bab ii okkk

32
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. KAJIAN PUSTAKA 1. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining a. Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining Aktivitas dalam pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru harus bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal ini model-model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Belajar yang kita harapkan bukan sekedar mendengarkan, memperoleh atau menyerap informasi yang disampaikan guru. Belajar harus dimaknai sebagai kegiatan pribadi siswa dalam menggunakan potensi pikiran dan nuraninya baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk memperoleh pengetahuan, membangun sikap, dan 16

Upload: uyunk-haura

Post on 21-Jun-2015

1.322 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab ii okkk

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining

a. Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and

Explaining

Aktivitas dalam pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan

guru harus bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal

ini model-model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru

hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan

mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Belajar

yang kita harapkan bukan sekedar mendengarkan, memperoleh atau

menyerap informasi yang disampaikan guru. Belajar harus dimaknai

sebagai kegiatan pribadi siswa dalam menggunakan potensi pikiran

dan nuraninya baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk

memperoleh pengetahuan, membangun sikap, dan memiliki

keterampilan tertentu (Aunurrahman, 2010: 141).

Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2012: 14) menyatakan

bahwa siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda dalam

minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa

tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih

mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestika (gerak).

Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi

16

Page 2: Bab ii okkk

17

pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan alat penilaian perlu

beragam sesuai dengan karakteristik siswa.

Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 132) model-

model pembelajaran disusun berdasarkan prinsip atau teori

pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan

prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis,

analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Model tersebut

merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan menurut Agus Suprijono

(2012: 46), model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Dengan demikian, model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan

sehingga para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai

dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Menurut Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2012: 125),

bahwa model pembelajaran student facilitator and explaining terjadi

di mana siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan

peserta lainnya. Model pembelajaran student facilitator and

explaining merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang

dapat diterapkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

khususnya di kelas lanjut. Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada

pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Page 3: Bab ii okkk

18

Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam

kegiatan belajar mengajar sehingga siswa yang seharusnya banyak

aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang merencanakan dan

ia sendiri yang melaksanakan belajar (Daryanto dan Muljo Raharjo

ST., 2012: 1).

Siswa sebagai pusat belajar artinya proses pembelajaran

memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar,

motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa, serta mendorong

siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Siswa akan

lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat

mengomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Interaksi

memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa

melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Proses

pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengomunikasikan

gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru, atau

pihak-pihak lain (Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, 2012: 14).

Menurut Djam’an Satori (2007: 3.16), interaksi yang harus

dikembangkan guru salah satunya adalah mengembangkan berbagai

kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi. Anak memperoleh

keterampilan berkomunikasi melalui mendengar dan penggunaan

bahasa, tumbuh dari kehendak menggunakan bahasa untuk

mengekspresikan kebutuhan, wawasan, kebanggaan, dan pemecahan

masalah.

Page 4: Bab ii okkk

19

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2012: 106) menyatakan

bahwa pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran

pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvesional). Pembelajaran

ini dapat membuat anak kurang tertarik dan termotivasi dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran yang berakibat pada rendahnya hasil

belajar siswa serta tidak bermakna pengetahuan yang diperoleh siswa.

Pengetahuan yang diperoleh siswa di dalam kelas cenderung artifisial

dan seolah-olah terpisah dari permasalahan dalam kehidupan sehari-

hari yang dialami siswa.

Dari pengertian di atas, pembelajaran inovatif dapat mendorong

aktivitas belajar. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi hal-hal yang

baru. Guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran yang ada di

buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang cocok dan

relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa. Melalui

aktivitas belajar, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk

memperdalam hal-hal yang dipelajarinya.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Facilitator and

Explaining

Langkah-langkah model pembelajaran Student Facilitator and

Explaining menurut Agus Suprijono (2012: 128-129) sebagai berikut.

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.

Page 5: Bab ii okkk

20

3) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa

lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.

4) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.

5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.

6) Penutup.

2. Kemampuan Berbicara di SD Kelas Tinggi

a. Hakikat Kemampuan Berbicara

Zulkifli Musaba (2012: 19) menyebutkan ada empat

keterampilan berbahasa, yaitu sebagai berikut.

1) Keterampilan Mendengarkan atau Menyimak

Bekal utama untuk dapat menyimak yang baik adalah

kondisi fisik telinga yang baik. Melalui kegiatan mendengarkan,

seseorang dapat memperoleh informasi yang berharga.

2) Keterampilan berbicara

Berbahasa adalah berbicara atau bertutur. Berbicara berarti

mengungkapkan pikiran secara lisan. Keterampilan berbicara

dapat ditingkatkan melalui banyak latihan.

3) Keterampilan membaca

Keterampilan membaca termasuk keterampilan berbahasa

yang tergolong aktif-reseptif. Keterampilan membaca merupakan

keterampilan menyerap apa yang dibaca, membaca disertai

pemahaman, dan membaca untuk mempengaruhi pembaca.

Page 6: Bab ii okkk

21

4) Keterampilan menulis

Menulis berarti mengungkapkan buah pikiran, perasaan,

dan pengalaman melalui tulisan. Keterampilan menulis

merupakan keterampilan bahasa yang paling akhir dikuasai oleh

seseorang.

Sedangkan Yeti Mulyati, dkk, (2009: 1.10) menyatakan bahwa

terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan

(menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Tabel berikut

menyajikan keempat jenis keterampilan tersebut.

Tabel 2.1: Empat Jenis Keterampilan BerbahasaAspek Keterampilan Lisan Tulisan

Reseptif Mendengarkan Membaca

Produktif Berbicara Menulis

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mendengarkan dan

berbicara merupakan aspek keterampilan berbahasa ragam lisan,

sedangkan membaca dan menulis merupakan aspek keterampilan

berbahasa ragam tulisan. Mendengarkan dan membaca adalah

keterampilan yang bersifat reseptif, sedangkan berbicara dan menulis

bersifat produktif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, bahwa keempat

kemampuan berbahasa tersebut menyiratkan masing-masing

keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Kenyataannya, tidak. Suatu

aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis kegiatan

berbahasa. Setiap orang memerlukan keterampilan berbahasa.

Page 7: Bab ii okkk

22

Keempat keterampilan ini saling berhubungan satu sama lain dan

tidak dapat terpisahkan.

Dari penjelasan di atas, kemampuan berbicara adalah salah satu

keterampilan berbahasa. Gordon (dalam E. Mulyasa, 2006: 39),

menyatakan bahwa kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki

oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang

dibebankan kepadanya.

Burhan Nurgiyantoro (2010: 399), menyatakan bahwa berbicara

adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam

kehidupan bahasa setelah mendengarkan. M. Soenardi Djiwandono

(2008: 118) berpendapat bahwa berbicara berarti mengungkapkan

pikiran secara lisan. Sedangkan Yeti Mulyati, dkk, (2009: 1.11)

menyatakan bahwa keterampilan berbicara ada tiga jenis situasi

berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Berbicara

interaktif misalnya percakapan secara tatap muka dan bicara lewat

telepon. Berbicara yang semiinteraktif misalnya berpidato di hadapan

umum secara langsung, sedangkan berbicara noninteraktif misalnya

berpidato melalui radio atau televisi.

Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa diperlukan

untuk berbagai keperluan. Kegiatan berbicara dapat dilakukan oleh

perorangan, berpasangan, atau kelompok. Oleh karena itu, seseorang

dituntut untuk memiliki bekal keterampilan berbicara (Kundharu

Saddhono & St. Y. Slamet, 2012: 33). Dengan berbicara, seseorang

Page 8: Bab ii okkk

23

dapat membuat orang lain yang diajak berbicara mengerti apa yang

ada di pikirannya. Pembicara perlu memiliki suatu pesan, masalah,

atau topik yang akan disampaikan kepada orang lain. Agar pesan yang

disampaikan dapat dipahami orang lain maka perlu diatur susunannya

sehingga memudahkan orang yang mendengarkan (M. Soenardi

Djiwandono, 2008: 118).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara adalah

kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide, perasaan, dan

pikiran secara lisan dengan tujuan tertentu, agar pesan yang

disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Berbicara dapat bersifat

interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif tergantung tujuannya.

b. Jenis-jenis Berbicara

Menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 244)

terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan terkontrol dan pendekatan

bebas. Kedua pendekatan ini digunakan pada beberapa teknik,

misalnya:

1) berbicara terpimpin, meliputi: frase dan kalimat, satuan paragraf,

dialog, pembacaan puisi;

2) berbicara semi-terpimpin, meliputi: reproduksi cerita, cerita

berantai, menyusun kalimat dalam pembicaraan, melaporkan isi

bacaan secara lisan;

3) berbicara bebas, meliputi: diskusi, drama, wawancara, berpidato,

dan bermain peran.

