bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep pendidikan kesehatan ...eprints.umm.ac.id/50373/2/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual
2.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk strategi intervensi atau
upaya dalam pelayanan keperawatan komunitas. Pendidikan kesehatan mencakup
pemberian informasi yang sesuai, spesifik, diulang terus menerus, sehingga dapat
memfasilitasi perubahan perilaku kesehatan. Program pendidikan kesehatan digunakan
untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam merubah gaya hidupnya menjadi
positif, mendukung peningkatan kesehatan dan kualitas hidup komunitas serta
meningkatkan partisipasi seseorang dalam merawat kesehatannya sendiri. Pendidikan
kesehatan yang efektif dapat dilakukan dengan mengkaji kebutuhan seseorang terhadap
informasi, mengidentifikasi hambatan seseoarang dalam belajar (Widyanto, F.C, 2014).
Pendidikan kesehatan menurut (Bintoro widodo, 2014) merupakan bagian dari
keseluruhan upaya kesehatan (promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif) yang
menitik beratkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat. Secara konsep
pendidikan kesehatan merupakan upaya mempengaruhi/mengajak orang lain
(individu, kelompok, dan masyarakat) agar berperilaku hidup sehat. Secara operasional
pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan/ meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk menolong individu, kelompok
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan perilaku untuk mencapai kesehatan
secara optimal. Sehingga perlu suatu metode yang tepat untuk mengembangkan
10
pengetahuan. Dengan metode pembelajaran yang efektif dan menarik sehingga
harapanya siswa termotivasi untuk belajar dan dapat membantu meningkatkan
pengetahuan dan praktik serta sebagai alat bantu untuk mempermudah menyampaikan
materi pelajaran. Salah satu media pendidikan kesehatan praktis adalah media
audiovisual (Andayani, 2015).
Media pembelajaran, kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara
harafiah berarti tengah perantara/pengaturan. Dapat diartikan bahwa media
merupakan pembawa informasi dari sumber ke penerima. Media adalah alat informasi
dan sumber informasi baik berupa alat elektronik maupun non elektronik yang dapat
dijadikan sarana penyampaian pesan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini pembawa
informasi dapat berupa manusia dan benda yang mampu memperjelas informasi
sehingga tidak terjadi kesalahan informasi dan diharapkan informasi yang diterima oleh
penerima/receiver. Media secara garis besar adalah manusia, materi, dan kejadian yang
membangun kondisi untuk membuat pembelajar mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah
merupakan media secara lebih khusus. Pengertian media dalam proses belajar mengajar
cenderung diartikan sebagai alat grafis, elektronika untuk menangkap, memproses, dan
menyusun kembali informasi visual (Louk & Sukoco, 2016).
Adapun nilai dan manfaat media pembelajaran yaitu dapat mempertinggi
proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat
mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa media
pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Pengajaran akan lebih menarik
perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, selain itu manfaat
media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: (1) bahan pengajaran akan lebih
jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan
11
siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, (2) metode pengajar akan lebih
bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga tidak bosan, (3) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru tapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan
atau mendemonstrasikan suatu hal (Louk & Sukoco, 2016).
Media audiovisual adalah suatu media terdiri dari media visual yang di
gabungkan dengan media audio. Media audiovisual adalah suatu perantara yang dapat
di nikmati dengan indera penglihatan dan indera pendengaran. Dengan penggunaan
media audiovisual sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru
dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Media audiovisual dalam
pembelajaran dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk
audio dan visual yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan
peserta didik sehingga dapat tejadi proses pembelajaran yang efisien dan efektif. Media
audiovisual adalah suatu media atau perantara yang dapat di nikmati dengan indera
penglihatan dan indera pendengaran. Media audiovisual merupakan media yang sangat
praktis, dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang di miliki oleh peserta didik,
dapat melampaui batasan ruang dan waktu, sehingga memungkinkan terjadi interaksi
langsung antara peserta didik dan lingkunganya (Riyanto, 2018).
Penggunaan media audio visual dapat mempertinggi perhatian anak dengan
tampilan yang menarik. Selain itu, anak akan takut ketinggalan jalannya video tersebut
jika melewatkan dengan mengalihkan konsentrasi dan perhatian. Media audio visual
yang menampilkan realitas materi dapat memberikan pengalaman nyata pada anak saat
mempelajarinya sehingga mendorong adanya aktivitas diri, dan dapat di artikan juga
media pembelajaran menggunakan media audiovisual ini yaitu “pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
12
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap anak.” Pesan pembelajaran
yang disampaikan guru tanpa menggunakan media akan terasa hambar dan tidak akan
membekas jika tidak menggunakan media. Begitupun semangat anak untuk belajar
sangat rendah bahkan bisa dikatakan tidak ada. Ketika pembelajaran sudah mencapai
titik jenuh dan tidak ada semangat anak untuk melanjutkan kegiatan belajar, maka
kehadiran sebuah media akan terasa sangat membantu dan sangat diperlukan
pembelajaran yang menggunakan multimedia telah terbukti lebih efektif dan efisien
serta bisa meningkatkan hasil belajar siswa”. Media audio visual termasuk dalam
multimedia yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung
unsur gambar yang dapat dilihat, seperti misalnya rekaman video, berbagai ukuran film,
slide suara dan lain sebagainya. Pada penggunaan media audio visual disini
menggunakan rekaman video (Fujiyanto, Jayadinata, & Kurnia, 2016).
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media
Audiovisual
Pendidikan kesehatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat
untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk
mengubah perilaku individu, keluarga, serta masyarakat dari perilaku yang tidak sehat
menjadi sehat. Perilaku yang tidak sesuia dengan nilai – nilai kesehatan menjadi perilaku
yang sesuai dengan nilai – nilai kesehatan atau dari perilaku yang negatif menjadi
perilaku yang positif. Perilaku – perilaku yang perlu dirubah misalnya adalah merokok,
minum – minuman keras, membuang sampah sembarangan, tidak mencuci tangan
sebelum makan, ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya, bayi tidak diberikan ASI
eksklusif, dan lain sebagainya. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk merubah
perilaku yang kaitan dengan budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya
13
yang ada di lingkungan (Widyanto, F.C, 2014). Sehingga pendidikan kesehatan
menggunakan media audiovisual merupakan suatu perantara yang dapat di nikmati
dengan indera penglihatan dan indera pendengaran. Dengan penggunaan media
audiovisual sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan
peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Media audiovisual dalam pembelajaran
dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk audio dan visual
yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik
sehingga dapat tejadi proses pembelajaran yang efisien dan efektif. Media audiovisual
adalah suatu media atau perantara yang dapat di nikmati dengan indera penglihatan dan
indera pendengaran. Media audiovisual merupakan media yang sangat praktis, dapat
mengatasi keterbatasan pengalaman yang di miliki oleh peserta didik, dapat melampaui
batasan ruang dan waktu, sehingga memungkinkan terjadi interaksi langsung antara
peserta didik dan lingkunganya. Peranan media audiovisual dalam upaya
mengembangkan pola pikir peserta didik antara lain yaitu, mampu menarik perhatian
peserta didik, sehingga akan mudah untuk memberikan pesan-pesan pendidikan dalam
suatu proses pembelajaran, dapat melakukan dasar-dasar teori konkrit, sehingga
memudahkan untuk mengembangkan pola berpikir peserta didik. Dapat
mengembangkan pengetahuan peserta didik untuk belajar mandiri (Riyanto 2018).
Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar anak dalam
pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang
dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi
proses belajar anak. Pengajaran akan lebih menarik perhatian anak sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar. Manfaat media pembelajaran dalam proses belajar
siswa yaitu: (1) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh anak dan memungkinkan anak menguasai tujuan pengajaran lebih baik,
14
(2) metode pengajar akan lebih bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga tidak bosan, (3) siswa lebih banyak melakukan
kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tapi juga aktivitas lain
seperti mengamati, melakukan atau mendemonstrasikan suatu hal (Louk & Sukoco,
2016).
Adapun fungsi dari pendidikan kesehatan menggunakan media audiovisual
yaitu memungkinkan siswa untuk menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran
dan memungkinkan penciptaan pesan belajar melalui penglihatan. Menstimulus atau
mampu merebut saluran masuknya pesan atau informasi kedalam jiwa manusia melalui
mata dan telinga serta mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat dari
apa yang mereka lihat dan dengar dari tayangan program. Media audiovisual juga dapat
mempermudah orang menyampaikan dan menerima informasi, mendorong keinginan
orang untuk mengetahui lebih banyak informasi dari yang ditayangkan, dan dapat
mengenalkan pengertian yang diperoleh (Johan, 2018).
Fungsi media pembelajaran menurut (Arsyad & Azhar, 2010) yang menyatakan
bahwa terdapat empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: 1)
Fungsi atensi yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi
kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau
menyertai teks materi pelajaran. 2) Fungsi afektif yaitu media visual dapat terlihat dari
tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. 3) Fungsi
kognitif artinya lambang visual atau gambar akan memperlancar pencapaian tujuan
yang terkandung dalam gambar. 4) Fungsi kompensatoris yaitu media pembelajaran
berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan
memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan dengan secara verbal.
15
Sedangkan menurut (Cahyo, 2011), media pembelajaran video adalah alat yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan otak, khususnya ketajaman otak dan daya
ingat. Selain itu penggunaan media pembelajaran video interaktif mampu menarik
minat anak tunagrahita dalam mengenal kata-kata baru dan praktek secara langsung.
Hal ini cukup menarik sehingga dapat meminimalisir kejenuhan anak tunagrahita , anak
merasa senang dan tidak merasa terpaksa dalam belajar membaca permulaan yang
diberikan oleh peneliti. Dengan menggunakan media pembelajaran video interaktif
dalam proses bina diri yaitu melakukan cuci tangan yang baik dan benar bagi anak
tunagrahita khususnya di UPT Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang
dapat mengurangi keterbatasan anak tunagrahita dalam hal penyerapan materi
pembelajaran yang cenderung lamban dan kurang mampu berpikir abstrak, sehingga
mampu membantu mengaktifkan anak tunagrahita mengembangkan keterampilannya
dalam kemampuanya melakukan cuci tangan yang baik dan benar. Sehingga dirasa
cukup sesuai dengan karakteristik belajar anak tunagrahita yang memiliki kesulitan
dalam berfikir secara abstrak. Dengan menggunakan media audiovisual anak
tunagrahita mendapat gambaran tentang materi pembelajaran yang diajarkan secara
konkret tentang cuci tangan memakai sabun yang baik dan benar sesuai SOP. Selain
itu, media audiovisual juga dapat membantu anak dalam mengingat materi yang telah
diajarkan. , media audiovisual mempunyai kelebihan dari aspek guru yaitu
meringankan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran pentingnya cuci tangan
memakai sabun guna untuk mengurangi risiko tertularnya penyakit. Media audiovisual
yaitu media pembelajaran yang cukup terjangkau dalam segi biaya dan penggunaannya
lebih praktis dibanding dengan media ataupun metode lain dalam pembelajaran edukasi
cuci tangan yang baik dan benar sesuai SOP. Mudah tergoda untuk menayangkan
16
media audiovisual yang bersifat hiburan sehingga proses belajar tidak menjadikan
anak.bosan.
2.1.3 Karakteristik Media Audiovisual
Karakteristik media audioviasual (Suleiman, 2015) adalah untuk menghasilkan
video pembelajaran yang tampak dengar (audio) dan unsur tampak gambar (visual)
yang dapat di sajikan serentak. Media audiovisual mampu menampilkan suatu objek
yang membuat siswa lebih tertarik karena unsur audio dan visual serta daya ingat
terhadap pelajaran lebih lama menggunakan media audiovisual dalam pengajaran dan
pembelajaran memiliki dampak positif yang signifikan terhadap pengajaran dan
pembelajaran di sekolah-sekolah.
2.2 Konsep Cuci Tangan
2.2.1 Pengertian Cuci Tangan
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari-jemari dengan menggunakan air bersih yang mengalir
dan sabun . Pernyataan ini selaras dengan (Johan, 2018) yang menjelaskan bahwa
Perilaku mencuci tangan pakai sabun adalah suatu aktivitas, tindakan mencuci tangan
yang di kerjakan oleh individu yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung dengan cara menggosok dan menggunakan sabun serta membilasnya dengan
air yang mengalir.
2.2.2 Tujuan Cuci Tangan
Tujuan mencuci tangan pakai sabun menurut (Hariyadi, 2016) adalah sebagai
salah satu upaya pencegahan penyakit. Tujuan mencuci tangan pakai sabun yaitu untuk
menghilangkan mikroorganisme sementara yang mungkin ditularkan ke orang lain dan
dapat mengurangi penularan infeksi bakteri (Rihiantoro, 2016).
17
Cuci tangan menggunakan air dan sabun, bagi sebagian besar masyarakat sudah
menjadi kegiatan rutin sehari-hari, tapi bagi sebagian masyarakat lainnya, cuci tangan
menggunakan air dan sabun belum menjadi kegiatan rutin, terutama bagi anak-anak
yang rawan terhadap berbagai penyakit, terutama yang berhubungan dengan perut,
seperti diare, kecacingan, dan lain-lain. Kebiasaan anak-anak mengkonsumsi jajanan
secara bebas, ditambah anak-anak tidak melakukan cuci tangan pakai sabun sebelum
makan akan mengakibatkan berbagai kuman penyebab penyakit mudah masuk ke
dalam tubuh, karena tangan adalah bagian tubuh kita yang paling banyak tercemar
kotoran dan bibit penyakit. Jika masalah ini tidak diperhatikan, maka akan
meningkatkan resiko penyakit. Sehingga dengan cuci tangan menggunakan sabun dapat
menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai
penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan penyakit
infeksi saluran nafas akut (Risnawaty, 2016).
2.2.3 Manfaat Cuci Tangan
Mencuci tangan menggunakan air dan sabun yang dipraktikkan secara tepat dan
benar dapat mencegah terjangkitnya penyakit, dapat menghilangkan atau mengurangi
organisme yang menempel ditangan. Mencuci tangan dengan sabun non anti mikroba
(sabun biasa) selama 15 detik dapat mengurangi jumlah bakteri 0.6 – 1.1 log 10.
Sedangkan mencuci tangan dengan sabun selama 30 detik dapat mengurangi kuman
1.8 – 2. Selain itu, manfaat positif lain dari mencuci tangan adalah tangan menjadi
bersih dan wangi (Hudzaifah, 2017).
2.2.4 Indikasi Waktu Cuci Tangan
Indikasi waktu untuk mencuci tangan menurut (Hudzaifah, 2017) waktu yang
tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah: (1) sebelum dan sesudah makan, (2)
sebelum memegang makanan, (3) sebelum melakukan kegiatan jari-jari kedalam mulut
18
atau mata, (4) setelah bermain dan berolahraga, (5) setelah buang air besar (BAB) dan
buang air kecil (BAK), (6) setelah buang ingus, (7) setelah buang sampah, (8) setelah
menyentuh hewan/unggas termasuk hewan peliharaan, dan (9) sebelum mengobati
luka.
2.2.5 Teknik Mencuci Tangan yang Benar
Berikut sebelas cara mencuci tangan yang benar menurut WHO 2009 :
1. Buka kran air dan basuh kedua tangan.
2. Gunakan sabun cair atau batang.
3. Gosok kedua telapak tangan hingga timbul busa pada seluruh permukaan
tangan.
4. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari pada tangan kanan dan kiri.
5. Gosok telapak tangan dan sela-sela jari.
6. Gosok ujung jari ke telapak tangan.
7. Gosok ibu jari pada tangan kanan dan kiri.
8. Gosok seluruh ujung jari tangan ke telapak tangan pada tangan kanan dan
kiri.
9. Bilas kedua tangan dengan air bersih mengalir.
10. Keringkan kedua tangan dengan tisu atau handuk.
11. Matikan kran.
20
2.3 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
2.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan
dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti
tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang normal dan
abnormal, pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal, yaitu terdapat
penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa
berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan
khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai usia
perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun,
atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo
pada anak autis. Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang
bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus
bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan
anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali
dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow
learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan
kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural mengenal
anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang tidak
pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus (Ratri Desiningum, 2016).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak
21
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan
khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan
khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health
Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability
yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment)
untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan atau
ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya
digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidak beruntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau meng- hambat
pemenuhan peran yang normal pada individu (Ratri Desiningum, 2016).
2.3.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus menurut (Ratri Desiningum, 2016)
adalah:
1. Anak dengan Gangguan Fisik:
1) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti orang awas.
2) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
22
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
3) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
1) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2) Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak
yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi
bahasa,atau fungsi bahasa.
3) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
3. Anak dengan Gangguan Intelektual:
1) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
2) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
3) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas- tugas akademik khusus, terutama dalam hal
kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
23
4) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
5) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan
dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6) Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang
tidak dimiliki manusia pada umumnya.
2.4 Tuna Grahita
2.4.1 Definisi Tuna Grahita
Tunagrahita mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan
yang terganggu. Tunagrahita dapat berupa cacat ganda, yaitu cacat mental yang
dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai
dengan kelainan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan
pendengaran. Tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik. Contohnya pada
tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada kemampuan daya
tangkap yang kurang (Ratri Desiningum, 2016). Tunagrahita menurut (Sari, Binahayati,
& Muhammad, 2017) merupakan anak yang memiliki inteligensi yang signifkan berada
dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang
muncul dalam masa perkembangan.
24
2.4.2 Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi tunagrahita menurut (Ratri Desiningum, 2016) adalah :
1. Intelektual. Tingkat kecerdasan tunagrahita selalu dibawah rata-rata anak yang
berusia sama, perkembangan kecerdasannya juga sangat terbatas. Mereka hanya
mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak SD kelas IV, atau kelas II,
bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia mental anak pra sekolah.
2. Segi Sosial. Kemampuan bidang sosial anak tunagrahita mengalami
kelambatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak tunagrahita yang
rendah dalam hal mengurus, memelihara, dan memimpin diri, sehingga tidak
mampu bersosialisasi.
3. Ciri pada Fungsi Mental Lainnya. Anak tunagrahita mengalami kesukaran
dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat
beralih sehingga kurang mampu menghadapi tugas.
4. Ciri Dorongan dan Emosi. Perkembangan dorongan emosi anak tunagrahita
berbeda-beda sesuai dengan ketunagrahitaannya masing-masing. Anak yang
berat dan sangat berat ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan
dorongan untuk mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak
menunjukkan tanda-tandanya, ketika mendapat stimulus yang menyakitkan
tidak mampu menjauhkan diri dari stimulus tersebut. Kehidupan emosinya
lemah, dorongan biologisnya dapat berkembang tetapi peng-hayatannya
terbatas pada perasaan senang, takut, marah, dan benci.
5. Ciri Kemampuan dalam Bahasa. Kemampuan bahasa anak tunagrahita sangat
terbatas terutama pada perbendaharaan kata abstrak. Pada anak yang
ketunagrahitaannya semakin berat banyak yang mengalami gangguan bicara
disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi di pita suara
25
dan rongga mulut.
6. Ciri Kemampuan dalam Bidang Akademis. Anak tunagrahita sulit mencapai
bidang akademis membaca dan kemampuan menghitung yang problematis,
tetapi dapat dilatih dalam kemampuan dasar menghitung umum.
7. Ciri Kepribadian dan Kemampuan Organisasi. Dari berbagai penelitian oleh
Leahy, Balla, dan Zigler (Hallahan & Kauffman, 1988) disebutkan bahwa
terkait kepribadian anak tunagrahita umumnya tidak memiliki kepercayaan diri,
tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak
bergantung pada pihak luar (external locus of control). Kemampuan anak
tunagrahita untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama pada
anak tunagrahita dengan kategori berat. Hal ini ditunjukkan dengan baru dapat
berjalan dan berbicara pada usia jauh lebih tua daripada anak normal, sikap
gerak langkahnya kurang serasi, pendengaran dan penglihatannya seringkali
tidak dapat difungsikan, kurang rentan terhadap beberapa hal seperti perasaan
sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang tidak enak.
2.4.3 Karakteristik Tunagrahita Berdasar IQ
Menurut (Ratri Desiningum, 2016) karakterisitik tunagrahitaan mengacu pada
intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. Para tunagrahita
mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua itu berlangsung
atau terjadi pada masa perkembangannya. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila
memiliki tiga indikator, yaitu: (1) Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau
di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam perilaku sosial/adaptif, dan (3)
Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai dengan
usia 18 tahun.
26
Menurut (Putri, 2012) karakteristik anak tunagrahita meliputi hal-hal sebagai
berikut: 1)Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-
anak yang tidak menyandang tunagrahita, 2) Suka meniru perlakuan yang benar dari
orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalan yang mungkin ia lakukan, 3)
Mempunyai prilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri, 4) Mempunyai
permasalahan berkaitan dengan prilaku sosial, 5) Mempunyai masalah berkaitan
dengan karakteristik belajar, 6) Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan, 7)
Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik, 8) Kurang mampu untuk berkomonikasi,
9) Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
Tingkat kecerdasan seseorang diukur melalui tes inteligensi yang hasilnya
disebut dengan IQ (intelligence quotient). Tingkat kecerdasan biasa dikelompokkan
ke dalam tingkatan sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55
2. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40
3. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
4. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25
2.4.4 Faktor Penyebab Anak Tunagrahita
Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan menurut (Ratri Desiningum,
2016) yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan:
1. Faktor Keturunan
1) Kelainan kromosom dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari
bentuk dapat berupa inversiatau kelainan yang menyebabkan berubahnya
urutan gen karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis), yaitu
salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan
27
kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel
lainnya; translokasi, yaitu adanya kromosom yang patah dan patahannya
menempel pada kromosom lain.
2) Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya
tampak dari luar namun tetap dalam tingkat genotif.
2. Gangguan Metabolisme dan Gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.
3. Infeksi dan Keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin
masih berada didalam kandungan. Penyakit yang dimaksud antara lain rubella
yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran,
penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika lahir, syphilis
bawaan, syndrome gravidity beracun.
4. Trauma dan Zat Radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi
zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang
terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit
sehingga memerlukan alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi
sinar X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental
microsephaly.
28
2.4.5 Kebutuhan Pendidikan Anak Tunagrahita
Berikut beberapa landasan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak
tunagrahita menurut (Ratri Desiningum, 2016) yaitu:
1. Adanya kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita. Anak tunagrahita
sebagaimana manusia lainnya, bahwa mereka dapat dididik dan mendidik. Anak
tunagrahita ringan mendidik diri sendiri dalam hal-hal sederhana, misalnya cara
makan-minum bahkan dapat belajar hingga tingkat SD, dan anak tunagrahita
sedang, berat, dan sangat berat dapat dididik dengan mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki, misalnya menggulung benang.
2. Perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita. Landasan
ini meliputi: landasan agama dan perikemanusiaan yang mengakui bahwa tiap
insan wajib bertakwa kepada Tuhan dan memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan, landasan falsafah bangsa, landasan hukum positif,
landasan sosial ekonomi dan martabat bangsa.
3. Cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak tunagrahita. Cara
memenuhi kebutuhan pendidikan ini meliputi: persamaan hak dengan anak
normal, perbedaan individual harus didasarkan pada karateristik kebutuhan
anak secara khusus, didasarkan pada keterampilan praktis, sikap rasional dan
wajar.
2.4.6 Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah, sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah agar anak dapat mengurus
dan membina diri, serta dapat bergaul di masyarakat.
2. Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah agar anak dapat mengurus
diri; seperti makan- minum, dan dapat bergaul dengan anggota keluarga dan
29
tetangga.
3. Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah agar dapat
mengurus diri secara sederhana seperti memberi tanda atau kata-kata ketika
menginginkan sesuatu, seperti makan dan buang air.
2.5 Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan media audiovisual
terhadap kemampuan psikomotor cuci tangan pada Anak
Berkebutuhan Khusus (tunagrahita)
Pengunaan pendidikan dengan media audiovisual ialah media yang dapat
menampilkan unsur gambar dan suara secara bersama, sehingga lebih menarik
perhatian anak untuk melakukan suatu pengindraan ke media audiovisual yang sudah
diputarkan tersebut, dan adanya media audiovisual dapat memberi stimulus secara
sukarela dan tanpa paksaan sehingga anak mampu menirukan apa yang sudah di
putarkan dalam media audiovisual tersebut (Suryaningsiha, 2018).
Menurut (Adriani, 2014) Proses pembelajaran yang nyata dapat dilakukan
melalui kombinasi antara media audio dan media visual yang memungkinkan siswa
untuk menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran dan memungkinkan
penciptaan pesan belajar melalui visualisasi, media ini dikenal sebagai media pandang-
dengar atau disebut media audio visual. Pendidikan kesehatan dengan media audio
visual juga diketahui dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Sehingga
metode yang sekiranya tepat untuk mengembangkan pengetahuan dan praktik cuci
tangan pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita.
Menggunakan metode pembelajaran yang efektif dan menarik, diharapkan anak
termotivasi untuk belajar dan dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan praktik
pada anak berkebutuhan khusus tunagrahita. Maka dalam proses pembelajaran
diperlukan media pelajaran sebagai alat bantu untuk mempermudah menyampaikan
30
materi pelajaran. Media pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan anak
berkebutuhan khusus tunagrahita sehingga mereka dapat mencapai hasil yang optimal
dan pada akhirnya akan muncul rasa percaya diri. Salah satu cara untuk memberikan
informasi dan mendorong anak berkebutuhan khusus tunagrahita agar mau
meningkatkan pengetahuan dan praktik adalah dengan memberikan metode
pengajaran berulang dengan media audiovisual. Media audiovisual dengan pembahasan
mengenai video edukasi mencuci tangan dengan benar menurut WHO. Dengan adanya
metode audiovisual diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan praktik
mencuci tangan pada anak tunagrahita.