bab ii tinjauan pustakadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-muchlisinn... ·...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Mangkunegara (2000), adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Sulistiyani (2003), kinerja seseorang merupakan kombinasi
dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya. Hasibuan (2001), mengemukakan kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang di
bebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Menurut Cushway (2002), kinerja adalah
menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target
yang telah ditentukan. Witmore dalam Coaching for Performance (1997),
kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang atau
suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampilan. Kinerja
merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan
kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu
instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau
instansi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan
operasional. Dari beberapa definisi kinerja diatas maka dapat disimpulkan
10
pengertian dari kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugasnya secara kualitas dan kuantitas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mink (1993), mengemukakan
pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki
beberapa karakteristik, yaitu diantaranya : (a) berorientasi pada prestasi,
(b) memiliki percaya diri, (c) berpengalaman diri, (d) kompetensi.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Melihat definisi kinerja maka untuk mendapatkan kinerja yang baik
diperlukan beberapa faktor. Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu :
kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan
pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain :
a. Faktor kemampuan
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan
diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Salah satu penjelasan
dari motivasi yang umumnya diterima adalah teori expectancy dari Victor
11
Vroom. Teori ini memperdebatkan bahwa kekuatan dari kecenderungan
untuk berperilaku dalam keadaan tertentu tergantung pada kekuatan dari
pengharapan akan mendapat had (outcome) sesuai dengan yang telah
dikerjakan dan ketertarikan individu terhadap hasil yang diberikan. Teori
pengharapan mengatakan bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ketika ia percaya bahwa usahanya
akan mengarah kepenilaian kinerja yang baik; bahwa penilaian kinerja
yang baik akan mengarah ke imbalan seperti bonus, kenaikan gaji atau
promosi; dan bahwa imbalan tersebut akan memuaskan tujuan pribadi
masing-masing individu (Robbins, 1998). Teori expectancy ini
memfokuskan tiga hubungan yaitu :
1. Effort – performance relationship (hubungan upaya – kinerja)
Kemungkinan yang dirasa oleh individu yang mengeluarkan sejumlah
upaya akan mengarah ke kinerjanya.
2. Performance – reward relationship (hubungan kinerja – imbalan)
Tingkat dimana individual percaya bahwa mengerjakan sesuatu pada
level/tingkat tertentu akan mengarah pada pencapaian suatu hasil yang
diinginkan.
3. Rewards – personal goals relationship (hubungan imbalan – tujuan
pribadi)
Tingkat dimana imbalan dari organisasi dapat memuaskan tujuan
pribadi atau kebutuhan individu dan ketertarikan individu terhadap
imbalan yang potensial tersebut.
12
Dalam meningkatkan kinerja pegawai, secara teoritis ada 3 kelompok
faktor yang mempengaruhinya (Gibson, 1987), yaitu :
a. Faktor individu
Variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan,
latar belakang pribadi dan demografis.
b. Faktor psikologis
Terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
c. Faktor organisasi
Terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan (reward
system), struktur dan desain pekerjaan.
Setelah melihat faktor-faktor diatas maka kinerja memerlukan sebuah
penilaian.
3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya
kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang
ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi
dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian
tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana
kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel (1993), penilaian kinerja
adalah cara mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi
tempat mereka bekerja.
13
Menurut Bambang Wahyudi (2002), penilaian kinerja adalah suatu
evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi
kerja seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.
Sedangakan menurut Henry Simamora (2004), penilaian kinerja adalah
proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan.
Penilaian kinerja perawat di Indonesia menurut Arwani dan Supriyatno
(2006), pelaksanaan penilaian kinerja khususnya bagi perawat pegawai
negeri sipil meliputi hal-hal berikut :
1. Penilaian umum, yang berlaku bagi setiap pegawai negeri sipil,
mencakup penilaian atas kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab,
ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. Penilaian
tersebut disebut dengan DP3 (Daftar Penilain Prestasi Pegawai) yang
dilaksanakan setiap akhir tahun.
2. Penilaian jabatan fungsional perawat berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Pemberdayaan Aparatur Negara No. 94/Kep/Men.Pan/11/2001
tanggal 7 November 2001 tentang jabatan fungsional perawat dan
angka kreditnya. Penilaian ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, yaitu
untuk periode bulan Januari sampai Juni, dan Juli sampai Desember.
Penilaian angkan kredit lebih ditekankan untuk memenuhi prasyarat
kenaikan pangkat/jabatan. Penilaian jabatan fungsional meliputi
penilaian pendidikan, pelayanan keperawatan, pengabdian masyarakat,
pengembangan profesi dan kegiatan pendukung pelaksanaan tugas
14
pelayanan keperawatan. Penilaian ini baru mengukur kuantitas
kegiatan, belum menggambarkan mutu pelayanan sebagaimana
diharapkan dalam penilaian kinerja perawat.
4. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menuru Alwi (2001) secara teoritis
dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation and development,
yang bersifat evaluation harus menyelesaikan :
1. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
2. Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision.
3. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.
Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan:
1. Prestasi riil yang dicapai individu.
2. Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja.
3. Prestasi-prestasi yang dikembangkan.
5. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (1997) dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Perbaikan prestasi kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer
dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan
mereka untuk memperbaiki prestasi.
15
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikan gaji, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi
lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja
masa lalu dan antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk
penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan.
Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi
yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karier
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu
tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidak-akuratan informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan suat kesalahan-
kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber
daya manusia, atau komponen-komponen lain system informasi
manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang
16
tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang
diambil tidak tepat.
8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan
dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa
kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Kesempatan kerja yang adil
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-
keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Tantangan-tantangan eksternal
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi financial, atau
masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi,
departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.
Menurut Nursalam (2002), manfaat penilaian kinerja terutama di RS
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pasda mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan
rumah sakit.
2. Peningkatan terjadi padaprestasi staf secara perorangan pada gilirannya
akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhan.
17
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan
balik kepada mereka tentang prestasinya.
4. Membantu RS dalam menyusun program pengembangan dan pelatihan
staf yang lebih tepat guna, sehingga RS akan mempunyai tenaga yang
cakap dan trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan
dimasa datang.
5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
dengan meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.
6. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk
mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaaanya atau hal lain yang ada
kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat
mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
Dalam melakukan suatu penilaian, sering tidak berhasil untuk tidak
melibatkan emosionalnya, sehingga penilaian cenderung bias. Menurut
Handoko (1997) berbagai bias penilai yang paling umum terjadi adalah :
1. Halo effect ; terjadi bila pendapat pribadi tentang karyawan
mempengaruhi pengukuran prestasi kerja.
2. Kesalahan kecenderungan terpusat (tendency central) ; terjadi karena
banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan sebagai yang
efektif atau tidak efektif, dan sangat baik atau sangat jelek, sehingga
penilaian kinerja dibuat cenderung rata-rata.
18
3. Bias terlalu lunak dan terlalu keras (leniency bias and strickness bias) ;
kesalahan terlalu lunak disebabkan oleh kecenderungan penilai terlalu
mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi kinerja karyawan.
Kesalahan terlalu keras terjadi karena penilai cenderung terlalu ketat
dalam mengevaluasi mereka.
4. Prasangka pribadi ; terjadi karena faktor-faktor yang membentuk
prasangka pribadi terhadap seseorang atau kelompok bisa mengubah
penilaian.
5. Pengaruh kesan terakhir (recency effect) ; terjadi bila menggunakan
ukuran-ukuran prestasi kerja subyektif, penilaian sangat dipengaruhi
oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir.
Evaluasi yang sistematis penting bagi organisasi-organisasi karena
alasan-alasan sebagai berikut (Peter sheal, 2003) :
1. Menuntut para manajer/pimpinan untuk berkomunikasi dengan staf
mereka dan mendiskusikan kinerja individual. Evaluasi kinerja bisa
memaksa para pimpinan untuk menghadapi masalah-masalah kinerja
yang buruk dan berusaha memecahkannya.
2. Memberikan pembenaran atas kenaikan-kenaikan tunjangan . Karena
gaji staf sering kali termasuk membayar karyawan sesuai dengan
kinerja, maka sumbangan individu pada organisasi perlu ditimbang
dengan adil dan jujur.
3. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan karyawan akan dukungan dan
pelatihan.
19
4. Memberikan informasi yang mutakhir mengenai ketrampilan-
ketrampilan dan keahlian staf, sehingga bisa digunakan untuk
perencanaan tenaga kerja.
6. Kriteria Penilaian Kinerja
Menurut Robbins (1998), Kriteria yang di pilih manajemen dalam
mengevaluasi pengaruh utama pada apa yang dikerjakan oleh karyawan.
Sehingga Robbins menyebutkan 3 macam kriteria umum, yaitu :
a. Individual Task Outcome (hasil tugas masing-masing individu) yang
meliputi jumlah yang diproduksi, hasil kerja dan biaya produksi per
unit.
b. Behaviors (perilaku), dalam hal ini adalah perilaku di mana karyawan
secara individu dapat bekerjasama dalam suatu tim/kelompok kerja,
ketepatan waktu dalam penyelesaian tugas yang diberikan.
c. Traits (ciri), yaitu mempunyai perilaku baik, menunjukan percaya diri,
dapat diandalkan atau bekerjasama, mempunyai ketrampilan.
B. Konsep Imbalan Jasa Pelayanan
1. Pengertian Imbalan Jasa Pelayanan
Berdasarkan pendapat Ivancevich (1998),. Imbalan adalah fungsi
manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk
penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai kompensasi
dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
20
2. Jenis Imbalan
Jenis imbalan menurut Gitosudarma (1997), ada dua, yaitu imbalan
intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
a. Imbalan Intrinsik
Imbalan intrinsik adalah imbalan yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri. Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnely (1985), imbalan
intrinsic meliputi penyelesaian, pencapaian prestasi, otonomi dan
pertumbuhan pribadi
b. Imbalan Ekstrinsik
Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan tetapi berasal dari pekerjaan. Menurut Bowen (2000),
imbalan ekstrinsik ini merupakan “pemuas” yang datang dari
lingkungan luar di mana kita kerja atau tinggal. Imbalan ekstrinsik
meliputi imbalan finansial, jaminan sosial, pembagaian keuntungan,
pengakuan, promosi, supervise, persahabatan dan perbedaan
kompensasi.
Sedangkan menurut Leap and Crino (1993), kompensasi dapat di
berikan secara langsung dalam bentuk uang kepada karyawan, atau tidak
langsung, dimana karyawan menerima kompensasi/imbalan tidak dalam
bentuk uang atau sedikit parbedaan bagaimana kompensasi tersebut di
gunakan. Selanjutnya imbalan dapat diberikan kepada karyawan dalam
empat macam, yakni :
21
a. Upah (wages) dan gaji (salary)
Merupakan bentuk pembayaran yang biasanya diberikan berdasarkan
jumlah jam kerja (hourty rates of pay), semakin banyak jam kerja
semakin besar upah yang diterima. Sedangkan gaji besarnya tetap
tanpa mempertimbangkan jam kerja (fixed rates of pay).
b. Program Insentif (Incentif program)
Imbalan yang diterima karyawan selain gaji dan upah, antara lain
dalam bentuk insentif, yang biasanya diberikan berdasarkan tingkat
keberhasilan perusahaan, baik dalam pencapaian tingkat penjualan,
tingkat keuntungan atau tingkat produktifitas. Pemberian insentif ini
bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan merupakan bentuk
penghargaan atas prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan.
c. Employe Benefit Program
Merupakan imbalan tidak langsung yang diberikan perusahaan kepada
karyawan, seperti program asuransi (jiwa dan kesehatan), program
pension, biaya liburan dan lain sebagainya.
d. Perquisites
Umumnya hanya diberikan kepada karyawan yang menduduki level
cukup tinggi, dalam bentuk fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti
kendaraan dinas, perumahan, keanggotaan klub olah raga, biaya
perjalanan dinas dan bentuk-bentuk fasilitas lainnya.
Selanjutnya Bernardin dan Russel (1993), mengemukakan imbalan
atau kompensasi dapat diberikan secara langsung, seperti gaji, upah serta
22
pembayaran lain yang didsarkan pada prestasi kerja, dan secara tidak
langsung mencakup benefit bagi karyawan, yang diberikan dalam bentuk
asuransi kesehatan, pembayaran gaji selama tidak bekerja, dan bentuk-
bentuk lain dari benefit.
Menurut Milkovich dan Newman (1996), imbalan dapat diterima
karyawan secara langsung dalam bentuk tunai seperti gaji, merit increases,
insentif dan penambahan biaya hidup, dan imbalan tidak langsung dalam
bentuk pensiun, asuransi kesehatan dan pembayaran pada waktu tidak
bekerja.
3. Tujuan Pemberian Imbalan
Menurut Milkovich dan Newman (1996), Sistem imbalan didesain dan
dikelola untuk memastikan tercapainya tujuan. Tujuan yang paling utama
dalam pemberian imbalan adalah efisiensi, keadilan dan pemenuhan.
Pengembangan tujuan pembayaran imbalan sangat tergantung pada
masing-masing perusahaan dan jenis usaha.
Menurut Carell, et all (1995), pemberian imbalan bertujuan untuk
menarik karyawan dari luar perusahaan, mempertahankan karyawan yang
memiliki kualitas yang baik, memotivasi karyawan, serta sebagai upaya
untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
menurut Handoko (2000), tujuan pemberian imbalan atau kompensasi
adalah untuk :
23
1. Memperoleh personalia yang kualified
Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para
pelamar, karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga
kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan
permintaan tenaga kerja.
2. Mempertahankan para karyawan yang ada
Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan
yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, imbalan
harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.
3. Menjamin keadilan
Administrasi penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip-prinsip
keadilan. Keadilan atau konsisten internal dan eksternal sangat penting
diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi.
4. Menghargai perilaku yang diinginkan
Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan.
Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru
dan peilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi
yang efektif.
5. Mengendalikan biaya-biaya
Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk
mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusianya pada
tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur penggajian sistematika
24
organisasi dapat membayar kurang (under pay) atau lebih (over pay)
kepada para karyawannya.
6. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi
kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi
yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi
semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.
Selanjutnya Hasibuan (1994), merinci tujuan pemberian imbalan atau
kompensasi adalah sebagai berikut :
1. Ikatan kerja sama
Pemberian imbalan atau kompensasi akan menciptakan suatu ikatan
kerja sama formal antara manajeman dan karyawan, di satu pihak
karyawan mempunyai kewajiban untuk mengerjakan dengan baik
semua tugas yang di bebankan perusahaan kepadanya, dipihak lain
perusahaan mempunyai kewajiban membayar imbalan atau
kompensasi sesuai dengan tugas yang dibebankan.
2. Memberikan kepuasan kerja
Pemberian imbalan atau kompensasi yang diberikan diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan social serta kebutuhan
lainnya, sehingga karyawan memperoleh kepuasan kerja.
25
3. Rekruitmen yang efektif
Apabila kebijaksanaan imbalan atau kompensasi yang akan diterapkan
dipandang cukup besar, tentunya pengadaan karyawan yang qualified
akan lebih besar.
4. Alat untuk memotivasi
Imbalan atau kompensasi akan sangat mempengaruhi motivasi
seseorang dalam bekerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat
memenuhi kebutuhannya, individu membutuhkan uang yang
diperolehnya sebagai imbalan dari tempat ia bekerja, dan hal ini juga
akan mempengaruhi semangat dalam bekerja.
5. Stabilitas karyawan
Imbalan yang cukup juga berpengaruh terhadap stabilitas karyawan.
Keluar masuknya karyawan dapat di tekan bahkan bias dikatakan
tidak ada apabila imbalan yang di berikan dirasa cukup adil sehingga
karyawan merasa nyaman dalam bekerja.
6. Disiplin
Disiplin merupakan salah satu factor penting yang harus diperhatikan,
karena akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
7. Pemerintah
Kebijakan imbalan yang ditetapkan perusahaan harus berpedoman
kepada peraturan perundang-undangan mengenai tariff gaji yang telah
ditetapkan pemerintah, maupun kebijakan-kebijakan lainnya yang
sesuai dengan keadaan perekonomian saat itu.
26
C. Konsep Keperawatan
1. Pengertian Perawat Pelaksana
Perawat pelaksana adalah perawat yang berperan memberi asuhan
keperawatan pada pasien secara langsung, mengikuti timbang terima,
melaksanakan tugas yang didelegasikan dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan ( Suarli dan Bachtiar, 2005 ). Bentuk asuhan keperawatan
tersebut berupa antara lain :
1. Bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat
diberikan melalui pelayanan keperawatan untuk meningkatkan atau
memulihkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
khususnya kebutuhan fisiologis.
2. Bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidakmauan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat di berikan
melalui pelayanan keperawatan yang bersifat bantuan dalam
pemberian motivasi pada klien yang memiliki penurunan dalam
kemauansehingga diharapkan terjadi motivasi yang kuat untuk
membangkitkan semangat hidup agar terjadi peningkatan.
3. Bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidak tahuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusiaini dapat
diberikan melalui pelayanan keperawatan yang bersifat pemberi
pengetahuan, yang berupa pendidikan kesehatan (health education)
yangdapat dilakukan pada individu, keluarga atau masyarakat yang
27
mempunyai pengetahuan yang rendah dalam masalah perawatan
kesehatan sehingga diharapkan dapat terjadi perubahan peningkatan
kebutuhan dasar.
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan maka perawat harus
memepunyai beberapa peran.
2. Peran Perawat
Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,
dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun
dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan ( Hidayat, 2006).
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari
peran sebagai pemberi asuahan keperawatan, advokat klien, pendidik,
koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti.
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan prose keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatanagar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang
tepat sesuai dengan tingkat dasar kebutuhan dasar manusia, kemudian
dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
28
b. Peran sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau infoprmasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang
penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
e. Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
29
diperlukan termasuk diskusiatau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini
dilaksanakan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
3. Fungsi Perawat
Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan
perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaiakan dengan keadaan
yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya: fungsi independent, fungsi dependen dan
fungsi interdependen.
a. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
kebutuhan fisiologis ( pemenuhan kebutuhan oksigenasi, cairan dan
30
elektrolit, nutrisi aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,
pemenuhan kebutuahan harga diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas
pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke
perawat pelaksana.
c. Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dealam memberikan asuhan keperawatan
pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak
dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter
maupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan
pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi
obat yang telah diberikan.
31
D. Kerangka Teori
Skema 2.1.
Skema Kerangka Teori
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai ( Gibson, 1987 ).
* Faktor Individu- Kemampuan dan ketrampilan- Latar belakang pribadi- Demografi
* Faktor Psikologis- Persepsi- Sikap- Kepribadian- Motivasi (reward)
* Faktor Organisasi- Sumber daya- Kepemimpinan- Imbalan jasa- Struktur- Desain pekerjaan
Kinerja Pegawai
32
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Skema 2.2.
Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian , Yaitu :
a. Variabel bebas ( Independent )
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Imbalan Jasa Pelayanan
b. Variabel terikat ( Dependent )
Variabel terikat pada penelitian ini adalah Kinerja Perawat Pelaksana
G. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teori yang telah disusun,
maka hipotesis penelitian ini adalah :
“ Ada hubungan antara imbalan jasa terhadap kinerja perawat pelaksana di
RSU Demak “.
Imbalan JasaPelayanan
Kinerja