bab ii tinjauan pustaka 2.1 turnover...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Turnover Intention
2.1.1 Pengertian Turnover Intention
Keinginan (intention) adalah niat yang timbul pada individu untuk
melakukan sesuatu. Sementara perputaran (turnover) adalah berhentinya seorang
karyawan dari tempat bekerja secara sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja
ke tempat kerja lain. Turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan
tidak betah bekerja diperusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu
perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering
melakukan recruitment, pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang
menyenangkan.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), perputaran adalah proses dimana
karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut
Rivai (2009:238) turnover merupakan keinginan karyawan untuk berhenti kerja
dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang
lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran (turnover) dikelompokkan ke dalam
beberapa cara yang berbeda antara lain:
1. Perputaran secara tidak sukarela: jadi berupa pemecatan (PHK) karena kinerja
yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.
2. Perputaran secara sukarela; dimana karyawan meninggalkan perusahaan karena
keinginannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
10
Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan atau
niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut
pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan
kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu
karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi
umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja
terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta
lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di
lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima,
hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.
Menurut Mobley (2002:44), turnover karyawan adalah suatu fenomena
penting dalam kehidupan organisasi. Namun turnover lebih mudah dilihat dari
sudut pandang negatif saja. Padahal ada kalanya turnover justru memiliki
implikasi-implikasi sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut
pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Organisasi selalu mencari
cara untuk menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama perputaran
disfungsional yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan
dan biaya rekrutmen. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama
terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan karyawan
yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih
tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan
baru. Berikut rumus persentasi turnover yang digunakan dalam penelitian ini:
Universitas Sumatera Utara
11
Tabel. 2.1
Rumus perputaran (turnover)
Jumlah karyawan yang masuk + jumlah karyawan yang keluar
Jumlah karyawan awal tahun + jumlah karyawan akhir tahun x 100%
Sumber: Panggabean (2004:20)
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention
Menurut Siagian (2004:230), berbagai faktor yang mempengaruhi
keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (turnover intention) antara
lain adalah tingginya stres kerja dalam perusahaan, rendahnya kepuasan yang
dirasakan karyawan serta kurangnya komitmen pada diri karyawan untuk
memberikan semua kemampuannya bagi kemajuan perusahaan. Sedangkan
menurut Mobley (2002:45), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
pindah kerja (turnover intention) antara lain:
1. Karateristik Individu
Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang
ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang
berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Karakter individu yang
mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, pendidikan dan status
perkawinan.
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan
fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan.
Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya,
besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja
Universitas Sumatera Utara
12
se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan
apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman
sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi apabila
lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan
membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa
betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan
pindah kerja (turnover intention).
Menurut Oetomo dalam Riley (2006:2), keinginan untuk keluar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Organisasi
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar
antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan,
dan jam kerja yang tidak fleksibel.
2. Individu
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar
antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.
Menurut Rivai (2009:240), beberapa karateristik pekerjaan yang dapat
mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:
a. Beban Kerja
Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan
Universitas Sumatera Utara
13
menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif
timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga
kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif
yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau tugas yang
diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga
kerja.
b. Lama Kerja
Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan
karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari
pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang
negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti
semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga
kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan
masa kerja lebih singkat.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka
mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai
komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang
kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam
bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya
Universitas Sumatera Utara
14
absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.
d. Kompensasi
Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan
kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan
kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena
kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai
akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada karyawan. Kompensasi
terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial.
Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah
uang, sedangkan kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima
karyawan bukan dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial
yaitu lingkungan fisik/psikologi dimana seseorang bekerja.
2.1.3 Prediktor Turnover
Menurut Rivai (2006:129), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai
prediktor dari turnover, yakni:
1. Variabel Kontekstual (Contextual Variables)
Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam
mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai
turnover adalah adanya alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu
tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan kerja (perceived costs of job
change). Variabel kontekstual ini tercangkup didalamnya adalah:
a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi ( External Alternatives)
Universitas Sumatera Utara
15
Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi
di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih
menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari
turnover intention organisasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.
b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal Alternatives)
Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya
semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi
secara keseluruhan. Ketersediaan dan kualitas pekerjaa yang bisa dicapai dalam
organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping
persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan
turnover dari organisasi jika dia merasa bahwa dia bisa atau mempunyai
Kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi
yang sama yang dianggapnya lebih baik.
c. Harga atau nilai dari perubahan kerja (cost of job change)
Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif
yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain
yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan
(embeddedness). Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung
untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan
yang dihadapkan kepada individu untuk berpindah/mengubah pekerjaan, meski
dia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik. Salah satu faktor yang
meningkatkan harga dari turnover intention adalah asuransi kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
16
benefit yang didapat dari organisasi (misal pension dan bonus - bonus).
2. Sikap Kerja (Work Attitides)
Hampir semua model turnover dimulai dengan alasan yang menyatakan
bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan
komitmen organisasi yang rendah.
a. Kepuasan Kerja (Work Satisfaction)
Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover
intention. kepuasan ini adalah variabel memaksa. Kepuasan ini dapat
dikonsepsikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang dinilai individu dengan
apa yang disediakan oleh organisasi. Beberapa bentuk kepuasan adalah :
1) Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh
2) Kepuasan terhadap pembayaran
3) Kepuasan terhadap promosi
4) Kepuasan terhadap beban pekerjaan
5) Kepuasan terhadap rekan kerja
6) Kepuasan terhadap penyelia
7) Kepuasan terhadap kondisi kerja
b. Komitmen Organisasi (Organizational Commitment)
Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi
dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan.
Beberapa teori menempatkan komitmen organisasi sebagai faktor kuat yang
menghambat terjadinya turnover intention dibanding faktor kepuasan.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Kejadian-Kejadian Kritis (Critical Events)
Kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di
pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang
sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding dengan suatu kebiasaan.
Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem
kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan
melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya
adalah perkawinan, peceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak,
kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi,
menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan
kerja yang lain. Semua kejadian-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau
menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa
disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.
4. Organizational Withdrawal
Penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) adalah suatu
konstruk yang menjelaskan berbagai variasi perilaku yang berkaitan dengan
proses penarikan diri yang merupakan substitusi atau pertanda akan adanya
keputusan melakukan turnover. Menurut Sofyandi (2000:191), ada dua macam
model penarikan diri, yaitu:
a. Mengurangi Jangka Waktu Dalam Bekerja (Work Withdrawal)
Karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan beberapa
kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja,
menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara
Universitas Sumatera Utara
18
psikologis dari pekerjaan yang dihadapi.
b. Mencari Alternatif (Search for Alternative)
Pada model ini, ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk
meninggalkan tempat ia bekerja secara permanen. Jika turnover adalah proses
rasional, individu akan mencari alternatif sebanyak mungkin untuk mencari
yang terbaik.
2.1.4 Kategori Turnover
Menurut Handoyo (2004:56), berhentinya karyawan dari suatu perusahaan
berdasarkan siapa yang memunculkan inisiatif untuk berhenti kerja, dapat dibagi
dalam dua kategori, yaitu :
1. Turnover yang terjadi sukarela (Voluntary turnover)
Hal ini terjadi apabila karyawan memutuskan baik secara personal ataupun
disebabkan oleh alasan profesional lainnya untuk menghentikan hubungan
kerja dengan perusahaan, misalnya karyawan berkeinginan untuk
mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik ditempat lain .
2. Turnover yang dipisahkan (Involuntary turnover)
Terjadi jika pihak manajemen/pemberi kerja merasa perlu untuk memutuskan
hubungan kerja dengan karyawannya dikarenakan tidak ada kecocokan atau
penyesuaian harapan dan nilai-nilai antara pihak perusahaan dengan
karyawan yang bersangkutan atau mungkin pula disebabkan oleh adanya
permasalahan ekonomi yang dialami perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
19
2.2 Stres Kerja
2.2.1 Pengertian Stres Kerja
Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila
tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang
dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak
selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu
atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang
dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat
dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress
dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu
peristiwa.
Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi
lingkungan kerja, namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Stres kerja
merupakan perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan
dalam menghadapi pekerjaan. Menurut Rivai (2009:307), stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan
atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa
diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang
berasal dari luar diri seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi
karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat
merupakan suatu perasaan. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber
munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor
Universitas Sumatera Utara
20
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe
kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi
keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.
Menurut Mangkunegara (2008:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah
perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak
stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang
berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan
mengalami ganguan pekerjaan. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan dan
sumber daya. Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban dan
bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu ditempat kerja. sumber daya
adalah hal-hal (benda-benda) yang berada dalam kendali seorang individu yang
dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.
2.2.2 Penyebab Stres Kerja
Menurut Handoko (2001:201), suatu kondisi yang cenderung menyebabkan
stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu
stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors. Ada
dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah
kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para
karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the-
job” tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beban kerja yang berlebihan;
Universitas Sumatera Utara
21
2. Tekanan atau desakan waktu;
3. Kualitas supervisi yang jelek;
4. Iklim politik yang tidak aman;
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai;
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab;
7. Memenduaan peranan (role ambiguity);
8. Frustasi;
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok;
10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan;
11. Berbagai bentuk perubahan.
Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang
terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan.
Adapun penyebab-penyebab stress ”off-the-job” antara lain:
1. Kekhawatiran finansial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian)
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.
Menurut Siagian (2004:140), stres merupakan interaksi antara seseorang
dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi
Kondisi fisik dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam
kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional,
Universitas Sumatera Utara
22
dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu
faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah
ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan
teknologi.
Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan
berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari
berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban
tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak
menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-
faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah:
1. Tuntutan tugas
2. Tuntutan peran
3. Tuntutan hubungan interpersonal,
4. Struktur organisasi
5. Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.
Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang
terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang
berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang.
Terdapat faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam
kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah
ekonomi dan kepribadian seseorang.
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.3 Akibat dari Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan
memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.
Biasanya pekerja atau karyawan yang stresakan menunjukkan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha untuk mengatasi stres.
Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam
diri(freeze).
Menurut Mangkunegara (2008:30), akibat dari stres dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori umum yaitu:
1. Fisiologis (Physiological)
Memiliki indikator yaitu terdapat gangguan jantung, pernapasan, darah tinggi,
perubahan metabolisme tubuh, dan sakit kepala.
2. Psikologis (Psychological)
Memiliki indikator yaitu terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, cemas
mudah marah, rasa bosan/jenuh, rasa jengkel, dan sering menunda pekerjaan.
3. Perilaku (Behavour)
Memiliki indikator yaitu perubahan tingkat produktivitas, kemangkiran dalam
bekerja, perasaan tidak tenang, dan kehadiran.
Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang
bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila
saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
24
seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan tantangan
bagi yang bersangkutan.
2.2.4 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres Kerja
Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk
menghadapi stres para karyawan antara lain:
1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan
menghadapi berbagai stress.
2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga
mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam
bentuk apapun jika mereka menghadapi stress.
3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya
gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil
langkah-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap
prestasi kerja para bawahannya.
4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress.
5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka
benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.
6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat
menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.
7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa
sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat
teratasi.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.5 Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus
dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering
melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara
efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari
stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.
Menurut Munandar (2001:45), secara umum strategi manajemen stres
kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual,
organisasional dan dukungan sosial.
1. Strategi Penanganan Indivudual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi
individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perbuatan reaksi kognitif.
Artinya, jika seorang karyawan meras a dirinya ada kenaikan ketegangan,
para karyawan tersebut seharusnya (time out) terlebih dahulu. Cara time out
ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam
ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar
ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang
Islam, dan sebagainya.
b. Melakukan relaksasi dan meditasi
Universitas Sumatera Utara
26
Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam
hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat
membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan
yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam
membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka
mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah
dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet
dan fitnes.
c. Melakukan diet dan fitnes
Beberapa cara yang bisa ditmpuh adalah mengurangi masukan atau
konsumsi makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan
yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak
melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tennis, bulutangkis, dan
sebagaianya.
2. Strategi Penanganan Organisasional
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol
penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja
untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan
dengan:
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur
birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini
Universitas Sumatera Utara
27
dapat membawa dampak pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah
strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan
organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke
atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim
yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak
kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau
mengurangi stres kerja mereka.
b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan
meningkatkan faktor isi pekerjaan atau dengan meningkatkan karateristik
pekerjaan pusat seperti skill, identitas tugas, signifikasi tugas, otonomi, dan
timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau
pengalaman berani, tanggung jawab, dan pengetahuan hasil-hasil.
2.3 Lingkungan Kerja
2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Seorang karyawan akan mampu bekerja secara optimal apabila didukung
oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja
dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal,
sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat
memberikan akibat dalam waktu jangka panjang.
Lingkungan kerja merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi
yang memiliki pengaruh besar terhadap perputaran karyawan. Menurut
Sedarmayanti (2001:183), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
Universitas Sumatera Utara
28
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok.
Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat dimana
karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan
rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara
optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka
karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga
waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas akan semakin tinggi
dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin tinggi.
2.3.2 Jenis-jenis Lingkungan Kerja
Menurut Sedarmayanti (2001:21), secara garis besar lingkungan kerja
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua
kategori, yakni:
a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja,
kursi, meja dan sebagainya).
b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan
kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,
Universitas Sumatera Utara
29
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap,
warna, dan lain-lain.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan
sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik
ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Suasana dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta
dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang
dikatakan oleh Sedarmayanti (2001:21), bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan
karyawan, diantaranya adalah:
1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan besar manfaatnya terhadap keselamatan dan
kelancaran kerja. Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan.
Cahaya yang kurang atau terlalu menyilaukan akan menghambat pekerjaan
sehingga akan menjadi lamban, mengalami kesalahan dan tidak efisien dalam
pelaksanaan pekerjaan.
2. Temperatur di tempat kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan
normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
30
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.
3. Kelembapan di Tempat Kerja
Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan
secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara
bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan
tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa
sejukpada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya
gangguan udara.
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya
dihindarkan pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi
alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan
yang terjadi terus- menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan suatu
dekorasi, sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,
Universitas Sumatera Utara
31
sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi
tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan
cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar musik, musik yang nadanya lembut sesuai dengan
suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan
untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk
dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang
diperdengarkan di tempat kerja akan menggagu konsentrasi kerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk
menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan
Petugas Keamanan (SATPAM).
2.3.4 Indikator Lingkungan Kerja
Berdasarkan indikatornya, Nitisemito (2000:183) membagi lingkungan
kerja menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik (kondisi kerja) dan lingkungan
non-fisik (iklim kerja).
1. Lingkungan Fisik (kondisi kerja)
Merupakan keadaan kerja dalam perusahaan yang berbentuk fisik, misalnya
penerangan/cahaya, suhu udara, suara bising, bau ruangan, pewarnaan, dan
Universitas Sumatera Utara
32
ruang gerak yang diperlukan.
2. Lingkungan Non-Fisik (iklim kerja)
Sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja yang tidak dapat
dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut.
Lingkungan non-fisik meliputi hubungan yang baik antar sesame rekan kerja
dan rasa peduli.
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Nama
(Tahun)
Variabel Penelitian Metode
Penelitian
Hasil
Penelitian
1 Syafira
(2006)
Pengaruh Lingkungan
Kerja Terhadap Niat
Pindah Karyawan Pada
Bank Danamon Cabang
Medan
Analisis
Linier
Regresi
Sederhana
Lingkungan
Kerja
berpengaruh
terhadap niat
pindah
karyawan pada
Bank Danamon
Cabang Medan.
2 Tarigan
(2011)
Pengaruh Lingkungan Kerja
Terhadap Niat Pindah Kerja
Karyawan Pada PT.
Pertamina (Persero) Cabang
Wilayah I Medan
Analisis
Regresi
Linier
Sederhana
Lingkungan
Kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap Niat
Pindah
Karyawan.
3 Agustina
(2013)
Pengaruh Stres Kerja
Terhadap Turnover
Karyawan Bagian Produksi
PT. Longvin Indonesia
Sukabumi Jawa Barat
Analisis
Regresi
Berganda
Variabel stres
kerja
berpengaruh
signifikan
terhadap
turnover
karyawan.
Universitas Sumatera Utara
33
4 Paramita
(2013)
Pengaruh Kepuasan Kerja
dan Stres Kerja Terhadap
Turnover Intention pada
Karyawan PT. Unitex di
Bogor
Analisis
Regresi
Berganda
Kepuasan kerja
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
turnover
intention,
sedangkan stres
kerja memiliki
pengaruh positif
dan signifikan
terhadap
turnover
intention.
5 Qureshi,
Iftikhar,
dkk
(2013)
Relationship Between Job
Stress,Wokload,Environme
nt,And Employees Turnover
Intention : What We Know,
What Should We Know
Analisis
Regresi
Berganda
Stres kerja,
lingkungan
kerja dan
kepuasan kerja
berpengaruh
positif terhadap
turnover
intention.
6 Iqbal,
Ehsan,
dkk
(2014)
The Impact of Organizational
Commitment, Job Satisfaction,
Job Stress and Leadership
Support on Turnover Intention
in Educational Institutes
Analisis
Regresi
Berganda
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa stres
kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Turnover
intention
karyawan.
Universitas Sumatera Utara
34
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar
variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono,
2008:89). Seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan variabel - variabel
penelitian sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini tertuang dalam kerangka
konsep dengan menetapkan variabel, sehingga akan memudahkan sipeneliti untuk
melaksanakan penelitiannya.
Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan
atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela
menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan
lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah
kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual
meliputi umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan
kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta
lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di
lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima,
hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.
Menurut Rivai (2009:310), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal
mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus
yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri
seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam
Universitas Sumatera Utara
35
menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan.
Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber munculnya stres kerja yaitu
faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan
pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana
pribadi berada dan mengembangkan diri.
Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat
dimana karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan
memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat
bekerja secara optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia
bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan
aktifitas sehingga waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas
akan semakin tinggi dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin
tinggi. Yang menjadi indikator - indikator lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan non-fisik. Lingkungan fisik mencakup: penerangan/cahaya,
sirkulasi udara, suara bising, bau ruangan, ruang gerak yang diperlukan.
Sedangkan lingkungan non-fisik mencakup keamanan kerja dan hubungan
karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa stress kerja dan
lingkungan kerja mempengaruhi turnover intention karyawan. Maka terbentuklah
Universitas Sumatera Utara
36
kerangka konseptual sebagai berikut:
Sumber: Nitisemito (2000:183), Handoyo (2004:54), dan Siregar (2006:214)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang
mencerminkan antar variabel yang sedang diteliti dan merumuskan hipotesis yang
berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif. Menurut Setyosari
(2010:92), hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan
menyangkut hubungan variabel-variabel penelitian. Berdasarkan rumusan masalah
dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention
karyawan.
2. Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover
Intention karyawan.
3. Stres Kerja dan Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan positif secara
signifikan terhadap Turnover Intention karyawan.
Turnover Intention (Y)
Lingkungan Kerja(X2)
Stres Kerja (X1)
Universitas Sumatera Utara