bab ii tinjauan pustaka 2.1 turnover...

28
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention Keinginan (intention) adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara perputaran ( turnover) adalah berhentinya seorang karyawan dari tempat bekerja secara sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja ke tempat kerja lain. Turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja diperusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering melakukan recruitment, pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), perputaran adalah proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut Rivai (2009:238) turnover merupakan keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran (turnover) dikelompokkan ke dalam beberapa cara yang berbeda antara lain: 1. Perputaran secara tidak sukarela: jadi berupa pemecatan (PHK) karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. 2. Perputaran secara sukarela; dimana karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri. Universitas Sumatera Utara

Upload: lenhi

Post on 11-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Turnover Intention

2.1.1 Pengertian Turnover Intention

Keinginan (intention) adalah niat yang timbul pada individu untuk

melakukan sesuatu. Sementara perputaran (turnover) adalah berhentinya seorang

karyawan dari tempat bekerja secara sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja

ke tempat kerja lain. Turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan

tidak betah bekerja diperusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu

perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering

melakukan recruitment, pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan

faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang

menyenangkan.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), perputaran adalah proses dimana

karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut

Rivai (2009:238) turnover merupakan keinginan karyawan untuk berhenti kerja

dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang

lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran (turnover) dikelompokkan ke dalam

beberapa cara yang berbeda antara lain:

1. Perputaran secara tidak sukarela: jadi berupa pemecatan (PHK) karena kinerja

yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.

2. Perputaran secara sukarela; dimana karyawan meninggalkan perusahaan karena

keinginannya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

10

Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan atau

niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut

pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan

kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu

karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi

umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja

terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta

lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di

lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima,

hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.

Menurut Mobley (2002:44), turnover karyawan adalah suatu fenomena

penting dalam kehidupan organisasi. Namun turnover lebih mudah dilihat dari

sudut pandang negatif saja. Padahal ada kalanya turnover justru memiliki

implikasi-implikasi sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut

pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Organisasi selalu mencari

cara untuk menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama perputaran

disfungsional yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan

dan biaya rekrutmen. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama

terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan karyawan

yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih

tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan

baru. Berikut rumus persentasi turnover yang digunakan dalam penelitian ini:

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel. 2.1

Rumus perputaran (turnover)

Jumlah karyawan yang masuk + jumlah karyawan yang keluar

Jumlah karyawan awal tahun + jumlah karyawan akhir tahun x 100%

Sumber: Panggabean (2004:20)

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Siagian (2004:230), berbagai faktor yang mempengaruhi

keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (turnover intention) antara

lain adalah tingginya stres kerja dalam perusahaan, rendahnya kepuasan yang

dirasakan karyawan serta kurangnya komitmen pada diri karyawan untuk

memberikan semua kemampuannya bagi kemajuan perusahaan. Sedangkan

menurut Mobley (2002:45), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

pindah kerja (turnover intention) antara lain:

1. Karateristik Individu

Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang

ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk

mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang

berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Karakter individu yang

mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, pendidikan dan status

perkawinan.

2. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan

fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan.

Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya,

besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja

Universitas Sumatera Utara

12

se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat

mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan

apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman

sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi apabila

lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan

membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa

betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan

pindah kerja (turnover intention).

Menurut Oetomo dalam Riley (2006:2), keinginan untuk keluar dapat

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Organisasi

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar

antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan,

dan jam kerja yang tidak fleksibel.

2. Individu

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar

antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.

Menurut Rivai (2009:240), beberapa karateristik pekerjaan yang dapat

mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:

a. Beban Kerja

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan

tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,

keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan

Universitas Sumatera Utara

13

menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif

timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga

kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif

yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau tugas yang

diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga

kerja.

b. Lama Kerja

Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan

karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari

pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang

negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti

semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga

kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan

masa kerja lebih singkat.

c. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu

untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang

cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka

mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai

komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang

kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam

bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya

Universitas Sumatera Utara

14

absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.

d. Kompensasi

Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan

kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan

kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena

kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan

meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai

akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada karyawan. Kompensasi

terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial.

Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah

uang, sedangkan kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima

karyawan bukan dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial

yaitu lingkungan fisik/psikologi dimana seseorang bekerja.

2.1.3 Prediktor Turnover

Menurut Rivai (2006:129), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai

prediktor dari turnover, yakni:

1. Variabel Kontekstual (Contextual Variables)

Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam

mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai

turnover adalah adanya alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu

tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan kerja (perceived costs of job

change). Variabel kontekstual ini tercangkup didalamnya adalah:

a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi ( External Alternatives)

Universitas Sumatera Utara

15

Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi

di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih

menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari

turnover intention organisasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka

pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.

b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal Alternatives)

Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya

semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi

secara keseluruhan. Ketersediaan dan kualitas pekerjaa yang bisa dicapai dalam

organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping

persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan

turnover dari organisasi jika dia merasa bahwa dia bisa atau mempunyai

Kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi

yang sama yang dianggapnya lebih baik.

c. Harga atau nilai dari perubahan kerja (cost of job change)

Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif

yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain

yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan

(embeddedness). Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung

untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan

yang dihadapkan kepada individu untuk berpindah/mengubah pekerjaan, meski

dia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik. Salah satu faktor yang

meningkatkan harga dari turnover intention adalah asuransi kesehatan dan

Universitas Sumatera Utara

16

benefit yang didapat dari organisasi (misal pension dan bonus - bonus).

2. Sikap Kerja (Work Attitides)

Hampir semua model turnover dimulai dengan alasan yang menyatakan

bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan

komitmen organisasi yang rendah.

a. Kepuasan Kerja (Work Satisfaction)

Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover

intention. kepuasan ini adalah variabel memaksa. Kepuasan ini dapat

dikonsepsikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang dinilai individu dengan

apa yang disediakan oleh organisasi. Beberapa bentuk kepuasan adalah :

1) Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh

2) Kepuasan terhadap pembayaran

3) Kepuasan terhadap promosi

4) Kepuasan terhadap beban pekerjaan

5) Kepuasan terhadap rekan kerja

6) Kepuasan terhadap penyelia

7) Kepuasan terhadap kondisi kerja

b. Komitmen Organisasi (Organizational Commitment)

Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi

dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan.

Beberapa teori menempatkan komitmen organisasi sebagai faktor kuat yang

menghambat terjadinya turnover intention dibanding faktor kepuasan.

Universitas Sumatera Utara

17

3. Kejadian-Kejadian Kritis (Critical Events)

Kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di

pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang

sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding dengan suatu kebiasaan.

Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem

kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan

melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya

adalah perkawinan, peceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak,

kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi,

menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan

kerja yang lain. Semua kejadian-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau

menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa

disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

4. Organizational Withdrawal

Penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) adalah suatu

konstruk yang menjelaskan berbagai variasi perilaku yang berkaitan dengan

proses penarikan diri yang merupakan substitusi atau pertanda akan adanya

keputusan melakukan turnover. Menurut Sofyandi (2000:191), ada dua macam

model penarikan diri, yaitu:

a. Mengurangi Jangka Waktu Dalam Bekerja (Work Withdrawal)

Karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan beberapa

kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja,

menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara

Universitas Sumatera Utara

18

psikologis dari pekerjaan yang dihadapi.

b. Mencari Alternatif (Search for Alternative)

Pada model ini, ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk

meninggalkan tempat ia bekerja secara permanen. Jika turnover adalah proses

rasional, individu akan mencari alternatif sebanyak mungkin untuk mencari

yang terbaik.

2.1.4 Kategori Turnover

Menurut Handoyo (2004:56), berhentinya karyawan dari suatu perusahaan

berdasarkan siapa yang memunculkan inisiatif untuk berhenti kerja, dapat dibagi

dalam dua kategori, yaitu :

1. Turnover yang terjadi sukarela (Voluntary turnover)

Hal ini terjadi apabila karyawan memutuskan baik secara personal ataupun

disebabkan oleh alasan profesional lainnya untuk menghentikan hubungan

kerja dengan perusahaan, misalnya karyawan berkeinginan untuk

mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik ditempat lain .

2. Turnover yang dipisahkan (Involuntary turnover)

Terjadi jika pihak manajemen/pemberi kerja merasa perlu untuk memutuskan

hubungan kerja dengan karyawannya dikarenakan tidak ada kecocokan atau

penyesuaian harapan dan nilai-nilai antara pihak perusahaan dengan

karyawan yang bersangkutan atau mungkin pula disebabkan oleh adanya

permasalahan ekonomi yang dialami perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

19

2.2 Stres Kerja

2.2.1 Pengertian Stres Kerja

Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila

tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang

dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak

selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu

atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang

dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian

terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat

dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress

dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu

peristiwa.

Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi

lingkungan kerja, namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Stres kerja

merupakan perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan

dalam menghadapi pekerjaan. Menurut Rivai (2009:307), stres adalah tuntutan-

tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan

atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa

diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang

berasal dari luar diri seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi

karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat

merupakan suatu perasaan. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber

munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor

Universitas Sumatera Utara

20

lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan

sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe

kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi

keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.

Menurut Mangkunegara (2008:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah

perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam

menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak

stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang

berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan

mengalami ganguan pekerjaan. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan dan

sumber daya. Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban dan

bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu ditempat kerja. sumber daya

adalah hal-hal (benda-benda) yang berada dalam kendali seorang individu yang

dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.

2.2.2 Penyebab Stres Kerja

Menurut Handoko (2001:201), suatu kondisi yang cenderung menyebabkan

stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu

stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors. Ada

dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah

kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para

karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the-

job” tersebut adalah sebagai berikut:

1. Beban kerja yang berlebihan;

Universitas Sumatera Utara

21

2. Tekanan atau desakan waktu;

3. Kualitas supervisi yang jelek;

4. Iklim politik yang tidak aman;

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai;

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab;

7. Memenduaan peranan (role ambiguity);

8. Frustasi;

9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok;

10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan;

11. Berbagai bentuk perubahan.

Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang

terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan.

Adapun penyebab-penyebab stress ”off-the-job” antara lain:

1. Kekhawatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian)

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

Menurut Siagian (2004:140), stres merupakan interaksi antara seseorang

dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi

Kondisi fisik dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam

kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional,

Universitas Sumatera Utara

22

dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu

faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah

ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan

teknologi.

Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan

berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari

berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban

tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak

menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-

faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah:

1. Tuntutan tugas

2. Tuntutan peran

3. Tuntutan hubungan interpersonal,

4. Struktur organisasi

5. Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.

Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang

terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang

berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang.

Terdapat faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam

kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah

ekonomi dan kepribadian seseorang.

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.3 Akibat dari Stres Kerja

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi

perusahaan. Namun, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan

memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.

Biasanya pekerja atau karyawan yang stresakan menunjukkan perubahan perilaku.

Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha untuk mengatasi stres.

Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam

diri(freeze).

Menurut Mangkunegara (2008:30), akibat dari stres dapat dikelompokkan

dalam tiga kategori umum yaitu:

1. Fisiologis (Physiological)

Memiliki indikator yaitu terdapat gangguan jantung, pernapasan, darah tinggi,

perubahan metabolisme tubuh, dan sakit kepala.

2. Psikologis (Psychological)

Memiliki indikator yaitu terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, cemas

mudah marah, rasa bosan/jenuh, rasa jengkel, dan sering menunda pekerjaan.

3. Perilaku (Behavour)

Memiliki indikator yaitu perubahan tingkat produktivitas, kemangkiran dalam

bekerja, perasaan tidak tenang, dan kehadiran.

Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang

bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila

saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

24

seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan tantangan

bagi yang bersangkutan.

2.2.4 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres Kerja

Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk

menghadapi stres para karyawan antara lain:

1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan

menghadapi berbagai stress.

2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga

mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam

bentuk apapun jika mereka menghadapi stress.

3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya

gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil

langkah-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap

prestasi kerja para bawahannya.

4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress.

5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka

benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.

6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat

menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.

7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa

sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat

teratasi.

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.5 Strategi Manajemen Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa

memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar

mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir

sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus

dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering

melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara

efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari

stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

Menurut Munandar (2001:45), secara umum strategi manajemen stres

kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual,

organisasional dan dukungan sosial.

1. Strategi Penanganan Indivudual

Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi

individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perbuatan reaksi kognitif.

Artinya, jika seorang karyawan meras a dirinya ada kenaikan ketegangan,

para karyawan tersebut seharusnya (time out) terlebih dahulu. Cara time out

ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam

ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar

ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang

Islam, dan sebagainya.

b. Melakukan relaksasi dan meditasi

Universitas Sumatera Utara

26

Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam

hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat

membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan

yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam

membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka

mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah

dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang

mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet

dan fitnes.

c. Melakukan diet dan fitnes

Beberapa cara yang bisa ditmpuh adalah mengurangi masukan atau

konsumsi makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan

yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak

melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tennis, bulutangkis, dan

sebagaianya.

2. Strategi Penanganan Organisasional

Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol

penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja

untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan

dengan:

a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.

Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur

birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini

Universitas Sumatera Utara

27

dapat membawa dampak pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah

strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan

organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke

atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim

yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak

kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau

mengurangi stres kerja mereka.

b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan

meningkatkan faktor isi pekerjaan atau dengan meningkatkan karateristik

pekerjaan pusat seperti skill, identitas tugas, signifikasi tugas, otonomi, dan

timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau

pengalaman berani, tanggung jawab, dan pengetahuan hasil-hasil.

2.3 Lingkungan Kerja

2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Seorang karyawan akan mampu bekerja secara optimal apabila didukung

oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja

dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal,

sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat

memberikan akibat dalam waktu jangka panjang.

Lingkungan kerja merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi

yang memiliki pengaruh besar terhadap perputaran karyawan. Menurut

Sedarmayanti (2001:183), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan

bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Universitas Sumatera Utara

28

kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai

kelompok.

Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu

yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat dimana

karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan

rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara

optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka

karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga

waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas akan semakin tinggi

dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin tinggi.

2.3.2 Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001:21), secara garis besar lingkungan kerja

terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di

sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua

kategori, yakni:

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja,

kursi, meja dan sebagainya).

b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan

kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,

Universitas Sumatera Utara

29

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap,

warna, dan lain-lain.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan

sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik

ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Suasana dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta

dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang

dikatakan oleh Sedarmayanti (2001:21), bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan

karyawan, diantaranya adalah:

1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan besar manfaatnya terhadap keselamatan dan

kelancaran kerja. Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan.

Cahaya yang kurang atau terlalu menyilaukan akan menghambat pekerjaan

sehingga akan menjadi lamban, mengalami kesalahan dan tidak efisien dalam

pelaksanaan pekerjaan.

2. Temperatur di tempat kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur

berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan

normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

30

menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.

3. Kelembapan di Tempat Kerja

Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan

secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara

bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan

tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa

sejukpada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya

gangguan udara.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya

dihindarkan pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi

alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan

yang terjadi terus- menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan suatu

dekorasi, sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,

Universitas Sumatera Utara

31

sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia.

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi

tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan

cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar musik, musik yang nadanya lembut sesuai dengan

suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan

untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk

dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang

diperdengarkan di tempat kerja akan menggagu konsentrasi kerja.

11. Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan

aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk

menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan

Petugas Keamanan (SATPAM).

2.3.4 Indikator Lingkungan Kerja

Berdasarkan indikatornya, Nitisemito (2000:183) membagi lingkungan

kerja menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik (kondisi kerja) dan lingkungan

non-fisik (iklim kerja).

1. Lingkungan Fisik (kondisi kerja)

Merupakan keadaan kerja dalam perusahaan yang berbentuk fisik, misalnya

penerangan/cahaya, suhu udara, suara bising, bau ruangan, pewarnaan, dan

Universitas Sumatera Utara

32

ruang gerak yang diperlukan.

2. Lingkungan Non-Fisik (iklim kerja)

Sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja yang tidak dapat

dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut.

Lingkungan non-fisik meliputi hubungan yang baik antar sesame rekan kerja

dan rasa peduli.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Nama

(Tahun)

Variabel Penelitian Metode

Penelitian

Hasil

Penelitian

1 Syafira

(2006)

Pengaruh Lingkungan

Kerja Terhadap Niat

Pindah Karyawan Pada

Bank Danamon Cabang

Medan

Analisis

Linier

Regresi

Sederhana

Lingkungan

Kerja

berpengaruh

terhadap niat

pindah

karyawan pada

Bank Danamon

Cabang Medan.

2 Tarigan

(2011)

Pengaruh Lingkungan Kerja

Terhadap Niat Pindah Kerja

Karyawan Pada PT.

Pertamina (Persero) Cabang

Wilayah I Medan

Analisis

Regresi

Linier

Sederhana

Lingkungan

Kerja

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap Niat

Pindah

Karyawan.

3 Agustina

(2013)

Pengaruh Stres Kerja

Terhadap Turnover

Karyawan Bagian Produksi

PT. Longvin Indonesia

Sukabumi Jawa Barat

Analisis

Regresi

Berganda

Variabel stres

kerja

berpengaruh

signifikan

terhadap

turnover

karyawan.

Universitas Sumatera Utara

33

4 Paramita

(2013)

Pengaruh Kepuasan Kerja

dan Stres Kerja Terhadap

Turnover Intention pada

Karyawan PT. Unitex di

Bogor

Analisis

Regresi

Berganda

Kepuasan kerja

berpengaruh

negatif dan

signifikan

terhadap

turnover

intention,

sedangkan stres

kerja memiliki

pengaruh positif

dan signifikan

terhadap

turnover

intention.

5 Qureshi,

Iftikhar,

dkk

(2013)

Relationship Between Job

Stress,Wokload,Environme

nt,And Employees Turnover

Intention : What We Know,

What Should We Know

Analisis

Regresi

Berganda

Stres kerja,

lingkungan

kerja dan

kepuasan kerja

berpengaruh

positif terhadap

turnover

intention.

6 Iqbal,

Ehsan,

dkk

(2014)

The Impact of Organizational

Commitment, Job Satisfaction,

Job Stress and Leadership

Support on Turnover Intention

in Educational Institutes

Analisis

Regresi

Berganda

Hasil penelitian

menunjukkan

bahwa stres

kerja

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

Turnover

intention

karyawan.

Universitas Sumatera Utara

34

2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar

variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono,

2008:89). Seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan variabel - variabel

penelitian sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini tertuang dalam kerangka

konsep dengan menetapkan variabel, sehingga akan memudahkan sipeneliti untuk

melaksanakan penelitiannya.

Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan

atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela

menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan

lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah

kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual

meliputi umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan

kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta

lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di

lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima,

hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.

Menurut Rivai (2009:310), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal

mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus

yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan,

ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri

seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam

Universitas Sumatera Utara

35

menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan.

Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber munculnya stres kerja yaitu

faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa

kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan

pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,

peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana

pribadi berada dan mengembangkan diri.

Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu

yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat

dimana karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan

memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat

bekerja secara optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia

bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan

aktifitas sehingga waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas

akan semakin tinggi dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin

tinggi. Yang menjadi indikator - indikator lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik

dan lingkungan non-fisik. Lingkungan fisik mencakup: penerangan/cahaya,

sirkulasi udara, suara bising, bau ruangan, ruang gerak yang diperlukan.

Sedangkan lingkungan non-fisik mencakup keamanan kerja dan hubungan

karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa stress kerja dan

lingkungan kerja mempengaruhi turnover intention karyawan. Maka terbentuklah

Universitas Sumatera Utara

36

kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Nitisemito (2000:183), Handoyo (2004:54), dan Siregar (2006:214)

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang

mencerminkan antar variabel yang sedang diteliti dan merumuskan hipotesis yang

berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif. Menurut Setyosari

(2010:92), hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan

menyangkut hubungan variabel-variabel penelitian. Berdasarkan rumusan masalah

dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention

karyawan.

2. Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover

Intention karyawan.

3. Stres Kerja dan Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan positif secara

signifikan terhadap Turnover Intention karyawan.

Turnover Intention (Y)

Lingkungan Kerja(X2)

Stres Kerja (X1)

Universitas Sumatera Utara