bab ii tinjauan pustaka 2.1...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Laparatomi
2.1.1 Pengertian Laparatomi
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian
organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan
obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi,
hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus,
inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis(Sjamsuhidajat, 2005).
Laparatomi adalah membuka dinding abdomen dan peritoneum (Wibowo
Soetamto, 2008). Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah
abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan
(Smeltzer & Bare, 2002).
2.1.2 Indikasi Laparatomi
Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan lapratomi yakni, trauma
abdomen (tumpul dan tajam) atau ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran
pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa
pada abdomen (Jitowiyono, 2012). Selain itu, pada bagian obstetri dan genekologi
tindakan laparatomi seringkali juga dilakukan seperti pada operasi Sectio
Caesarea (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008).
8
2.1.3 Jenis Sayatan Laparatomi
Insisi-insisi yang paling sering dilakukan pada pembedahan laparatomi
berdasarkan lokasi menurut Rout (1991) dalam Gruendemann & Barbara (2006)
adalah sebagai berikut:
1. Paramedian
Insisi paramedian dibuat disamping garis tengah, di bagian atas atau
bawah abdomen.
2. Garis Tengah (Median)
Insisi garis tengah dibuat melalui kulit dan jaringan subkutan dari sebuah
titik, tetapi di bawah atau di atas umbilikus ke tepat di bawah prosesus
xifoideus atau tepat di atas simfisis pubis.
3. Transversus
Insisi transversus dibuat melalui kulit dan jaringan subkutis dari satu batas
lateral otot rektus ke batas lain pada ketinggian tertentu di dinding
abdomen.
4. Subkosta
Insisi subkosta dibuat di sisi kanan atau kiri.Insisi kulit dimulai tepat di
garis tengah sekitar sepertiga dari ujung prosesus xifoideus ke umbilikal.
5. Pfannenstiel
Insisi pfannenstiel biasanya digunakan untuk operasi panggul. Insisi ini
dirancang untuk menghasilkan efek konsmetik maksimum: jaringan parut
akan berada di daerah yang ditutupi oleh rambut pubis.
9
6. McBurney
Insisi McBurney adalah sebuah insisi yang sangat pendek di kuadran
bawah kanan abdomen dan memberikan pajanan yang terbatas.Insisi ini
dikerjakan untuk appendiktomi.
Gambar 2.1 Sayatan Pada Laparatomi Paramedian, Garistengah , Transversal,
Subkosta, Pfannestiel, McBurney
2.1.4 Komplikasi Laparatomi
Beberapa komplikasi pada pasien operasi laparatomi berupa ventilasi paru
tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler (hipertensi, aritmia jantung), gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
(Jitowiyono, 2012). Sedangkan Menurut Aziz (2010), beberapa komplikasi dari
laparatomi yaitu:
10
1. Tromboplebitis
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli paru-paru, hari dan
otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, dan ambulasi
dini.
2. Infeksi Luka
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus, organisme
gram positif yang mengakibatkan pernanahan.Untuk menghindari infeksi luka
yang paling penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan aseptic
dan antiseptik.
3. Eviserasi
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor
penyebab eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat
dari batuk dan muntah.
4. Cedera Saraf
Cedera pada dinding abdomen dapat menyebabkan nyeri kronik, kehilangan
sensasi atau kelemahan pada dinding otot. Cedera saraf terjadi ketika saraf
terpotong ketika dilakukan insisi, terjerat dengan sutura ketika penutupan,
atau tertekan atau teregang dengan retraktor atau instrumen (McEwen, 2015).
11
2.2 Konsep Dasar Nyeri
2.2.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Potter dan Perry (2005) menyatakan nyeri didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya.
Menurut Hidayat (2006), nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Dari pernyataan tersebut, nyeri merupakan suatu stimulus yang
menyebabkan perasaaan tidak menyenangkan yang dialami pasien yang bisa
diamati secara verbal maupun non verbal.
2.2.2 Etiologi Nyeri
Nyeri dapat disebabkan oleh trauma, yaitu mekanik, thermos, elektrik,
neoplasma (jinak dan ganas), peradangan, gangguan sirkulasi darah dan kelainan
pembuluh darah serta trauma psikologis (Smeltzer & Bare 2011).
2.2.3 Fisiologis Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Proses
fisiologi terkait nyeri dapat disebut nosiresepsi. Perry & Potter (2004)
menjelaskan proses tersebut sebagai berikut:
12
1. Resepsi
Semua kerusakan yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi
atau stimulus listrik menyebabkan substansi yang menghasilkan nyeri.
Stimulus tersebutlah yang kemudian memicu pelepasan reseptor biokimia
(misalnya prostaglandin, bradikinin, histamine, subtansi P) yang
mengaktifkan respons nyeri dan mensensitisasi nosiseptor. Nosiseptor
berfungsi untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri.
2. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama nyeri merambat
dari bagian serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus
diteruskan ke korteks sensori somatik tempat nyeri dipersepsikan.
3. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Persepsi akan
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat
bereaksi.
4. Reaksi
Fase ini dapat disebut juga sistem desenden. Reaksi terhadap nyeri merupakan
respon fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
Apabila nyeri berlangsung terus menerus akan melibatkan organ visceral,
sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap
nyeri dapat sangat membahayakan individu, pada kasus traumatik berat, yang
menyebabkan individu mengalami syok.
13
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (Potter & Perry, 2005), yaitu :
1. Usia
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri, sedang pada
lansia untuk menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin
mengenai tubuh yang sama.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespon terhadap nyeri, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-
faktor biokimia tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan
mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
4. Makna nyeri
Dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu yang akan
mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.
5. Perhatian
Perhatian yang meningkat dikaitkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun.
14
6. Ansietas
Seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas, pola bangkitan otonom adalah sama
dalam nyeri dan ansietas, sulit untuk memisahkan dua sensasi.
7. Keletihan
Rasa lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.
8. Pengalaman
Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri
dapat mengganggu koping terhadap nyeri.
9. Gaya koping
Klien yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil
akhir suatu peristiwa, seperti nyeri.
10. Dukungan sosial dan keluarga
Klien dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan yang
berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka
tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan
15
2.2.5 Klasifikasi Nyeri
2.2.5.1 Nyeri berdasarkan lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut Potter dan Perry
(2006) dalam Andarmoyo S (2013)
1) Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri
biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.
2) Viceral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke
beberapa arah. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik
tergantung organ yang terlibat.
3) Nyeri Alih (Reffered pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteriatik nyeri
dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan
dapat terasa dengan berbagai karakteristik.
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan
menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh.
16
2.2.5.2 Nyeri berdasarkan ringan beratnya
1) Nyeri ringan
Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang
ringan. Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat
berkomunikasi dengan baik.
2) Nyeri sedang
Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang
sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
3) Nyeri berat
Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat.
Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang (Wartonah, 2005).
2.2.5.3 Nyeri berdasarkan Durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk
waktu yang singkat (Meinhart dan McCaffery, 1983, 1986 dalam
Smeltzer, 2002). Nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang
17
berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. (Andarmoyo,
2013)
2) Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan
(McCaffery,1986 dalam Potter & Perry, 2006).
2.2.6 Pengukuran Intensitas Nyeri
2.2.5.1 Pengkajian Nyeri
Smeltzer & Bare (2001) menyatakan bahwa pengkajian nyeri meliputi:
1. Deskripsi Verbal tentang Nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan
karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat
tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri
individual dalam beberapa cara berikut:
a. Intensitas Nyeri
Individu diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal
(misalnya: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau nyeri sangat
hebat; atau 0 sampai 10: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).
b. Karakteristik Nyeri
Termasuk letak nyeri untuk area dimana nyeri pada berbagai organ,
durasi (menit, jam, hari, bulan dan sebagainya), irama (misalnya terus
– menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya
18
intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misalnya yeri
seperti ditusuk – tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).
c. Faktor – faktor yang Meredakan Nyeri
Banyak orang yang mempunyai ide – ide tertentu tentang hal – hal
yang dapat menghilangkan nyeri. Perilaku ini didasarkan pada
pengalamannya.
d. Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan Sehari – hari
Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan
depresi.
e. Kekhawatiran Individu Terhadap Nyeri
Dapat meliputi berbagai masalah yang luas seperti beban ekonomi,
prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.
2. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
mengguanakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Beberapa skala untuk melakukan pengkajian intensitas nyeri sebagai
berikut:
19
a. Verbal Descriptor Scale (VDS)atau Skala Nyeri Deskriptif
Merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat
objektif. Perawat meminta klien menunjukkan intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendiskripsikan nyerinya (Potter & Perry,2006 dalam
Sulistyo, 2013).