Page 9: Bab ii okkk

24

Yeti Mulyati, dkk, (2009: 3.3) menyebutkan bahwa kegiatan

berbicara dibagi menjadi dua, yaitu kemampuan dasar dan

kemampuan lanjutan. Kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara

yaitu: berdialog, menyampaikan pengumuman, menyampaikan

argumentasi, dan bercerita. Sedangkan kemampuan lanjutan dalam

kegiatan berbicara meliputi yaitu: musyawarah, diskusi, dan berpidato.

Sedangkan Kundharu Saddono dan St. Y. Slamet (2012: 59)

menyatakan bahwa materi pembelajaran berbicara dalam kurikulum

meliputi: berceramah; berdebat; bercakap-cakap; berkhotbah;

bertelepon; bercerita; berpidato; bertukar pikiran; bertanya; bermain

peran; berwawancara; berdiskusi; berkampanye; menyampaikan

sambutan, selamat, pesan; melaporkan; menanggapi; menyanggah

pendapat; menolak permintaan, tawaran, ajakan; menjawab

pertanyaan; menyatakan sikap; menginformasikan; membahas;

melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan); menguraikan cara

membuat sesuatu; menawarkan sesuatu; meminta maaf; memberi

petunjuk; memperkenalkan diri; menyapa; mengajak; mengundang;

memperingatkan; mengoreksi; dan tanya jawab.

Dari pendapat di atas bahwa jenis berbicara sangat banyak

macamnya. Semua kegiatan tersebut merupakan kegiatan komunikasi

lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar.

c. Kemampuan Mengemukakan Pendapat

Page 10: Bab ii okkk

25

Menyampaikan pendapat adalah salah satu kegiatan dalam

berbicara. Kegiatan ini bukanlah hal yang mudah, menyampaikan

pendapat perlu dilatih sejak dini. Pelatihan itu meliputi pilihan kata,

gaya, suara, gerak-gerik, dan sebagainya. Pelatihan tersebut bertujuan

untuk membentuk kebiasaan siswa agar terampil dalam

menyampaikan pendapat sehingga yang disampaikan dapat diterima

dan dimengerti oleh pendengarnya.

Kemampuan mengomunikasikan hasil merupakan salah satu

prinsip pendekatan keterampilan proses. Kemampuan ini merupakan

kemampuan yang harus dikuasai siswa. Dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, siswa dilatih untuk menyusun laporan hasil

pengamatannya, kemudian mempresentasikannya di depan kelas

dalam sebuah kegiatan diskusi (Puji Santosa, dkk, 2008: 2.24).

d. Penilaian Pembelajaran Berbicara dalam Mengemukakan

Pendapat dengan Model Pembelajaran Student Facilitator and

Explaining

Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya

melalui penilaian pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk

mengukur kemampuan siswa setelah dilaksanakan proses

pembelajaran. Burhan Nurgiyantoro (2010: 34) menyatakan bahwa

penilaian adalah proses memperoleh dan mempergunakan informasi

untuk membuat pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar

pengambilan informasi. Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2012:

Page 11: Bab ii okkk

26

165) menyatakan bahwa penilaian kelas adalah suatu kegiatan yang

dilakukan guru berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang

pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti

proses pembelajaran. Sedangkan Mimin Haryati (2007: 16),

berpendapat bahwa penilaian merupakan istilah umum dan mencakup

semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan

belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik

atau kelompok.

Lee (dalam Kundharu Saddhono & St. Y. Slamet, 2012: 59)

menyatakan bahwa alat penilaian itu harus menilai kemampuan

mengomunikasikan gagasan yang mencakup kemampuan

menggunakan kata, kalimat dan wacana, serta kemampuan kognitif

dan psikomotorik. Kemampuan berbicara merupakan salah satu

kemampuan bahasa yang cukup kompleks, karena tidak mencakup

intonasi saja tetapi juga unsur bahasa lainnya. Menurut Puji Santosa,

dkk, (2008: 7.19) penilaian pembelajaran berbicara sulit dilaksanakan

karena persiapan, pengadministrasian, pelaksanaan, dan penskorannya

memerlukan banyak waktu dan tenaga. Selain itu juga karena hakikat

kemampuan berbicara itu sulit didefinisikan.

Bloom (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 57) menyatakan

bahwa keluaran belajar dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan penilaian pembelajaran

berbicara dalam mengemukakan pendapat dengan model

Page 12: Bab ii okkk

27

pembelajaran student facilitator and explaining ini, hanya menilai

ranah kognitif. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan

intelektual dan kompetensi berfikir seseorang. Terdapat enam

tingkatan dalam ranah kognitif, yaitu: ingatan (knowlwdge, C1),

pemahaman (comprehension, C2), penerapan (aplication, C3), analisis

(analysis, C4), sintesis (synthesis, C5), dan evaluasi (evaluation, C6).

3. Materi Menyampaikan Pesan Telepon

Setiap pembelajaran bahasa Indonesia untuk satu kali tatap muka,

keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan. Akan tetapi guru

perlu memilih aspek mana yang akan dijadikan fokus dalam

pembelajaran. Setelah itu menentukan salah satu keterampilan (standar

kompetensi) dan menyusun perencanaan pembelajaran ditambah dengan

unsur kebahasaan agar keterampilan itu dapat diajarkan secara terpadu.

Sri Anitah W., dkk, (2009: 1.38) berpendapat bahwa materi

pelajaran adalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam memilih

strategi pembelajaran. Apabila materi yang akan dibahas merupakan

materi baru bagi anak, guru perlu menjelaskan secara singkat agar siswa

merasa tertarik. Sebaliknya, apabila materi sudah dikenal anak maka guru

dapat meminta siswa untuk mengemukakan pengetahuannya mengenai

materi tersebut.

Berdasarkan identifikasi kompetensi dan struktur kurikulum,

bahasa Indonesia mengembangkan kemampuan berkomunikasi (lisan dan

Page 13: Bab ii okkk

28

tulis) sebagai alat untuk mempelajari pelajaran lain, berpikir kritis dalam

berbagai aspek kehidupan, serta mengembangkan sikap menghargai

bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan apresiatif terhadap karya

sastra Indonesia (E. Mulyasa, 2006: 89).

Standar kompetensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia adalah

Berbicara, 6. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan

berbalas pantun dan bertelepon. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah

6.2 Menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi

pesan. Pada materi ini, siswa diharapkan dapat menyampaikan pesan

yang diterima melalui telepon sesuai dengan isi pesan. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam bertelepon antara lain (Aswan et al, 2004: 85):

a. mengucapkan salam;

b. menyebutkan nama diri dan nama orang yang dicari;

c. menyampaikan tujuan menelepon dengan bahasa yang jelas dan

sopan;

d. meninggalkan pesan bila tidak bertemu dengan orang yang dicari;

e. mengucapkan salam di akhir pembicaraan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerima pesan.

a. Tentukan secara jelas, dari siapa dan kepada siapa pesan itu harus

disampaikan.

b. Mintalah secara lebih jelas mengenai isi pesan yang perlu

disampaikan.

c. Upayakan untuk selalu mencatat pesan-pesan tersebut.

Page 14: Bab ii okkk

29

d. Jika kita tidak sanggup untuk menyampaikan pesan tersebut

hendaknya kita tidak sungkan-sungkan untuk menyampaikan

ketidaksanggupan.

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia Materi Meyampaikan Pesan

Telepon dengan Model Pembelajaran Student Facilitator and

Explaining

Sri Anitah W., dkk, (2009: 1.18), berpendapat bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

yang ada pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar meliputi

bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua komponen

tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan berorientasi

pada tujuan.

Mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas I dan II menekankan pada

aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan,

sedangkan mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III, IV, V, dan VI

menekankan pada aspek peningkatan kemampuan berkomunikasi lisan

dan tulis. Jadi, pembelajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan

berbahasa Indonesia dalam berkomunikasi, bukan pembelajaran tentang

stuktur bahasa.

Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah mempelajari suatu bahasa

dengan fokus pada penguasaan kemampuan berbahasa atau kemampuan

berkomunikasi. Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu kemampuan

menyampaikan pesan melalui berbicara maupun tertulis melalui menulis.

Page 15: Bab ii okkk

30

Belajar bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk membekali dan

mengasah siswa dengan kemampuan berkomunikasi atau menerapkan

bahasa Indonesia dengan tepat untuk berbagai tujuan dan dalam konteks

yang berbeda (Solchan T. W, dkk, 2008: 1.31).

Menurut Puji Santosa, dkk, (2008: 3.6), fungsi mata pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu:

1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa;

2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka

pelestarian dan pengembangan budaya;

3) sarana peningkatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai

keperluan;

5) sarana pengembangan penalaran;

6) sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui kesusastraan

Indonesia.

Sedangkan Solchan T. W., dkk, (2008: 4.11) menyatakan bahwa

secara umum tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD dan MI adalah

sebagai berikut:

1) menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan (nasional) dan bahasa negara;

2) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat

serta kreatif untuk berbagai tujuan;

Page 16: Bab ii okkk

31

3) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, kematangan emosional dan sosial;

4) memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara dan

menulis);

5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berbahasa;

6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pada kenyataannya, pembelajaran bahasa Indonesia di SDN

Pacinan cenderung masih berpusat pada guru (teacher center) sehingga

siswa kurang aktif selama pembelajaran. Siswa tidak berani bertanya dan

mengungkapkan perasaan, ide, dan pendapatnya kepada guru. Dengan

menggunakan model pembelajaran student facilitator and explaining

siswa dapat mengemukakan pendapatnya kepada siswa. Menurut

Martinis Yamin & Bansu I. Ansari (2012: 15) bahwa interaksi

memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui

diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model

pembelajaran student facilitator and explaining diharapkan dapat

mencapai fungsi dan tujuan di atas. Pembelajaran bahasa Indonesia

materi meyampaikan pesan telepon dengan model pembelajaran student

Page 17: Bab ii okkk

32

facilitator and explaining dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut.

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.

c. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa

lainnya tentang isi pesan telepon.

d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.

e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.

f. Penutup.

B. KERANGKA BERPIKIR

Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah pengelolaan proses pembelajaran. Pengelolaan proses

pembelajaran meliputi penampilan guru, penguasaan materi, penggunaan

metode dan strategi pembelajaran, dan pemanfaatan fasilitas pembelajaran.

Metode dan strategi yang digunakan guru sangat mempengaruhi proses

pembelajaran terutama siswa.

Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas, maka dapat

disusun suatu kerangka pemikiran. Pada kondisi awal sebelum menerapkan

model pembelajaran student facilitator and explaining, guru masih

menggunakan pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan guru

kurang bervariasi, cenderung monoton, dan pembelajaran masih berpusat

pada guru (teacher center). Siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif

Page 18: Bab ii okkk

H0: Tidak ada pengaruh Model Student Facilitator and Explaining terhadap kemampuan mengemukakan pendapat

Masalahnya guru tidak menggunakan model

yang tepat dan pembelajaranteacher center

Input

Proses pembelajaran

Bahasa IndonesiaOutput

H1: Ada pengaruh Model Student Facilitator and Explaining terhadap kemampuan mengemukakan pendapat

33

sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa menjadi merasa

malu/tidak berani menyampaikan ide dan informasi yang disampaikan sulit

diserap oleh siswa serta tidak merangsang partisipasi siswa. Hal ini

disebabkan oleh guru yang kurang memberikan kebebasan siswa untuk

berdiskusi dengan teman sekelasnya.

Menyikapi kondisi tersebut, perlu digunakan model student facilitator

and explaining untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan

pokok bahasan menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon secara

lisan. Dengan menggunakan model student facilitator and explaining, siswa

diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-

ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.

Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Page 19: Bab ii okkk

34

Gambar 2.1: Kerangka Berpikir

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2010: 96) perumusan hipotesis penelitian

merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan

landasan teori dan kerangka berpikir. Hipotesis merupakan jawaban

Page 20: Bab ii okkk

35

sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. Sedangkan Sekaran (dalam Juliansyah Noor,

2011: 79), mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan

secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkap dalam bentuk

pernyataan yang dapat diuji. Hipotesis merupakan jawaban sementara atas

pertanyaan penelitian. Dengan demikian, ada keterkaitan antara perumusan

masalah dengan hipotesis, karena perumusan masalah merupakan pertanyaan

penelitian.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah

jawaban teoretis sementara terhadap rumusan masalah belum jawaban yang

empirik dengan data. Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran student facilitator and

explaining terhadap kemampuan mengemukakan pendapat pada Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan

Balerejo Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013.

H1 : Ada pengaruh model pembelajaran student facilitator and explaining

terhadap kemampuan mengemukakan pendapat pada Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN Pacinan Kecamatan Balerejo

Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 202/2013.