bab ii tinjauan pustaka 2.1 hidrograf
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrograf
Hidrograf adalah kurva yang memberi hubungan antara parameter aliran, dan
waktu, Parameter tersebut bisa berupa kedalaman aliran (elevasi) atau debit aliran.
Hidrograf menunjukkan tanggapan yang menyeluruh dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) terhadap masukan data hujan. Di stasiun hydrometer, aliran yang terukur
setiap saat adalah merupakan stage hydrograph dan dengan bantuan lengkung debit
(hubungan kedalaman air dan debit), maka akan dihasilkan discharge hydrograph
(Limantara, 2010). Dalam pengertian sehari-hari, yang dimaksud dengan hidrograf
adalah hidrograf debit (discharge hydrograph). Air sungai yang diabstraksikan
pada hidrograf berasal dari empat sumber, antara lain (Limantara, 2010):
1. Air yang berasal langsung dari hujan (porsinya kecil).
2. Limpasan atas permukaan (direct runoff, DRO) yang mencapai sungai setelah
melalui suatu proses penguapan, infiltrasi, dan tampungan di cekungan.
3. Aliran antara (interflow) yang merupakan bagian dari air hujan yang
terinfiltrasi dan mengalir di lapisan tanah atau di lapisan yang tidak jenuh air.
4. Limpasan bawah permukaan, aliran ini mencapai sungai setelah melalui proses
perkolasi dan tampungan air tanah.
Dengan demikian, limpasan atas permukaan terdiri dari hujan langsung,
limpasan (DRO-direct runoff) dan interflow (point 1, 2 dan 3), sedangkan limpasan
bawah permukaan (point 4) sebagai aliran dasar (base flow, BF). Hidrograf terdiri
dari 3 bagian sebagai berikut:
1. kurva naik: sisi puncak (rising limb)
2. puncak (crest)
3. kurva turun: sisi resesi (recesion limb)
9
Q
(m3/dt)
t (jam) TB
TR
Qp
Gambar 2.1 Contoh Bentuk Hidrograf
Sumber : Jurnal Teknik Hidroteknik
Adapun tiga sifat pokok yang menandai dan mencirikan bentuk hidrograf antara
lain
1. Waktu naik (time of rise atau time to peak). Waktu naik (TR) adalah waktu
yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai dengan waktu terjadinya
debit puncak.
2. Debit puncak (peak discharge). Debit puncak (Qp) merupakan debit
maksimum yang terjadi dalam kasus tertentu (Salami et.al., 2009).
3. Waktu dasar (base time). Waktu dasar (TB) merupakan waktu yang diukur
dari saat hidrograf mulai naik sampai saat debit kembali pada suatu besaran
yang ditetapkan sebagai aliran dasar.
Hidrograf juga dipisahkan berdasarkan komponen yang mengklasifikasikan
sumber aliran yakni hidrograf aliran langsung (dari limpasan atas permukaan,
DRO-direct runoff) dan hidrograf aliran dasar (dari limpasan bawah permukaan,
BF = Base Flow).
Gambar 2.2 Hidrograf Debit (Discharge Hydrograph)
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB
10
Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh (Limantara, 2010) sifat hujan yang terjadi dan
sifat Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lain. Sifat hujan yang sangat mempengaruhi
bentuk hidrograf adalah intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak hujan. Jika
intensitas hujan cukup besar akan menyebabkan hidrograf naik dengan cepat,
sehingga terjadi hidrograf dengan waktu naik yang pendek dan debit puncak relatif
besar. Biasanya intensitas yang besar terjadi dalam waktu yang singkat. Bentuk
hidrograf secara khusus dipengaruhi oleh bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
pola distribusi hujan dengan durasi tertentu. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah impermeable, berbentuk agak melingkar
dengan kemiringan tertentu dan bisa digambarkan garis isochrones-nya. Adapun
garis Isochrones adalah garis yang membagi DAS berdasarkan kesamaan waktu
tempuh selama durasi hujan.
2.2 Hidrograf Satuan
Hidrograf Satuan merupakan suatu metode hidrologi yang banyak digunakan
untuk menaksir banjir rancangan (design flood). Hidrograf aliran sungai selalu
berubah tergantung pada sifat masukan (input) hujannya. Hal ini disebabkan karena
sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sebenarnya adalah sistem yang tidak
linier (non-linier) yang berubah terhadap waktu (non-linier time invariant),
sehingga akan menyederhanakan proses pengalihragaman hujan menjadi aliran.
Berdasarkan anggapan tersebut, maka masukan (input) yang terjadi setiap saat akan
mengakibatkan aliran yang sama atau dengan kata lain, suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) tertentu mempunyai tanggapan khas terhadap masukan (input) hujan
tertentu. Sherman (1932) mengatakan bahwa dalam suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan Daerah Aliran
Sungai (DAS) terhadap masukan (input) hujan. Tanggapan ini diandaikan tetap
untuk masukan (input) hujan dengan besaran dan distribusi tertentu. Tanggapan
demikian dalam konsep model hidrologi dikenal sebagai hidrograf satuan
(Limantara, 2010).
Hidrograf Satuan ditakrifkan sebagai hidrograf limpasan langsung (direct
runoff hydrograph) yang dihasilkn oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh
11
DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu tertentu. Untuk memudahkan
pemakaian, umumnya hidrograf satuan ditentukan untuk hujan 1 mm/jam (angka
ini tidak menentukan, karena besaran berapapun dapat digunakan). Memahami
konsep ini dapat dijelaskan berdasarkan andaian – andaian berikut,. Apabila dalam
satu DAS terjadi hujan (dengan besaran dan agihan waktu tertentu), maka hidrograf
yang dihasilkan mencerminkan sifat tanggapan DAS tersebut dalam keadaan
tertentu. Dengan andaian sistem yang ‘liniear’, maka apabila hidrograf tersebut
dihasilkan hujan sebesar X mm, maka hidrograf yang dihasilkan oleh hujan 1 mm
akan sama dengan hidrograf tersebut, kecuali semua ordinat hidrograf tersebut
menjadi 1/X kali. Apabila hujan yang lain terjadi (dengan besaran dan agihan yang
berbeda) dan menimbulkan hidrograf yang berbeda pula, maka hidrograf yang
ditimbulkan oleh hujan 1 mm akan dapat diperoleh dengan cara sama. Dengan cara
tersebut, maka secara teoritik apabila dihitung beberapa hidrograf yang ditimbulakn
oleh hujan 1 mm dari banyak kasus, maka hasilnnya akan selalu sama. Namun
dalam praktek tidak akan dijumpai hal yang demikian karena setiap kasus banjir
(hidrograf) ditimbulkan oleh hujan yang terjadi pada saat berbeda, terutama sekali
karena ‘state of dryness / state of wetness) yang berbeda. Oleh karena itu apabila
hidrograf 1 mm diturunkan dari banyak kasus yang berbeda maka hasilnya akan
berbeda sebanyak kasus yang digunakan. Untuk memperoleh hidrograf yang
ditimbulkan oleh hujan 1 mm yang dapat dianggap mewakili DAS tersebut , maka
hidrograf – hidrograf tersebut harus dirata – ratakan dengan cara tertentu. Apabila
hidrograf 1 mm/jam (hidrograf satuan) ini telah diperoleh, maka apabila diketahui
hujan dengan besaran dan agihan waktu sebarang hidrografnya juga dengan mudah
dapat dihitung. Untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan data hidrograf dan
data hujan yang bersangkutan. Cara yang banyak digunakan dalam analisis adalah
persamaan polynomial atau biasa disebut dengan hidrograf satuan amatan (Sri
Harto, 2009)
Hidrograf satuan ini dianggap tetap selama faktor fisik dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) tidak mengalami perubahan. Upaya ini dipakai untuk menghitung
debit sungai. Sedangkan prinsip-prinsip hidrograf satuan dapat diterapkan untuk:
12
1. menaksir banjir rancangan (design flood), dalam hal ini diperlukan rekaman
data hujan yang panjang.
2. mengisi data banjir yang hilang
3. meramal banjir jangka pendek yang didasarkan atas data hujan tercatat.
Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ukuran yang sangat lebar, maka pusat hujan
dapat berbeda dari hujan yang satu terhadap hujan yang lain, dan masing-masing
bisa menyebabkan limpasan yang berbeda untuk berbagai kondisi. Bagaimanapun
ukuran Daerah Aliran Sungai (DAS) menentukan patokan (batas) maksimum dari
penggunaan hidrograf satuan. Sebenarnya standar ukuran luas yang pasti belum ada
dan belum ditentukan, namun umumnya diambil sekitar 5000 km2. Berdasarkan
prinsip yang diuraikan Sherman, hidrograf satuan mempunyai andaian pokok
sebagai berikut (Limantara, 2010):
1. Hidrograf satuan ditimbulkan oleh hujan merata selama waktu yang telah
ditetapkan.
2. Ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan.
3. Tanggapan Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak tergantung pada waktu
terjadinya masukan (input) hujan.
4. Waktu dasar hidrograf satuan selalu tetap (tidak memandang/ bergantung
pada intensitas hujan).
5. Hidrograf total merupakan superposisi dari beberapa hidrograf yang
ditimbulkan oleh setiap hujan.
Hidrograf satuan yang didapat dari suatu kasus banjir tertentu belum
merupakan hidrograf yang mewakili Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
bersangkutan. Dengan demikian diperlukan hidrograf satuan yang diturunkan dari
banyak kasus banjir, kemudian dirata-rata. Walaupun demikian, tidak ada petunjuk
tentang berapa jumlah kasus banjir yang diperlukan untuk memperoleh hidrograf
satuan ini. Dalam proses perataan hendaknya tidak hanya dilakukan dengan merata-
ratakan ordinat masing-masing hidrograf satuan, karena akan diperoleh hidrograf
satuan dengan debit puncak yang lebih kecil dari nilai rata-rata debit puncak
masing-masing hidrograf satuan. Perataan dilakukan dengan merata-rata baik debit
13
puncak maupun waktu untuk mencapai puncak. Kemudian sisi turunnya dibuat
dengan menarik liku resesi rata-rata dengan acuan volume hidrograf satuan sama
dengan satuan volume yang ditetapkan (Limantara, 2010). Hidrograf satuan ada
yang berupa hidrograf satuan terukur yaitu hidrograf satuan hasil penurunan data
hujan dan debit. Data hujan didapat dari stasiun pada alat pencatat hujan, misalnya
Automatic Rainfall Recorder (ARR). Sedangkan data debit didapat dari alat
pencatat debit, misalnya Automatic Water Level Recorder (AWLR). Apabila data
hujan dan debit tidak cukup tersedia, maka penurunan hidrograf satuan dilakukan
dengan cara sintetis, hasilnya berupa hidrograf satuan sintetis (HSS).
Untuk menurunkan hidrograf Satuan diperlukan data hidrograf dan data
hujan yang bersangkutan. Sebaiknya dipilih hidrograf tunggal, agar penyelesaian
mudah. Cara yang banyak digunakan yaitu dengan penyelesaianya persamaan
polinomial. cara ini dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Dipilih kasus hujan dan rekman AWLR (hidrograf tinggi muka air tunggal)
yang terkait. Selanjutnya ditetapkan hidrografnya dengan menggunakan
liku kalibrasi yang berllaku
2. Hidrograf limpasan langsungn diperoleh dengan memisahkan aliran dasar
dari hidrograf tersebut. Selanjutnya hujan efektif ditetapkan dengan
(misalnya) indeks , sedemikian sehingga volume hujan mangkus sama
dengan hidrograf limpasan langsung
3. Hidrograf satuan hipotetik ditetapkan dengan ordinatnya masing – masing
q1,q2,….qn.
4. Hidrograf limpasan langsung yang dihitung (computed) diperoleh dengan
mengalikan hujan efektif dengan hidrograf satuan hipotetik dengan prinsip
superopsisi
5. Hasil hitungan selanjutnya dibandingkan dengan hidrograf limpasan
langsung terukur untuk mendapatkan besaran – besaran q1,q2,……..qn.
2.2.1 Phi index
Andaian bahwa kehilangan air akibat infiltrasi sebagai kehilangan tetap
(Constant loss). Cara ini misalnya dilakukan dengan andaian kehilangan tetap
14
indeks ( index ) , cara ini hanya dapat dilakukakn bila terdapat data hujan (jam-
jaman /hyetograph) dan data aliran (hydrograph). Aliran dasar yang dipisahkan dari
hidrografnya, diartikan sama dengan komponen aliran yang disumbang oleh
infiltrasi. Kehilangan air akibat infiltrasi ini dicari dengan cara coba – coba untuk
di kurangkan dari data hujan jam-jaman yang menimbulkan hidrograf yang
bersngkutan.
2.3 Pengertian Hidrograf Satuan Sintetis
Apabila data hujan dan debit tidak cukup tersedia, maka penurunan hidrograf
satuan dilakukan dengan cara sintetis, hasilnya berupa Hidrograf Satuan Sintetis
(HSS). Berdasarkan cara untuk mendapatkan hidrograf satuan pengamatan
(observed unit hydrograph), diperlukan seperangkat data yang berkenaan dengan
data tinggi muka air (rekaman Automatic Water Level Recorder/ AWLR), data
pengukuran debit (discharge measurement/ observed hydrograph), data hujan
harian (daily Rainfall), dan data hujan jam-jaman (hourly Rainfall) dari Automatic
Rainfall Recorder (ARR).
Untuk membuat hidrograf banjir (flood hydrograph) pada sungai-sungai yang
tidak ada atau sedikit sekali dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjir
(flood hydrograph)-nya, maka diperlukan data karakteristik atau parameter daerah
pengaliran/ Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut terlebih dahulu (LImantara,
2010). Data karakteristik atau parameter tersebut meliputi waktu untuk mencapai
puncak (time to peak) hidrograf, lebar dasar (time base), luas (area), kemiringan
(slope), panjang alur terpanjang (the longest main river), koefisien limpasan (run-
off coefficient), dan sebagainya. Untuk sungai-sungai yang tidak mempunyai
hidrograf banjir pengamatan/ observed flood hydrograph (Suwignyo, 2001),
biasanya dipakai hidrograf sintetis (synthetic hydrograph) yang sudah
dikembangkan di negara-negara lain, yang mana parameter-parameternya harus
disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran/ Daerah aliran
Sungai (DAS) yang ditinjau (Limantara, 2009).
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Htdrograph (SUH) yang telah
dikembangkan oleh para pakar dalam dan luar negeri antara lain HSS Snyder, HSS
15
Nakayasu, HSS SCS, HSS Gama I, HSS Limantara dan lain-lain. Hidrograf Satuan
Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Hydrograph (SUH) ini dikembangkan berdasarkan
pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi debit/ aliran baik akibat
pengaruh translasi maupun tampungan, dipengaruhi oleh sistem Daerah Aliran
Sungai (DAS)/ daerah pengalirannya. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic
Unit Hydrograph (SUH) merupakan suatu cara untuk memperkirakan penggunaan
konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak tersedia pengukuran-
pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir/ flood hydrograph (Limantara,
2010).
2.3.1 Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I asalnya dari Indonesia dan
ditemukan oleh Sri Harto. Pengamatan dilakukan pada sekitar 300 banjir sungai-
sungai di Pulau Jawa.
2.3.1.1 Parameter Hidrograf Satuan Gama I
Parameter yang diperlukan dalam analisa memakai Hidrograf Satuan
Sintetik (HSS) Gamma I antara lain:
1. Luas DAS/ area (A)
2. Panjang alur sungai utama/ the length of main river (L)
3. Panjang alur sungai ke titik berat DAS/ the length of river towards the weight
point of the catchment area (Lc)
4. Kelandaian sungai/ river slope (S)
5. Kerapatan jaringan kuras/ drainage density (D)
Selain parameter di atas, masih ada parameter lain yang dipakai, antara lain:
1. Faktor sumber (SF)
2. Frekuensi sumber (SW)
3. Luas DAS sebelah Hulu (RUA)
4. Faktor simetri (SIM)
5. Jumlah pertemuan sungai (JN)
16
2.3.1.2Definisi Parameter Hidrograf Satuan sintetis Gama I
1. Kerapatan Jaringan Kuras / Drainage Density (D)
Kerapatan jaringan kuras merupakan perbandingan antara panjang total aliran
sungai (jumlah panjang sungai semua tingkat) dengan luas Daerah Aliran Sungai
(DAS).
Jika kerapatan jaringan kuras tinggi, maka:
- DAS terpotong-potong
- Reaksi : masuknya air hujan relatif cepat
- Umumnya terjadi pada tanah yang mudah tererosi / relatif kedap air,
kemiringan lahan curam, hanya sedikit ditumbuhi tanaman.
Jika kerapatan jaringan kuras rendah, maka:
- DAS sulit dikeringkan
- Umumnya terjadi pada tanah yang tahan terhadap erosi (sangat lolos air)
Gambar 2.3 Sketsa Penetapan Tingkatan Sungai
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12
2. Faktor Sumber (SF)
Faktor sumber merupakan perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai
tingkat satu dengan jumlah panjang-panjang sungai semua tingkat.
Kategori tingkat sungai berdasarkan cara Stahler:
- Sungai paling ujung disebut sebagai sungai tingkat satu
17
- Jika dua sungai yang sama tingkatnya bertemu, maka akan terbentuk sungai
satu tingkat lebih besar.
- Jika sungai dengan suatu tingkat tertentu bertemu dengan sungai yang
tingkatnya lebih rendah, maka tingkat sungai mua-mula tidak berubah
3. Frekuensi Sumber (SN)
Frekuensi sumber merupakan perbandingan jumlah pangsa sungai tingkat satu
dengan jumlah pangsa sungai semua tingkat
4. Faktor Lebar (WF)
Faktor lebar merupakan perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik
sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak
0,25 L dari titik kontrol (outlet)
Gambar 2.4 Sketsa Penentuan Lebar Sungai
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12
A ~ B = 0,25 L.…………….…….….….………..……………………. (1)
A ~ C = 0,75 L………………….…...…..…………………………….. (2)
WF = Wl
Wu………………………...……..…………………………... (3)
5. Luas DAS Sebelah Hulu (RUA)
Luas DAS sebelah hulu merupakan perbandingan antara luas DAS di sebelah
hulu garis yang ditarik ⊥ garis hubung antara titik kontrol (outlet) dengan titik di
sungai yang terdekat dengan pusat berat (titik berat) DAS
C
Ww
B
A
WL
18
Gambar 2.5 Sketsa Penentuan Luas DAS
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12
6. Faktor Simetri (SIM)
Faktor simetri merupakan hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS
sebelah hulu (RUA) jadi:
- Jika SIM ≥ 0,50, berarti : bentuk DAS melebar di sebelah hulu dan
menyempit di hilir
- Jika SIM < 0,50 berarti : bentuk DAS kecil di sebelah hulu dan melebar di
sebelah hilir
Persamaan untuk menentukan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
1. TR = 1,27751,0665SIMSF
1
100
L 0,43
3
++
................................................. (4)
2. TB = 0,25740,73440,09860,1457 RUASNSTR27,4132 − ............................................ (5)
3. Qp = 0,23810,40080,5886 JNTRA0,1836 − ......................................................... (6)
4. K = 0,04521,08970,14460,1793 DSFSA0,5617 −− .................................................... (7)
5. Qt = K
t
eQp−
......................................................................................... (8)
6. Qb = 0,94300,6444DA0,4751 .......................................................................... (9)
Dengan :
TR = waktu naik hidrograf (jam)
TB = waktu dasar hidrograf (jam)
Qp = debit puncak hidrograf (m3/dt)
K = tampungan (jam)
QB = aliran dasar (m3/dt)
Qt = debit resesi hidrograf (m3/dt)
RUA = A
Au
Au
Au
19
Gambar 2.6 Bentuk HSS Gama I
Sumber: Sri Harto 2009
2.3.2 Hidrograf Satuan Sintetis Limantara
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Limantara, yang asalnya dari Indonesia,
ditemukan oleh Lily Montarcih Limantara pada tahun 2006. Lokasi penelitian di
sebagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Indonesia antara lain di Jawa (6 DAS, 67
Sub DAS), Bali (2 DAS, 13 Sub DAS), Lombok (1 DAS, 5 Sub DAS) dan
Kalimantan Timur (1 DAS, 9 Sub DAS).
2.3.2.1 Parameter Hidrograf Satuan Sintetis Limantara
Parameter Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan dalam analisa
memakai Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Limantara ada 5 (lima) antara lain
(Limantara, 2009b)
1. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)/ area (A)
2. Panjang sungai utama/ the length of main river (L)
3. Panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat Daerah Aliran
Sungai (DAS)/ the length of river until the point where is the nearest with
the weight point of the catchment area (Lc)
4. Kemiringan sungai/ river slope (S)
5. Koefisien kekasaran/ roughness coefficient (n)
Masing-masing parameter tersebut di atas dapat dijelaskankan sebagai
berikut:
1. Luas DAS (A)
Luas DAS (A) diperkirakan dengan mengukur daerah itu pada peta Daerah
Aliran Sungai (DAS). Jika dihitung per-satuan unit luas, maka banjir yang terjadi
20
di daerah dengan luas yang kecil akan lebih besar dibandingkan dengan banjir yang
terjadi di sungai dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih luas.. Hal ini
disebabkan karena di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kecil, air hujan mudah
mencapai sungai sedangkan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang luas
kemungkinan terdapat danau, rawa, kolam, tanah yang porous (misalnya pasir) dan
lain-lain, yang dapat menahan air hujan. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)
dipandang berpengaruh besar terhadap debit puncak (peak discharge). Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang kecil memiliki tanggapan yang berbeda dengan Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang besar, terutama tentang hubungannya dengan peristiwa
limpasan.
2. Panjang sungai utama (L)
Panjang sungai (L) merupakan jarak dari outlet ke batas daerah aliran, yang
diukur sepanjang saluran aliran utama. Semakin panjang sungai, maka jarak antara
tempat jatuhnya hujan dengan outlet semakin besar, sehingga waktu yang
diperlukan air hujan untuk mencapai outlet lebih lama dan akan menurunkan debit
banjir (flood peak). Hal ini disebabkan karena makin panjang sungai maka akan
makin banyak memberikan kesempatan bagi air hujan untuk mengalir sebagai
limpasan. Dengan demikian jumlah kehilangan air akan semakin besar pula.
3. Panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat DAS (Lc)
Lc merupakan panjang sungai dari outlet sampai titik berat Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan diukur sepanjang aliran utama. Parameter ini didasarkan pada penelitian
Gupta (1967), antara lain dalam upayanya untuk mengaitkan besarnya debit puncak
(peak discharge) dengan faktor-faktor fisik Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang cenderung menyempit di bagian hilir, maka titik
berat Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terletak hampir ke hulu. Meskipun Lc
cenderung panjang, tapi dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
menyempit ke bagian hilir, maka akan mempercepat naiknya debit puncak (peak
discharge) dan waktu untuk mencapai debit puncak (time to peak) relatif singkat.
Sebaliknya untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mempunyai lebar cenderung
merata dari hulu ke hilir, maka titik berat Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terletak
hampir di tengah Daerah Aliran Sungai (DAS). Dalam hal ini walaupun Lc relatif
21
pendek, dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebar, akan
memperlambat naiknya debit puncak(peak discharge) dsan waktu untuk mencapai
debit puncak (time to peak) relatif lama.
4. Kemiringan sungai (S)
Kemiringan sungai (S) merupakan kemiringan sungai utama. Pada umumnya
hanya sungai utama yang diperhatikan dalam menggambarkan kemiringan Daerah
Aliran Sungai (DAS) secara umum. Kemiringan sungai secara rasional berpengaruh
terhadap debit puncak/ peak diacharge (Qp). Dengan kemiringan yang curam akan
mempercepat waktu untuk mencapai puncak banjir (time to peak) karena limpasan
semakin cepat masuk ke sungai. Kemiringan sungai utama menentukan kecepatan
aliran dalam saluran, seperti halnya liku resesi hidrograf yang digambarkan oleh
pengosongan tampungan. Kemiringan sungai yang curam akan mempercepat
pengosongan tampungan dan akan menghasilkan liku resesi hidrograf yang curam,
sehingga menjadikan waktu dasar hidrograf menjadi pendek. Dalam banyak kasus,
kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang landai justru menghasilkan debit
puncak (peak discharge) yang lebih besar. Taylor dan Cordery (1991) menyarankan
cara menghitung kemiringan sungai dengan anggapan aliran seragam. Dengan
alasan kecepatan berbanding lurus dengan akar kemiringan sungai (rumus
Manning), maka prosedur perhitungan kemiringan sungai adalah dengan membuat
seimbang antara segmen-segmen sungai dengan akar kemiringannya. Jadi, jika
sungai dengan kekasaran Manning yang sama dibagi dengan N segmen dengan
kemiringan masing-masing Si (Gambar 12.12), dengan kecepatan aliran adalah
sama (V1 = V2 = V3 = VN), maka indeks kemiringan sederhana menjadi:
S =
2
N
Si ........ Si
L
E ...................................................................... (10)
Dengan :
E = beda elevasi dasar sungai (m)
L = panjang segmen sungai (m)
22
Gambar 2.7 Pembagian Segmen Kemiringan Sungai
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12
5. Koefisien kekasaran (n)
Di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat hutan dan beberapa bagian
tegalan, sawah, dan pemukiman, yang membutuhkan perkiraan koefisien kekasaran
(n). Koefisien kekasaran (n) untuk lahan pertanian dengan tanaman diperkirakan
sebesar 0,035 sedangkan untuk hutan atau semak belukar sebesar 0,07. Dengan
persamaan garis linier pada 2 titik yaitu pada kondisi tidak terdapat hutan dan
kondisi hutan seluruhnya, maka: (Chow, 1988)
n =
+
A
Afx 1035,0 ........................................................................................ (11)
Dengan:
n = koefisien kekasaran DAS
Af = luas hutan
A = luas DAS
Berdasarkan rumus di atas, jika luas hutan 100% (DAS seluruhnya berupa hutan),
maka akan diperoleh koefisien kekasaran Daerah Aliran Sungai (DAS): n = 0,070.
Sebaliknya jika tidak ada hutan sama sekali (dalam arti Af = 0), maka akan
diperoleh koefisien kekasaran Daerah Aliran Sungai (DAS): n = 0,035. Seperti
diketahui, hutan pada umumnya ditumbuhi tanaman-tanaman (pohon-pohon) yang
besar sehingga menggambarkan kekasaran Daerah Aliran sungai (DAS) cukup
besar, dalam arti akan menghambat jalannya air hujan yang melimpas. Sedangkan
untuk sawah dan tegalan hanya ditumbuhi tanaman yang relatif kecil dan dianggap
tidak cukup kuat dalam menghambat air hujan yang melimpas. Demikian juga
daerah pemukiman, dianggap tidak cukup kasar untuk menghambat jalannya air
23
hujan yang melimpas. Berdasarkan alasan tersebut, Chow (1988) hanya
memasukkan faktor luas hutan dalam perhitungan koefisien kekasaran Daerah
Aliran Sungai (DAS).
2.3.2.2 Persamaan Hidrograf Satuan Sintetis Limantara
A. Persamaan Debit Puncak
Qp = 0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168 ....................................................... (12)
Dengan:
Qp = debit puncak banjir hidrograf satuan (m3/dt/mm)
A = luas DAS (km2)
L = panjang sungai utama (km)
Lc = panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan
titik berat DAS (km)
S = kemiringan sungai utama
n = koefisien kekasaran DAS
0,042 = koefisien untuk konversi satuan (m0,25/dt)
B. Persamaan Kurva Naik
Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 ................................................................................... (13)
Dengan:
Qn = debit pada persamaan kurva naik (m3/dt/mm)
Qp = debit puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm)
t = waktu hidrograf (jam)
Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograf (jam)
C. Persamaan Kurva Turun
Qt = Qp.100,175(Tp – t) .................................................................................... (14)
Dengan:
Qt = debit pada persamaan kurva turun (m3/dt/mm)
Qp = debit puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm)
Tp = waktu naik hidrograf atau waktu mencapai puncak hidrograf (jam)
t = waktu hidrograf (jam)
0,175 = koefisien untuk konversi satuan (dt-1)
24
2.3.2.3 Analisa Dimensi Satuan
A. Persamaan Debit Puncak Banjir (Qp)
Qp = 0,042.A0,451.L0,497.Lc0,356.S-0,131.n0,168..................................................... (15)
Analisa dimensi untuk Qp (debit puncak persatuan luas) sbb:
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 [ T ]-1 [ L 2 ]0,451 [ L ]0,497 [ L ]0,356
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 [ T ]-1 [ L ]0,902 [ L ]0,497 [ L ]0,356
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]0,25 + 0,902 + 0,497 +0,356 [ T ]-1
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1
B. Persamaan Kurva Naik (Qn)
Qn = Qp. [(t/Tp)]1,107 .................................................................................... (16)
Analisa dimensi Qn (debit naik persatuan luas) sbb:
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1 { [ T ]-1 / [ T ]-1 }1,107
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1 x 1
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1
C. Persamaan Kurva Turun (Qt)
Qt = Qp.e0,175(Tp – t) ....................................................................................... (17)
Analisa dimensi Qt (debit turun persatuan luas) sbb:
ln Qt = 0,175 (Tp – t) x ln Qp
ln [ L ]2 [ T ]-1 = [ T ]-1 [ T ]1 x ln [ L ]2 [ T ]-1
ln [ L ]2 [ T ]-1 = 1 x ln [ L ]2 [ T ]-1
[ L ]2 [ T ]-1 = [ L ]2 [ T ]-1
2.3.2.4 Batasan Keberlakuan Hidrograf Satuan Sintetis Limantara
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Limantara dapat diterapkan pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) lain yang memiliki kemiripan karakteristik dengan DAS-DAS
di lokasi penelitian. Spesifikasi teknik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Limantara
disajikan pada tabel 2.1
25
Tabel 2.1 Spesifikasi Teknik HSS Limantara
Uraian Notasi Satuan Kisaran
Luas DAS A km2 0,325 –
1667,500
Panjang sungai utama L km 1,16 – 62,48
Jarak titik berat DAS ke
outlet Lc km 0,50 – 29,386
Kemiringan sungai utama S - 0,00040 –
0,14700
Koefisien kekasaran DAS N - 0,035 – 0,070
Bobot luas hutan Af % 0,00 - 100
Sumber: Limantara (2009)
2.3.2.5 Perkiraan Waktu Puncak Banjir (TP)
Untuk memperkirakan waktu puncak banjir/ time to peak (Tp) bisa dipakai
rumus seperti pada Nakayasu sbb:
Tp = tg + 0,8 ......................................................................................... (18)
Dengan:
Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir
(jam)
tg = waktu konsentrasi hujan (jam)
Cara menentukan tg:
Jika L 15 km, maka
tg = 0,40 + 0,058 L ................................................................................ (19)
L < 15 km, maka
tg = 0,21 L0,7 ......................................................................................... (20)
Dengan:
= parameter hidrograf
tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg
2.3.3 Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)/ Synthetic Unit Hydrograph (SUH) Nakayasu
dikembangkan di Jepang dan sangat populer di Indonesia. Perhitungan debit banjir
rancangan untuk suatu bangunan air di Indonesia umumnya menggunakan metode
Nakayasu yang ditambah dengan metode lain sebagai pembandingnya.
26
2.3.3.1. Parameter Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
Parameter yang dibutuhkan dalam analisa memakai Hidrograf Satuan
Sintetis (HSS) Nakayasu antara lain (Limantara, 2010):
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to
peak magnitude), didimbolkan dengan Tp
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag):
disimbolkan dengan tg
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph), disimbolkan dengan
TB
4. Luas daerah pengaliran (catchment area), disimbolkan dengan A
5. Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel) .
disimbolkan dengan L
6. Koefisien pengaliran (run-off coefficient), disimbolkan dengan C
2.3.3.2. Rumus Penunjang
Tp = tg + 0,8 tr ......................................................................................... (21)
T0,3 = tg ................................................................................................ (22)
Dengan:
Tp = tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak
banjir → jam
tg = waktu konsentrasi hujan → jam
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak → jam
Cara menentukan tg:
Jika L 15 km, maka
tg = 0,40 + 0,058 L .................................................................................... (23)
L < 15 km, maka
tg = 0,21 L0,7 ............................................................................................. (24)
Dengan:
= parameter hidrograf
tr = 0,5 x tg sampai 1 x tg
27
Catatan:
- Untuk daerah pengaliran biasa: α = 2
- Untuk bagian naik hidrograf (rising limb) yang lambat dan bagian menurun
(recession line) yang cepat: α = 1,5
- Bagian naik hidrograf (rising limb) yang cepat dan bagian menurun
(recession line) yang lambat: α = 3
- Menurut pengalaman dan penelitian yang telah dilakukan di Indonesia,
untuk memperoleh hasil yang akurat dan sesuai dengan kondisi karakteristik
Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, perlu dilakukan kalibrasi
terhadap parameter : α tersebut.
2.3.3.3. Persamaan Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
1. Debit Puncak Banjir (Peak Discharge):
Qp = ( )T0,30,3Tp 3,6
RoAc
+
.................................................................... (25)
Dengan :
Qp = Qmaks, merupakandebit puncak banjir (m3/dt)
c = koefisien aliran (= 1)
A = luas DAS sampai ke outlet (km2)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp =tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak (jam).
28
I
Tr
0,8 tr tg
lengkung turun
lengkung naik Qp 0,32 Qp
0,3 Qp
Tp T0,3 1,5 T0,3
Gambar 2.8 Hidrograf Satuan Nakayasu
Sumber: Makalah Hidrograf Teknik Pengairan UB Bab 12
2. Persamaan Hidrograf Satuan Nakayasu Asli antara lain:
a. Pada Kurva Naik (Rising Limb)
0 t<Tp.............................................................................................. (26)
Qt = Qmaks 4,2
Tp
t ................................................................................ (27)
b. Pada Kurva Turun (Recession Line)
Tp t< (Tp + T0,3) ............................................................................. (28)
Qt = T0,3
Tpt
0,3Qmaks
−
.......................................................................... (29)
(Tp + T0,3) t < (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) ........................................... (30)
Qt = 1,5T0,3
T0,35,0Tpt
0,3maksQ
+−
................................................................ (31)
t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) ................................................................. (32)
Qt = 2T0,3
1,5T0,3Tpt
0,3maksQ
+−
............................................................... (33)
2.4 Komparasi Model / Kalibrasi Model
Komparasi atau kalibrasi model ini untuk mengetahui Kesalahan relatif dari
setiap parameter, Model yang dikembangkan untuk perkiraan debit banjir pada
suatu DAS, disusun untuk mensimulasikan proses aliran permukaan yang ada di
alam. Keluaran model diharapkan mampu mendekati kejadian banjir yang
sebenarnya. Namun demikian, model hampir tidak mungkin dapat mensimulasikan
proses di alam dengan tepat.Oleh karena itu akan selalu ada penyimpangan antara
29
hasil keluaran model dan pengamatan di lapangan. akan dihitung menggunakan
persentase perbedaan dari masing-masing model hidrograf terhadap hidrograf
satuan terukurnya dengan rumusan sebagai berikut (Syafrudin, 2014):
1) Persentase perbedaan nilai debit puncak (Qp)
QP = %100xQpp
QpsQpp
− ................................................................ (34)
2) Persentase perbedaan nilai waktu puncak (Tp)
TP = %100xTpp
TpsTpp
− .................................................................. (35)
3) Persentase perbedaan nilai volume puncak (Vp)
VP = %100xVpp
VpsVpp
− ................................................................. (36)
Dengan:
QP = Persentase perbedaan debit puncak antara pengamatan
dan simulasi (%)
TP = Persentase perbedaan waktu puncak antara pengamatan
dan simulasi (%)
Vp = Persentase perbedan volume puncak antara pengamatan
dan simulasi (%),
Qpp = Debit puncak pengamatan (m3/dt),
Qps = Debit puncak simulasi (m3/dt),
Tpp = Waktu puncak simulasi (m3/dt),
Tps = Waktu puncak simulasi (m3/dt),
Vpp = Volume puncak simulasi (m3/dt),
Vps = Volume puncak simulasi (m3/dt),
30
2.5 Validasi Kesesuaian Hidrograf Metode RSME
RMSE (root mean square erorr) merupakan metode alternatif untuk
mengevaluasi teknik peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi
hasil perkiraaan suatu model. Keakuratan metode estimasi kesalahan pengukuran
diindikasikan dengan adanya RMSE yang kecil. Metode estimasi yang mempunyai
RMSE lebih kecil dikatakan lebih akurat daripada metode estimasi yang
mempunyai RMSE lebih besar. RMSE dapat dihitung dengan rumus:
RMSE =√∑ (𝑄𝑒−𝑄𝑜
𝑛)2
𝑛
𝑖 ................................................................................... (37)
Dengan :
RMSE = Root Mean Square Error
Qe = Debit estimasi (m3 /det)
Qo = Debit observasi (m3 /det)
n = Jumlah pengamatan