Gambar 2. 2Verbal Description Scale (VDS)
Sumber: Sulistyo, 2013
b. Numerical Rating Scale (NRS) atau Skala Penilaian Numeric
Skala penilaian numeric (Numeric Rating Scale) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan mengkaji inensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
treupetik (Potter & Perry,2006 dalam Sulistyo, 2013).
Gambar 2. 3 Numeric Rating Scale (NRS)
Sumber: Sulistyo, 2013.
20
c. Visual Analog Scale (VAS) atau Skala Analog Visual
Skala VAS adalah suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis
yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut
(Sulistyo, 2016).
Versi etnik baru pada alat penilaian nyeri telah dikembangkan oleh
Wongdan Baker (1998) dalam Potter & Perry (2006) untuk
mendeskripsikan nyeri pada anak-anak yang terdiri dari 6 wajah profil
kartun. Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala
tersebut.
Gambar 2. 4 Skala Wajah
Sumber: Wong DL, Baker CM, 1998, dikutip dari Potter & Perry, 2006.
2.2.7 Manajemen Nyeri
Menurut Smeltzer & Bare (2001), manajemen penatalaksanaan nyeri
terdapat dua macam yaitu secara farmakologis dan non – farmakologis.
Pendekatan tersebut didasarkan pada kebutuhan klien secara individu. Semua
intervensi akan berhasil jika dilakukan sebelum keadaan menjadi parah.
1. Penatalaksanaan Nyeri secara Farmakologis
Menurut Smeltzer & Bare (2001), intervensi yang sering digunakan untuk
mengatasi nyeri adalah jenis agen anestesi lokal, analgesik opioid
21
(narkotik) dan jenis Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAID).
Penggunaan obat – obatan ini tentunya menimbulkan efek samping,
contohnya menggunakan opioid efek samping yang bisa terjadi pada
pasien adalah depresi pernafasan dan sedasi, mual, muntah dan konstipasi.
Terdapat 4 kelompok obat nyeri, yaitu:
a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/OAINS)
OAINS sangat efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan
efek antipiretik, analgesik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin)
dan ibuprofen (Morfin, advil) merupakan OAINS yang sering digunakan
untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan. OAINS menghasilkan analgetik
dengan bekerja ditempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dan
prekorsor asam araddonat. Prostaglandin mensintesis nosiseptor dan
bekerja secara sinergis dengan produk inflamatorik lain ditempat cedera,
misalnya bradykinin dan histamin untuk menimbulkan hiperanalgetik.
Dengan demikian OAINS mengganggumekanisme transduksi di nosiseptor
aferen primer dengan menghambat sintisis prostaglandin. OAINS memiliki
beberapa sediaan dalam bentuk pil, sirup, obat suntik, suposituria (obat
yang dimasukkan lewat anus), tetes mata, bahkan dalam bentuk salep kulit.
b. Analgetik Opioid
Analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan
nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat – obatan ini
merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pada pasien post operasi
terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat golongan analgetik
22
opioid yang digunakan untuk mengobati nyeri berat. Morfin menimbulkan
efek analgetik di daerah sentral.
c. Antagonis dan Agonis – Antagonis Opioid
Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat
pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis ini yang
efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dengan opioid murni.
d. Adjuvan atau Koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer
dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk
kepentingan lain. Contoh obat ini adalah karbamazopin (tegretol) atau
fenitolin (dilantin) (Price & Wilson, 2006).
2. Penatalaksanaan Nyeri secara Non – Farmakologis
Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan
respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Saat pasien
mengalami nyeri selama berjam-jam atau berhari-hari mengkombinasikan
teknik non-farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang efektif
untuk menghilangkan nyeri.
Manajemen nyeri non-farmakologis diantaranya yakni bimbingan
antisipasi, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris transkutan/ TENS
(Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulatiom), distraksi (distraksi visual,
distraksi audio/ pendengaran, dan distraksi intelektual), teknik relaksasi,
imajinasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan balik biologis, dan
massage (Andarmoyo, 2013)Andarmoyo (2013) mengemukakan bahwa
23
relaksasi merupakan suatu tindakan membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri.
2.2.8 Konsep Nyeri Post Operasi
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini
merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh,
dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun
bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang
terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan (Potter & Perry, 2006).
Pada bedah saluran cerna atau laparatomi dapat menyebabkan kelemahan
otot abdominal. Hal ini akan menganggu pernapasan abdominal serta fungsi
dinding abdomen sebagai penunjang. Selanjutnya, timbul stress pada otot
punggung yang dapat memunculkan nyeri punggung bawah (Sjamsuhidajat &
Jong, 2011).
Brown dan Goodfellow (2008) menyatakan tentang insisi bahwa letak insisi
transversal dan insisi midline pada pasien yang menjalani tindakan
Hemikolektomy sebanyak 213 pasien yang terdiri dari 10 dilakukan insisi
transversal dan 113 dilakukan insisi midline, menunjukkan bahwa pasien pasien
pasca bedah abdomen merasakan nyeri lebih ringan pada letak insisi transversal
(termasuk insisi oblik) dibandingkakn insisi midline dan insisi vertikal.
24
2.3 Konsep Teknik Terapi Back Massage
2.3.1 Pengertian Back Massage
Perkataan massage dalam bahasa arab dan perancis berarti menyentuh atau
meraba. Dalam bahasa indonesia disebut pijat atau urut. Selain itu massage dapat
diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh
manusia atau gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia
dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik
(Trisnowiyanto B, 2012)
Massage adalah melakukan tekanan pada tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan pergerakan atau
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/
memperbaiki sirkulasi( Haldeman, 1994:125; Mobily, dkk., 1994:39-40 dalam
Mander, 2004).
Bagian belakang merupakan bagian tubuh yang membawa banyak
ketegangan dan back massage merupakan gerakan relaksasi yang paling sering
banyak diminati. Dalam back massage jangan terlalu banyak menggunakan
tekanan lebih baik menjaga agar irama tetap melebar dan sejalan dengan cara
duduk ke sisi pasangan anda oleskan minyak secara merata di punggung dengan
sentuhan halus ke atas mengikuti aliran darah bening (McGilvery, 2004)
Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan, apabila dilakukan
oleh orang lain yang penuh perhatian sehingga dapat memberikan rasa nyaman
(Wilson, 2006 dalam Wirya 2013).Massage pada punggung, bahu, lengan dan
kaki selama 3 sampai 5 menit dapat merelaksasikan otot dan memberikan istirahat
yang tenang dan kenyamanan (Potter & Perry, 2009).
25
2.3.2 Manfaat Massage
Manfaat massage menurut Hadibroto I & Alam S (2006):
1. Mengurangi ketegangan otot.
2. Meningkatkan sirkulasi darah.
3. Meningkatkan mobilitas dan rentang kemampuan gerak persendian.
4. Merangsang dan meningkatkan sistem saraf.
5. Meningkatkan kondisi kulit.
6. Memperbaiki pencernaan dan fungsi usus.
7. Mengatasi nyeri akut dan kronis.
8. Mengurangi pembengkakan, mengurangi stres, menimbulkan
relaksasi, memperbaiki sistem imunitas, dan meningkatkan kualitas
hidup secara umum.
2.3.3 Teknik-Teknik Dasar Massage
Menurut Rianto, S (2005) teknik-teknik dasar massage yaitu:
1. Perkusi (memukul drum atau tapotement)
Jari-jari pemijat memukul permukaan tubuh pasien. Pada umumnya
perkusi dilakukan dengan pinggir tangan dengan gerakan mencincang
dengan cepat, meskipun pukulan-pukulan tersebut tidak keras. Tipe
gerakan ini di gunakan pada tempat-tempat seperti pantat, paha, pingang,
atau bahu dimana terdapat bentangan daging yang luas.
2. Friksi (tekanan)
Pijatan friksi digunakan untuk menembus jaringan otot dalam. Friksi
sering digunakan pada para penari atlet yang mengalami gangguan pada
26
jaringan ikat dan urat yang rusak. Teknik ini dapat merangsang aliran
darah sehinga gerakan gerakan persendian dapat membaik.
3. Effleurage (urut)
Effleurage dilakukan secara pelan, berirama, dan terkendali dengan
menggunakan kedua tangan bersamaan dengan sebuah ruang kecil diantara
kedua ibu jari. Pengurutan-pengurutan kecil yang menggelinding memiliki
efek relaksasi pada susunan saraf dan dapat mengurangi nyeri.
4. Petrissage (meremas)
Petrissage sangat cocok untuk mengatasi otot sakit atau tegang, khususnya
otot trapesium antara leher dan bahu. Tindakan meremas dilakukan cukup
dalam merangsang getah bening untuk membuang tumpukan asam susu.
2.3.4 Pengaruh Back Massage terhadap Intensitas Nyeri
Astarani (2015) mengemukakan, bahwa melakukan back massage dapat
mempengaruhi penurunan skala nyeri hal ini disebabkan karena sel-sel saraf pada
kulit yang ditekan mengirim sinyal melalui salah satu pusat nyeri, yaitu sumsum
tulang belakang, dalam perjalanannya lebih cepat daripada rasa sakit sehingga
dapat mengurangi nyeri. Massage atau pijatan efektif dalam memberikan relaksasi
fisik dan mental, mengurangi nyeri, dan meningkatkan keefektifan pengobatan
nyeri. Tindakan utama massage dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat
perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.
Selanjutnya, rangsangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang dilakukan
bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek
masase untuk mengendalikan nyeri, karena itu back massage sangat efektif dalam
27
memberikan perasaan rileks dan nyaman sehingga dapat mempengaruhi perasaan
nyeri.
Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamdayani
(2012) bahwa setelah diberikan masase kulit selama dua kali dalam sehari dapat
menurunkan nyeri sendi (osteoartritis) pada lansia yang menunjukkan adanya
penurunan tingkat nyeri dengan p=0,014.
2.3.5 Teknik Back Massage
Menurut Becker (2007), teknik pijat punggung meliputi:
1. Posisikan pasien senyaman mungkin (duduk atau tidur dengan posisi
miring).
2. Mengusap seluruh bagian punggung, gunakan kedua tangan usap mulai
dari punggung bawah atau daerah pinggul, satu tangan berada pada sisi
tulang punggung, jari-jari mengarah ke kepala dan lakukan usapan
melebar ke bahu, lakukan gerakan ini beberapa kali untuk merangsang
relaksasi, dan membiasakan pasien dengan tangan anda.
3. Lakukan usapan keluar punggung dengan ujung telapak tangan saling
berhadapan anda mulai dari pinggang sampai punggung.
4. Lakukan gerakan friksi dengan meletakkan kedua ibu jari diantara kedua
sisi otot tulang belakang dan lakukan gerakan memutar mulai dari
pinggang sampai atas bahu, lakukan dengan perlahan, kuat dan menusuk
karena anda berusaha mencari simpul dan nodula di punggung.
5. Lakukan gerakan spinal thumb gliding yaitu letakkan ibu jari diatas
lekukan dan luncurkan ibu jari anda ke atas menuju leher dengan tekanan
kuat.
28
6. Lakukan gerakan ironing yaitu dengan menekan bagian punggung dengan
tangan dan diikuti dengan lengan bawah anda ke arah atas menuju bahu
dan kembali ke bawah.
7. Lakukan gerakan friksi pada puncak sambungan tulang, cari lekukan
dengan ibu jari dan lakukan massage dengan memutar.
8. Lakukan gerakan petrissage, yaitu memijat daerah gluteal dan punggung
bawah. Pijat ototnya dengan pelan dan menyeluruh dengan gerakan
meremas, memutar dan memiijat dengan keras.
9. Lakukan masssage pada lingkar bahu lakukan gerakan memutar dan
meremas dengan menggunakan kedua tangan di sekitar bidang bahu untuk
menghangatkan dan merenggangkan daerah tersebut.
10. Lakukan gerakan effleurage dengan kuat mulai dari belakang leher ke
bahu arah luar masuk ke daerah scapula menuju simpul getah aksiler yang
ada di ketiak.
11. Lakukan pelemasan leher pijat bagian leher dengan kedua tangan sesuai
dengan kontur leher pasien dengan pelan dan lembut.
12. Lakukan pelemasan punggung dengan menggunakan gerakan effleurage.
13. Terakhir tutup bagian punggung pasien dengan handuk dan gerakan tangan
anda dari atas ke bawah.
2.4 Konsep Teknik Relaksasi Genggam Jari
2.4.1 Pengertian Genggam Jari
Tamsuri (2007) mengatakan bahwa relaksasi adalah tindakan relaksasi otot
rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merileksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Liana (2008, dalam jurnal
29
Pinandita, 2012) mengatakan bahwa relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik
relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang
berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Teknik
genggam jari disebut juga fingerhold.
