bab ii tinjauan pustaka -...

24
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kecemasan Cemas atau anxietas adalah suatu perasaan subyektif secara emosional yang timbul oleh suatu sebab yang tidak diketahui secara pasti yang dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan merasa terancam (Bary, patricia D, 1996). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2001). Stuart & Sundeen, 1998, mengatakan bahwa kecemasan merupakan respon emosional terhadap perasaan pasti dan tidak berdaya. Kondisi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Sedang menurut Long, 1996 kecemasan merupakan respon psikologis terhadap stress yang mengadung kompenen fisiologi, perasaan takut/ tidak tenang yang sumbernya tidak diketahui. Kecemasan berkaitan erat dengan perasaan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik, kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart&Sundeen 1998, terjemahan Hamid, 1998). Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya dan kcemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi. Peplau (1963) menggambarkan bahwa kecemasan adalah energi yang harus dirumuskan secara operasional oleh tingkah laku yang berhubungan dengan pengalaman yang secara subyektif. Gejala kecemasan ditandai pada tiga aspek, antara lain : a. Aspek biologis/fisiologis Seperti peningkatan denyut nadi/ tekanan darah, tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, berkeringat dingin, termasuk ditelapak tangan, nafsu makan

Upload: others

Post on 04-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kecemasan

Cemas atau anxietas adalah suatu perasaan subyektif secara emosional

yang timbul oleh suatu sebab yang tidak diketahui secara pasti yang dapat

menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan merasa terancam (Bary, patricia

D, 1996). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai

dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,

tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian utuh, perilaku

dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2001).

Stuart & Sundeen, 1998, mengatakan bahwa kecemasan merupakan respon

emosional terhadap perasaan pasti dan tidak berdaya. Kondisi ini tidak memiliki

objek yang spesifik. Sedang menurut Long, 1996 kecemasan merupakan respon

psikologis terhadap stress yang mengadung kompenen fisiologi, perasaan takut/

tidak tenang yang sumbernya tidak diketahui.

Kecemasan berkaitan erat dengan perasaan tidak berdaya. Keadaan emosi

ini tidak memiliki obyek yang spesifik, kondisi dialami secara subyektif dan

dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart&Sundeen 1998,

terjemahan Hamid, 1998). Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu

mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada

umumnya dan kcemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam

proses emosi. Peplau (1963) menggambarkan bahwa kecemasan adalah energi

yang harus dirumuskan secara operasional oleh tingkah laku yang berhubungan

dengan pengalaman yang secara subyektif.

Gejala kecemasan ditandai pada tiga aspek, antara lain :

a. Aspek biologis/fisiologis

Seperti peningkatan denyut nadi/ tekanan darah, tarikan nafas menjadi

pendek dan cepat, berkeringat dingin, termasuk ditelapak tangan, nafsu makan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

7

hilang, mual/muntah, sering buang air kecil, nyeri kepala, tak bisa tidur,

mengeluh.

b. Aspek intelektual kognitif

Seperti ketidakmampuan berpikir, penurunan perhatian dan keinginan.

Tidak bereaksi terhadap rangsangan lingkungan,penurunan produktivitas, pelupa.

c. Aspek emosional dan perilaku

Seperti penarikan diri, depresi, mudah tersinggung, mudah menangis, mudah

marah dan apatisme.

1. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart&Sundeen (1998) tingkat kecemasan seseorang terbagi

menjadi empat tingkatan, yaitu :

a. Kecemasan ringan (mild anxiety)

Tingkat kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari, menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar,

menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

b. Kecemasan sedang (moderate anxiety)

Pada kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting, mengesampingkan yang lain, sehingga mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

c. Kecemasan berat (severe anxiety)

Lahan persepsi seseorang berkurang dan cenderung memusatkan pada

sesuatu yang lebih terinci, spesifik dan tidak bisa berpikir tentang hal yang lain.

semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Dengan pengarahan

masih mungkin untuk memusatkan pada area lain.

d. Panik

Pada tingkatan ini seseorang kehilangan kontrol, ketakutan dan terror.

