bab ii tinjauan pustaka a. 1. 2. - setia budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/bab 2.pdf ·...

27
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Definisi Rumah Sakit Ketentuan umum dalam Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, mendefinisikan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 2. Klasifikasi Rumah Sakit Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 56 Tahun 2016 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, sumber daya manusia, peralatan dan bangunan prasarana. Rumah sakit Bhayangkara Tk. III Nganjuk termasuk dalam klasifikasi rumah sakit umum kelas C. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas C paling sedikit meliputi: pelayanan medik; pelayanan kefarmasian;. pelayanan keperawatan dan kebidanan; pelayanan penunjang klinik; pelayanan penunjang nonklinik; dan pelayanan rawat inap. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala IFRS; 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 (empat) orang TTK; 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang TTK; 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh TTK yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit (Permenkes 56, 2014).

Upload: others

Post on 23-Jun-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Ketentuan umum dalam Undang-undang Kesehatan Republik Indonesia

No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit, mendefinisikan rumah sakit sebagai

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat.

2. Klasifikasi Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 56 Tahun 2016

tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Berdasarkan jenis pelayanan yang

diberikan, Rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A,

B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, sumber daya

manusia, peralatan dan bangunan prasarana.

Rumah sakit Bhayangkara Tk. III Nganjuk termasuk dalam klasifikasi

rumah sakit umum kelas C. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum

kelas C paling sedikit meliputi: pelayanan medik; pelayanan kefarmasian;.

pelayanan keperawatan dan kebidanan; pelayanan penunjang klinik; pelayanan

penunjang nonklinik; dan pelayanan rawat inap.

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) orang apoteker

sebagai kepala IFRS; 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu

oleh paling sedikit 4 (empat) orang TTK; 4 (empat) orang apoteker di rawat inap

yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang TTK; 1 (satu) orang apoteker

sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu

oleh TTK yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

rumah sakit (Permenkes 56, 2014).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

8

3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Tugas dan fungsi rumah sakit menurut undang-undang No. 44 tahun

2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah

sakit mempunyai fungsi: Penyelengaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna

tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelengaraan pendidikan dan

pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan, penyelengaraan penelitian dan pengembangan

serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4. Karakteristik Rumah Sakit

Karakteristik penting yang terdapat dalam organisasi rumah sakit antara

lain, yaitu: Organisasi rumah sakit tidak dapat menghasilkan output secara massal

dan terstandar seperti produksi massal pada perusahaan otomotif, karena

produknya harus disesuaikan dengan kebutuhan individu pasien dan yang datang

di rumah sakit juga tidak dapat diatur. Aspek kemanusiaan dalam nilai-nilai sosial

menjadi acuan pokok proses menyediakan personalized service ini. Selain itu, ada

juga aspek ekonomi yang mendesak perlu dipertimbangkan; sifat dan volume

pekerjaan di rumah sakit sangat bervariasi, bersifat darurat dan tidak dapat

ditunda, berkaitan dengan banyaknya variasi dan spesialisasi, organisasi rumah

sakit tidak mengenal satu garis komando tunggal (no single authority). Disini

yang terjadi adalah kewenangan bersama diantara para pemilik, dewan komisaris,

administrator dan dokter; kontrol atas beban pekerjaan sulit dilakukan, seperti

pada organisasi non rumah sakit, terutama pekerjaan yang dilakukan oleh dokter

dan teristimewa lagi pekerjaan yang bersifat darurat.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. Pengertian IFRS

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

9

dimaksud IFRS adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh

kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi, pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi

klinik.

Menurut Kemenkes 72 tahun 2016 juga disebutkan bahwa IFRS

merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan

pelayanan kefarmasian rumah sakit. IFRS harus memenuhi standar akreditasi

dalam PKPO yang meliputi tujuh standar akreditasi yaitu : pengorganisasian,

seleksi dan pengadaan, penyimpanan, peresepan dan penyalinan, persiapan dan

penyerahan, pemberian (administration) obat, serta pemantauan (monitor).

Masing-masing standar PKPO tersebut memiliki maksud dan tujuan serta elemen-

elemen penilaian yang tercantum dalam SNARS edisi 1 yang efektif pada Januari

2018 (KARS, 2017).

2. Tujuan IFRS

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit menyatakan

bahwa tujuan standar pelayanan farmasi ialah: Meningkatkan mutu pelayanan

kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, melindungi

pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka

keselamatan pasien (patient safety) (Permenkes 58, 2014).

3. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

Tugas IFRS sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No 72 tahun 2016

adalah sebagai berikut : Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan

mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan

professional serta sesuai dengan prosedur dan etik profesi; melaksanakan

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

efektif, aman, bermutu, dan efisien; melaksanakan pengkajian dan pemantauan

penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis pakai guna

memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;

melaksanakan komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien; berperan aktif dalam tim farmasi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

10

dan terapi; melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

pelayanan kefarmasian; memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar

pengobatan dan formularium rumah sakit (Kemenkes 72, 2016).

4. Fungsi IFRS

Bedasarkan peraturan Menteri Kesehatan No 72 tahun 2016 fungsi IFRS

dibagi menjadi dua yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan

medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik (Kemenkes 72, 2016).

