bab ii pembahasan a. 1. hukum persaingan usaha · 2019. 8. 8. · kkn dan menjamin adanya...
TRANSCRIPT
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Hukum Persaingan Usaha
a. Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha
adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
persaingan usaha. Menurut Christopher pass dan Bryan lowes, yang
dimaksud dengan competition laws (hukum persaingan usaha) adalah
bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli,
penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang
membatasi dan praktik anti persaingan.1
Dengan kata lain Hukum
persaingan usaha hukum yang mengatur tentang interaksi perusahaan atau
pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku perusahaan ketika
berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.2 Pengertian persaingan
usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi
yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik perusahaan maupun
penjual secara bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen guna
mencapai tujuan usaha atau perusahaan tertentu yang didirikannya.3
1 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2008, h. 2. 2 Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, Creative Media,
Jakarta, 2009, h. 21. 3 Budi Kagramanto. Mengenal Hukum Persaingan Usaha. Laras, Sidoarjo, 2010, h. 57.
2
Hukum persaingan usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial
tentang tindakan-tindakan yang dilarang (beserta konsekuensi hukum yang
bisa timbul) dan ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan
hukum persaingan usaha. Pada hakikatnya hukum persaingan usaha
dimaksudkan untuk mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang
menguntungkan. Apabila hukum persaingan usaha diberi arti luas, bukan
hanya meliputi pengaturan persaingan, melainkan juga soal boleh tidaknya
monopoli digunakan sebagai saran kebijakan publik untuk mengatur daya
mana yang boleh dikelolah oleh swasta4
Dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia, hukum
persaingan usaha menjadi salah satu instrumen hukum ekonomi.
Hal ini ditunjukan melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, pengaturan mengenai hukum persaingan usaha diatur
dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebelumnya, diantaranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian Pasal 7 ayat (2), Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 382, dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 104.5
b. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha
Secara empiris masyarakat Indonesia telah telah mengalami
keterbatasan perekeonomian (termasuk aspek legalnya) pada praktik bisnis
yang penuh keganjilan dan kontradiktif ini. Permasalahan tersebut bagi
masyarakat luas menimbulkan ketidakadilan, dan berdampak buruk pada
kesiapan tata ekonomi nasional yang telah memasuki dan mengikuti
4 Arie Siswanto, Op.Cit., h. 23.
5 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, Menyongsong Era Persaingan Sehat, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2003, h. 42.
3
perkembangan ekonomi nasional yang telah memasuki dan mengikuti
perkembangan ekonomi dunia yang akan semakin diwarnai semangat free
competition, dan seiring dengan semakin menggelobalnya ekonomi pasar.6
Indonesia beraharap memasuki babak baru, masa dimana
diperlukan praktik bisnis yang fair yang dapat membuka ekonomi
pasar dan kemerataan social ekonomi. Di samping itu pemerintah
baru diharapkan dapat meninggalkan praktik-praktik masa lalu
yang otoriter dan sentralistik, memasuki masa yang lebih
demokratis, terbuka, didasarkan dari hukum yang benar-benar
berintikan niat untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Namun, tekat belum cukup tanpa dibarengi dan didukung dengan
pranata hukum yang memberikan larangan atas praktik bisnis yang
KKN dan menjamin adanya persaingan usaha yang terbuka dan
fair, serta beretika.7
Pengaturan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia
sekarang ini mengacu pada Undang – undang nomor 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(selanjutnya disebut UU Antimonopoli).
Penerbitan UU Antimonopoli sendiri di Indonesia merupakan
upaya Indonesia untuk mereformasi hukum di bidang ekonomi yang
berasaskan pada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum
dengan tujuan untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi
konsumen, menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya
persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi setiap orang, mencegah praktek-praktek
6 Syud Margono, Op.Cit., h. 25.
7 Ibid., h. 2.
4
monopoli serta menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam rangka
meningkatkan ekonomi nasional8
Fenomena yang terjadi pada awal 1990-an telah
berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait
antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga lebih memperburuk
keadaan. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan
mendapatkan kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak
kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan
sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh
semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang
mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak
mampu bersaing.9
Hadirnya UU Antimonopoli juga merupakan upaya negara dalam
memperbaiki kegiatan usaha ekonomi di Indonesia agar masyarakat
mendapat kesempatan yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam
kelangsungan pembangunan ekonomi negara di berbagai sektor usaha
sehingga dapat mencerminkan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan
amanat Pasal 33 Undang – undang Dasar Republik Indonesia.
c. Tujuan Hukum Persaingan Usaha
Hukum Persaingan usaha memiliki tujuan untuk menjamin
kebebasan ekonomi khususnya kebebasan untuk bersaing (freedom of
competition). Selain itu hukum persaingan usaha juga memiliki tujuan lain
diantaranya untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi
(prevention of abuse of economic power) yaitu dengan menjamin supaya
persaingan terjadi secara proporsional, dalam arti pihak yang kuat secara
8 Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha, Setara Pres, Malang, 2013, h. 1.
9 Baca bagian umum penjelasan Undang – undang nomor 5 tahun 1999 tentang larang monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
5
ekonomi tidak merugikan pelaku usaha yang lain dalam persaingan10
Peraturan tentang hukum persaingan dalam bentuk undang-undang,
diharapkan dapat memberikan aturan main kepada pelaku usaha atau
ekonomi dalam melaksanakan kegiatan bisnis, hendaklah diberi nama
larangan praktik monopoli. Di beberapa Negara, undang-undang semacam
ini lazim disebut Undang-Undang Antitrust atau Anti Monopoli.11
Asas dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 2
bahwa:
“Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”.
Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 UUD
1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud
dahulu dapat ditemukan dalam penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.12
Demokrasi ekonomi pada dasarnya dapat dipahami dari sistem
ekonominya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar.
Dalam Rísalah Sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1845 di Gedung
Pejambon Jakarta dapat diketahui bahwa Supomo selaku ketua Panitia
Perancang UUD menolak paham individualisme dan menggunakan
semangat kekeluargaan yang terdapat dalam masyarakat pedesaan
Indonesia. Di sini ia mengikuti ajaran filsafat idealisme kekeluargaan dari
Hegel, Adam Muller, dan Spinoza. Adam Muller adalah penganut aliran
10
Arie Siswanto, Op.Cit., h. 26. 11
Syud Margono, Op.Cit., h. 20. 12
Dr. Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, ROV Creaive
Media, Jakarta, h. 16
6
NeoRomantisisme Jerman, aliran yang timbul sebagai reaksi terhadap
ekses-ekses individualisme Revolusi Perancis.13
Adapun tujuan dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada
Pasal 3 adalah untuk :
a) menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b) mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku
usaha kecil;
c) mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha, dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha.
Dua hal yang menjadi unsur penting bagi penentuan kebijakan
(policy objectives) yang ideal dalam pengaturan persaingan di negara-
negara yang memiliki undang-undang persaingan adalah kepentingan
umum (public interest) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency) .
Ternyata dua unsur penting tersebut (Pasal 3 (a)) juga merupakan bagian
dari tujuan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999.
13
Ibid
7
2. Konsep Konstruksi Hukum
a. Metode Konstruksi Hukum
Dalam penemuan hukum dikenal metode konstruksi hukum, yang
akan digunakan oleh hakim pada saat ia dihadapkan pada situasi adanya
kekosongan hukum (rechts vacuum) atau kekosongan undangundang (wet
vacuum), karena pada prinsipinya hakim tidak boleh menolak perkara
untuk diselesaikan dengan dalih hukumnya tidak ada atau belum
mengaturnya (asas ius curia novit). Hakim harus terus menggali dan
menemukan hukum yang hidup dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat, karena sebagai penegak hukum dan keadilan, hakim wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat.14
Metode konstruksi hukum bertujuan agar
hasil putusan hakim dalam peristiwa konkret yang ditanganinya dapat
memenuhi rasa keadilan serta memberikan kemanfaatan bagi para pencari
keadilan. Adapun penemuan hukum melalui metode konstruksi hukum
yang dikenal selama ini ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut
a. Metode Argumentum Per Analogium (Analogi)
Analogi merupakan metode penemuan hukum di
mana hakim mencari esensi yang lebih umum dari
sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum baik
14
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011, h. 74.
8
yang telah diatur undang-undang maupun yang
belum ada peraturannya.
b. Metode Argumentum a Contrario Metode ini
memberikan kesempatan kepada hakim untuk
melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan
bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal
tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan
itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi
peristiwa di luarnya berlaku sebaliknya. Karena ada
kalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur
oleh undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa
tersebut diatur oleh undang-undang. Jadi, esensi
metode ini adalah mengedepankan cara penafsiran
yang berlawanan pengertiannya antara peristiwa
konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang
dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam
undang-undang. Metode argumentum a contrario
menitikberatkan pada ketidaksamaan peristiwanya.
Di sini diperlakukan segi negatif daripada suatu
undang-undang.15
c. Metode Penyempitan/Pengkonkretan Hukum
Metode pengkonkretan hukum (rechtsvervijnings)
bertujuan untuk mengkonkretkan/ menyemputkan
15
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta, 2007, h. 171.
9
suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, pasif serta
sangat umum, agar dapat diterapkan terhadap suatu
peristiwa tertentu. Dikatakan abstrak karena aturan
hukum bersifat umum (norma luas) dan dikatakan
pasif karena aturan hukum tersebut tidak akan
menimbulkan akibat hukum kalau tidak terjadi
peristiwa konkret. Dalam metode ini dibentuklah
pengecualian-pengecualian atau penyimpangan-
penyimpangan baru dari peraturan yang bersifat
umum. Peraturan yang bersifat umum ini ditetapkan
terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang
khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan
memberi ciri-ciri. 16
d. Fiksi Hukum Menurut Paton, metode penemuan
hukum melalui fiksi hukum ini bersumber pada fase
perkembangan hukum dalam periode menengah,
yaitu setelah berakhirnya periode hukum primitif.
Metode fiksi sebagai penemuan hukum ini
sebenarnya berlandaskan pada asas bahwa setiap
orang dianggap mengetahui undang-undang. Esensi
dari fiksi hukum merupakan metode penemuan
hukum yang mengemukakan fakta-fakta baru,
sehingga tampil suatu personifikasi baru di hadapan
16
Ibid., h. 85.
10
kita. Fungsi dari fiksi hukum di samping untuk
memenuhi hasrat menciptakan stabilitas hukum,
juga utamanya untuk mengisi kekosongan undang-
undang. Dengan kata lain, fiksi hukum bermaksud
untuk mengatasi konflik antara tuntutan-tuntutan
baru dengan sistem hukum yang ada.17
3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Undang-undang Persaingan Usaha juga mengatur pembentukan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan komisi negara
dan lembaga penegak hukum independen terhadap praktik persaingan
usaha dan member saran kebijakan persaingan. Bebas dari pengaruh dan
control pemerintah dan pihak manapun. Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Tidak Sehat dibentuk dengan keputusan presiden No. 75 Tahun
1999. Pasal-Pasal yang member mandate atas keberadaan KKPU adalah :
Pasal 34
1. Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan
fungsinya ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dibentuk dengan tugas antara
lain untuk melakukan pengawas terhadap pelaksanaan Undang-
undang No. 5 Tahun 1999, yang memuat ketentuan anatara lain
tentang :
a. Perjanjian yang dilarang
b. Kegiatan yang dilarang
c. Posisi dominan
d. KKPU dan
e. Penegakan hukum (ketentuan saksi)
17
Ibid.
11
Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga berwenang
member saran dan pertimbangan kepada pemerintah berkaitan
dengan kebijakan yang mempengaruhi persaingan usaha dalam
bentuk kajiann proses pembentukan peraturan, evaluasi kebijakan,
atau rekomendasi diberlakukanya kebijakan. KKPU bertanggung
jawab secara langsung kepada Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR
Bertitik tolak pada tujuan diun-dangkannya UU No. 5
tahun 1999, padaPasal 3 dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pemberlakuan UU No. 5 tahun 1999 adalah untuk:
1.Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
2.Mewujudkan iklim usaha yang kon-dusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
3.Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
12
4. Monopoli
a. Pengertian
Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata yunani ‘monos’
yang berarti sendiri dan ‘polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata
tersebut, secara sederhana orang lantas member pengertian monopoli
sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan
(supply) suatu barang atau jasa tertentu.18
Secara lebih luas monopoli memiliki arti pengusahaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi
oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dana atau pemaran atas barang atau jasa tertentu sehungga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.19
Menurut pengertian diatas, monopoli tidak hanya diartikan
mencakup struktur pasar dengan adanya satu pemasok atau pembeli di
pasar bersangkutan. Sebab struktur pasar demekian (hanya ada satu
pemasok) jarang sekali terjadi. Pengertian monopoli sebenarnya lebih luas
dari itu. Jangkauan kata monopoli dapat dilihat jika seorang yang
monopolis menguasai pangsa pasar 50 persen. Dengan demikian, pada
pasar tersebut masih ada pelaku usaha (pesaing), namun terdapat satu atau
dua pelaku yang lebih menguasai20
Yang harus diperjelas adalah apakah pengertian pada defenisi di
atas menekankan pada „‟hasil monopoli‟‟ atau „‟proses monopoli‟‟.
18
Ibid., h. 19. 19
Suharsil, Op.Cit., h. 2. 20
Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit., h. 15.
13
Monopoli menekankan terciptanya suatu penguasaan atas produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha penekanan pengertiannya pada terjadinya
monopoli atau monopolisasi pehaman ini menjadi penting untuk
mendudukkan kegiatan atau perjanjian yang dilarang.
Dengan demikian, kata „‟monopoli‟‟ berarti kondisi pengasuaan
atas produksi dan pemasaran oleh satu kelompok satu pelaku usaha
tertentu. sedangkan praktik monopoli menekankan pada pemusatan
kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar yang monopoli. Karenanya,
praktik monopoli tidak harus langsung bertujuan menciptakan monopoli,
tetapi istilah ini pada umumnya menggambarkan suatu usaha mencapai
atau memperkuat posisi dominan di pasar. Dalam hal praktik monopoli,
yang berarti menekankan pada proses monopoli dapat melihat beberapa
hal sebagai berikut, yakni penentuan mengenai pasar bersangkutan,
penilian terhadap keadaan pasar, dan adanya kegiatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mengusai pasar.
Menekankan pada praktik monopoli berarti mengabaikan
monopoli yang terjadi secara alamiah. Monopoli dapat dengan dua cara,
pertama, monopoli alamiah (natural monopoly) yang terjadi akibat
kemampuan seseorang atau sekelompok pelaku usaha yang mempunya
kelebihan tertentu sehingga membuat pelaku usaha lain kalah bersaing.
Satu pelaku usaha pada pasar sepatu yang mempunyai kulitas yang sangat
14
baik, dapat menekan biaya produksi, pemasaran yang prima tentu akan
diminapi konsumen, sehingga secara „‟alamiah‟‟.21
b. Beberapa Jenis Monopoli
Adapun jenis-jenis monopoli adalah sebagai berikut :
1. Monopoli yang terjadi karena memang dikehendaki oleh
Undang-Undang (Monopoly by law). Pasal 33 UUD 1945
menghendaki adanya monopoli untuk menguasai bumi dan
air berikut kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup
orang banyak. Selain itu, undang-undang juga memberikan
hak istimewa dan perlindungan hukum dalam jangka waktu
tertentu terhadap pelaku usaha yang memenuhi syarat
tertentu atas hasil riset dan inovasi yang dilakukan sebagai
hasil pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi umat
manusia.
2. Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena
didukung oleh iklim dan lingkungan usaha yang sehat
(monopoly by nature). Monopoli bukanlah suatu kegiatan
yang jahat atau terlarang apabila kedudukan tersebut
diperoleh dengan mempertahankan posisi tersebut melalui
kemampuan prediksi dan naluri bisnis yang propfersional.
Kemampuan sumber daya manusia yang professional, kerja
21
Ibid., h. 16.
15
keras dan strategi bisnis yang tepat dalam mempertahankan
posisinya akan membuat suatu perusahaan memiliki kinerja
yang unggul sehingga tumbuh secara cepat dengan
menawarkan suatu kombinasi antara kualitas dan harga
barang dan jasa serta pelayanan sebagaimana dikehendaki
konsumen.
3. Monopoli yang diperoleh dari melalui lisensi dengan
menggunakan mekanisme kekuasaan (monopoly by
license). Monopoli seperti ini dapat terjadi oleh karena
adanya kolusi antara para pelaku usaha dengan birokrat
pemerintah. Kehadirannya menimbulkan distorsi ekonomi
karena mengangy bekerjanya mekanisme pasar yang
efesien.
4. Monopoli karena terbentuknya struktur pasar akbit perilaku
dan sifat serakah manusia. Sifat-sifat dasar manusia yang
menginginkan keuntungan besar dalam waktu yang singkat
dan dengan pengorbanan dan modal yang sekecil mungkin
atau sebaliknya, dengan menggunakan modal (capital) yang
sangat besar untuk memperoleh posisi dominan guna
menggusur pesaing yanga ada. Unsur-unsur yang
mempengaruhi para pelaku usaha tersebut manifestasinya
dalam praktik bisnis sehari-hari adalah sedapat-dapatnya
menghindari munculnya pesaing baru atau rivalitas dalam
berusaha akan menurunkan tingkat keuntungan
16
c. Kegiatan yang dilarang
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,kegiatan yang
dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini
tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun
demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas, tindakan secara sepihak.
Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua
pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan
hukum sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Monopsoni adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar
yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai
penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasan pasar adalah dimana pelaku usaha melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat berupa. menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau mematikan usaha
17
pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
4. Persekongkolan adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh
pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol (pasal 1 ayat (8) UU No.5/1999).
5. Jabatan Rangkap Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai
direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
pada perusahaan lain.
6. Pemilikan Saham Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki
saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang
sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
7. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Dalam Pasal 28
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku
usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum
yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus
dengan tujuan mencari keuntungan.22
d. Perjanjian yang Dilarang
22
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
18
Larangan melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Larangan-
larangan tersebut adalah :
1. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan atau
berakibat penguasaan produksi dan atau persamaan barang atau jasa
(pasal 4 ayat 1).
2. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen (pasal 5 ayat 1)
3. Membuat perjanjian dengan pembeli yang mengakibatkan terjadinya
perbedaan (diskriminasi) harga barang atau jasa yang harus dibeli oleh
pembeli yang satu dengan pembeli yang lain (pasal 6).
4. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga dibawah harga pasar (pasal 7).
5. Membuat perjanjian yang melarang pembeli barang atau jasa untuk
menjual atau memasok kembali barang atau jasa yang dibelinya itu
dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang ditetapkan dalam
perjanjian (pasal 8).
6. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran diantara mereka, dimana pelaku usaha yang
satu hanya akan melakukan pemasaran diwilayah pemasarannya sendiri
sebagaimana yang telah disepakati dan tidak melakukan pemasaran di
wilayah pemasaran mitra janjinya (pasal 9)
7. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan melakukan
pemboikotan terhadap para pelaku usaha pesaing mereka yang bertujuan
: - Menghalangi pelaku usaha lain untuk dapat melakukan usaha yang
sama (pasal 10 ayat 1).
19
- Menolak menjual setiap barang atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian atau dapat diduga
akan merugikan pelaku usaha lain (pasal 10 ayat 2 huruf a), dan
membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang
dan atau jasa dari pasar bersangkutan (pasal 10 ayat 2 huruf b).
8. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
terbentuknya suatu kartel diantara mereka (pasal 11).
9. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerjasama dengan membentuk suatu trust diantara mereka (pasal 12)
10. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
terciptanya oligopsoni (pasal 13)
11. Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
terjadinya integrasi vertikal diantara mereka (pasal 14)
12. Membuat perjanjian yang mempersyaratkan agar pelaku usaha yang lain
hanya memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa yang telah
dibelinya kepada pihak tertentu atau ditempat tertentu (pasal 15 ayat 1)
13. Membuat perjanjian dengan pihak lain yang mempersyaratkan bahwa
pihak lain hanya dapat membeli apabila yang bersangkutan membeli pula
barang atau jasa yang lain dari yang bersangkutan (pasal 15 ayat 2)
14. Membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga atas barang
atau jasa yang mensyaratkan bahwa pihak yang lain akan diberi harga
yang dimaksud atau akan diberi potongan atas harga tersebut apabila
yang bersangkutan : - Bersedia pula membeli barang atau jasa yang lain
(pasal 15 ayat 3 huruf b) - Tidak akan membeli barang atau jasa yang
sama dari pelaku usaha pesaingnya (pasal 15 ayat 3 huruf a).
20
15. Membuat perjanjian dengan pihak diluar negeri yang membuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat (pasal 16)23
e. Posisi Dominan
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1
angka 4 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi
dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud pasal 25
ayat (1) apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh
lima persen) atau lebih pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan atau hambatan-
hambatan persaingan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang
mempunyai posisi dominan adalah ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat 1 UU
antimonopoli. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa pelaku usaha
23
Ibid.
21
dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk :
a. Menetapkan syarat-syarat pergadangan dengan
tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi
konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang
bersaing dari segi harga maupun kualitas; atau
b. Membatasi pasar pengembangan teknologi; atau
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang
bersangkutan.
5. Pasar
a. Pengertian
Pasar merupakan suatu tempat dimana para penjual dan pembeli
dapat bertemu untuk melakukan jual beli barang. Penjual dan pembeli
akan melakukan tawar menawar harga hingga tercapai kesepakatan
harga. Hal ini merupakan pengertian pasar secara konkrit, atau dengan
kata lain pasar merupakan tempat orang bertemu untuk melakukan suatu
transaksi jual beli. Hal ini merupakan pengertian pasar secara konkrit,
artinya pengertian pasar dalam kehidupan sehari-hari tempat orang
bertemu untuk melakukan suatu transaksi jual beli barang.24
Di dalam
Perpres nomor 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar
24
Jurnal Dinamika Hukum Aspek Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern diakses 23 oktober
2018 pukul 15:22.
22
tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern pengertian pasar adalah
area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik
yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,
mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.25
Seiring
dengan perkembangan zaman pasar kemudian melahirkan dua konsep
yaitu pasar tradisional dan pasar modern.
b. Pasar Tradisional
Dalam Perpres nomor 112 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 pengertian
pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan
tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh
pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar.26
Dari pengertian diatas bahwa pasar
tradisional bukan hanya pasar yang dibangun oleh pemerintah yang
cakupannya luas, namun toko-toko dan kios yang berada di sekitar
pemukiman juga dapat dikatan pasar tradisional, lebih lanjut diatur dalam
undang-undang nomor tahun 2008 tentang usaha mikro kecil dan
menengah.
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
25
Perpres No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat
Perbelanjaan Dan Toko Modern. 26
Ibid.
23
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria Usaha Mikro adalah memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria
Usaha Kecil adalah sebagai berikut memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
24
Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai
berikut memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan
oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang
meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi
di Indonesia.27
c. Pasar Modern
Pasar Modern yaitu pasar yang penjual dan pembeli tidak
bertransaksi secara langsung, melainkan pembeli melihat lebel harga yang
tercantum dalam harga (barcode) dan pelayanannya dilakukan secara
mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang
dijual di pasar modern, selain bahan makanan juga terdapat barang lain
27
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.
25
yang merupakan jenis barang yang dapat bertahan lama.28
Toko modern
dan pusat perbelanjaan diatur dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Modern.
Perpres 112/ 2007 tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan,
dan Toko Modern. Perizinan toko modern dan pusat Tok perbelanjaan juga
diatur dalam sejumlah Peraturan Daerah. Batasan luas lantai penjualan
Toko Modern adalah:
1. Minimarket, kurang dari 400 m².
2. Supermarket, 400 m² sampai dengan 5.000 ml.
3. Hipermarket, di atas 5.000 m².
4. Department Store, di atas 400 m².
5. Grosir/Perkulakan, di atas 5.000 ml.
Khusus untuk usaha Toko Modern dengan modal dalam negeri
100% (PMDN), maka batasan luas lantainya adalah :
a. Minimarket, dengan luas lantai penjualan kurang dari 400
m².
28
http://eprints.umm.ac.id/36244/3/jiptummpp-gdl-rahmawati2-47438-3-babii.pdf diakses 25-10-
2018 pukul 01:46.
26
b. Supermarket, dengan luas lantai penjualan kurang dari
1.200 m².
c. Department Store, dengan luas lantai penjualan kurang dari
2.000 m².
Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern
adalah:
a. Minimarket, Supermarket, dan Hipermarket menjual barang
konsumsi secara eceran terutama produk makanan dan
produk rumah tangga lainnya;
b. Department Store menjual barang konsumsi utamanya
produk sandang dan perlengkapannya secara eceran dengan
penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat
usia konsumen; dan
c. Perkulakan/Grosir menjual barang konsumsi secara grosir.
Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib
memenuhi sejumlah persyaratan berikut:
a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat,
keberadaan Pasar Tradisional, dan keberadaan UMKM
yang ada di wilayah yang bersangkutan.
b. Memperhatikan jarak antara Hipermarket dengan Pasar
Tradisional yang telah ada sebelumnya.
c. Menyediakan area parkir paling sedikit seluas kebutuhan
parkir 1 unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m² luas
27
lantai penjualan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern.
Penyediaan area parkir dapat dilakukan berdasarkan kerja
sama antara pengelola Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko
Modern dengan pihak lain.
d. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern yang bersih, sehat (higienis), aman,
tertib, dan menyediakan ruang publik yang nyaman.
Jam kerja atau jam operasional Hipermarket, Department Store, dan
Supermarket terbatas (dibatasi) dan tidak boleh buka hingga 24 jam seperti
halnya Minimarket. Untuk hari Senin sampai Jumat, batasan jam kerjanya
adalah pukul 10.00 sampai pukul 22.00 waktu setempat.
d. Retail
Definisi Retail Perkembangan dunia bisnis belakangan ini sangat
mendukung perkembangan bagi para retailer yang berada di pasar,
terutama para retailer besar. Meningkatnya tingkat konsumsi dan hasrat
berbelanja masyarakat membuat industri ini semakin dilirik oleh para
pelaku bisnis. Retail adalah suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas
kepada konsumen. Retail berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata
retailer yang berarti “memotong menjadi kecil-kecil”29
.
Di dalam mekanisme pasar, pada pokoknya terdapat dua
pihak yang selalu terlibat dalam setiap transaksi yakni pembeli atau
konsumen dan produsen. Sehubungan dengan itu, menurut Salim
Kartono, penjual dapat dibedakan menjadi pedagang eceran
(retailer) dan pedagang grosir (wholeseller). Pedagang eceran
29 Reardon dkk, Retailing Management. Terjemahan Sunoto, Jakarta salemba, 2000, h 56
28
adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya
melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir
dalam partai kecil, sementara pedagang grosir adalah perorangan
atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan
barang-barang dalam partai (jumlah) besar kepada eceran.30
Dalam menyelenggarakan kegiatannya, para pedagang baik itu
pedagang eceran maupun grosir akan menciptakan pasar. Hal itu tersimpul
dari kenyataan bahwa setiap pedagang akan membuka toko atau tempat
usaha dan melalui tempat usaha itu pedagang melakukan penawaran
barang dan/jasa. Apabila terdapat permintaan barang dan/atau jasa tersebut
oleh konsumen, maka akan terdapat mekanisme antara pedagang tersebut
dengan konsumen yang datang, dengan demikian pasarpun tercipta.
Berdasarkan kenyataan tersebut, pedagang grosir akan menciptakan pasar
grosir dan pedagang eceran akan menciptakan pasar ritel31
Berikut ini definisi retailing menurut beberapa ahli:
1. Menurut Levy dan Weitz (2001) “Retailing adalah satu rangkaian
aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang
dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah
tangga”. Jadi konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah
konsumen akhir yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri.
2. Menurut Berman dan Evans (2001) “Retailing merupakan suatu
usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada
konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi
dan rumah tangga”. Produk yang dijual dalam usaha retailing
30 Ibid h 58 31
Jurnal hukum eksistensi minimarket waralaba dalam persaingan usaha berdasarkan Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli diakses 22-10-2018 pukul 13 :15.
29
adalah barang, jasa maupun gabungan dari keduanya. Berdasarkan
definisi-definisi retailing di atas, Endang (2012) dapat merumuskan
beberapa hal mengenai retailing, yaitu:
a. Retailing atau usaha eceran adalah mata
rantai terakhir dari saluran distribusi.
b. Retailing mencakup berbagai macam
aktivitas, namun aktivitas yang paling pokok
adalah kegiatan menjual produk secara
langsung kepada konsumen.
c. Produk yang ditawarkan dapat berupa
barang, jasa atau kombinasi keduanya. d.
Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi
target adalah konsumen non bisnis, yaitu
yang mengkonsumsi produk atau kebutuhan
pribadi dan rumah tangga.32
6. Kebijakan Penataan Toko Modern
Perkembangan toko modern di Indonesia yang sangat pesat
menjadikan pemerintah harus mengambil keputusan untuk membuat
peraturan untuk mengatur keberadaan toko modern. Peraturan itu oleh
pemerintah dituangkan kedalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun
2007 tentang Pembinaan Dan Penataan Pasar Tradisional Pusat
Perbelanjaan Dan Toko Modern yang kemudian diikuti dengan Peraturan
32
http://e-journal.uajy.ac.id/9813/3/2TI07151.pdf diakses pada 16-09-2018 pukul 00:01.
30
Menteri Dalam Negeri No/53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman
Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko
Modern. Kedua peraturan tersebut mngatur mengenai penataan dan
pembinaan pasar tradisional pusat perbelanjaan dan toko modern dan
saling terkait satu sama lain mengenai ketentuan pendirian, ketentuan
oprasional, dan juga ketentuan dari aspek analisa kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi tentang Toko modern (Indomaret & Alfamart)
Indomaret adalah jaringan ritel waralaba di Indonesia. Indomaret
merupakan salah satu anak perusahaan Salim Group. Indomaret
merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan
kebutuhan sehari-hari dengan luas area penjualan kurang dari 200 m2.
Toko pertama dibuka di Ancol, Jakarta Utara, pada tahun 1988, dikelola
oleh PT. Indomarco Prismatama. Tahun 1997 perusahaan mengembangkan
bisnis gerai waralaba pertama di Indonesia, setelah memiliki lebih dari 230
gerai. Jumlah gerai hingga tahun 2015 adalah 11.400 gerai dengan rincian
60% gerai adalah milik sendiri dan sisanya waralaba milik masyarakat.
Sampai dengan awal tahun 2017, jumlah gerai sebanyak 13.000 toko.
Mitra usaha waralaba ini meliputi: koperasi, badan usaha dan perorangan.
31
Indomaret tersebar merata dari Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok,
Kalimantan dan Sulawesi. Motto perusahaan adalah "mudah dan hemat‟‟33
Sasaran pemasaran Indomaret adalah konsumen semua kalangan
masyarakat, lokasi gerai yang strategis dimaksudkan untuk memudahkan
Indomaret melayani sasaran demografinya yaitu keluarga. Sistem
distribusi dirancang seefisien mungkin dengan jaringan pemasok yang
handal dalam menyediakan produk terkenal dan berkualitas serta sumber
daya manusia yang kompeten, menjadikan Indomaret memberikan
pelayanan terbaik kepada konsumen. Saat ini Indomaret memiliki 8 pusat
distribusi di Ancol Jakarta, Cimanggis Depok, Tangerang, Bekasi, Parung,
Bandung, Semarang dan Surabaya. Dengan menjalin lebih dari 500
pemasok, Indomaret memiliki posisi baik dalam menentukan produk yang
akan dijualnya. Laju pertumbuhan gerai Indomaret yang pesat dengan
jumlah transaksi 14,99 juta transaksi per bulan didukung oleh sistem
teknologi yang handal. Sistem teknologi informasi Indomaret pada setiap
point of sales di setiap gerai mencakup sistem penjualan, persediaan dan
penerimaan barang. Sistem ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan saat
ini dengan memperhatikan perkembangan jumlah gerai dan jumlah
transaksi di masa mendatang.
Indomaret berupaya meningkatkan pelayanan dan kenyamanan
belanja konsumen dengan menerapkan sistem check out yang
menggunakan scanner di setiap kasir dan pemasangan fasilitas
33
https://id.wikipedia.org/wiki/Indomaret#Aksikorporasi diakses pada 19-08-2018 pukul 03.48.
32
pembayaran Debit BCA. Pada setiap pusat distribusi diterapkan digital
picking system (DPS). Sistem teknologi informasi ini memungkinkan
pelayanan permintaan dan suplai barang dari pusat distribusi ke toko-toko
dengan tingkat kecepatan yang tinggi dan efisiensi yang optimal.
Visi Indomaret sendiri adalah menjadi aset nasional dalam bentuk
jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Sedangkan
mottonya adalah “mudah & hemat”. Budaya yang diterapkan dalam tubuh
perusahaan Indomaret adalah Dalam bekerja kami menjunjung tinggi nilai-
nilai:
a) Kejujuran, kebenaran dan keadilan
b) Kerja sama tim
c) Kemajuan melalui inovasi yang ekonomis
d) Kepuasan pelanggan34
PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) atau Alfamart merupakan
perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan
jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari.
Alfamart dapat dimiliki masyarakat luas dengan cara kemitraan.
Perusahaan ini didirikan pada 27 Juni 1999. Pada saat berdiri, perusahaan
bernama PT. Alfamart Mitra Utama (AMU). Pemegang saham perusahaan
ini adalah PT. Alfamart Retailindo Tbk. dengan saham sebesar 51% dan
PT. Lancar Distrindo sebesar 49%. Toko pertama dibuka dengan nama
Alfa Minimart pada tanggal 18 Oktober 1999 berlokasi di Jl. Beringin
34
www.Indomaret.co.id diakses 26-09-2018 pukul 22:35.
33
Raya, Karawaci, Tangerang. Pada tanggal 1 Agustus 2002, Kepemilikan
beralih ke PT Sumber Alfaria Trijaya dengan komposisi pemegang saham:
PT HM Sampoerna, Tbk sebesar 70% dan PT Sigmantara Alfindo sebesar
30%. Pada tanggal 1 Januari 2003 nama Alfa Minimart diganti menjadi
Alfamart. Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki toko lebih dari 2.266
buah toko.
Toko pertama dibuka 18 oktober 1999 dengan nama ”Alfa
Minimart” di Jl. Beringin Raya, Karawaci, Tangerang. Pada tanggal 1
Januari 2003 berubah nama menjadi Alfamart. Visi dari Alfamart adalah
Menjadi jaringan distribusi retail terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat
luas, berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan
kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global,
sedangkan misinya adalah:
a) Memberikan kepuasan kepada pelanggan/konsumen dengan berfokus
pada produk dan pelayanan yang berkualitas unggul.
b) Selalu menjadi yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan dan
selalu menegakkan tingkah laku/etika bisnis yang tertinggi.
c) Ikut berpartisipasi dalam membangun negara dengan
menumbuhkembangkan jiwa wiraswasta dan kemitraan usaha.
d) Membangun organisasi global yang terpercaya, tersehat dan terus
bertumbuh dan bermanfaat bagi pelanggan , pemasok, karyawan,
pemegang saham dan masyarakat pada umumnya.
Budaya yang dijunjung dalam bekerja adalah:
a) Integritas yang tinggi.
b) Inovasi untuk kemajuan yang lebih baik.
c) Kualitas & Produktivitas yang tertinggi.
d) Kerjasama Team.
34
Yang menjadi target dari pemasaran Alfamart adalah area perumahan,
fasilitas publik, dan gedung perkantoran, sedangkan motto yang digunakan
Alfamart adalah “belanja puas harga pas”.35
2. Putusan KPPU No. 03/KPPU-L-I/2001
Putusan KPPU No. 03/KPPU-L/I/2000 PT indomarco Prismatama
di gugat oleh lemabaga swadaya masyarakat menyatakan bahawa sebagian
besar pengusaha kecil/pemilik warung menyatakan memiliki dampak
negatif dari berdirinya swalayan indomaret terhadap usaha mereka, yaitu
berupa :
1. Penghasilan atau omset penjualan menjadi turun drastis;
2. Banyak usaha kecil yang tutup atau tidak berjualan lagi karena
kalah bersaing dalam harga dan pelayanan dengan Toko Swalayan
Indomaret;
3. Biaya kehidupan rumah tangga mereka terancam, karena
sebelumnya warung tersebut merupakan mata pencarian untuk
biaya kehidupan sehari hari.
Keberadaan Indomaret tersebut mempunyai dampak merugikan
pengusaha kecil yang ada disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan
Indomaret. Padahal di sekitarnya diperkirakan ada 10 usaha kecil,
maka apabila ada 290 Toko Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha
35 https://id.wikipedia.org/wiki/Alfamart
35
kecil terancam mati, karena kalah bersaing dengan harga dan
kenyamanan yang disediakan oleh Indomaret.
Swalayan Indomaret tersebut telah atau diduga oleh Saksi Pelapor
melanggar Undang-Undang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat pada Pasal 1 Ayat 4. Maksud dari posisi dominan yaitu:
menguasai pangsa pasar karena kemampuan keuangan, kemampuan akses
pada pasokan. Pasal 1 Ayat 8 persekongkolan menguasai pasar untuk
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol, sehingga dilarang sesuai
Pasal 22 tentang persekongkolan dan pasal 25 tentang posisi dominan,
kemudian Pasal 15 tentang larangan membuat persyaratan pemasokan dari
pelaku usaha tertentu.
Setelah melakukan monitoring, komisi menemukan adanya
keresahan sosial yang disebabkan oleh praktek usaha Terlapor disamping
dugaan pelanggaran sebagaimana yang dilaporkan atas Pasal 15, Pasal
22, dan Pasal 25 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial
yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar
dengan pelaku usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan
yang berpotensi menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Disamping
itu juga disebabkan oleh hal-hal berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi
usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaskan kepentingan secara
terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan.
36
Majelis Komisi menemukan fakta sejumlah warung kecil di sekitar Toko
Swalayan Indomaret di wilayah Jakarta, Bekasi dan Tangerang, sebagai
berikut:
1. Seluruh warung menyatakan merasakan terpengaruh dengan
berdirinya Toko Swalayan Indomaret yaitu terjadi penurunan
omset penjualan;
2. Terdapat harga-harga yang lebih murah untuk produk tertentu
khususnya yang berasal dari PT. Indomarco Adi Prima yang dijual
di Toko Swalayan Indomaret;
3. Sebagian besar warung kecil yang berada di sekitar Toko Swalayan
Indomaret, memiliki kemampuan bersaing yang rendah karena
keterbatasan manajemen, permodalan, dan keterbatasan akses
terhadap pasokan barang.
Bahwa Toko Swalayan Indomaret memang banyak berlokasi di
daerah pemukiman dan di lokasi-lokasi di mana telah terdapat banyak
pengecer-pengecer kecil yang melakukan kegiatan usaha yang sama. Hal ini
secara langsung maupun tidak langsung telah mengganggu kegiatan usaha
yang dilakukan oleh pengecer kecil. Selain itu, Indomaret juga terbukti
dalam menjalankan usahanya, menjual produk-produk tertentu dengan harga
yang lebih murah dibandingkan dengan harga jual para pengecer kecil.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan memberikan potongan harga secara
berkala setiap dua minggu atau setiap bulan melalui promosi super hemat.
37
Dalam putusan tersebut, KPPU menyatakan bahwa Indomaret
dalam pengembangan usahanya kurang memperhatikan prinsip
keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan
persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan
umum. KPPU juga menyerukan agar Indomaret dalam
mengembangkan usahanya untuk melibatkan masyarakat setempat di
antaranya dengan memperbesar porsi kegiatan waralaba. Ditemukan
beberapa fakta yang patut ditengok sebagai bahan pertimbangan apakah
putusan yang diambil oleh KPPU sudah tepat atau belum. Atas fakta-fakta
tersebut, KPPU menilai bahwa Indomaret tidak secara bersungguh-sungguh
melaksanakan hal-hal yang telah diamanatkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prakktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Putusan terhadap gugatan tersebut menyatakan memerintahkan kepada
Terlapor untuk menghentikan ekspansinya di pasar-pasar tradisional yang
berhadapan langsung dengan pengecer kecil dalam rangka mewujudkan
keseimbangan persaingan antar pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah
dan pelaku usaha kecil.36
Dalam Pasal 2 UU Anti Monopoli, dijelaskan bahwa setiap pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatannya perlu memperhatikan keseimbangan
umum dengan memberi kesempatan kepada pelaku usaha lain dalam
menjalankan usahanya sebagai pesaing atau yang berpotensi sebagai pesaing
agar dapat berkembang secara wajar. Sedangkan dalam Pasal 3 UU Anti
36
Putusan KPPU No. 03/KPPU-L-I/2001.
38
Monopoli juga dinyatakan tentang perlunya menjaga kepentingan umum
dan menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha bagi pelaku usaha
besar, menengah, dan kecil.
Kepentingan umum dalam Pasal 3 undang-undang anti monopoli
dimaksud untuk memperhatikan situasi dan kondisi kegiatan usaha agar
kegiatan usaha dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan benar, tidak
ada kesenjangan dari pelaku usaha besar, kecil dan menengah baik karena
faktor dekat dengan elit penguasa yang kemudian mendapatkan kemudahan
berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial, hal ini
merupakakan harapan agar tercipta iklim persaingan usaha yang sehat.
Kepastian dan kesempatan berusaha bagi pelaku usaha artinya
memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap pelaku usaha untuk
membuka dan meningkatkan usahanya, serta terhindar dari pemusatan
ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan social.
C. Analisis
1. Landasan Teoritis Keterlibatan Negara Dalam Mengatur
Persaingan Usaha
Hubungan antara hukum dan ekonomi merupakan suatu relasi yang
saling terpaut. Kehadiran hukum dalam mengatur aktivitas ekonomi ibarat
kereta api dan relnya. Hukum adalah “relnya” dan “ekonomi” adalah
kereta apinya. Hukumlah yang akan mengatur segala aktivitas negara dan
39
masyarakat termasuk aktivitas enokomi. Perlunya hukum dalam mengatur
aktivitas ekonomi sebagai konsekuensi dari syarat dari adanya negara
hukum.37
Julius F Stahll mengemukakan ada empat unsur yang harus
dipenuhi untuk dikatakan bahwa sebuah negara sebagai negara hukum
yaitu, adanya :
a) Perlindungan hak asasi warga Negara
b) Pembagian dan pemisahan kekuasaa
c) Pemerintah yang berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan
d) Adanya peradilan administrasi
Keterlibatan negara dalam mengatur ekonomi merupakan salah
satu asas penting dalam cita hukum ekonomi nasional, selain itu Sri
Redjeki Hartono mengemukakan dua asas lainnya yaitu asas
keseimbangan dan asas pengawasan baik. Sri Redjeki Hartono
menjelaskan bahwa keterlibatan negara dalam mengatur kegiatan ekonomi
untuk menjaga adanya keseimbangan kepentingan semua pihak,
kepentingan konsumen dan produsen, kepentingan negara dan kepentingan
umum terhadap kepentingan perusahaan dan kepentingan pribadi. Sebab
jika ekonomi dibiarkan beroperasi tanpa regulasi pemerintah maka yang
terjadi kondisi eksploitasi dan hubungan yang tidak harmonis antara para
pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi yang kuat “memakan” pelaku ekonomi
yang rendah.
37
Mansur amin bin ali Jurnal Hukum Jatiswara universitas mataram diakses pada 02-10-2018
pukul 16 : 24.
40
Dalam kaitannya dengan keterlibatan negara dalam kegiatan
ekonomi Friedmann mengemukakan empat fungsi negara yaitu :
a) Negara sebagai penyedia, yaitu kebijakan pemerintah dalam
memenuhi standar minimal yang diperlukan masyarakat untuk
mengurangi dampak pasar bebas yang dapat merugikan
masyarakat,
b) Fungsi negara sebagai pengatur dalam menjamin ketertiban agar
tidak kekacauan dalam aktivitas ekonomi,
c) Pemerintah turut betindak sebagai pelaku ekonomi dalam
menjalankan usaha yang menjadi hajat hidup orang banyak yang
tidak dapat dilakukan oleh pihak swasta
d) Negara berfungsi sebagai pengawas terhadap berbagai produk
aturan hukum untuk menjaga keadilan dan ketertiban sekaligus
betindak sebagai penegak hukum38
Kehadiran hukum dalam konteks pembangunan ekonomi
diharapkan dapat menciptakan kondisi stabilitas (stability), dapat
memprediksi kondisi perekonomian di masa yang akan datang
(predictability) dan menciptakan keadilan (fairness) dalam
melakukan aktifitas ekonomi. Fungsi hukum sebagai stabilisator
dalam artian bahwa hukum mampu menyeimbangkan dan
mengakomodasi kepentingan kepentingan yang saling bersaing
dalam aktifitas ekonomi.39
2. Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Pasar
Tradisional
Dalam Pasal 33 UUD‟45 menetapkan bahwa perekonomian
Indonesia bertujuan pada pembangunan ekonomi berdasarkan demokratis
38
Ibid. 39
Ibid.
41
bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia melalui
pendekatan kesejahtraan dan mekanisme pasar. Tujuan perekonomian
nasional dapat dicapai dengan memberikan perasamaan kesempatan bagi
setiap pelaku usaha besar maupun kecil yang tidak lain adalah esensi
daripada ekonomi pasar yang ada sekarang.
Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU No. 5 Tahun 1999,
terhadap pelaku usaha kecil inheren dengan latar belakang pemebentukan
dari UU Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sejalan
dengan pertimbangan pembentukan UU Praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat berikut penjelasannya, secara rinci Pande Silalahi
mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang menjadi latar belakang
pembentukan UU Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
adalah adanya ketimpangan ekonomi sebagai akibat prosentase pelaku
usaha yang tidak berimbang.40
Bahwa berdasarkan data statistik diketahui
99% dari pelaku usaha di Indonesia adalah usaha kecil dan mereka hanya
menguasai aset ekonomi sebanyak 40% dari ekonomi nasional. Sementara
itu sebesar 1% yang disebut usaha yang berskala besar dan menengah
menguasai sekitar 60% aset ekonomi nasional.
Pada akhirnya solusi yang ditawarkan terwujud secara tegas dalam
salah satu pengecualian dari UU Praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat dan secara tersirat terwujud dalam asas hukum UU Praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan tujuan dari pembentukan
UU Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Asas tersebut
40 Skripsi, Universitas Sebelas Maret 30 Januari 2008, h.71.
42
inheren dengan tujuan dari pembentukan UU Praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana halnya termuat dalam Pasal 3
UU Persaingan Usaha. Dinyatakan dalam Pasal 2 UU Praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat bahwa pelaku usaha di Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahanya berasaskan ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Konsep perlindungan terhadap pasar tradisional dimanifestasikan
oleh pemerintah dalam Perpres No. 112 tahun 2007. Dalam Pasal 4
disebutkan tentang persyaratan pendirian pusat perbelanjaan dan toko
modern. Untuk mendirikan pusat perbelanjaan dan toko modern harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain;
1. Harus memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat
dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha
menengah yang ada di wilayah dimana pasar modern tersebut
hendak dibangun;
2. Pendirian pasar modern juga harus memperhatikan jarak
dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya;
Berkaitan dengan Perpres No 112 Tahun 2007, Menteri
Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-
DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2012. Dalam
43
Peraturan Menteri Perdagangan tersebut dijelaskan bahwa hal-hal yang
dianalisa berkaitan dengan pendirian pasar ritel modern adalah kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional sebagaimana
disebutkan dalam Perpres No. 112 tahun 2007 diatas. Analisa kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional serta usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) antara lain berkaitan dengan struktur
penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan, tingkat pendapatan
ekonomi rumah tangga, kepadatan dan pertumbuhan penduduk, kemitraan
dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, ketahanan dan
pertumbuhan pasar tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal,
keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada, dampak
positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara hypermarket dengan
pasar tradisional yang telah ada sebelumnya dan tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Social Responsibility). Analisa yang berkaitan
dengan kondisi sosial masyarakat tersebut harus dilakukan oleh lembaga
independen. Disamping itu, hasil analisis tersebut juga merupakan satu
kesatuan yang harus diikutsertakan pada saat pengajuan ijin untuk
mendirikan pasar modern. Hal lain yang harus diperhatikan sebelum
pendirian pasar dan atau toko modern adalah, lokasi pendirian harus
mengacu pada rencana atau ruang wilayah kabupaten/kota dan juga
rencana detail tata ruang kabupaten/kota serta memperhatikan pengaturan
tentang zonasinya.
44
Kaidah-Kaidah Hukum Yang Terdapat Pada :
Perpres No 112
Tahun 2007
Peraturan Menteri
Perdagangan No. 53/M-
DAG/PER/12/2008
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 20
Tahun 2012
1. Pendirian pasar
modern harus
memperhatikan
keadaan sosial
ekonomi
masyarakat
setempat dan
memperhatikan
jarak antara
pasar modern
dan pasar
tradisonal yang
telah ada
sebelumnya.
2. Dalam rangka
pembinaan dan
pengawasan
pemerintah
Memprioritaska
n kesempatan
memperoleh
tempat usaha
bagi pedagang
Pasar
Tradisional
yang telah ada
sebelum
dilakukan
renovasi atau
relokasi Pasar
Tradisional. (psl
15 ayat 2c)
1. Pendirian Pasar
Tradisional atau Pusat
Perbelanjaan atau Toko
Modern selain
Minimarket harus
memenuhi persyaratan
ketentuan peraturan
perundang-undangan dan
harus melakukan analisa
kondisi sosial ekonomi
masyarakat, keberadaan
Pasar Tradisional dan
UMKM yang berada di
wilayah bersangkutan.
(psl 3 ayat 1)
2. Pendirian Minimarket
baik yang berdiri sendiri
maupun yang terintegrasi
dengan Pusat
Perbelanjaan atau
bangunan lain wajib
memperhatikan:
a. Kepadatan
penduduk;
b. Perkembangan
pemukiman baru;
c. Aksesibilitas
wilayah (arus lalu
lintas);
d. Dukungan/ketersedia
an infrastruktur; dan
3. Keberadaan Pasar
Tradisional dan
warung/toko diwilayah
sekitar yang lebih kecil
daripada Minimarket
tersebut.
1. Mempunyai tujuan
untuk mendorong pasar
tradisional agar mampu
berkompetisi dan
berdaya saing dengan
pusat perbelanjaan dan
toko modern
diperlukan
pengelolaanda
pemberdayaan pasar
tradisional secara
professional.
2. Ruang lingkup
pengaturannya meliputi
pengelolaan dan
pemberdayaan pasar
tradisional yang
dimiliki, dibangun
dan/atau dikelola oleh
Pemerintah Daerah.
45
3. Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Seiring dengan perkembangan zaman dalam dunia perdagangan,
eksistensi pasar pun ikut berkembang. mall-mall hypermart maupun
minimarket telah bermunculan sampai ke seluruh penjuru kota, kecamatan
maupun di desa. proses perkembangan itu pun melahirkan dua konsep
pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Regulasi pemerintah
mengenai bisnis ritel dengan diberlakukan Perpres No 112 Tahun 2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern. Pasar Tradisional merupakan pasar yang dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta
dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat
atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual
beli barang dagangan melalui tawar menawar. Sedangkan Toko Modern
merupakan toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis
barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket,
Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk
Perkulakan.
Dalam kaitan penataan pasar modern terhadap larangan praktik
monopoli Penulis akan membahas secara lebih khusus pada kelompok
Minimarket. Pertimbangannya adalah dari beberapa jenis pasar modern,
minimarket memiliki pengaruh paling besar terhadap ritel tradisional.
46
Pemain Pasar Modern Pada kelompok Minimarket, hanya terdapat 2
pemain besar yaitu Indomaret dan Alfamart. Indomaret merupakan pemain
terbesar dengan pangsa omset sekitar 43,2 % dari total omset Minimarket
di Indonesia. Sementara Alfamart membuntuti dengan pengumpulan omset
sebesar Rp7,3 triliun atau sekitar 40,8 % dari total omset Minimarket di
Indonesia. Indomaret mempunyai jaringan Minimarket dengan jumlah
gerai terbanyak, dibuntuti Alfamart. Jumlah gerai jaringan Indomaret
mencapai 3.116 unit atau 30,3 % dari total jumlah gerai Minimarket yang
ada di Indonesia, sementara jumlah gerai jaringan Alfamart mencapai
2.755 unit atau 26,8 % dari total jumlah gerai Minimarket di Indonesia.
Minimarket merupakan jenis pasar modern yang agresif memperbanyak
jumlah gerai dan menerapkan sistem franchise dalam memperbanyak
jumlah gerai. Dua jaringan terbesar Minimarket yakni Indomaret dan
Alfamart juga menerapkan sistem ini. Tujuan peritel minimarket dalam
memperbanyak jumlah gerai adalah untuk memperbesar skala usaha
(sehingga bersaing dengan skala usaha Supermarket dan Hypermarket),
yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar ke pemasok.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa indomaret dan alfamart
merupakan ritel pasar modern yang paling besar di Indonesia. Berkaitan
dengan itu penulis akan mengkaitkan Putusan KPPU No. 03/KPPU-L-
I/2001 dengan upaya perlindungan hukum terhadap pelaku usaha pasar
tradisional yang diberikan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang
Praktik Larangan Monopoli.
47
Indomaret dan Alfamart adalah pelaku usaha dari jenis usaha
minimarket yang menjual produk meliputi kebutuhan rumah tangga sehari-
hari seperti produk makanan dan minuman dalam kemasan siap saji,
kebutuhan sembilan bahan pokok serta fresh product, dan household
product. Hal ini cendrung memeliki kesamaan dengan pelaku usaha
tradisonal terutama warung-warung kecil kelontong yang juga menjual
produk-produk kebutuhan rumah tangga. Walaupun demikian tentu ada
beberapa jenis produk yang berbeda yang di jual oleh kedua pelaku usaha.
Faktor-faktor lain yang menjadi persoalan antara ritel modern dan ritel
tradisonal adalah lokasi yang secara umum berada di pemukiman-
pemukian masyarakat dan area pinggir jalan. Berbeda dengan hypermart
dan supermarket yang lokasinya berada jauh dari pemukiman masyarakat.
Posisi letak inilah akan menjadi sangat mengkhawatirkan terhadap pasar
ritel tradisional apabila pemerintah tidak segera membatasi kegiatan para
pelaku usaha ritel modern yang ingin ekspansi untuk melebarkan usahanya
dengan membuka gerai-gerai pasar modern di daerah yang strategis dekat
dengan kawasan padat penduduk.
Penulis sependapat dengan putusan KPPU No. 03/KPPU-L-I/2001
dinyatakan bahwa dalam pengembangan usahanya, PT Indomarco
Prismatama kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas
demokrasi ekonomi antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum. Dikatakan bahwa persaingan antara pelaku usaha besar dan pelaku
usaha kecil telah menimbulkan gangguan keseimbangan bagi kepentingan
umum karena pelaku usaha kecil terancam kelangsungannya sehingga
48
potensial meningkatkan pengangguran yang lebih besar, telah terjadi
keresahan sosial. Hal ini tentu potensial menimbulkan kerugian berupa
penurunan kesejahteraan pelaku usaha kecil karena kemunduran usaha dan
karena kalah bersaing dengan pelaku usaha besar yang mempunyai
dukungan permodalan, manajemen, dan akses kepada sumber barang yang
lebih baik. Dalam hal ini jelas bahwa indomaret telah melanggar kaidah-
kaidah yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Larangan Praktek monopoli.
4. Kebijakan Zonasi
Kebijakan zonasi merupakan solusi yang mencoba menghindarkan
terjadinya persaingan head to head antara ritel modern dengan ritel
tradisional. Hal ini disebabkan ukuran keduanya yang berbeda apabila
dibandingkan dari sudut kapital, sehingga kemampuan menciptakan value
creation keduanya pun berbeda. Apabila kedua pelaku tersebut disatukan
dalam satu zonasi dan berhadapan head to head, maka bisa dibayangkan
bagaimana akhir persaingan dari keduanya. Zonasi merupakan sebuah
upaya untuk menciptakan equal playing field, sehingga persaingan
diharapkan berlangsung dalam suasana yang sangat sehat (fair
competition) karena berada dalam ”kelas” yang sama. Sesungguhnya
dengan melakukan zonasi, maka ketika zona-zona ditetapkan untuk
hipermarket, maka pada saat itu ada semangat untuk membatasi
hipermarket di wilayah tersebut. Makna sesungguhnya adalah membatasi
jumlah ritel modern. Melalui zonasi, market power yang dimiliki ritel
modern tidak akan berkembang sebagaimana yang terjadi saat ini. Hal ini
terjadi karena mereka tetap terbatas jumlahnya sekalipun trademark bahwa
49
mereka tempat belanja yang nyaman, murah dan mudah tetapi karena
jumlahnya sedikit maka bargaining power mereka tidak terlalu besar. Hal
ini disebabkan masih banyaknya alternatif lain bagi konsumen untuk
mendapatkan produknya.41
Kebijakan zonasi ini merupakan sebuah bagian yang sangat
penting diperhatikan sektor ritel modern dengan memperhatikan analisis
dampak sosial, budaya serta kesimbangan akibat kehadiran ritel modern,
karena sesungguhnya ritel modern dan ritel tradisional berada di dalam
kelas yang berbeda walaupun sebagian besar barang-barang yang di jual
ritel modern dan ritel tradisional memiliki banyak kesamaan. konsumen
jelas akan lebih memilih berbelanja ke ritel modern karena kenyamanan,
kelengkapan barang-barang lebih unggul dari ritel tradisonal.
Dalam rangka penataan pasar modern terhadap pasar tradisional
harus memperhatikan kaidah-kaidah pada Perpres 112 dan Permendag
53/M-DAG/PER/12/2008 pendirian pasar modern harus memperhatikan
keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat dan memperhatikan jarak
antara pasar modern dan pasar tradisonal sebagaimana yang telah diatur.
pertumbuhan ekonomi ternyata tidak menjamin kesejahteraan bagi
masyarakat tetapi justeru menimbulkan konsentarsi kegiatan ekonomi pada
kekuatan ekonomi yang berskala besar dari pada ekonomi berskala kecil.
Kegiatan ekonomi bersekala kecil mulai ditinggalkan dan terpinggirkan.
41
Putriani, Zonasi dan Pembatasan Trading Term Sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan
Sektor Rite, h. 67.
50
5. Kontruksi Hukum Penataan Pasar Modern Berdasarkan
Kaidah-Kaidah Hukum Dalam Undang-Undang No 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
Kegiatan perekonomian yang dapat membuat kesenjangan antara
pelaku usaha jelas tidak mencerminkan amanat Undang-Undang Dasar
1945 sesuai asas demokrasi ekonomi. Di dalam demokrasi ekonomi,
kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-
seorang. Apabila maraknya pelaku usaha di pasar modern dibiarkan, akan
menimbulkan banyak dampak negatif terhadap pelaku usaha di ritel
tradisional. Dengan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru timbul pula
kaidah-kaidah baru dan pranata-paranata baru. Konstruksi hukum penataan
pasar modern dan pasar tradisional merupakan upaya mengatasi
kesenjangan antara pelaku usaha modern dan tradisional yang tujuannya
untuk mewujudkan keseimbangan dan efesiensi dalam persaingan usaha.
UU No. 5/1999 merupakan manifestasi dari demokrasi ekonomi
yang terdapat pada Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sistem
persaingan usaha yang bebas dan adil adalah upaya untuk meningkatkan
kesejahtraan rakyat. Penjabaran lebih lanjut dari asas demokrasi ekonomi
pada undang-undang no. 5/1999 dapat dilihat pada pasal 2 dan 3 undang-
undang No. 5/1999, yang memuat mengenai tujuan pembentukan undang-
undang No. 5/1999, yaitu menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efesiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahtraan rakyat. Kedua mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin
51
adanya kepastian dan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Ketiga mencegah
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha, dan yang keempat terciptanya efektifitas dan efesiensi dalam
kegiatan usaha.
Pasal 2 dan 3 selaku tujuan dalam UU No. 5/1999 tidak memiliki
relevansi langsung terhadap pelaku usaha, karena kedua Pasal tersebut
tidak menjatuhkan tuntutan konkret terhadap perilaku usaha. Walaupun
demikian, kedua pasal tersebut harus digunakan dalam interpensi dan
penerapan setiap ketentuan UU No. 5/1999. Peraturan persaingan usaha
agar diinterpretasikan sedemikan rupa sehingga tujuan-tujuan yang
termuat dalam Pasal 2 dan 3 tersebut dapat dilaksanakan seefesien
mungkin.
Perpres No 112 Tahun 2007 yang dijabarkan lebih lanjut dalam
Peraturan Mentri Perdagangan RI Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008
sebagai pengaturan penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan pasar modern merupakan upaya lanjutan untuk mengatur
antara pasar modern dan pasar tradisional. Kaidah-kaidah yang terkandung
di dalamnya harus sesuai dengan tujuan demokrasi ekonomi dan UU No.
5/1999. Perpres No 112 Tahun 2007 dan Peraturan Mentri Perdagangan RI
Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 harus selaras dengan tujuan UU
Persaingan Usaha dengan memperhatikan keseimbangan dan efesiensi
seperti yang diatur dalam UU No. 5/1999. Keleluasaan toko modern
(minimarket) mendirikan gerai-gerainya di pemukiman dan setiap
52
jaringan jalan merupakan hal yang perlu dikaji lagi mengingat
perkembangan minimarket khususnya indomaret dan alfamart sangat
pesat. kebijakan ini disadari cepat atau lambat akan melumpuhkan dan
akhirnya cendrung mematikan persaingan usaha dengan melakukan
penyalahgunaan posisi kekuasaan ekonomi untuk merugikan pelaku usaha
yang lebih kecil.
Kebijakan zonasi merupakan kebijakan yang mencoba
menghindarkan terjadinya persaingan head to head antara ritel modern
dengan ritel tradisional. Hal ini disebabkan ukuran keduanya yang berbeda
apabila dibandingkan dari sudut kapital, sehingga kemampuan
menciptakan value creation keduanya pun berbeda. Apabila kedua pelaku
tersebut disatukan dalam satu zonasi dan Zonasi merupakan sebuah upaya
untuk menciptakan equal playing field, sehingga persaingan diharapkan
berlangsung dalam suasana yang sangat sehat (fair competition) karena
berada dalam ”kelas” yang sama. Sesungguhnya dengan melakukan
zonasi, maka ketika zona-zona ditetapkan untuk hipermarket, maka pada
saat itu ada semangat untuk membatasi hipermarket di wilayah tersebut.
Makna sesungguhnya adalah membatasi jumlah ritel modern. Melalui
zonasi, market power yang dimiliki ritel modern tidak akan berkembang
sebagaimana yang terjadi saat ini. Hal ini terjadi karena mereka tetap
terbatas jumlahnya sekalipun trademark bahwa mereka tempat belanja
yang nyaman, murah dan mudah tetapi karena jumlahnya sedikit maka
bargaining power mereka tidak terlalu besar. Kebijakan zonasi ini
sekaligus menjadi upaya hukum dalam memberikan keseimbangan bagi
53
pelaku usaha sektor ritel dengan memperhatikan analisis dampak sosial
dan budaya akibat kehadiran ritel modern seperti yang tertuang dalam
Pasal 13 Perpres 112/2007 dan Pasal 3 Permendag 53/2008.
Penulis menyadari perlunya ada konstruksi hukum penataan pasar
modern dengan pasar tradisional melihat maraknya perkembangan pasar
modern beberapa tahun terakhir. Perpres 112/2007 memberikan
keleluasaan bagi toko modern khususnya minimarket dalam membuka
gerai-gerainya di setiap jaringan jalan dan pemukiman penduduk, hal ini
salah satu penyebab maraknya perkembangan minimarket di Indonesia
Persaingan yang begitu ketat antara ritel modern (indomaret dan alfamart)
bentuk pelanggaran sudah mulai dilakukan oleh para pelaku ritel modern
tersebut. Pelanggaran-pelanggarannya diantaranya zonasi yaitu jarak
dengan pasar tradisional, pelanggaran monopoli pasar, dan pelanggaran
penyediaan ruang bagi UKM. Putusan KPPU No. 03/KPPU-L-I/2001
yang menyatakaan bahwa indomaret dalam pengembangan usahanya
kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi
ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku
usaha dengan kepentingan umum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan dari Undang-undang No. 5 /1999
peran Pemerintah menjadi sangat penting untuk melahirkan perangkat-
perangkat hukum yang mengacu pada kaidah-kaidah hukum persaingan
usaha, mengingat Perpres 112/2007 dan Permendag 53/2008 belum
mengatur secara konkret mengenai zonasi mengenai jarak minimal
minimarket dengan pasar tradisional dan toko kecil/kelontong yang telah
54
ada sebelumnya. Pengkonkretan aturaan hukum dimaksud untuk
menyempurnakan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak dan pasif yang
menyebabkan Pemerintah daerah dalam meberikan izin kepada toko
modern tidak memiliki acuan yang jelas, sehingga pendirian toko modern
menjadi tidak terkontrol. Peres 112/2007 dan Permendag 53/2008 juga
belum mengatur secara tegas sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar
ketentuan-ketentuan yang diatur didalamnya.
Dengan demikian diharapkan Penataan pasar modern dan pasar tradisional
dapat mengacu pada kaidah-kaidah Undang-undang praktik mononopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga tercapai keseimbangan antara
pelaku usaha dan tidak ada pemusatan ekonomi bagi orang-orang tertentu
(prevention of abuse of economic power) yang dapat merugikan pelaku
usaha lain, dan terwujudnya kepastian hukum, ketertiban, keadilan bagi
setiap pelaku usaha.