Karena mengalami kehilangan kendali orang yang panik tidak mampu melakukan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

8

sesuatu meski dengan pengarahan. Dengan sikap panik terjadi aktifitas motorik,

menyebabkan menurunnya frekuensi berhubungan dengan orang lain, persepsi

menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung

terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan berat bahkan kematian.

Seseorang dengan panik dapat dijumpai adanya :

1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas, penyebaran

dapat meningkat.

2) Belajar tidak dapat terjadi.

3) Tidak mampu untuk mengintegrasikan pengalaman, dapat berfokus hanya

pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang

kemampuan mengingat.

4) Tidak mampu berfungsi, biasanya aktifitas motorik meningkat atau respon

yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor, komunikasi

tidak dapat dipahami.

5) Muntah, perasaan mau pingsan.

Antisipasi ringan sedang berat panik

Rentang respon cemas

(Sumber Struat and Sundeen,1998)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain:

a. Faktor predisposisi

Menurut Stuart & Sundeen (1998) menyatakan ada beberapa faktor yang

dapat menunjang terjadinya kecemasan, antara lain :

1) Teori psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena

konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

9

(nurani). Ini mewakili dorongan insting dan impuls primitive

seseorang sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang

dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan

adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori interpersonal

Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak

adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan

kelemahan spesifik. Menurut Stack Sullivan (1952) ansietas timbul

dari masalah dalam hubungan interpersonal. Pada individu dewasa,

ansietas muncul dari kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan

norma dan nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat

ansietasnya, semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan

dan menyelesaikan masalah dan semakin besar kesempatan untuk

terjadi gangguan ansietas.

3) Teori behavior

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

4) Teori perspektif keluarga

Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif

dalam keluarga. Di teori ini , menurut epidemiologi dan ilmu tentang

keluarga, kecemasan didalam keluarga dapat bersifat umum dan

mempunyai type yang berbeda. Sebagai contoh, heribilitas kekacauan

kecemasan / panik dapat terjadi sekitar 40 %. Seseorang dengan

sejarah keluarga yang mengalami sakit kejiwaan mempunyai tiga kali

kemungkinan utuk menjadi traumatis berikut karena suatu peristiwa

traumatis. Ketertarikan kekacauan / cemas dapat berarti lain seperti

halnya ketertarikan kecemasan dengan tekanan. Orang – orang dengan

kecemasan dapat mungkin jadi berkembang untuk mengalami suatu

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

10

tekanan di dalam hidupnya. Menurut Freud, kecemasan dapat

memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama

individu yang mengalami peningkatan ansietas juga memiliki

kemungkinan lebih tinggi alami ansietas. Insiden gangguan panik

mencapai 25 % pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita beresiko

dua kali lipat lebih besar daripada pria.

5) Teori perspektif biologi

Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus Benzodiapines, yang membantu mengatur kecemasan.

Penghambat asam amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga

mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis

berhubungan dengan kecemasan sebagaimana ondomorfin. Selain itu

telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat

nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan dapat

disertai gangguan fisik dan menurunkan kapasitas seseorang untuk

mengatasi stressor.

b. Faktor presipitasi

Merupakan faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan.

Menurut Stuart & Sundeen (1998) stressor pencetus kecemasan dikelompokkan

menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal antara

lain :

1) Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi

ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk

melakukan aktifitas hidup sehari hari.

2) Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan

identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

11

Faktor internal dari tingkat kecemasan menurut Stuart & Sundeen (1998)

kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab cemas ditentukan oleh:

a) Potensi Streesor

Streesor psikososial merupakan suatu keadaan/ peristiwa yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang

tersebut terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2001)

b) Maturitas

Individu yang menpunyai kepribadian lebih sukar mengalami

gangguan akibat cemas karena individu yang matur mempunyai daya

adaptasi yang lebih besar terhadap cemas (Hambly, 1995)

c) Pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang

akan mengakibatkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.

Tingkat pendidikan sesorang akan mempengaruhi terhadap

kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan

semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi termasuk

dalam mengurai masalah yang baru.

d) Keadaan fisik

Sesorang yang mengalami gangguan fisik akan mengalami

kemudahan dalam kelelahan sehingga lebih mudah mengalami

kecemasan.

e) Tipe kepribadian

Orang dengan kepribadian tidak sabar, kompetitif, ambisius,

inginserba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, mudah

tersinggung dan tegang akan mudah mengalami gangguan

kecemasan dibandingkan dengan seseorang dengan berkepribadian B

yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas (Struart & Sundeen,1998).

f) Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada dalam lingkungan asing ternyata lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan bila berada di lingkungan yang

baru dia tempati (Hambly,1995)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

12

g) Usia

Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami kecemasan bila dibandingkan dengan seseorang yang

lebih tua tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya (Vorcoralis,

2000)

h) Jenis kelamin

Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai

oleh cemas yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering

dialami wanita daripada pria.

c. Faktor pendorong

Menurut Direktorat pelayanan Medik dan gigi spesialistik Dir Jen Yan

Med Dep Kes RI (2002) penyebab stress bagi keluarga klien Pediatric Intensive

Care Unit (PICU) adalah :

1) Terpisah secara fisik dengan keluarganya yang dirawat di Pediatric

Intensive Care Unit (PICU)

2) Usia klien dan keluarga

3) Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari keluarganya yang lain

yang sehat, dukungan moril (support system) tidak adekuat atau

keluarga yang lain tidak bisa berkumpul karena bertempat tinggal

jauh.

4) Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang

sedang dirawat.

5) Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staff Pediatric Intensive

Care Unit (PICU) sehingga tidak tahu perkembangan kondisi, dan

tindakan apa yang sedang dilakukan pada keluarganya yang sedang

dirawat

6) Tarif Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang mahal

7) Masalah keuangan, terutama jika klien adalah salah satunya pencari

nafkah dalam keluarga.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

13

8) Lingkungan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang penuh dengan

peralatan canggih, bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang

ditubuh klien.

3. Respon Kecemasan

Seseorang yang mengalami kecemasan akan mempengaruhi perubahan

dalam fungsi organ tubuhnya. Perubahan tersebut menurut Stuart & Sundeen

(1998) adalah sebagai berikut :

a. Respon fisiologis

1) System kardiovaskuler : palpitasi, peningkatan tekanan darah.

2) System respiratori : nafas cepat dan pendek, rasa tertekan

didada, perasaan tercekik dan pembengkakan pada

tenggorokan.

3) System neuromuskuler : reflek meningkat, mata menyelidik,

imsomnia, tremor, gelisah, reaksi tegang, reaksi kejutan,

gerakan lambat.

4) System gastrointestinal : rasa tidak nyaman di abdomen,nafsu

makan menurun, mual, diare, rasa penuh di perut, rasa terbakar

di epigastrium.

5) System urinary : tekanan pada kandung kemih, frekuensi buang

air kecil meningkat.

6) System integument : wajah merah, rasa panas, dingin pada

kulit, wajah pucat dan berkeringat pada seluruh tubuh.

b. Respon perilaku

Ketegangan fidik, tremor, reaksi tiba-tiba, bicara cepat, koordinasi

kurang dan sering terjadi kecelakaan.

c. Respon kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi kurang, pelupa, selalu salah dalam

mengambil keputusan, blocking, penurunan lapang pandang,

penurunan produktifitas, menarik diri, penurunan kreatifitas dan

kebingungan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

14

d. Respon afektif

Gelisah, tidak sabar, tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan,

mudah tersinggung dan gugup.

4. Pengukuran kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan

ringan, sedang , berat dan berat sekali atau panik maka digunakan alat ukur

kecemasan yang dikenal dengan Anxiety Analog Scale (AAS) yang merupakan

modifikasi dari Hamilton Rating Scale for Anxiety. Sampel diminta untuk

memberi tanda pada kertas yang bergaris 100mm untuk menunjukkan keberadaan

jiwanya saat itu. Skala 100 berarti keadaan yang luar biasa. Angka nol berarti

merupakan titik permulaan / tidak ada gejala sama sekali. Alat ukur ini mengukur

enam aspek seperti cemas, tegang, takut, tidak bisa tidur, kesulitan konsentrasi

dan depresi/ sedih. Skala ini tidak dapat menyatakan tingkat kecemasan seseorang

dari dimensi yang lain (fisik, sosial dan spiritual). Dan dari pengkategorian tingkat

cemas diatas, data yang diperoleh :

< 150 = tidak cemas

150-200 = cemas ringan

200-300 = cemas sedang

300-400 = cemas berat

> 400 = panik

Cara menentukan penilaian tingkat kecemasan :

1) Cemas

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan

cemas. Tanda 0 berarti sama sekali tidak terdapat cemas, gelisah,

perasaan tak menentu. Tanda 100 bila merasa cemas luar biasa atau

gelisah yang sangat, perasaan tak menentu serta gugup sehingga

tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

2) Tegang

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan

tegang.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

15

Tanda 0 berarti sama sekali tidak terdapat tegang. Tanda 100 bila

merasa sangat tegang dengan tanda jantung berdebar debar, sesak

nafas dan pendek, dada terasa sesak, perut perih melilit, jari

bergemetar, suara agak berubah.

3) Takut

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan takut.

Tanda 0 berarti sama sekali tidak ada perasaan takut. Tanda 100

berarti bila merasa takut yang luar biasa. Takut ini dapat berupa

takut menghadapi orang banyak, takut pada kesendirian, takut pada

kata-kata tertentu yang spesifik ataupun suatu keadaan takut yang

mengambang dan tidak spesifik missal takut menghadapi masa

depan.

4) Tidak bisa tidur

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan tidak

bisa tidur.

Tanda 0 berarti tidur pulas nyenyak dan tidak terganggu oleh

mimpi. Tanda 100 berarti bila mudah bangun, bangun terlalu dini

dan perasaan tak segar sewaktu bangun tidur. Kesulitan konsentrasi

5) Kesulitan konsentrasi

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan

kesulitan konsentrasi.

Tanda 0 berarti konsepikir sangat baik. Tanda 100 berarti bila

sangat pelupa, kecepatan berpikir sangat lambat, mengambil

keputusan lambat.

6) Depresi/sedih

Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan

depresi/sedih.

Tanda 0 berarti tidak depresi, gembira untuk keadaan yang

membesarkan hati. Tanda 100 berarti bila sangat depresi/sedih

sehingga mudah mengangis, menyesal, nafsu makan menurun,

gairah kerja menurun, letih, lesu dan ingin bunuh diri.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

16

B. Keluarga

1. Definisi keluarga

“Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yag

bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan

perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota

keluarga(Duvall dan Logan,1986).”

“Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling

berinterkasi antara satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing

dan menciptakan serta memertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya,1978).”

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik

keluarga adalah :

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan

perkawinan atau adopsi.

b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka

tetap memperhatikan satu sama lain.

c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing

mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik.

d. Mempunyai tujuan : (a)menciptakan dan mempertahankan budaya,

(b)meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2. Teori Perkembangan Keluarga

Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang

diuraikan oleh Aldous (1978) adalah:

a. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-

cara yang sama dan dapat diprediksi.

b. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain,

mereka memulai tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap

tuntutan lingkungan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

17

c. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang

ditetapkan oleh mereka sediri atau oleh konteks budaya dan

masyarakat.

d. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah

awal dan akhir yang kelihatan jelas.

3. Fungsi keluarga

Friedman (1986) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, sebagai

berikut:

a. Fungsi afektif

Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga. Berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan

funfsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari

seluruh anggota keluarga dan dapat mengembangkan konsep diri

positif.

b. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan

dalam lingkungan sosial (Friedmann, 1986). Sosialisasi dimulai

sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar

bersosialisasi. Keberhasilan dalam fungsi ini dinilai dari interaksi

antar anggota keluarga yang diwujudkan dengan sosialisasi.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah

sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarga.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

18

e. Fungsi perawatan kesehatan

Berperan untuk melaksanakan praktek asuhan keperawatan.

Kemampuan keluargadalam memberikan asuhan kesehatan

mempengaruhistatus kesehatan keluarga.

4. Tugas kesehatan keluarga

Menurut Friedmann,1998, adalah sebagai berikut :

a. Mengenal masalah kesehatan

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang nyaman

e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas

kesehatan masyarakat

5. Struktur keluarga

Menurut Friedmann struktur keluarga terdiri atas :

a. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi bersifat terbuka dan jujur,

selalu menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran positif, dan tidak

mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.

b. Struktur peran

Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan.

c. Struktur kekuatan

Merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau

mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kearah positif.

d. Nilai-nilai keluarga

Sikap atau kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan

anggota keluarga dalam satu budaya.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

19

6. Tipe keluarga

a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri

dan anak.

b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain

yang mempunyai hubungan darah.

c. Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami

dan istri tanpa anak.

d. “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang

tua dengan anak karena sebuah perceraian.

e. “single Adult”,yaitu rumah tangga yang hanya terdiri seorang

dewasa.

C. Tumbuh kembang Anak

Tahapan tumbuh kembang balita:

1. Neonates (lahir-28 hari)

Pada tahap ini perkembangan neonates sangat memungkinkan untuk

dikembangkan sesuai keinginan.

2. Bayi 1 bulan- 1 tahun

Bayi pada usia 1 – 3 bulan memulai dengan aktivitas mengangkat kepala,

mulai dengan mengikuti obyek dengan mata, melihat dengan tersenyum, bereaksi

terhadap suara atau bunyi, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,

pendengaran dan kontak, mulai dengan menahan barang yang dipegangnya dan

mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.

Menginjak pada usia 4 – 6 bulan bayi akan mulai dapat mengangkat

kepala sampai 90°, mengangkat dada dengan bertopang tangan,belajar meraih

benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar jangkauannya, menaruh

benda-benda di mulutnya, berusaha memperluas lapang pandang, tertawa dan

menjerit karena gembira bila diajak bermain dan mulai berusaha mencari benda-

benda yang hilang.

Diusia 6 – 9 bulan bayi sudah mulai dengan perkembangan yang

signifikan yaitu dimulai dengan duduk tanpa dibantu, tengkurap dan berbalik

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

20

sendiri, merangkak meraih benda atau mendekati seseorang , memindahkan benda

dari satu tangan ke tangan yang lain, memegang benda kecil dengan ibu jari dan

jari telunjuk, bergembira dengan melempar benda-benda, mengeluarkan kata-kata

tanpa arti, mengenal muka anggota keluarga dan takut pada orang lain, mulai

berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan.

Pada usia bayi 9-12 bulan sudah mulai berdiri sendiri tanpa dibantu,

berjalan dengan dituntun, menirukan suara, mengulang bunyi yang didengarnya,

belajar menyatakan satu atau dua kata , mengerti perintah sederhana atau

larangan, minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin menyentuh

apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya, berpartisipasi dalam

permainan.

3. Todler (1-3 tahun)

Peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik anak

akam mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah,

menyusun 2 atau 3 kotak, dapat mengatakan 5-10 kata, memperlihatkan rasa

cemburu dan rasa bersaing. Anak usia 2-3 tahun anak belajar meloncat,

memanjat, melompat dengan satu kaki, membuat jembatan dengan 3 kotak,

mampu menyusun kalimat, mempergunakan kata-kata saya, mulai untuk bertanya,

mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, menggambar lingkaran, bermain

dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya.

4. Pre sekolah (3-6 tahun)

Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba

pengalaman baru dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat. Diusia anak

pada 3-4 tahun mulai berkembang dengan berjalan-jalan sendiri mengunjungi

tetangga, berjalan pada jari kaki, belajar berpakaian dan membuka pakaian

sendiri, menggambar garis silang , menggambar orang (hanya kepala dan badan),

mengenal 2 atau 3 warna, bicara dengan baik, bertanya bagaimana anak

dilahirkan, mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak lain, menunjukkan

rasa sayang kepada saudara-saudaranya, dapat melaksanakan tugas-tugas

sederhana.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

21

D. Perawatan di Ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan bagian dari rumah sakit

yang terpisah, suatu ruangan khusus yang memiliki staf dan alat-alat khusus yang

ditujukan untuk mengelola penderita dengan penyakit yang mengancam jiwanya

( Prijanto Poerjoto, 1993). PICU adalah unit perawatan intensif yang dikelola

untuk merawat bayi dan anak sakit berat dan kritis, yang mengancam jiwa dengan

melibatkan tenaga terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.

PICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan khusus

untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf

medic, perawatan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-

keadaan tersebut. Pada saat ini Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan

suatu instalasi tersendiri, dengan disiplin ilmu sendiri, meski tak lepas dari

perkembangan disiplin ilmu yang lain.

1. Pelayanan ruang intensif

Tingkat pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) harus disesuaikan

dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf,

fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam klien yang dirawat.

Pelayananan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :

a. Resusitasi Jantung Paru

b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi tracheal dan penggunaan

ventilator sederhana.

c. Pemantauan hemodinamik agar dapat mnenjamin kecukupan perfusi

jaringan.

d. Terapi oksigen

e. Pemantauan ECG, pulse oxymetri terus menerus.

f. Pemberian nutrisi interal dan parenteral

g. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.

h. Pelaksanaan terapi secara titrasi.

i. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi

klien.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

22

j. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama

transportasi klien gawat

k. Kemampuan melakukan fisioterapi dada.

2. Pola kerja di Instalasi rawat intensif

Pola kerja di ruang intensif diwarnai beberapa hal antara lain :

a. Pendekatan multidimensi

b. Pendekatan kerjasama dengan team (team work approach)

c. Pendekatan cepat tepat

d. Pendekatan yang cermat

e. Pendekatan integrative

3. Tujuan Pelayanan Keperawatan Intensif adalah:

a. Menyelamatkan kehidupan

b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui

observasi dan monitoring yang ketat disertai kemampuan

menginterpretasikan setiap data yang didapat, dan melakukan

tindak lanjut.

c. Menungkatkan kualitas klien dan mempertahankan kehidupan

d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh klien

e. Mengurangi angka kematian klien kritis dan mempercepat proses

penyembuhan klien.

4. Klasifikasi Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

Adapun klasifikasi pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

adalah:

a. PICU primer (standar minimal)

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) primer merupakan

pelayanan pengelolaan resusitas segera untuk klien sakit gawat, tunjangan kardio

– respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran sangat penting dalam

pemantauan dan pencegahan penyulit pada klien bayi, anak dan bedah. Pediatric

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

23

Intensive Care Unit (PICU) harus mampu melakukan ventilasi mekanik dan

kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki:

1) Ruangan sendiri, letak dekat kamar bedah, ruang darurat dan ruang

perawatan lain.

2) Memiliki kebijakan / Kriteria pasien masuk dan keluar

3) Memiliki seorang dokter spesialis anak sebagai kepala.

4) Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan resusitasi jantung paru.

5) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil

setiap saat.

6) Memiliki jumlah perawat yang sukup dan mempunyai sertifikat

pelatihan perawatan intensif minimal satu orang per shift.

7) Mampu dangan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,

rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.

b. PICU Sekunder

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sekunder adalah

pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu lama, mampu

melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang

dimiliki adalah:

1) Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat

dan ruang rawat lain.

2) Memiliki Kriteria klien masuk,keluar dan rujukan.

3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi

setia saat bila diperlukan, memiliki seorang kepala Pediatric Intensive

Care Unit (PICU) yaitu seorang dokter konsultan intensif care yang

bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga minimal

mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan

hidup lanjut)

4) Memiliki tenaga perawat lebih dari 50% bersertifikat Pediatric

Intensive Care Unit (PICU) dan minimal berpengalaman kerja di unit

penyakit anak dan bedah selama 3 tahun.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

24

5) Mempu melakukan bantuan ventilasi mekanis lebih lama dan batas

tertentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha penunjang hidup.

Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rongent

untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.

6) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

c. PICU Tersier

Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tersier adalah pelayanan

untuk semua aspek perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan tertinggi

termasuk dukungan atau bantuan hidup multi system kompleks dalam jangka

waktu yang tidak terbataas serta mampu melakukan pemantauan invasive dalam

jangka waktu yang tidak terbatas.

Kekhususan yang dimiliki antara lain:

1) Tempat khusus tersendiri di rumah sakit

2) Memiliki Kriteria klien masuk, keluar dan rujukan

3) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis ynag dapat dipanggil

setiap saat bila diperlukan.

4) Dikelola oleh seorang konsultan intensif care anak yang bertanggung

jawab secara keseluruhan.

5) Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan resusitasi jantung paru

(bantuan hidup dasar dan batuan hidup lanjut)

6) Memiliki perawat lebih dari 75% bersertifikat PICU dan minimal

berpengalaman kerja di unit penyakit anak dan bedah selama 3 tahun.

7) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan invasive

maupun non invasive. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan

laboratorium rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan

fisioterapi.

8) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan

perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada klien

9) Memiliki staf tambahan lain misalnya administrasi, tenaga rekam

medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

25

d. Kriteria Klien Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

1) Klien untuk rawat PICU adalah

a) Prioritas I: yaitu klien yang dalam keadaan akut dan perlu alat bantu

nafas.

b) Prioritas II yaitu klien dengan keadaan perlu monitoring intensif, syok

disritmia yang mengancam jiwa, terapi titrasi

c) Prioritas III yaitu klien dengan keadaan endstage suatu penyakit yang

mengalami kegawatan

2) Klien tidak masuk PICU adalah klien dengan kriteria MBO (mati batang

otak)

3) Klien keluar PICU antara lain:

a) Bila indikasi untuk semua tindakan di ruang intensif tidak dibutuhkan lagi

(pemantauan invasive, CVP, arteri line dan intervensi invasive)

b) Kriteria keluar dari PICU didasarkan atas parameter hemodinamik stabil,

status respirasi stabil (tanpa ETT, jalan nafas bebas, gas darah normal) dan

kebutuhan O2 minimal.

c) Tidak butuh tunjangan inotropok vasodilator, anti aritmia

d) Disritmia jantung terkontrol

e) Kateter pemantau sudah dilepas

f) Pasien dengan PD atau HD kronik yang telah teratasi keadaan akutnya

g) Trakheomalasia tidak lagi membutuhkan suction intensif.

h) Staf medic dan keluarga telah melakukan penilaian bersama dan

menyepakati bahwa tidak lagi adan keuntungan untuk mempertahankan

perawatan di PICU (informed concent).

5. Kebutuhan keluarga klien yang dirawat di ruang Pediatric

Intensive Care Unit (PICU)

Kebutuhan salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit kritis,

anggota keluarga yang sehat mengkonsentrasikan seluruh energy dan tenaganya

pada klien dengan mengorbankan kebutuhan fisiknya sendirii. Dimana

diidentifikasi beberapa kebutuhan yaitu :

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

26

1) Kebutuhan kognitif

b) Mengenai faktor-faktor spesifik tentang perkembangan kondisi

klien

c) Mengetahui prognosa

d) Mengetahui dengan pasti apa yang sedang dilakukan pada klien

dan alas an mengapa suatu tindakan dilakukan

e) Mendapat jawaban yang jujur

f) Mendapat penjelasan denbgan istilah yang dapat dimengerti

g) Mendapat penjelasan mengenai lingkungan pada saat pertama kali

masuk Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

2) Kebutuhan emosi

a) Yakin bahwa klien sedang mendapatkan perawatan terbaik

b) Ditelpon dirumah bila ada perubahan pada kondisi klien

c) Menerima informasi mengenai klien sehari sekali

d) Mengunjungi atau meliha klien dengan sering

3) Kebutuhan fisik

a) Membantu perawatan fisik klien

b) Mengunjungi klien setiap saat

c) Mempunyai ruang tunggu yang dekat dengan klien

d) Mempunyai suatu tempat duduk menyendiri di rumah sakit

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

27

E. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori diatas maka kerangka teori mengenai faktor-

faktor tingkat kecemasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagan 1 Kerangka Teori Kecemasan

Sumber Struart&Sunnden (1998), yang dimodifikasi dengan Direktorat

Pelayanan Medik dan gigi spesialistik Dir Jen Yan Med Dep Kes RI

(2002)

Faktor predsposisi

1. Konflik id dan super ego

2. Penolakan Interpersonal

3. Interaksi mal adaptif

4. Gangguan kesehatan

Faktor Presipitasi :

1. Ancaman integritas

biologis

2. Ancaman konsep diri

3. Potensi stressor

4. Maturitas

5. Pendidikan

6. Kead fisik

7. Tipe kepribadian

8. Lingkungan

9. Usia

10. Jenis kelamin

Tingkat

Kecemasan

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Panik

Faktor Pendorong

1. Takut

kematian/kecacatan

2. Kurang informasi

3. Perasaan terisolasi

4. Sosial ekonomi

5. Bunyi alat

6. Lingkungan fisik

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

28

F. Kerangka Konsep

Bagan 2 Kerangka Penelitian

G. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah

1. Variabel bebas

Merupakan variabel yang akan menentukan atau berpengaruh terhadap

Variabel terikat. Pada penelitian ini Variabel bebasnya adalah :

a. Usia

b. Pendidikan

c. Tingkat sosial ekonomi

d. Interaksi mal adaptif

e. Penolakan interpersonal

Dalam ilmu keperawatan variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau

intervensi keperawatan yang diberikan pada klien untuk mempengaruhi tingkah

laku klien (Nursalam,2003)

2. Variabel terikat

Variabel yang kondisi atau nilainya dipengaruhi variabel lain. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah “Tingkat Kecemasan Nuclear family klien di

ruang PICU.

Variabel bebas

1. Penolakan personal 2. Interaksi mal adaptif 3. Pendidikan 4. Usia 5. Sosial ekonomi

Variabel terikat

Tingkat Kecemasan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Unimusdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-septiasari-5775-2-babii.pdf · 2) Usia klien dan keluarga 3) Merasa terisolasi secara fisik dan

29

H. Hipotesis penelitian

1. Ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan nuclear

family klien yang dirawat di ruang PICU

2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kecemasan

nuclear family klien yang dirawat di ruang PICU

3. Ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan tingkat

kecemasan nuclear family klien yang dirawat di ruang PICU

4. Ada hubungan antara pembatasan interaksi dengan tingkat

kecemasan nuclear family klien yang dirawat diruang PICU

5. Ada hubungan antara penolakan interpersonal dengan tingkat

kecemasan nuclear family klien yang dirawat diruang PICU