bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian jalan...

33
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Tol Jalan Tol merupakan sebagai bagian sistem jaringan jalan umum lintas alternatif yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Namun dalam keadaan tertentu jalan tol tidak merupakan lintas alternatif (UU 38/2004 Pasal 44). Pembangunan jalan tol dilakukan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan serta meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan (UU 38/2004 Pasal 43 ayat1). 2.2 Perkerasan Jalan Raya Perkerasan jalan merupakan bagian dari jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, kekakuan serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu-lintas diatasnya ke tanah dasar. Perkerasan jalan menggunakan campuran agregat dan bahan ikat. Agregat yang dipakai adalah batu pecah, batu belah, batu kali atau bahan lainnya, sedangkan bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat. Menurut Sukirman (1999), berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas: a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

Upload: others

Post on 21-Oct-2019

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan Tol

Jalan Tol merupakan sebagai bagian sistem jaringan jalan umum lintas

alternatif yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Namun dalam keadaan

tertentu jalan tol tidak merupakan lintas alternatif (UU 38/2004 Pasal 44).

Pembangunan jalan tol dilakukan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang

telah berkembang, meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi

barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan

beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan serta meningkatkan

pemerataan hasil pembangunan dan keadilan (UU 38/2004 Pasal 43 ayat1).

2.2 Perkerasan Jalan Raya

Perkerasan jalan merupakan bagian dari jalan raya yang diperkeras dengan

lapis konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, kekakuan serta

kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu-lintas diatasnya ke tanah

dasar. Perkerasan jalan menggunakan campuran agregat dan bahan ikat. Agregat

yang dipakai adalah batu pecah, batu belah, batu kali atau bahan lainnya, sedangkan

bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.

Menurut Sukirman (1999), berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi

perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan

perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah

dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat

beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan

atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul

oleh pelat beton.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

5

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa

perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas

perkerasan lentur.

Menurut Suryawan (2009), pemilihan dalam penggunaan jenis perkerasan

kaku dibandingankan dengan perkerasan lentur yang sudah lama dikenal dan lebih

sering digunakan, berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis

perkerasan tersebut.

Perbedaan antara perkerasan kaku dan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur

No Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur

1

Kebanyakan digunakan hanya pada jalan

kelas tinggi, serta pada perkerasan lapangan

terbang.

Dapat digunakan untuk semua tingkat

volume lalu-lintas.

2

Job Mix lebih mudah dikendalikan

kualitasnya. Modulus elastisitas antara lapis

permukaan dan pondasi sangat berbeda.

Kendali kualitas untuk Job Mix lebih

rumit.

3 Dapat lebih bertahan terhadap kondisi

drainase yang buruk.

Sulit untuk bertahan terhadap kondisi

drainase yang buruk.

4 Umur rencana dapat mencapai 20 tahun. Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun.

5 Jika terjadi kerusakan maka kerusakan

tersebut cepat dan dalam waktu singkat.

Kerusakan tidak merambat ke bagian

konstruksi yang lain, kecuali jika

perkerasan terendam air.

6

Indeks pelayanan tetap baik hampir selama

umur rencana, terutama jika transverse joints

dikerjakan dan dipelihara dengan baik.

Indeks pelayanan yang terbaik hanya

pada saat selesai pelaksanaan konstruksi,

setelah itu seiring dengan waktu dan

frekuensi beban lalu-lintasnya.

7

Pada umumnya biaya awal konstruksi tinggi.

Tetapi biaya awal hampir sama untuk jenis

konstruksi jalan berkualitas tinggi dan tidak

tertutup kemungkinan bisa lebih rendah.

Pada umumnya biaya awal konstruksi

rendah, terutama untuk jalan lokal dengan

volume lalu-lintas rendah.

8 Biaya pemeliharaan relatif tidak ada.

Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan

mencapai lebih kurang dua kali lebih

besar dari perkerasan kaku.

9 Agak sulit untuk menetapkan saat yang tepat

untuk melakukan pelapisan ulang.

Pelapisan ulang dapat dilaksanakan pada

semua tingkat ketebalan perkerasan yang

diperlukan, dan lebih mudah menentukan

perkiraan pelapisan ulang.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

6

10

Kekuatan konstruksi perkerasan kaku lebih

ditentukan oleh kekuatan pelat beton sendiri

(tanah dasar tidak begitu menentukan).

Kekuatan konstruksi perkerasan lentur

ditentukan oleh tebal setiap lapisan dan

daya dukung tanah dasar.

11 Tebal konstruksi perkerasan kaku adalah

tebal pelat beton tidak termasuk pondasi.

Tebal konstruksi perkerasan lentur adalah

tebal seluruh lapisan yang ada diatas

tanah dasar.

(Sumber : Suryawan, 2009)

2.3 Pengertian Perkerasan Kaku

Menurut Suryawan (2009), perkerasan jalan beton semen atau perkerasan kaku

adalah suatu konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat dan menggunakan

semen sebagai bahan ikatnya. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus

elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban terhadap area tanah yang

cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh

dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda dengan dengan perkerasan lentur dimana

kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan-lapisan tebal pondasi bawah, pondasi

dan lapisan permukaan.

Perkerasan beton semen memiliki struktur yang terdiri dari atas pelat beton

semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus

dengan tulangan, terletak di atas pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan

lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal

sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Tipikal struktur perkerasan beton semen

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

7

Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis:

a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan (Jointed

Unreinforced Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen

yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar,

dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan

melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar 4-5 meter.

b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced

Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang dibuat

dengan tulangan ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang,

dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan

melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar 8-15 meter.

c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan (Continously

Reinforced Concrete Pavement) adalah jenis perkerasan beton semen yang

dibuat dengan tulangan dengan panjang pelat menerus yang hanya dibatasi

oleh adanya sambungan-sambungan muai melintang. Panjang pelat dari

jenis perkerasan ini lebih besar dari 75 meter.

d. Perkerasan beton semen pra-tegang (Prestressed Concrete Pavement)

adalah jenis perkerasan beton semen menerus tanpa tulangan yang

menggunakan kabel-kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut,

muai, dan lenting akibat perubahan temperatur dan kelembaban.

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari

pelat beton. Sifat daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton

semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan,

kepadatan, dan perubahan kadar air selama masa pelayanan (Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

2.4 Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku

Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah

berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah

(subbase berupa cement treated subbase maupun granular subbbase) berfungsi

sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

8

Gambar 2.2 Skema Potongan Melintang Konstruksi Perkerasan Kaku (Aly, 2004)

Menurut Aly (2004), adapun komponen konstruksi perkerasan beton semen

(rigid pavement) adalah sebagai berikut:

1. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan

untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah

dasar ini berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan /

disebarkan oleh konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi

dalam penyiapan tanah dasar (subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan

melintang keseragaman daya dukung dan keseragaman kepadatan.

2. Lapis Pondasi (Subbase)

Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu

tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular (sirtu) atau

bound granural (CTSB, cement treated subbase).

Fungsi utama dari lapisan ini adalah sebagai lantai kerja yang rata dan

uniform. Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata.

Ketidakrataan ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.

3. Tulangan

Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu tulangan

pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan

sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat beton yang

telah terputus (diputus). Adapun tulangan tersebut antara lain:

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

9

1) Tulangan Pelat

Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton semen

adalah sebagi berikut:

Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan.

Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran

lebih baik daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua

bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.

Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.

Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk “memegang beton” agar

tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan momen

ataupun gaya lintang. Oleh karena itu tulangan pelat beton tidak

mengurangi tebal perkerasan beton semen.

2) Tulangan Sambungan

Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan arah

melintang dan arah memanjang. Sambungan melintang merupakan

sambungan untuk mengakomodir kembang susut ke arah memanjang

pelat. Sedangkan tulangan sambungan memanjang merupakan sambungan

untuk mengakomodir gerakan lenting pelat beton.

Gambar 2.3 Sambungan Pada Konstruksi Perkerasan Kaku (Aly, 2004)

Adapun ciri dan fungsi dari masing – masing tulangan sambungan

adalah sebagai berikut:

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

10

a. Tulangan Sambungan Melintang

Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel.

Berfungsi sebagai sliding device dan load transfer device.

Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.

Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu sisi

yang lain tidak lekat pada pelat beton.

Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.

b. Tulangan Sambungan Memanjang

Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.

Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.

Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.

Lekat di kedua sisi pelat beton.

Lokasi di tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan.

4. Sambungan atau Joint

Fungsi dari sambungan atau joint adalah mengendalikan atau

mengarahkan retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping

(lenting) agar teratur baik bentuk maupun lokasinya sesuai yang kita

kehendaki (sesuai desain). Pada sambungan melintang terdapat dua jenis

sambungan yaitu sambungan susut dan sambungan lenting. Sambungan susut

diadakan dengan cara memasang bekisting melintang dan dowel antara pelat

pengecoran sebelumnya dan pengecoran berikutnya. Sedangkan sambungan

lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan tie bar.

5. Bound Breaker di atas Subbase

Bound Breaker adalah plastik tipis yang diletakkan di atas subbase agar

tidak terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain

itu, permukaan subbase juga tidak boleh di-groove atau di-brush.

6. Alur permukaan atau Grooving/Brushing

Agar permukaan tidak licin pada permukaan beton dibuat alur-alur

(tekstur) melalui pengaluran/penyikatan (grooving/brushing) sebelum beton

disemprot curing compound, sebelum beton ditutupi wet burlap dan sebelum

beton mengeras. Arah alur bisa memanjang maupun melintang.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

11

2.5 Perencanaan Perkerasan Kaku

Menurut Aly (2004), untuk dapat memenuhi fungsi perkerasan dalam memikul

beban, maka perkerasan harus:

a. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sampai batas-batas yang

masih mampu dipikul tanah dasar tersebut tanpa menimbulkan perbedaan

lendutan atau penurunan yang dapat merusak perkerasan itu sendiri.

b. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi

pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar serta

pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.

Dalam perencanaan perkerasan kaku ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan, antara lain:

1. Peranan perkerasan kaku dan intensitas lalu lintas yang akan dilayani.

2. Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan

tekanan beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.

3. Umur rencana perkerasan kaku ditentukan atas dasar pertimbangan-

pertimbangan peranan perkerasan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi

perkerasan serta faktor pengembangan wilayah.

4. Kapasitas perkerasan yang direncanakan harus dipandang sebagai

pembatasan.

5. Daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi

keawetan dan kekuatan pelat perkerasan.

6. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen bukan merupakan

bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang

berfungsi sebagai berikut :

- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.

- Mencegah instrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-

tepi pelat.

- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.

- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

12

2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku

2.6.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode Bina Marga 2003

Perencanaan perkerasan kaku dengan metode Bina Marga 2003 (Pd-T-14-

2003) atau Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen merupakan

pedoman perencanaan perkerasan kaku yang dikeluarkan oleh Departemen

Pekerjaan Umum. Pedoman ini merupakan penyempurnaan Petunjuk Perencanaan

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) tahun 1985 – SKBI 2.3.28.1985. Pedoman ini

diadopsi dari AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the Structural Design of

Pavements (1992). Parameter perencanaan perkerasan kaku Metode Bina Marga

2003 diuraikan sebagai berikut:

1. Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai

dengan SNI 03-173101989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-

1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan

perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil

dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus

(Lean-Mix Concreate) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR

tanah dasar efektif 5%.

2. Pondasi Bawah

Bahan pondasi bawah dapat berupa :

a. Bahan berbutir.

b. Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled

Concrete).

c. Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan

beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis

dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan

pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan

lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk

mereduksi perilaku tanah ekspansif.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

13

Tebal lapis pondasi pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit

mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-

155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen

bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton

kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat

dilihat pada Gambar 2.4 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar

2.5.

Gambar 2.4 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Gambar 2.5 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

14

3. Beton Semen

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural

strenght) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan

pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5

MPa (30-50 kg/cm2).

Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti

serat baja, aramit atau serat karbon harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5

MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik

lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton

dapat didekati dengan rumus berikut:

fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa atau..............................(1)

fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2..........................(2)

Dengan pengertian :

fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)

fcf = kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)

K = konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 agregat

pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah

beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :

fcf = 1,37.fcs, dalam Mpa atau..............................(3)

fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2................................(4)

Dengan pengertian :

Fcs = kuat tarik belah beton 28 hari

4. Lalu-lintas

Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,

dinyatakan dalam sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai

dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana.

Lalu-lintas harus dianalisa berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-

lintas dan konfigurasi sumbu. Jenis kendaraan yang ditinjau untuk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

15

perencanaan perkerasan beton semen adalah kendaraan niaga (commercial

vehicle) yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu

untuk perencanaan terdiri dari atas empat jenis kelompok sumbu dapat dilihat

pada Gambar 2.6.

- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).

- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).

- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).

- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

Gambar 2.6 Konfigurasi Beban Sumbu (Suryawan, 2009).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

16

4.1 Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas

jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan

tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi

(C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel

2.2.

Tabel 2.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien

distribusi kendaraan niaga pada lajur rencana

Lebar Perkerasan Jumlah Lajur Koefisien Distribusi

1 Arah 2 Arah

Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1

5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 lajur 0,7 0,5

8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 lajur 0,5 0,475

11,25 m ≤ Lp < 15,00 m 4 lajur - 0,45

15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 lajur - 0,425

18,75 m ≤ Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,4

(Sumber: Pd T-14-2003)

4.2 Umur rencana

Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur

rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

4.3 Pertumbuhan lalu-lintas

Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau

sampai tahap dimana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan

lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

R = (1 + 𝑖)UR − 1/𝑖 .................................................(5)

Dengan pengertian :

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas

i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

UR = Umur rencana (tahun)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

17

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan

Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor pertumbuhan lalu- lintas (R)

Umur Rencana

(Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

0 2 4 6 8 10

5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1

10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9

15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8

20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3

25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3

30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5

35 35 50 73,7 111,4 172,3 271

40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

(Sumber: Pd T-14-2003)

4.4 Lalu-lintas rencana

Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga

pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta

distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu

jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton)

bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama

umur rencana dihitung dengan rumus berikut:

JSKN = JSKN x 365 x R x C ...............................(6)

Dengan pengertian :

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .

JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan

dibuka.

R : Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung

dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.

C : Koefisien distribusi kendaraan

4.5 Faktor keamanan beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor

keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

18

adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Faktor keamanan beban (FKB)

No. Penggunaan Nilai FKB

1

Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur

banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume

kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu lintas

dari hasil survey beban (weight-in-motion) dan adanya

kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan

beban dapat dikurangi menjadi 1,15

1,2

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan

volume kendaraan niaga menengah 1,1

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0

(Sumber: Pd T-14-2003)

5. Bahu Jalan

Bahu jalan dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau

tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan

kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh

pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton

semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi

tebal pelat.

Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah

bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar

minimum 1,50 m atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar

0.60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan kereb.

6. Sambungan

Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :

- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh

penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.

- Memudahkan pelaksanaan.

- Mengakomodasi gerakan pelat.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

19

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara

lain:

- Sambungan memanjang

- Sambungan melintang

- Sambungan isolasi

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer),

kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan

pengisi (joint filler).

a) Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)

Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk

mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan

memanjang 3 – 4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan

batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.

Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

At = 204 x b x h dan

I = (38,3 x ø) +75

Dengan pengertian:

At = Luas penampang tulangan per meter panjang

sambungan (mm2).

b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak

sambungan dengan tepi perkerasan (m).

h = Tebal pelat (m).

I = Panjang pengikat batang pengikat (mm).

Ø = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).

Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.

Tipikal smbungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.7.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

20

Gambar 2.7 Tipikal sambungan memanjang (Pd T-14-2003).

b) Sambungan susut melintang

Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal

pelat (1/4 H) untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau

sepertiga dari tebal pelat (1/3 H) untuk lapis pondasi stabilisasi semen

sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.

Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton

bersambung tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan

beton bersambung dengan tulangan 8 – 15 m dan untuk sambungan

perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan

pelaksanaan.

Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm,

jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan

mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.

Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti

lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Diameter ruji

tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.5.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

21

Gambar 2.8 Sambungan susut melintang tanpa ruji (Pd T-14-2003).

Gambar 2.9 Sambungan susut melintang dengan ruji (Pd T-14-2003).

Tabel 2.5 Diameter Ruji Bina Marga 2003

Tebal Plat

Perkerasan

Dowel

Diameter Panjang Jarak

Inch Mm Inch Mm inch Mm Inch Mm

6 150 ¾ 19 18 450 12 300

7 175 1 25 18 450 12 300

8 200 1 25 18 450 12 300

9 225 1 ¼ 32 18 450 12 300

10 250 1 ¼ 32 18 450 12 300

11 275 1 ¼ 32 18 450 12 300

12 300 1 ½ 38 18 450 12 300

13 325 1 ½ 38 18 450 12 300

14 350 1 ½ 38 18 450 12 300

(Sumber: Principles of Pavement Design by Yoder and Witczak, 1975)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

22

7. Prosedur Perencanaan Perkerasan Kaku

Prosedur perencanaan perkerasan kaku didasarkan atas dua model

kerusakan yaitu:

a. Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.

b. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh

lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang

direncanakan.

Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau

bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap

sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji. Data lalu lintas yang

diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi

masing-masing jenis sumbu atau kombinasi beban yang diperkirakan

selama umur rencana.

Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung

berdasarkan komposisi lalu lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik

atau erosi lebih dari 100% , maka tebal taksiran dinaikkan dan proses

perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil

yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau

sama dengan 100%.

2.6.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode American Association of

State Highway Transportation Officials atau AASHTO 1993

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation

Officials) Guide For Design of Pavement Structures 1993 atau yang lebih dikenal

dengan istilah AASHTO 1993. AASHTO 1993 merupakan salah satu metode

perencanaan perkerasan kaku yang umum digunakan.

Parameter perencanaan perkerasan kaku Metode AASHTO 1993 terdiri dari:

- Analisa lalu lintas: mencakup umur rencana, lalu-lintas rata-rata,

pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent

single axle load

- Terminal serviceability index

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

23

- Initial serviceability

- Reability

- Standar normal deviasi

- Standar deviasi

- CBR dan Modulus Reaksi tanah dasar

- Modulus elastisitas beton, fungsi dan kuat tekan beton

- Flexural strength

- Drainage coefficient

- Load transfer coefficient

1. Analisa Lalu-lintas (Traffic Design)

a. Umur rencana

Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur

rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun (Pd T-14-2003).

b. Vehicle Damage Factor (VDF)

Vehicle Damage Factor atau faktor daya rusak kendaraan adalah

perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan

terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Penentuan besarnya

nilai VDF ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

VDF = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛, 𝑘𝑔

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟)

4

Dimana:

Beban Sumbu Standar merupakan beban sumbu kendaraan

berdasarkan konfigurasi dan jenis sumbu.

Ketentuan Beban Sumbu Standar yang dengan ketentuan sebagai

berikut:

- Sumbu Tunggal Roda Tunggal: 5.400 kg

- Sumbu Tunggal Roda Ganda: 8.200 kg

- Sumbu Tandem Roda Ganda: 13.600 kg

- Sumbu Tripel Roda Ganda: 18.100 kg

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

24

Data dan parameter lalu lintas lain yang digunakan untuk perencanaan

tebal perkerasan kaku meliputi :

1) Jenis kendaraan

2) Volume lalu lintas harian rata-rata

3) Pertumbuhan lalu lintas tahunan

4) Faktor distribusi arah (DA)

5) Faktor distribusi lajur (DL)

6) Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana

(traffic design)

Menurut AASHTO 1993, Faktor Distribusi Arah, DA = 0,3 – 0,7

umumnya diambil nilai 0,5. Sedangkan untuk Faktor Distribusi Lajur

(DL), mengacu pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Distribusi Lajur

Jumlah Lajur Tiap Arah DL (%)

1 100

2 80-100

3 60-80

4 50-75

(Sumber : AASHTO 1993)

Perhitungan lalu-lintas berdasarkan nilai ESAL (Equivalent Single

Axle Load) selama umur rencana (traffic design) menggunakan rumus

sebagai berikut:

Rumus umum :

W18 = ∑ LHRj

Nn

N1

× VDFj × DD × DL × 365

Dimana :

W18 = Traffic design pada lajur lalu-lintas, ESAL

LHRj = Jumlah lalu-lintas harian rata-rata dua arah untuk jenis

kendaraan j.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

25

VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j.

DD = Faktor distribusi arah.

DL = Faktor distribusi lajur.

N1 = Lalu-lintas pada tahun pertama jalan dibuka.

Nn = Lalu-lintas pada akhir umur rencana.

2. Tanah Dasar

Dalam perencanaan perkerasan kaku CBR (California Bearing Ratio)

digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar (k).

CBR yang umum digunakan di Indonesia berdasar besaran 6% untuk

lapis tanah dasar, mengacu pada spesifikasi (versi Departemen Pekerjaan

Umum 2005 dan versi Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta 2004). Akan

tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5% dan atau 4% pun dapat digunakan

setelah melalui geoteknik, dengan CBR kurang 6% ini jika digunakan

sebagai dasar perencanaan tebal perkerasan.

3. Material Konstruksi Perkerasan

Material perkerasan yang digunakan dengan parameter yang terkait

dalam perencanaan tebal perkerasan sebagai berikut :

1. Pelat beton

Flexural strength (Sc’) = 45 kg/cm2

Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : Fc’ = 350 kg/cm2

(disarankan)

2. Wet lean concrete

Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : Fc’ = 105 kg/cm2

Sc’ digunakan untuk penentuan Flexural strength, Fc digunakan untuk

penentuan parameter modulus elastisitas beton (Ec).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

26

4. Reliability

Reliability adalah probabilitas bahwa perkerasan yang direncanakan akan

tetap memuaskan selama masa layannya. Penetapan angka reliability dari

50% sampai 99,99% menurut AASHTO merupakan tingkat kehandalan

desain untuk mengatasi, mengakomodasi kemungkinan melesetnya

besaran-besaran desain yang dipakai. Semakin tinggi reliability yang

dipakai semakin tinggi tingkat mengatasi kemungkinan terjadinya selisih

(deviasi) desain. Besaran-besaran desain yang terkait dengan ini antara lain:

Peramalan kinerja perkerasan

Peramalan lalu-lintas.

Perkiraan tekanan gandar.

Pelaksanaan konstruksi.

Mengkaji keempat faktor di atas, penetapan besaran dalam desain

sebetulnya sudah menekan sekecil mungkin penyimpangan yang akan

terjadi. Tetapi tidak ada satu jaminan-pun berapa besar dari keempat faktor

tersebut menyimpang. Penetapan Reliability mengacu pada Tabel 2.7

Standar normal deviasi (ZR) mengacu pada Tabel 2.8. Sedangkan standar

deviation rigid pavement : So = 0,30 – 0,40.

Tabel 2.7 Reliability (R) disarankan

Klasifikasi Jalan Reliability (R)

Urban Rural

Jalan tol 85 – 99,9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 80 50 – 80

(Sumber: AASHTO 1993)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

27

Tabel 2.8 Standar normal deviation (ZR)

R (%) ZR R (%) ZR

50 0,000 93 1,476

60 0,253 94 1,555

70 0,524 95 1,645

75 0,674 96 1,751

80 0,841 97 1,881

85 1,037 98 2,054

90 1,282 99 2,327

91 1,340 99,9 3,090

92 1,405 99,99 3,750

(Sumber: AASHTO 1993)

Penetapan konsep Reliablity dan Standar Deviasi :

Parameter reliability dapat ditentukan sebagai berikut :

Berdasarkan parameter klasifikasi fungsi jalan

Berdasarkan status lokasi jalan urban / rural

Penetapan tingkat reliability (R)

Penetapan standar normal deviation (ZR)

Penetapan standar deviasi (So)

Kehandalan data lalu-lintas dan beban kendaraan.

5. Serviceability

Terminal serviceability index (pt) mengacu pada Tabel 2.9 dan Initial

serviceability untuk rigid pavement : (po) = 4,5 (AASHTO,1993).

Tabel 2.9 Terminal Serviceability Index

Presentasi Publik Tidak

Menerima Pt

12 3,0

55 2,5

85 2,0

(Sumber : AASHTO 1993)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

28

Penetapan parameter Serviceability :

Initial Serviceability : po = 4,5

Terminal Serviceability index : pt = 2,5

jalur utama (major highways)

Terminal Serviceability index : pt = 2,0

jalan lalu-lintas rendah

Total Loss of Serviceability : ∆PSI = po – pt

6. Modulus Reaksi Tanah Dasar

Modulus of subgrade reaction (k) menggunakan gabungan formula dan

grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar berdasarkan ketentuan CBR

tanah dasar. Setelah didapatkan nilai CBR rata-rata, maka Modulus of

Subgrade reaction ( k ) dapat dihitung dengan rumus :

4,19

RMk

MR = 1.500 x CBR

dimana:

MR = Resilient Modulus

Faktor loss of Support (LS) mengacu pada Tabel 2.10 (AASHTO 1993)

Tabel 2.10 Faktor Loss of Support

No. Tipe Material LS

1. Cement Trated Granular Base (E = 1.000.000 - 2.000.000 psi) 0 - 1

2. Cement Aggregate Mixture (E = 500.000 - 1.000.000 psi) 0 - 1

3. Asphalt Treated Base (E = 350.000 - 1.000.000 psi) 0 - 1

4. Bituminous Stabilized Mixtures (E = 40.000 - 300.000 psi) 0 - 1

5. Lime Stabilized (E = 20.000 - 70.000 psi) 1 -3

6. Unbound Granular Material (E = 15.000 - 45.000 psi) 1 -3

7. Fine Grained/Natural Subgrade Materials (E = 3.000 - 40.000 psi) 2 -3

(Sumber : AASHTO 1993)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

29

7. Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara tegangan dan

regangan beton. Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti.

Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis

pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Pada

perkerasan kaku rumus yang digunakan untuk mendapatkan modulus

elastisitas beton yaitu :

EC = 57.000 √𝑓𝑐′

Dimana:

EC = Modulus elastisitas beton (psi)

fc’ = Kuat tekan beton, silinder (psi)

8. Flexural Strength

Flexural Strength (modulus of rupture) ditetapkan sesuai spesifikasi

pekerjaan. Flexural Strength di Indonesia saat ini umumnya digunakan Sc’

= 45 kg/cm2 atau sama dengan 640 psi.

9. Koefisien Drainase (Drainage Coefficient)

AASHTO memberikan 2 varibel untuk menentukan nilai koefisien

drainase:

Variabel pertama : mutu drainase, dengan variasi excellent, good,

fair, poor, very poor. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air

dapat dibebaskan dari pondasi perkerasan. Penetapan variabel

pertama mengacu pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Quality of drainage

Kualitas Drainase Tingkat Penyerapan Air

Excelent 2 jam

Good 1 hari

Fair 1 minggu

Poor 1 bulan

Very poor Air tidak terbebaskan

(Sumber: AASHTO 1993)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

30

Variabel kedua : persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun

terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air (saturated), dengan

variasi < 1 %, 1 – 5 %, 5 – 25 %, > 25 %. Untuk mendapatkan nilai

variabel kedua dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Pheff = Tjam

24×

Thari

365 × WL × 100

Dimana :

Pheff = Presentase hari efektif hujan dalam setahun ( %).

Tjam = Rata-rata hujan per hari (jam).

Thari = Rata-rata jumlah hari hujan per tahun (hari).

WL = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan (%).

Selanjutnya koefisien drainase mengacu pada Tabel 2.12 dibawah

ini:

Tabel 2.12 Koefisien drainase

Percent of time pavement structure is exposed to moisture levels

approaching saturation

Quality of drainage < 1% 1 - 5% 5 - 25% > 25%

Excelent 1,25 - 1,20 1,20 - 1,15 1,15 - 1,10 1,10

Good 1,20 - 1,15 1,15 - 1,10 1,10 - 1,00 1,00

Fair 1,15 - 1,10 1,10 - 1,00 1,00 - 0,90 0,90

Poor 1,10 - 1,00 1,00 - 0,90 0,90 - 0,80 0,80

Very poor 1,00 - 0,90 0,90 - 0,80 0,80 - 0,70 0,70

(Sumber: AASHTO 1993)

Penetapan parameter koefisien drainase :

Bedasarkan kualitas drainase

Kondisi time pavement structure dalam setahun.

10. Koefisien Penyaluran Beban (Load Transfer Coefficient)

Koefisien Penyaluran Beban (Load transfer coefficient) (J) dapat

ditentukan menggunakan Tabel 2.13 yang mengacu pada AASHTO 1993.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

31

Tabel 2.13 Koefisien Penyaluran Beban

Bahu Aspal Tied PCC

Penyaluran beban Ya Tidak Ya Tidak

Jenis perkerasan

Beton bersambung tak

bertulang dan bertulang 3,2 3,8 - 4,4 2,5 - 3,1 3,6 - 4,2

CRCP 2,9 - 3,2 N/A 2,3 - 2,9 N/A

(Sumber: AASHTO 1993)

Pendekatan penetapan paramater load transfer :

Joint dengan dowel : J = 2,5 – 3,1

Untuk Overlay design : J = 2,2 – 2,6

11. Perhitungan Tebal Perkerasan

Dalam perencanaan tebal perkerasan beton, perlu dipilih kombinasi

yang paling optimum atau ekonomis dari tebal pelat beton dan lapis

pondasi bawah. Penentuan tebal perkerasan beton dapat ditentukan

dengan persamaan:

25,0

75,0

75,0'

10

46,8

7

10

101810

:

42,1863,215

132,1 .log.32,022,4

)1(

10624,11

5,15,4log

06,0)1(log 35,7.log

kEDJ

DCSp

D

PSI

DSZW

c

dctoR

Dimana :

W18 = Lalu-lintas rencana, traffic design (ESAL)

ZR = Standar normal deviasi.

S0 = Standar deviasi.

D = Tebal pelat beton (inches).

∆PSI = Serviceability loss PSI = Po –Pt

Po = Initial serviceability.

Pt = Terminal serviceability index.

Sc’ = Modulus of rupture sesuai spesifikasi pekerjaan (psi).

Cd = Drainage Coefficient.

J = Load Transfer coefficient.

Ec = Modulus elastisitas (psi).

k = Modulus reaksi tanah dasar (pci).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

32

12. Dowel dan Tie bar

a. Dowel

Dowel merupakan batang baja tulangan polos (maupun profil), yang

digunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat pada beberapa jenis

sambungan pelat beton perkerasan jalan. Dowel berfungsi sebagai

penyalur beban pada sambungan, yang dipasang dengan separuh panjang

terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk memberikan

kebebasan bergeser. Untuk menentukan diameter, panjang dan jarak

pemasangan dowel dapat digunakan Tabel 2.14. Sedangkan untuk

menentukan dowel dapat juga ditentukan menggunakan persamaan seperti

berikut :

d = 𝐷

8

Dimana :

d = diameter dowel/ ruji

D = Tebal pelat beton

Tabel 2.14 Ketentuan Dimensi dan Jarak Pemasangan Dowel

Tebal

Perkerasan

(in)

Diameter

Dowel (in)

Panjang

Dowel

(in)

Jarak Dowel (in)

6 ¾ 18 12

7 1 18 12

8 1 18 12

9 1 ¼ 18 12

10 1 ¼ 18 12

11 1 ¼ 18 12

12 1 ¼ 18 12

(Sumber : AASHTO 1993)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

33

b. Tie bar

Batang Pengikat (Tie bar) adalah potongan baja profil yang dipasang

pada lidah alur dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak

bergerak horizontal. Batang pengikat dipasang pada sambungan

memanjang. Cara perhitungan tie bar menggunakan Tabel 2.15

berikut:

Tabel 2.15 Ketentuan Dimensi dan Jarak Pemasangan Tie Bar

Jenis

dan

mutu

baja

Tegangan

kerja

(psi)

Tebal

Perkerasan

(in)

Diameter batang ½ in

Panjang

(in)

Jarak maximum (in)

Lebar

lajur

10 ft

Lebar

lajur

11 ft

Lebar

lajur

12 ft

Grade

40 30.000

6 25 48 48 48

7 25 48 48 48

8 25 48 44 40

9 25 48 40 38

10 25 48 38 32

11 25 35 32 29

12 25 32 29 26

(Sumber : AASHTO 1993)

2.7 Rencana Anggaran Biaya

Menurut Istimawan (1996), anggaran merupakan suatu bentuk perencanaan

penggunaan dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu,

dibuat dalam bentuk uang, jam, tenaga kerja atau dalam suatu lain. Penyusunan

konstruksi bangunan pada dasarnya selalu disertai dengan Rencana Anggaran Biaya

(RAB). Membuat anggaran biaya berarti memperkirakan suatu barang bangunan

atau benda yang akan dibuat dengan teliti.

Pihak owner membuat perhitungan atau estimasi dengan tujuan untuk

mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang biaya yang harus disediakan untuk

merealisasikan poyeknya. Hasil estimasi disebut dengan OE (Owner Estimate) dan

hasil estimate yang dilakukan oleh konsultan perencana disebut EE (Engineer

Estimate).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

34

Pihak kontraktor membuat estimate dengan tujuan untuk kegiatan penawaran

terhadap proyek konstruksi pada saat pelelangan atau tender. Formula dasar

perhitungan rencana anggaran biaya adalah sebagai berikut:

RAB = Σ (volume x Harga Satuan Pekerjaan)

2.7.1 Komponen Rencana Anggaran Biaya

Sebelum menghitung atau merencanakan anggaran biaya dari suatu proyek

terlebih dahulu harus melakukan perhitungan pada komponen-komponen yang

terdapat pada rencana anggaran biaya yang meliputi:

a. Volume Pekerjaan

Kuantitas pekerjaan dapat ditentukan melalui pengukuran pada obyek

dalam gambar (dengan memperhatikan skala) maupun langsung pada obyek

sesungguhnya di lapangan, maka digunakan metode luas penampang rata-

rata dengan menganggap sisi-sisi dari bidang ruang diukur berbentuk garis

lurus. Satuan merupakan lambang yang menyatakan besaran yang diukur,

cara pengukuran, dan ciri-ciri obyek yang diukur. Satuan angka pengukuran

tanpa disertai oleh satuan pengukuran, tidak mempunyai makna, jadi volume

setiap pekerjaan yang dihitung harus mempunyai satuan yang jelas karena

akan berpengaruh pada perhitungan biaya pelaksanaan.

Volume pekerjaan yang dihitung akan sangat berpengaruh terhadap

besarnya biaya yang akan digunakan untuk menyelesaikan volume dari item

tersebut. Satuan yang umumnya digunakan untuk menghitung kuantitas

pekerjaan konstruksi dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Satuan

No. Pengukuran Satuan Simbol

1 Panjang Meter M

2 Luas Meter-persegi m2

3 Isi padat Meter-kubik m3

4 Isi cair Liter Liter

5 Berat Kilogram, Ton Kg, ton

6 Waktu Jam, hari Jam, hari

(Sumber: Istimawan, 1996)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

35

b. Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)

Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) memerlukan

HSD tenaga kerja, HSD alat, dan HSD bahan. Berikut ini diberikan langkah-

langkah perhitungan HSD komponen HSP (Kementrian Pekerjaan Umum).

1) Harga Satuan Tenaga Kerja

Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan

dahulu bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja.

Langkah perhitungan HSD tenaga kerja adalah sebagai berikut:

a) Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P),

tukang (Tx), mandor (M), atau kepala tukang (KaT).

b) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah

(Gubernur, Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survai di

lokasi yang berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi

pekerjaan akan dilakukan.

c) Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah

dengan memperhtiungkan biaya makan, menginap dan transport.

d) Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24 - 26

hari), dan jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).

e) Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.

f) Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata-rata

per jam.

g) Nilai rata-rata biaya upah minimum harus setara dengan Upah

Minimum Regional (UMR) daerah setempat (Kementrian

Pekerjaan Umum).

2) Harga Satuan Alat

Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir,

spesifikasi alat meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m3), umur

ekonomis alat, jam kerja dalam satu tahun dan harga alat. Faktor lainnya

adalah komponen investasi alat meliputi suku bunga bank, asuransi alat,

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Toleprints.umm.ac.id/36935/3/jiptummpp-gdl-misbachulm-51027-3-babii.pdf · lenting diadakan dengan cara memasang bekisting memanjang dan

36

faktor alat yang spesifik seperti bucket untuk excavator, harga perolehan

alat, dan loader dan lain-lain (Kementrian Pekerjaan Umum).

Penggunaan peralatan pada proyek-proyek konstruksi disamping

adanya tuntutan spesifikasi proyek dan teknologi konstruksi, juga dapat

memberikan nilai tambah pada pelaksanaan proyek yang menyangkut

mutu pelaksanaan.

Biaya alat dapat dibedakan atas beberapa bagian, yaitu:

Biaya alat : segala macam biaya yang dibutuhkan untuk

pengoprasian alat.

Biaya tetap : biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan

status kepemilikan alat, biaya ini tetap ada walaupun alat ini tidak

beroperasi dan besarnya tetapi tidak mengalami perubahan jika

alat tersebut beroperasi.

Biaya operasi (biaya variabel) : biaya yang dikeluarkan

sehubungan dengan beroperasinya alat tersebut.

Biaya produksi : biaya penggunaan alat untuk memindahkan

material atau melakukan pekerjaan sebanyak satu satuan.

3) Harga Satuan Bahan

Analisis HSD bahan memerlukan data harga bahan baku, serta biaya

transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau

bahan jadi. Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu

alat. Setiap alat dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran

per jam, dengan cara memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat,

faktor lain dan waktu siklus masing-masing. Perhitungan HSD bahan yang

diambil dari quarry dapat menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku

(batu kali/gunung, pasir sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan

(misalnya agregat kasar dab halus hasil produksi mesin pemecah batu dan

lain sebagainya) (Kementrian Pekerjaan Umum).