2.4.2 Tujuan Genggam Jari
Terapi relaksasi genggam jari sebagai pendamping terapi farmakologi yang
bertujuan untuk meningkatkan efek analgesik sebagai terapi pereda nyeri post
operasi. Terapirelaksasi bukan sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan
untukmempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa menit atau
detik.Kombinasi teknik ini dengan obat-obatan yang dilakukan secara
simultanmerupakan cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer &
Barre,2002).
2.4.3 Pengaruh Genggam Jari terhadap Intensitas Nyeri
Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun
yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita.
Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks,
kemudian akan muncul respons relaksasi (Potter & Perry, 2005).
Liana (2008) dalam Pinandita et al (2012) dapat mengurangi nyeri, yang
menyatakan bahwa menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam
(relaksasi) dapat mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi.
Teknik tersebut nantinya dapat menghangatkan titik-titik keluar masuknya energy
meridian (energy chanel) yang terletak pada jari tangan kita, sehingga mampu
memberikan rangsangan secara reflek (spontan saat genggaman). Rangsangan
yang didapat nantinya akan mengalirkan gelombang menuju ke otak, kemudian
30
dilanjutkan ke saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan, sumbatan di
jalur energy menjadi lancar. Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang di
kirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor
mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga stimulus pada korteks serebri
dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi dan menggenggam jari.
Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modulasi akibat stimulus
relaksasi genggam jari yang lebih dulu dan lebih banyak mencapai otak (pinandita
2012). Puwahang (2011, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengatakan bahwa titik-
titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan)
pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam
gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak dan
diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang
mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.
Relaksasi ini bisa dilakukan kurang lebih 15 menit setiap kali intervensi
(Pinandita, 2012).
2.4.4 Teknik Genggam Jari
Cane (2013, dalam jurnal Ma’rifah, 2015) mengatakan teknik genggam jari
ini sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari. Saat kita menangis, merasa
marah, atau gelisah karena situasi yang sulit, teknik ini dapat membantu kita
untuk menjadi lebih tenang dan fokus sehingga kita dapat mengambil tindakan
atau respon yang tepat dalam menghadapi situasi tersebut. Teknik ini juga dapat
dilakukan sebagai meditasi yang diiringi oleh musik, atau dilakukan sebelum tidur
untuk melepaskan masalah-masalah dihadapi dan membantu tubuh, pikiran, dan
jiwa untuk mencapai relaksasi.
31
Cara melakukan teknik genggam jari menurut Cane (2013) dan Liana
(2008) dalam jurnal Ma’rifah (2015) :
1. Genggam tiap jari mulai dari ibu jari selama 2-5 menit. Anda bisa
memulai dengan tangan yang manapun.
2. Tarik nafas dalam-dalam (ketika menarik nafas, hiruplah bersama
rasaharmonis, damai, nyaman, dan kesembuhan).
3. Hembuskan nafas secara perlahan dan lepaskan dengan teratur
(ketikamenghembuskan nafas, hembuskanlah secara perlahan
sambilmelepaskan semua perasaan-perasaan negatif dan masalah-
masalahyang mengganggu pikiran dan bayangkan emosi yang
mengganggutersebut keluar dari pikiran kita).
4. Rasakan getaran atau rasa sakit keluar dari setiap ujung jari-jari
tangan.
a. Sekarang pikirkan perasaan-perasaan yang nyaman dan
damai,sehingga anda hanya fokus pada perasaan yang nyaman dan
damaisaja.
b. Lakukan cara diatas beberapa kali pada jari tangan yang lainnya.
2.5 Perbedaan Teknik Terapi Back Massage dan Teknik Relaksasi Genggam
Jari
Liana (2008, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengemukakan bahwa
menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam (relaksasi) dapat
mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi serta mampu
merileksasikan otot, karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar
dan masuknya energi pada meredian (energi channel) yang terletak pada jari
32
tangan kita. Puwahang (2011, dalam jurnal Pinandita, 2012) mengatakan bahwa
titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks
(spontan) pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan semacam
gelombang kejut atau listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima otak dan
diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang
mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.
Astarani (2015) mengemukakan, bahwa melakukan back massage dapat
mempengaruhi penurunan skala nyeri hal ini disebabkan karena sel-sel saraf pada
kulit yang ditekan mengirim sinyal melalui salah satu pusat nyeri, yaitu sumsum
tulang belakang, dalam perjalanannya lebih cepat daripada rasa sakit sehingga
dapat mengurangi nyeri. Massage atau pijatan efektif dalam memberikan relaksasi
fisik dan mental, mengurangi nyeri, dan meningkatkan keefektifan pengobatan
nyeri. Tindakan utama massage dianggap “menutup gerbang” untuk menghambat
perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.
Selanjutnya, rangsangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang dilakukan
bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek
masase untuk mengendalikan nyeri, karena itu back massage sangat efektif dalam
memberikan perasaan rileks dan nyaman sehingga dapat mempengaruhi perasaan
nyeri.
33
2.6 Kerangka Konsep
Keterangan Gambar 2.6 Perbedaan Intensitas Nyeri antara Pemberian
Terapi Back Massage dengan Relaksasi Genggam Jari pada
Pasien post Laparotomi.
= Diteliti = Tidak Diteliti
Indikasi Laparotomi
Trauma abdomen (tumpul dan tajam) atau
ruptur hepar, peritonitis, perdarahan saluran
pencernaan (Internal Blooding), sumbatan
pada usus halus dan usus besar, masa pada
abdomen
Manajemen nyeri:
1. Farmakologi
a. Obat-obatananalgetik
2. Non farmakologi
a. Bimbingan Antisipasi
b. Terapi es dan panas
c. TENS
d. Distraksi
e. Teknik Relaksasi
f. Imajinasi terbimbing
g. Hipnosis
h. Akupuntur
i. Umpan balik biologis
j. Stimulasi Kulit
Terapi back massage
Relaksasi genggam jari
Stimulasi kutaneus
mengaktifkan sel-sel
yang ada di sumsum
tulang belakang
Perasaan rileks dan
nyaman
Gerbang sinaps
menutup
Stimulasi kutaneus
dan nafas dalam
mengaktifkan
transmisi serabut
sensori A-beta dan
merilekskan
ketegangan otot
Sel-sel inhibitor
dalam kornudorsalis
menghambat
transmisi nyeri
Gerbang sinaps
menutup
Laparotomi
Kerusakan jaringan pasca
pembedahan akibat stimulus
mekanik.
Nyeri post
operasi
Hasil intensitas nyeri
1. Tidak nyeri
2. Nyeri ringan
3. Nyeri sedang
4. Nyeri berat
Faktor yang memengaruhi
- Usia, JenisKelamin
- Kebudayaan, Makna
nyeri
- Perhatian
- Ansietas, keletihan
- Pengalaman
sebelumnya
- Dukungan social dan
keluarga, Gaya koping
Stimulasi Kulit Teknik Relaksasi
34
Berdasarkan kerangka konsep menurut indikasi tindakan laparotomy
diantaranya adalah Trauma abdomen (tumpul dan tajam) atau ruptur hepar,
peritonitis, perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada
usus halus dan usus besar, masa pada abdomen. Adanya tindakan pembedahan
laparotomi mengikatkan kerusakan jaringan pasca pembedahan yang akan
menghasilkan nyeri. Nyeri dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya; usia,
jenis kelamin, kebudayaan, ansietas, perhatian, keletihan, pengalaman
sebelumnya, dukungan social dan keluarga. Strategi penatalaksaanan nyeri ada
dua yaitu secara farmakologi dan non-farmakologi. Untuk penatalaksanaan nyeri
farmakologi melalui pemberian; analgesic, steroid, NSAID dan opoid dan
anastesi. Sedangkan penatalaksanaan nyeri non-farmakologi diantaranya:
bimbingan antisipasi, terapi es dan panas, TENS, distraksi, teknik relaksasi,
imaginasi terbimbing, hipnosis, akupuntur, umpan balik biologis, dan stimulasi
kulit. Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk memilih terapi Back Massage
dan Relaksasi Genggam Jari sebagai intervensi yang digunakan dalam menangani
masalah nyeri pada pasien post operasi laparotomi karena relaksasi tersebut
mampu memberikan rasa nyaman dan rileks serta meningkatkan pelepasan
hormone endorphine dan enkephaline yang mampu memblok transmisi impuls
sehingga mampu memengaruhi perubahan intensitas nyeri.
Setelah manajemen tersebut dilakukan oleh peneliti, maka di dapatkan
hasildari nyeri tersebut yaitu intensitas nyeri yang memiliki beberapa tingkatan
diantaranya tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat.