bab ii teori dasar implementasi metode · pdf filemembangkitkan fenomena non-induktif yang...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI
GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI
MAGNETOTELLURIK
2.1 Konsep Awal Metode Magnetotelurik
Metode magnetotellurik merupakan teknik sounding induktif pasif dengan
cara mengukur variasi medan magnet dan medan listrik alami di permukaan untuk
mendapatkan informasi distribusi konduktivitas bawah permukaan. Medan
elektromagnetik (medan EM) yang berdifusi ke bawah permukaan bumi berasal dari
sumber alami yaitu aktivitas elektromagnetik di ionosfer maupun di atmosfer. Respon
bumi atau benda anomali di bawah permukaan akan berbeda berdasarkan
konduktivitas anomali tersebut.
Medan elektromagnetik yang berasal dari ionosfer memiliki frekuensi yang
rendah, yaitu bernilai lebih kecil dari 1 Hz. Frekuensi rendah ini sangat bermanfaat
untuk melakukan pemetaan struktur bawah permukaan yang sangat dalam.
Sedangkan medan elektromagnetik yang berasal dari atmosfer memiliki frekuensi
yang tinggi, yaitu bernilai lebih besar dari 1 Hz. Frekuensi tinggi ini sangat
bermanfaat untuk melakukan pemetaan struktur yang dangkal.
Ionosfer merupakan suatu lapisan yang berjarak 75 km sampai 550 km di atas
permukaan bumi. Lapisan ini terdiri dari beberapa lapisan ionisasi dan gas konduktif.
Medan EM yang berada di lapisan ini berasal dari interaksi medan magnet bumi dan
solar wind yang menghasilkan arus yang besar berdasarkan hukum Lorentz: = × . Solar wind terdiri dari partikel bermuatan q yang diemisi oleh matahari ke
bumi dengan suatu kecepatan v.
6
Atmosfer merupakan suatu lapisan yang berjarak 75 km di atas permukaan
bumi. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan yang resistif elektrik. Medan EM yang
berasal dari lapisan ini berasal dari badai petir dan transmisi gelombang radio.
Ionosfer juga berperilaku sebagai pandu gelombang sehingga frekuensi yang
dihasilkan tidak hanya mengalami interferensi konstruktif atau beresonansi tetapi
juga mengalami interferensi destruktif atau anti resonansi. Spektrum frekuensi dari
interferensi destruktif menghasilkan band energi rendah yang disebut dead-band.
Frekuensi dead-band berada di 0.5 Hz sampai 5 Hz dan daya spektrum terrendah
berada di frekuensi 1 Hz.
2.2 Persoalan Studi Metode Elektromagnetik
Resistivitas merupakan parameter yang penting dalam studi metode
elektromagnetik. Resistivitas batuan akan memberikan respon yang berbeda dari
medan EM primer yang diberikan sehingga hal tersebut akan menggambarkan
struktur anomali yang ingin diketahui. Resistivitas suatu batuan dipengaruhi oleh
litologi, porositas, temperatur dan fluid content. Perbedaan parameter-parameter
tersebut menyebabkan variasi resistivitas pada struktur geologi sehingga kita dapat
mengamati anomalinya.
Resistivitas batuan dapat juga diamati dari sifat listrik batuan. Aliran atau
transmisi arus listrik oleh pembawa muatan bebas digolongkan menjadi tiga macam
yaitu konduksi secara elektronik, konduksi elektrolitik dan konduksi dielektrik.
Konduksi elektronik terjadi di batuan atau mineral yang mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik dialirkan oleh batuan atau mineral tersebut oleh elektron-
elektron bebas itu. Kondisi elektrolitik terjadi jika batuan atau mineral bersifat porus
dan pori-pori tersebut terisi cairan-cairan elektrolitik. Pada kondisi ini arus listrik
dibawa oleh ion-ion elektrolit. Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika batuan atau
mineral bersifat dielektrik terhadap arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan
dialiri listrik.
7
2.3 Asumsi-asumsi Untuk Metode Magnetotellurik
Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan untuk induksi elektromagnetik di
permukaan bumi, disederhanakan oleh (Cagniard, 1953; Keller dan Frischknecht,
1966)
a. Memenuhi Persamaan Maxwell.
b. Bumi tidak membangkitkan medan elektromagnetik tetapi hanya mendisipasi atau
menyerap.
c. Semua medan diperlakukan secara konservatif dan analitik dari sumbernya.
d. Sumber medan yang digunakan dibangkitkan oleh sistem arus ionosfer skala besar
yang relatif jauh dari permukaan bumi, sehingga dapat diperlakukan sebagai
gelombang bidang elektromagnetik uniform saat datang pada permukaan bumi.
e. Muatan bebas dijaga tidak terakumulasi di suatu lapisan bumi. Pada suatu bumi
multi dimensi, muatan dapat terakumulasi di sepanjang diskontinuitas. Hal ini
membangkitkan fenomena non-induktif yang dikenal static shift.
f. Muatan terkonservasi dan bumi berlaku sebagai konduktor ohmic, yang memenuhi
Persamaan
=
J adalah rapat arus listrik total (A/m2), σ adalah konduktivitas medium (sm-1) dan
E adalah medan listrik (Vm-1).
g. Medan listrik displacement adalah quasi-statik untuk sounding periode MT. Oleh
karena itu dalam proses induksi elektromagnetik (proses difusi) di bumi, arus
displacement fungsi waktu (dibangkitkan dari efek polarisasi) tidak diperlukan
dibandingkan arus konduksi fungsi waktu.
8
h. Beberapa variasi permitivitas elektrik dan permeabelitas dari batuan diasumsikan
tidak diperlukan dibandingkan variasi konduktivitas bulk batuan.
2.4 Konsep Gelombang MT dan Fungsi Transfer
Persamaan Maxwell terdiri dari empat Persamaan yaitu:
a. Hukum Faraday : di sekitar medan magnet yang berosilasi terhadap waktu terdapat
medan listrik yang berotasi
× = − (2.1)
b. Hukum Ampere atau hukum Biot Savart : Arus listrik atau muatan yang mengalir
dapat menghasilkan medan magnetik yang berrotasi di sekitarnya.
× = μ + μ ε (2.2)
c. Hukum Coulomb : Muatan listrik dapat menghasilkan medan listrik di sekitarnya.
. = ; ρ = (2.3)
d. Magnet tidak pernah monopol
. = 0 (2.4)
Asumsi dasar :
a. Medium linier, isotropis homogen; sifat-sifat listrik bukan merupakan fungsi
waktu, temperatur dan tekanan.
b. Permeabelitas medium sama dengan permeabelitas dalam vakum (µ = µ0).
c. Memenuhi hubungan = !; # = $; =
E = intensitas medan listrik (V/m); B= induksi magnet (Wb/m2 (tesla)); D=
perpindahan dielektrik (C/m2); H= intensitas medan magnet (A/m); µ= permeabelitas
relatif magnetik medium; µ0 = permebelitas vakum (4π.10-7 H/m); $= permitivitas
9
dielektrik relatif, permitivitas pada vakum (8,85 .10-12F/m); Q= muatan listrik (C); =
konduktifitas (S/m).
Persamaan Faraday untuk domain frekuensi eiωt , dengan menerapkan
hubungan = !; # = $; = , dengan Persamaan medan = %&'( dan ! = !%&'(, maka Persamaan (2.1) dan (2.2) menjadi
× = −iµω-
× - = .σ + iεω/
× + i- = 0 ⟹ i = iµω → impedivitas
× - − j = 0 ⟹ j = σ+ iεω → admitivitas
Curl dari Persamaan (2.1) dan (2.2)
× . × / + . × / = 0 (2.5)
× . × !/ − × :#:( = × (2.6)
atau
× . × / + µ . × -/ = 0 (2.7)
× . × !/ − $ ::( . × / = × (2.8)
Substitusi Persamaan (2.1) dan (2.2) ke (2.7) dan (2.8)
× . × / + $ :;:( + ::( = 0 (2.9)
× . × !/ + $ :;!:(; + µ - = 0 (2.10)
10
Identitas vektor
× . × </ = .. </ − =<
Untuk daerah non-konduktif atau bebas muatan . = 0 dan sifat dipol magnet . ! = 0 maka Persamaan (2.9) dan (2.10) menjadi
= − $ :;:(; − ::( = 0 (2.11)
=! − $ :;!:(; − µ - = 0 (2.12)
Jika kita pilih variasi waktu sinusoidal ( biasa dipakai di MT )
.>/ = ? %&'(; @@> = AB
!.>/ = C %&'(; @!@> = AB!
B = frekuensi sudut = 2 π f
Maka Persamaan (2.11) dan (2.12) menjadi
= + . $B= − i B/ = 0 (2.13)
=- + . $B= − i B/! = 0 (2.14)
Atau
= + D= = 0 (2.15)
=- + k=! = 0 (2.16)
Ini adalah persamaan gelombang elektromagnetik untuk propagasi vektor medan
magnet dan medan listrik pada medium homogen isotropis yang memiliki
11
konduktivitas σ, permeabelitas µ, dan permitivitas relatif dielektrik ε dalam domain
frekuensi dan disebut juga persamaan Helmholtz E dan H.
Prospek EM dalam geofisika
• Material bumi .10GHI/K ≤ ≤ 10HI/K/
• Frekuensi < 105 Hz
• Arus perpindahan lebih kecil dari arus konduksi $B= ≪ B.
Sehingga
= − ::( = 0 (2.17)
=! − µ - = 0 (2.18)
∇= − i B = 0 (2.19)
∇=- − i B! = 0 (2.20)
Persamaan (2.17) dan (2.18) adalah persamaan difusi gelombang elektromagnetik
dalam material bumi.
Solusi dari persamaan difusi
:;:O; − i B = 0
@=-@P= − i B! = 0
Solusi
= ER %G&.STG'(/ + EG %&.STR'(/ (2.21)
12
- = HR %G&.STG'(/ + HG %&.STR'(/ (2.22)
k = α+ iβ ∝= B W $2 Y1 + =$=B=Z[ =\ + 1]
[ =\
^ = B _ $2 Y1 + =$=B=Z − 1`[ =\
Dalam material bumi
∝= ^ = aB 2 b[ =\
D = a'cd= b[ =\ + A a'cd= b[ =\ (2.23)
= ER %G&eT eGβO efω (2.24)
- = HR %G&eT eGβO efω (2.25)
Sehingga E dan H meluruh dalam arah z positif.`
Konsekuensi :
a. ^ real sehingga eGβO akan semakin kecil untuk z semakin besar. Amplitudo
gelombang teratenuasi sebesar e-1 (37%) pada suatu jarak δ dalam medium
maka diperoleh skin depth (g). Dengan = maka diperoleh
g = h ='cdi[ =\ = 503 a1 l\ b[ =\. (2.26)
b. %G&eT = cos.oP/ − ApAq.oP/; gelombang teratenuasi terhadap kedalaman.
c. efω = cos.ωt/ − ApAq.ωt/; gelombang bervariasi sinusoidal terhadap waktu.
13
d. Karena ::r = ::s = 0 ; maka Ex dan Hy memiliki amplitudo bervariasi pada
bidang yang tegak lurus sumbu z. Gelombang bidang, walaupun amplitudo
berubah tetapi perambatan selalu ke sumbu z.
Gelombang magnetotellurik terpolarisasi dalam bidang xy dan menjalar dalam
arah z. Persamaan medan H dengan amplitudo θcos0HH xo = dan θsinoyo HH =
dapat ditulis menjadi :
Cr = .C cos t/%GeT cos.B> − oP/ Cs = .C sin t/%GeT cos.B> − oP/ (2.27)
Dari Persamaan ∇ × ! = + $ @ @>⁄
?r = 1 .komponen x dari ∇ × ! / = 1 _− @Cs@P `
= − 1 .C sin t/%GeTv−o cos.B> − oP/ + o pAq .B> − oP/w = √2 ed .C sin t/%GeT cos aB> − oP + yzb (2.28a)
Dengan cara yang sama diperoleh
?s = √2 ed .C sin t/%GeT cos aB> − oP + yzb (2.28b)
Dari Persamaan (2.28a) dan Persamaan (2.28b) :
|~= = |~= = 2 aedb= = B (2.29)
14
Jika kita asumsikan σ menjadi konduktivitas efektif dalam sebuah kedalaman
penetrasi D , maka bisa diperoleh aproksimasi dari D dan σ , dengan mengganti z∂
∂
dengan [ dan
T
πω 2= , Persamaan (2.27), (2.28) dan ( 2.29) memberikan :
≈ [d ~| ≈ [d.'c/ ;⁄ = .'cd/ ;⁄'c = [=yc |~ (2.30a)
≈ [=yc |~= = [=yc ||= (2.30b)
Secara umum dapat ditulis menjadi :
= [=yc ℵ = [=yc || (2.31a)
= [=yc ℵ= = [=yc ||= (2.31b)
dengan ℵ adalah yx HE / atau xy HE /
Jika kita ambil 7104 −== xo πµµ dan kemudian dengan satuan : miliVolt per km
untuk ε , gamma(nT) untuk ℵdan kilometer untuk D, maka diperoleh :
= [=y .5/[ =⁄ km (2.32a)
= [ ℵ= = [ ||= ΩK (2.32b)
= resistivitas.
Pada kenyataannya medium bumi non homogeny maka resistivitas yang ditinjau
merupakan resistivitas semu.
15
2.5 Konsep Polarisasi Medan Listrik dan Medan Magnet
Konsep fisika yang menjelaskan induksi gelombang pada sebuah
diskontinuitas adalah konservasi arus. Menunjukkan model 2-D sederhana dengan
kontak vertikal antara 2 daerah yang berbeda konduktivitas, σ1 dan σ2. Rapat arus di
daerah batas adalah
s = ?s (2.33)
Akibat perbedaan konduktivitas arus terkonservasi di sepanjang batas sehingga
menyebabkan medan listrik, Ey, diskontinu. Sedangkan komponen elektromagnetik
lain kontinu di daerah batas.
Gambar 2.1 Ilustrasi polarisasi E dan B. (F. Simpson dan K. Bahr, 2005).
Variasi medan di sepanjang strike tidak berubah a:|:r = 0, :~:r = 0b karena
konduktivitas sepanjang strike konstan. Dari Persamaan (2.1) dan (2.2) maka
diperoleh
× = −μ ∂-∂t
ı a − O b + a O − b + k a − b = −iωμı H + H + k HO
(2.34a)
16
× ! =
ı a − O b + a O − b + k a − b = σı E + E + k EO (2.34b)
Medan magnet dan medan listrik saling orthogonal yaitu suatu medan listrik
yang sejajar dengan strike akan menginduksi medan magnet yang tegak lurus strike
dan di bidang vertikal, sedangkan suatu medan magnet yang sejajar strike akan
menginduksi medan listrik yang tegak lurus strike dan bidang vertikal. Oleh karena
itu Persamaan (2.34a) dan (2.34b) dapat dipasangkan ke dua mode bebas, yaitu
medan listrik yang sejajar strike (polarisasi E) dan medan magnet yang sejajar strike
(polarisasi B).
Polarisasi E atau disebut juga mode Transverse Elektrik (TE mode)
menggambarkan aliran arus yang sejajar dengan strike dengan komponen medan
elektromagnetik Ex, Hy, dan Hz :
Polarisasi E ¡ = = iωμHO O = −μ = −iωμH − O = σE
¢ (2.35a)
Polarisasi B atau disebut juga mode Transverse Magnetik (TM mode)
menggambarkan aliran arus yang tegak lurus dengan strike dengan komponen medan
elektromagnetik Bx, Ey, dan Ez :
Polarisasi B
¡ = −σEO O = σE − O = −iωμH
¢ (2.35b)
17
Ketika Ey diskontinu di sepanjang kontak vertikal maka impedansi Zyx (rasio ?s Cr⁄ ) dan Zyy (rasio ?s Cs⁄ ) yang diasosiasi Ey juga menjadi diskontinu. Untuk
menyederhanakan persoalan kasus 2-D maka Zyy sama dengan nol sehingga hanya
komponen Zyx yang diamati. Dari Persamaan (2.33) medan Ey terjadi diskontinuitas
akibat Zyx adalah σ2/σ1. Dengan demikian, berdasarkan Persamaan (2.31b) maka
resistivitas semu yang tegak lurus strike ρyx dengan besarnya (σ2/σ1)2 juga diskontinu.
Sebagai konsekuensi diskontinuitas yang ditunjukkan ρyx, resistivitas yang
diperoleh dari polarisasi B lebih baik dibandingkan resistivitas polarisasi E, karena
polarisasi E diasosiasi medan magnet vertikal. Medan magnet vertikal dibangkitkan
oleh gradient konduktivitas lateral dan dan daerah batas, dan variasi spasial dari rasio
Hz/Hy dapat digunakan untuk memperoleh kontras konduktivitas lateral dari
polarisasi E.
18
Gambar 2.2 (a) Perbandingan resistivitas semu dari polarisasi E dan B dan fasa sebagai fungsi
jarak dari kontak vertikal untuk periode 0.1 s dan 10 s. (b) resistivitas semu dan fasa impedansi
sebagai fungsi dari periode pada jarak-0.3, -1.3, -5.3 dan -19.3 (sepanjang qurter-space 10 Ωm)
dari kontak vertikal. (c) resistivitas semu dan fasa impedansi sebagai fungsi dari periode pada
jarak-0.3, -1.3, -5.3 dan -19.3 (sepanjang quarter-space 1000 Ωm) dari kontak vertikal. (F.
Simpson dan K. Bahr, 2005).
2.6 Arah Induksi
Arah induksi adalah representasi rasio kompleks (real dan imajiner) dari
komponen medan magnet vertikal dan horisontal. Ketika medan magnet vertikal
dibangkitkan oleh gradient konduktivitas lateral, arah induksi dapat digunakan untuk
menarik kesimpulan keberadaan atau ketidakberadaan variasi konduktivitas lateral.
19
Parkinson convention adalah titik vektor menuju konsentrasi arus internal, sedangkan
wiese convention adalah titik vektor keluar dari konsentrasi arus internal. Vektor
tersebut seringkali dikenal dengan vektor tipper, karena transformasi medan magnet
horisontal ke bidang vertikal memenuhi hubungan:
CT.B/ = .r.B/ s.B// £Cr.B/Cs.B/¤ (2.36)
Dalam kasus 2-D, arah induksi diasosiasi dengan polarisasi E (bandingkan
Persamaan 2.35a dan 2.35b). Kemudian batas insulator dan konduktor memperluas
sebuah arah induksi yang bangkit di mode bumi 2-D di mana orientasinya tegak lurus
batas tersebut, dan besarnya sebanding dengan intensitas konsentrasi anomali arus
(Jones dan Prices, 1970), yang dapat ditentukan kembali oleh besar gradient
konduktivitas atau diskontinuitas.
Gambar 2.3 (a) model 2-D dengan anomali konduktif 5 Ωm dan half-space 100 Ωm. (b) Medan
magnet vertikal melintang pada anomali konduktif 2-D. (c) Arah induksi Parkinson. (F. Simpson
dan K. Bahr, 2005).
2.7 Tensor Impedansi dan Tinjauan Dimensionalitas.
Metode MT adalah suatu metode pasif yang terdiri dari pengukuran fluktuasi
medan listrik (E) dan magnetik (H) pada arah orthogonal di permukaan bumi.
20
Komponen orthogonal dari medan listrik dan magnet horisontal dihubungkan dengan
tensor impedansi
£?r?s¤ = aPrr PrsPsr Pssb £CrCs¤ (2.37)
adalah fungsi transfer dan merupakan bilangan kompleks. Setiap komponen,zij dari
memiliki besaran dan fasa
¥.B/ = [c¦' §P&¨.B/§= (2.38)
Ѳ.B/ = >ªqG[ £«¬ T®¯.'/°±²T®¯.'/° ¤ (2.39)
Z berisi informasi tentang dimensionalitas dan arah. Untuk kasus 1-D di mana
konduktivitas berubah terhadap kedalaman, elemen diagonal dari tensor impedansi,
zxx dan zyy bernilai nol, untuk komponen non-diagonal besarnya sama tetapi tandanya
berlawanan.
Kasus 1-D ³Prr = Pss = 0Prs = −Psr ¢ (2.40)
Untuk kasus 2-D, konduktivitas berubah sepanjang arah horisontal dan kedalaman.
Kasus 2-D
Prr = −PssPrs ≠ −PsrPrr = Pss = 0¢ (2.41)
Prr = Pss = 0 jika x atau y sejajar strike
Untuk kasus 3-D Prr ≠ Pss ≠ 0; Prs ≠ −Psr ≠ 0 (2.42)
?r = PrrCr + PrsCs
?s = PsrCr + PssCs
21
2.8 Pendahuluan Dekomposisi Groom-Bailey
Tensor impedansi terukur sering sekali tidak sesuai dengan tensor impedansi
2-D yang ideal. Di mana tidak ada rotasi sumbu koordinat sedemikian elemen tensor
diagonal keduanya bernilai nol. Hal ini terjadi karena (i) data error akibat induksi 1-
D atau 2-D, (ii) karena induksi 3-D, atau (iii) karena induksi 1-D atau 2-D terpadukan
dengan pengaruh distorsi galvanik telurik (bebas frekuensi). Pada penulisan ini
dibahas mengenai pengaruh anomali 3-D yang menghasilkan distorsi galvanik
terhadap regional 2-D.
Pada saat ini pengaruh induksi 1-D atau 2-D yang terpadukan dengan distorsi
telurik 3-D, perlu dipertimbangkan untuk meningkakan kualitas data. Keberadaan
distorsi menyebabkan ketidak-sesuaian tensor impedansi terukur dengan tensor
impedansi 2-D sebenarnya, dan metode rotasi atau dekomposisi belum ada yang
sesuai untuk kasus ini. Sejumlah alternatif metode dekomposisi (yaitu Eggers, 1982;
Spitz, 1985; La torraca et al, 1986; Yee and Paulson, 1987) tidak dapat
menyederhanakan asumsi mengenai model fisis dan sangat banyak parameter yang
digunakan untuk menunjukkan data tensor. Dalam kasus induksi 1-D atau 2-D
terpadukan dengan hamburan galvanik 3-D, maka dekomposisi umum tidak optimal
untuk penyederhanaan model dasar.
Penentuan strike elektromagnetik regional dipengaruhi oleh distorsi galvanik
(Swift, 1967). Dimensionalitas dari suatu anomali konduktif bergantung pada skala
observasi. Respon induktif elektromagnetik menjadi lemah dan dilanjutkan dengan
respon non-induktif (galvanik) saat skin-depth gelombang melebihi dimensi anomali.
Data elektromagnetik yang mengandung efek galvanik digambarkan dengan model
superimposisi dan dekomposisi di mana data dipisahkan dari suatu respon non-
induktif akibat dari heterogenitas multidimensi dengan dimensi lebih lecil dari skala
induktif (daerah lokal), dan respon yang disebabkan struktur oleh 1-D atau 2-D
(daerah regional). Dalam beberapa kasus, menentukan strike elektromagnetik
22
melibatkan pemisahan tensor impedansi terukur ke dalam matrik yang
merepresentasikan bagian induktif dan non-induktif. Bagian induktif berisi suatu
tensor terdiri dari komponen kompleks yaitu magnitude dan fasa, sedangkan bagian
non-induktif menunjukkan perilaku DC, dan digambarkan oleh suatu tensor distorsi,
dengan komponen-komponennya harus real dan tidak bergantung frekuensi.
Gambar 2.4 Persoalan dimensionalitas (F. Simpson dan K. Bahr, 2005)
Superposisi dari regional 1-D model bumi berlapis dengan suatu struktur
anomali konduktif berskala kecil di permukaan (Larsen, 1975). Jika ukuran anomali
lebih kecil dibandingkan kedalaman penetrasi, p, dari medan elektromagnetik, maka
tensor impedansi diasosiasi dengan model umum Larsen yaitu
£?r?s¤ = ¶ a 0 P−P 0b £CrCs¤
= a·[[ ·[=·=[ ·==b a 0 P−P 0b £CrCs¤ (2.43)
23
Dengan Z adalah impedansi regional dari model 1-D Cagniard dan ¶ adalah suatu
tensor distorsi real, yang menggambarkan aksi galvanik (daripada induktif) dari
penghambur lokal pada medan listrik. Persamaan (2.43) berisi enam derajat
kebebasan-empat parameter distorsi real dan suatu impedansi kompleks, di mana data
terukur dapat dijelaskan oleh model yang menyediakan hanya lima derajat
kebebasan-empat amplitudo dan satu fasa. Oleh karena itu, amplitudo absolut
impedansi tidak dapat dipisahkan dari parameter distorsi. Hal ini ekuivalen dengan
keadaan faktor pergeseran statis yang secara matematis tidak dapat ditentukan dari
impedansi terukur.
Gambar 2.5 (a) model superimposisi Larsen (1975) (Persamaan 2.42) dengan anomali kecil di
permukaan mendistorsi regional model 1-D berlapis. (b) model superimposisi Bahr (1988) (Persamaan
2.46) dengan anomali sekal kecil dekat permukaan mendistorsi model regional 2-D. (F. Simpson dan
K. Bahr, 2005)
Jika suatu data dapat dijelaskan dengan model (Larsen, 1975), maka seluruh
elemen dari impedansi terukur seharusnya memiliki fasa yang sama. Perbedaan fasa
antar dua bilangan kompleks dapat ditentukan menggunakan komutator:
¸¹, º» = Im.º ¹∗/
24
= Re ¹ Im º − Re º Im ¹ (2.44)
Karena itu pengukuran misfit invariant rotasional untuk model Larsen adalah
= .|[, I=| + |I[, =|/[ =⁄ |=|⁄ (2.46)
I[ = Prr + Pss ; I= = Prs + Psr ; [ = Prr − Pss ; = = Prs − Psr
Pada kasus tertentu dua model komplemen dari Swift dan Larsen (Persamaan
2.46) cukup menjelaskan impedansi terukur. Suatu sistem koordinat seharusnya
memiliki, (i) komponen off diagonal (zxy dan zyx) dari tensor impedansi yang berbeda
fasa (disebabkan oleh perbedaan struktur konduktivitas sepanjang dan tegak lurus
strike), dan komponen diagonal (zxx dan zyy) diabaikan; atau (ii) seluruh elemen dari
tensor impedansi menunjukkan fasa yang sama, tetapi komponen diagonal tidak nol.
Seperti yang ditunjukkan oleh (Ranganayaki, 1984), fasa MT bergantung kuat pada
arah di mana medan listrik terukur, dan keberadaan impedansi terukur memiliki
komponen diagonal dan berbeda fasa, hal itu tidak berlaku dalam model Swift
ataupun model Larsen.
Bahr (1988) mengajukan suatu model superimposisi (dekomposi) yang lebih
lengkap. Dalam model ini, heterogenitas multidimensi dengan dimensi lebih kecil
dari panjang skala induktif data pada suatu struktur regional 2-D, dan data dipisahkan
ke suatu ‘lokal’, respon non-induktif (galvanik), dan suatu ‘regional’, respon induktif.
Sehingga tensor impedansi diperluas menjadi:
£?r?s¤ = ¶ £ 0 P½,r′s′P½,s′r′ 0 ¤ £CrCs¤
= a−·[=P½,s′r′ ·[[P½,r′s′−·==P½,s′r′ ·=[P½,r′s′b £CrCs¤ (2.46)
Di dalam setiap kolom hanya terjadi satu fasa, karena asumsi distorsi galvanik
memerlukan elemen dari tensor distorsi, ¶ harus real dan tidak bergantung frekuensi.
25
Pada suatu sistem koordinat tertentu, fasa dari dua impedansi regional zn,xy dan zn,yx
akan dipadukan, karena dalam kasus ini tensor elemen adalah kombinasi linier dari
zn,xy dan zn,yx. Dalam suatu koordinat tertentu diperoleh:
= ^e¶ = ^e¾ (2.47)
Distorsi galvanik dapat memberikan informasi mengenai proses induksi 2-D
dan informasi itu dapat dicapai dengan menerapkan suatu keadaan medan (Bahr,
1988). Suatu sistem regional tensor impedansi terukur dipengaruhi oleh distorsi
galvanik dari struktur 3-D yang tidak teratur dan arus elektrik terinduksi berskala
besar dalam struktur regional 1-D atau 2-D. Meskipun model ini tidak sesuai untuk
seluruh frekuensi set data, tapi sesuai untuk rentang frekuensi tertentu ketika definisi
suatu skala regional dapat berbeda terhadap rentang frekuensi yang berbeda.
Berdasarkan pendekatan dekomposisi fisis yang dilakukan (Bahr, 1988),
Groom-Bailey (1989) melakukan faktorisasi parameter distorsi menjadi empat
parameter yang mempengaruhi suatu medan regional. Dekomposisi ini untuk
memisahkan parameter lokal dan regional, dengan asumsi di mana struktur regional
2-D dan struktur lokal hanya menyebabkan hamburan galvanik terhadap medan
listrik, dan dikerjakan dalam bentuk suatu hasil faktorisasi. Dekomposisi Groom-
Bailey ini yang dibahas lebih rinci dalam penulisan ini.
2.9 Hamburan Elektromagnetik 3-D Skala Kecil
Prinsip dasar hamburan medan listrik dan medan magnet yang disebabkan oleh
anomali kecil, dijelaskan oleh (Chave dan Smith, 1994), dengan suatu Persamaan
medan, yaitu
26
.¿/ = .¿/ − AB À ÁÂ ′Ã.¿, ¿ ′/g.¿′/.¿′/Ä ′+ ∇ 1 ∇. À ÁÂ ′Ã.¿, ¿′/Ä ′ g.¿′/.¿ ′/
(2.48)
Dengan ?.¿/ adalah medan listrik regional, g adalah anomali konduktivitas dalam
volume V’, Ã.¿, ¿′/ adalah fungsi green.
Suku kedua dari Persamaan di atas menunjukkan medan listrik yang
disebabkan oleh induksi pada suatu anomali, sedangkan suku ke tiga merupakan
medan listrik yang dipengaruhi muatan galvanik di suatu anomali permukaan. Jika
anomali berskala kecil maka suku kedua diabaikan karena kurang berpengaruh
dibandingkan suku ketiga. Kemudian suku ketiga dapat dinyatakan dalam o?
dengan menganggap .¿ ′/ sama dengan .¿/ dan o merupakan tensor real dengan
orde 2x2 dan tidak bergantung frekuensi. Dengan demikian medan listrik total
merupakan hasil dari suatu tensor distorsi real 2x2 yang tidak bergantung frekuensi
dan medan listrik regional.
= + o = ¶ (2.49)
Persamaan medan magnet yang dipengaruhi distorsi dapat diperoleh dengan
melakukan operasi curl pada Persamaan (2.48), sehingga diperoleh
!.¿/ = ! + ∇ × Å ÁÂ′Ã.¿, ¿′/g.¿′/.¿′/Ä′ (2.50)
Dengan asumsi yang sama di mana .¿ ′/ sama dengan .¿/ maka Persamaan
medan H menjadi
H= ! + # (2.51)
Dan D adalah tensor real 2x2 yang tidak bergantung pada frekuensi.
27
Dengan memperhatikan pengaruh distorsi pada gelombang elektromagnetik
maka diperoleh suatu Persamaan baru yang berhubungan dengan impedansi di mana
impedansi regional Z0 dengan impedansi distorsi Z, dapat dinyatakan dengan
Æ = ÇÆ.È + #Æ/G[ (2.52)
Dengan E0 = Z0H0 dan E = ZH.
Untuk saat ini pengaruh distorsi medan magnetik diabaikan sehingga D = 0 dan untuk
selanjutnya pembahasan mengenai dekomposisi Groom-Bailey meninjau pengaruh
distorsi telurik yang dominan.
2.10 Model Distorsi
Hubungan medan listrik regional rata-rata er dan medan magnet regional rata-
rata hr dengan struktur konduktivitas regional 2-D memenuhi hubungan
ÉÊ = Æ=ËÊ = a 0 ª−Ì 0b ËÊ (2.53)
Dengan a dan b adalah elemen impedansi untuk struktur 2-D regional rata-rata.
Dengan adanya tinjauan keberadaan anomali 3-D yang menyebabkan distorsi
galvanik maka medan e dan h terukur pada beberapa titik terganggu oleh variasi lokal
dari nilai regionalnya. Medan listrik e sangat terpengaruh oleh muatan lokal yang
terakumulasi pada gradient konduktivitas atau daerah batas. Sedangkan medan
magnet h tidak terpengaruh karena tidak berhubungan dengan rata-rata spasial dari
rapat arus telurik. Jadi penyederhanaan asumsi dapat dilakukan dengan h = hr. Oleh
sebab itu e harus dihubungkan dengan er oleh suatu tensor distorsi C
(Bahr, 1988)
É = ÇÉÍ = a·[ ·=·H ·zb ÉÊ (2.54)
28
Struktur distorsi diasumsikan berinduktif lemah dan seluruh elemen dari C dapat
diasumsikan real. Maka diperlukan empat parameter real untuk menunjukkan
keberadaan distorsi. Model fisis untuk suatu permukaan 3-D inhomogen sesuai
dengan model II (Berdichevsky dan Dmitriev, 1976), dengan C didefinisikan sebagai
Ç = ÎÏr.r/ Ïr.s/Ïs.r/ Ïs.s/Ð (2.55)
Empat parameter bebas diperlukan untuk menunjukkan tensor distorsi umum.
Gambar 2.8 menunjukkan suatu model regional dan distorsi. Suatu daerah konduktif
pertengahan (ditandai dengan titik-titik) terletak pada suatu lapisan bawah terisolasi
(putih). Di dalam daerah pusat lingkaran terdapat suatu daerah permukaan konduktif
tinggi yaitu swamp (hitam). Pengukuran dilakukan pada pusat swamp. Arus telurik
regional terputarkan (twist) dengan suatu sudut Ѳt. Pemanjangan suatu swamp
menyebabkan anisotropi sejajar sumbu utama dan tegak lurus arah a. Penerapan
transformasi pada setiap operasi distorsi tersebut terhadap medan listrik regional
menghasilkan suatu hubungan akhir dari medan listrik terukur dengan regional, yang
ditunjukkan dengan
É = ÇÉÍ = ÑΛÒÓÔÉÊ (2.56)
Ç = £cos t¥ −sin t¥sin t¥ cos t¥ ¤ £Õ[ 00 Õ=¤ £ cos t¥ sin t¥−sin t¥ cos t¥¤ £cos t( −sin t(sin t( cos t( ¤
(2.57)
Matrik T adalah twist, Q dan transposenya QT merotasi sumbu utama dari swamp
dan Λ merupakan suatu anisotropi yang disebabkan oleh pemanjangan dan kontras
konduktivitas dari swamp. Dengan demikian terdapat empat parameter real t¥, t(, λ1
dan λ2 yang perlu diketahui.
29
Faktorisasi (Persamaan 2.57) sangat menjelaskan model distorsi namun sulit
untuk direpresentasikan karena keempat parameter tersebut tidak diperoleh dari
tensor impedansi terukur. Solusi eksak dari C yang tidak dapat ditentukan pada kasus
distorsi galvanik 2-D dapat diperoleh dengan melakukan dekomposisi
(parameterisasi) dari tensor impedansi yaitu dengan memisahkan bagian elemen
tensor yang dapat ditentukan dan yang tidak dapat ditentukan (Zhang et al., 1987).
Gambar 2.6 Model distorsi dan regional (Groom dan Bailey, 1989)
Dengan hubungan
É = Æ¬Ë (2.58)
dan Zm adalah tensor impedansi terukur. Dalam sistem regional atau sumbu utama,
kita dapat tunjukkan tensor impedansi terukur dengan Persamaan (3.11) dan (3.12)
Ƭ = ÇÆ= (2.59)
Atau dalam sistem sumbu pengukuran
Ƭ = ÖÇÆ=Ö¾ (2.60)
30
Dengan C merupakan tensor distorsi dalam sistem sumbu utama induktif regional,
dan R adalah matrik rotasi yang merotasi vektor-vektor dengan sudut t terhadap
sistem sumbu terukur dari sistem sumbu pengukuran regional.
Meskipun faktorisasi tensor impedansi terukur mendasari suatu model fisis,
parameter dari faktorisasi ini tidak dapat ditentukan secara unik dari data terukur. Hal
ini disebabkan terdapat sembilan parameter yang diperlukan: satu sudut rotasi pada R,
empat elemen tensor distorsi, dan dua impedansi kompleks. Andaikan suatu
transformasi,
Æ=′ = ×= = £Ø[ 00 Ø=¤ Æ= (2.61)
Ç′ = ÇÙG[ (2.62)
Dengan w1 dan w2 adalah bilangan real tidak nol. Faktorisasi baru menjadi
Ƭ = ÖÇ′Æ′ÚÖÛ (2.63)
Hal ini ekuivalen dengan Zm (Persamaan 2.60), ketika C’ real dan Z’2 dalam bentuk
2-D ideal. Pada kenyataannya dapat ditunjukkan bahwa matrik diagonal W
menghasilkan bentuk umum yang tidak unik.
2.11 Faktorisasi Tensor Distorsi
Representasi matrik yang sesuai ini mengikuti contoh (Spitz, 1985) dan
diperkenalkan suatu modifikasi matrik spin pauli, yaitu
Ü = a1 00 1b (2.64a)
Ý[ = a0 11 0b (2.64b)
Ý= = a0 −11 0 b (2.64c)
31
ÝH = a1 00 −1b (2.64d)
Suatu tensor M orde 2 dapat dinyatakan dalam penjumlahan matrik (Persamaan 2.64)
yaitu
Þ = αß + α[Ýà + α=ÝÚ + αHÝH (2.65)
Sedangkan faktorisasi dari C menghasilkan
Ç = ÃÛá< (2.66)
g adalah suatu skalar dan faktor tensor T, S, A didefinisikan dengan
Û = âÚ.Ü + >ÝÚ/ (2.67a)
á = âà.Ü + %Ýà/ (2.67b)
< = âã.Ü + pÝH/ (2.67c)
Faktor normalisasi Ni ditetapkan agar T, S, dan A secara individual dapat bertahan
ketika diterapkan ke suatu medan listrik acak terpolarisasi secara isotropis, yaitu
â[ = 1 √1 + %=⁄ (2.68a)
â= = 1 √1 + >=⁄ (2.68b)
âH = 1 √1 + p=⁄ (2.68c)
Adapun tujuan normalisasi untuk memastikan setiap elemen T, S, dan A tetap
terbatasi selama proses komputasi.
Beberapa pengertian fisis dalam faktorisasi ini dapat ditentukan dengan
menguji pengaruh dari setiap faktor pada medan listrik regional (yaitu medan listrik
regional pada sistem koordinat alami dari struktur regional 2-D). Tensor anisotropi
atau tensor pemisahan
32
< = âã.Ü + pÝH/ = âã a1 + p 00 1 − pb (2.69)
merentangkan dua komponen medan dengan faktor berbeda, membangkitkan suatu
anisotropi yang berhubungan dengan distorsi dan keberadaan anisotropi tensor
impedansi induksi regional Z2 sepanjang sumbu yang sama. Distorsi anisotropi ini
tidak dapat terbedakan dari anisotropi induktif kecuali dalam keadaan ketika
anisotropi Z2 diketahui. Gambar (2.7b) menunjukkan pengaruh A pada suatu
keseluruhan vektor-vektor satuan untuk s positif.
Tensor shear (dinamakan sesuai dengan analogi teori deformasi)
á = âà.Ü + %Ýà/ = âà a1 %% 1b (2.70)
mengembangkan anisotropi pada sumbu di mana sumbu utama induktif regional
terbagi dua. Pengaruh S pada keseluruhan vektor satuan ditunjukkan oleh gambar
2.7b untuk shear e positif. Perubahan sudut maksimum terjadi untuk vektor-vektor
sejajar dengan sumbu utama. Suatu vektor pada sumbu x dalam gambar dibelokkan
searah jarum jam dengan sudut shear tan-1e, dan suatu vektor sepanjang sumbu y
dibelokkan berlawanan arah jarum jam dengan besar sudut yang sama.
Pengaruh dari tensor twist
Û = âÚ.Ü + >ÝÚ/ = âÚ a1 −>> 1 b (2.71)
secara sederhana untuk merotasi vektor medan listrik searah jarum jam dengan sudut
twist tan-1t. Twist t dikarakterisasi dengan sudut twist фs= tan-1t.
Terakhir, g menunjukkan suatu keseluruhan penskalaan medan listrik. Hal ini
diperlukan karena hasil A, S, dan T ternormalisasi akan berbeda dari tensor distorsi C
sesungguhnya. g lebih merupakan suatu ‘site gain’.
33
Gambar 2.7 (a) susunan data MT yang diambil pada pusat konduktif swamp (hitam) yang dilingkupi
oleh regional konduktif pertengahan (abu-abu) dan suatu isolator (putih). t( menunjukkan arah strike
dari suatu swamp dengan ‘twist’ arus telurik. Anomali juga ditentukan oleh efek shear dan anisotropis
dari data. (b) pengaruh dari operator twist, shear, anisotropis terhadap medan regional . (Groom dan
Bailey, 1989)
Baik g ataupun A dapat ditentukan secara terpisah dari Z2, dengan Z’2= g A
Z2 dipandang seperti tensor impedansi 2-D ideal (yaitu memiliki elemen diagonal
nol). Dua impedansi utama ditentukan dalam Z’ 2 akan secara terpisah terskalakan
dengan sesuatu yang tidak diketahui tetapi merupakan faktor bebas frekuensi.
Keuntungan faktorisasi ini adalah bagian C yang tidak diketahui diserap ke tensor
impedansi yang ditentukan tanpa merusak bentuk tensor 2-D ideal.
Jika distorsi telurik tidak bergantung frekuensi, penyerapan g, A ke dalam Z2
tidak akan mengubah bentuk kurva resistivitas semu ataupun fasa, dengan demikian
kita dapat menentukan secara tepat kecuali terdapat pergesaran statis. Dalam metode
34
konvensional, tidak hanya penyerapan g, A ke dalam Z2 tetapi juga T dan S, dengan
demikian mengubah dari tensor ideal 2-D.
Faktorisasi C menggunakan nilai real g, t, e, s dan ketidak-unikkan untuk C
yang berubah-ubah. Sebagai contoh dekomposisi klasik nilai eigen dan vektor eigen
dari suatu matrik persegi tidak akan menghasilkan nilai real dari nilai eigen dan
vektor eigen jika matrik tidak memiliki properti yang pasti. Hal yang sama, tidak ada
jaminan di mana hasil faktorisasi dalam (Persamaan 3.24) tetap ada jika s, t, e dan g
yang diperlukan menjadi real.
Ç = äå.[R²;/.[R;/.[Ræ;/ × £.1 + p/.1 − >%/ .1 − p/.% − >/.1 + p/.% + >/ .1 − p/.1 + >%/¤ (2.72)
Untuk kasus distorsi lemah (t, e dan s kurang dari satu), maka faktorisasi
dapat diaproksimasi dengan mudah. Jika seluruh bentuk kedua dan ketiga e, s, dan t
diabaikan, maka diperoleh
Ç = a·[ ·=·H ·zb ≈ Ã a1 + p % − >% + > 1 − pb (2.73)
Dengan demikian diperoleh
à ≈ çRçè= (2.74a)
% ≈ ç;RçéçRçè (2.74b)
p ≈ çGçèçRçè (2.74c)
> ≈ çéGç;çRçè (2.74d)
Ini merupakan bentuk operator yang digunakan oleh (Larsen, 1975). Pada keadaan
distorsi lemah, model regional 1-D (Larsen, 1975,1977) dapat sangat sederhana
35
menghitung twist, shear, anisotropi dan kemungkinan menggeser impedansi 1-D
tetapi bukan site gain.
Untuk distorsi umum, Persamaan (2.72) harus disesuaikan. Hal tersebut
ditunjukkan di mana keberdaaan dua solusi secara umum dari Persamaan ini dan
hanya satu yang memiliki arti secara fisis.
Persamaan (2.72)
Ç = Ã′ £.1 + p/.1 − >%/ .1 − p/.% − >/.1 + p/.% + >/ .1 − p/.1 + >%/¤ (2.75a)
dengan g’ sudah termasuk faktor normalisasi. Asumsikan C dengan bentuk
Ç = £·[ 0·H 0¤
atau
Ç = £0 ·=0 ·z¤
Untuk kasus khusus ini di mana Persamaan (3.30) s ≠ ±1
Jika c4 ≠ 0,
ê = ç;çè = ²G([R(² (2.75b)
Dan jika c1 ≠ 0,
^ = çéç = ²R([G(² (2.75c)
Kasus khusus untuk c1 = 0 atau c4 = 0 memiliki dua solusi yang secara jelas tidak
dibahas di sini. Jika γ = β, maka terdapat satu solusi: t= 0 dan
% = ê = ^ Ã = çRçè= p = çGçè=ë (2.76a)
36
Jika γ = -β, solusi hanya e= 0, dan
> = −ê = ^ Ã = çRçè= p = çGçè=ë (2.76b)
Jika γ ≠ β dan γ ≠ -β, maka Persamaan (2.75) dapat diperoleh dengan Persamaan
kuadrat dari e dan t
.ê + ^/%= + 2%.1 − ê^/ − .^ + ê/ = 0 (2.77a)
.ê − ^/>= + 2>.1 + ê^/ − .ê − ^/ = 0 (2.77b)
Solusi real,
> = .ìíR[/±å.[Rì;/.[Rí;/ìGí (2.78a)
% = .ìíG[/±å.[Rì;/.[Rí;/ìRí (2.78b)
solusi untuk t dengan akar kuadrat positif sebagai t+, sedangkan solusi lain t-, dan
berlaku juga untuk e.
>R>G = −1 %R%G = −1
dan dua set solusi (e1, t1) = (e+, t-) dan (e2, t2) = (e-, t+).
Dengan demikian dapat ditunjukkan di mana γβ = -1 saat t = ±1 dan γβ = 1
saat e = ±1. Perkecualian untuk solusi pasangan, di salah satu solusi, |%| > 1, dan
yang lain |%| < 1. Berlaku juga untuk solusi di mana |>| > 1, dan yang lain |>| < 1.
Secara lebih spesifik, dapat ditunjukkan (g, t, e, s) adalah suatu solusi, maka (-g, -t-1, -
e-1, s-1) merupakan solusi juga.
Kedua solusi tidak dapat selalu terbagi menjadi solusi distorsi ‘kecil’ |>, %| < 1 dan
‘besar’ |>, %| > 1. Namun, jika
0 ≤ |ê^| ≤ 1
37
maka
|>=| < |>[| |%=| < |%[|
dan solusi di atas merupakan solusi distorsi kecil yang berbeda dengan solusi distorsi
besar. Namun, jika |ê^| > 1, maka solusi merupakan jenis distorsi perpaduan. Di
mana satu solusi memiliki shear kecil dan twist yang besar sedangkan yang lain twist
kecil dan shear besar. Pada saat |%| ≤ 1, pengaruh dari operator shear (2.70)
menyebabkan suatu sudut shear yang lebih besar dari 45° menjadi tidak berarti.
Pembatasan ini agar diperoleh suatu solusi unik dari faktorisasi ketika shear memiliki
magnitude kurang dari satu.
Penyelesaian dari keunikkan memerlukan shear dan site gain yang ditentukan
secara unik dari tensor distorsi. Untuk menentukan faktor anisotropi suatu tensor
distorsi yang diketahui, (20’) menghasilkan
[Rñ[Gñ = a[R(²[G(²b ççè (2.79)
Jika te ≠ 1 dan c4 ≠ 0 (kasus khusus di mana te = 1 dan c4 = 0 dapat ditentukan
dengan mudah). Persamaan (3.37) memberikan solusi
p[ = .çGçè/R²(.çRçè/.çRçè/R²(.çGçè/ (2.80a)
dan
p= = [ñ (2.80b)
Terakhir, parameter g ditentukan dengan mengalikan C dengan S-1 T-1. T
inverse diperoleh saat determinannya 1+t2 dan t real. S inverse diperoleh jika e ≠±1.
38
(Kasus ini dipandang secara terpisah) Menghasilkan suatu matrik diagonal g A dan
penjumlahan dari setiap elemen menghasilkan
2Ã&′ = [[G²®;[R(®; ¸·[.1 + %&>&/ − ·=.%& + >&/ − ·.%& − >&/ + ·z.1 − >&%&/» (2.81)
dengan i=1,2.
Hanya satu dari dua solusi untuk dekomposisi tensor distorsi yang dapat
diterima secara fisis. Pembahasan ini sangat diperlukan untuk menetapkan parameter
yang digunakan (g, e, t, s) yang pada kenyataannya terdefinisi dengan baik melalui
faktorisasi yang diajukan ini.
2.12 Dekomposisi Tensor Impedansi
Jika persamaan dekomposisi (2.66) suatu tensor distorsi disubstitusikan ke
Persamaan (2.59) menghasilkan:
Ƭ = Ã Ö Û á < Æ=Ö¾ (2.82)
Jika Z’2= g A Z2, maka
Ƭ = Ö Û á Æ′=ÖÛ (2.83)
Persamaan (2.83) terdiri dari 7 parameter real, yaitu (1 dan 2) bagian real dan
imajiner dari impedansi utama mayor a (atau ekuivalen dengan resistivitas semu
mayor dan fasa), (3 dan 4) bagian real dan imajiner impedansi utama minor b (atau
ekuivalen dengan resistivitas semu minor dan fasa), (5) asimut t resistivitas semu
mayor, (6) sudut shear фe = tan-1e, dan (7) sudut twist фt = tan-1t.
Untuk menghitung parameter-parameter dari suatu tensor impedansi terukur,
secara eksplisit harus berhubungan dengan data dari perkalian dekomposisi. Datum
Zm merupakan penjumlahan koefisien dekomposisi αi, yaitu
39
Ƭ = [= .oÜ + o[Ý[ + o=Ý= + oHÝH/ (2.84)
dan
o = rr + ss (2.85a)
o[ = rs + sr (2.85b)
o= = sr − rs (2.85c)
oH = rr − ss (2.85d)
Hasil dekomposisi Persamaan (2.83) akan membentuk Persamaan-Persamaan sistem
non linier, yaitu:
o = > + %g (2.86a)
o[ = .g − %>/ cos 2t − .>g + %/ sin 2t (2.86b)
o= = − + %>g (2.86c)
oH = −.>g + %/ cos 2t − .g − %>/ sin 2t (2.86d)
dengan definisi
= ª + Ì dan g = ª − Ì (2.87)
yang merupakan penjumlahan dan pengurangan impedansi utama. Ambiguitas sudut
90° dapat diselesaikan dengan menggunakan ketentuan |ª| > |Ì|, dengan a adalah
resistivitas semu utama mayor dan t adalah asimut medan listrik yang berasosiasi
antara 0° dan 90°.
Suatu dekomposisi tensor (Persamaan 2.86) yang unik diperoleh jika model
fisis tensor impedansi tepat dan tidak terdapat noise (setelah ambiguitas untuk
ketentuan regional azimuth diselesaikan dan pembatasan shear rendah dibuat untuk
40
solusi faktorisasi C). Pada prakteknya, data eksperimen mengandung noise atau
deviasi dari model fisis tidak akan tepat sesuai dengan dekomposisi. Dalam kasus ini,
suatu solusi dari delapan Persamaan real (2.86) untuk tujuh parameter dekomposisi
harus dicapai dengan prosedur penyesuaian least-square.
2.13 Tinjauan Tensor Impedansi Bersifat Isotropi atau Anisotropi
(Swift, 1967) mendefinisikan suatu indikator 3-D, skew, yaitu
|Γ| = − e¦e; (2.88)
Γ bernilai
Γ = (dR²òdG²(ò (2.89)
Saat induksi 2-D, Persamaan (2.89) dengan skew bernilai nol dan merupakan fungsi
dari frekuensi jika terdapat distorsi. Terdapat dua kasus ekstrem yaitu jika tensor
impedansi Z2 diperoleh dari dekomposisi baru bersifat isotropis (yaitu tidak ada
pengaruh dari anisotropi distorsi dan anisotropi induktif). Maka δ = 0 dan
Γ = > = tan ó( (2.90)
Kasus kedua jika Z2 sangat anisotropi, sehingga |ª| ≫ |Ì| dan g ≈ , maka
Γ = (R²[G²( = tan.ó( + ó²/ (2.91)
Sehingga definisi sudut skew γ menjadi tan-1 Γ (catatan, hal ini berbeda dengan sudut
skew yang didefinisikan oleh LaTorraca et al., 1986 dan Eggers, 1982). Sudut skew
merupakan suatu aproksimasi dari estimasi sudut twist dan shear. Sehingga data MT
tidak diterima pada basis skew besar jika induksi 2-D alami. Dekomposisi baru yang
diajukan di atas akan mengidentifikasi situasi tersebut dan boleh atau tidaknya
menggunakan data tersebut.
41
Metode konvesional mencakup impedansi dan strike induktif dengan
meminimumkan
§rr′ §= + §ss′ §=
sebagai suatu fungsi dari sudut rotasi koordinat t’ (Swift, 1967; Sims dan Bostick,
1969). Hal ini ekuivalen dengan meminimumkan |oH.t′/|= (Spitz, 1985, Sims dan
Bostick, 1969). Sebagai suatu fungsi dari sudut rotasi koordinat terpilih t’
oH.t′/ = −.>g + %/ cos 2.t − t′/ − .g − %>/ sin 2.t − t′/ (2.92)
Meminimumkan |oH|= yang ditunjukkan oleh Persamaan (2.92) dengan fungsi dari t’
tidak akan menghasilkan strike induktif (t) sebenarnya jika terdapat distorsi. Dengan
Z2 anisotropi tinggi .g ≈ /, α3 dapat dibuat nol, sehingga
t ′ = t + 12 tanG[ £ > + %1 − %>¤ = t + 12 ê
= t + [= .ó( + ó²/ (2.93a)
Kemudian diperoleh asimut berbeda dari strike induktif dengan setengah sudut skew.
Implikasi umum dari kasus ini yaitu kesalahan asimut dari metode konvensional
berorde sama dengan sudut skew.
Untuk kasus isotropi .g ≈ 0/, α3 menjadi nol, sehingga
t ′ = t + [= tanG[ a[(b = t ± yz + [= ó( (2.93b)
jika t tidak bernilai nol.
Untuk kasus khusus anisotropi tinggi, impedansi utama diperoleh sesuai
dengan perkalian skalar dari impedansi 2-D sesungguhnya, a(ω) dan b(ω), di mana Ì.B/ ≪ ª.B/. Gunakan suatu tensor impedansi dari Persamaan (2.83) dalam proses
42
dekomposisi konvensional (Swift) dengan sedikit manipulasi aljabar di mana
impedansi a’ dan b’ diperoleh dengan metode konvensional yaitu
ª′.B/ ≈ ª.B/ h.[G²(/.[Rçõñ ì/R.²R(/ñ&½ ì= i (2.94a)
Ì′.B/ ≈ ª.B/ h.[G²(/.[Gçõñ ì/G.²R(/ñ&½ ì= i (2.94b)
Dengan demikian diperoleh impedansi mayor secara tepat dengan suatu faktor
penskalaan yang tidak bergantung frekuensi jika model benar. Impedansi utama
minor tidak diperoleh secara tepat seluruhnya namun nilainya ditentukan oleh
impedansi utama mayor dikalikan dengan faktor penskalaan.
Instruksi lain kasus khusus yaitu distorsi lemah (e, t dan s seluruhnya kurang
dari satu-satuan) pada suatu regional bumi isotropi. Pada kasus ini , bentuk kedua dan
ketiga dari e, t dan δ/σ dapat diabaikan, sehingga aproksimasi Persamaan (3.44)
menjadi
o ≈ > (2.95a)
o[ ≈ g cos 2t − % sin 2t (2.95b)
o= ≈ − (2.95c)
oH ≈ −% cos 2t − g sin 2t (2.95d)
Jika shear e nol, |oH.t′/|=diminimisasi dengan t ′ = t, dan metode
konvensional akan memperoleh strike induktif yang benar. Metode konvensional
memperoleh impedansi utama yang benar dalam kasus ini (kecuali pergeseran statis).
Skew (α0/α2) bergantung pada twist dan sebagian pada shear, sedangkan shear
merupakan parameter penting dalam penentuan validitas metode konvensional.
Metode konvensional memberikan hasil yang tepat ketika skew tidak nol, dan tidak
tepat saat skew nol (t=0) jika shear tidak nol.
43
2.14 Distorsi 2-D atau Distorsi Kuat
(Zhang et al., 1987) telah menerapkan ide fisis yang sama seperi (Bahr, 1988)
untuk kasus khusus di mana struktur distorsi 2-D alami. Untuk perbandingan, kita
menguji kasus distorsi kuat (bukan 2-D) dengan dekomposisi yang diajukan disini.
Dengan menganggap pengaruh tensor T S pada medan listrik regional dihasilkan oleh
Z2 h. Jika distorsi kuat (|%| mendekati satu), S sangat mempolarisasi medan listrik
sepanjang asimut π/4 terhadap sistem koordinat induktif utama (atau –π/4 jika shear
negatif). Tensor twist T kemudian merotasi polarisasi sumbu ini dengan sudut twist.
Arah polarisasi medan listrik kuat dari koordinat pengukuran azimut akhir adalah
tö = t + ó( ± yz (2.96)
dengan tanda dipilih sesuai dengan shear. tö didefinisikan sebagai arah distorsi atau
strike lokal; arah tersebut akan tegak lurus struktur distorsi kuat. Distorsi strike dapat
digunakan sebagai parameter dekomposisi pada twist, yang berisi seluruh informasi
mengenai twist dan menggambarkan secara langsung struktur distorsi. Hasil di atas
(Persamaan 2.96) dapat diturunkan untuk distorsi 2-D menggunakan hasil dari
(Zhang et al., 1987) untuk bentuk tensor distorsi 2-D (memiliki 3 parameter bebas
dan simetris) dan suatu kondisi distorsi kuat .|%| ≈ 1/.
2.15 Indikator Induksi 3-D
Asumsi distorsi 3-D yang bekerja pada induksi 2-D tidak dapat diterapkan
pada seluruh kasus, tetapi hanya berlaku pada kasus ini. Terdapat dua cara di mana
deviasi dari model distorsi ideal dapat dideteksi. Model distorsi menuntun ke suatu
dekomposisi hanya dengan tujuh parameter real, oleh karena itu tidak sesuai dengan
tensor impedansi yang mungkin, di mana diperlukan delapan parameter untuk
44
menggambarkannya. Akar rata-rata kesalahan relatif penyesuaian ÷ dekomposisi
yaitu
÷= = ∑ ∑ §ù®¯Gù®¯§;;ú;®ú∑ ∑ §ù®¯§;;ú;®ú (2.97)
Dengan Zij dan û&¨ merupakan elemen tensor terukur dan termodelkan. Parameter
error harus lebih kecil dari satu. Parameter tersebut dapat dihitung pada setiap
frekuensi dan kemudian dapat digunakan untuk menetapkan rentang frekuensi di
mana model distorsi ideal secara signifikan terdapat error. Nilai estimasi ÷ tidak nol
jika data error diperhitungkan. Suatu uji chi-square konvensional dengan satu derajat
kebebasan digunakan untuk menilai signifikansi jika error Z diasumsikan terdistribusi
normal. Hal ini tidak hanya digunakan untuk menilai validitas model, (Bahr, 1988)
telah menetapkan perbedaan pengukuran deviasi dari model ini.
Cara kedua untuk memperkirakan deviasi dari model ideal dengan menguji
kebergantungan frekuensi dari parameter distorsi. Jika model distorsi ideal
merupakan model yang realistik pada suatu rentang frekuensi, parameter ini akan
teraproksimasi tidak bergantung frekuensi. Suatu struktur yang berperilaku sebagai
bagian struktur regional induktif pada frekuensi tinggi mungkin berperilaku sebagai
suatu struktur distorsi tidak bergantung frekuensi pada banyak frekuensi rendah.