bab ii ssr

Upload: ilham-syukri-achir

Post on 07-Jul-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    1/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    BAB II

    SECONDARY SURVEILLANCE RADAR

    A. Pendahuluan

    Secondary Surveillance Radar (SSR) sama seperti Primary

    Surveillance Radar (PSR) menggunakan antenna terarah untuk

    mendeteksi posisi target, namun SSR memerlukan partisipasi aktif dari

    target untuk mengidentifikasi dan mengetahui posisinya. Target bertugas

    menjaab pertanyaan dua pertanyaan yaitu !Siapa kamu "# dan !Pada

    level berapa lokasimu "#. $al ini tentunya memerlukan peralatan penerima

    (receiver ) di pesaat yang berupa decoder dan responder yang disebut

    Transponder.

    %leh karena kedua pertanyaan tersebut berbeda, maka interrogator 

    di pemancar (transmitter) akan memformulasikannya secara terpisah yang

    disebut !&%'#. egitu pula dengan transponder di pesaat akan

    membedakannya dan merespon tergantung kode yang diterima dan

    selanjutnya receiver di darat akan mendekodekan respon yang dideteksi.

    'i dalam fungsinya sebagai alat navigasi udara, SSR akan

    memberikan informasi yang akurat kepada pemandu lalu lintas udara

    berupa *

    +. arak (Range) adalah jarak sebuah obyek dari stasiun radar dalam

    -autical &ile (-&).

    . /rah (/0imuth) adalah merupakan sudut dari titik utara ke arah obyek

    yang pengukurannya searah dengan arah jarum jam dalam satuan

    derajat.1. 2dentifikasi (kode) pesaat untuk membedakan pesaat udara yang

    satu dengan yang lainnya biasanya dimulai dengan huruf / dan diikuti

    dengan empat angka.

    3. 4etinggian sebuah pesaat dengan permukaan air laut dengan satuan

    ukurannya dalam 5eet (Radar Secondary).

    6. Pada keadaan darurat, akan terlihat kode khusus yang telah

    dimengerti oleh petugas pemandu lalu lintas udara. 4esemua informasi

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    2/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    ini akan didapatkan pada layar pantau radar yang dapat memberikan

    informasi di sekeliling antena dengan radius yang sesuai dengan

    kemampuan jangkauan pemancar radar.

    2nformasi jarak didapat dari pengukuran aktu saat sinyal

    interrogasi dikirim dari stasiun radar sampai sinyal jaaban diterima oleh

    stasiun radar, seperti gambar berikut ini *

    7ambar .+. Prinsip 4erja SSR

    'engan rumus sederhana berikut dapat dihitung jarak suatu obyek

    dari stasiun radar.

     R=c (t 1+ t 2)

    2

    'i mana *

    R 8 arak

    c 8 9epat rambat gelombang elektromagnetik di udara

    t+  8 :aktu yang diperlukan bagi sinyal interogasi dikirim dari stasiun

    radar sampai ke obyek

    t 8 :aktu yang diperlukan bagi sinyal jaaban dikirim dari obyek

    sampai ke stasiun radar 

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    t2

    t

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    3/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

      2nformasi a0imuth didapat dari pengukuran terhadap posisi

    antenna yang menerima sinyal jaaban dari antena. Seiring dengan

    perputaran radar dibangkitkan dua buah sinyal yang disebut north signal 

    dan increment signal  yang disebut juga dengan Azimuth Reference Pulse

    (/RP) dan  Azimuth Count Pulse  (/9P). erikut ini penjelasan tentang

    kedua sinyal tersebut *

    ; North signal   (/RP) adalah suatu sinyal yang pada prinsipnya akan

    dibangkitkan satu kali setiap satu kali putaran antena (1< untuk SSR versi lama dan sebanyak +< dalam satu putaran antena maka untuk satu pulsa increment signal 

    akan meakili 1< 8 =,=?A?>°. Sedangkan pada SSR yang

    menghasilkan increment signal  +=° @ =,=+>A° 8

    3=>< (/9P), seperti gambar berikut ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    4/35

    !"imuth #$ %arah utara&

    !RP

    !'P ke ($#)

    !'P ke $

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .. Penentuan /0imuth

     

    2nformasi identifikasi (kode pesaat) dan ketinggian di dapat dari

    sinyal jaaban yang dikirim oleh pesaat. Sistem deteksi SSR dilakukan

    dengan mengirimkan sinyal interogasi ke obyek yang disebut dengan!Interrogation Mode# dan selanjutnya melalui suatu peralatan yang disebut

    transponder akan dijaab oleh obyek tersebut yang disebut dengan

    !Reply Code#.

    &enurut /nneB += volume 2C frekuensi pembaa (Carrier 

    Frequency ) untuk  interrogation mode  adalah +=1= &$0, sedangkan

    frekuensi pembaa untuk reply code  dari adalah +=>= &$0 dengan

    toleransi =, &$0. 4etentuan;ketentuan tentang interrogation mode  dan

    reply code secara terperinci dijabarkan dalam /nneB += volume 2C, yaitu

    sebagai berikut *

    +. 2nterrogation &ode

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    5/35

    P P*

    P2

    interrogation

    control pulse

    2 +s

    , +s

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    2nterrogator SSR mengirimkan deretan pulsa ke udara secara

    periodik yang disebut !&ode#. /da beberapa macam mode yang telah

    ditetapkan yaitu &ode +, , 1D/, , ', &ode S dan intermode, di mana

    masing;masing mode memiliki kriteria masing;masing, seperti yang

    dijelaskan berikut ini *

    a. &ode +, , 1D/, dan '

    Pulsa interogasi yang dipancarkan pada &ode +, , 1D/ dan

    harus terdiri dari P+  dan P1, serta pulsa kontrol P  yang dipancarkan

    mengikuti pulsa interrogasi P+ seperti gambar berikut ini *

     

    7ambar .1. entuk Pulsa &ode +, , 1D/, dan '

    Terlihat baha lebar pulsa P+, P dan P1 adalah sama yaitu =,? Es F

    =,+ Es. arak antara pulsa P+  ; P adalah tetap sebesar Es F =,+6 Es,

    sedangkan jarak P+ ; P1 adalah berbeda tergantung &ode;nya. Pada tabel

    .+ dapat dilihat jarak P+  ; P1  untuk masing;masing mode dan

    kegunaannya. /dapun toleransi untuk jarak P+ ; P1 adalah F =, Es.

    Tabel .+. arak P+ G P1

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    6/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    &%' P+ G P1 (Es) 47H-//-

    + 1 &iliter

    6 &iliter  

    1D/ ? 2dentifikasi (kode pesaat)

    +A Tidak digunakan9 + 2dentifikasi (4etinggian)

    ' 6 Tidak digunakan

    b. &ode S

    erdasarkan /nneB += volume 2C edisi keempat &ode S dapat

    digunakan sebagai berikut *

    +) &ode S only all call * digunakan untuk mendapatkan jaaban dari

    transponder yang menggunakan mode S, sedangkan transponder 

    yang menggunakan mode /D9 tidak akan mengirimkan jaaban.

    ) roadcast * digunakan untuk mengirimkan informasi ke semua

    transponder yang menggunakan mode S. Tidak ada sinyal jaaban

    yang diterima dari transponder.

    1) Selective * untuk pemantauan dan komunikasi dengan transponder 

    dengan kemampuan hanya &ode S. Hntuk masing;masing sinyalinterrogasi, sinyal jaaban akan diterima hanya dari transpoder yang

    dialamatkan secara khusus oleh interrogasi.

    Pulsa interogasi yang dipancarkan pada &ode S terdiri dari tiga

    pulsa yaitu P+, P dan P

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    7/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .3. entuk Pulsa &ode S

    c. 2ntermode

    Pulsa interogasi yang dipancarkan pada intermode terdiri dari 1

    pulsa yaitu P+, P1 dan long  P3, serta satu atau dua pulsa kontrol. Seperti

    gambar berikut ini *

     

    7ambar .6. entuk Pulsa 2ntermode

    Hntuk sistem yang menggunakan satu pulsa kontrol yang

    dipancarkan adalah P+, sedangkan untuk sistem yang menggunakan dua

    pulsa kontrol yang dipancarkan adalah P+ dan P. arak antara pulsa P+

    dan P adalah tetap Es sedangkan jarak pulsa P+  dan P1  tergantung

    mode yang digunakan seperti pada tabel .+. arak antara pulsa P1 dan P3

    adalah Es sedangkan lebar pulsa P3 adalah =,? Es untuk short  P3 dan

    +,< Es untuk long  P3.

    4egunaan intermode menurut /nneB += volume 2C edisi keempat

    ada dua macam yaitu *

    +) &ode /D9DS all;call interrogation digunakan untuk mendapatkan sinyal

     jaaban dari transponder yang menggunakan mode /D9 dan juga

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    8/35

    (. +s

    $(. +s

    2$/* +s (*. +s

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    mode S. Pulsa interogasi yang dipancarkan menggunakan pulsa long 

    P3.

    ) &ode /D9 only all;call interrogation digunakan untuk mendapatkan

    sinyal jaaban dari transporder yang menggunakan mode /D9.

    Sedangkan transponder yang menggunakan mode S tidak akan

    mengirimkan sinyal jaaban. Pulsa interogasi yang dipancarkan sama

    dengan &ode /D9DS all call namun menggunakan pulsa short  P3.

    . Reply 9ode

    Sinyal jaaban yang dipancarkan oleh transponder untuk

    membalas sebuah interogasi disebut dengan reply code. entuk pulsa

    reply code  berbeda;beda tergantung mode yang digunakan oleh

    transpoder. erikut ini macam;macam reply code  untuk mode yang

    berbeda yaitu *

    a. &ode +, , 1D/ dan 9

    Pulsa informasi untuk mode +, , 1D/ dan 9 berada di antara kedua

    pulsa 5+ dan 5 yang disebut sebagai pulse framing  dan selalu ada. Pulsa

    informasi didesain sebagai /+;/3, +;3, 9+;93 dan '+;'3 dengan

     jumlah total + pulsa. Pulsa yang berada di tengah;tengah yaitu pulsa I

    yang tidak selalu digunakan. Pulsa terakhir yaitu Special Position Indicator 

    (SP2) yang juga kadang;kadang digunakan. 4eduabelas pulsa data

    tersebut digunakan untuk memberikan permutasi sebanyak +  8 3=><

    kode data jaaban. entuk pulsa reply code dapat dilihat pada gambar 

    berikut *

    5+ 9+ /+ 9 / 93 /3 I + '+ ' 3 '3 5 SP2

     

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    9/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

     

    7ambar .6

    93 A,6 3 +A,3=

     /3 ?,A= '3 +?,?6

    I +=,+6

    'ari duabelas pulsa informasi, tidak semua digunakan pada semua

    mode, sehingga tidak semua menggunakan 3=>< kode erikut ini

    ditunjukan penggunaan pulsa informasi pada masing;masing mode, yaitu *

    Tabel .1. umlah 4ode Pulsa 2nformasi

    &ode umlah 4ode

    + 1 kode (Pulsa 3 dan semua pulsa 9 dan '

    tidak digunakan), namun beberapa eenangnasional menggunakan 3=>< kode

    3=>< kode

    1D/ 3=>< kode

    9 =3? kode (Pulsa '+ tidak digunakan)

    &ode interogasi yang dasar adalah mode 1D/, merupakan mode

    yang dipakai secara umum oleh penerbangan sipil. &ode ini digunakan

    untuk mengidentifikasi hal;hal umum seperti nomor identifikasi dari

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    10/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    pesaat yang dibentuk dari nilai pulsa jaaban yang dalam susunan

     /9', seperti contoh di baah ini *

      5+  9  /3  +  '+    '  5 

    7ambar .A. 9ontoh Reply 9ode &ode 1D/

    Pulsa data / 8 3, 8 K+ 8 1, 9 8 dan ' 8 +, yang artinya

    identitas pesaat 31+. 'alam jaaban mode 1D/ dapat ditambahkan

    untuk menjaab pulsa SP2 yang berlokasi 3,16 usec setelah pulsa 5 .

    Pulsa ini diatur oleh pilot dengan menggunakan saklar pada unit kontrol

    transponder. 'engan menekan saklar ini akan mengaktifkan pulsa SP2

    sekitar = detik dan selama itu semua jaaban untuk penanya dalam

    mode 1D/ akan ditambahkan pulsanya. Pulsa SP2 biasanya ditransmisikan

    hanya bila ada permintaan dari /T9, yang digunakan untuk identifikasi

    selanjutnya.&ode 9 adalah mode kedua yang paling umum digunakan. &ode

    ini digunakan untuk menanyakan ketinggian pesaat. 'i dalam pesaat

    pengukuran ketinggian menggunakan peralatan dengan metode

    arometric   yang memiliki keakuratan yang baik. Pulsa informasi dipilih

    secara otomatis dengan digital analog converter   yang dihubungkan ke

     pressure altimeter  yang memiliki pengaturan normal pada +=+1,6 millibar 

    sebagai reference level .Pada mode c hanya ++ pulsa yang digunakan dalam mode ini

    (pulsa '+  dihilangkan) yang akan menghasilkan permutasi ++  8 =3?

    kode, namun jumlah tersebut cukup untuk mengidentifikasi ketinggian

    dengan interval +== ft dari ;+=== ft sampai dengan K++=== ft. 9ontoh

    reply code mode 9 dapat dilihat pada gambar di baah ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    11/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

      5+  /+  9  '3  5 

    7ambar .?. 9ontoh Reply 9ode &ode 9

    Sistem bilangan gray code  digunakan untuk menterjemahkan

    setiap perubahan satu level ketinggian ke dalam bilangan biner. $al ini

    dilakukan untuk meminimalisir kesalahan transmisi, karena pada sistem

    bilangan gray code memperbolehkan perubahan satu bit data saja setiap

    perubahan satu level ketinggian. Pada /nneB += volume 2C dijabarkan

    kombinasi pulsa data untuk setiap level ketinggian, seperti tabel berikut.

    Tabel .3. SSR /utomatic Pressure /ltitude Transmission 9ode

    Range Pulse Position

    2ncrements

    (5eet)' '3  /+  /  /3 + 3 9+ 9 93

    1=A6= to 1=?6=

    1=?6= to 1=>6=

    30950 to 31050

    1+=6= to 1++6=

    1++6= to 1+6=

    =

    =

    =

    =

    =

    +

    +

    1

    +

    +

    +

    +

    1

    +

    +

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    +

    +

    =

    +

    1

    +

    =

    +

    +

    =

    =

    =

    Sehingga contoh reply code mode 9 pada gambar .?, di mana

    pulsa /+, 9 dan '3 yang ada (digit +) menunjukkan ketinggian pesaat

    1=.>6= ft sampai dengan 1+.=6= ft.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    12/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    b. &ode S

    entuk pulsa reply code untuk mode S dapat dilihat pada gambar 

    berikut ini *

    7ambar .>. entuk Pulsa Reply 9ode &ode S

    Preamble terdiri dari empat pulsa dengan lebar pulsa sebesar 

    =,6 Es dan jarak masing;masing pulsa dari pulsa pertama yaitu + Es untuk

    pulsa kedua, 1,6 Es untuk pulsa ketiga dan 3,6 Es untuk pulsa ketiga.

    Pulsa data berupa block data yang dimulai ? Es dari pulsa pertama yang

    dipancarkan, terdiri dari 6< atau ++ bit informasi. Jebar setiap bit data

    adalah + Es, yang dibagi dua untuk menyatakan digit + dan =.

    B. Pe!a"alahan Pada SSR

     /da beberapa permasalahan yang terjadi pada SSR yaitu sebagai

    berikut *

    +. Side Jobe

     /ntenna SSR menggunakan pola radiasi terarah (directional )

    bertujuan agar pancarannya terpusat dan jangkauannya lebih jauh.

    -amun antenna dengan pola radiasi directional selain memancarkan main

    loe  juga memancarkan side loe  dan ac! loe yang tidak diinginkan

    seperti gambar berikut ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    13/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .+=. &ain Jobe, Side Jobe dan ack Jobe

    %leh karena SSR memiliki gain  yang tinggi menyebabkan

    transponder yang berada dekat dengan stasiun radar akan dapat terpicu

    oleh side loe. /kibat dari pancaran side loe dan ac! loe  yang tidak

    dinginkan yaitu transponder menerima pancaran dari side lode  atau

     jaaban transponder diambil dari side loe. 4edua hal tersebut berakibat

    pada kesalahan pendeteksian posisi pesaat (target palsu) dan yangterparahnya adalah ring around . Seperti gambar berikut ini *

    7ambar .++. Target Palsu

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    0ack lobe

    Side lobe

    Side lobe

    Main lobe

     1aaban

    dari main

    Side lobe

    Ring

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    14/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    Hntuk menghindari efek tersebut maka selain memancarkan pulsa

    interogasi, dipancarkan pula pulsa kontrol namun melalui antenna yang

    berbeda. Pulsa interogasi dipancarkan melalui antenna dengan pola

    radiasi directional yang disebut dengan L channel, sedangkan pulsa

    kontrol dipancarkan melalui antenna yang memiliki pola radiasi

    omnidirectional yang disebut dengan M channel. -amun dalam

    perkembangannya dari SSR menjadi &onopulse SSR (&SSR), sebutan

    untuk M channel berubah menjadi N channel.

    7ambar .+. Sum 9hannel dan %mni 9hannel

    Proses pemancaran N channel untuk mengatasi efek side lobe

    disebut dengan Side "oe Suppresion (SJS). Pada dasarnya proses SJS

    tidak untuk menghilangkan pancaran side lobe namun dengan

    perbandingan level amplitudo L channel dengan N channel yang

    digunakan untuk mengetahui apakah pesaat berada pada main lobe

    atau side lobe. /pabila amplitudo L channel O N channel maka pesaat

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    0

    !

    N channel

    L channel

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    15/35

    P P2

    P2 3 P 4 # d0

    d0

    # d0

     Time

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    berada pada main lobe (posisi /), namun apabila L channel N channel

    maka pesaat berada pada side lobe (posisi ). Proses SJS ada dua

    macam yaitu *

    a. 2nterrogator Side Jobe Supression (2SJS)

    2SJS adalah proses SJS yang dilakukan pada saat interogasi. 2SJS

    digunakan untuk mencegah transponder mejaab apabila pulsa interogasi

    berasal dari side lobe, yang dilakukan dengan cara membandingkan

    amplitude dari N channel (P) dengan L channel (P+).

    4arakteristik pancaran pulsa interogasi dan kontrol berdasarkan

    anneB += volume 2C dapat diartikan sebagai berikut !/mplitudo dari P

    yang terradiasikan pada antena transponder harus sama atau lebih besar 

    dari amplitudo P+  dari pancaran side lobe dan pada level > d lebih

    rendah di baah amplitudo P+ dari pancaran main lobe#. Seperti gambar 

    berikut ini *

    7ambar .+1. Perbandingan /mplitudo P+ dan P

    Perbandingan level amplitudo antara P+  dan P  tersebut dapat

    dijelaskan sebagai berikut *

    ; /pabila amplitudo dari P+  lebih besar dari P  (P  Q P+  ; > d), yang

    artinya pesaat berada pada main lobe dan transponder boleh

    merespon. Transponder akan menunggu P1  dan selanjutnya

    merespon.; /pabila amplitudo dari P+  sama dengan P, yang artinya pesaat

    berada pada side lobe dan transponder tidak boleh merespon.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    16/35

    5 6 7

    8 82

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    b. Receiver Side Jobe Supression (RSJS)

    RSJS adalah proses SJS yang dilakukan pada saat proses

    penerimaan sinyal jaaban di stasiun radar. RSJS digunakan untuk

    mencegah adanya sinyal jaaban dari pesaat yang berada di dekat

    stasiun radar yang diterima melalui side lobe.

     /mplitudo dari L channel dan N channel yang diterima oleh

    antenna di stasiun radar dibandingkan. /pabila amplitudo dari N channel

    lebih besar atau sama dengan amplitudo L channel yang artinya sinyal

     jaaban yang diterima berasal dari side lobe maka sinyal jaaban

    tersebut tidak akan diproses. Seperti gambar berikut ini *

    7ambar .+3. Perbandingan /mplitudo N channel dengan L channel

    . 5alse Replies Hnsynchoni0ed to 2nterrogator Transmission (5RH2T)

    5RH2T adalah permasalahan SSR yang terjadi seiring dengan

    meningkatnya pergerakan lalu lintas udara, di mana ada kemungkinan

    beberapa interrogator berada berdekatan satu sama lain. Pada suatu saat

    terjadi satu transponder diaktifkan oleh lebih dari satu interrogator. Seperti

    gambar berikut ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    17/35

    Interrogation

    Interrogation 2

    Reply

    Reply

    Reply 2

    Reply 2

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .+6. Proses Terjadi 5RH2T

    agi interrogator yang menerima jaaban yang sesuai dengan

    sinyal interogasinya (Synchronous Reply ) maka tampilan di layar radar 

    akan jelas, namun bagi interrogator yang menerima jaaban yang tidak

    sesuai dengan sinyal interogasinya (#nsynchronous Reply ) akan

    menimbulkan bintik yang acak;acakan seperti gambar berikut ini *

    7ambar .+

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    18/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    Hntuk mengatasi hal tersebut digunakan alat yang 'efruiter. Prinsip

    kerjanya alat tersebut adalah dengan sistem penundaan (delay). Pada

    saat antena menyapu suatu target, transponder akan mengirimkan +=

    sampai dengan 1= jaaban, di mana jaaban yang pertama disimpan dan

    ditunda terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan jaaban

    selanjutnya yang diterima. Seperti gambar berikut ini *

     

    7ambar .+A. 'efruiter 

    1. 7arble

    7arble adalah permasalahan yang terjadi saat jumlah pergerakan

    pesaat semakin padat, di mana ada kemungkinan terjadi dua pesaat

    berada pada jarak yang berdekatan.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    9ideo dan 8ruit

    9ideo yang ditunda

    9ideo tanpa 8ruit

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    19/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

     

    7ambar .+?. Proses Terjadi 7arbling

    Posisi pesaat yang berdekatan dapat menyebabkan terjadinya

    overlaping jaaban antara transponder satu dengan yang lainnya, yang

    menyebabkan terjadinya kesalahan pembacaan informasi yang ada pada

     jaaban tersebut. Pada gambar .+> merupakan contoh di mana pada

    saat jaaban pesaat pertama belum selesai diterima sudah datang

     jaaban dari pesaat kedua, sehingga terjadi overlaping. aaban

    pesaat pertama misalnya dalam mode / berisikan informasi kode

    pesaat yaitu 61

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    20/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    Permasalahan garble merupakan salah satu penyebab perlunya

    pembatasan separasi minimal antar pesaat. Hntuk separasi radial agar 

    tidak terjadi overlaping ditentukan oleh panjang dari reply code  yaitu

    =,1 Es atau sekitar 1,=6 km. ika pulsa SP2 dipergunakan maka 3,

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    21/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .=. Pemantulan aaban

    Pada gambar .+ adalah contoh pemantulan sinyal interogasi.

    Pesaat menerima dua sinyal interogasi, yang pertama adalah sinyal

    interogasi dari side lobe. $al ini dapat diselesaikan dengan menggunakan

    sistem 2SJS di mana pesaat tidak akan merespon apabila mendapat

    interogasi dari side lobe. Sinyal interogasi yang kedua berasal dari

    pantulan sinyal interogasi yang berasal dari main lobe, sehingga

    amplitude P+ akan lebih besar dari P dan peralatan yang menggunakan

    sistem 2SJS tidak akan mengatasi permasalahan tersebut.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    Re:ectio

    n

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    22/35

    P P*

    P2

    interrogation

    control pulse

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

     

    7ambar .+. Pemantulan 2nterogasi

    Seiring dengan perkembangan teknologi, untuk mengatasi

    permasalahan pemantulan sinyal tersebut digunakan sistem yang dikenal

    dengan Improved Interrogator Side loe Supression (22SJS). Pada proses

    2SJS dipancarkan pulsa kontrol P, tapi pada proses 22SJS dipancarkan

    pasangan pulsa P+  dan P dengan amplitudo yang sama sebagai pulsa

    kontrol, seperti gambar .. $al ini menyebabkan pada saat pesaat

    menerima pulsa P yang amplitudonya sama dengan P+  maka pesaat

    tidak akan merespon selama rentang aktu tertentu maksimal 36 Es.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

    Re:ectio

    n

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    23/35

    interrogation

    control pulse

    P P*

    P2P

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .. Pulsa 4ontrol pada 22SJS

    Semua pesaat yang terjangkau oleh control eam  dan di luar 

    main beam tidak akan menjaab, sehingga mengurangi transponder 

    availability.

    6. 9one of silence

    Permasalahan cone of silence yang terjadi akibat sudut belakang

    pancaran antena radar lebih kecil dari >=°  adalah cone of silence.

    Pesaat yang berada pada ilayah cone of silence tidak akan terdeteksi

    karena tidak mendapat sinyal interogasi dari radar. Seperti gambar berikut

    ini *

    7ambar .1. 9one of Silence

    Secara ideal pancaran antena radar jika dipandang secara

    horisontal berbentuk pencil beam, namun sampai saat ini pancaran

    antena radar seperti gambar berikut.

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    24/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .3. $orisontal Plane

    egitu pula jika dipandang secara vertikal, pancaran antena radar 

    berbentuk persegi panjang di mana sudut belakang pancaran antena

    adalah >=°, namun sampai saat ini belum terujud. Sehingga jika diputar 

    1

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    25/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    26/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    Sistem kerja peralatan SSR dimulai dari origin synchoni0er (So)

    yang diberikan ke 9%'2-7, yang digunakan sebagai sinkronisasi untuk

    menghasilkan deretan pulsa P+, P dan P1 tergantung pengaturan

    interlacing  dari interrogation mode. Pada proses transmisi pulsa P+, P dan

    P1 dimodulasikan pada gelombang pembaa +=1= &$0, yang selanjutnya

    diteruskan ke circulator.

    9irculator berfungsi sebagai band pass filter yang akan meleatkan

    +=1= &$0 dari TR/-S&2TTR ke antena pada saat proses transmisi dan

    meleatkan +=>= &$0 dari antena ke R92CR pada saat proses

    penerimaan. Rotating oint berfungsi untuk mengatur perputaran antena.

    S:2T9$2-7 %I pada saat transmisi diatur oleh P untuk

    mengatur sinyal kontrol P dikirimkan melalui antena yang terpisah dari

    sinyal interogasi P+  dan P1. Sinyal interogasi P+  dan P1  serta sinyal

     jaaban dari transponder dikirimkan langsung melalui antena terarah.

    Pada proses penerimaan, sinyal yang diterima dari antena akan

    difilter, dikuatkan dan dideteksi informasi di dalamnya. 9ara sederhana

    untuk memfilter adalah dengan membandingkan sinyal +=>= &$0 dari

    antena dengan +=1= &$0 dari interrogator untuk mendapatkan selisih

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    27/35

    SUC!T=R$*$ MB" =S'ICC!T=R

     Trigger Secondary

    Radar Trigger

    P/ P2 PD2

     7

     E

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .A. lok 'iagram Transmitter

    %scillator berfungsi membangkitkan sinyal dengan frekuensi +=1=

    &$0, yang kemudian dimodulasikan oleh &odulator dengan deretan pulsadari ncoder yang menghasilkan interrupted carrier signal  seperti gambar 

    berikut *

    7ambar .?. 2nterrupted 9arrier Signal

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    28/35

    P P*P2

    PD2

     E 9ideo

    9I>= &$0 dari

    transponder digabungkan dengan +=1= &$0 dari interrogator untuk

    menghasilkan ra video

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    29/35

    'ode

    Mode!"imuth Range

    Mode

    'orrection

    North signal

    !"imuth

    Secondary video analysis

    SSR signal presence

    >oes signal

    appear over several periode F

    Is a"imuth

    detection correctF

    ReGect

    ReGect

    No

    No

     ?es

     ?es

     ?es

    ReGect

    No

    'ode Recognition

    Is code

    validated over several periode F

    Mode >ecoding

    Range and a"imuth calculation

    'omparison o; output memory

    0uHer Register

     ?es

    @eneration o; secondary plot

    @eneration o; secondary plot

    >ata ;ormatting'oordinate conversion %polar 4 cartesian&

    'lock Transmission

    >ata

    Secondary radar sync

    Secondary video

    Section “S”

    Section “T”

    No

    Secondary signal

     To modem

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .1=. lok 'iagram Receiver

    ika amplitudo L channel lebih kecil atau sama dengan M channel

    maka sinyal jaaban tersebut tidak akan diproses. ika amplitudo L

    channel lebih besar dari M channel maka sinyal jaaban dari L channel

    diteruskan ke video generation.

    1. Btractor Cideo

    Btractor video dalam sistem kerjanya dirancang dengan

    menggunakan beberapa teknik logika untuk memproses semua data;data

    yang dihasilkan oleh SSR. 'alam sistem kerjanya dipisahkan menjadi dua

    bagian yaitu bagian S (Secondary) dan bagian T (Transmission). Proses

    keseluruhan eBtractor video dapat dilihat pada gambar berikut ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    30/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .1+. Btractor Cideo

    agian S bekerja sedemikian rupa dengan mengambil atau

    menggunakan perhitungan aktu yang sebenarnya dalam proses

    merubah dan menganalisa suatu bentuk ra signal yang mempunyai sifat;

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    31/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    sifat tertentu ke dalam bentuk;bentuk digital, sehingga dapat diperiksa

    kebenaran dan kualitasnya. 'an juga untuk memperhitungkan posisi dari

    suatu pesaat udara. Semua data yang dipilih disebut !Radar Plot# dan

    selanjutnya dikirim dan digunakan pada bagian T untuk kepentingan

    eBtractor sendiri. agian T berfungsi untuk memproses bagaimana suatu

    Radar Plot tersebut dimanfaatkan dan dikirim ke unit /ir Traffic 9ontrol

    'isplay.5ungsi lain dari bagian ini adalah untuk memperoleh bentuk

    koordinat cartesian (B, y) ke dalam bentuk koordinat polar (r, θ). Proses

    pada masing;masing bagian yaitu sebagai berikut *

    a. agian S

    Pada bagian S, ada dua sistem kerja yang dihasilkan yaitu plane

    processing dan code processing. Pada plane processing akan bekerja

    bagaimana menghitung posisi dari suatu sinyal pantulan (echo),

    sedangkan code processing akan menterjemahkan jaaban yang dikirm

    oleh peralatan transponder di pesaat.

    +) Plane Processing

    Pada plane processing, dilakukan pemeriksaan terhadap

    keberadaan suatu echo pada kurun aktu dan jarak tertentu (uantum

    range) di dalam suatu jendela yang bergeser (sliding indo) searah

     jarum jam, dengan lebar sebanyak A periode, yang dapat diatur 

    persyaratannya secara terprogram antar DA dan 1DA pada pengoperasian

    normal. /rtinya bila didapatkan pendeteksian minimum sama atau lebih

    besar dari persyaratan yang telah ditentukan maka echo yang diterima

    dianggap benar, namun bila pendeteksiannya kurang dari persyaratan

    tersebut maka echo dianggap salahDpalsu dan otomatis dihilangkan.Sliding indo dan uantum range dapat dilihat pada gambar berikut *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    32/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .1. uantum Range

    Hntuk diketahui baha setiap sistem radar memancarkan energi ke

    udara secara hori0ontal membentuk lebar sudut sapuan yang disebut

    beam seep, di mana beam seep tersebut terdiri dari beberapa periode

    pancaran, yang setiap kali periode pancaran bila mengenai sasaran akan

    mengirimkan kembali sebuah pantulan. /pabila setiap periode pantulan

    dengan pantulan berikutnya saling berhubungan dan beraturan dalam

    suatu jarak uantumnya, maka pantulan tersebut disimpulkan sebagai

    pantulan yang nyata. Tapi sebaliknya apabila pantulan tersebut tidak

    berhubungan dan beraturan maka disimpulkan pantulan tersebut salah.

    Selanjutnya dilakukan proses pengukuran a0imuth, di mana data

    diperoleh dari encoder antena dengan menggunakan hitungan binari yang

    dimulai dari north signal diputar searah jarum jam sehingga membentuk

    increment signal, seperti gambar berikut ini *

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    33/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    7ambar .11. Pengukuran /0imuth

    Hntuk mendapatkan posisi a0imuth dari suatu target antena

    mencatat setiap periode sampai dengan akhir penangkapan dari suatu

    plot, kemudian dikurangi dengan setengah lebar a0imuth plto, untuk

    mendapat titik tengah dan dikurangi lagi dengan harga konstanta, yang

    dipakai untuk mendapat prasangka yang benar akibat kesalahan yangberhubungan dengan pemrosesan. Pengukuran a0imuth menggunakan

    rumus sebagai berikut *

    θT =θFE−( ∆θ2 + Kc)

    'i mana *θ T 8 transmitted plot a0imuth

    θ 5 8 echo a0imuth

    Mθ 8 a0imuth eBtent

    4c 8 bias correction akibat proses korelasi

     

    Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan patokan internal

    clock yang dihasilkan oleh peralatan eBtractor yang dipicu dari radar 

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    34/35

    st repetition period

    2nd repetition period

    'omparision

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    synchoni0ation. 9lock tersebut dibagi dalam uanta yang digunakan

    sebagai memory address setiap uantum dan data yang ditangkap akan

    ditulis oleh memory sebagai posisi jarak.

    ) 9ode Processing

    9ode processing berfungsi untuk menguji coba kode;kode yang

    diterima apakah valid atau tidak dan berfungsi untuk menghilangkan kode;

    kode yang tidak tentu akibat kesalahan yang disebabkan oleh gangguan

    atau kode;kode yang cacat. $al ini dilakukan dengan melakukan

    pengecekan interval antar kode;kode yang diterima apakah memiliki

    interval +,36 Es atau tidak. Selanjutnya dilakukan pengecekan pula jarak

    antara pulsa pertama yang diterima dengan pulsa yang terakhir diterima

    apakah berjarak =,1 Es atau tidak.

    Setelah pengecekan interval selesai dan kode yang diterima

    dianggap valid, maka dilakukan code formatting, di mana pulsa 5  telah

    dihapus. Papa pemrosesan kode dilakukan pula code validation di mana

    membandingkanan antara kode dari repetition periode pertama dengan

    kode yang diterima dari repetition kode kedua, untuk mendapatkan kode

    yang valid, seperti gambar berikut ini *

    5+ d 9+ /+ 9 / 93 /3 B '+ + ' '3 3 2P

      5+ d 9+ /+ 9 / 93 /3 B '+ + ' '3 3 2P

    7ambar .13. 9ode Calidation

    Monopulse Secondary Surveillance Radar Page II -

  • 8/18/2019 BAB II SSR

    35/35

    Program Studi Teknik Telekomunikasi dan Navigasi Udara

     Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

    Sinyal P+  dan P1 dikirimkan juga ke eBtractor di mana sinyal P1

    digunakan sebagai sinkronisasi kerja eBtractor. arak antara P +  dan P1

    digunakan untuk menterjemahkan mode yang digunakan.

    b. agian T

    5ungsi bagian T adalah untuk menyerahkan plot dan berita yang

    memenuhi syarat dan siap untuk dikirim melalui jalur telpon dengan

    memanfaatkan fungsi &%'&. /da empat sub fungsi pada bagian ini *

    - Sebagai adaptor dalam kecepatan pengiriman, yang dilengkapi

    dengan interface penyimpanan- Sebagai penyesuai koordinat yang telah dikoreksi sebelumnya dan

    kelengkapan lainnya yang diprogram dalam bentuk polar - entuk keluaran berita yang dilengkapi dengan ukuran sususan yang

    dapat mengirim berita secara serial- Pengiriman berita dapat menggunakan eBternal clocks yang datangnya

    dari modem atau menggunakan internal clocks