4.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis

pakai, yaitu memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit, merencanakan kebutuhan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan

optimal, mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang

berlaku, memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit, menerima

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

spesifikasi dan ketentuan yang berlaku, menyimpan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian, mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit, melaksanakan pelayanan

farmasi satu pintu, melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari,

melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan), mengidentifikasi,

mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai, melakukan pemusnahan dan penarikan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak

dapat digunakan, mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai,melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

4.2. Pelayanan farmasi klinik, yaitu mengkaji dan melaksanakan

pelayanan resep atau permintaan obat, melaksanakan penelusuran riwayat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

11

penggunaan obat, melaksanakan rekonsiliasi obat, memberikan informasi dan

edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada

pasien/keluarga pasien, mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,

melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain, memberikan

konseling pada pasien dan/atau keluarganya, melaksanakan Pemantauan Terapi

Obat (PTO), pemantauan efek terapi obat, pemantauan efek samping obat,

pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD), melaksanakan Evaluasi

Penggunaan Obat (EPO), melaksanakan dispensing sediaan steril, melakukan

pencampuran obat suntik, menyiapkan nutrisi parenteral, melaksanakan

penanganan sediaan sitotoksik, melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril

yang tidak stabil, melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit,

melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

5. Pengorganisasian IFRS

Pengorganisasian harus dapat menggambarkan pembagian tugas,

koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab rumah sakit.

Pengorganisasian farmasi rumah sakit juga harus mencakup penyelenggaraan,

pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,

pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi

sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu (Kemenkes 72, 2016).

5.1 Instalasi Farmasi. Pengorganisasian harus mencakup

penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis

pakai. Pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat

direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu (Kemenkes 72, 2016).

5.2 Komite/Tim Farmasi dan Terapi. Dalam pengorganisasian rumah

sakit dibentuk komite/tim farmasi dan terapi yang merupakan unit kerja dalam

memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan

penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang

mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker IFRS, serta tenaga

kesehatan lainnya apabila diperlukan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

12

Komite/tim farmasi dan terapi harus dapat membina hubungan kerja

dengan komite lain di dalam rumah sakit yang berhubungan/berkaitan dengan

penggunaan obat. Komite/tim farmasi dan terapi dapat diketuai oleh seorang

dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya

adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah

dokter (Kemenkes 72, 2016).

5.3 Komite/tim lain yang terkait. Peran apoteker dalam komite/tim lain

yang terkait penggunaan obat di rumah sakit antara lain: Pengendalian infeksi

rumah sakit, keselamatan pasien rumah sakit, mutu pelayanan kesehatan rumah

sakit, perawatan paliatif dan bebas nyeri, penanggulangan AIDS (Acquired

Immune Deficiency Syndromes), Direct Observed Treatment Shortcourse

(DOTS), program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA), transplantasi,

PKMRS atau terapi rumatan metadon.

6. Struktur Organisasi IFRS

Berdasarkan undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 pasal 33 tentang

Rumah Sakit, setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien,

dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah

sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur

penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi

umum dan keuangan.

7. Ruang Lingkup IFRS

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.

Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan

peralatan. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut

juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan

manajemen risiko (Kemenkes 72, 2016).

C. Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah penelitian (assessment) atau pengakuan

terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggaraan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

13

akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa rumah

sakit tersebut memenuhi standar rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan. Dalam standar ini, status

akreditasi merupakan penetapan yang diberikan oleh KARS sebagai lembaga

yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan akreditasi di Indonesia atas

kepatuhan rumah sakit tersebut dalam memenuhi Standar Nasional Akreditasi

Rumah Sakit yang ditetapkan (KARS, 2017).

Pengaturan akreditasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan

rumah sakit dan melindungi keselamatan pasien rumah sakit, meningkatkan

perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di rumah sakit dan rumah

sakit sebagai institusi, mendukung program pemerintah di bidang kesehatan dan

meningkatkan profesionalisme rumah sakit Indonesia di mata Internasional

(Kemenkes 34, 2017).

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1, merupakan standar baru

yang bersifat nasional dan diberlakukan secara nasional di Indonesia. Disebut

dengan edisi 1, karena di Indonesia baru pertama kali di tetapkan standar nasional

untuk akreditasi rumah sakit. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1

berisi 16 bab. Dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 juga

dijelaskan bagaimana proses penyusunan, penambahan bab penting, referensi dari

setiap bab juga glosarium istilah-istilah penting, termasuk juga kebijakan

pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit (KARS, 2017).

D. Tingkat Kelulusan Akreditasi

Berdasarkan (KARS, 2017) proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei

oleh tim surveior. KARS akan memberikan penghargaan kepada rumah sakit

sesuai dengan pemenuhan dan kepatuhan rumah sakit terhadap standar akreditasi.

Pengambilan keputusan oleh KARS tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Tipe Rumah Sakit Berdasarkan Tingkat Pendidikan

1.1 Rumah Sakit Non Pendidikan

a. Tidak lulus akreditasi

Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei,

semua mendapat nilai kurang dari 60%. Bila rumah sakit tidak lulus

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

14

akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari

surveior dilaksanakan.

b. Akreditasi tingkat dasar

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15

bab yang di survei hanya 4 bab yang mendapat minimal 80% dan 12

bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

c. Akreditasi tingkat madya

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15

bab yang di survei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80% dan 7

bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

d. Akreditasi tingkat utama

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15

bab yang di survei ada 12 bab mendapat nilai minimal 80% dan 3 bab

lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

e. Akreditasi tingkat paripurna

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari

15 bab yang di survei semua bab mendapat nilai minimal 80%.

1.2 Rumah Sakit Pendidikan

a. Tidak lulus akreditasi

Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang disurvei

mendapat nilai kurang dari 60%. Bila rumah sakit tidak lulus

akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari

surveior dilaksanakan.

b. Akreditasi tingkat dasar

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 16

bab yang di survei hanya 4 bab, dimana salah satu babnya adalah

institusi pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal

80% dan 12 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

c. Akreditasi tingkat madya

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 16

bab yang di survei ada 8 bab, dimana salah satu babnya adalah

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

15

institusi pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal

80% dan 8 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

d. Akreditasi tingkat utama

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 16

bab yang di survei ada 12 bab, dimana salah satu babnya adalah

institusi pendidikan pelayanan kesehatan mendapat nilai minimal 80%

dan 4 bab lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20%.

e. Akreditasi tingkat paripurna

Rumah sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari

16 bab yang di survei mendapat nilai minimal 80%.

2. Masa Berlaku Status Akreditasi

Status akreditasi berlaku selama tiga tahun kecuali ditarik oleh KARS.

Status akreditasi berlaku surut sejak hari pertama pelaksanaan survei rumah sakit

atau saat survei ulang. Pada akhir tiga tahun siklus akreditasi rumah sakit, rumah

sakit harus melaksanakan survei ulang untuk perpanjangan status akreditasi

(KARS, 2017).

E. Standar Akreditasi

Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah Standar

Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 yang terdiri dari 16 bab yaitu : Sasaran

Keselamatan Pasien (SKP), akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas pelayanan

(ARK), Hak Pasien dan Keluarga (HPK), Asesmen Pasien (AP) , Pelayanan dan

Asuhan Pasien (PAP), Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB), Pelayanan

Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO), Manajemen Komunikasi dan

Edukasi (MKE), Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP),

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS),

Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK), Kompetensi & Kewenangan Staf

(KKS), Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM), Program Nasional

(menurut angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka kesehatan ibu

dan bayi, menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS, menurunkan angka kesakitan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

16

tuberkulosis, pengendalian resistensi antimikroba dan pelayanan geriatri),

Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP).

Ketentuan penggunaan SNARS edisi 1 adalah rumah sakit pendidikan 16

bab dan rumah sakit non pendidikan 15 bab. Standar akreditasi yang berkaitan

dengan PKPO adalah TKRS, MFK, SKP, PAP, AP, KKS, PPI dan PMKP

(KARS, 2017).

F. Jenis Survei Akreditasi Rumah Sakit

Menurut KARS (2017) survei dilaksanakan sesuai dengan menilai semua

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 di seluruh rumah sakit. Bentuk

survei meliputi sebagai berikut :

1. Survei Awal - Survei langsung penuh pertama pada rumah sakit

Survei remedial-evaluasi langsung yang dijadwalkan paling lambat 6 bulan

setelah survei awal untuk mengevaluasi elemen penilaian (EP) yang mendapatkan

nilai "tidak terpenuhi" ("not met") atau "terpenuhi sebagian" ("partially met")

yang mengakibatkan rumah sakit gagal untuk memenuhi persyaratan kelulusan

akreditasi.

2. Survei Ulang - survey rumah sakit setelah siklus akreditasi tiga tahun

Survei remedial-evaluasi langsung yang dijadwalkan paling lambat 6 bulan

setelah survei awal untuk mengevaluasi elemen penilaian (EP) yang mendapatkan

nilai "tidak terpenuhi" ("not met") atau "terpenuhi sebagian" ("partially met")

yang mengakibatkan rumah sakit gagal untuk memenuhi persyaratan kelulusan

akreditasi

3. Survei Verifikasi

Survei verifikasi dilaksanakan satu tahun dan dua tahun setelah survei

akreditasi awal atau survei ulang untuk melakukan verifikasi terhadap

perencanaan perbaikan strategis (PPS).

4. Survei Terfokus

Survei terfokus adalah survei langsung yang terbatas dalam lingkup,

konten, dan lamanya, dan dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang

suatu masalah, standar atau elemen penilaian secara spesifik.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

17

G. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)

Berdasarkan KARS (2017) pelayanan kefarmasian adalah pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit

bertujuan untuk menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan

farmasi dan alat kesehatan: menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian,

melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), menjamin sistem pelayanan

kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman (medication safety),

menurunkan angka keselamatan penggunaan obat.

Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan komponen yang

penting dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif, paliatif, rehabilitatif

terhadap penyakit dan sebagai kondisi, serta mencakup sistem dan proses yang

digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada kepada pasien.

Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam koordinasi para staf

di rumah sakit (KARS, 2017).

Rumah sakit menetapkan prinsip rancang proses yang efektif,

implementasi dan peningkatan mutu terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan,

peresepan atau permintaan obat atau instruksi pengobatan, penyalinan

(transcribe), pendistribusian, penyimpanan (dispensing), pemberian,

pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Praktik penggunaan obat yang

tidak aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat

(medication errors) adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat

dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Oleh karena itu,

rumah sakit diminta untuk memenuhi peraturan perundang-undangan membuat

sistem pelayanan kefarmasian, dan penggunaan obat yang lebih aman yang

senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat (KARS, 2017).

Berikut adalah tujuh standar PKPO berdasarkan SNARS edisi 1 oleh

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi 2017, yaitu :

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

18

1. PKPO 1 (Pengorganisasian)

Maksud dan tujuan PKPO 1

Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan bagian penting

dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta

bukan hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga professional pemberi asuhan

dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. Pengaturan pembagian tanggung jawab

bergantung pada struktur organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan

operasional sistem pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit

mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan

pengawasan dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta

penggunaan obat di rumah sakit. Untuk memastikan keefektifannya maka rumah

sakit melakukan kajian sekurang-kurangnya sekali setahun. Kajian tahunan

mengumpulkan semua informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan

pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka kesalahan

penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya. Kajian bertujuan membuat

rumah sakit memahami kebutuhan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam

hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat dan alat kesehatan.

Kajian tahunan mengumpulkan data, informasi, dan pengalaman yang

berhubungan dengan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat, termasuk

antara lain: seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan seleksi dan

pengadaan obat, penyimpanan, peresepan/permintaan obat dan instruksi

pengobatan, penyiapan dan penyerahan, dan pemberian obat; pendokumentasian

dan pemantauan efek obat; monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat

(medication error) meliputi kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian

nyaris cidera, kejadian tidak cedera dan upaya mencegah dan menurunkannya;

kebutuhan pendidikan dan pelatihan; pertimbangan melakukan kegiatan baru

berbasis bukti (evidence based).

Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan prioritas

peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat yang

tepat harus tersedia semua unit pelayanan (KARS, 2017).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

19

2. PKPO 2 (Seleksi dan Pengadaan)

Maksud dan tujuan PKPO 2

Rumah sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu pada

peraturan perundang-undangan. Formularium ini di dasarkan atas misi rumah

sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan diberikan. Seleksi obat adalah suatu

proses kerjasama yang mempertimbangan baik kebutuhan dan keselamatan pasien

maupun kondisi ekonominya. Apabila terjadi kehabisan obat karena

keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang tidak

diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan

kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang

kekosongan obat tersebut serta saran subtitusinya atau mengadakan perjanjian

kerja sama dengan pihak luar (KARS, 2017).

PKPO 2.1 (Proses Pengadaan)

PKPO 2.1.1 (Regulasi Pengadaan Bila Obat Tidak Tersedia)

Maksud dan tujuan PKPO 2.1 sampai dengan PKPO 2.1.1

Rumah sakit menetapkan regulasi dan proses pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. Rumah sakit harus

menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat serta berkhasiat

sesuai dengan peraturan perundang-undang (KARS, 2017).

3. PKPO 3 (Penyimpanan)

Maksud dan tujuan PKPO 3

Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan di

tempat yang sesuai, dapat digudang logistik, di IFRS, atau di staelit atau di depo

farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.

PKPO 3.1 (Tata Kelola Bahan Berbahaya, Narkotika, Psikotropika)

Maksud dan tujuan PKPO 3.1

Beberapa macam obat seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien

sebelum rawat inap mungkin memiliki resiko keamanan. Obat program

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

20

pemerintah atau obat darurat dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau

karena ada kandungan khusus (misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus

untuk menyimpan dan mengawasi penggunannya. Rumah sakit menetapkan

prosedur yang mengatur tentang penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan

dan distribusi macam obat-obat ini (KARS, 2017).

PKPO 3.2 (Tata Kelola Penyimpanan Elektrolit Konsentrat)

Maksud dan tujuan PKPO 3.2

Jika ada pasien emergency maka akses cepat ke tempat obat yang

diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu

diperlukan. Setiap rumah sakit harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat

emergency, contoh troli obat emergency yang tersedia di berbagai unit pelayanan,

obat untuk mengatasi syok anafilatik ditempat penyuntikan, dan obat untuk

pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emergency dapat disimpan di

lemari emergency, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan

ditempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk memastikan

ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat

emergency jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau

digunakan, bila rusak atau kadaluarsa selain itu keamanan obat emergency harus

diperhatikan (KARS, 2017).

PKPO 3.3 (Pengaturan Penyimpanan dan Pengawasan Penggunaan Obat

Tertentu)

Maksud dan tujuan PKPO 3.3

Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan

dan mengawasi penggunannya seperti : produk nutrisi ; obat dan bahan radioaktif;

obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki resiko terhadap

keamanan; obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain; obat yang

digunakan untuk penelitian.

Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur penerimaan identifikasi,

tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini (KARS, 2017).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

21

PKPO 3.4 (Regulasi Untuk Memastikan Penyimpanan Obat Emergency)

Maksud dan tujuan PKPO 3.4

Jika ada pasien emergency maka akses cepat ke tempat obat yang

diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus siap dipakai bila sewaktu-waktu

diperlukan. Setiap rumah sakit harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat

emergency, contoh troli obat emergency yang tersedia di berbagai unit pelayanan,

obat untuk mengatasi syok anafilatik ditempat penyuntikan, dan obat untuk

pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emergency dapat disimpan di

lemari emergency, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan

ditempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk memastikan

ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat

emergency jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau

digunakan, bila rusak atau kadaluarsa. Selain itu keamanan obat emergency harus

diperhatikan (KARS, 2017).

PKPO 3.5 (Sistem Penarikan Kembali/recall, Pemusnahan)

Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan tidak layak

digunakan karena rusak, mutu substandard, atau kadaluarsa.

Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam proses

penarikan kembali (recall) oleh pemerintah, pabrik, atau pemasok.

Rumah sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai yang tidak layak dipakai karena rusak, mutu

substandard atau kadaluarsa tidak digunakan serta dimusnahkan (KARS, 2017)

4. PKPO 4 (Peresepan dan Penyalinan)

Maksud dan tujuan PKPO 4

Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk

melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf medis

dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan benar.

Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak

terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien serta menunda kegiatan

asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi peresepan/permintaan obat serta

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

22

instruksi pengobatan dengan benar, lengkap, dan terbaca tulisannya (KARS,

2017).

Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat, yaitu proses

membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien sebelum dirawat inap

dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang dibuat pertama

kali sejak pasien masuk, saat pemindahan pasien antar unit pelayanan (transfer)

dan sebelum pasien pulang.

PKPO 4.1 (Regulasi Kelengkapan Resep dan Permintaan Obat)

Maksud dan tujuan PKPO 4.1

Untuk menghindari keragaman dan menjaga keselamatan pasien maka

rumah sakit menetapkan persyaratan atau elemen penting kelengkapan suatu resep

atau permintaan obat dan instruksi pengobatan. Persyaratan atau elemen

kelengkapan penting sedikit meliputi : data identitas pasien secara akurat (dengan

stiker); elemen pokok di semua resep atau permintaan obat atau instruksi

pengobatan; kapan diharuskan menggunakan nama dagang atau generik; kapan

diperlukan penggunaan indikasi seperti pada prn (pro re nata atau “jika perlu”)

atau instruksi pengobatan lain; jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat

badan seperti untuk anak-anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis

lainnya; kecepatan pemberian (jika berupa infus); instruksi khusus, sebagai contoh

: titrasi, tapering, rentang dosis (KARS, 2017).

Ditetapkan proses untuk menangani atau mengelola hal-hal berikut : resep

atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap,

dan tidak terbaca: resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang

NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike);

jenis resep khusus, seperti emergency, cito, berhenti otomatis (automatic stop

order) tapering, dan lainnya; instruksi pengobatan secara lisan atau melalui

telepon wajib dilakukan tulis lengkap, baca ulang dan meminta konfirmasi.

Standar ini berlaku untuk resep atau permintaan obat dan instruksi

pengobatan di semua unit pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit diminta

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

23

memiliki proses untuk menjamin penulisan resep atau permintaan obat dan

instruksi pengobatan sesuai dengan kriteria (KARS, 2017).

PKPO 4.2 (Kewenangan Individu yang Kompeten Untuk Menulis Resep)

Maksud dan tujuan PKPO 4.2

Untuk memilih dan menentukan obat yang dibutuhkan pasien diperlukan

pengetahuan dan pengalaman spesifik. Rumah sakit bertanggung jawab

menentukan staf medis dengan pengalaman cukup dan pengetahuan spesifik

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diberi izin membuat/menulis

resep atau membuat permintaan obat.

Rumah sakit membatasi penulisan resep meliputi jenis dan jumlah obat

oleh staf medis, misalnya obat resep berbahaya, obat kemoterapi, obat radioaktif,

dan obat untuk keperluan investigasi. Staf medis yang kompeten dan diberi

kewenangan membuat atau menulis resep harus dikenal dan diketahui oleh unit

layanan farmasi atau lainnya yang memberikan atau menyalurkan obat.

Dalam situasi darurat maka rumah sakit menentukan tambahan

professional pemberi asuhan (PPA) yang diberi izin untuk membuat atau menulis

resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan (KARS, 2017).

PKPO 4.3 (Obat Yang Diresepkan dan Diberikan Tercatat di Rekam Medis)

Maksud dan tujuan PKPO 4.3

Rekam medis pasien memuat daftar obat yang diinstruksikan yang memuat

identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan

tanda tangan dokter serta keterangan billa perlu tapering off, titrasi, dan rentang

dosis.

Pencatatan juga termasuk obat yang diberikan “jika perlu”/prorenata.

Pencatatan dibuat di formulir obat yang tersendiri dan dimasukkan ke dalam

berkas rekam medis serta disertakan pada waktu pasien pulang dari rumah sakit

atau dipindahkan (KARS, 2017).

5. PKPO 5 (Persiapan dan Penyerahan)

Maksud dan Tujuan PKPO 5

Menurut KARS (2017) untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan

khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit diminta

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

24

menyiapkan dan menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi pasien,

petugas, dan lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat penyiapan

obat harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik profesi :

a. Pencampuran obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang bersih

(clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic handling drug safety cabinet

dengan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat

perlindungan diri yang sesuai.

b. Pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta pengemasan

kembali obat suntik harus dilakukan dalam ruang yang bersih (clean room)

yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet dan petugas sudah terlatih

dengan teknik aseptik serta menggunakan alat perlindungan diri yang sesuai.

c. Staf yang menyiapkan prodeuk steril terlatih dengan prinsip penyiapan obat

dan teknik aseptik.

PKPO 5.1 (Regulasi Permintaan Obat)

Maksud dan Tujuan PKPO 5.1

Manajemen obat yang baik melakukan dua hal untuk dinilai disetiap resep

atau setiap ada pesanan obat. Pengkajian resep untuk menilai ketepatan baik

administratif, klinis maupun farmasetik obat untuk pasien dan kebutuhan

klinisnya pada saat resep dibuat atau obat dipesan.

Pengkajian resep dilakukan oleh apoteker meliputi: ketepatan identitas

pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;

duplikasi pengobatan; potensi alergi dan sensitivitas; interaksi antara obat dan

obat yang lain atau dengan makanan; variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit;

berat badan pasien dan atau informasi fisiologi lainnya; kontra indikasi.

Telaah obat dilakukan terhadap obat yang telah siap dan telaah dilakukan

meliputi lima informasi, yaitu identitas pasien, ketepatan obat, dosis, rute

pemberian, dan waktu pemberian (KARS, 2017).

6. PKPO 6 (Pemberian Obat)

Maksud dan Tujuan PKPO 6

Pemberian obat untuk pengobatan pasien memerlukan pengetahuan

spesifik dan pengalaman. Rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf klinis

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

25

dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan, memiliki izin, dan

sertifikat berdasarkan atas peraturan perundang-undangan untuk memberikan

obat. Rumah sakit dapat membatasi kewenangan individu dalam melakukan

pemberian obat, seperti pemberiaan obat narkotika dan psikotropika, radioaktif,

atau obat penelitian. Dalam keadaan darurat maka rumah sakit dapat menetapkan

tambahan staf klinis yang diberi izin memberikan obat (KARS, 2017).

PKPO 6.1 (Proses Verifikasi Obat Sesuai Resep)

Maksud dan Tujuan PKPO 6.1

Agar obat diserahkan pada orang yang tepat, dosis yang tepat dan waktu

yang tepat maka sebelum pemberian obat kepada pasien dilakukan verifikasi

kesesuaian obat dengan instrusi pengobatan yang meliputi identitas pasien, nama

obat, dosis, rute pemberian, dan waktu pemberian.

Rumah sakit menetapkan ketentuan yang digunakan untuk verifikasi

pemberian obat. Jika obat disiapkan dan diserahkan di unit rawat inap pasien

maka verifikasi harus juga dilakukan oleh orang yang kompeten. Terhadap obat

yang harus diwaspadai (high alert) harus dilakukan double check oleh minimal

dua orang.

PKPO 6.2 (Regulasi Tentang Obat yang Dibawa Pasien ke Rumah Sakit

Untuk Digunakan Sendiri)

Maksud dan tujuan PKPO 6.2

Rumah sakit harus mengetahui sumber dan penggunaan obat yang tidak

diadakan dari IFRS seperti obat yang dibawa oleh pasien dan keluarganya. Obat

semacam itu harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat direkam

medik. Pemberian obat pasien sendiri, baik yang dibawa sendiri atau yang

diresepkan dari rumah sakit harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat

direkam medis pasien (KARS, 2017).

7. PKPO 7 (Pemantauan/Monitor)

Maksud dan Tujuan PKPO 7

Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat

dilaporlan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi

yang selanjutnya dilaporkan pada pusat Meso Nasional. Apoteker mengevaluasi

efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan melakukan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

26

Pemantauan Terapi Obat (PTO). Apoteker bekerjasama dengan pasien, dokter,

perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memantau pasien yang diberi obat.

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk efek samping obat yang harus dicatat dan

dilaporkan.

PKPO 7.1 (Proses Pelaporan Kesalahan Penggunaan Obat)

Maksud dan Tujuan PKPO 7.1

Rumah sakit menetapkan proses identikasi dan pelaporan bila terjadi

kesalahan penggunaan obat (medication error), kejadian yang tidak diharapkan

(KTD) termasuk kejadian sentinel, serta kejadian tidak cedera (KTC) maupun

kejadian nyaris cedera (KNC). Proses pelaporan kesalahan penggunaan obat

(medication error) menjadi bagian program kendali mutu dan keselamatan pasien

rumah sakit. Laporan ditujukan kepada tim keselamatan pasien rumah sakit dan

laporan ini digunakan untuk mencegah kesalahan di kemudian hari. Terdapat

tindak lanjut dan pelatihan dalam rangka upaya perbaikan untuk mencegah

kesalahan obat agar obat tidak terjadi kesalahan di kemudian hari. PPA

berpartisipasi dalam pelatihan ini (KARS, 2017).

H. Penentuan Prioritas dengan Metode Hanlon

Metode Hanlon dikembangkan oleh J.J. Hanlon untuk memprioritaskan

suatu masalah kesehatan secara objektif dan mempertimbangkan kriteria yang

didapat secara eksplisit dan faktor kelayakan. Metode yang kompleks dengan

memprioritaskan berdasarkan data dasar dan nilai-nilai numerik.

Langkah-langkah instruksi :

1. Tingkat terhadap kriteria yang ditentukan

Metode Hanlon merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk

menetapkan prioritas masalah dengan menggunakan 4 kelompok kriteria, yakni :

a. Besarnya masalah (magnitude)

b. Kegawatan masalah (emergency)

c. Kemudahan penanggulangan masalah (causability)

d. Faktor yang menentukan dapat tidaknya program dilaksanakan (PEARL

faktor)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

27

2. Terapkan Test PEARL

Setelah masalah kesehatan telah dinilai dengan kriteria, gunakan PEARL

test, untuk menyaring masalah kesehatan berdasarkan faktor-faktor kelayakan

berikut :

a. Kesesuaian (Propierity), yaitu kesesuaian masalah dengan prioritas berbagai

kebijakan/program/kegiatan instansi/organisasi terkait.

b. Murah secara ekonomi (Economic Feasibility), yaitu kelayakan dari segi

pembiayaan.

c. Dapat diterima (Acceptability), yaitu situasi penerimaan masyarakat dan

instansi terkait/instansi lainnya.

d. Ketersediaan sumber daya manusia (Resource availability), ketersediaan

sumber daya untuk memecahkan masalah (tenaga, sarana/peralatan, waktu).

e. Legalitas (Legality), dukungan aspek hukum/perundang-

undangan/juknis/protap.

Uji setiap masalah dengan faktor PEARL hanya 2 jawaban “Ya” = 1 dan

“Tidak” = 0

Metode ini memiliki 3 tujuan utama, yaitu : agar pembuat keputusan dapat

mengidentifikasikan faktor-faktor eksplisit untuk dapat dipertimbangkan dalam

menetapkan prioritas, untuk mengelola faktor-faktor tersebut kedalam kelompok-

kelompok yang dianggap relative sama satu dengan yang lainnya, agar faktor-

faktor tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai secara

individu.

3. Hitung nilai prioritas

Hanlon JJ, (2010) mempunyai tiga kriteria peringkat ditugaskan untuk

setiap masalah kesehatan di langkah 1 dari Metode Hanlon, menghitung nilai

prioritas dengan menggunakan rumus berikut :

D = [A + (2 x B)] x C

Dimana :

D = Prioritas Skor

A = Ukuran peringkat masalah kesehatan

B = Keseriusan peringkat masalah kesehatan

C = Efektifitas peringkat intervensi

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

28

4. Peringkat masalah kesehatan

Berdasarkan nilai prioritas dihitung pada langkah 3 dari Metode Hanlon,

menetapkan peringkat ke masalah kesehatan dengan skor prioritas tertinggi

mendapat nilai "1", prioritas tinggi berikutnya mendapat nilai "2" dan sebagainya.

Departemen Kesehatan McLean Country - Contoh Metode Hanlon:

Sebagai bagian dari Proyek Illinois untuk Penilaian Kebutuhan lokak (IPLAN),

penilaian kesehatan masyarakat dan proses perencanaan, Metode Hanlon

digunakan Departemen Kesehatan McLean Country (MCHD) untuk

memprioritaskan masalah kesehatan di masyarakat. Setelah menentukan delapan

masalah kesehatan dari data penilaian kesehatan masyarakat, MCHD digunakan

Metode Hanlon untuk membuat tiga fokus lembaga daerah. Langkah-langkah

berikut diambil untuk melaksanakan proses prioritas: Tingkat terhadap kriteria

yang ditentukan untuk mempertimbangkan setiap kriteria Hanlon.

4.1 Ukuran masalah, persentase penduduk dengan masalah, dengan

penekanan pada persentase penduduk berisiko yang bermasalah, keseriusan

masalah - tingkat mordibitas, angka kematian, kerugian ekonomi, dan sejauh

mana ada urgensi untuk intervensi, efektifitas intervensi - sejauh mana intervensi

tersedia untuk mengatasi masalah kesehatan.

4.2 Terapkan tes 'PEARL', setelah diskusi panjang, semua delapan

masalah kesehatan lulus uji 'PEARL' sebagai intervensi untuk setiap masalah yang

dinilai tidak tepat, ekonomis, diterima, layak berdasarkan sumber daya yang

tersedia, dan hukum.

4.3 Hitung nilai prioritas, skor Prioritas dihitung dengan cara

menghubungkannya dalam peringkat dari Kolom A sampai B ke dalam rumus di

Kolom D. Perhitungan dari tiga proiritas utama skor diilustrasikan dalam tabel.

Tabel 1. Contoh MCHD Penilaian Prioritas Hanlon

Masalah A B C D Rangking

Kesehatan Ukuran Keseriusan Efektifitas Prioritas

dari Skor

intervensi (A+2B) C

Kanker 8 10 6 168 3 Penyakit 7 9 7 175 2

Serebrovaskular

Penyakit 10 10 7 210 1

Jantung

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

29

I. Landasan Teori

Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan

farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug

oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pharmaceutical

Care (pelayanan Kefarmasian). Sejalan dengan tuntutan masyarakat tersebut maka

pemerintah lewat UU Nomor 44 Tahun 2009 mengamanatkan akreditasi kepada

seluruh rumah sakit di Indonesia, dengan tujuan memberikan jaminan kepada

masyarakat terhadap mutu pelayanan yang paripurna, termasuk pelayanan

kefarmasian yang merupakan bagian dari pelayanan rumah sakit yang sangat

penting.

Menurut UU Nomor 44 tahun 2009 menyatakan bahwa IFRS yang

merupakan bagian dari rumah sakit memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu

menyelenggarakan, melakukan koordinasi, serta mengatur dan mengawasi seluruh

bagian yang menyangkut kegiatan pelayanan kefarmasian selain itu bertugas pula

untuk melakukan pembinaan atau pelatihan teknis kepada kefarmasian rumah

sakit.

Akreditasi rumah sakit dilaksanakan untuk menilai kepatutan rumah sakit

terhadap standar akreditasi. Akreditasi dilakukan secara ketat dan professional

dimana penyelenggaraannya melibatkan pihak ketiga yang independen. Karena itu

akreditasi dapat dirasakan dampaknya dalam peningkatan mutu pelayanan serta

adanya perubahan dan pengembangan di berbagai unit rumah sakit. Namun

demikian sifat akreditasi yang birokratis sering mendatangkan permasalahan

dimana proses akreditasi yang memiliki jangka waktu yang sangat lama, selain itu

permasalahan juga datang dari tenaga professional seperti dokter yang merasa

bahwa akreditasi merupakan beban (Greenfield, 2008).

Dengan adanya standar akreditasi pelayanan di rumah sakit diharapkan

dapat meningkatkan dan menjawab persoalan-persoalan manajemen dan mutu.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

30

Namun demikian tidaklah menjamin bahwa tidak akan terjadi permasalahan-

permasalahan di rumah sakit, melainkan banyak masalah yang harus diselesaikan.

Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi

mutu dan mengukur prestasi kerja suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan

sebagai sarana manajemen.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Metode Hanlon yang

merupakan metode yang digunakan untuk membandingkan berbagai masalah

kesehatan yang berbeda dengan relative dan bukan absolute, framework, seadil

mungkin dan objektif. Cara yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah

dengan menggunakan empat kelompok krtiteria yakni besarnya masalah,

kegawatan masalah, kemudahan penanggulangan masalah dan faktor yang

menentukan dapat tidaknya program dilakasanakan.

Umul (2016) meneliti tentang strategi pengembangan IFRS berbasis

evaluasi akreditasi dengan metode Hanlon di RSUD Gambiran Kediri dengan 32

responden yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK) dengan

deskripsi kuantitatif dan kualitatif, instrument penelitian berupa kuesioner

dianalisis menggunakan metode Hanlon dengan hasil yaitu : perlu perbaikan

koordinasi antara Direktur dan kepala IFRS supaya pelayanan dapat maksimal,

penambahan tenaga kefarmasian khususnya apoteker, melakukan monitoring

dalam beberapa standart akreditasi, menerapkan farmasi klinis dan kerjasama

yang baik dengan tenaga medis yang lain.

Menurut Noval (2016) dengan penelitian strategi pengembangan IFRS

berbasis evaluasi akreditasi manajemen penggunaan obat (MPO) dengan metode

Hanlon di IFRS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan 46 responden terdiri dari

apoteker dan TTK, deskripsi penelitian kuantitatif dan kualitatif, dari 24 elemen

penelitian standar MPO yang dilakukan ada 7 yang masih belum memenuhi

standar maksimal dan memiliki sedikit kekurangan dengan analisis prioritas

masalah elemen penilaian menggunakan metode Hanlon, menyimpulkan bahwa

prioritas pertama elemen penilaian identifikasi petugas untuk memberikan obat,

kedua monitoring efek obat, ketiga, identifikasi kompeten, keempat pelayanan

penggunaan informasi obat, kelima penyimpanan produk nutrisi, keenam

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

31

penyimpanan produk steril dan yang ketujuh pencatatan atau pelaporan obat yang

diharapkan dalam status pasien.

Desi (2018) meneliti tentang strategi perbaikan PKPO berbasis akreditasi

dengan metode Matriks di IFRS Aulia Lodoyo Blitar dengan 15 responden terdiri

dari apoteker dan TTK, menyimpulkan bahwa prioritas pertama pemantauan efek

obat, kedua seleksi dan pengadaan, ketiga pengorganisasian dalam melakukan

supervise sesuai dengan penugasannya, keempat persiapan dan penyerahan obat,

kelima peresepan dan penyalinan, keenam penyimpanan obat dan ketujuh adalah

pemberian obat.

Akreditasi harus dilakukan proses evaluasi dan ditinjau ulang sekurang-

kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu rumah sakit

memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan

penggunaan obat yang berkelanjutan sesuai dengan standar akreditasi (Permenkes

72, 2016).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

32

J. Kerangka Konsep

Bagan kerangka konsep dari penelitian ini pada gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Akreditasi rumah sakit

TKRS

MFK

SKP

PAP PMKP

KKS

AP

PPI

PKPO

Standar PKPO SNARS:

1. Pengorganisasian

2. Seleksi dan pengadaan

3. Penyimpanan

4. Peresepan dan penyalinan

5. Persiapan dan penyerahan

6. Pemberian obat

7. Pemantauan (monitor)

Capaian Skor Simulasi RS :

1. Pengorganisasian 85 %

2. Seleksi dan pengadaan 82 %

3. Penyimpanan 89 %

4. Peresepan dan penyalinan 83 %

5. Persiapan dan penyerahan 84 %

6. Pemberian obat 84 %

7. Pemantauan (monitor) 93 %

Analisis kesesuaian

Strategi pengembangan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. 2. - Setia Budirepository.setiabudi.ac.id/4081/1/BAB 2.pdf · Pengorganisasian harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

33

Keterangan :

SKP = Sasaran Keselamatan Pasien

AP = Asesmen Pasien

PAP = Pelayanan dan Asuhan Pasien

PKPO = Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat

PMKP = Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

TKRS = Tata Kelola Rumah Sakit

MFK = Manajemen Fasilitas dan Keselamatan

KKS = Kompetensi & Kewenangan Staf

K. Kerangka Empiris

1. Tingkat kesesuaian PKPO terhadap standar akreditasi SNARS Edisi 1 di IFRS

Bhayangkara Tk.III Nganjuk yang meliputi : standar pengorganisasian, standar

seleksi dan pengadaan, standar penyimpanan, standar peresepan dan

penyalinan, standar persiapan dan penyerahan, standar pemberian obat, dan

standar pemantauan (monitor).

2. Dapat disusun strategi pengembangan PKPO di IFRS Bhayangkara Tk.III

Nganjuk dengan skala prioritas masalah menggunakan salah satu metode yaitu

analisis Hanlon.