bab ii referat terapi cairan
DESCRIPTION
anestesiTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Keseimbangan Cairan dalam Tubuh
2.1.1 Fungsi Cairan dalam Tubuh
1. Sarana transportasi ( nutrisi, hormon, protein dan molekul-molekul ke
dalam sel)
2. Sebagai sarana metabolisme sel
3. Membantu mengeluarkan sisa metabolisme
4. Mengatur suhu tubuh
5. Pelarut elektrolit dan non elektrolit
6. Mengisi rongga tubuh: Cairan pleura, cairan spinal, pericardium,
peritoneal
7. Memelihara suhu tubuh dengan kulit
2.1.2 Distribusi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan.3
Jumlah air yang terdapat dalam tubuh berbeda-beda tergantung umur, jenis
kelamin, dan derajat obesitas seseorang atau banyak atau sedikitnya lemak dalam
tubuh.
3
4
Tabel Distribusi Cairan dalam Tubuh
Laki-laki Perempuan BayiTotal air tubuh (%) 60 50 75Dalam selLuar sel
4020
3020
4035
Laki-laki Kurus Normal GemukAir Lemak
704
6018
5032
Perempuan Kurus Normal GemukAir Lemak
6018
5032
4242
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran
sel yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada
individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan
usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65
mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem vena.
Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35
mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan
komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,
keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal. Lebih jauh kompartemen
ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.3
1. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan
sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.3
2. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
5
Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata
70kg.3
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-
12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada
bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana
3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah
putih dan platelet.3
Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar
dari ruang transeluler.3
6
Gambar Distribusi Cairan Tubuh
Selain air, cairan tubuh juga mengandung elektrolit3. Komposisi elektrolit
pada cairan tubuh dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh
Elektrolit Plasma (mEq/L)
Cairan Interstitial (mEq/L)
Cairan Intracellular (mEq/L)
Na+ 142 145 10
K+ 4 4 159Mg2+ 2 2 40Ca2+ 5 3 1
Cl- 103 117 10
HCO3- 25 27 7
Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.
2.1.3 Kebutuhan Air dan Elektrolit Per Hari1,2
1. Dewasa :
Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%
Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)
2. Bayi dan anak:
7
Air
0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg di
atas 10 kg)
>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg di
atas 20 kg)
Na+ : 2 mEq/kg
K+ : 2 mEq/kg
Cairan masuk:
Minum : 800-1700 ml
Makanan : 500-1000 ml
Hasil oksidasi : 200-300 ml
Hasil metabolisme:
Dewasa : 5 ml/kg/hari
Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari
: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari
: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari
Balita : 8 ml/kg/hari
Cairan keluar:
Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam
Feses : 1 ml/hari
Insensible water loss :- dewasa : 15 ml/kg/hari
- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari
- Sensible loss : Tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang
dilakukan.
- Paru-paru : sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss.
- Traktus gastointestinal : 100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat
sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal
8
Tabel Rata-rata Harian Asupan dan Kehilangan Cairan pada Orang Dewasa
Cairan yang Masuk Cairan yang Keluar
Metabolisme oksidatif
Konsumsi cairan oral
Makanan padat
300 ml
1100-1400 ml
800-1000 ml
Ginjal
Kulit
Paru-paru
GIT
1200-1500 ml
500-600 ml
400 ml
100-200 ml
Total 2200-2700 ml Total 2200-2700
2.1 Patologis Keseimbangan Cairan dalam Tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu:7,8
1. Perubahan volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di
gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.
Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,
infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.
Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum
dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan
yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau
hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan
9
natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan
hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan
hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.9,10
2. Perubahan Konsentrasi
Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110
mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia
(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi
10
cairan (Na+ • 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan
untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung
lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut
lebih agresif.
Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan
rumus :
Na= Na1 ± Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus,
keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi
keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air
sebanyak
{(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2
mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring
11
oleh EKG (untuk hipokalemia berat;< 2mEq/L disertai perubahan EKG,
kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium:
K = K1 ± K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan Komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi
yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia,
efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan
narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal,
intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat
terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
12
Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal,
dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi
ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang
sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi
defisit potasium yang terjadi.
Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,
diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi
awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab
paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang
berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap
koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi
digunakan.
Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama
perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang
sering.
13
2.3 Terapi Cairan6,8,10,11
2.3.1 Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan
atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah sehingga cepat terdistribusi ke
seluruh ruang ekstraseluler
Keuntungan dari cairan ini antara lain:
- harga murah
- tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan
- tidak perlu dilakukan cross match
- tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik
- penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian
lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid
akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid
maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitial.
a. Ringer Laktat
Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak
dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain syok
hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
14
Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi
bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintance sehari-
hari, apalagi untul kasus defisit kalium.
Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai terapi
maintance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.
b. Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis, tetapi bila dibandingkan dengan RL ada
beberapa kekurangan, seperti:
- Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat
menyebabkan acidosis dilutional, acidosis hyperchloremia.
- Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat
untuk memperingan asidosis.
c. NaCl 0,9% (Normal Saline)
Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama untuk
kasus:
- Kadar Na rendah.
- keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan, seperti pada
alkalosis, retensi kalium.
- cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
- dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum tranfusi.
Memiliki beberapa kekurangan:
- tidak mengandung HCO3-
- tidak mengandung K+
- kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis
hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.
15
d. Dextrose 5% dan 10%
Digunakan sebagai cairan maintance pada pasien dengan pembatasan
intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit.
Penggunaan perioperatif untuk:
- berlangsungnya metabolisme
- menyediakan kebutuhan air
- mencegah hipoglikemia
- mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g KH
untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh.
- menurunkan level asam lemak bebas dan keton.
- mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200 g KH.
Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak
boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro-trauma). Dextrose dan
air dapat berpindah secara bebas kedalam sel otak. Sekali berada dalam
sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air, yang
menyebabkan edema otak.
e. Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium, untuk mengganti kehilangan carian,
kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis)
f. D5%+NS dan D5%+1/4NS
Untuk kebutuhan maintance, ditambahn 20mEq/L KCL.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut ‘plasma
substitute’ atau ‘plasma expander’. Cairan yang mengandung zat dengan BM
tinggi (> 8000 Dalton) dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/ hermorhagik atau pada penderita
16
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross
match.
Termasuk golongan ini:
1. Albumin
2. Blood product: RBC
3. Plasma protein fraction: plasmanat
4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetis, yaitu:
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi
oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media
sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
17
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu
cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal.
Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
Gelatin
Yaitu larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu:
Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin, merupakan plasma expanders dan banyak digunakan
pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golonganurea linked gelatin
18
2.3.2 Kristaloid dibandingkan Koloid
Resisutasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang
interstitial, sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan
ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan ke ruang interstitial.
Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskulaer tanpa mengurangi volume
interstitial.
Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibanding
koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan
akan merembes kedalam ruang interstitial dan akan meningkatkan tekanan
onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma ini dapat menghambat
kehilangan cairan dari sirkulasi. Keunggulan koloid terhadapa respon metabolik
adalah meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 (VO2)
serta menurunkan laktat serum.
DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.
A. Efek terhadap Volume Intravaskuler
Antara ruang intravaskuler dan interstitial dibatasi oleh dinding kapiler,
yang permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap molekul
makro ( protein plasma). Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya
tekanan hidrostatik. Bila tekanan onkotik turun maka tekanan hidrostatik lebih
besar, sehingga akan mendorong cairan intravaskuler ke interstitial.
Efek kristaloid terhadapa volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding
koloid. Karena kristaloid dengan mudah didistribusikan ke cairan ektraseluler,
hanya sekitar 20 % elektrolit yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler.
Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap sebagai sifat koloid yang
menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan
atau terjadi hipervolemia yang tidak sengaja, khususnya pada pasien penyakit
jantung.
Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi.
Resusitasi dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk
menentukan apakah diberikan kristaloid, harus dilihat kasus perkasus.
19
B. Efek terhadap Volume Interstitial
Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada syok
hemoragik terjadi defisit cairan interstitial. Pendapat lain yang menyatakan
volume cairan interstitial meningkat pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang
bertentangan ini mungkin masih dapat diterima, karena pada syok hemoragik dini
dapat terjadi defisit cairan interstitial sedang pada syok hemoragik lanjut atau
syok septik akan terjadi perubahan permeabilitas kapiler sehingga volume cairan
interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial berkurang maka
kristaloid lebih efektif untuk mengganti defisit volume dibanding koloid.
Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika
volume cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25%
akan lebih efektif, karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang intervaskuler.
Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, seperti
gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumnya pemberian
koloid maksimal adalah 33ml/kgBB.
Terapi Cairan
Resusitasi Rumatan
Penggantian Koloid Kebutuhan normal
defisit harian kristaloid
kristaloid
Mengganti kehilangan Memasok
akut (dehidrasi, syok kebutuhan cairan
hipovolemik)
Bagan Tujuan Terapi Cairan6
20
2.3.3. Transfusi12
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan
lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada
respon yang diberikan.
Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak
menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah,
sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung
akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor
menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan
perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal
menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah
kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam
waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan
eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas
20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi
koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer
Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.
Tujuan tranfusi darah adalah :
- Mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah
- Menggantikan kekurangan komponen seluler atau kimia darah
- Meningkatkan oksigenasi jaringan
- Memperbaiki fungsi homeostasis
- Tindakan terapi khusus
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi
darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB
21
A. Indikasi Tranfusi Darah
1. Transfusi Eritrosit
Indikasi transfusi sel darah merah
Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik
penggantian sel darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih
dari separuh volume darah hilang, maka darah lengkap harus diberikan, jika
kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander
yang diberikan.
Transfusi darah prabedah
Anema defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap
pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.
Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati
dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia
rekombinan.
Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan
sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah
merah, namun juga komponen darah yang lain.
Penderita yang tergantung transfusi
Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia
sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai
enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.
Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk
transfusi pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau
anemia.
22
Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah
a. Masalah Mendesak
Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga
redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan
fungsi jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat
terjadi gagal ventrikel kiri
Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan.
Hiperkalemia ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu
lama pada suhu kamar
Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat,
beban asam, dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi
Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan
tidur, nyeri selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi,
syok, dan akhirnya gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC
Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi
anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi
b. Masalah Jangka Menengah
Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada
tempat yang sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh
stafilokokus atau corinebacterium
Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada
thalasemia mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan
teratur
Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi
c. Masalah jangka panjang
Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat
diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan
tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan
pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid,
gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi
23
besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan
organ yang serius.
2. Transfusi Trombosit dan Granulosit
Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita
trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena
kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit
penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum
tulang.
Indikasi transfusi trombosit
Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan
mielotoksik
Kelainan fungsi trombosit
Trombositopenia akibat pengenceran
Purpura trombositopenia autoimun
Efek merugikan pada transfusi trombosit
Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran
trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus
host disease.
Indikasi transfusi granulosit
Neutropenia persisten dan infeksi berat – Jika dihitung neutrofil terus-
menerus kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau
jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan
antibotik yang tepat dalam 48-72 jam.
Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten
Sepsis neonatus
Efek merugikan transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi,
penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.
24
B. Macam-Macam Komponen Darah
Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang
tercantum dalam tabel
Tabel Karakteristik Darah dan Komponen-komponen Darah
25
26
27
Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih
dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar
pemikiran penggunaan komponen darah:
(1) lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi
(2) lebih rasional, karena:
28
a. darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya
sangat beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat
multiantigenik, sehingga pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat
variasi antigen minimal dan kompatibilitas yang baik
b. transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement
therapy sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood.
Kelebihan terapi komponen dibandingkan dengan terapi darah lengkap:
(1) disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume
transfusi,
(2) resiko reaksi imunologik lebih kecil,
(3) pengawetan,
(4) penularan penyakit lebih kecil,
(5) aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari,
(6) pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja