bab ii tinjauan pustaka 2.1 uraian kerang darah ...nama ilmiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Kerang Darah (Anadara granosa)
Menurut data produksi Statistik Perikanan Indonesia (1994), kerang
(bivalvia) tersebar luas di seluruh perairan Indonesia seperti:Bengkulu, Jawa,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Djamali, 1998).
Beberapa jenis kerang-kerangan yang memiliki nilai ekonomis dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Jenis-jenis kerang yang bernilai ekonomis penting yang ada di perairan Indonesia.
No Nama Daerah Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Simping Kerang darah Tiram Kepah Kerang tahu Kerang bulu Tiram bakau Kerang batu Tiram martil Kerang pasir Kerang hijau Kapak-kapak Tiram mutiara Abalone Batu laga Gonggong
Placuna placenta Anadara granosa Crasostrea cuculata Meritrix meritrix Periblypta reticulata Anadara antiquata Plicatula plicatula Spondilus ducalis Maleus maleus Hipopus hipopus Perna viridis Actrina fexillum Pinctada maxima Haliotis asinina Turbo mamoratis Strombus canarium
(Djamali,1998)
Jenis-jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang
darah (Anadara granosa), kerang bulu (Anadara antiquata), kerang hijau (Mytilus
viridis) (Suwignyo, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kerang Anadara terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan
kedalaman 10 m sampai 30 m. Kerang Anadara termasuk kedalam subkelas
Lamellibranchia, dimana filament insang memanjang dan melipat, seperti huruf
W, antar filamen dihubungkan oleh cilia (filiaranchia) atau jaringan
(eulamellibranchia). Anadara juga merupakan ordo Toxodonta, dimana gigi pada
hinge banyak dan sama, kedua otot aduktor berukuran kurang lebih sama,
pertautan antar filament insang tidak ada (Oemarjati, 1990).
Anadara granosa hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai
yang berpasir. Anadara granosa umumnya dikenal dengan nama “kerang darah”
(Oemarjati, 1990).
Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata)
adalah famili arcidae dan genus anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki
morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat
satu sama lain pada batas cangkang (Sudrajat, 2008).
Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi cangkangnya. Kerang bulu
(Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi oleh rambut-rambut serta
cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah (Anadara granosa). Kerang
darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat dan bergerigi di
bagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut (Suwignyo, 2005).
Kerang darah (Anadara granosa) adalah sejenis kerang yang biasa dimakan
oleh warga Asia Timur dan Asia Tenggara. Anggota famili arcidae ini disebut
kerang darah karena menghasilkan hemoglobin dalam cairan merah yang
dihasilkannya (Anonimb, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Budidaya kerang darah sudah dilakukan dan ia memiliki nilai ekonomi yang
baik. Meskipun biasanya direbus atau dikukus, kerang ini dapat pula digoreng
atau dijadikan sate. Ada pula yang memakannya mentah (Anonimb, 2010).
2.2 Uraian Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rutales
Famili : Rutacea
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantifolia Swingle
(Sarwono, 2001)
Jeruk nipis termasuk tipe buah buni. Bentuknya bulat sampai bulat telur.
Diameter buahnya sekitar 3-6 cm. Ketebalan kulit buahnya berkisar 0,2-0,5 mm.
Pohonnya tumbuh sebagai pohon kecil bercabang lebat, tetapi tak beraturan.
Tinggi pohon berkisar antara 1,5-5 m. Ranting-rantingnya berduri pendek, kaku,
dan tajam. Daunnya berselang-seling berbentuk jorong sampai bundar, pinggiran
daunnya bergerigi kecil (Sarwono, 2001).
Jeruk nipis memiliki rasa yang sangat asam, karena kandungan asam sitratnya
tinggi. Rasa jeruk nipis yang sangat asam itu membuat jeruk nipis tidak dapat
dimakan langsung sebagai buah segar (Sarwono, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Asam Sitrat
Rumus struktur asam sitrat:
Asam sitrat memiliki sifat asam-basa yang dapat dilihat dari nilai pKa nya,
yaitu:
1. pKa1 : 3,13
2. pKa2 : 4,76
3. pKa3 : 6,40 (Karlaganis, 2000)
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan
buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam
pada makanan dan minuman ringan (Anonimc, 2010).
Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun paling
banyak ditemukan pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk
purut) (Anonimc, 2010).
Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat.
Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan membentuk kompleks,
sehingga dapat menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi sebagai
kompleks sitrat (Anonimc, 2010).
2.4 Pencemaran Laut
Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia
harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Di lain pihak, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda
Universitas Sumatera Utara
asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga
merupakan tempat bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan
limbah rumah tangga, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak
dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai, dan masih banyak lagi
bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).
Lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga
konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut
dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah
pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang
disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat (Darmono,
2001).
2.5 Logam Berat
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang
sama dengan logam-logam lain. Perbedaanya terletak dari pengaruh yang
dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Unsur
logam berat baik itu logam berat beracun seperti Kadmium (Cd), bila masuk
kedalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh
buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).
Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek
khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat
menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008).
Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan
meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan
Universitas Sumatera Utara
bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman,
maupun lingkungan. Logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat
dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa
menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain
sebagainya (Widowati, 2008).
2. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb,
Cr, dan lain-lain (Widowati, 2008).
2.5.1 Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak
larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd
klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium bisa membentuk Cd2+ yang bersifat
tidak stabil. Kadmium (Cd) memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4 g/mol,
titik leleh 321oC, dan titik didih 767oC (Widowati, 2008).
Logam Kadmium (Cd) akan mengalami proses biotransformasi dan
bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan, dan manusia). Logam
ini masuk kedalam tumbuhan bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi makanan
tersebut telah terkontaminasi oleh logam Kadmium (Cd) dan atau persenyawaan.
Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus
mengalami peningkatan. Disamping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai
makanan turut menentukan jumlah Kadmium (Cd) yang terakumulasi (Darmono,
2001).
Universitas Sumatera Utara
Sumber pencemaran dan paparan Kadmium (Cd) berasal dari polusi udara,
rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar
Kadmium (Cd), fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas Kadmium (Cd)
berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung Kadmium (Cd),
perokok pasif, plastik berlapis Kadmium (Cd), serta air minum (Widowati,
20008).
Kadmium (Cd) banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik,
plastik, industri baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, PVC, dan
percetakan tekstil (Widowati, 2008).
Kasus toksisitas Kadmium (Cd) dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an
dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu kimia
di akhir abad 20-an. Sampai sekarang diketahui bahwa Kadmium (Cd) merupakan
logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup
(Darmono, 2001).
Logam berat Kadmium (Cd) bisa masuk kedalam tubuh hewan atau manusia
melalui berbagai cara, yaitu:
1. Melalui udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran
batu bara
2. Melalui wadah/tempat berlapis Kadmium (Cd) yang digunakan sebagai
tempat makanan dan minuman
3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercemar Kadmium
4. Melalui jalur rantai makanan (Widowati, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Toksisitas Logam Pada Jenis Kerang
Hewan air jenis kerang-kerangan (bivalvia) atau jenis binatang lunak
(moluska), baik jenis klam (kerang besar) atau oister (kerang kecil),
pergerakannya sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap di
suatu lokasi tertentu di dasar air (Darmono, 2001).
Jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak
digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat
hidupnya yang menetap atau sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena
kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang
menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus-menerus (Darmono,
2001).
Logam berat dapat juga terakumulasi pada jaringan kerang. Kerang dapat
mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya
yang menetap, lambat untuk dapat menghindarkan diri dari pengaruh polusi, dan
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Karena itu
jenis kerang ini merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu
pencemaran lingkungan (Darmono, 2001).
2.7 Pengikatan Logam
Logam-logam pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan-bahan
organik alam maupun bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan
tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus
karboksilat seperti misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain. Disamping itu,
logam dapat berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam
senyawa organik sehingga terbentuk kompleks (Palar, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.8 Destruksi Basah
Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan
penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam mineral
tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan yang cukup
dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga
menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk
dianalisis selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, dan
HClO4 atau campuran dari ketiga asam mineral tersebut (Anderson, 1987).
2.9 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini sering kali
mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-
atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam
dalam sampel (Bender, 1987).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuka analisis kuantitatif unsur-
unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaanya relatif sederhana.
Spektrofotometri atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom
netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis
besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama saja dengan
Universitas Sumatera Utara
spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk
spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatanya (Rohman, 2007).
Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi
cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007).
Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam
bentuk larutan dan tidak mudah menguap dan satu lampu katoda hanya digunakan
untuk satu unsur saja (Fifield, 1983).
2.9.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan atom
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari
logam dan dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas
mulia (neon atau argon). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan
yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memacarkan berkas-berkas elektron
yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi.
Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda
Universitas Sumatera Utara
akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan-
tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan
menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini
selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
pula. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan
dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat
tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom-
atom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-
energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari
unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
b. Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis. Dalam monokromator terdapat
chopper (pemecah sinar), suatu alat yang berputar dengan frekuensi atau
kecepatan perputaran tertentu (Rohman, 2007).
c. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier
tube) (Rohman, 2007).
d. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi
Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen, dan
propan, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, dan NO2, temperatur dari
berbagai nyala dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Temperatur nyala dengan berbagai kombinasi bahan bakar dan bahan pengoksidasi
Bahan Bakar Oksidasi Temperatur Maksimum (oK) Asetilen Udara 2400-2700 Asetilen Nitrogen Oksida 2900-3100 Asetilen Oksigen 3300-3400 Hidrogen Udara 2300-2400 Hidrogen Oksigen 2800-3000 Sianogen Oksigen 4800
(Harris, 1982)
2.9.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwa-
peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis
menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya
dalam sampel (Rohman, 2007).
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas
pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah:viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis, dan tekanan unsur (Rohman, 2007).
Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga
jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang
seharusnya yang terdapat dalam sampel (Rohman,2007).
Universitas Sumatera Utara
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi didalam nyala.
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu :
a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna (Rohman, 2007).
b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala (Rohman, 2007).
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di
dalam nyala (Rohman, 2007).
2.10 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
2.10.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery Test)
Persen uji perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan.
Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya (Harmita, 2004).
Menurut Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai
recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan
metode standar adisi (Miller, 2005).
Metode standar adisi adalah menambahkan sejumlah tertentu larutan
standar yang jumlahnya diketahui dengan pasti (Fifield, 1983).
Universitas Sumatera Utara
2.10.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkeci analit dalam sampel yang dapat
dideteksi. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2004).
Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara