bab ii tinjauan pustaka 2.1...

28
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Laparatomi 2.1.1 Pengertian Laparatomi Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis(Sjamsuhidajat, 2005). Laparatomi adalah membuka dinding abdomen dan peritoneum (Wibowo Soetamto, 2008). Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare, 2002). 2.1.2 Indikasi Laparatomi Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan lapratomi yakni, trauma abdomen (tumpul dan tajam) atau ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa pada abdomen (Jitowiyono, 2012). Selain itu, pada bagian obstetri dan genekologi tindakan laparatomi seringkali juga dilakukan seperti pada operasi Sectio Caesarea (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008).

Upload: dotuyen

Post on 28-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Laparatomi

2.1.1 Pengertian Laparatomi

Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan

melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian

organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan

obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi,

hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus,

inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis(Sjamsuhidajat, 2005).

Laparatomi adalah membuka dinding abdomen dan peritoneum (Wibowo

Soetamto, 2008). Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah

abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada

daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.2 Indikasi Laparatomi

Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan lapratomi yakni, trauma

abdomen (tumpul dan tajam) atau ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran

pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa

pada abdomen (Jitowiyono, 2012). Selain itu, pada bagian obstetri dan genekologi

tindakan laparatomi seringkali juga dilakukan seperti pada operasi Sectio

Caesarea (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008).

8

2.1.3 Jenis Sayatan Laparatomi

Insisi-insisi yang paling sering dilakukan pada pembedahan laparatomi

berdasarkan lokasi menurut Rout (1991) dalam Gruendemann & Barbara (2006)

adalah sebagai berikut:

1. Paramedian

Insisi paramedian dibuat disamping garis tengah, di bagian atas atau

bawah abdomen.

2. Garis Tengah (Median)

Insisi garis tengah dibuat melalui kulit dan jaringan subkutan dari sebuah

titik, tetapi di bawah atau di atas umbilikus ke tepat di bawah prosesus

xifoideus atau tepat di atas simfisis pubis.

3. Transversus

Insisi transversus dibuat melalui kulit dan jaringan subkutis dari satu batas

lateral otot rektus ke batas lain pada ketinggian tertentu di dinding

abdomen.

4. Subkosta

Insisi subkosta dibuat di sisi kanan atau kiri.Insisi kulit dimulai tepat di

garis tengah sekitar sepertiga dari ujung prosesus xifoideus ke umbilikal.

5. Pfannenstiel

Insisi pfannenstiel biasanya digunakan untuk operasi panggul. Insisi ini

dirancang untuk menghasilkan efek konsmetik maksimum: jaringan parut

akan berada di daerah yang ditutupi oleh rambut pubis.

9

6. McBurney

Insisi McBurney adalah sebuah insisi yang sangat pendek di kuadran

bawah kanan abdomen dan memberikan pajanan yang terbatas.Insisi ini

dikerjakan untuk appendiktomi.

Gambar 2.1 Sayatan Pada Laparatomi Paramedian, Garistengah , Transversal,

Subkosta, Pfannestiel, McBurney

2.1.4 Komplikasi Laparatomi

Beberapa komplikasi pada pasien operasi laparatomi berupa ventilasi paru

tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler (hipertensi, aritmia jantung), gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, dan gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

(Jitowiyono, 2012). Sedangkan Menurut Aziz (2010), beberapa komplikasi dari

laparatomi yaitu:

10

1. Tromboplebitis

Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.

Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding

pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli paru-paru, hari dan

otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, dan ambulasi

dini.

2. Infeksi Luka

Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.Organisme yang

paling sering menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus, organisme

gram positif yang mengakibatkan pernanahan.Untuk menghindari infeksi luka

yang paling penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptic

dan antiseptik.

3. Eviserasi

Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor

penyebab eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu

pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat

dari batuk dan muntah.

4. Cedera Saraf

Cedera pada dinding abdomen dapat menyebabkan nyeri kronik, kehilangan

sensasi atau kelemahan pada dinding otot. Cedera saraf terjadi ketika saraf

terpotong ketika dilakukan insisi, terjerat dengan sutura ketika penutupan,

atau tertekan atau teregang dengan retraktor atau instrumen (McEwen, 2015).

11

2.2 Konsep Dasar Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama

seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Potter dan Perry (2005) menyatakan nyeri didefinisikan sebagai

suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila

seseorang pernah mengalaminya.

Menurut Hidayat (2006), nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak

menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap

orang dalam skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Dari pernyataan tersebut, nyeri merupakan suatu stimulus yang

menyebabkan perasaaan tidak menyenangkan yang dialami pasien yang bisa

diamati secara verbal maupun non verbal.

2.2.2 Etiologi Nyeri

Nyeri dapat disebabkan oleh trauma, yaitu mekanik, thermos, elektrik,

neoplasma (jinak dan ganas), peradangan, gangguan sirkulasi darah dan kelainan

pembuluh darah serta trauma psikologis (Smeltzer & Bare 2011).

2.2.3 Fisiologis Nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Proses

fisiologi terkait nyeri dapat disebut nosiresepsi. Perry & Potter (2004)

menjelaskan proses tersebut sebagai berikut:

12

1. Resepsi

Semua kerusakan yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi

atau stimulus listrik menyebabkan substansi yang menghasilkan nyeri.

Stimulus tersebutlah yang kemudian memicu pelepasan reseptor biokimia

(misalnya prostaglandin, bradikinin, histamine, subtansi P) yang

mengaktifkan respons nyeri dan mensensitisasi nosiseptor. Nosiseptor

berfungsi untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri.

2. Transmisi

Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama nyeri merambat

dari bagian serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Bagian kedua adalah

transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus

diteruskan ke korteks sensori somatik tempat nyeri dipersepsikan.

3. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Persepsi akan

menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat

bereaksi.

4. Reaksi

Fase ini dapat disebut juga sistem desenden. Reaksi terhadap nyeri merupakan

respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.

Apabila nyeri berlangsung terus menerus akan melibatkan organ visceral,

sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap

nyeri dapat sangat membahayakan individu, pada kasus traumatik berat, yang

menyebabkan individu mengalami syok.

13

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (Potter & Perry, 2005), yaitu :

1. Usia

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan

prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri, sedang pada

lansia untuk menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan

keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin

mengenai tubuh yang sama.

2. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam

berespon terhadap nyeri, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-

faktor biokimia tanpa memperhatikan jenis kelamin.

3. Kebudayaan

Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan

mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.

4. Makna nyeri

Dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu yang akan

mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.

5. Perhatian

Perhatian yang meningkat dikaitkan dengan nyeri yang meningkat,

sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri

yang menurun.

14

6. Ansietas

Seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas, pola bangkitan otonom adalah sama

dalam nyeri dan ansietas, sulit untuk memisahkan dua sensasi.

7. Keletihan

Rasa lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.

8. Pengalaman

Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri

dapat mengganggu koping terhadap nyeri.

9. Gaya koping

Klien yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan diri mereka

sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil

akhir suatu peristiwa, seperti nyeri.

10. Dukungan sosial dan keluarga

Klien dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan yang

berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka

tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada

anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan,

atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali

pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan

15

2.2.5 Klasifikasi Nyeri

2.2.5.1 Nyeri berdasarkan lokasi

Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut Potter dan Perry

(2006) dalam Andarmoyo S (2013)

1) Superficial atau Kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.

Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri

biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.

2) Viceral Dalam

Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ

internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke

beberapa arah. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik

tergantung organ yang terlibat.

3) Nyeri Alih (Reffered pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena

banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteriatik nyeri

dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan

dapat terasa dengan berbagai karakteristik.

4) Radiasi

Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal

cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan

menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh.

16

2.2.5.2 Nyeri berdasarkan ringan beratnya

1) Nyeri ringan

Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang

ringan. Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat

berkomunikasi dengan baik.

2) Nyeri sedang

Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang

sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

3) Nyeri berat

Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat.

Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang (Wartonah, 2005).

2.2.5.3 Nyeri berdasarkan Durasi

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,

atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan

intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk

waktu yang singkat (Meinhart dan McCaffery, 1983, 1986 dalam

Smeltzer, 2002). Nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang

17

berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. (Andarmoyo,

2013)

2) Nyeri kronis

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,

intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan

(McCaffery,1986 dalam Potter & Perry, 2006).

2.2.6 Pengukuran Intensitas Nyeri

2.2.5.1 Pengkajian Nyeri

Smeltzer & Bare (2001) menyatakan bahwa pengkajian nyeri meliputi:

1. Deskripsi Verbal tentang Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan

karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat

tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri

individual dalam beberapa cara berikut:

a. Intensitas Nyeri

Individu diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal

(misalnya: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau nyeri sangat

hebat; atau 0 sampai 10: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).

b. Karakteristik Nyeri

Termasuk letak nyeri untuk area dimana nyeri pada berbagai organ,

durasi (menit, jam, hari, bulan dan sebagainya), irama (misalnya terus

– menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya

18

intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misalnya yeri

seperti ditusuk – tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

c. Faktor – faktor yang Meredakan Nyeri

Banyak orang yang mempunyai ide – ide tertentu tentang hal – hal

yang dapat menghilangkan nyeri. Perilaku ini didasarkan pada

pengalamannya.

d. Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan Sehari – hari

Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan

depresi.

e. Kekhawatiran Individu Terhadap Nyeri

Dapat meliputi berbagai masalah yang luas seperti beban ekonomi,

prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

2. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran

nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

mengguanakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan

gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Beberapa skala untuk melakukan pengkajian intensitas nyeri sebagai

berikut:

19

a. Verbal Descriptor Scale (VDS)atau Skala Nyeri Deskriptif

Merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat

objektif. Perawat meminta klien menunjukkan intensitas nyeri terbaru

yang ia rasakan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah

kategori untuk mendiskripsikan nyerinya (Potter & Perry,2006 dalam

Sulistyo, 2013).

Gambar 2. 2Verbal Description Scale (VDS)

Sumber: Sulistyo, 2013

b. Numerical Rating Scale (NRS) atau Skala Penilaian Numeric

Skala penilaian numeric (Numeric Rating Scale) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif

digunakan mengkaji inensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

treupetik (Potter & Perry,2006 dalam Sulistyo, 2013).

Gambar 2. 3 Numeric Rating Scale (NRS)

Sumber: Sulistyo, 2013.

20

c. Visual Analog Scale (VAS) atau Skala Analog Visual

Skala VAS adalah suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang

mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal

pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis

yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut

(Sulistyo, 2016).

Versi etnik baru pada alat penilaian nyeri telah dikembangkan oleh

Wongdan Baker (1998) dalam Potter & Perry (2006) untuk

mendeskripsikan nyeri pada anak-anak yang terdiri dari 6 wajah profil

kartun. Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala

tersebut.

Gambar 2. 4 Skala Wajah

Sumber: Wong DL, Baker CM, 1998, dikutip dari Potter & Perry, 2006.

2.2.7 Manajemen Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2001), manajemen penatalaksanaan nyeri

terdapat dua macam yaitu secara farmakologis dan non – farmakologis.

Pendekatan tersebut didasarkan pada kebutuhan klien secara individu. Semua

intervensi akan berhasil jika dilakukan sebelum keadaan menjadi parah.

1. Penatalaksanaan Nyeri secara Farmakologis

Menurut Smeltzer & Bare (2001), intervensi yang sering digunakan untuk

mengatasi nyeri adalah jenis agen anestesi lokal, analgesik opioid

21

(narkotik) dan jenis Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAID).

Penggunaan obat – obatan ini tentunya menimbulkan efek samping,

contohnya menggunakan opioid efek samping yang bisa terjadi pada

pasien adalah depresi pernafasan dan sedasi, mual, muntah dan konstipasi.

Terdapat 4 kelompok obat nyeri, yaitu:

a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/OAINS)

OAINS sangat efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan

efek antipiretik, analgesik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin)

dan ibuprofen (Morfin, advil) merupakan OAINS yang sering digunakan

untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan. OAINS menghasilkan analgetik

dengan bekerja ditempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dan

prekorsor asam araddonat. Prostaglandin mensintesis nosiseptor dan

bekerja secara sinergis dengan produk inflamatorik lain ditempat cedera,

misalnya bradykinin dan histamin untuk menimbulkan hiperanalgetik.

Dengan demikian OAINS mengganggumekanisme transduksi di nosiseptor

aferen primer dengan menghambat sintisis prostaglandin. OAINS memiliki

beberapa sediaan dalam bentuk pil, sirup, obat suntik, suposituria (obat

yang dimasukkan lewat anus), tetes mata, bahkan dalam bentuk salep kulit.

b. Analgetik Opioid

Analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan

nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat – obatan ini

merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pada pasien post operasi

terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat golongan analgetik

22

opioid yang digunakan untuk mengobati nyeri berat. Morfin menimbulkan

efek analgetik di daerah sentral.

c. Antagonis dan Agonis – Antagonis Opioid

Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat

pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis ini yang

efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya

menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dengan opioid murni.

d. Adjuvan atau Koanalgetik

Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer

dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk

kepentingan lain. Contoh obat ini adalah karbamazopin (tegretol) atau

fenitolin (dilantin) (Price & Wilson, 2006).

2. Penatalaksanaan Nyeri secara Non – Farmakologis

Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan

respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Saat pasien

mengalami nyeri selama berjam-jam atau berhari-hari mengkombinasikan

teknik non-farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang efektif

untuk menghilangkan nyeri.

Manajemen nyeri non-farmakologis diantaranya yakni bimbingan

antisipasi, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris transkutan/ TENS

(Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulatiom), distraksi (distraksi visual,

distraksi audio/ pendengaran, dan distraksi intelektual), teknik relaksasi,

imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan balik biologis, dan

massage (Andarmoyo, 2013)Andarmoyo (2013) mengemukakan bahwa

23

relaksasi merupakan suatu tindakan membebaskan mental dan fisik dari

ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap

nyeri.

2.2.8 Konsep Nyeri Post Operasi

Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini

merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah

pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh,

dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun

bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang

terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan (Potter & Perry, 2006).

Pada bedah saluran cerna atau laparatomi dapat menyebabkan kelemahan

otot abdominal. Hal ini akan menganggu pernapasan abdominal serta fungsi

dinding abdomen sebagai penunjang. Selanjutnya, timbul stress pada otot

punggung yang dapat memunculkan nyeri punggung bawah (Sjamsuhidajat &

Jong, 2011).

Brown dan Goodfellow (2008) menyatakan tentang insisi bahwa letak insisi

transversal dan insisi midline pada pasien yang menjalani tindakan

Hemikolektomy sebanyak 213 pasien yang terdiri dari 10 dilakukan insisi

transversal dan 113 dilakukan insisi midline, menunjukkan bahwa pasien pasien

pasca bedah abdomen merasakan nyeri lebih ringan pada letak insisi transversal

(termasuk insisi oblik) dibandingkakn insisi midline dan insisi vertikal.

24

2.3 Konsep Teknik Terapi Back Massage

2.3.1 Pengertian Back Massage

Perkataan massage dalam bahasa arab dan perancis berarti menyentuh atau

meraba. Dalam bahasa indonesia disebut pijat atau urut. Selain itu massage dapat

diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh

manusia atau gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia

dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik

(Trisnowiyanto B, 2012)

Massage adalah melakukan tekanan pada tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan pergerakan atau

perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/

memperbaiki sirkulasi( Haldeman, 1994:125; Mobily, dkk., 1994:39-40 dalam

Mander, 2004).

Bagian belakang merupakan bagian tubuh yang membawa banyak

ketegangan dan back massage merupakan gerakan relaksasi yang paling sering

banyak diminati. Dalam back massage jangan terlalu banyak menggunakan

tekanan lebih baik menjaga agar irama tetap melebar dan sejalan dengan cara

duduk ke sisi pasangan anda oleskan minyak secara merata di punggung dengan

sentuhan halus ke atas mengikuti aliran darah bening (McGilvery, 2004)

Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan, apabila dilakukan

oleh orang lain yang penuh perhatian sehingga dapat memberikan rasa nyaman

(Wilson, 2006 dalam Wirya 2013).Massage pada punggung, bahu, lengan dan

kaki selama 3 sampai 5 menit dapat merelaksasikan otot dan memberikan istirahat

yang tenang dan kenyamanan (Potter & Perry, 2009).

25

2.3.2 Manfaat Massage

Manfaat massage menurut Hadibroto I & Alam S (2006):

1. Mengurangi ketegangan otot.

2. Meningkatkan sirkulasi darah.

3. Meningkatkan mobilitas dan rentang kemampuan gerak persendian.

4. Merangsang dan meningkatkan sistem saraf.

5. Meningkatkan kondisi kulit.

6. Memperbaiki pencernaan dan fungsi usus.

7. Mengatasi nyeri akut dan kronis.

8. Mengurangi pembengkakan, mengurangi stres, menimbulkan

relaksasi, memperbaiki sistem imunitas, dan meningkatkan kualitas

hidup secara umum.

2.3.3 Teknik-Teknik Dasar Massage

Menurut Rianto, S (2005) teknik-teknik dasar massage yaitu:

1. Perkusi (memukul drum atau tapotement)

Jari-jari pemijat memukul permukaan tubuh pasien. Pada umumnya

perkusi dilakukan dengan pinggir tangan dengan gerakan mencincang

dengan cepat, meskipun pukulan-pukulan tersebut tidak keras. Tipe

gerakan ini di gunakan pada tempat-tempat seperti pantat, paha, pingang,

atau bahu dimana terdapat bentangan daging yang luas.

2. Friksi (tekanan)

Pijatan friksi digunakan untuk menembus jaringan otot dalam. Friksi

sering digunakan pada para penari atlet yang mengalami gangguan pada

26

jaringan ikat dan urat yang rusak. Teknik ini dapat merangsang aliran

darah sehinga gerakan gerakan persendian dapat membaik.

3. Effleurage (urut)

Effleurage dilakukan secara pelan, berirama, dan terkendali dengan

menggunakan kedua tangan bersamaan dengan sebuah ruang kecil diantara

kedua ibu jari. Pengurutan-pengurutan kecil yang menggelinding memiliki

efek relaksasi pada susunan saraf dan dapat mengurangi nyeri.

4. Petrissage (meremas)

Petrissage sangat cocok untuk mengatasi otot sakit atau tegang, khususnya

otot trapesium antara leher dan bahu. Tindakan meremas dilakukan cukup

dalam merangsang getah bening untuk membuang tumpukan asam susu.

2.3.4 Pengaruh Back Massage terhadap Intensitas Nyeri

Astarani (2015) mengemukakan, bahwa melakukan back massage dapat

mempengaruhi penurunan skala nyeri hal ini disebabkan karena sel-sel saraf pada

kulit yang ditekan mengirim sinyal melalui salah satu pusat nyeri, yaitu sumsum

tulang belakang, dalam perjalanannya lebih cepat daripada rasa sakit sehingga

dapat mengurangi nyeri. Massage atau pijatan efektif dalam memberikan relaksasi

fisik dan mental, mengurangi nyeri, dan meningkatkan keefektifan pengobatan

nyeri. Tindakan utama massage dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat

perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.

Selanjutnya, rangsangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang dilakukan

bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek

masase untuk mengendalikan nyeri, karena itu back massage sangat efektif dalam

27

memberikan perasaan rileks dan nyaman sehingga dapat mempengaruhi perasaan

nyeri.

Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamdayani

(2012) bahwa setelah diberikan masase kulit selama dua kali dalam sehari dapat

menurunkan nyeri sendi (osteoartritis) pada lansia yang menunjukkan adanya

penurunan tingkat nyeri dengan p=0,014.

2.3.5 Teknik Back Massage

Menurut Becker (2007), teknik pijat punggung meliputi:

1. Posisikan pasien senyaman mungkin (duduk atau tidur dengan posisi

miring).

2. Mengusap seluruh bagian punggung, gunakan kedua tangan usap mulai

dari punggung bawah atau daerah pinggul, satu tangan berada pada sisi

tulang punggung, jari-jari mengarah ke kepala dan lakukan usapan

melebar ke bahu, lakukan gerakan ini beberapa kali untuk merangsang

relaksasi, dan membiasakan pasien dengan tangan anda.

3. Lakukan usapan keluar punggung dengan ujung telapak tangan saling

berhadapan anda mulai dari pinggang sampai punggung.

4. Lakukan gerakan friksi dengan meletakkan kedua ibu jari diantara kedua

sisi otot tulang belakang dan lakukan gerakan memutar mulai dari

pinggang sampai atas bahu, lakukan dengan perlahan, kuat dan menusuk

karena anda berusaha mencari simpul dan nodula di punggung.

5. Lakukan gerakan spinal thumb gliding yaitu letakkan ibu jari diatas

lekukan dan luncurkan ibu jari anda ke atas menuju leher dengan tekanan

kuat.

28

6. Lakukan gerakan ironing yaitu dengan menekan bagian punggung dengan

tangan dan diikuti dengan lengan bawah anda ke arah atas menuju bahu

dan kembali ke bawah.

7. Lakukan gerakan friksi pada puncak sambungan tulang, cari lekukan

dengan ibu jari dan lakukan massage dengan memutar.

8. Lakukan gerakan petrissage, yaitu memijat daerah gluteal dan punggung

bawah. Pijat ototnya dengan pelan dan menyeluruh dengan gerakan

meremas, memutar dan memiijat dengan keras.

9. Lakukan masssage pada lingkar bahu lakukan gerakan memutar dan

meremas dengan menggunakan kedua tangan di sekitar bidang bahu untuk

menghangatkan dan merenggangkan daerah tersebut.

10. Lakukan gerakan effleurage dengan kuat mulai dari belakang leher ke

bahu arah luar masuk ke daerah scapula menuju simpul getah aksiler yang

ada di ketiak.

11. Lakukan pelemasan leher pijat bagian leher dengan kedua tangan sesuai

dengan kontur leher pasien dengan pelan dan lembut.

12. Lakukan pelemasan punggung dengan menggunakan gerakan effleurage.

13. Terakhir tutup bagian punggung pasien dengan handuk dan gerakan tangan

anda dari atas ke bawah.

2.4 Konsep Teknik Relaksasi Genggam Jari

2.4.1 Pengertian Genggam Jari

Tamsuri (2007) mengatakan bahwa relaksasi adalah tindakan relaksasi otot

rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan

ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Liana (2008, dalam jurnal

29

Pinandita, 2012) mengatakan bahwa relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik

relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang

berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Teknik

genggam jari disebut juga fingerhold.

2.4.2 Tujuan Genggam Jari

Terapi relaksasi genggam jari sebagai pendamping terapi farmakologi yang

bertujuan untuk meningkatkan efek analgesik sebagai terapi pereda nyeri post

operasi. Terapirelaksasi bukan sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan

untukmempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa menit atau

detik.Kombinasi teknik ini dengan obat-obatan yang dilakukan secara

simultanmerupakan cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer &

Barre,2002).

2.4.3 Pengaruh Genggam Jari terhadap Intensitas Nyeri

Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun

yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita.

Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks,

kemudian akan muncul respons relaksasi (Potter & Perry, 2005).

Liana (2008) dalam Pinandita et al (2012) dapat mengurangi nyeri, yang

menyatakan bahwa menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam

(relaksasi) dapat mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi.

Teknik tersebut nantinya dapat menghangatkan titik-titik keluar masuknya energy

meridian (energy chanel) yang terletak pada jari tangan kita, sehingga mampu

memberikan rangsangan secara reflek (spontan saat genggaman). Rangsangan

yang didapat nantinya akan mengalirkan gelombang menuju ke otak, kemudian

30

dilanjutkan ke saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sumbatan di

jalur energy menjadi lancar. Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang di

kirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor

mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga stimulus pada korteks serebri

dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi dan menggenggam jari.

Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modulasi akibat stimulus

relaksasi genggam jari yang lebih dulu dan lebih banyak mencapai otak (pinandita

2012). Puwahang (2011, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengatakan bahwa titik-

titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan)

pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam

gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak dan

diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang

mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.

Relaksasi ini bisa dilakukan kurang lebih 15 menit setiap kali intervensi

(Pinandita, 2012).

2.4.4 Teknik Genggam Jari

Cane (2013, dalam jurnal Ma’rifah, 2015) mengatakan teknik genggam jari

ini sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari. Saat kita menangis, merasa

marah, atau gelisah karena situasi yang sulit, teknik ini dapat membantu kita

untuk menjadi lebih tenang dan fokus sehingga kita dapat mengambil tindakan

atau respon yang tepat dalam menghadapi situasi tersebut. Teknik ini juga dapat

dilakukan sebagai meditasi yang diiringi oleh musik, atau dilakukan sebelum tidur

untuk melepaskan masalah-masalah dihadapi dan membantu tubuh, pikiran, dan

jiwa untuk mencapai relaksasi.

31

Cara melakukan teknik genggam jari menurut Cane (2013) dan Liana

(2008) dalam jurnal Ma’rifah (2015) :

1. Genggam tiap jari mulai dari ibu jari selama 2-5 menit. Anda bisa

memulai dengan tangan yang manapun.

2. Tarik nafas dalam-dalam (ketika menarik nafas, hiruplah bersama

rasaharmonis, damai, nyaman, dan kesembuhan).

3. Hembuskan nafas secara perlahan dan lepaskan dengan teratur

(ketikamenghembuskan nafas, hembuskanlah secara perlahan

sambilmelepaskan semua perasaan-perasaan negatif dan masalah-

masalahyang mengganggu pikiran dan bayangkan emosi yang

mengganggutersebut keluar dari pikiran kita).

4. Rasakan getaran atau rasa sakit keluar dari setiap ujung jari-jari

tangan.

a. Sekarang pikirkan perasaan-perasaan yang nyaman dan

damai,sehingga anda hanya fokus pada perasaan yang nyaman dan

damaisaja.

b. Lakukan cara diatas beberapa kali pada jari tangan yang lainnya.

2.5 Perbedaan Teknik Terapi Back Massage dan Teknik Relaksasi Genggam

Jari

Liana (2008, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengemukakan bahwa

menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam (relaksasi) dapat

mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi serta mampu

merileksasikan otot, karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar

dan masuknya energi pada meredian (energi channel) yang terletak pada jari

32

tangan kita. Puwahang (2011, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengatakan bahwa

titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks

(spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam

gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak dan

diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang

mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.

Astarani (2015) mengemukakan, bahwa melakukan back massage dapat

mempengaruhi penurunan skala nyeri hal ini disebabkan karena sel-sel saraf pada

kulit yang ditekan mengirim sinyal melalui salah satu pusat nyeri, yaitu sumsum

tulang belakang, dalam perjalanannya lebih cepat daripada rasa sakit sehingga

dapat mengurangi nyeri. Massage atau pijatan efektif dalam memberikan relaksasi

fisik dan mental, mengurangi nyeri, dan meningkatkan keefektifan pengobatan

nyeri. Tindakan utama massage dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat

perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.

Selanjutnya, rangsangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang dilakukan

bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek

masase untuk mengendalikan nyeri, karena itu back massage sangat efektif dalam

memberikan perasaan rileks dan nyaman sehingga dapat mempengaruhi perasaan

nyeri.

33

2.6 Kerangka Konsep

Keterangan Gambar 2.6 Perbedaan Intensitas Nyeri antara Pemberian

Terapi Back Massage dengan Relaksasi Genggam Jari pada

Pasien post Laparotomi.

= Diteliti = Tidak Diteliti

Indikasi Laparotomi

Trauma abdomen (tumpul dan tajam) atau

ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran

pencernaan (Internal Blooding), sumbatan

pada usus halus dan usus besar, masa pada

abdomen

Manajemen nyeri:

1. Farmakologi

a. Obat-obatananalgetik

2. Non farmakologi

a. Bimbingan Antisipasi

b. Terapi es dan panas

c. TENS

d. Distraksi

e. Teknik Relaksasi

f. Imajinasi terbimbing

g. Hipnosis

h. Akupuntur

i. Umpan balik biologis

j. Stimulasi Kulit

Terapi back massage

Relaksasi genggam jari

Stimulasi kutaneus

mengaktifkan sel-sel

yang ada di sumsum

tulang belakang

Perasaan rileks dan

nyaman

Gerbang sinaps

menutup

Stimulasi kutaneus

dan nafas dalam

mengaktifkan

transmisi serabut

sensori A-beta dan

merilekskan

ketegangan otot

Sel-sel inhibitor

dalam kornudorsalis

menghambat

transmisi nyeri

Gerbang sinaps

menutup

Laparotomi

Kerusakan jaringan pasca

pembedahan akibat stimulus

mekanik.

Nyeri post

operasi

Hasil intensitas nyeri

1. Tidak nyeri

2. Nyeri ringan

3. Nyeri sedang

4. Nyeri berat

Faktor yang memengaruhi

- Usia, JenisKelamin

- Kebudayaan, Makna

nyeri

- Perhatian

- Ansietas, keletihan

- Pengalaman

sebelumnya

- Dukungan social dan

keluarga, Gaya koping

Stimulasi Kulit Teknik Relaksasi

34

Berdasarkan kerangka konsep menurut indikasi tindakan laparotomy

diantaranya adalah Trauma abdomen (tumpul dan tajam) atau ruptur hepar,

peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada

usus halus dan usus besar, masa pada abdomen. Adanya tindakan pembedahan

laparotomi mengikatkan kerusakan jaringan pasca pembedahan yang akan

menghasilkan nyeri. Nyeri dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya; usia,

jenis kelamin, kebudayaan, ansietas, perhatian, keletihan, pengalaman

sebelumnya, dukungan social dan keluarga. Strategi penatalaksaanan nyeri ada

dua yaitu secara farmakologi dan non-farmakologi. Untuk penatalaksanaan nyeri

farmakologi melalui pemberian; analgesic, steroid, NSAID dan opoid dan

anastesi. Sedangkan penatalaksanaan nyeri non-farmakologi diantaranya:

bimbingan antisipasi, terapi es dan panas, TENS, distraksi, teknik relaksasi,

imaginasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan balik biologis, dan stimulasi

kulit. Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk memilih terapi Back Massage

dan Relaksasi Genggam Jari sebagai intervensi yang digunakan dalam menangani

masalah nyeri pada pasien post operasi laparotomi karena relaksasi tersebut

mampu memberikan rasa nyaman dan rileks serta meningkatkan pelepasan

hormone endorphine dan enkephaline yang mampu memblok transmisi impuls

sehingga mampu memengaruhi perubahan intensitas nyeri.

Setelah manajemen tersebut dilakukan oleh peneliti, maka di dapatkan

hasildari nyeri tersebut yaitu intensitas nyeri yang memiliki beberapa tingkatan

diantaranya tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat.