bab ii teori dasar - perpustakaan digital · pdf fileyaitu filter pasif dan filter aktif....
TRANSCRIPT
5
BAB II
Teori Dasar
2.1 Pendahuluan
Penelitian ini dimaksudkan untuk merancang suatu sistem filter anti-gempa
menggunakan prinsip deret Fourier yang berbasis mikrokontroler. Untuk mendukung
proses perancangan sistem tersebut, diperlukan suatu landasan teori sebagai referensinya.
Landasan utama meliputi tiga teori dasar, yaitu karakteristik gempa bumi, teknik filtering
sinyal, teknik akusisi data, dan mikrokontroler ATmega32.
2.2 Karakteristik Gempa Bumi
Jenis-jenis gempa bumi dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, antara lain
letusan gunung berapi (erupsi vulkanik), tumbukan meteor, dan pergerakan kulit bumi.
Diantara jenis-jenis sumber gempa tersebut, yang paling umum terjadi adalah akibat
pergerakan kulit bumi, atau disebut dengan gempa tektonik dan gempa jenis inilah yang
sering terjadi pada daerah geografis sekitar Gunung Salak, Sukabumi. Gempa jenis ini
terjadi akibat pergeseran tiba-tiba lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika
pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut dengan gelombang seismik. Gelombang
ini menjalar menjauhi sumber gempa ke segala arah di dalam bumi dan saat mencapai
permukaan bumi, getarannya baru dapat terasa sebagai gempa. Tingkat getaran ini sangat
bergantung pada besarnya pergeseran lempengan yang terjadi dan juga kedalaman sumber
gempa. Contoh karakteristik gempa yang terjadi pada PLTP Gunung Salak milik PT.
Indonesia Power, dapat dilihat pada Gambar 2.1 dimana titik pengukurannya diletakkan
pada fondasi turbin-generator unit 3.
2.3 Teknik Filtering Sinyal
2.3.1 Filter Analog
Dalam pengukuran sinyal getaran, rangkaian filter sangat penting keberadaannya
karena digunakan untuk menghilangkan frekuensi-frekuensi yang tidak dinginkan.
Berdasarkan komponen elektronik yang digunakan, filter terbagi menjadi dua macam,
yaitu filter pasif dan filter aktif. Untuk daerah kerja frekuensi di atas 1 MHz, biasa
digunakan filter pasif dengan alasan kemudahan perancangan, karena filter jenis ini
menggunakan komponen-komponen pasif seperti induktor (L), resistor (R), dan kapasitor
6
(C). Pada daerah kerja frekuensi rendah (1 Hz sampai dengan 1 MHz), perancangan
dengan menggunakan filter pasif akan susah dilakukan dikarenakan nilai komponen
induktor akan sangat besar, sehingga biaya pembuatannya akan menjadi tidak ekonomis.
Dalam kasus ini, dipilih filter aktif yang menggunakan opamp (operational amplifier)
sebagai komponen aktif yang dikombinasikan dengan beberapa resistor dan kapasitor guna
menghasilkan performa yang setara dengan filter LRC (filter pasif) pada frekuensi rendah.
Gambar 2.1 Karakteristik gempa bumi daerah sekitar PT. Indonesia Power
Gambar 2.2 Filter lalu-rendah orde dua tipe pasif (kiri) dan aktif (kanan)
Sementara itu, berdasarkan daerah operasinya, filter dapat digolongkan menjadi
filter lalu-rendah (lowpass filter), filter lalu-tinggi (highpass filter), filter lalu-pita
(bandpass filter), dan filter takik (notch filter). Filter lalu-rendah akan melewatkan sinyal
7
dengan frekuensi di bawah frekuensi potongnya (frekuensi cut-off), sedangkan filter lalu-
tinggi melewatkan sinyal dengan frekuensi di atas frekuesi potongnya. Kombinasi antara
kedua filter tersebut menghasilkan filter lalu-pita dan filter takik. Filter lalu-pita hanya
akan melewatkan sinyal dengan frekuensi di antara frekuensi potong bawah dan frekuensi
potong atas. Sebaliknya filter takik hanya akan melewatkan sinyal dengan frekuensi di
bawah frekuensi potong bawah dan di atas frekuensi potong atas.
Berdasarkan karakteristiknya, filter dapat dibedakan atas filter Butterworth,
Tschbyscheff, Bessel, dan lain-lain. Pada umumnya jenis filter yang sering digunakan
adalah filter jenis Butterwoth karena dapat memberikan kerataan maksimum pada
frekuensi passband-nya. Secara teoritis, frekuensi potong didefinisikan sebagai frekuensi
saat amplitudo sinyal keluaran mengalami penurunan sebesar 3 dB (0,707) terhadap sinyal
masukan. Gambar 2.3 memperlihatkan grafik respon frekuensi amplitudo filter lalu-tinggi
Butterwoth dengan beberapa orde yang berbeda terhadap frekuensi yang sudah
dinormalisasi, (=f/fcut-off). Pada grafik ini terlihat bahwa semakin tinggi orde filter,
maka akan semakin panjang daerah ratanya. Disisi lain pada Gamabr 2.4 dapat dlihat
bahwa semakin tinggi orde filter, maka semakin besar keterlambatan fasa yang terjadi.
Gambar 2.3 Respon frekuensi amplitudo filter lalu-tinggi Butterworth
8
Gambar 2.4 Keterlambatan fasa filter lalu-tinggi Butterworth
Gambar 2.5 Respon sinyal yang melalui filter analog
Dalam penelitian ini sinyal yang ingin dihilangkan adalah getaran akibat gempa
yang memiliki sifat berupa sinyal transien dengan frekuensi rendah. Apabila digunakan
filter analog yang konvensional, maka sinyal gempa masih akan dapat terbaca oleh alat
monitoring selama selang waktu tunggu (tst) sehingga dapat mengakibatkan ter-trip-nya
9
mesin pada saat gempa terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut, pengolahan sinyal dilakukan
dengan menggunakan prinsip deret Fourier dan berbasis mikrokontroler.
2.3.2 Deret Fourier
Sinyal getaran dapat digolongkan sebagai sinyal periodik yang dapat diartikan
sebagai sinyal yang mengalami pengulangan setelah rentang waktu tertentu, T, sehingga
( ) ( )x t T x t+ = . Fungsi sinyal jenis ini memiliki frekuensi dasar o (rad/s) atau fo (Hz),
yaitu frekuensi terendah yang dimiliki oleh sinyal tersebut dan memilki hubungan sebagai
berikut :
o o1 = 2 = 2fT
(2.1)
Semua sinyal periodik yang kontinu dapat direpresentasikan menggunakan deret
Fourier dalam bentuk sinus, cosinus, maupun eksponential :
untuk - t ,
o
+jp t
p-
x(t) = 2 X e
, (2.2)
untuk 0 t ,
o
+jp t
pp = 0
x(t) = 2 X e
, (2.3)
dimana koefisien kompleks Fourier Xp (dengan bagian real dan imajiner) didefinisikan
sebagai :
untuk - t +,
ot+T -j
p t
1X = x() e dT , (2.4)
untuk 0 t +,
ot+T -j
p t
2X = x() e dT . (2.5)
Persamaan (2.2) dan (2.3) digunakan untuk mengubah data domain frekuensi, Xp,
menjadi data domain waktu, x(t), sedangkan Persamaan (2.4) dan (2.5) digunakan untuk
proses konversi sebaliknya. Dalam penelitian ini, perlu diketahui karakteristik pada domain
frekuensi untuk sinyal domain waktu dengan nilai 0 t . Oleh sebab itu Persamaan
10
(2.5) digunakan sebagai referensi untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Dikarenakan
data yang diperoleh mikrokontroler berupa data digital dari ADC, maka Persamaan (2.5)
perlu dimodifikasi karena persamaan tersebut hanya dapat digunakan pada sinyal kontinu.
Persamaan yang baru akan menjadi :
o s
N-1-j (nT )
p sn = 0
2X = x(nT ) eN , (2.6)
[ ]N-1
p s o s o sn = 0
2X = x(nT ) cos( (nT )) - jsin( (nT ))N , (2.7)
dimana N adalah jumlah data dan Ts adalah waktu cuplik.
Apabila sinyal masukan berupa gelombang sinus dengan persamaan
x(t) = A sin( t) , maka karakteristik pada domain frekuensi seperti terlihat pada Gambar
2.6 dapat diperoleh menggunakan Persamaan (2.7). Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa untuk sinyal masukan dengan amplitudo A dan frekuensi o akan menghasilkan
amplitudo Xp yang besarnya sama dengan amplitudo sinyal masukan, yaitu A. Sedangkan
untuk sinyal masukan dengan frekuensi selain o akan menghasilkan amplitudo Xp yang
jauh lebih kecil dibandingkan dengan A. Karakteristik ini sebenarnya mirip dengan filter
lalu-pita, hanya saja bedanya adalah tidak terdapatnya waktu tunggu untuk mencapai
keadaan tunak.
Gambar 2.6 Karakteristik Fourier pada domain frekuensi
11
2.4 Teknik Akusisi Data
2.4.1 Sinyal Masukan
Sensor getaran berfungsi sebagai pengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik
yang dapat diukur menggunakan perangkat akuisisi data. Dalam pengukuran getaran
dikenal dengan tiga jenis sensor, yaitu sensor posisi (displacement transduser), sensor
kecepatan (velocity transducer), dan sensor percepatan (accelerometer). Ketiga sensor
tesebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dalam penelitian ini, sinyal masukan perangkat filter anti-gempa berasal dari
sensor getaran jenis sensor kecepatan. Sensor kecepatan merupakan sensor getaran yang
paling lama digunakan dalam dunia industri, sehingga banyak standar yang mengacu
kepada satuan sensor ini. Sensor jenis ini terdiri atas massa seismik (berupa magnet
permanen) yang berkumparan listrik dan ditumpu oleh pegas. Getaran massa seismik
terendam oleh pelumas yang berfungsi sebagai peredam dan sekaligus sebagai fluida
pendingin. Pergerakan relatif antara massa seismik dengan kumparan listrik menghasilkan
tegangan yang besarannya sebanding dengan amplitudo kecepatan getaran.
Berbeda dengan sensor percepatan (accelerometer), velocity transducer
digolongkan sebagai sensor aktif, karena dapat menghasilkan sinyal analog getaran dalam
besaran tegangan listrik tanpa memerlukan catu daya (power supply) dari luar. Gambar 2.7
memperlihatkan gambaran secara terinci mengenai isi dari sensor kecepatan yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu PR 9268. Adapun data teknis dan karakteristik
masing-masi