bab ii tinjauan pustaka 2.1 lalat pengorok daun liriomyza … · 2017. 4. 1. · bab ii tinjauan...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun termasuk dalam genus Liriomyza, subfamily Phytomyzinae, famili Agromyzidae, ordo Diptera, klas Insekta, filum Arthropoda dan kingdom animal (Spencer dan Steyskal, 1986). Liriomyza dideskripsikan pertama kali oleh Blanchard tahun 1926 dari tanaman Cineraria di Argentina (Parrella, 1992). Genus Liriomyza terdiri dari banyak spesies, bersifat polifag sehingga dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, sehingga memungkinkan terbentuknya banyak spesies akibat adaptasi, mutasi dan evolusi. 2.1.2 Morfologi dan biologi 2.1.2.1 Liriomyza sativae Blanchard (Diptera:Agromyzidae) Liriomyza sativae adalah serangga polifag yang menjadi hama penting pada tanaman tomat. Hama ini banyak menyerang tanaman dari famili Curcubitaceae, Fabaceae, Solanaceae dan Brasicaceae (Ronald dan Kessing, 1991). Hama ini berasal dari Amerika, dan pada tahun 1970 dilaporkan banyak menyerang tanaman pertanian dan tanaman hias di Amerika Serikat. Tahun 1990 ditemukan di Jazirah Arab (Deeming, 1992), dan pada tahun 1996 ditemukan di Indonesia yakni di Kerawang Jawa Barat menyerang tanaman mentimun, oyong, beligo, buncis, kacang panjang, jarak dan tomat (Rauf 1977, 1999). Telur berwarna putih, berbentuk lonjong dengan panjang 0,23 mm dan lebar

Upload: others

Post on 26-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp.

2.1.1 Taksonomi

Lalat pengorok daun termasuk dalam genus Liriomyza, subfamily

Phytomyzinae, famili Agromyzidae, ordo Diptera, klas Insekta, filum Arthropoda

dan kingdom animal (Spencer dan Steyskal, 1986). Liriomyza dideskripsikan

pertama kali oleh Blanchard tahun 1926 dari tanaman Cineraria di Argentina

(Parrella, 1992). Genus Liriomyza terdiri dari banyak spesies, bersifat polifag

sehingga dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, sehingga memungkinkan

terbentuknya banyak spesies akibat adaptasi, mutasi dan evolusi.

2.1.2 Morfologi dan biologi

2.1.2.1 Liriomyza sativae Blanchard (Diptera:Agromyzidae)

Liriomyza sativae adalah serangga polifag yang menjadi hama penting pada

tanaman tomat. Hama ini banyak menyerang tanaman dari famili Curcubitaceae,

Fabaceae, Solanaceae dan Brasicaceae (Ronald dan Kessing, 1991). Hama ini

berasal dari Amerika, dan pada tahun 1970 dilaporkan banyak menyerang

tanaman pertanian dan tanaman hias di Amerika Serikat. Tahun 1990 ditemukan

di Jazirah Arab (Deeming, 1992), dan pada tahun 1996 ditemukan di Indonesia

yakni di Kerawang Jawa Barat menyerang tanaman mentimun, oyong, beligo,

buncis, kacang panjang, jarak dan tomat (Rauf 1977, 1999).

Telur berwarna putih, berbentuk lonjong dengan panjang 0,23 mm dan lebar

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

9

0,13 mm (Gambar 2.1.A). Telur diletakkan satu persatu di bawah permukaan

daun, di dalam jaringan mesofil, tiga hari kemudian menetas. Serangga betina

mampu menghasilkan telur 30-40 telur per hari (Ronald dan Kessing, 1991).

Larva berwarna kuning cerah hingga kuning kehijauan, berukuran panjang

mencapai 2,25 mm (Gambar 2.1.B). Larva terdiri dari tiga instar, dengan stadium

masing-masing instar berkisar antara 2-3 hari (Mau dan Kessing, 2002). Larva

yang baru menetas segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam

liang korokan selama hidupnya. Korokan semakin melebar dengan semakin

besarnya ukuran larva. Volume jaringan daun yang dapat dimakan oleh larva

instar 3 sebanyak 600 kali lebih banyak dari pada larva instar 1. Setelah larva

berganti kulit meninggalkan kait mulut yang berwarna hitam dan keras

ditinggalkan dalam liang korokan, dan ini dapat digunakan untuk mengetahui

tahap instar. Larva instar akhir akan keluar dari daun dan membentuk pupa pada

permukaan atas daun kemudian akan menjatuhkan diri ke tanah (Parella, 1987).

Fase pupa berlangsung selama 5-12 hari. Pupa berwarna kuning kecoklatan,

berbentuk oval memanjang yang menyempit pada ujungnya, dengan panjang1,5

mm dan lebar 0,75 mm (Gambar 2.1.C). Imago yang muncul dari pupa biasanya

pagi hari. Imago yang baru muncul langsung berkopulasi dan pada hari

berikutnya imago mulai meletakkan telur (Issae dan Marcano, 1991; Ronald dan

Kessing, 1991).

Imago berukuran 1,5 mm berwarna hitam kecoklatan dan terdapat bintik

kuning pada tubuhnya (Gambar 2.1.D). Bagian kepala berwarna kuning,

abdomen berwarna kelabu dengan bintik kuning dan mesonotumnya berwarna

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

10

hitam keabuan, dengan mesopleura berwarna kuning. Bagian toraks atas

kelihatan hitam mengkilat. Sekitar ¼ sampai 1/3 bagian tepi mata berwarna

hitam. Femur dan koksa berwarna kuning terang, sedangkan tibia-tarsi dibagian

tungkai depan berwarna kuning kecoklatan dan di tungkai belakang berwarna

hitam kecoklatan.

Gambar 2.1.

Liriomyza sativae Blanchard : (A) Telur( Sumber : Tokmaru, 2005), (B) Larva,

(C) Pupa dan (D) Imago (Sumber : dokumen pribadi)

Imago betina memiliki abdomen yang lebih panjang dan kokoh dibandingkan

dengan yang jantan. Panjang sayap berkisar antara 1,25-1,75 mm. Rata-rata

A

C D

B

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

11

ukuran imago betina adalah 1,5 mm sedangkan jantan 1,3 mm. Lama hidup

imago 10-20 hari tergantung kondisi lingkungan. Lalat betina menusukkan

ovipositornya pada permukaan atas daun kemudian memakan cairannya.

Penusukan juga dilakukan pada saat meletakkan telur pada permukaan daun (Issae

dan Marcano, 1991; Ronald dan Kessing, 1991).

2.1.2.2 Liriomyza huidobrensis

Telur L. huidobrensis berbentuk ginjal, warna agak keputih-putihan dan

tembus pandang, dengan ukuran berkisar antara 0,25-0,35 mm. Stadium telur

berkisar antara 2-4 hari. Selama hidupnya jumlah telur yang diletakkan oleh

betina rata-rata 160 butir (Supartha, 1998).

Larva berbentuk silinder, warna putih bening dan menyerupai tempayak.

Larva terdiri dari tiga instar dan masa perkembangan masing-masing 2-4 hari.

Larva instar-2 dan -3 adalah fase yang dipilih oleh parasitoid H. varicornis untuk

peletakan telur. Larva yang baru keluar dari telur langsung mengorok dan

berlanjut sampai menjelang keluar dari daun. Semakin besar larva semakin besar

liang korokannya. Larva yang sudah berkembang penuh biasanya keluar dari

liang korokan jatuh ke tanah dan pupa terbentuk di tanah (Supartha, 1998).

Pupa L. huidobrensis mula-mula berwarna kuning pucat kemudian berubah

menjadi coklat dan merah kecoklatan. Lama fase pupa berkisar antara 9-12 hari

(Supartha, 1998).

Umumnya imago betina lebih gemuk dan panjang (2,3-3,0 mm)

dibandingkan dengan jantan (2,2-2,4 mm). Mesonotum berwarna hitam

mengkilat dan sebagian besar mesopleuranya berwarna hitam.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

12

Gambar 2.2

L. huidobrensis : Telur (A) (Sumber : Wyss Bayern Crop Science, Larva (B),

Pupa (C) dan Imago (D) ( Sumber : dokumen pribadi )

Skutelum berwarna kuning. Koksa berwarna hitam kekuning-kuningan

sedangkan femur berwarna kuning kehitam-hitamanan. Tibia dan tarsus berwarna

coklat sampai hitam. Peletakan telur pertama terjadi setelah betina berumur 2-4

hari. Masa peneluran terjadi 7-14 hari dan pasca peneluran 1-2 hari.

Lama hidup imago betina: 10,3 hari. Lama hidup imago jantan: 6 hari.

Keperidian 180,78 butir/ betina, dengan prapeneluran lebih kurang 2,37 hari, masa

A

B

C D D

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

13

peneluran : 7,74 hari, pasca peneluran 1 hari dengan nisba kelamin betina: jantan

1,6:1. Siklus hidup berkisar antara 19-35 hari (Supartha, 1998). Gambar 2.2.

merupakan imago Liriomyza huidobrensis (Setiawati, et al., 2004).

2.1.3 Persebaran dan tanaman inang

Hama pengorok daun Liriomyza spp. merupakan kelompok hama yang

merusak daun pada berbagai jenis tanaman hias dan sayuran. Perkembangan lalat

pengorok daun Liriomysa spp. sangat ditentukan oleh ketersediaan tanaman inang

di lapang. Ketersediaan berbagai tanaman inangnya membantu pertumbuhan dan

perkembangan serta pemencarannya. Sifat polifag yang dimiliki oleh Liriomyza

spp. memungkinkan serangga tersebut untuk memencar lebih cepat ke jenis dan

bagian tanaman lain yang lebih disukai. Pada umumnya angin berpengaruh

terhadap penyebaran lalat pengorok ini. Parella (1987) menyatakan rataan jarak

pergerakan imago betina (21,5 m) lebih jauh dari imago jantan (18,0 m) di rumah

kaca. Di alam imago lalat pengorok daun tertarik pada warna kuning. Gerakan

memencar suatu serangga umumnya berlangsung secara lambat dan jarak yang

dapat dijangkau oleh individu selama hidupnya relative pendek. Namun hasil

komulatif dari jarak jangkau pendek yang ditempuh oleh generasi ke generasi

akhirnya akan menjadi nyata juga setelah beberapa tahun. Jarak jangkau akan

menjadi lebih jauh dan berlangsung dengan cepat, jikalau dibantu oleh manusia

secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh Liriomyza spp.

merupakan lalat asli Amerika Utara tetapi sekarang lalat tersebut telah menyebar

ke seluruh dunia karena aktivitas manusia.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

14

Genus Liriomyza spp. dideskripsikan sekitar tahun 1894 oleh Mik,

mempunyai lebih dari 300 spesies dan sebagian besar menyebar di daerah

beriklim sedang dan beberapa spesies ditemukan di daerah tropis (Parella, 1987).

Liriomyza huidobrensis (Blanchard), L. trifolii (burgesss) dan L. sativae

Blanchard di kenal sebagai spesies polifag dengan kisaran inang yang saling

tumpang tindih di lapangan (Spencer, 1973). Sekitar tahun 1970-an L. trifolii

(burgesss) dan L. sativae Blanchard banyak dilaporkan menyerang tanaman

pertanian dan hias di Amerika Utara, Amerika Tengah dan Selatan. Lalat tersebut

terbawa keluar benua Amerika pada tahun 1976, ketika Kenya mengimport bibit

krisan yang didatangkan dari Florida (Rauf, 1996). Di Indonesia diperkirakan

sudah ada sejak awal tahun 1990 an, namun baru diketahui sebagai hama sekitar

September 1994. Lalat tersebut mula-mula di temukan di kawasan puncak Bogor,

setelah itu di Lembang, Pengalengan, Ciwidey, Garut, Majalengka, Kuningan,

kemudian ke Sumatera yaitu ke Brastagi dan Padang. Tahun 1995 sudah

ditemukan di Dieng, Malang dan Probolinggo (Rauf, 1996). Di Bali Liriomyza

diperkirakan masuk pada tahun 1996 (Supartha et.al., 1999), pada pertengahan

tahun 2001 hampir seluruh kawasan yang menanam sayuran di Bali telah

terserang Liriomyza dengan tingkat serangan ringan, sedang sampai berat

(Supartha, 2002).

Liriomyza spp. tergolong serangga polifag dengan kisaran tanaman inang

yang luas meliputi tanaman sayuran tanaman hias, palawija, dan gulma. Baliadi

(2008) menyatakan bahwa gejala serangan lalat pengorok daun ditemukan pada

tanaman kedelai juga pada 42 spesies tanaman lain termasuk gulma, yaitu:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

15

Phaseolus radiatus L. Wilczek (kacang hijau), Vigna unguiculata L. Walp.

(kacang tunggak), Lablab purpureus L. Sweet (komak), Phaseolus vulgaris L.

(buncis), Vigna sinensis L. Hassk (kacang panjang), Phaseolus lunatus L. (kacang

koro), Vigna angularis (Willd) Ohwi dan Ohashi (kacang merah), Lycopersicum

esculentum Mill. (tomat), Pegagan, Celosia argentea L., Crotalaria sp. (orok-

orok), Synedrella nodiflora L. Gaertn, Ocimum basilicum (kemangi), Amaranthus

gracilis Desf. (bayam), Physalis angulata L. (ceplukan), Capsisum sp. (cabai),

Cleome rutidosperma DC., Rorippa indica L. Hiern, Solanum mammosum

(terung), Solanum tuberosum L. (kentang), Ricinus communis (jarak), Murraya

paniculata (kemuning), Passiflora sp. (markisa), Cucumis melo L. (melon),

Cucumis sp. (timun emas), Amaranthus spinosus L. (bayam), Crassocephalum

crepidioides (Benth.), S. Moore, Gambas, Euphorbia sp., Brassica rugosa (sawi),

Gulma sp 1.

Kuantitas dan kualitas gizi tanaman inang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan serangga seperti periode praoviposisi, kapasitas peneluran dan

perkembangan masing-masing fase. Parella (1987) menyatakan kelimpahan

populasi Liriomyza di lapang berkorelasi posistif dengan kandungan Nitrogen.

Pada kandungan Nitrogen yang lebih tinggi aktivitas makan dan keperidian

Liriomyza sp meningkat sehingga mengakibatkan serangan menjadi berat.

Faktor fisik dan kimia tanaman inang sangat mempengaruhi proses pemilihan

inang hama pengorok daun. Curah hujan belum banyak dipelajari pengaruhnya

terhadap L. huidobrenssis. Suhu dan kelembapan dilaporkan banyak

mempengaruhi kehidupan Liriomyza spp. Perilaku makan dan peletakan telur

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

16

sangat dipengaruhi oleh suhu. Kerusakan ekonomi yang diakibatkan oleh hama

ini dapat berbeda-bila hama berada di tempat dengan iklim yang berbeda. Jenis L.

trifolii pada suhu 30o C mampu menghasilkan sekitar 367 liang korokan dan

jumlah larva tertinggi. Jenis L. huidobrensis pada suhu 30o C dapat menghasilkan

212 liang korokan, sedangkan jumlah larva tertinggi diperoleh pada suhu 23o C

(Olivera et al., 1996). Aktivitas makan dan peletakkan telur oleh imago L.

huidobrensis umumnya terjadi pada pagi hari, karena aktivitas tersebut berkorelasi

positif dengan suhu. Pada kondisi kualitas makanan terpenuhi, peneluran

maksimum terjadi pada kisaran suhu 20-27o C (Parrella, 1987). Aktivitas makan

imago terjadi pada suhu 15-25 oC (Supartha, 1998).

2.1.4 Pengendalian Liriomyza spp.

Teknik pengendalian yang umum dilakukan terhadap lalat pengorok daun di

negeri asalnya adalah pengendalian hama terpadu (Minkenberg dan van Lenteren,

1986). Cara budidaya yang biasa diterapkan adalah sanitasi, penyiangan gulma,

memangkas bagian dari daun yang terserang, memasang penutup tanah dari

plastik hitam. Penggunaan perangkap kuning berperekat juga pada rumah-rumah

kaca. Penggunaan insektisida kimiawi seperti organoklor, organofosfat dan

karbamat yang berspektrum luas sudah sejak lama direkomendasikan, walaupun

cara tersebut dinilai terlalu berbahaya. Penggunaan insektisida telah banyak

memacu ledakan hama tersebut, karena Liriomyza menjadi resisiten terhadap

sejumlah insektisida seperti permetin, fenvalerat. Oleh karena itu kalangan

peneliti mencari insektisida yang lebih selektif dan efektif (Spencer, 1973).

Insektisida selektif berupa ekstrak daun mimba, Azadirachta indica A. Juss

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

17

dilaporkan sangat efektif terhadap L.trifolii (Fagoonee dan Torry 1984 dalam

Minkenberg dan van Lenteren, 1986). Pengendalian hayati terhadap lalat

pengorok daun telah dilaporkan Spencer pada tahun 1973. Pada tahun 1980

pengendalian hayati Liriomyza spp dilakukan pada hamparan 30 ha. Parasitoid

yang digunakan adalah Dacnusa siberica terutama terhadap L.trifolii. Kini D.

siberica telah digunakan dalam sistem PHT pada tanaman kormesial dalam rumah

kaca di Belanda (Minkenberg dan van Lenteren, 1986)

2.1.5 Musuh alami

Musuh alami lalat pengorok daun yang dominan ditemukan adalah predator

dan parasitoid. Predator yang telah ditemukan memangsa lalat pengorok daun

adalah jenis semut, kepik dan lalat. Imago pengorok daun umumnya dimangsa

oleh Drapetis subeenescens (Collin), Tachydromia annulata fallen (Diptera:

Empididae) dan Coenosia attenuate (Zatterstedolehm) (Diptera: Muscidae).

Larva dimangsa semut Ponerinae (Hymenoptera: Formicidae), sedangkan laba-

laba (Oxyopidae) dan Dolichopodidae (Diptera) memangsa imago L. trofolli.

Kepik tomat, Cyrtopeltis modestus (Distant) (Hemiptera: Miridae) dikenal sebagai

predator fakultatif hanya pada stadia lanjut, sedangkan pada stadia awal berperan

sebagai hama pada batang tomat (Parella dan Bethke, 1984).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies parasitoid Liriomyza spp

berbeda sesuai dengan spesies Liriomyza, jenis tanaman inang dan daerah

geografinya (Johnson dan Hara, 1987). Parasitoid Liriomyza spp. pada berbagai

tanaman inang di Amerika Utara dan Hawai diketahui 40 spesies parasitoid yang

tergolong dalam ordo Hymenoptera. Sebagian besar parasitoid tersebut tergolong

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

18

dalam famili Eulophidae, terutama yang berasosiasi dengan L. sativae dan L.

trifolii. Sebagian kecil berasosiasi dengan L. huidobrensis, yaitu parasitoid

Chrysocharis ainsliei Crawford, C. parksi Crawfor, Diglyphus begini (Ashmead),

dan D. intermedius (Girault) yang semuanya dari famili Eulophidae serta satu

spesies dari famili Pteromalidae yaitu Halticoptera circulus (Walker). Purnomo

(2003) menemukan Opius sp. (Hymenoptera:Braconidae) memarasit L.

huidobrensis yang menyerang tanaman kentang selain Hemiptarsenus varicornis.

H.varicornis merupakan spesies umum dan dominan ditemukan memarasit L.

huidobrensis (Supartha, 1998; Rauf et al., 2000). Penelitian Pratama et al. (2013)

dan Herlinadewi et al. (2013) memperoleh parasitoid Neochrysocharis formosa

dominan memarasit Liriomyza di dataran tinggi maupun rendah dan adanya

parasitoid N. okazakii walaupun dengan parasitisasi yang rendah.

Keefektifan musuh alami dalam menekan serangan hama sangat penting

untuk menilai keberhasilan pengendalian hayati. Secara umum, musuh alami

yang efektif mempunyai ciri antara lain: a) mempunyai kekhususan terhadap

mangsa atau inang, b) sinkron dengan hama, c) kerapatannya meningkat dengan

cepat bila kerapatan mangsa atau inang meningkat, d) membutuhkan satu atau

sedikit mangsa untuk melengkapi siklus hidupnya dan e) mempunyai kemampuan

mencari mangsa atau inang yang tinggi, terutama saat populasi mangsa atau inang

yang rendah. Pengendalian hayati dikatakan berhasil bila agen yang digunakan

dapat menekan populasi hama sehingga berada di bawah ambang ekonomi dan

dapat mempertahankan kestabilan keseimbangan populasi hama (Hassel dan

Waage, 1984).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

19

2.2 Parasitoid Neochrysocharis spp.

Parasitoid Neochrysocharis spp. terdiri dari dua spesies yaitu

Neochrysocharis formosa (Westwood) dan Neochrysocharis okazakii (Kamijo).

Kedua parasitoid ini dapat dibedakan berdasarkan sayap, torak dan femurnya

(Lampiran 1)(CSIR0,2005). Klasifikasi N. formosa dan N. okazakii (CSIRO,

2005) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Artropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Eulophidae

Genus : Neochrysocharis

Spesies : Neochrysocharis formosa (Westwood)

Neochrysocharis okazakii (Kamijo)

2.2.1 Karakteristik biologi

2.2.1.1 Pola reproduksi

Proses reproduksi telur serangga Hymenoptera dibagi dalam dua kelompok

yaitu sinovigenik dan proovigenik. Pada serangga sinovigenik telur diproduksi

selama hidup imago betina. Banyaknya telur yang diproduksi lebih tergantung

pada makanan imago serangga betina dibandingkan metabolit yang disimpan pada

stadia pradewasa. Pada serangga proovigenik imago betina yang baru muncul

mengandung telur yang telah matang dan tidak menghasilkan telur lagi bila semua

telur telah diletakkan (Doutt, 1959). Golongan sinovigenik memerlukan protein

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

20

untuk kelangsungan produksi telurnya, yang didapat dari embun madu, nektar dan

cairan dari inangnya (host feeding). Makanan inang berperanan penting pada

golongan sinovigenik dibandingkan proovigenik. Jika imago betina sinovigenik

tidak memperoleh makanan berprotein atau tidak menemukan inangnya, telur-

telur yang masak dalam ovari akan diserap untuk menyediakan energi dan nutrisi.

Penyerapan telur merupakan cara yang baik, ketika sumber makanan ditemukan

produksi telur terjadi dalam beberapa hari (Godfray, 1994).

Reproduksi pada serangga ordo Hymenoptera berlangsung secara

partenogenetik. Terdapat tiga tipe reproduksi yakni arenotoki, teliotoki dan

deuterotoki. Umunya tipe reproduksi pada Hymenoptera adalah arenotoki,

sedangkan deuterotoki dan teliotoki hanya terjadi pada beberapa spesies. Pada

arenotoki, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik maupun melalui

pembuahan. Telur yang dibuahi akan menjadi diploid dan akan berkembang

menjadi indivindu-indivindu betina, sedangkan yang tidak dibuahi tetap haploid

dan akan berkembang menjadi indivindu jantan. Tipe teliotoki yaitu

perkembangan partenogenetik yang serangga betina berasal dari telur-telur induk

yang tidak berkopulasi, dalam kelompok ini tidak ada serangga jantan. Tipe

deuterotoki adalah yaitu perkembangan parthenogenetik yang mampu

menghasilkan serangga jantan namun tidak berfungsi. Pada imago betina dari

sebagian besar anggota ordo Hymenoptera terdapat spermatika yang berfungsi

sebagai organ penyimpanan sperma yang diterima ketika kopulasi (Doutt, 1973).

Jenis kelamin ditentukan selama proses peletakan telur, yaitu ada atau tidaknya

pengeluaran sperma ketika telur melewati muara spermatika. Oleh karena itu

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

21

nisbah kelamin suatu spesies serangga yang demikian sering sangat beragam dan

berfluktuasi tergantung pada kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan sangat

mempengaruhi pada imago betina parasitoid termasuk perilaku peletakan telur dan

pengaturan pengeluaran sperma yang akhirnya dapat menentukan jenis kelamin

keturunannya.

Kesesuaian inang dapat diukur berdasarkan beberapa ciri biologi, di antaranya

adalah reproduksi parasitoid. Reproduksi parasitoid yang tinggi menjadi salah

satu ukuran potensi parasitoid dalam mengendalikan hama sasaran. Reproduksi

tersebut tidak hanya terbatas pada besarnya populasi, melainkan juga terjadi

dalam komposisi jenis kelamin dan kelompok umur.

Di Jepang N. formosa memiliki strain teliotoki dan arenotoki di lapangan

(Arakaki dan Kinjo 1998). Reproduksi teliotoki pada N. formosa diketahui

disebabkan oleh rickettsia (Hagimori et al. 2006).

2.2.1.2 Pola peletakkan telur harian

Pada umumnya parasitoid hymenoptera termasuk haplodiploid. Jantan

haploid berkembang dari telur yang tidak dibuahi sedangkan yang betina dari telur

yang dibuahi. Serangga betina yang tidak berkopulasi akan menghasilkan

serangga jantan, sedangkan betina yang berkopulasi akan menyimpan sperma

dalam spermatika, dan saat peletakkan telur betina dapat mengatur alokasi

keturunan sepanjang peletakan telur tergantung kondisi lingkungan (Godfray,

1994). Strategi pengaturan kelamin keturunannya dilakukan oleh induk betina

dilaporkan mempunyai pola tertentu. Kondisi tersebut dilakukan sebagai tanggap

terhadap kondisi lingkungan, yakni jumlah betina dan jumlah inang. Alokasi jenis

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

22

kelamin yang diletakkan oleh induk betina akan tergambar pada suatu peletakan

telur yang pada akhirrnya akan tergambar pada nisbah kelamin keturunan. Pada

umumnya induk betina meletakkan keturunan jantan pada peletakan telur pertama

yang disebut “strategi jantan pertama”. Strategi ini terjadi pada Trichogramma

basalis (Colazza dan Wajaberg, 1998).

Pola peletakkan telur harian parasitoid Trichogramma chilotraeae Nagaraja

dan Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae) dilaporkan oleh Hasriyanty

(2006), parasitoid mulai meletakkan telur dengan menghasilkan keturunan betina.

Faktor jumlah inang dan kepadatan parasitoid betina berpengaruh pada prilaku

selfsuperparasitism.

Chen dan Khu (2001) menyatakan N. formosa memilih meletakan telur pada

inang instar tiga L. trifolli. Keperidian dihitung dengan menjumlahkan semua

telur yang diletakkan oleh seekor betina selama hidupnya. Banyaknya imago

yang muncul dan jenis kelaminnya dicatat untuk menentukan nisbah kelamin.

Nisbah kelamin dinyatakan dalam persentase betina. Proporsi jantan dan betina

(nisbah kelamin) ditentukan beberapa faktor seperti suhu, umur imago, kesesuaian

nutrisi dan kemampuan imago jantan untuk mengawini imago betina.

2.2.1.3 Statistik demografi

Dinamika populasi suatu organisme perlu diketahui dengan cara

mengetahui atribut numerik (parameter) dari organisme tersebut, misalnya

bertambah atau berkurangnya populasi organisme tersebut, kerapatan

populasinya, laju individu baru yang akan dilahirkan dan laju kehilangannya

melalui mortalitas (Rizal, 1995). Parameter utama populasi dalam suatu

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

23

organisme (Caughley, 1977) meliputi: 1) daya bertahan hidup berdasarkan umur,

2) keperidian, 3) distribusi frekuensi umur, 4) nisbah kelamin, dan 5) kerapatan

populasi. Berdasarkan parameter tersebut dapat dihitung statistik demografi yang

terkait yaitu: laju reproduksi kotor (GRR), laju reproduksi bersih (Ro), masa rata-

rata satu generasi (T), laju pertambahan intrinsik (r), laju pertambahan terbatas

(ƛ ), angka kelahiran (b), dan angka kematian (d).

Berdasarkan statistik demografi tersebut dapat dihitung dengan cara

menyusun suatu neraca kehidupan atau yang disebut dengan life table (Birch,

1984; Price, 1975). Neraca kehidupan merupakan suatu tabel tentang daya

bertahan hidup dan mortalitas di dalam populasi suatu organisme (Horn, 1988).

Neraca kehidupan menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

populasi selama satu generasi (Price, 1975)

Sulaeha et al. (2009) telah melakukan penelitian tentang parameter

demografi parasitoid Hemiptarsenus varicornis pada L. huidobrensis. Hasil

penelitiannya mendapatkan hasil laju reproduksi bersih (Ro) : 18,021

kali/generasi, masa rata-rata satu generasi (T) : 13,90 hari, laju pertambahan

intrinsik (r) : 0,208 keturunan betina/induk/hari, laju pertambahan terbatas (ƛ ):

1,231 kali/hari.

2.2.3 Kisaran toleransi terhadap inang dan tanaman inang

Kehidupan serangga fitofag ditentukan terutama oleh tumbuhan inang,

sedangkan kehidupan serangga entomofag ditentukan oleh serangga inangnya

yang diparasit atau dimangsanya (Price, 1987). Jadi kehidupan serangga fitofag

sangat ditentukan oleh kisaran toleransinya terhadap tanaman inangnya,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

24

sedangkan parasitoid sangat ditentukan oleh kisaran toleransinya terhadap

serangga inang.

Parasitoid Hymenoptera sebagian besar dapat memarasit beberapa jenis inang

dan hanya sedikit spesies yang spesifik memarasit satu spesies inang. Menurut

Doutt (1959) terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar parasitoid berhasil

memarasit inangnya, yaitu 1) penemuan habitat inang, 2) penemuan inang, 3)

penerimaan inang dan 4) kesesuaian inang. Vinson (1976) menambahkan

pengaturan inang sebagai tahap yang kelima karena keberhasilan parasitisme juga

ditentukan oleh kemampuan parasitoid dalam mengatur fisiologi inangnya.

Penemuan Habitat Inang. Pemilihan terhadap habitat merupakan faktor

utama parasitoid betina dalam mencari tipe habitat yang dapat menyediakan

serangga inangnya. Godfray (1994) menyatakan ada 3 katagori umum yang

digunakan dalam penentuan lokasi inang, pertama adanya rangsangan dari

mikrohabitat inang berupa adanya senyawa kimia yang dihasilkan oleh tanaman

inang, yang tergolong synomon yang diproduksi tumbuhan inang yang berperan

penting dalam upaya parasitoid mendapatkan habitat inang, kedua rangsangan

tidak langsung berhubungan dengan kehadiran inangnya, dan ketiga rangsangan

yang muncul dari inang itu sendiri. Perbedaan habitat inang (tanaman inang)

dapat berpengaruh terhadap kesesuaian nutrisi bagi serangga inang dan

parasitoidnya. Kesesuaian nutrisi baik secara kuantitatif maupun kualitatif amat

penting bagi perkembangan dan pertumbuhan serangga inang maupun parasitoid.

Perkembangan parasitoid dipengaruhi juga oleh perbedaan senyawa nutrisi dan

non nutrisi serta sifat-sifat biofisik dari masing-masing tanaman. Senyawa nutrisi

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

25

seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral merupakan senyawa

primer yang disintesis oleh tanaman untuk keperluan pertumbuhan dan

perkembangan. Selain itu tanaman juga menghasilkan senyawa-senyawa non

nutrisi sebagai senyawa sekunder yang dapat mempengaruhi prilaku serangga

terhadap tanaman yaitu alelokimia.

Penemuan Inang. Bila parasitoid sudah menemukan habitat inangnya atau

mikrohabitat, tahap selanjutmya adalah tanggapan parasitoid sebagai reaksi

terhadap senyawa perangsang yang berasal dari inangnya. Senyawa kimia yang

berasal langsung dari inangnya disebut kairomon. Parasitoid betina lebih tertarik

oleh bau kotoran inangnya yang mengandung senyawa kairomon. Penerimaan

rangsangan kimia kairomon dapat terjadi pada jarak yang jauh dan jarak dekat.

Penerimaan rangsangan kimia jarak jauh dilakukan oleh indra penciuman yang

mampu mendeteksi senyawa kimia dalam bentuk gas. Sedangkan penerimaan

rangsangan kimia jarak dekat dilakukan oleh indera perabaan yang mampu

mendeteksi senyawa kimia dalam bentuk cair/padat. Beberapa senyawa kimia

yang ditinggalkan inang dapat sebagai petunjuk kepada parasitoid untuk

menemukan inangnya.

Penerimaan Inang. Penerimaan inang merupakan suatu langkah untuk

menentukan inang yang spesifik dari parasitoid. Rangsangan penerimaan inang

dapat berupa bau, lokasi, ukuran bentuk atau gerakan inang. Pada ovipositor

parasitoid ada alat penerima rangsangan kimia. Rangsanga kimia dapat berasal

dari inang yang sehat berbeda dengan inang yang sudah diparasit.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

26

Kesesuaian Inang. Adanya telur yang diletakkan dalam tubuh inang tidak

mampu berkembang menjadi imago akibat adanya hambatan fisiologis dalam

tubuh inang. Hadi (1985) melaporkan sebagai tolak ukur untuk menentukan

kesesuaian inang adalah ada atau tidaknya hambatan perkembangan embrionik

pada telur parasitoid dan hambatan perkembangan larva parasitoid di dalam tubuh

inang.

Parasitoid dapat digolongkan dalam beberapa katagori menurut cara

penyerangan dan tipe inangnya. Menurut cara penyerangan, dapat dibedakan : (a)

endoparasitoid yaitu parasitoid yang berkembang di dalam inangnya dan

ektoparasitoid merupakan parasitoid yang berkembang dan mengambil makan

dari bagian luar inangnya. Jika di dalam atau pada satu inang hanya berkembang

satu parasitoid disebut parasit soliter dan jika beberapa atau banyak parasitoid

disebut parasitoid gregaria. Menurut stadia inang yang diserang parasitoid, dapat

dibedakan atas parasitoid telur, parasitoid larva, parasitoid pupa dan parasitoid

imago. Namun ada katagori antara misalnya parasitoid telur-larva yakni

parasitoid yang meletakkan telur pada telur inang dan menyelesaikan

perkembangannya pada stadia larva. Parasitoid ini bersifat koinobiont dan

sebaliknya parasitoid idiobiont yakni parasitoid yang menyelesaikan

perkembangannya pada stadia inang yang diletaki telur. Parasitoid idiobiont

umumnya ektoparasitoid dan inang akan dimatisurikan (pelumpuhan permanen)

secara permanen oleh induk betina sebelum telur-telur diletakan di atas tubuh

inang atau di dekat inang (Godfray , 1994).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

27

Pengaruh Instar Inang. Fase perkembangan inang dapat mempengaruhi

proses penemuan inang dan penerimaan inang. Parasitisasi pada instar inang yang

berbeda dan ukuran inang yang berbeda mempengaruhi kebugaran dan jumlah

parasitoid (Van Alpen dan Drijver, 1982). Chien dan Ku (2001) melaporkan

bahwa di Taiwan N. formosa memilih instar tiga dari inang L. trifolii untuk

meletakkan telurnya. Sama halnya dengan Suwastika (2003) menemukan bahwa

N.okazakii lebih memilih larva instar 3 untuk meletakkan telurnya. Supartha

(1998) menemukan bahwa dari tiga instar larva L. huidobrensis, instar 2 dan -3

adalah merupakan instar yang dipilih oleh parasitoid Hemiptarsenus varicornis,

Zagrammosoma sp dan Pterpomalidae untuk meletakkan telur.

2.2.4 Kisaran toleransi terhadap suhu

Diantara faktor lingkungan abiotik, suhu berperan penting dan mempengaruhi

keberadaan dan kehidupan suatu parasitoid (Madar dan Miller, (1983).

Peningkatan suhu mempercepat metabolisme dalam tubuh parasitoid sehingga

pertumbuhannya lebih cepat. Pertumbuhan parasitoid yang cepat menyebabkan

kebutuhan hidupnya dalam tubuh inang akan meningkat. Hal ini diduga yang

menyebabkan mortalitas larva inang terparasit lebih cepat dengan meningkatnya

suhu.

Keberhasilan pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid sangat

dipengaruhi oleh iklim. Faktor iklim seperti; suhu, kelembaban, dan curah hujan

adalah diantara faktor yang mempengaruhi kehidupan parasitoid. Studi tentang

bioklimatik pada serangga inang dan parasitoid dapat menjelaskan penyebaran

dan juga untuk melengkapi batasan kemampuannya secara fisiologis. Suhu yang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

28

sama antara tempat pengumpulan, perbanyakan dan kolonisasi dapat

meningkatkan kesempatan untuk kesuksesan penyebaran parasitoid. Suhu

berpengaruh terhadap lama perkembangan dan keberhasilan hidup parasitoid.

Nelly (2009) melaporkan bahwa suhu pemeliharaan yang paling banyak

menghasilkan imago Eriborus. argenteopilosus dari larva inang C. pavonana

terparasit adalah pada suhu 20o C. Pada inang L. trifolli laju reproduksi bersih

(Ro) parasitoid N. formosa pada temperature 15oC adalah rendah, kemudian

meningkat dengan meningkatnya temperature (25o C) (Hondo et.al., 2005).

2.2.5 Kompetisi

Musuh alami dalam perkembangan hidupnya untuk memperebutkan satu

macam sumber daya, harus melakukan persaingan (kompetisi). Kompetisi atau

persaingan bisa terjadi antara dua individu untuk memperebutkan satu macam

sumber daya, sehingga hubungan itu bersifat merugikan bagi salah satu pihak.

Kompetisi dapat juga terjadi antar individu dalam satu populasi dan individu dari

populasi lain yang berbeda. Sumber daya yang diperebutkan dalam kompetisi ini

dapat berupa makanan, energi, dan tempat tinggal. Kompetisi terjadi apabila

sejumlah organisme dari spesies yang sama atau berbeda menggunakan sumber

daya yang sama dengan ketersediaan sumber daya terbatas, atau walaupun

ketersediaan sumber daya mencukupi namun kompetisi tetap terjadi karena pada

saat memanfaatkan sumber daya organisme yang satu menyerang organisme yang

lain. Ada dua jenis kompetisi/persaingan yang terjadi di alam, yakni persaingan

intraspesifik dan persaingan interspesifik (Oka, 2005). Persaingan intraspesifik,

yaitu persaingan antara individu-individu yang sejenis, sedangkan persaingan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

29

interspesifik merupakan persaingan dua spesies atau lebih yang secara taksonomi

berdekatan atau hampir sama satu dengan lainnya. Persaingan jenis ini akan

mengubah kemampuan beradaptasi suatu jenis organisme dari yang biasa-biasa

saja menjadi yang terkuat atau sebaliknya tergantung jenis kompetitor dan daya

adaptasi organisme tersebut.

2.2.6 Tanggap fungsional terhadap kerapatan inang

Tanggap fungsional merupakan salah satu ukuran untuk menentukan

keefektifan suatu predator atau parasitoid sebagai agen dalam pengendalian

hayati. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Solomon dalam tahun 1949

(Hassel, 2000) untuk menyatakan perubahan jumlah mangsa atau inang yang

diserang oleh indivindu predator atau parasitoid akibat perubahan kerapatan

populasi mangsa atau inang persatuan waktu. Holling pada tahun 1959 (Hassel,

2000) menggolongkan tanggap fungsional ke dalam tiga tipe umum yang

dilukiskan dengan grafik hubungan antara kerapatan inang dan jumlah inang yang

diparasit oleh parasitoid (Gambar 2.3).

Tipe 1(tanggap fungsional linier), mula-mula inang terparasit meningkat

dengan laju yang konstan (linier) kemudian mendatar sesuai dengan peningkatan

inang. Tipe 1 ini biasanya ditemukan pada predator yang bersifat pasif seperti

laba-laba. Misalnya, banyaknya lalat yang terperangkap pada jaring laba-laba

sebanding dengan kerapatan populasi lalat (Sharov, 1996). Pada tipe II (tanggap

fungsonal hiperbolik), laju parasitisasi menurun sejalan dengan meningkatnya

kerapatan inang. Mortalitas maksimum terjadi pada kerapatan inang yang rendah

(Sharow, 1996). Serangga predator dan parasitoid umumnya menunjukkan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

30

tanggap fungsional tipe II. Pada tipe III (tanggap fungsional sigmoid), awalnya

peningkatan perasitisasi berlangsung lambat, diikuti dengan peningkatan yang

lebih cepat kemudian mendatar (Hassel, 2000). Tipe III biasanya ditunjukkan

oleh predator yang memangsa beberapa spesies serangga. Predator ini bisa

beralih kepada spesies mangsa yang kepadatannya berlimpah (Sharow, 1996).

Gambar 2.3.

Tiga tipe tanggap fungsional (Holling, 1959)

Keterangan :

Kiri: Sumbu Y= banyaknya inang yang diparasit per parasitoid persatuan waktu

Sumbu X= kerapatan inang

Kanan : sumbu Y = persen parasitisasi per parasitoid per satuan waktu

Sumbu X = kerapatan inang

Tipe II

Tipe III

Tipe I

N. inang

inagmangs

a

N inang

N inang N inang

N inang .N. inang

inangmangs

a

x

y

x

y

x

y

x

y y

x x

y

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

31

Untuk memperoleh parameter tanggap fungsional yaitu laju parasitasi (a) dan

waktu penanganan mangsa atau inang (Th) diduga dengan menggunakan

persamaan Holling 1959 (Hidrayani, 2003). Persamaan Holling digunakan bila

selama percobaan berlangsung mangsa/inang yang dimakan/diparasit oleh

predator/parasitoid diganti, sehingga kepadatan mangsa konstan, jika tidak maka

lebih cocok menggunakan persamaan acak (William dan Juliano, 1996).

Untuk implikasi di lapangan, tanggap fungsional perlu dilengkapi dengan

tanggap numerik sehingga diperoleh tanggap total dari suatu predator atau

parasitoid. Masing-masing spesies predator atau parasitoid mempunyai tanggap

fungsional yang khas terhadap peningkatan kerapatan mangsa atau inangnya.

Tidak selalu terdapat hubungan langsung antara tanggap fungsional dan numerik

dari suatu predator/parasitoid. Bila jumlah predator terbatas pada kelimpahan

mangsa, maka tanggap numerik akan terkait dengan tanggap fungsional. Tetapi

bila kelimpahan predator ditentukan oleh faktor lain, maka predator tersebut akan

menunjukkan tanggap fungsional tanpa tanggap numerik (Krebs, 1978).

2.3 Biologi Parasitoid Neochrysocharis formosa

Neochrysocharis formosa merupakan parasitoid larva bersifat endoparasit

yang mempunyai bermacam serangga inang. Ukuran panjang badan yang jantan

0,8-1,0 mm dan yang betina 0,8 – 1,6 mm (Hanson, 1995). Serangga betina

meletakkan telur pada larva inang dengan ovipositornya. Telur tembus pandang,

di kedua ujungnya bulat. Telur rata-rata panjangnya 0,23 mm dan lebar 0,08 mm.

Larva yang baru menetas rata-rata panjangnya 0,32 mm dan lebar 0,11 mm.

Larva berkembang dalam tubuh inang sampai dewasa. Sebagian besar larva

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

32

keluar dari inang larva menjadi pupa dekat inangnya. Beberapa larva berpupa

dalam larva inang. Pupa pada awalnya berwarna putih kemudian berubah menjadi

hitam. Pupa panjangnya rata-rata 1,33 mm dan lebar 0,39 mm (Maryana, 2000).

Selain memarasit Liriomyza spp, Luna et al. (2011) melaporkan bahwa N. formosa

merupakan parasitoid larva Tuta absoluta (Meyrick) pada tanaman tomat di

Argentina. Sebuah metode untuk pemeliharan parasitoid N.formosa

dikembangkan dengan menggunakan pengorok daun L. huidobrensis sebagai

serangga inang, dan Phaseolus vulgaris L. sebagai tanaman inang. Sekitar 1.500

parasitoid muncul dari 84 tanaman yang mengandung sekitar 2.000 larva

pengorok daun, 70% adalah betina. Kepadatan inang yang paling cocok adalah

dua pasang pengorok daun per tanaman kacang, dan tiga pasang parasitoid per 24

larva pengorok daun (Saleh et al., 2010). N. formosa betina tersaji pada gambar

2.4

Gambar 2.4

Imago N. formosa (Pembesaran : 75 kali)

(Sumber : dokumen pribadi)

Femur

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

33

2.4 Biologi Parasitoid Neochrysocharis okazakii (Kamijo)

Parasitoid N.okazakii merupakan parasitoid larva yang bersifat

endoparasitoid. Telur berbentuk lonjong dengan warna putih tembus cahaya, dan

menyempit di kedua ujungnya. Panjang rata-rata 0,23 mm dan lebar 0,08 mm.

Kemampuan bertelur N. okazakiii 64,9 butir selama hidupnya. Larva berwarna

putih, dengan fase larva 5-7 hari. Larva berkembang dalam tubuh inang sampai

tua. Pupa berukuran panjang 1,23 mm dan lebar 0,35 mm. Lama fase pupa

berkisar antara 3-6 hari. Pembentukan pupa terjadi di dalam tubuh inang. Imago

jantan N. okazakii muncul terlebih dahulu dari pada betina. Pada imago betina

terdapat ovipositor pada ujung abdomennya. Kepala, mesosoma dan metasoma

berwarna hitam. Pada bagian kaput terdapat antena lurus berwarna hitam

termasuk filiforma. Tungkai berwarna hitam namun pada bagian tarsus berwarna

agak hitam pada vena utama dan tidak mempunyai kosta. Keperidian imago

betina berkisar antara 43-76 butir dengan rata-rata 64,9 ± 14,4 butir per ekor

betina (Swastika,2003). Rentang hidup pada suhu 21-32 oC adalah 5,0 dan 4,8

hari dan bisa mencapai 24 hari jika diberi makanan tambahan madu (Christie dan

Parella, 1987). Gambar 2.5 tersaji gambar N. okazakii.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza … · 2017. 4. 1. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalat Pengorok Daun Liriomyza spp. 2.1.1 Taksonomi Lalat pengorok daun

34

Gambar 2.5.

Imago N. okazakii (Pembesaran : 50 kali)

(Sumber : dokumentasi pribadi)

femur