac.id

17

sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan peningkatan waktu

pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang diperlukan untuk

mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Beare, 2006: 180).

3. Teori Menua

Teori-Teori Menua Berdasarkan (Fatmah, 2010: 8-10), (Aspiani,

2014: 34), dan (Eliopoulus, 2010: 14-20):

a. Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia

dikaitkan pada proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang

biologis.

1) Teori Genetik

a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)

Teori ini menerangkan bahwa di dalam tubuh setiap manusia

terdapat jam biologis yang dapat mengatur gen dan dapat

menentukan proses penuaan. Pada setiap spesies manusia

memiliki inti sel yang berisi jam biologis atau jam genetik

tersendiri. Dimana pada setiap spesies memiliki batas usia

yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh replikasi dari

setiap sel dalam tubuh manusia. Apabila replikasi sel tersebut

berhenti maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai kematian.

b) Teori mutasi somatik (error catastrope)

Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh

kerusakan, penurunan fungsi sel dan percepatan kematian sel

yang disebabkan oleh kesalahan urutan susunan asam amino.

Kerusakan selama masa transkripsi dan translasi dapat

mempengaruhi sifat enzim dalam melakukan sintesis protein.

Kerusakan ini pula menjadi penyebab timbulnya metabolit

yang berbahaya sehingga dapat mengurangi penurunan fungsi

sel.

http://repository.unimus.ac.id

18

2) Teori Non-genetik

a) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa penuaan terjadi akibat

adanya penurunan fungsi dan struktur dari sistem kekebalan

tubuh pada manusia. Seiring bertambahnya usia, hormon

yang dikeluarkan oleh kelenjar timus sebagai pengontrol

sistem kekebalan tubuh pada manusia mengalami penurunan

maka terjadilah proses penuaan. Dan pada saat yang

bersamaan pula terjadi kelainan autoimun.

b) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)

Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk di alam

bebas dan di dalam tubuh manusia akibat adanya proses

metabolisme di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan

sebuah molekul yang tidak berpasangan sehingga dapat

mengikat molekul lain yang akan menjadi penyebab

kerusakan fungsi sel dan perubahan dalam tubuh. Ketika

radikal bebas terbentuk dengan tidak stabil, akan terjadi

oksidasi terhadap oksigen dan bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein sehingga sel-sel dalam tubuh sulit

untuk beregenerasi. Radikal bebas banyak terdapat pada zat

pengawet makanan, asap rokok, asap kendaraan bermotor,

radiasi, serta sinar ultra violet yang menjadi penyebab

penurunan kolagen pada lansia dan perubahan pigmen pada

proses menua.

c) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)

Teori rantai silang menerangkan bahwa proses penuaan

diakibatkan oleh lemak, protein, asam nukleat (molekul

kolagen) dan karbohidrat yang bereaksi dengan zat kimia

maupun radiasi yang dapat mengubah fungsi jaringan dalam

tubuh. Perubahan tersebut akan menjadi penyebab perubahan

pada membran plasma yang mengakibatkan terjadinya

http://repository.unimus.ac.id

19

jaringan yang kaku dan kurang elastis serta hilagnya fungsi.

Proses hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan

dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein di

dalam jaringan.

Terdapat beberapa contoh perubahan seperti banyaknya

kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan

fleksibilitasnya serta menjadi tebal seiring bertambahnya

usia. Contoh ini dapat dikaitkan dengan perubahan pada

pembuluh darah yang cenderung menyempit dan cenderung

kehilangan elastisitasnya sehingga pemompaan darah dari

jantung menuju keseluruh tubuh menjadi berkurang dan pada

permukaan kulit yang kehilangnya elastisitasya dan

cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan

kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

d) Teori Fisiologik

Teori ini mengambil contoh dari teori adaptasi stres (stress

adaptation theory). Dimana proses menua merupakan akibat

dari adaptasi terhadap stres dan stres ini bisa berasal dari

internal maupun eksternal tubuh yang dapat memengaruhi

peningkatan kasus penyakit degeneratif pada manusia lanjut

usia (manula).

e) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow virus

theory)

Teori ini menyatakan bahwa ketika manusia berada pada

proses menua maka saat itulah tubuh manusia tidak dapat

membedakan sel normal dan sel yang tidak normal, akibatnya

antibodi bekerja untuk menyerang keduanya. Sistem imun

pun mengalami gangguan dan penurunan kemampuan dalam

mengenali dirinya sendiri (self recognition) akibat perubahan

protein pascatranslasi atau mutasi.

http://repository.unimus.ac.id

20

3) Teori Sosiologis

Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang

mengalami penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan

partisipasi ke dalam masyarakat.

a) Teori Aktivitas

Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam melakukan

berbagai jenis kegiatan yang merupakan indikator suksesnya

lansia. Lansia yang aktif, banyak bersosialisasi di masyarakat

serta lansia yang selalu mengikuti kegiatan sosial merupakan

poin dari indikator kesuksesan lansia. Lansia yang ketika

masa mudanya merupakan tipe yang aktif, maka di masa

tuanya lansia akan tetap memelihara keaktifannya seperti

peran lansia dalam keluarga maupun masyarakat di berbagai

kegiatan sosial keagamaan. Apabila lansia tidak aktif dalam

melakukan kegiatan dan perannya di masyarakat maupun di

keluarga, maka sebaiknya lansia mengikuti kegiatan lain atau

organisasi yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

b) Teori Kontinuitas

Teori ini menekankan bahwa perubahan ini dipengaruhi oleh

jenis kepribadian lansia tersebut. Dalam teori ini lansia akan

tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena tipe

kepribadiannya yang aktif dalam bersosialisasi.

4) Teori Psikososial

Teori ini menerangkan bahwa semakin menua tingkat usia

seseorang maka semakin sering pula seseorang memperhatikan

kehidupannya daripada isu yang terjadi di lingkungan sekitar.

http://repository.unimus.ac.id

21

4. Karakteristik dan klasifikasi Lansia

a. Karakteristik Lansia

Menurut (Maryam, 2008: 33) karakteristik lansia disebutkan

menjadi 3 diantaranya adalah:

1) Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1

ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan)

2) Variasi lingkungan tempat tinggalnya

3) Masalah dan kebutuhan lansia yang beragam.

b. Klasifikasi lansia dibedakan menjadi 4 kelompok usia. Menurut

Word Health Organization (WHO), (Fatmah, 2010: 8) dan (Aspiani,

2014: 20):

1) Usia Pertengahan (Middle Age): Usia 45-59 Tahun

2) Usia Lansia (Elderly): Usia 60-74 Tahun

3) Usia Lansia Tua (Old): Usia 75-90 Tahun

4) Usia Sangat Tua (Very Old): Usia Diatas 90 Tahun

5. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan

Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan

(Eliopoulos, 2010):

a. Perubahan Fisiologi

1) Sel

Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan

kehidupan. Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah

satu zat utama guna membentuk energi. Salah satu sel darah yang

terpenting adalah sel darah merah (SDM), dimana sel darah

merah ini mentranspor oksigen dari paru-paru menuju jaringan

diseluruh tubuh (Guyton, 2002: 01).

Menurut Nugroho (2008: 27) dan Aspiani (2014: 35)

perubahan yang terjadi pada lanjut usia di tingkat sel yaitu

berubahnya ukuran sel dimana ukuran sel menjadi lebih besar,

namun jumlah sel menjadi lebih sedikit, jumlah cairan tubuh dan

http://repository.unimus.ac.id

22

cairan intraselular berkurang, mekanisme perbaikan sel

terganggu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati

mengalami penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga

otak menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan

melebar akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%.

2) Pembuluh darah

Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang

membawa darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke

jantung. Aliran darah ke setiap jaringan nantinya akan diatur oleh

proses kimia lokal dan persarafan umum serta mekanisme

humoral yang dapat melebarkan dan menyempitkan pembuluh

darah dijaringan (Ganong, 2008: 596).

Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah

yang dipompa oleh jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen,

penghantaran nutrient, pembuangan zat sisa, dan penghantaran

sinyal hormon dalam tubuh manusia. Sedangkan arteri dalam

tubuh difungsikan sebagai penyedia tekanan untuk melanjutkan

mengalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi.

Arteri ini berbentuk sangat elastis sehingga dapat mengangkut

darah dari jantung ke organ-organ tubuh. Ketika manusia

mengalami penuaan, akan terjadi perubahan pada arteri dimana

arteri mengalami penurunan elastisitas yang bertanggung jawab

atas perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar pituitari

(Sherwood, 2014: 367). Terdapat dua macam pembuluh darah

yang khususnya mengalami perubahan pada saat usia lanjut yaitu:

a) Arteri

Arteri merupakan bagian dari pembuluh-pembuluh

dalam tubuh yang berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk

menghasilkan gaya pendorong bagi darah ketika jantung

dalam keadaan relaksasi (Sherwood, 2014: 372). Peran arteri

sebagai reservoir dapat dijelaskan dengan kontraksi jantung

http://repository.unimus.ac.id

23

yang bergantian untuk memompa darah ke dalam arteri dan

kemudian melemas untuk diisi oleh vena. Ketika jantung

dalam keadaan melemas dan terisi kembali maka pada saat

itu tidak ada darah yang dipompa keluar (Sherwood, 2014:

373). Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah

ke dalam arteri, dinding arteri yang mengalami teregang

secara pasif mengalami recoil, dimana recoil ini

menimbulkan tekanan pada darah ketika diastole (Ganong,

2008: 596) dan (Sherwood, 2014: 373).

Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastik

sehingga jaringan tersebut bersifat elastis. Bentuk arteri yang

sangat elastis inilah yang dapat berfungsi pula sebagai

pengangkut darah dari jantung ke organ-organ tubuh

(Sherwood, 2014: 372). Elastisitas arteri memungkinkan

pembuluh ini mengembang untuk secara temporer

menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh

jantung, menyimpan sebagian energi tekanan yang

ditimbulkan oleh kontraksi jantung di dinding yang teregang

(Sherwood, 2014: 373).

Perubahan yang terjadi ketika seseorang mulai menua

yaitu terjadinya perubahan pada arteri, dimana arteri akan

kehilangan elastisitasnya sehingga dapat berpengaruh

terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah pada sistem

kardiovaskuler (Sherwood, 2014: 373). Pembuluh darah

arteri pun akan mengalami kekakuan sehingga resistensi

vaskuler pun meningkat dan akan berdampak pada

meningkatnya tekanan darah.

Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan dimana

masing-masing dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses

penuaan. Tunika intima yang merupakan lapisan terdalam

akan mengalami perubahan yang paling signifikan termasuk

http://repository.unimus.ac.id

24

akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta proliferasi seluler.

Perubahan ini dapat berkontribusi terhadap reaksi dan

perkembangan aterosklerosis. Media tunika yang merupakan

lapisan tengah akan mengalami penipisan dan pengapuran

serat elastin dan peningkatan kolagen yang akan berdampak

pada terjadinya pengerasan pada pembuluh darah.

Baroreseptor dan peningkatan restriksi perifer pun akan

mengalami gangguan fungsi yang berdampak pada naiknya

tekanan darah sistolik. Lapisan paling luar atau tunika

adventitia ini tidak berpengaruh terhadap proses penuaan

(Eliopoulos, 2010: 54).

b) Arteriol

Pembuluh yang lainnya adalah arteriol dimana arteriol

merupakan tempat utama tahanan terhadap aliran darah.

Tahanan terhadap aliran darah ditentukan oleh jari-jari

pembuluh darah dan viskositas darah. Dan viskositas

dipengaruhi oleh hematokrit yaitu persentase volume darah

yang ditempati oleh sel darah merah. Viskositas juga

dipengaruhi oleh komposisi plasma dan ketahanan sel

terhadap deformasi. Tahanan perifer total akan mengalami

perubahan yang signifikan ketika terjadi sedikit perubahan

pada diameter arteriol (Ganong, 2008: 604).

Pada dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis

dan banyak mengandung jaringan otot polos. Lapisan otot

polos yang tebal tersebut dipersarafi oleh serat saraf simpatis,

serabut saraf noradrenergik yang berfungsi sebagai

konstriktor dan serabut kolinergik yang dapat menimbulkan

dilatasi pembuluh darah. Lapisan otot polos berjalan disekitar

arteriol sehingga ketika lapisan otot polos berkontraksi,

lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil, meningkatkan

resistensi, dan mengurangi aliran melalui pembuluh.

http://repository.unimus.ac.id

25

Pembuluh arteriol ini memiliki cabang yang dinamai dengan

metaarteriol yang mana pembuluh ini akan meneruskan untuk

mengalirkan darahnya ke kapiler (Ganong, 2008:596).

Vasokontriksi merupakan penyempitan pembuluh

arteriol dimana terjadi peningkatan kontraksi otot polos

sirkular di dinding arteriol yang menyebabkan peningkatan

resistensi dan penurunan aliran darah melalui pembuluh.

Vasodilatasi merupakan peningkatan keliling dan jari-jari

pembuluh akibat melemasnya lapisan otot polos yang

menyebabkan penurunan kontraksi otot polos sirkular di

dinding arteriol, serta menyebabkan penurunan resistensi dan

peningkatan aliran melalui pembuluh. (Sherwood, 2014:

377).

3) Tekanan darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah

terhadap dinding pembuluh, yang bergantung pada volume darah,

daya regang (distensibilitas), dan dinding pembuluh. Jadi dapat

diambil kesimpulan bahwa tekanan darah merupakan tenaga dan

tekanan yang digunakan oleh darah pada setiap satuan daerah

pada dinding pembuluh darah (Guyton, 2002: 165). Tekanan

darah terbesar terdapat pada arteri terbesar dan tekanan darah

terendah terdapat dalam pembuluh darah (Suprapto, 2014: 13).

Tekanan darah harus diatur tersebab oleh dua alasan. Alasan

yang pertama yaitu tekanan harus tinggi untuk menjamin tekanan

pendorong mendarahi seluruh organ-organ tubuh. Alasan lain

yaitu tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga tidak

menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan

resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya

pembuluh darah halus (Sherwood, 2014: 399). Curah jantung dan

resistensi perifer total merupakan faktor dari pengaturan tekanan

arteri rerata.

http://repository.unimus.ac.id

26

Angka atau nilai dari tekanan darah dapat berubah sewaktu-

waktu dalam sehari tergantung dari peningkatan aktivitas, kondisi

tubuh serta kondisi psikis seseorang seperti ketika sedang bahagia

sedih atau kecewa (Prasetyaningrum, 2014: 6). Tekanan darah

biasa diukur dengan menggunakan tensi meter dan menggunakan

satuan milimeterhidrogen (mmHg). Penentuan tekanan darah

dilakukan ketika terjadi pemompaan dari jantung menuju seluruh

jaringan dan organ tubuh (Suprapto, 2014: 10). Jumlah darah

yang mengalir menuju organ tertentu pun dapat ditentukan oleh

besarnya diameter internal arteriol, dimana diameter internal

arteriol ini berada dibawah kontrol sehingga aliran darah ke organ

tertentu dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan

(Sherwood, 2014: 367).

Sewaktu sistole ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke

arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah

tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol.

Sedangkan selama diastole, tidak ada darah yang masuk ke arteri

sementara darah terus keluar dari arteri yang didorong oleh rekoil

elastis (Sherwood, 2014: 369).

Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah

dengan tekanan lebih rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi

faktor pencetus terjadinya tekanan pada darah. Faktor lain yang

mempengaruhi laju aliran darah melalui suatu pembuluh adalah

resistensi. Resistensi merupakan tahanan atau hambatan terhadap

aliran darah melalui suatu pembuluh akibat dari gesekan anatara

cairan darah yang mengalir dan dinding vaskuler yang diam

(Sherwood, 2014: 369).

Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika terjadi

peningkatan resistensi sehingga laju aliran darah pun akan

berkurang. Jika resistensi meningkat, jantung harus bekerja lebih

keras untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. Resistensi

http://repository.unimus.ac.id

27

aliran darah dipengaruhi oleh viskositas darah dan juga pembuluh

darah. Semakin besar viskositas, semakin besar resistensi dan

semakin kental cairan semakin besar pula viskositasnya.

Viskositas darah ditentukan oleh jumlah sel darah merah

(Sherwood, 2014: 369).

Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah manusia.

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah

gaya hidup, aktivitas fisik, lingkungan, dan pola makan yang

dikonsumsi. Penentuan angka tekanan darah dilakukan dengan

menggunakan tensimeter, yang tentunya dilakukan dengan cara

yang benar, pasti dan akurat yaitu ketika seseorang berada pada

posisi duduk dan berbaring (Suprapto, 2014: 11).

4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2014: 36)

a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.

b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya).

c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya

dengan stres.

d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan

perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan

rendahnya ketahanan terhadap dingin.

e) Kurang sensitif terhadap sentuhan

5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2014: 37)

Menurut (Azizah, 2011: 11) perubahan pada sistem panca

indera lainnya adalah perubahan pada sistem pendengaran.

Dimana perubahan ini meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang

terjadi pada pendengaran akibat hilangnya kemampuan daya

dengar pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada

yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas, terhadap kata-kata

yang sulit dimengerti.

http://repository.unimus.ac.id

28

6) Sistem Penglihatan

Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu

gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana

daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta

ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan

yang lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami

kehilangan elastisitas sehingga menjadi kaku dan otot penyangga

lensa pun lemah (Azizah, 2011: 11).

7) Sistem Kardiovaskuler

Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada sistem

kardiovaskuler yaitu perubahan pada pembuluh-pembuluh leher,

curah jantung, bunyi jantung dan murmur. Memanjang dan

berkelok-keloknya pembuluh di leher khususnya pada aorta dan

cabang-cabangnya kadang menyebabkan arteri karotis berkelok-

kelok atau tertekuk di pangkal leher, khususnya di sisi kanan.

Masa berdenyut yang terjadi pada penderita hipertensi khususnya

lansia perempuan seringkali dikaitkan sebagai kondisi aneurisma

karotis atau bisa disebut sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang

berkelok-kelok kadang meningkatkan tekanan di vena jugularis

sebelah kiri leher dengan mengganggu drainase vena ini di dalam

thoraks.

Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijalaskan oleh (Azizah,

2011: 12) yang meliputi bertambahnya massa jantung, pada

ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan peregangan

jantung berkurang akibat terjadinya perubahan pada jaringan ikat

dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node serta akibat

dari berubahnya jaringan konduksi menjadi jaringan ikat.

Perubahan yang lainnya yaitu asupan oksigen pada tingkat

maksimal berkurang yang akan mengakibatkan kapasitas pada

paru menurun. Dalam hal ini aktivitas fisik maupun kegiatan

olahraga sangat diperlukan guna meningkatkan Volume O2

http://repository.unimus.ac.id

29

(oksigen) maksimum, mengurangi tekanan darah dan guna

menurunkan tekanan darah.

Menurut (Fatmah, 2010: 31) gangguan yang terjadi pada

sistem kardiovaskuler pada lansia yaitu pada dinding aorta terjadi

penurunan elastisitas, tidak hanya itu kaliber pada aorta pun

mengalami perkembangan.

Perubahan secara fisiologis ini dapat terjadi pada katup-katup

jantung di mana inti sel pada sel-sel katup jantung ini berkurang

dari jaringan fibrosa stroma jantung, penumpukan lipid,

degenerasi kolagen, dan juga klasifikasi jaringan fibrosa jaringan

katup tersebut. Ukuran katup pun bertambah seiring penambahan

usia. Irama inheren pada jantung menurun dengan bertambahnya

usia. Hal ini disebabkan oleh menurunnya denyut jantung. Denyut

jantung pada lansia tetap rendah bila dibandingkan dengan orang

dewasa, walaupun pada lansia yang sering melakukan aktivitas

fisik. Aritmia berupa ekstrasistol pada lansia, ditemukan lebih

dari 10% pada lansia yang memeriksakan EKG nya secara rutin.

Hal yang tidak berubah pada lansia adalah fungsi sistolik pada

jantung.

Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008:

29):

a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

b) Elastisitas dinding aorta menurun.

c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan

kontraksi dari volume menurun.

d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)

e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh

darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi

dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan

http://repository.unimus.ac.id

30

tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan

pusing mendadak).

f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan

perdarahan.

g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah

perifer meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg,

diastole 95 mmHg.

8) Sistem Pernapasan

Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru,

kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada

paru berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah

berkurangnya udara yang mengalir ke paru. Gangguan pernapasan

dan kemampuan peregangan pada thoraks pun terganggu akibat

adanya perubahan pada otot, sendi thorak dan kartilago. Pada

sistem pernapasan terjadi pendistribusian ulang kalsium pada

tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya,

tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini menyebabkan

penurunan efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini pun memberi

dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia salah satunya

yaitu lansia akan lebih rentan terkena komplikasi pernapasan

akibat istirahat total oleh karena perubahan yang terjadi, seperti

infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.

Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem

respirasi:

a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,

kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.

b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk

berkurang.

c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri

menurun menjadi 75 mmHg.

http://repository.unimus.ac.id

31

d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot

pernapasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

9) Sistem Pencernaan

Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang

terjadi akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada

tubuh lansia. Selain itu lansia mengalami penurunan sekresi asam

dan enzim. Perubahan yang lain adalah perubahan pada

morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot

pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi

mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan

(Fatmah, 2010: 23).

10) Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia

ditandai dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi

payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi

spermatozoa meski adanya penurunan secara berangsur-angsur,

serta dorongan seks masih ada hingga usia 70 tahun (Azizah,

2011: 13).

11) Sistem Endokrin

Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang

diproduksi dalam jumlah besar dalam reaksi menangani stres.

Akibat kemunduran produksi hormon pada lansia, lansia pun

mengalami penurunan reaksi dalam menghadapi stres (Fatmah,

2010: 28).

12) Integumen

Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia

yang mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut.

Perubahan ini juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang

mana kulit pada lansia akan menjadi kering akibat dari kurangnya

cairan pada kulit sehingga kulit menjadi berbecak dan tipis. Atrofi

sebasea dan glandula sudoritera merupakan penyebab dari

http://repository.unimus.ac.id

32

munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi tanda dari

berubahnya sistem integumen pada lansia. Liver spot ini

merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang muncul pada

kulit.

13) Muskuloskeletal

Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:

a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit,

tendon, tulang dan jaringan pengikat menjadi sebuah

batangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen ini

menjadi penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia

sehingga timbul dampak nyeri, penurunan kemampuan

untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk dan

berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan

adalah upaya fisioterapi.

b) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian lunak serta

mengalami granulasi yang mana akan memberikan dampak

pada meratanya permukaan sendi.

c) Tulang

Menurut (Azizah, 2011: 12) perubahan yang terjadi di

tulang meliputi berkurangnya kepadatan tulang.

Berkurangnya kepadatan tulang ini menjadi penyebab

osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka panjang yang

akan terjadi ketika lansia telah mengalami osteoporosis

adalah nyeri, deformitas dan fraktur. Oleh sebab itu,

aktivitas fisik pun menjadi upaya preventif yang tepat.

d) Otot

Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot. Akibat

http://repository.unimus.ac.id

33

terjadinya perubahan morfologis pada otot, lansia akan

mengalami penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas,

peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan

fungsional otot.

e) Sendi

Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi

menurunnya elastisitas jaringan ikat seperti tendon,

ligament dan fasia. Terjadi degenerasi, erosi serta

kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Terjadi

perubahan pula pada sendi yang kehilangan fleksibilitasnya

sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi menurun.

Akibatnya lansia akan mengalami nyeri sendi, kekakuan

sendi, gangguan aktifitas, gangguan jalan.

14) Pengaturan suhu tubuh

Menurut (Nugroho, 2008: 29) pada pengaturan suhu,

hipothalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-

faktor yang biasa ditemui yang menjadi faktor kemunduran pada

lansia yang biasa ditemui antara lain:

a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis

kurang lebih 35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan

merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan

gelisah.

b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat

memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

penurunan aktivitas otot.

b. Perubahan Mental

Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat

pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama

panca indera.

http://repository.unimus.ac.id

34

c. Perubahan Psikososial menurut (Aspiani, 2014: 42):

1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan

terjadinya kematian.

2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.

3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan

peningkatan gaya hidup.

4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial,

pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan.

5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.

6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

7) Mengalami gangguan pancaindera.

8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta

lansia akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.

d. Perubahan Spiritual

Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan

perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan

lansia yang akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada

perubahan spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan

berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh bagaimana cara

mencintai dan bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain

yaitu lansia akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya

yang tercermin dalam perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008: 36).

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg (milimeterhidrogen) dan

peningkatan pada tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

(milimeterhidrogen) pada dua kali pengukuran dengan selang waktu

lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. (Kemenkes RI,

2014). Hipertensi terjadi akibat kombinasi efek retensi garam dan

http://repository.unimus.ac.id

35

cairan serta efek vasokontriksi kelebihan angiotensin II (Sherwood,

2014: 575).

2. Jenis Tekanan Darah

Tekanan darah diklasifikasikan menjadi dua yaitu tekanan darah

siatolik atau angka atas dan tekanan darah diastolik atau angka bawah.

Ketika terjadi pengerutan bilik jantung dan darah memompa dengan

tekanan maksimalnya maka itu yang disebut dengan tekanan darah

siastolik atau angka atas pada penentuan tekanan darah (Suprapto,

2014: 13). Angka bawah atau tekanan darah diastolik terjadi ketika

jantung mengalami penurunan tekanan darah akibat jantung dalam

keadaan mengembang atau dalam keadaan istirahat kekuatan penahan

pada dinding pembuluh darah (Suprapto, 2014: 13).

3. Klasifikasi Tekanan Darah Tinggi/Hipertensi

Menurut (Syamsudin, 2011: 22) Penyakit hipertensi merupakan

penyakit multifaktor. Pada penyakit hipertensi terjadi peningkatan

resistensi vaskular akibat efek vasokonstriksi yang melebihi efek

vasodilatasi (Syamsudin, 2011: 22). Peningkatan aktivasi Renin

Angiotensin System (RAS), meningkatnya sensitivitas arteriol perifer

terhadap mekanisme vasokonstriksi normal, dan karena efek alpha

adrenergic merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

vasokonstriksi (Syamsudin, 2011: 22). Berikut klasifikasi hipertensi

menurut (Suprapto, 2014: 14):

http://repository.unimus.ac.id

36

Tabel 2.1

Klasifikasi atau kategori Hipertensi

Kategori Sistolik Diastolik

Normal <130 mmHg <85mmHg

Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1 (hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 (hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3 (hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg

Stadium 4 (hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

Sumber: Suprapto (2014: 14)

(Suprapto, 2014: 28) menambahkan bahwa klasifikasi hipertensi

dibedakan berdasarkan penyebabnya terdapat 2 jenis hipertensi:

a. Hipertensi Primer (essensial hypertension/primary hypertension)

Hipertensi primer dijelaskan oleh (Susanto, 2010: 12) bahwa

penyebab spesifik hipertertensi ini masih belum diketahui. Banyak

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi primer. Diantara

banyak faktor yaitu hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistem

renin angiotensin, obesitas, merokok, stres, genetika dan lingkungan.

b. Hipertensi Sekunder (secondary hypertension)

Susanto (2010: 12) pun menjelaskan mengenai hipertensi

sekunder bahwa peningkatan angka kejadian hipertensi sekunder

semakin meningkat. Hipertensi sekunder diakibatkan oleh gangguan

pada pembuluh darah, dimana pembuluh darah mengalami

penyempitan terutama pada bagian ginjal, selain itu terdapat

penyakit lain yang menjadi faktor meningkatnya hipertensi sekunder

yaitu tumor dan gangguan hormon. Gangguan tersebut dapat

mengakibatkan kerja jantung lebih maksimal sehingga peningkatan

tekanan darah terjadi.

http://repository.unimus.ac.id

37

4. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi menurut (Susanto, 2010: 13) terjadi karena

beberapa faktor yaitu diantaranya genetika, obesitas, stres lingkungan,

jenis kelamin, pertambahan usia, asupan garam berlebih, gaya hidup

yang kurang sehat, obat-obatan dan akibat penyakit lain. Penyebab

hipertensi memang belum jelas (Susanto, 2010: 13). Hipertensi menurut

(Susanto, 2010: 12) disebabkan oleh peningkatan volume darah yang

dipompa oleh jantung yang mengakibatkan peningkatan darah pada

pembuluh arteri. Hipertensi sejatinya memiliki gejala dan penyebab

yang spesifik jika dikaji lebih lanjut. Hipertensi juga tidak memiliki

satu penyebab yang pasti. Pada masing-masing individu memiliki

perbedaan penyebab hipertensi yang spesifik. (Susanto, 2010: 17).

(Suprapto, 2014: 19) menambahkan kejadian hipertensi terjadi oleh

karena beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Volume cairan bertambah besar ketika terjadi peningkatan kerja

jantung dalam memompa darah di dalam tubuh

b. Volume darah meningkat akibat ketidakmampuan ginjal dalam

membuang garam dan air dalam tubuh yang biasa terjadi pada

penderita dengan kelainan fingsi ginjal

c. Rangsangan saraf atau hormon dalam darah meningkat, adanya

ateriosklerosis (kekakuan dan ketebalan) pada arteri besar yang

menjadi penyebab darah tidak dapat mengalir secara sempurna

melalui arteri tersebut sehingga tekanan darah meningkat oleh

karena darah yang mengalir melalui arteri kecil.

5. Patogenesis hipertensi

Peran penting dari faktor terjadinya hipertensi menurut (Darmojo,

2004: 397) adalah adanya penurunan kadar renin akibat proses penuaan

yang terjadi secara terus menerus, terjadinya peningkatan kadar

sensitivitas terhadap asupan natrium, penurunan elastisitas pembuluh

darah perifer akibat proses degeneratif yang menjadi penyebab

http://repository.unimus.ac.id

38

hipertensi sistolik, dan perubahan ateromatous yang menjadi penyebab

tingginya tekanan darah.

Patofisiologi hipertensi dijelaskan pula dalam (Aspiani, 2014: 105)

bahwa terdapat pusat vasomotor dalam otak yang menjadi mekanisme

pengontrol terhadap relaksasi dan konstriksi pembuluh darah.

Rangsangan pusat vasomotor ini dihantarkan ke ganglia simpatis di

bagian thorak dan abdomen dalam bentuk impuls yang bergerak

kebawah melalui sistem saraf sympatis. Pada titik ini neuron pre

ganglion melepaskan asetilkoline yang dapat merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannnya

norefinefrine akan menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah.

Faktor tersebut mampu merangsang vasomotor terhadap respon dari

pembuluh darah. Meski belum diketahui jelas mengapa kejadian

tersebut bisa terjadi, namun dari beberapa kasus pasien dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norefinefrin.

Pada saat yang sama sistem saraf simpatis dapat merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal pun

terangsang yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi. Medula adrenal

pun mensekresi efinefrin yang dapat menyebabkan vasokonstriksi.

Korteks adrenal dapat mensekresi kortisol dan steroin sehingga respon

vasokonstriktor pembuluh darah menjadi kuat. Pelepasan renin pun

terjadi akibat dari vasokonstriksi yang menjadi penyebab utama

penurunan aliran darah ke ginjal.

Renin mampu merangsang pembentukan angiotensin I yang mana

angiotensin I dapat berubah menjadi angiotensin II. Sebuah

vasokonstriktor yang kuat yang mampu merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon tersebut mampu mengakibatkan retensi

air dan natrium oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi kenaikan volume

intravaskuler. Semua keadaan tersebut menjadi pencetus utama

terjadinya penyakit hipertensi.

http://repository.unimus.ac.id

39

6. Komplikasi Hipertensi:

Komplikasi hipertensi menurut (La Ode, 2012: 246):

a. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak,

Transient Ischemic Attack (TIA).

b. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.

c. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina dan

oedema pupil.

7. Pemeriksaan Penunjang

(La Ode, 2012: 245-246) mengemukakan dua jenis pemeriksaan

penunjang bagi penderita hipertensi yang meliputi pemeriksaan

laboratorium rutin dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan

laboratorium rutin dilakukan sebelum memulai terapi yang ditujukan

guna menentukan ada atau tidaknya kerusakan organ, faktor resiko lain

serta penyebab pasti untuk hipertensi.

a. Pemeriksaan laboratorium rutin seperti urin analisa, darah perifer

lengkap kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,

kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG), kreatinin,

protein, asam urat TSH dan ekordiografi.

b. Pemeriksaan diagnostik BUN/creatinin (fungsi ginjal), glucose

(DM), kalium serum, kalsium serum, pemeriksaan tiroid, urinalisa

protein, gula, asam urat, EKG dan IVP.

8. Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut hasil riset (Kementerian Kesehatan RI, 2013) hipertensi

merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi terbesar yaitu sekitar

25,8%. Peningkatan angka kejadian hipertensi dipicu oleh rendahnya

tingkat kesadaran seseorang khususnya lansia dalam melakukan

pemeriksaan yang terkait dengan kondisi kesehatannya seperti tekanan

darah. Perubahan gaya hidup, modernisasi serta globalisasi inilah yang

menjadi faktor penyebab tingginya angka kejadian hipertensi (Soesanto,

http://repository.unimus.ac.id

40

2010). Tuntutan inilah yang mengharuskan tenaga kesehatan dalam

melakukan upaya preventif dan upaya promotif kesehatan (Astari,

2015).

Terapi penyembuhan penyakit hipertensi adalah terapi farmakologi

dan terapi non farmakologi (Manungkalit, 2016). Salah satu aktivitas

atau kegiatan terapi nonfarmakologi adalah dengan menjalani pola

hidup sehat, gaya hidup sedentary people, menciptakan suasana rileks,

serta melakukan aktivitas fisik yang ringan (Khomarun, 2014). (La

Ode, 2012) menambahkan bahwa penatalaksanaan non farmakologis

bisa didapat dari pengaturan diet rendah garam dan lemak, mengubah

kebiasaan hidup, olahraga secara konsisten serta pengontrolan tekanan

darah secara berkala.

9. Pengobatan hipertensi

Menurut (Bustan, 2007: 67) pengobatan hipertensi meliputi:

a. Anti hipertensi nonfarmakologik

Pengobatan dilakukan dengan tindakan yang supportif dimana

tindakan ini sesuai dengan anjuran Joint National Comittee on

Detenction, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure yaitu

berupa:

1) Tindakan olahraga teratur

2) Diet rendah lemak jenuh

3) Mengurangi alkohol

4) Pembatasan konsumsi garam dapur

5) Menghentikan merokok

6) Pemberian kalium dalam bentuk makanan baik sayuran maupun

buah-buahan.

7) Menurunkan BB pada obesitas.

http://repository.unimus.ac.id

41

b. Obat anti hipertensi

1) Diuretika: berfungsi guna memperlancar BAK seseorang yang

diharapkan mampu mengurangi volume cairan dalam tubuh

sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan dapat

mengurangi tekanan darah. Contoh obat diuretik: chlorthalidone,

furosemide, hydrochlorothiazide, metolazone, indapamide.

(Puspitorini, 2008: 32-33).

2) Penyekat beta (B-blocker)

Obat ini bekerja sebagai upaya pengontrolan tekanan darah

melalui proses perlambatan kerja jantung dan pelebaran

(vasodialtasi) pembuluh darah. Sehingga jantung tidak perlu

bekerja terlalu keras sehingga tekanan darah dapat menurun.

Contoh beta bloker: atenolol, nadolol, timolol, betaxolol,

metaprolol, acebutolol.

3) Antagonis kalsium

4) Inhibitor ACE (Anti Converting Enzyme), misalnya inhibace.

Obat ini mampu memperlebar pembuluh darah sehingga

daya kerja jantung menjadi mudah maka tekanan darah pun

dapat menurun. Contoh obat: captoril, perindoprol, fasinopril,

lisinopril, benazepril 35. Obat anti hipertensi sentral

(simpatokolitika)

5) Obat penyekat alpha blocker

Alpha blocker ini dapat merilekskan pembuluh darah serta

dapat mempertahankan pembuluh darah yang kecil supaya tetap

terbuka. Efek jangka panjang ketika menggunakan obat ini

adalah peningkatan resiko gagal jantung.

6) Vasodilator (pengendor pembuluh darah).

Obat ini bekerja guna pelebaran pembuluh darah, supaya

otot arteri menjadi rileks dan mencegah dinding pembuluh darah

menyempit. Sehingga darah lebih mudah mengalir melalui arteri

dan kerja jantung tidak berat.Contoh: minoxidil dan hydralazine.

http://repository.unimus.ac.id

42

10. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Hipertensi

Perubahan fisiologis khususnya perubahan respons imunitas

tubuh manusia, penebalan katup jantung, kekakuan katup dan

pembuluh pada jantung, penurunan kemampuan kontraktilitas

jantung, berkurangnya elastisitas pembuluh darah serta kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi merupakan

serangkaian faktor fisiologis yang mempengaruhi timbulnya

hipertensi khusunya pada lansia. Perubahan inilah yang menjadi

dasar meningkatnya resistensi vaskuler yang cenderung dapat

menimbulkan peningkatan pada tekanan darah (Jain, 2011). Selain

itu, gaya hidup pada lansia pun dapat mempengaruhi meningkatnya

tekanan darah. Penyakit hipertensi dapat dihindari dengan cara

berolahraga. Keteraturan dalam berolah raga menjadikan angka

tekanan daran menurun, sebab olahraga dan aktivitas fisik mampu

menurunkan jumlah lemak yang ada di dalam tubuh (Fatmah,

2010: 174).

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor utama penyebab

terjadinya peningkatan angka kejadian hipertensi pada lansia.

Aktivitas merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan seseorang

dalam memenuhi kebutuhan dan permasalahan dalam hidupnya

yang jelas dan terencana. Lansia yang cenderung tidak melakukan

aktivitas fisik akan rentan terkena hipertensi siastolik 2,33 kali

lebih besar dibandingkan dengan lansia yang melakukan aktivitas

fisik secara bermakna (Natagama, 2015). Aktivitas fisik yang

dilakukan secara berkala, teratur, dan konsisten dapat menurunkan

angka tekanan darah. Tentunya jika memperhatikan keteraturan

frekuensi aktivitas fisik dan waktu yang dipergunakan untuk

melakukan aktivitas fisik.

http://repository.unimus.ac.id

43

Penurunan resiko penyakit jantung, stroke dan tekanan darah

dipengaruhi oleh bayak faktor salah satu diantaranya adalah

dengan melakukan aktivitas ringan yang dilakukan secara rutin

selama kurang lebih 15-30 menit. Aktivitas fisik ini dapat

dilakukan dengan berbagai macam cara dan jenisnya. Tentunya

aktivitas dilakukan secara rutin dan konsisten selama seminggu dan

setiap hari berturut-turut.

C. Aktivitas Fisik

1. Pengertian Aktivitas fisik

Menurut (Fatmah, 2010: 166) aktivitas fisik pada lansia merupakan

serangkaian gerakan dari otot anggota tubuh dan sistem penunjangnya

akibat dari adanya kontraksi dan relaksasi otot skelet yang memerlukan

energi dan tenaga untuk melakukannya sebagai bagian yang terpenting

dalam kehidupan lansia yang dilakukan dari mulai bangun tidur hingga

tidur kembali guna meningkatkan derajat kesehatannya agar tetap sehat

dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik ini meliputi beberapa kegiatan

yang mencakup semua olahraga, semua gerakan tubuh, semua

pekerjaan, rekreasi serta semua kegiatan sehari-hari sampai pada

kegiatan pada waktu berlibur atau waktu senggang (Suiraoka, 2012:

149). Akibat proses degeneratif yang ada maka lansia pun mengalami

penurunan dalam kemampuan beraktivitasnya, sehingga lansia

memerlukan beberapa penyesuaian untuk melakukan aktivitas fisik

sehari hari.

http://repository.unimus.ac.id

44

2. Komponen Aktivitas Fisik

1) Frekuensi

Menurut (United States Departement of Health and Human

Services, 2008) dan (Fatmah, 2010: 166) frekuensi merupakan

seberapa sering seseorang dalam melakukan aktivitas fisik.

(Maryam, 2008: 140) menambahkan bahwa minimal latihan

dilakukan selama tiga hari atau lima hari dalam seminggu sebab

frekuensi latihan dapat memberi pengaruh terhadap pertahanan

jasmani seseorang.

2) Intensitas latihan

Menurut (Maryam, 2008) intensitas latihan dipantau dengan

menghitung denyut nadi pada lansia dengan cara meraba

pergelangan menggunakan tiga jari. Menurut (United States

Departement of Health and Human Services, 2008) dan (Fatmah,

2010: 166) intensitas merupakan seberapa keras seseorang bekerja

untuk melakukan aktivitas. Intensitas yang paling sering diteliti

adalah intensitas sedang. (setara dengan usaha dalam melakukan

jalan cepat) dan intensitas yang kuat (setara dengan usaha untuk

berlari atau jogging).

3) Durasi

Menurut (United States Departement of Health and Human

Services, 2008) dan (Fatmah, 2010: 166) durasi merupakan lama

atau panjangnya waktu seseorang dalam melakukan aktivitas fisik

untuk setiap satu sesi aktivitas. Sedangkan menurut (Maryam, 2008:

140). Lama latihan dilakukan minimal 15 menit dilakukan supaya

tubuh mampu untuk meningkatkan kesegaran jasmani.

http://repository.unimus.ac.id

45

3. Jenis Aktivitas Fisik

a) Jenis aktivitas fisik berdasarkan (United States Departement of

Health and Human Services, 2008) adalah sebagai berikut:

1) Aktivitas fisik intensitas sedang (moderate activity)

a) Berjalan cepat (3 mil per jam atau lebih cepat, tetapi bukan

lomba berjalan)

b) Aerobik air

c) Bersepeda lebih lambat dari 10 mil per jam

d) Tenis (ganda)

e) Tarian ballroom

f) Berkebun secara umum

2) Aktivitas fisik intensitas berat/kuat (vigorous activity)

a) Racewalking, joging, atau berlari

b) Berenang

c) Tenis (single)

d) Tarian aerobik

e) Bersepeda 10 mil per jam atau lebih cepat

f) Lompat tali

g) Berkebun berat (penggalian atau mencangkul secara terus

menerus, dengan diiringi peningkatan denyut jantung)

h) Berjalan menanjak dengan ransel yang berat

b) Macam aktivitas fisik yang sesuai untuk lansia

Macam-macam aktivitas fisik yang baik bagi lansia menurut

(Maryam, 2008: 146-149) :

1) Pekerjaan rumah dan berkebun.

2) Berjalan-jalan.

3) Jalan cepat.

4) Renang.

5) Bersepeda.

6) Senam.

http://repository.unimus.ac.id

46

c) Macam aktivitas fisik yang tidak sesuai untuk lansia

Macam-macam aktivitas fisik yang tidak baik bagi lansia

dalam (Maryam, 2008: 149):

1) Sit up dengan kaki lurus

2) Meraih ibu jari kaki

3) Mengangkat kaki

4) Melengkungkan punggung.

4. Sifat Aktivitas Fisik pada Lansia

Menurut (Fatmah, 2010: 167) terdapat beberapa aktifitas fisik yang

sesuai untuk dilakukan oleh lansia Indonesia meliputi:

1) Ketahanan (endurance)

Ketahanan merupakan aktivitas fisik yang dilakukan guna

mendapatkan ketahanan tubuh lansia efektifnya dilakukan sekitar 30

menit dengan frekuensi 4-7 hari perminggu. Lansia dapat memilih

aktivitas untuk melatih ketahanan seperti berjalan kaki, lari ringan,

senam, berkebun dan kerja di taman. Aktivitas ini bersifat sebagai

ketahanan tubuh lansia yang mampu membantu sistem kerja jantung,

paru-paru dan otot serta sirkulasi darah agar tetap sehat dan

bertenaga.

2) Kelenturan (flexybility)

Kelenturan pada tubuh lansia dapat diperoleh dari aktivitas fisik

yang meliputi aktivitas peregangan yang dimulai dengan perlahan-

lahan yang dilakukan secara teratur selama 10-30 detik dan bisa

dimulai dari tangan atau kaki, kemudian aktivitas yang dilakukan

guna melatih kelenturan pada tubuh adalah dengan mencuci piring,

mengepel lantai dan melakukan senam taichi serta yoga. Aktivitas

ini dilakukan selama 30 menit selama 4-7 hari seminggu.

http://repository.unimus.ac.id

47

3) Kekuatan (strength)

Banyak jenis dan aktivitas fisik yang dilakukan guna melatih

kekuatan yang dapat membantu meningkatkan fungsi kerja otot dan

tulang pada lansia dalam menjaga suatu beban yang diterima,

membantu lansia dalam menurunkan angka kejadian pengeroposan

tulang (osteoporosis).

5. Instrumen Aktivitas Fisik Berdasarkan Metode Global Physical

Activity Questionnaire (GPAQ).

Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) adalah sebuah

instrumen yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO)

yang dapat digunakan dalam pengumpulan data dan pengawasan

aktivitas fisik seseorang di negara berkembang yang berupa data valid

megenai pola aktivitas fisik (WHO, 2002). Global Physical Activity

Questionnaire (GPAQ) meliputi 4 kategori aktivitas fisik meliputi

aktivitas fisik ketika hari-hari kerja, aktivitas fisik diluar pekerjaan dan

olahraga, aktivitas fisik ketika dalam perjalanan ke suatu tempat, serta

aktivitas fisik yang dilakukan dalam kegiatan rumah tangga baik dalam

melakukan pekerjaan rumah tangga maupun kegiatan merawat anak

(Kristanti, 2007).

6. Kategori Nilai dan Score 3 Level Aktivitas Fisik berdasarkan

Scoring Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ):

a) Kategori aktivitas fisik inactive (tidak aktif) yaitu apabila seseorang

yang tidak memenuhi beberapa kriteria dari kategori aktivitas fisik

kuat/berat dan kategori aktivitas fisik sedang.

b) Kategori aktivitas fisik sedang (Minimally Active) apabila:

1) 3 hari atau lebih melakukan aktivitas fisik kurang lebih 20 menit

dalam sehari.

2) 5 hari atau lebih melakukan aktivitas fisik yang ringan atau

berjalan kurang lebih 30 menit dalam sehari.

http://repository.unimus.ac.id

48

3) 5 hari atau lebih dengan melakukan kombinasi aktivitas fisik

seperti berjalan, aktivitas sedang atau berat minimal >600 MET-

menit/minggu.

c) Kategori Aktivitas Fisik Kuat/Berat (Hepa Active), apabila:

1) Melakukan aktivitas fisik kurang lebih selama 3 hari dan

diakumulasikan menjadi sekitar 1500 MET-menit dalam

seminggu.

2) 7 hari atau lebih melakukan kombinasi aktivitas fisik seperti

berjalan, aktivitas fisik intensitas sedang atau aktivitas fisik

intensitas kuat yang mencapai angka minimal 3000 MET-menit

dalam seminggu.

Untuk penghitungan kategori aktivitas fisik, dapat digunakan dengan

kriteria MET. MET adalah rasio laju metabolisme saat bekerja dan laju

metabolisme saat istirahat. MET merupakan kepanjangan dari

Metabolic Equivalents Turnover (MET) dan merupakan kelipatan dari

Resting Metabolik Rate (RMR). Dimana 1 METs adalah energi yang

dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1 METs = 1,2 kkal/menit).

MET ini digunakan dalam mengintrepretasikan intensitas dan kategori

aktivitas fisik, serta digunakan guna menganalisis data dari Global

Physical Activity Questionnaire (GPAQ).

Untuk mengetahui total aktivitas fisik, selanjutnya digunakan rumus

sebagai berikut: Total Aktivitas Fisik MET menit/minggu = [(P2 x P3 x

8) + (P5 x P6 x 4) + (P8 x P9 x P4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x

4)]. Untuk kategori aktivitas fisik berat akan dikalikan dengan koefisien

MET = 8, sedangkan untuk kategori aktivitas sedang akan dikalikan

dengan koefisien MET = 4. Setelah melakukan perhitungan dapat

dikategorikan menjadi 3 kategori aktivitas fisik yaitu aktivitas ringan,

aktivitas sedang, dan aktivitas berat. Penilaian kategori aktivitas fisik

menurut nilai MET dibedakan menjadi tiga meliputi intensitas ringan,

intensitas sedang dan intensitas berat. Jika nilai sebesar 600 < MET

maka kategori aktivitasnya adalah intensitas ringan, nilai untuk kategori

http://repository.unimus.ac.id

49

intensitas sedang yaitu jika nilai sebesar 3000 > MET ≥ 600 MET dan

intensitas kuat atau berat jika nilai MET sebesar ≥ 3000 >6 MET

(WHO, 2001).

7. Kategori Aktivitas Fisik berdasarkan Global Physical Activity

Questionnaire (GPAQ)

a) Aktivitas fisik yang ringan seperti berlari kecil, mencuci piring,

berdiri, memasak, menyetrika, berjalan kaki, menonton TV, dan

menyapu lantai. Dimana aktivitas ini dilakukan hanya dengan

memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan

perubahan pernafasan atau perubahan ketahanan (endurance).

b) Aktivitas fisik sedang yaitu mencuci kendaraan, membersihkan

lantai, jalan cepat, jogging, bersepeda santai, menanam tanaman,

berdiri dengan membawa barang diatas kepala, dan menimba air.

Aktivitas fisik sedang ini memerlukan energi secara

berkesinambungan, memerlukan gerakan otot yang berirama dan

memerlukan kelenturan (fleksibility).

c) Pada aktivitas berat diperlukan energi yang besar seperti kekuatan

(strength) yang biasanya dihubungkan dengan olahraga seperti

contoh berkebun, berlari dan membawa barang yang berat.

8. Proses fisiologis aktivitas fisik pada lansia

Kebiasaan kurang gerak, konsumsi alkohol, berat badan yang

berlebih, konsumsi rokok, kolesterol dan lemak yang tinggi merupakan

beberapa kegiatan yang perlu dihindari. Semua kegiatan tersebut

merupakan faktor resiko penyebab munculnya penyakit pada sistem

kardiovaskuler. Faktor penyebab inilah yang perlu dihindari.

Pada tubuh manusia terdapat otot-otot yang dapat menyusut dan

melemah ketika tidak dipergunakan. Sebaliknya, melalui kegiatan

aktivitas fisik maupun olahraga, otot-otot yang sebelumnya menyusut

ketika tidak dipergunakan kini menjadi berkembang dari segi ukuran,

http://repository.unimus.ac.id

50

stamina, serta tenaga pada otot. Demikian pula yang terjadi pada otot

jantung dan otot-otot pada anggota gerak (otot lengan dan tungkai).

Otot pada jantung berkembang akibat latihan dan aktivitas fisik yang

teratur dilaksanakan. Kesegaran dan kebugaran pada tubuh tentunya

tidak hanya ditentukan oleh tenaga dan perkembangan otot.

Peran utama dalam kesegaran jasmani adalah kapasitas jantung dan

paru-paru yang berperan dalam penyuplai O2 dan darah menuju seluruh

jaringan tubuh. Jantung dan paru-paru yang sehat dan segar akan

mengalirkan O2 dan darah yang lebih banyak ke jaringan tubuh lainnya.

hal tersebut berbanding terbalik dengan seseorang yang sistem kerja

jantung dan parunya tidak segar. Kegiatan aktivitas fisik yang baik dan

tepat untuk usia lanjut adalah dengan memusatkan perhatian dan

menghayati manfaat dari aktivitas fisik yang dilakukan. Bentuk

aktivitas fisik yang perlu dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot

besar dalam tubuh seperti bersepeda, berlari, berjalan dan berenang.

Aktivitas fisik yang meliputi latihan angkat besi dan push-up dapat

meningkatkan kekuatan dan perkembangan otot dan tonus otot.

Aktivitas tersebut tidak dianjurkan bagi lanjut usia oleh karena tidak

berpengaruhnya aktivitas tersebut dalam peningkatan kesegaran

jasmani. Aktivitas tersebut termasuk dalam kategori latihan isometrik

dimana aktivitas tersebut hanya berpusat pada peningkatan kekuatan

otot-otot pada luar tubuh. Latihan isometrik ini tidak mempengaruhi

peningkatan kemampuan paru-paru dalam menyerap O2 serta tidak

mempengaruhi kerja jantung dan pembuluh darah dalam mengedarkan

oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Tidak dianjurkan pula manusia usia

lanjut melakukan aktivitas fisik isometrik seperti kerja berat mengapak

kayu dan menggali tanah.

Aktivitas fisik maupun olahraga bagi lanjut usia sangatlah penting

dalam mempengaruhi fungsi kerja jantung. Jumlah denyut nadi dalam 1

menit (frekuensi denyut nadi) ketika istirahat pada seseorang yang

terlatih lebih rendah jumlah denyut nadinya daripada orang yang tidak

http://repository.unimus.ac.id

51

terlatih. Frekuensi yang lebih rendah ini akan menyebabkan lebih

panjangnya waktu istirahat pada jantung antara 2 kucupan. Frekuensi

yang rendah dapat melenyap ketika latihan dihentikan (Irianto, 2011:

69).

Selama seseorang melakukan aktivitas yang berat, paru-paru sering

mengabsorbsi oksigen 20 kali lebih besar dari absorbsi oksigen normal.

Absorbsi ini dicapai dengan meningkatkan jumlah kapiler yang terbuka

sehingga oksigen dapat berdifusi jauh lebih mudah diantara gas

alveolus dan darah, serta dicapai dengan meningkatkan curah jantung

yang diikuti dengan peningkatan aliran darah melalui paru-paru

sehingga darah mengambil oksigen dalam jumlah yang lebih besar

setiap menitnya (Guyton, 2002: 181). Sekecil apapun aktivitas fisik

yang dilakukan oleh lansia terutama diluar rumah dapat meningkatkan

sikap, mengurangi stres dan kesepian, menjadikan tidur lebih baik, dan

mencegah perasaan depresi (Stanley & Beare: 20).

Perubahan normal yang terjadi pada lansia termasuk penurunan

tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan

porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan

kekuatan, dan kekakuan sendi-sendi (Stanley & Beare: 154). Perubahan

pada tulang, otot, dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan

penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang menyertai

penuaan. (Stanley & Beare: 154).

9. Manfaat Aktivitas Fisik ditinjau dari Segi Kesehatan

Menurut (United States Departement of Health and Human

Services, 2008) manfaat aktivitas fisik bagi orang dewasa dan usia

lanjut adalah sebagai berikut:

a) Menurunkan risiko kematian dini

Meningkatkan kardiorespirasi dan kejang otot

b) Pencegahan jatuh

Mengurangi depresi

http://repository.unimus.ac.id

52

c) Menurunkan risiko penyakit jantung koroner, stroke, tekanan darah

tinggi, sindrom lipid darah, risiko kanker usus besar, dan risiko

kanker payudara.

Sebagai upaya penurunan berat badan terutama jika dikombinasikan

dengan penurunan asupan kalori, serta guna mengurangi obesitas

perut.

d) Fungsi kognitif dan kesehatan fungsional yang lebih baik

Manfaat aktivitas fisik pada kardiorespirasi dimana orang yang

melakukan aktivitas fisik intensitas sedang atau intensitas tinggi

secara teratur memiliki risiko penyakit kardiovaskuler yang jauh

lebih rendah dibandingkan orang yang tidak aktif.

e) Manfaat kesehatan Metabolik

Aktivitas fisik yang teratur sangat mengurangi risiko penyakit

diabetes tipe 2 serta sindrom metabolisme yang diantaranya tekanan

darah tinggi. Orang-orang yang secara teratur melakukan aktivitas

fisik dengan intensitas sedang sedikit lebih rendah terkena resiko

diabetes tipe 2 daripada orang yang tidak aktif. Kondisi ini terlihat

antara 120 sampai 150 menit seminggu di aktivitas fisik dengan

intensitas sedang. Aktivitas fisik membantu mengontrol kadar

glukosa darah pada orang yang menderita diabetes tipe 2.

http://repository.unimus.ac.id

53

D. Kerangka Teori

Sumber: United States. Departement of Health and Human Services (2008)

Skema 2.1 Kerangka Teori

Aktivitas fisik dengan intensitas sedang

(Moderate Intensity):

1) Berjalan cepat (3 mil per jam atau lebih

cepat, tapi tidak lomba berjalan)

2) Aerobik air

3) Bersepeda lebih lambat dari 10 mil per jam

4) Tenis (ganda)

5) Tarian ballroom

6) Berkebun secara umum

Aktivitas fisik dengan intensitas berat

(Vigorous Intensity):

a. Racewalking, joging, atau berlari

b. Berenang

c. Tenis (single)

d. Tarian aerobik

e. Bersepeda 10 mil per jam atau lebih cepat.

f. Lompat tali.

g. Berkebun berat (penggalian atau

mencangkul terus menerus, dengan disertai

peningkatan denyut jantung).

h. Berjalan menanjak atau dengan ransel yang

berat.

Aktivitas Fisik

http://repository.unimus.ac.id

54

E. Kerangka konsep

Tabel 2.2

Kerangka konsep

Sumber : (United States Departement of Health and Human Services, 2008).

F. Variabel Penelitian

Variabel Independen (bebas) pada penelitian ini adalah aktivitas

fisik yang meliputi aktivitas fisik intensitas sedang (Moderate intensity)

dan aktivitas fisik intensitas berat (Vigorous Activity).

G. Hipotesis Penelitian

Bagaimanakah gambaran kategori aktivitas fisik pada lansia

hipertensi di Posbindu Sumber Sehat RW 05 Desa Sehat Desa Kangkung

Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.

Aktivitas fisik denganntensitas sedang

(Moderate intensity)

Aktivitas fisik dengan intensitas kuat

(Vigorous Activity)

1) Berjalan cepat (3 mil per jam atau lebih

cepat, tapi tidak lomba berjalan)

2) Aerobik air

3) Bersepeda lebih lambat dari 10 mil per

jam

4) Tenis (ganda)

5) Tarian ballroom

6) Berkebun secara umum

a. Racewalking, joging, atau berlari

b. Berenang

c. Tenis (single)

d. Tarian aerobik

e. Bersepeda 10 mil per jam atau lebih cepat.

f. Lompat tali.

g. Berkebun berat (penggalian atau

mencangkul terus menerus, dengan disertai

peningkatan denyut jantung).

h. Berjalan menanjak atau dengan ransel yang

berat.

http://repository.unimus.ac.id

55

http://repository.unimus.ac.id